Anda di halaman 1dari 11

HADIS SAHIH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Al-Qur’an dan


Hadis

DOSEN PENGAMPU:
Marwini, S.H.I., M.A., M.Si
Ahmad Najih
DISUSUN OLEH: KELOMPOK 3
Diah Ayu Atmajani 12020219130082
Dien Nur Aulia Zahro 12020219130036
Fifi Maharyani Hastuti 12020219130136
Laksita Anindya Maheswari 12020219130033
Naila Azka 12020219130049

UNIVERSITAS DIPONEGORO
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
EKONOMI ISLAM
2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hadis merupakan sumber ajaran Islam yang kedua sesudah Al-Qur’an,
secara resmi ditulis dan dikumpulkan dalam suatu kitab pada masa
pemerintahan khalifah Umar bin Abdul Azis oleh karena itu umat Islam wajib
menjadikan hadis sebagai pedoman dalam segala aktifitas, baik dalam segala
aktifitas maupun dalam pengabdiannya sebagai hamba Allah maupun
khalifah di muka bumi ini. Dari tahun wafatnya Rasulullah SAW, sampai
tahun ditulisnya hadis, sangat memungkinkan munculnya
pemalsuan-pemalsuan hadis. Hal inilah yang mendorong ulama untuk
mencari dan mengumpulkan hadis-hadis. Para ulama dalam
melakukan penelitian menitik beratkan perhatiannya pada sanad dan matan
hadis. Oleh karena itu, para ulama menetapkan kaidah-kaidah yang
berkenaan dengan kedua hal tersebut sebagai syarat diterimanya suatu hadis.
Sesuai dengan perjalanan hadis ternyata tidak semua yang disebut hadis
itu benar-benar berasal dari nabi. Tidak semua hadis dapat kita gunakan.
Karena ada hadis tertentu yang lemah kedudukannya. Ada pula hadis yang
mempunyai masalah dengan sanadnya, rawinya, dan lain sebagainya.
Mengamalkan hadis yang tidak seharusnya diamalkan dapat berakibat buruk
bagi kehidupan. Mengingat akan kehati-hatian dalam memakai hadis sebagai
sumber hukum yang kedua itu penting. Maka kita harus mengetahui seperti
apa hadis sahih itu.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hadis sahih?
2. Bagaimana kriteria hadis sahih?
3. Apa saja macam-macam hadis sahih?
4. Bagaimana kehujjahan hadis sahih?
1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui pengertian hadis sahih.
2. Dapat mengetahui kriteria hadis sahih.
3. Dapat mengetahui macam-macam hadis sahih.
4. Dapat mngetahui kehujjahan hadis sahih.
1.4 Manfaat
Makalah ini dapat menambah pengetahuan dan khazanah pembaca
mengenai hadis sahih. Selain itu, makalah ini dapat digunakan sebagai
referensi dalam mengerjakan tugas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Hadis Sahih


Kata sahih secara bahasa berarti sehat, selamar, benar, sah, dan sempurna.
Para ulama biasa menyebut kata sahih ini sebagai lawan dari kata saqim
(sakit). Maka, hadis sahih secara bahasa adalah hadis yang sehat, selamar,
benar, sah dan sempurna, dan yang tidak sakit. Secara etimologis, menurut
Shubhi al-Shalih, hadis sahih adalah hadis yang sanadnya bersambung,
diriwayatkan oleh periwayatan yang adil dan dhabith hingga bersambung
kepada Rasulullah atau pada sanad terakhir berasal dari kalangan sahabat
tanpa mengandung syadz (kejanggalan) ataupun illat (cacat).
Ibn al-Shalah dalam kitabnya ‘ulum al-Hadis’ yang dikenal juga dengan
Muqqadimah Ibn al-Shalah, mendefinisikan hadis sahih dengan hadis yang
disandarkan kepada Nabi yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh
periwayat yang ‘adil dan dhâbith hingga sampai akhir sanad, tidak ada syâdz
(kejanggalan) dan tidak mengandung illat (cacat).
Ibn Hajar al-‘Asqalani dalam Nuzhah al-Nazhâr Syarh Nukhbah al-Fikâr
lebih ringkas mendefinisikan Hadis sahih yaitu “Hadis yang diriwayatkan
oleh orang yang ‘adil, sempurna ke- dhâbith-annya, bersambung sanadnya,
tidak ber-‘illat dan tidak ber- syâdz”.
2.2 Kriteria Hadis Sahih
a) Sanad Bersambung
Hadis sahih adalah hadis yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh
rawi yang adil dan dhabit dari rawi lain yang juga adil dan dhabit sampai
akhir sanad, dan hadis itu tidak janggal serta tidak mengandung cacat (illat).
Pengertian tersebut mulai terbentuk Nabi sebagai periwayat pertama hingga
berakhir pada periwayat terakhir (mukharrij hadist). Namun atas
bersambungnya sanad masih belum bisa serta-merta dikatakan hadis sahih.
Sebab ada yang mengistilahkan hadis yang bersambung sanadnya tersebut
dengan istilah hadis musnad. Menurut Ibn Abd al-Barr hadis musnad adalah
hadis yang didasarkan pada hadis Nabi (sebagai hadis marfu), sanad hadis
musnad ada yang bersambung (muttashil) dan ada pula yang terputus
(munqathi). hadis ini bisa dijadikan patokan menetukan kesahihan hadis, para
ulama hadis bersepakat bahwa hadis musnad pasti marfu dan bersambung
sanadnya, tetapi hadis marfu belum tentu hadis musnad. Ada pula yang
mengistilahkan dengan sebutan hadis muttashil atau mawshul. Ibn al-Shalah
dan al-Nawawi memberikan pengertian bahwa hadis muttashil atau mawshul
adalah hadis yang bersambung sanadnya, baik bersambung sampai kepada
Nabi (marfu) maupun hanya mentok pada sahabat Nabi (mawquf) saja. Selain
keterputusan terdapat pada sahabat Nabi, hadis muttashil atau mawshul ada
juga yang maqthu (disandarkan pada tabi’in). Menurut M. Syuhudi Ismail
cara untuk mengetahui bersambung atau tidaknya sanad yaitu:
1)Mencatat semua nama periwayat dalam sanad yang diteliti.
2)Mempelajari sejarah hidup masing-masing periwayat yang dilakukan; hal
ini bertujuan untuk mengetahui apakah periwayat tersebut dikenal sebagai
orang yang tsiqah (adil dan dhabith), serta bukan termasuk dari orang yang
tadlis.
b) Adil
Juga untuk tentang perawi yang bersifat adil ini ada banyak pandangan
dikalangan para ulama hadis. Diantara beda pandangan itu ialah pendapat dari
Al-Hakim ia menyatakan bahwa seseorang bisa dikatakan adil ketika ia
beragama Islam, tidak berbuat bid’ah, dan tidak berbuat maksiat. Sedangkan,
menurut Al-Irsyad yang dimaksud adil ialah orang yang berpegang teguh
terhadap pedoman adab-adab syara. Muhammad Syuhudi menyebutkan
terdapat empat kriteria perawi antara lain berikut ini.
a. Beragama Islam.
b. Mukallaf.
c. Melakukan ketentuan agama.
d. Memelihara mur’ah.
Sedangkan, Imam Hanafi menetapkan kriteria ke-adilan perawi berdasarkan:
a. Popularitas keutamaan periwayat tersebut di kalangan ulama hadis tersebut.
b. Penilaian dari para kritikus periwayat hadis penilaian ini mencakup
kelebihan atau kekurangan yang terdapat pada periwayat hadis tersebut, hal
ini bisa ditelaah melalui ilmu al-jarh wa al-ta’dil.
c. Penerapan ilmu al-jarh wa al-ta’dil di pakai apabila dari kalangan kritik
hadis tidak menemukan kesepakatan tentang kualitas pribadi periwayat
tertentu.
c) Perawinya bersifat dhabit (dhabth al-rawi)
Dhabit menurut bahasa mempunyai makna kokoh, yang kuat, yang hafal
secara sempurna. Seorang perawi mempunyai daya ingat yang kuat dan
sempurna terhadap hadis yang diriwayatkan. Ibn Hajar Al-Asqolani
berkomentar bahwa perawi yang dhabit itu adalah dia yang kuat hafalannya
terhadap apa yang pernah didengarnya, kemudian mampu menyampaikan
hafalan tersebut pada saat dibutuhkan. Artinya, seorang perawi mempunyai
kualitas kesehatan yang maksimal mulai dari kesehatan pendengaran, otak,
psikis, dan oral. Hal ini sangat menjadi bagian penting bagi perawi sebab
dengan pendengaran yang kuat ia mampu mendengarkan secara utuh isi apa
yang didengar, mampu memahami dengan baik, tersimpan dalam memori
otaknya, kemudian mampu menyampaikan dengan fasih dan benar kepada
orang lain. Dhabit dibelah menjadi dua macam diantaranya yaitu:
1. Dhabit hati.
Dhabit hati maksudnya ialah seorang perawi mampu menghafal setiap
hadis yang di dengarnya dan sewaktu-waktu dia bisa mengungkapnya atau
sederhanya terpelihara periwayatan dalam ingatan sejak menerima hadis
sampai menyampaikan kembali kepada orang lain.
2. Dhabit Kitab
Dhabit kitab yaitu tulisan Hadis yang diterima seorang perawi terpelihara
dari perubahan, pergantian, dan kekurangan. Dapat dijelaskan juga bahwa
dhabit kitab adalah sifat seorang perawi yang dapat memahami dengan sangat
baik tulisan hadis yang termuat dalam kitab yang ada padanya dan
mengetahui kesalahannya apabila terdapat kesalahan dalam tulisan tersebut.
C. Terhindar dari Syadz (‘qadam al-syadz)
Syadz disini berarti hadis yang diriwayatkan tidak mengalami kerancuan
atau terjadi sanksi dengan hadis yang diriwayatkan oleh orang lain yang
tingkat adil dan dhabit-nya lebih tinggi. Para ulama sepakat berikut adalah
syarat syudzudz :
a. Periwayat hadis tersebut harus tsiqah.
b. Orang tsiqah meriwayatkan hadis yang berbeda dengan yang lebih tsiqah
baik dari segi hafalan, jumlah orang yang diriwayatkan atau yang lainnya.
c. Perbedaan tersebut bisa berupa penambahan atau mengurangi dalam hal
sanad dan matan.
d. Periwayat tersebut menimbulkan kerancuan yang begitu pelik sehingga
tidak bisa dikompromikan,
e. Adanya kesamaan guru dari hadis yang diriwayatkan.
5. Terhindar dari illat (‘adam 'ilat)
Maksudnya adalah bahwa hadis yang bersangkutan terbebas dari cacat
kesahihannya yakni hadis tersebut terbebas dari sifat-sifat samar yang
membuatnya cacat, meskipun secara kasat mata hadis tersebut tidak
menunjukkan adanya cacat. Menurut Ibn al-Shalah, an-Nawawi, dan Nur
al-Din 'Itr menyatakan bahwa 'illat merupakan sebab yang tersembunyi yang
menjadi benalu (merusak) kualitas hadis, yang menyebabkan hadis yang pada
lahirnya tampak berkualitas sahih menjadi tidak sahih.
Menurut Mahmud al-Thahhan, hadis yang mengandung 'illat bisa di
lacak ketika mengandung kriteria berikut:
a. Periwayatnya menyendiri.
b. Periwayat lain bertentangan dengannya.
c. Qarinah-qarinah lain yang berkaitan dengan keduanya.
d. Detailnya untuk mengetahui adanya 'illat hadis bisa melakukan:
1) Menghimpun seluruh sanad, dengan maksud untuk mengetahui ada
tidaknya tawabi' dan/atau syawahid.
2) Melihat perbedaan di antara para periwayatnya.
3) Memerhatikan status kualitas para periwayat baik berkenaan dengan
keadilan, maupun ke-dhabitan masing-masing periwayat.
2.3 Macam-macam Hadis sahih
Para ulama hadis membagi hadis sahih menjadi dua macam, yaitu hadis
sahih li dzatih dan hadis sahih li ghayrih. Hadis sahih li dzatih adalah
hadis yang memenuhi kriteria-kriteria hadis sahih yang lima sebagaimana
dijelaskan sebelumnya yaitu hadis yang sanadnya bersambung, diriwayatkan
oleh periwayat yang ‘adil dan dhabith, serta terlepas dari syadz dan illat.
Hadis sahih kategori ini telah dihimpun oleh para mudawwin hadis seperti Al
Bukhari dalam kitabnya sahih al-Bukhari, Muslim ibn al-Hajjaj dalam sahih
Muslim, Abu Dawud dalam Sunan Abu Dawud, Ahmad Ibn Hanbal dalam
Musnad Ahmad dan lain sebagainya.
Hadis sahih li ghayrih adalah hadis yang kesahihannya dibantu oleh
adanya hadis lain. Pada mulanya hadis kategori ini memiliki kelemahan
berupa periwayat yang kurang dhabith, sehingga dinilai tidak memenuhi
syarat untuk dikategorikan sebagai hadis sahih. Tetapi setelah diketahui ada
hadis lain dengan kandungan matan yang sama dan berkualitas sahih maka
hadis tersebut naik derajat menjadi sahih. Dengan kata lain, hadis sahih li
ghayrih pada asalnya adalah hadis hasan yang karena ada hadis sahih dengan
matan yang sama maka hadis hasan tersebut naik menjadi hadis sahih.
2.4 Kehujjahan Hadis Sahih
Para ulama bersepakat bahwa hadis sahih dapat dijadikan hujjah dalam
penetapan syariat Islam, baik itu hadis yang ahad terlebih hadis yang mutawattir.
Namun ada perbedaan pendapat terkait hadis ahad yang dijadikan hujjah di
bidang akidah. Hal ini terjadi karena mereka memiliki penilaian yang berbeda
tentang status hadis sahih yang ahad itu apakah qath’i (pasti) sebagaimana hadis
yang mutawattir atau zhanni (samar). Bagi ulama yang menilai bahwa hadis
sahih yang ahad adalah qath’i berpendapat bahwa hadis ahad dapat dijadikan
hujjah di bidang akidah. Sebaliknya, ulama yang menganggap hadis ahad
berstatus zhanni berpendapat bahwa hadis sahih yang ahad tidak sah dijadikan
hujjah di bidang akidah.
Terkait hal ini, para ulama terbagi pada beberapa pendapat: Pertama,
sebagian ulama memandang bahwa hadis sahih tidak berstatus qath’i sehingga
tidak dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan persoalan akidah. Kedua,
sebagian ulama hadis, sebagaimana dinyatakan al-Nawawi berpendapat bahwa
semua hadis sahih riwayat Bukhari dan Muslim berstatus qath’i. Ketiga,
sebagian ulama, diantaranya Ibn Hazm memandang bahwa semua hadis sahih
berstatus qath’i tanpa dibedakan apakah diriwayatkan oleh kedua ulama
tersebut atau bukan. Menurut Ibn Hazm tidak ada keterangan yang harus
membedakan hal ini berdasarkan siapa yang meriwayatkannya. Semua hadis
yang memenuhi syarat kesahihan memiliki status yang sama sebagai hujjah.
Dengan demikian, hadis sahih baik yang ahad maupun yang mutawattir,
yang sahih li dzatih ataupun sahih li ghayrih dapat dijadikan sebagai hujjah
dalam bidang hukum, akhlak, sosial, ekonomi, dan sebagainya kecuali di
bidang akidah karena masih ada perselisihan mengenai hadis sahih yang ahad di
kalangan ulama.
Sebagaimana hadis sahih, hadis hasan dapat dijadikan sebagai hujjah baik
hasan li dzatih maupun hasan li ghayrih, meskipun hadis hasan kekuatannya
berada di bawah hadis sahih. Karena itu, sebagian ulama memasukkan hadis
hasan sebagai bagian dari kelompok hadis sahih, misalnya al-Hakim
al-Nasyaburi, Ibn Hibban, dan Ibn Khuzaymah, dengan catatan bahwa hadis
hasan secara kualitas berada di bawah hadis sahih, sehingga jika terjadi
pertentangan, hadis sahih lebih kuat kedudukannya. Hanya saja, berbeda
dengan hadis sahih, hadis hasan tidak ada yang berstatus mutawattir melainkan
semuanya berstatus ahad baik ahad yang masyhur, aziz, maupun gharib,
sehingga status kehujjahannya juga tidak persis sama seperti hadis sahih.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hadis sahih adalah hadis yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh
periwayatan yang ‘adil dan dhabith hingga bersambung kepada Rasulullah atau
pada sanad terakhir berasal dari kalangan sahabat tanpa mengandung syadz
(kejanggalan) ataupun ‘illat (cacat). Menurut mayoritas ulama terdapat lima
kriteria hadis sahih yaitu: (1) sanadnya bersambung; (2) para periwayatnya adil;
(3) para periwayatnya dhabith; (4) terhindar dari syadz: (5) terhindar dari ‘illat.
Sedangkan, untuk macam-macam hadis sahih para ulama membagi hadis sahih
menjadi dua macam, yaitu hadis sahih li dzatih dan hadis sahih li ghayrih. hadis
sahih baik yang ahad maupun yang mutawattir, yang sahih li dzatih ataupun sahih
li ghayrih dapat dijadikan sebagai hujjah dalam bidang hukum, akhlak, sosial,
ekonomi, dan sebagainya kecuali di bidang akidah karena masih ada perselisihan
mengenai hadis sahih yang ahad di kalangan ulama.
DAFTAR PUSTAKA

Idris. 2016. Studi Hadis. Kencana: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai