Pes Pix
Pes Pix
PENDAHULUAN
Dahulu ada sebuah penyakit yang menyebabkan angka kematian yang tinggi.
Penyakit ini dijulukan The Black Death. Penyakit ini menyebabkan wabah yang besar di
kalangan masyarakat. Wabah plague diyakini telah bermula di Mesir dan Etiopia pada
tahun 540 bergerak ke Sungai Nil dan menumpang kapal-kapal menuju ke Konstantinopel
sepanjang rute perdagangan. Wabah ini diperkirakan telah membunuh 300.000 orang di
Konstantinopel dalam waktu setahun pada tahun 544 (Sucipto, 2011).
Kemudian pada tahun 1347 penyakit ini kembali melanda populasi Eropa
(Konstantinopel Turki, kepulauan Italia, Prancis, Yunani, Spanyol, Yugoslavia, Albania,
Austria, Jerman, Inggris, Irlandia, Norwegia, Swedia, Polandia, Bosnia-Herzegovina dan
Kroasia) selama kira-kira 300 tahun, dari tahun 1348 sampai akhir abad ke-17. Selama
kurun waktu itu, wabah ini membunuh 75 juta orang, kira-kira 1/3 populasi pada waktu
itu. Seluruh komunitas tersapu bersih, di tahun 1386 di kota Smolensk, Rusia, hanya lima
orang yang tidak terserang penyakit ini dan di London, peluang bertahan hidup hanya satu
dalam sepuluh (Svensons, 2015).
Wabah pes masih dapat ditemui di beberapa belahan dunia hingga kini. Tetapi
bakteri wabah pes belum terbasmi tuntas. Di Bolivia dan Brazil, misalnya, terdapat lebih
dari 100 laporan kasus pes per sejuta penduduk. Wabah pes dikenal dengan black
death karena menyebabkan tiga jenis wabah, yaitu bubonik, pneumonik dan septikemik.
Ketiganya menyerang system limfe tubuh, menyebabkan pembesaran kelenjar, panas
tinggi, sakit kepala, muntah dan nyeri pada persendian (Svensons, 2015)..
Dalam semua kasus, kematian datang dengan cepat dan tingkat kematian
bervariasi dari 30-75% bagi bubonik, 90-95% bagi pneumonik dan 100% bagi
septikemik. Akan tetapi, dengan pengobatan yang tepat, penyakit pes dapat disembuhkan,
karena berhasil diobati dengan sukses menggunakan antibiotika.Penyakit pes pertama kali
masuk Indonesia pada tahun 1910 melalui Tanjung Perak, Surabaya, kemudian tahun
1916 melalui pelabuhan Tanjung Mas, Semarang, tahun 1923 melalui pelabuhan Cirebon
dan pada tahun 1927 melalui pelabuhan Tegal. Korban manusia meninggal karena pes
1
dari 1910-1960 tercatat 245.375 orang, kematian tertinggi terjadi pada tahun 1934, yaitu
23.275 orang (Rahmawati, 2012).
Penyakit pes merupakan salah satu penyakit menular yang termasuk dalam UU
nomor 4 tahun 1984 tentang penyakit menular/ wabah, Peraturan Menteri Kesehatan RI
nomor 560/Menkes/Per/VIII/1989 tentang jenis penyakit tertentu yang dapat
menimbulkan wabah, tata cara penyampaian laporannya dan tata cara seperlunya tentang
pedoman penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa
serta International Classification of Disease ( ICD ).Di Indonesia telah diupayakan
penanggulangan penyakit per melalui beberapa kegiatan yang mendukung, seperti
surveilans trapping, surveilans human, pengamnilan dan pengiriman spesies, pengadaan
obat-obatan dan Disponsible syringe, dan pengadaan metal life trap (Rahmawati, 2012).
2
1. Daerah fokus, merupakan daerah yang diamati sepanjang tahun yaitu satu bulan
sekali selama lima hari berturut-turut.
2. Daerah terancam, merupakan daerah yang diamati secara periodik, yaitu empat
kali dalam satu tahun dengan kurun waktu tiga bulan sekali selama lima hari
berturut-turut
3. Daerah bekas fokus, merupakan daerah yang diamati selama satu tahun sekali
atau dua tahun sekali selama lima hari berturut-turut (Sub Direktorat Zoonosis,
2008:8)
Sedikitnya jumlah tikus yang didapat dengan jumlah pinjal yang banyak
menjadikan kewaspadaan terulangnya Kejadian Luar Biasa (KLB), maka perlu dilakukan
pengendalian agar angka kejadian pes selalu nol dan tidak terjadi Kejadian Luar Biasa
(KLB) pes. Pencegahan KLB pes dilakukan dengan memasang live trap setiap lima hari
berturut-turut dalam satu bulan sesuai ketentuan pedoman penanggulangan pes pada
daerah fokus. Dalam survailens ini partisipasi warga sangat dibutuhkan, dengan
partisipasi ini masyarakat diharapkan mampu berperan aktif dalam kegiatan survailens.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain:
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.1 Definisi
Penyakit Pes atau disebut juga Plague atau Black Death adalah suatu infeksi berat
yang disebabkan oleh bakteri Yersinia Pestis. Bakteri ini menginfeksi hewan pengerat
seperti tikus. Bakteri ini disebarkan oleh kutu tikus atau pinjal yang disebut Xenopsilla
Cheopis. Penyakit pes ditularkan ke manusia oleh gigitan kutu tikus yang terinfeksi.
Tingkat kematian penyakit pes sebanyak 50-60 % jika tidak diobati(Africa, 2014). Gejala
awal penyakit pes yaitu demam, menggigil, nyeri otot, mual, sakit tenggorokan, sakit
kepala serta limfadenitis (Sucipto, 2011).
Wabah penyakit ini banyak terjadi dalam sejarah, dan telah menimbulkan korban jiwa
yang besar. Selama abad ke-14, pedagang dari kota-kota pelabuhan Laut Tengah dan Laut Hitam
mengadakan perjalanan ke Cina, dan sepulangnya, membawa kembali sutera serta kulit binatang
yang berharga. Ketika kembali dari perjalanan seperti ini pada tahun 1343, sekelompok pedagang
dari Genoa menurut laporang lari ketakutan karena adanya pasukan orang Tartar, dan berlindung
5
di balik tembok kota perdagangan Caffa di Semenanjung Krim (Sub Direktorat Zoonosis,
2008).
2.2 Epidemiologi
Di Bolivia dan Brazil, misalnya, terdapat lebih dari 100 laporan kasus pes per sejuta
penduduk. Wabah pes dikenal dengan black death karena menyebabkan tiga jenis wabah, yaitu
bubonik, pneumonik dan septikemik. Ketiganya menyerang system limfe tubuh, menyebabkan
pembesaran kelenjar, panas tinggi, sakit kepala, muntah dan nyeri pada persendian. Wabah
pneumonik juga menyebabkan batuk lendir berdarah, wabah septikemik menyebabkan warna
kulit berubah menjadi merah lembayung (Svensons, 2015).
Penyakit pes terjadi antara tahun 2010 dan 2015, terdapat 39 kasus pes pada
manusia dilaporkan terjadi di Amerika Serikat serta mengakibatkan 5 kematian.
Setengah dari kasus pes pada manusia melibatkan individu berusia 12-45 tahun,
meskipun pes dapat mempengaruhi seseorang dari segala umur. Pria memiliki resiko
yang lebih tinggi terkena pes dibanding perempuan. Keadaan ini di sebabkan karena
aktivitas pria lebih banyak diluar dan beresiko terpapar vektor penyakit pes. (Rahmawati,
2012)
Akibatnya seluruh kota Caffa terinfeksi. Orang Genoa yang masih hidup segera
kembali ke kapal dan berlayar lagi. Banyak di antara mereka meninggal di kapal, tetapi
sisanya mendarat di Konstatinopel, Genoa, Venesia, dan kota-kota pelabuhan, dan disana
menulari keluarga dan kawannya. Dengan demikian wabah pes tiba di Eropa. Penyakit
ini menyebar dari kota- kota pelabuhan Laut Tengah ke pedalaman utara dan barat, dari
Italia dan Yunani ke Perancis, Spanyol, dan Inggris (Rahmawati, 2012).
Pada tahun 1348 dua pertiga penduduk Eropa telah terkena. Selama delapan
tahun wabah raya berkecamuk dan sekurang-kurangnya separuh dari jumlah penderita
meninggal. Jumlah korbannya 25 juta orang. Pada waktu itu tak ada tempat untuk
bersembunyi. Mereka yang melarikan diri ke laut pun menemukan penyakit pes sebagai
penumpang gelap di atas kapal (Rahmawati, 2012)
6
Gambar 2. Wilayah persebaran wabah pes
Sejak dahulu kala sampai kini, infeksi mikroba merupakan ancaman utama
terhadap kesehatan manusia beradab. Penyakit pes – lebih dari pada penyakit-penyakit
seperti misalnya kolera, cacar, demam kuning dan influenza-tetap merupakan contoh
utama mengenai siatu penyakit infeksi yang datang dari luar negeri dan menyerang orang
Filistin melalui pelabuhan laut mereka (Rahmawati, 2012).
Wabah raya penyakit pes yang pertama, yakni pes Justinius pada Abad ke-6,
berkecamuk waktu perdagangan internasional meningkat. Setelah menyapu Eropa pada
Abada ke-14, penyakit pes tetap membara selam 300 tahun, sekali-kali meledak bila
orang rentan tinggal berdesak-desakan di suatu tempat. Lama-kelamaan penyakit ini
menjadi penyakit kota, terutama pelabuhan dan pusat perdagangan yang kerap terserang.
(Rahmawati, 2012)
Wabah-wabah ini mencapai puncaknya di London dalam wabah raya tahun 1665.
Pada bulan September tahun itu, daftar kematian mingguan kota London menunjukkan
bahwa lebih dari 30.000 orang meninggal dunia. Di London, semua perdagangan dan
lalu lintas sempat terhenti. Orang takut dekat-mendekati anatar satu sama lain. Dokter-
dokter terkemuka pada zaman itu pun tak dapat menghentikan penyakit pes itu. Bubo
atau pembengkakan kelenjar, yang memberikan nama pada penyakit ini (pes bubonic),
umumnya timbul di ketiak atau di selangkangan. Dokter menggunakan tapal panas,
bahan tajam yang dapat membakar kulit, dan pisau dalam usaha mereka memecahkan
pembengkakan serta mengeluarkan cairannya, dengan keyakinan bahwa bila ini terjadi,
orang sakit akan tertolong. Akhirnya pada musim gugur tahun 1666, penyakit pes mulai
menghilang dari London. Setelah tahun 1720 penyakit pes lenyap pula dari Eropa Barat
(Sub Direktorat Zoonosis, 2008).
7
yang terinfeksi plague, dan kontak dengan tubuh binatang yang terinfeksi. Kutu yang
terinfeksi dapat membawa bakteri ini sampai berbulan2 lamanya. Selain itu pada kasus
pneumonic plague, penularan terjadi dari percikan air liur penderita yang terbawa oleh
udara.Kutu menyebarkan penyakit ketika mengisap darah tikus atau manusia. Tetapi
bakteri wabah pes belum terbasmi tuntas (Sub Direktorat Zoonosis, 2008).
Dari awal mula penyebaran penyakit PES tersebut bisa disimpulkan bahwa sudah
sejak dahulu kala sampai kini, infeksi mikroba merupakan ancaman utama terhadap
kesehatan manusia. Di masa kini, penyakit ini Pes (sampar) merupakan penyakit yang
terdaftar dalam Karantina International dan juga disebut remerging disease dan masih
merupakan masalah kesehatan yang dapat menimbulkan kejadian luar biasa ataupun
wabah. Pes masuk pertama kali di Indonesia pada tahun 1910 melalui pelabuhan Tanjung
Perak, Surabaya, kemudian tahun 1916 melalui pelabuhan Tanjung Mas, semarang,
tahun 1923 melalui pelabuhan cirebon dan tahun 1927 melalui pelabuhan Tegal. Korban
yang diakibatkan karena penyakit pes dari tahun 1910 sampai deng tahun 1960 tercatat
245.375 orang dengan angka kematian tertinggi yaitu 23.275 orang yang terjadi pada
tahun 1934 (Sub Direktorat Zoonosis, 2008).
2.3 Etiologi
Pes disebabkan oleh bakteri genus Yersinia serta mencakup 15 spesies dengan
tiga patogen pada manusia yaitu yersinia pestis, Yersinia enterocolitica, dan yersinia
pseudotuberculosis. Bakteri tersebut umumnya diisolasi dari hewan pengerat dan kutu
parasit. Bakteri pes adalah mikroorganisme gram-negatif, berbentuk batang atau
coccobaccilus, non spora dan immobile, fermentasi non laktosa, urease dan indol negatif,
dan termasuk dalam kelas Gammaproteobacteria dan famili Enteroacteriaceae. Suhu
optimum untuk pertumbuhan bakteri pes lebih dari 48 jam di MacConkey atau agar darah
adalah 28 °C (Santana et al., 2016). Toksonomi spesies yersinia yaitu :
Kingdom : Eubacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gammaproteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Yersinia
8
Spesies : pestis, enterocolitica, pseudotuberculosis, frederiksenii, kristensenii,
ruckeri, mollaretii, bercovieri, rohdei, aldovae, intermedia(Wildlife,
n.d, 2012)
Penyakit ini disebabkan den bakteri Yersinia pestis atau Patereurella pestis Oleh karena
itu, penyakit ini juga dikenal sebagai Yersiniosis atau Pasteurellosis. Pasteurellosis pada
sapi, domba, dan kelinci, yang menuniukkan gejala penyakit pneumonia kadang-kadang
jugs disebut pneumotic pateureliosis.
Pada dasarnya penyakit pes pada ternak baik unggas, maupun hewan-hewan lain
disebabkan oleh bakteri yang berbeda-beda. Akan tetapi, hewan-hewan tersebut
menunjukkan gejala yang hampir sama. Penyakit pes memang dapat menjangkiii hampir
semua hewan, namun hewan utama pembawa penyakit ini yaitu hewan-hewan pengerat
seperti kelinci, tupai, dan hamster terutama sekali tikus. Anjing maupun kucing yang
biasanya dijadikan hewan peliharaan maupun hewan kesayangan dapat Pula menutarkan
pes ke manusia.
Penularan dan penyebaran pes dari tikus ke manusia yang utama melalui gigitan pinjal
(flea) pada rambut-rambut tikus. Oleh karena itu pinjal disebut sebagai vektor penyakit
pes.
2.4 Penularan
9
Secara alamiah penyakit pes dapat bertahan atau terpelihara pada rodent.Kuman-
kuman pes yang terdapat di dalam darah tikus sakit,dapat ditularkan ke hewan lain atau
manusia, apabila ada pinjal yang menghisap darah tikus yang mengandung kuman pes
tadi,dan kuman-kuman tersebut akan dipindahkan ke hewan tikus lain atau manusia
dengan cara yang sama yaitu melalui gigitan. Penularan pes secara eksidental dapat
terjadi pada orang – orang yang bila digigit oleh pinjal tikus hutan yang infektif.Ini dapat
terjadi pada pekerja-pekerja di hutan,ataupun pada orang-orang yang mengadakan
rekreasi/camping di hutan (Josh Peterson., 2013)
10
yang terinfeksi Y. Pestis menjadi lebih parah maka tikus-tikus ini akan mencari tempat
sunyi dan biasanya mendekati lingkungan manusia dengan masuk ke rumah-rumah. Bila
tikus mati, pinjal akan kelaparan dan keluar dari tubuh tikus. Pinjal yang lapar akan
menjadi sangat agresif untuk mendapatkan pakan berupa darah, sehingga akan menyerang
apa saja yang ditemui terutama darah manusia (Affin, 2011).
12
Timbul papula (benjolan kecil pada kulit, Pustula (benjolan permukaan kulit
bernanah), Karbunkel (bisul, bisul besar, radan pd folikel rambut & sekitarnya
menjadi satu/ tidak menunjukkan reaksi jaringan setempat), Penyebaran daerah
kulit menjadi petekie (bintik merak akibat perdarahan intra dermel/ submukosa,
vaskulitis (radang pembuluh darah) & perdarahan krn trombositopenia (jumlah
trombosit < normal)
a. Kesakitan Dini Yang Mulai Nampak
Berdasar Aspek klinis, dibedakan beberapa type :
a) Type Bubonik
- Panas (> 41oC)
- Bubo (pembesaran, radang supuratif kelenjar limfe) daerah inguinal
(lipat paha)/ femoral (kaitan femur)/ aksila (ketiak)/servical (leher)
- Takikardi (denyut jantung cepat > 100/mnt
b) Type Pneumonik (Radang Paru)
- Lemah Badan
- Sakit Kepala
- Vomitus
c) Type Septikemik
- Pucat
- Lemah
3) Kesakitan Lanjut
a) Type 1. Bubonik
- Konvulsi ( kejang) sampai koma
- Konstipasi/ diare
- Koagulasi intra vascular
b) Type 2. Pneumonik
- Febris (demam) & frustasi
- Batuk, Sesak nafas
- Muntah desertai sputum produktif & cair
- Ganguan Kesadaran
c) Type 3. Septikemik
- Delirium (keadaan eksitasi mental & motoris pada kesadaran menurun)
atau stupor (kesadaran menurun) sampai koma.
- Gejala febris (demam)
13
- Kenaikan suhu badan terjadi ringan
3. Tahap Akhir Penyakit Pes Pada Manusia
1) Type 1. Bubonik
- Kegagalan faal jantung
- Kematian
2) Type 2. peneumonik
- Meninggal pada hari ke 4 dan 5
3) Type 3. Septikemik
- meninggal hari pertama
Jika kita melihat secara umum dari penyakit pes ini jika telah terinfeksi namun
tidak secepatnya dilakukan pengobatan maka akibatnya akan fatal / berakhir dengan
kematian. Kematian ini dapat terjadi pada saat gejala klinik tidak jelas, klinik berat +
komplikasi. Penyakit ini dapat sembuh jika ditangani sejak dini baik mulai dari gejala
klinik tampak atau tidak tampak, dengan pemakaian obat yang teratur seperti pemberian
Streptomycyn dosis tinggi terbukti lebih efektif mengobati plague. Penicilin tidak efektif
untuk penyakit plague. Diazepam diberikan untuk mengurangi rasa lelah. Heparin
biasanya diberikan apabila terdapat gejala pembekuan darah.Walaupun didiagnosa sembuh
namun, tidak menutup kemungkinam orang tadi menjadi carier yang dapat menularkan
kepada orang lain. (Affin, 2011).
2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Pada Pejamu
Pengobatan pes diberikan streptomisin dosis 15 mg / kg (dosis maksimum satu
gram), pada interval 12 jam, dengan rute intramuskular (IM) selama 10 hari. Alternatif
lain - bila streptomisin tidak tersedia menggunakan gentamisin, dengan dosis 5 mg / kg
/ hari, atau 2 mg / kg sebagai dosis awal yang diikuti 1,7 mg / kg setiap 8 jam, dengan
rute IM atau intravena (IV) , selama 10 hari. Analisis retrospektif terhadap 50 kasus
wabah yang didiagnosis di New Mexico (AS), antara tahun 1985 dan 1999,
menunjukkan bahwa gentamisin yang diberikan sendiri atau dikombinasikan dengan
doksisiklin setidaknya sama efektifnya dengan streptomisin. Ke 36 pasien yang diobati
dengan gentamisin bertahan tanpa komplikasi . Uji coba klinis acak terhadap 65 pasien
dengan wabah, yang dilakukan di Tanzania, menunjukkan bahwa 94% subyek yang
diobati dengan gentamisin memiliki tingkat tanggapan klinis yang tinggi dan tingkat
efek samping yang rendah yang rendah. Gentamycin umumnya dianggap lebih aman
14
untuk diberikan pada wanita hamil dan anak-anak, dibandingkan dengan
streptomisin(Santana et al., 2016)
16
b) Menampung sampah dan sisa makanan ditempat sampah yang terbuat dari bahan yang
kuat, kedap air, mudah dibersihkan, bertutup rapi dan terpelihara dengan baik.
c) Tempat sampah tersebut hendaknya diletakkan di atas fondasi beton atau semen, rak
atau tonggak.
d) Sampah harus selalu diangkut secara rutin minimal sekali sehari.
e) Meningkatkan sanitasi tempat penyimpanan barang/alat se hingga tidak dapat
dipergunakan tikus untuk berlindung atau bersarang.
Rat Proofing
Upaya rat proofing bertujuan untuk mencegah masuk dan keluarnya tikus dalam
ruangan serta mencegah tikus bersarang di bangunan tersebut. Upaya rat proofing dapat
ditempuh dengan jalan (Hanang Soejoedi, 2005) :
a). Membuat fondasi, lantai dan dinding bangunan terbu at dari bahan yang kuat, dan
tidak ditembus oleh tikus.
b) Lantai hendaknya terbuat dari bahan beton minimal 10 cm.
c) Dinding dari batu bata atau beton dengan tidak ada keretakan atau celah yang dapat
dilalui oleh tikus.
d) Semua pintu dan dinding yang dapat ditem bus oleh tikus (dengan gigitannya), dilapisi
plat logam hingga sekurang -kurangnya 30 cm dari lantai. Celah antara pintu dan lantai
maksimal 6 mm.
e) Semua lubang atau celah yang ukurannya lebih dari 6 mm, harus ditutup dengan
adukan semen.
f) Lubang ventilasi hendaknya ditutup dengan kawat kasa yang kuat dengan ukuran
lubang maksimal 6 mm.
19
Sesuai hasil penelitian Ristiyanto dan Hadi (1992) dinamika populasi tikus dan
pinjal di pelabuhan - pelabuhan sekitar daerah enzootik pes di Jatim, jenis tikus yang
terdapat dipelabuhan Tanjung Perak adalah R. Norvegicus, R.ratus diardii, R. exulans,
Mu s musculus dan Suncus murinus, sedangkan pinjal didapat X. cheopis.
Pemberantasan tikus dengan poisoning kurang efektif, karena sesuai hasil
penelitian KKP Surabaya tahun 1983 -1984, ternyata tidak ada perbedaan bermakna
antara populasi tikus sebelum dan sesudah pemberantasan dengan poison (Laporan
Pelabuhan Tanjung Perak, KKP Surabaya, 1984). Sedangkan pemberantasan dengan
menggunakan predator, misal kucing dan anjing, hanya dilakukan secara individu oleh
beberapa kepala gudang di Pelabuhan.
21
hydrocyanide murni dipasarkan dalam kaleng khusus kemasan 0,5 kgs, 1 kg, 1,5
kgs., 2 kgs (WHO, 1972).
Bahaya dari HCN adalah gas yang sangat beracun. Lempengan harus disebar
secara langsung dari kalengnya dan diusahakan agar tidak memegang nya dengan
tangan telanjang. HCN dapat diserap melalui kulit ataupun melalui paru-paru.
Penyimpanan kaleng HCN harus di tempat yang dingin, kering dan berventilasi
baik. Tidak semua orang diperkenankan membuka kaleng lempengan HCN
kecuali bagi yang telah berpengalaman menggunakan asam hydrocyanide, dan
diwajibkan untuk menggunakan gas masker, dilengkapi dengan saringan khusus.
Berat jenis HCN lebih ringan dari udara, sehingga dalam operasionalnya,
penyebaran gas dimulai dari dek paling atas selanjutnya turun ke dek dibawahnya
dan diakhiri pada dek dimana pintu keluar disiapkan. Untuk penyebaran
lempengan HCN, tidak dibenarkan memegang satu per satu, karena cara ini
banyak makan waktu dan membiarkan seseorang terkena gas yang berbahaya
walaupun telah dileng - kapi dengan masker dan canister khusus HCN.
Permukaaan kulit yang terkena asam hydrocyanide, harus dicuci dengan air
sesegera mungkin guna mencegah keracunan .
2) Dosis
Dosis HCN yang digunakan untuk penggasan tikus, adalah 2 ounces/cubicfeet
ruangan dengan exposure 2 sampai 3 jam. Jika terdapat tempat-tempat yang dapat
menjadi sarang tikus, disebabkan karena konstruksi atau muatan dari kapal, maka
dipakai konsentrasi lebih tinggi, umpamanya 3 sampai 4 ounces setiap 1000
cubicfeet ruangan. (1 oz = 28,31 g; 1000 c.f. = 28,3 m3) (WHO, 1972; WHO,
1971; WHO, 1999).
b) Fumigasi dengan CH3Br.
CH3Br merupakan gas cair, yang disimpan dalam tabung bertekanan. Untuk
mengeluarkan gas dari tabung tinggal membuka kran tabung tersebut. Di pasaran
dijual CH3Br dalam kemasan 25 kgs., 50 kgs., dan 100 kgs. Berat jenis gas ini lebih
besar dari udara, sehingga dalam pelaksanaannya ruang yang digas adalah mulai dari
dek terbawah berturut - turut kemudian ke dek diatasnya dan berakhir di dek paling
atas. Mengingat gas ini tidak mempunyai antidote, maka cara pelaksanaan harus
sangat hati-hati. Biasanya gas ini karena tidak berbau, sengaja ditambahkan 2%
chloropicrine sebagai warning agent. Chloropycrine bersifat sangat korosif terhadap
metal (FAO, 1974). Dosis yang dianjurkan oleh DepKes cq DirJen PPM& PLP,
22
adalah sebesar 4 gr per-m 3 ruangan, dengan waktu kontak 4 jam (Hanang Soejoedi,
2005).
Pemberian racun tikus dan pemasangan perangkap di kapal. Racun diletakkan
di dalam dan di luar kapal yang diperkirakan menjadi jalan tikus, terutama di tempat
yang dicurigai sebagai sarang tikus. Setiap racun yang diletakkan, harus diberi tanda,
sebagai alas meletakkan racun tersebut. Pemasangan perangkap di kapal pada
prinsipnya sama dengan pemasangan rodentisida, yaitu ditempatkan di daerah
“runways”, dan dipasang pada sore hari, kemudian dilakukan pemeriksaan di pagi hari
berikutnya.
24
Mengambil tindakan terlebih dahulu sebelum kejadian ada, langkah‐langkah
didasarkan pada data/ keterangan bersumber hasil analisis/ pengamatan/ penelitian
epidemiologi.
(Five Level Of Prevention) :
25
3. Early diagnosis and promt treatment (Upaya diagnosis dini & tindakan segera)
a. Ditujukan pada penderita/ dianggap menderia (suspect)/ terancam akan
menderita
b. Penemuan Kasus segera lapor kepada Dinas Kesehatan setempat dalam waktu
24 jam sejak diketahui
c. Mencari semua orang yang telah berhubungan dengan penderita penyakit
menular (contact person) untuk diawasi agar bila penyakitnya timbul dapat
segera diberikan pengobatan.
d. Meningkatkan keteraturan pengobatan terhadap penderita.
e. Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap permulaan kasus
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas :
Nama : Mr. X
Usia : 27 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Boyolali
Pekerjaan : ABK
Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia
Tanggal masuk : 26 Desember 2018
3.2 Anamnesa
Keluhan utama : Demam
27
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keadaan sadar, diantar oleh keluarga
dengan keluhan demam, demam dikatakan pasien sejak 6 hari
yang lalu. Demam dirasakan setelah pasien bangun tidur. Satu
hari sebelumnya pasien juga merasa pusing dan kadang
menggigil. Riwayat pasien sebelumnya membersihkan dapur
di kapal, saat itu pasien sempat kontak dengan tikus, kemudian
pasien merasakan ada benjolan di bagian pangkal paha kanan.
Nafsu makan menurun , keluhan lain seperti mual, muntah dan
gangguan pencernaan disangkal. Di sekitar pasien tidak ada
yang mengalami hal serupa.
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini
sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga : Keluarga pasien tidak pernah mengalami keluhan
seperti pasien sebelumnya
Riwayat Sosial : Pasien mengaku tidak mengkonsumsi rokok dan alkohol
Deskripsi Umum
Penilaian Nyeri
Nyeri : ()tidak, (√) ya : lokasi : __pangkal paha kanan__Intensitas (0-10) :
Jenis : akut (√), kronis ()
3.3 Pemeriksaan Fisik
Tanda-Tanda Vital
Keadaan umum : baik
GCS : E4V5M6
Tensi : 100/70 mmHg
RR : 26x/menit
Suhu axila : 39,20C
Kepala : normochepali
Mata : anemis -/- ikterus -/- Reflex pupil +/+ oedema palpebra -/-
Pulmo :
28
- Inspeksi : tidak ada gerakan nafas yang tertinggal, tidak nampak adanya
masa, tidak ada tampak adanya tanda-tanda peradangan.
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan, vocal vremitus dada kanan dan kiri sama.
- Perkusi : sonor di seluruh lapang thoraks
- Auskultasi :
Vesikuler +/+, Rhonki -/-, whezzing -/-
Cor :
- Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat, melebar (-)
- Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
- Perkusi : Batas atas : ICS 2 PSL Sinistra
Batas kanan : ICS 4 PSL dextra
Pemeriksaan lokalis : pada regio inguinal dextra sisi medial terdapat bula berisi
cairan, konsistensi lunak, warna bening, dasar eritema berukuran 2 x 3 cm.
3.4 Diagnosis:
Diagnosis Banding :
- Leptospirosis
- Pes
29
3.5 Terapi
Non farmakologi
- Bed rest
- Menjaga higienitas.
Farmakologi
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Untuk membantu para kru kapal dalam mengatasi masalah kesehatan, terutama
masalah Pes dapat dilakukan beberapa hal, antara lain:
31
DAFTAR PUSTAKA
Abbott, R.C., and Rocke, T.E., 2012, Plague: U.S. Geological Survey Circular 1372, 79 p.,
plus appendix. (tersedia juga pada https://pubs.usgs.gov/circ/1372.) (diakses 8 Januari
2019)
Affin. 2011.Riwayat Alamiah Penyakit PES.Di Unduh http://affin-
affin.blogspot.co.id/2011/04/riwayat-alamiah-penyakit-pes.html. (diakses 8 Januari
2019)
Africa, D. of H. of S. (2014) National plague control guidelines for South Africa. 1–32.
Corwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologis. Jakarta: Penerbit Kedokteran EGC.
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali,. (2012).Laporan Kasus Pencegahan Penyakit
Bersumber Dari Binatang, Boyolali: DKK
Endah.2013.Penyakit PES (BLACK DEATH) belum terbasmi tuntas.Di Unduh
http://bidanendah.blogspot.co.id/2013/05/penyakit-pes-black-death-belum-
terbasmi.html. (diakses 8 Januari 2019)
Febby Waode. 2015. Epidemiologi Penyakit PES. Di Unduh
http://www.slideshare.net/febbywadoe/epidemiologi-penyakitpes. (diakses 8 Januari
2019)
Hamsafir, Evan.2010. Diagnosis dan Panatalaksaan pada Penyakit
Pes.http://www.infokedokteran.com/info-obat/diagnosis-dan-penatalaksanaan-pada-
penyakit-pes.html. Diakses pada tanggal 19 November 2011Jawetz, Melnick, dan
Adelberg`s. (2005). Mikrobiologi Kedokteran, Jakarta: Salemba Medika
Hanang Soejoedi.2005. Pengendalian Rodent, Suatu Tindakan Karantina.Balai Besar Teknik
Kesehatan Lingkungan dan P2M Surabaya.Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 2, No.1,
Juli 2005 : 53 – 66 (tersedia dalam journal.unair.ac.id/download-fullpapers-KESLING-
2-1-06.pdf) (diakses 9 Januari 2019)
Josh Peterson. 2013. Penyakit Sampar (Pes), di dalam Ilmu Kesehatan/ Pestilence disease
(Pes), in the Health Sciences. Di Unduh
http://contohmakalah4.blogspot.co.id/2013/06/penyakit-sampar-pes-di-dalam-
ilmu.html. (diakses 8 Januari 2019)
Mitcell, dkk. 2008. Buku Saku Patologis Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Natadisastra, Djaenuddin.2009. Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Rahmawati, E. . (2012) Jurnal Kesehatan Masyarakat. 8 (1), 94–98.
Santana, L.A., Santos, S.S., Luiz, J., Gazineo, D., et al. (2016) Sci Forschen Plague : A New
Old Disease. 1–7.
Soedarto. 2007. Kedokteran Tropis. Surabaya: Airlangga Uniersity Press.
Sub Direktorat Zoonosis. (2008). Pedoman Penanggulangan Pes Di Indonesia, Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Svensons. 2015. Makalah Epidemiologi PES. Di Unduh
http://dokumen.tips/documents/makalah-pes.html. (diakses 8 Januari 2019)
32