Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ketika peradaban ummat manusia sampai pada puncaknya, pertanyaan yang
mendasar tentang eksistensi kehadirannya di dunia kembali muncul untuk
mendapatkan jawaban. Apa sebenarnya hakikat manusia hidup di dunia? Ketika
pertanyaan itu muncul, peradaban puncak itu runtuh dengan sendirinya. Maka,
kehidupan yang masuk fase digitalisasi, dunia serba di ujung jari1, hanya menjadi tiada
berarti. Muncul kegersangan jiwa dan manusia kembali mencari jati diri dalam bentuk
lain. Manusia akhirnya kembali mencari dan menggali kedalaman makna kehidupan
dan hakikat dirinya.2
Eksistensi kehidupan dunia ternyata tak sekedar mencari dan memenuhi hasrat
terhadap materi belaka. Jiwa yang selama ini kurus kering dan berkerontang tak
dipenuhi kebutuhannya meminta untuk diisi dan diberi makan juga. Inilah titik balik
yang membuat beberapa waktu terakhir munculnya fenomena menarik masyarakat
kota. Tumbuhnya pola hidup beragama yang berwajah lain. Agama tak sekedar ritual
aktual tetapi menjadi ritual religi yang menumbuhkan aura kesadaran mendalam atas
ibadah dan pendekatan diri terhadap Pencipta. Jika selama ini agama hanyalah sebuah
bentuk ibadah formal, menyaru kepentingan duniawi atasnya, digali lebih dalam
mendekati titik ketakutan manusia atas kematian nurani yang selama ini telah
terbelenggu dalam kerangkeng materialisme, terkubur di bawa liberalisme dan
kapitalisme. Maka agama kini tak sekedar kegiatan rutin tanpa memberi sentuhan
kedekatan bathin terhadap Pencipta. Dengan kata lain, ketika modernisasi Barat
meninggalkan agama, mempengaruhi semua lini kehidupan, maka atas kesadaran
terhadap kekosongan jiwa, pada saat itulah agama diajak kembali di masa posmodernis
saat ini.

1 Abdullah Khusairi, Hipokrisi dalam Posmodernisme, Harian Pagi Padang Ekspres Minggu, 17 Desember
2006. Halaman 26. Buka juga, www.khusairi.blogspot.com.
2 Ajaran tasawuf memberikan perimbangan antara kecendrungan duniawi dan ukhrawi. Tasawuf
menemukan momentum saat sekarang, ketika kaum terdidik, pengusaha da masyarakat kampus banyak
tertarik terhadap kajian tasawuf. Lebih-lebih setelah disadari tidak ada korelasi linear antara agama dengan
tingkah laku. Agama barus dilakukan sebagai ritual, bukan aktual. Baca lebih lanjut Kata Pengantar, Prof.
Dr.Nasaruddin Umar, MA dalam Drs Ahmad Rahman, M.Ag, Sastra Ilahi, Ilham Sirriyah Tuangku Syaikh
Muhammad Ali Hanafiah, Penerbit Hikmah Mizan, Cet. 1 Mei 2004).

1
Dr. KH. Hamdan Rasyid, di dalam buknya berjudul Sufi Berdasi, Mencapai
Derajat Sufi dalam Kehidupan Modern, mengatakan, fenomena menarik pada sebagian
masyarakat di kota-kota besar sekarang ini, yaitu mereka mulai tertarik untuk
mempelajari dan mempraktikkan pola hidup sufistik. Hal ini dapat dilihat dari
banjirnya buku-buku tasawuf di tokok-toko buku, bermunculannya kajian-kajian
tasawuf dan maraknya tayangan-tayangan, baik di TV maupun radio.3
Inilah sebuah bukti, ternyata agama telah dibawa untuk hidup di wilayah
industri dan digitalisasi. Maka kitab suci masuk ruang internet, diolah ke dalam MP3,
pesantren virtual, dan segala macamnya. Fenomena ini makin menarik dikaji
mengingat betapa pongahnya masyarakat modern ketika puncak kehidupannya yang
rasional, empiris telah membawa mereka ke puncak peradaban.4
Makalah ini mencoba masuk pada kajian, apakah ini bentuk tasawuf kontemporer?
Dari mana akar peradabannya?

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian tasawuf kontemporer ?
2. Bagaimana fenomena tasawuf kontemporer ?
3. Bagaimana perkembangan tasawuf kontemporer ?
4. Apa saja analisis dalam tasawuf kontemporer ?
5. Bagaimana Tanggung jawab sosial tasawuf kontemporer pada zaman sekarang?

C. Tujuan
1. Mengetahu pengertian tasawuf kontemporer
2. Mengetahui fenomena tasawuf kontemporer
3. Mengetahui perkembangan tasawuf kontemporer
4. Mengetahui analisis dalam tasawuf kontemporer
5. Mengetahui Tanggung jawab sosial tasawuf kontemporer pada zaman sekarang

3 Hamdan Rasyid, Sufi Berdasi, Mencapai Derajat Sufi dalam Kehidupan Modern, (Jakarta: Al-Mawardi),
halaman 30.
4 Abdullah Khusairi, opcit
2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Sangat rumit untuk mencocokkan fenomena ini sebagai sebuah bentuk aktual
kehidupan agama di tengah masyarakat kota. Apalagi tidak ada bimbingan tokoh dan
fase yang menjadi petunjuk dalam kajian ini. Oleh karenanya, penulis mencoba
berangkat dari pengertian dua kata; tasawuf dan kontemporer. Dimana, pengertian-
pengertian itu akan memberi pemahaman dan batasan, baik dari segi waktu maupun
konteks yang akan dibicarakan.
Ahli bahasa masih berbeda pendapat terhadap pengertian tasawuf. Ada yang
menyebut tasawuf dari kata shafa’ yang berarti suci, bersih, ibarat kilatan kaca.
Sebagian yang lain berpendapat bahwa tasawuf itu berasal dari kata shuf, yang berarti
bulu binatang, sebab orang-orang yang memasuki dunia tasawuf dan mengamalkan
ajaran tasawuf (pada masa awal Islam) itu memakai baju dari bulu binatang yang kasar
sebagai bentuk pemberontakan, kebencian terhadap hidup glamour, pakaian indah dan
mahal.
Namun sebagian ahli bahasa juga ada yang menyatakan bahwa kata tasawuf
diambil dari kata shuffah (kaum shuffah), yaitu segolongan sahabat Rasulullah SAW
yang memisahkan diri di satu tempat tersendiri di samping masjid Nabawi, yang
mereka ini mempunyai pola hidup menjauhi kehidupan dunia. Ada juga sebagian ahli
bahasia yang berpendapat bahwa sebenarnya tasawuf berasal dari kata shufanah, yaitu
sejenis kayu mersik yang tumbuh di padang pasir tanah Arab. Bahkan ada juga di
antara para ahli yang menyatakan tasawuf bukanlah berasal dari akar bahasa Arab,
tetapi berasal dari bahasa Yunani Lama yang diarabkan yaitu dari kata Theosofie yang
berarti ilmu ketuhanan, yang kemudian diarabkan dan diucapkan oleh lidah orang Arab
menjadi tasawuf.5
Terlepas dari perbedaan di kalangan ahli bahasa tentang arti dan asal kata
tasawuf, namun ada benang merah dari semua kata tersebut, yaitu tasawuf adalah
sebuah ajaran (Pola Hidup) yang mengajarkan kepada manusia untuk membersih diri
dari sesuatu yang hina dan menghiasinya dengan sesuatu yang baik untuk mencapai
tingkat yang lebih dengan Allah atau sampai pada maqam yang tinggi.

5 Prof. Dr. Hamka, Tasauf Modern, (Jakarta: Penerbit Pustaka Panjimas, 2005), halaman 12.

3
Dengan kata lain, tasawuf adalah ajaran bagaimana berakhlak dengan
akhlak rabbaniyah, seperti iman, amal shaleh, ibadah, dakwah, akhlak dan bakti
kepada orang tua, untuk mencapai maqam yang tinggi, yaitu dekat dan keredhaan
Allah SWT. Atau dengan ungkapan lain, tasawuf pada dasarnya adalah takhalluq,
dan takhalluq pada dasarnya berakhlak mulia kepada sesama. Meneladani Rasulullah
SAW dan mengharap kecintaan denga meninggalkan nafsu duniawi.6
Jadi, sufi (orang yang mengamalkan ajaran tasawuf) adalah orang yang
berusaha membersihkan diri dari sesuatu yang hina dan menghiasi dirinya dengan
sesuatu yang baik, yaitu akhlak rabbaniyah, atau sampai pada maqam tertinggi.7 Dan
jika seseorang telah dekat denga Allah dan meraih cinta-Nya, karena kemuliaan
akhlaknya, maka secara otomatis ia pun akan dekat dan dicintai oleh sesama manusia.
Setelah memahami selintas pengertian tasawuf, penulis kemukakan pengertian
istilah Kontemporer. Istilah dari akar kata bahasa Inggris yang dipungut menjadi istilah
bahasa Indonesia, contemporary, berarti sezaman, sebaya, seumur dan zaman
sekarang,8 dewasa ini, mutakhir, sedangkan kata mutakhir berarti terbaru atau modern
pada masa kini, misalnya pameran seni lukis kontemporer.9 Secara harfiah,
kontemporer dapat dipahami sebagai waktu sekarang yang aktual. Terkini dan
menjadi trend baru.
Beranjak dari pengertian dua akar kata di atas, menurut penulis, kita diajak
untuk menangkap fenomena terkini terhadap perkembangan sosial dunia tasawuf.
Dimana secara garis besar dapat dibagi dua corak, tasawuf akhlaqi, tasawuf falsafi.10

6 Halim, Abdul Mahmud, Prof Dr, Tasauf di Dunia Islam, (Jogjakarta, Pustaka Setia Tahun 2002) halaman
234.
7 Muhammad Zaki Ibrahim, Tasawuf Hitam Putih, (Solo; Penerbit Tiga Serangkai, Tahun 2004), Cet. I,
halaman 3-5.
8 Nazib Zuhdi, Kamus Inggris-Indonesia, Indonesia Inggris, (Penerbit, Fajar Mulya Surabaya, Tahun 1993)
halaman 118
9 WJS, Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka 1999), halaman 521
10 Secara sekilas, dapat dijelaskan pokok-pokok ajaran tasawuf dalam struktur yang umum dan global, serta
singkat. Tasawuf Akhlaqi, Takhalli, membersihkan diri dari sifat-sifat tercela, Tahalli, mengisi diri dengan
sifat2 terpuji. Tajalli, terungkapnya nur gaib untuk hati. Munajat, melaporkan aktivitas diri pada
Allah, Muraqabah dan muhasabah: selalu memperhatikan dan diperhatikan Allah dan menghitung amal,
Memperbanyak wirid dan zikr, Mengingat mati, Tafakkur: merenung/meditasi. Struktur Tasawuf Amali,
Syari’ah: mengikuti hukum agama, Thariqah, perjalanan menuju Allah, Haqiqah, aspek batiniah dari
syari’ah. Ma’rifah, pengetahuan mengenai Tuhan melalui hati. Jalan Mendekatkan diri kepada
Allah. Maqamat, tahapan, tingkatan. Taubah, pembersihan diri dari dosa Zuhd, sederhana dalam hal
duniawi. Sabr: pengendalian diri. Tawakal, berserah diri sepenuhnya kepada Allah. Ridha, menerima qada
dan qadar dengan rela. Mahabah, cinta kepada Allah. Ma’rifah, mengenal keesaan Tuhan, Ahwal, kondisi
mental. Khauf, merasa takut kepada Allah. Raja’, optimis terhadap karunia Allah. Syauq, rindu pada
Allah. Uns: keterpusatan hanya kepada Allah. Yaqin, mantapnya pengetahuan tentang Allah. Tasawuf
Falsafi. Fana’ dan Baqa’, lenyapnya kesadaran dan kekal. Ittihad, persatuan antara manusia dengan

4
Tentu tidaklah mudah untuk menarik kesimpulan dan menformat fenomena
tersebut menjadi sebuah grand teori, karena gejala tersebut justru tengah berlangsung
hingga detik ini. Tetapi secara akademis ilmiah hal ini patut dilakukan, mengingat
bagaimana arah dan tujuan hidup manusia pada perkembangan zaman ini.

B. Fenomena Tasawuf Kontemporer


Bagaimana bisa menyebut tasawuf kontemporer sebagai bentuk baru dari
suasana beragama dan pencarian manusia terhadap Pencipta. Setidaknya penulis
memiliki tawaran pemikiran sebagai berikut; Tasawuf kontemporer tidak terlepas dari
kontek ajaran tasawuf klasik. Tetapi tidak memiliki silsilah secara langsung terhadap
tasawuf klasik. Kalau masih ada silsilah, tentu saja ia masih masuk kategori tasawuf
klasik. Tasawuf kontemporer terdapat di wilayah masyarakat kota mengambil ajaran
tasawuf dan mengemasnya menjadi industri baru berbasis agama karena dibutuhkan
oleh masyarakat kota. Kejenuhan masyarakat kota terhadap persaingan hidup membuat
pasar tasawuf tumbuh dan masuk wilayah komunikasi massa dan teknologi.
Penulis berpendapat, tasawuf kontemporer adalah penamaan yang pada
dasarnya berakar dan berada pada barisan neo-sufisme Fazlur Rahman 11 dan tasawuf
modern, yang diusung Hamka. Menurut Hamka, tasawuf modern adalah penghayatan
keagamaan esoteris yang mendalam tetapi tidak dengan serta merta melakukan
pengasingan diri (uzlah). Hal ini menurut Nurcholis Madjid, neo-sufism menekankan
perlunya keterlibatan diri dalam masyarakat secara lebih dari pada sufism terdahulu.
Neo Sufism cenderung menghidupkan kembali aktifitas salafi dan menanam kembali
sikap positif terhadap kehidupan. 12
Pemahaman ini bisa memberi bukti konkrit ketika melihat fenomena yang
terjadi di tengah-tengah masyarakat kota saat ini. Terdapat lembaga-lembaga tasawuf
yang tidak memiliki akar langsung kepada tarekat dan digelar massal juga komersial.
Sekedar misal, Indonesian Islamic Media Network (IMaN), Kelompok Kajian Islam

Tuhan. Hulul, penyatuan sifat ketuhanan dg sifat kemanusiaan. Wahdah al-Wujud, alam dan Allah adalah
sesuatu yang satu. Isyraq, pancaran cahaya atau iluminasi. Disarikan dari Drs. Asmaran As, M.A, Pengantar
Studi Tasawuf, Jakarta, Rajawali Pers, 1996, hal.65-176

11 Neo-sufisme pertama diusung Fazlur Rahman, yang memiliki arti sufism baru. Kebalikan dari sufism
terdahulu, yang mengedepankan individualistik dan ukhrawi yang bersifat eksatis-metafisis dan kandungan
mistiko-filosofis. Hal senada juga diusung oleh Hamka. Wacana ini sudah didiskusikan beberapa waktu
lalu. Penulis berpendapat, tasawuf kontemporer, satu sisi masuk pada barisan Fazlur Rahman dan Hamka. Di
sisi lain, tasawuf kontemporer, hanyalah bagian dari bahan mentah industrialisasi.
12 Nurcholis Madjid, Islam Agama Peradaban: Membangun Makna dan Relevansi Islam dalam Sejarah,
(Jakarta; Yayasan Paramadina, 1995) hal. 94

5
Paramadina, Yayasan Takia, Tasauf Islamic Centre Indonesia (TICI). Kelompok ini
mencoba menelaah dan mengaplikasikan ajaran tasawuf dalam kehidupan sehari-hari
secara massal. Misalnya Dzikir Bersama, Taubat, Terapi Dzikir.
Wajah tasauf dalam bentuk lain dilakukan —dan sangat laku— Emotional
Spritual Question (ESQ) di bawah pimpinan Ari Ginanjar. Konon, konsep awal ESQ
ini, dilakukan oleh kaum nashrani di Eropa dan Amerika dalam mengantisipasi
kebutuhan jiwa masyarakat kota setempat.
Selain bentuk lembaga, dalam pengembangannya melibatkan komunikasi
massa. Misalnya, promosi dalam bentuk buku, pamflet, iklan, adventorial, program
audio visual CD, VCD, Siaran Televisi, hingga internet (misalnya, www.sufinews.com,
www.pesantrenonline.com, gusmus.net, myquran.com). Siaran televisi yang sehari-hari
dapat ditonton, memperlihatkan kecenderungan yang sama besarnya
dengan booming sinetron misteri dengan tayangan dzikir bersama dan ceramah agama.
Berawal dari Televisi Manajemen Qolbu (MQ TV) di Bandung di bawah pimpinan
Abdullah Gymnastiar (Aa Gym), muncul beberapa nama lain menyusulnya. Sekedar
menyebut, Arifin Ilham, Ustazd Jefri.
Karena masuk pada ranah industri dan bersentuhan dengan komersialisme,
tasauf terkesan menjadi alat untuk mengedepankan perilaku keagamaan yang katarsis.
Bersedih dan disedih-sedihkan. Taubat, sebuah jendela masuk tasawuf menjadi arena
penyesalan yang dipertontonkan. Dzikir, sebagai lapazkan secara bersama-sama
panduan yang terpaksa khusu’, Do’a yang disandiwarakan dengan tetes air mata.
Artinya, jika tidak hati-hati, pola seperti ini akan terjerumus
dalam pseudo tasawuf. Tasawuf yang hanya mengedepankan tontonan daripada
substansi penghayatan.
Karena ia masuk dalam wadah publikasi, maka ongkos (bahasa yang lebih
sopan digunakan; mahar) yang harus dibayar adalah tumbuhnya idola baru yang
menjadi pujaan. Berbeda dengan tasawuf klasik dan tarekat yang memiliki rasa hormat
yang tinggi terhadap guru spiritual, yang terjadi pada tasawuf kontemporer adalah
pemujaan idola yang tiada berbeda dengan pemujaan manusia sekuler terhadap
Madonna. Dan janganlah heran, jika hari lebaran, salah satu baju “wajib” dibeli kaum
muslim adalah baju (simbol) yang dipakai sang idola. Suasana religius yang terpaksa
hadir itu juga dibayar mahal jika akan menghadirkan sang idola ke sebuah majelis.
Sungguh naif, bila dipandang dari segi ajaran tasawuf itu sendiri.

6
Selain bentuk-bentuk di atas, tanpa mengurangi kehadiran tasauf klasik yang
masih berkembang bersamaan juga dengan tarekat yang sudah pula masuk ke kota
besar, tasawuf kontemporer juga ditunjukkan dalam bentuk terapi pengobatan.
Seperti terapi Narkoba dengan Dzikir Abah Sepuh dan Abah Anom di Pesantren
Suralaya. Pengamalan ibadah agama—shalat wajib, shalat sunat—yang lengkap dan
metode tasauf (taubat, dzikir) yang dijalankan selama 24 jam dengan paket pengobatan
yang mahal pula.13
Agaknya, inilah yang lebih spesifik dalam tasawuf kontemporer. Sebuah bentuk
baru yang ada di tengah masyarakat kota. Kalau begitu, apa beda antara tasawuf
kontemporer? Dalam segi semangat, tidak ada beda. Hanya segi waktu dan model yang
ditawarkan. Jika masa modern banyak dihadapkan pada semangat untuk kembali
kepada bentuk lebih positif dan kemurnian ajaran agama, maka pada tasawuf
kontemporer beralihnya model dari sifat tasawuf individual kepada wilayah massa. Hal
ini berangkat dari kegagalan dalam pencitraan dan kekosongan jiwa, setidaknya pada
massa, terdapat pengakuan terhadap diri individu yang masuk kelompok ibadah
tersebut. Wilayah massa itu adalah, dimana masyarakat yang memiliki wadah
komunikasi massa dan teknologi informasi. Tasawuf masuk menjadi bagian dari
perangkat hidup dengan wajah baru yang sesuai pada selera zamannya.
C. Perkembangan Tasawuf di zaman kontemporer
Tasawuf mempunyai potensi besar karena mampu menawarkan pembahasan
spiritual, mengajak manusia mengenal dirinya sendiri, dan akhirnya mengenal
Tuhannya. Dan ini merupakan pegangan hidup manusia yang paling ampuh, sehingga
tidak terombang-ambingkan oleh badai kehidupan ini. Ia menjadi penuntun hidup
bermoral, sehingga dapat menunjukkan eksistensi manusia sebagai makhluk termulia
di muka bumi ini.
Kembali kepada sejarah bahwa lahirnya tasawuf sebagai fenomena ajaran Islam
– diawali (secara internal) dari ketidakpuasan terhadap praktek Islam yang cendrung
formalisme dan legalisme, dan juga sebagai reaksi terhadap ketimpangan politik,
moral, dan ekonomi di kalangan umat Silam, khususnya di kalangan penguasa. Pada
saat dmeikian tasawuf tampil memberikan solusi.
Solusi tasawuf terhadap formalisme dan legalisme dengan spiritualitasi ritual,
pembenahan dan transformasi tindakan fisik ke dalam tindakan batin. Sedangkan

13 Lihat, Solihin Dr M MAg, Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara, (Rajawali Pers, Jakarta 2005)

7
reaksi terhadap sikap politik, penguasa dan ekonomi sebagai akibat diraihnya
kemakmuran, yang menimbulkan sikap kefoya-foyaan materiil, adalah dengan
penampakan sikap isolasi diri dari hiruk pikuknya kehidupan yang berorientasi dunawi,
dan menanamkan sikap sedia miskin.
Gerakan tersebut di satu sisi bisa dikatakan sebagai reaksi sosial, dan di sisi lain
bisa dikatakan sebagai tanggung jawab sosial. Gerakan seperti ini adalah cocok pada
masa itu, namun pada masa sekarang perlu dipertanyakan.
Sebenarnya gerakan seperti tersebut merupakan gerakan individual. Padahal
pengingkaran kekayaan adalah tidak mungkin, tidak praktis dan hanya bersifat
individual. Desakan etika mencari yang halal untuk melegitimasikan kemiskinan itu
adalah sikap ketidakberdayaan kaum tertindas sebagai keompensasi atas penderitaan
dari dua hal, materialisme dan spitirtualisme.
Ketika hal ini dibicarakan, maka akan teringat pendapat Emile Durkheim,
bahwa pemikiran dan perkembangan pribadi tidak bisa terlepas sama sekali dari setting
sosialnya (Doyle, Paul Johasan, 1994, Emile Durkheim, 1993)
Tasawuf pada masa sekarang mempunyai tanggung jawab sosial lebih berat
dari pada masa lalu. Untuk memberi jawaban bagaimana tanggung jawab sosial
tasawuf pada zaman modern ini, maka terlebih dahulu akan diketengahkan bagaimana
ciri masyarakat modern itu.
Masyarakat modern ditandai oleh lima ciri pokok, yakni:
1. Berkembangnya massa culture.
2. Tumbuhnya sikap-sikap yang lebih mengakui kebebasan bertindak, manusia
bergerak menuju perubahan masa depan.
3. Tumbuhnya kecenderungan berpikir rasional.
4. Tumbuhnya sikap hidup yang materialistik.
5. Meningkatnya laju urbanisasi. (Atha' Muzhar, 1993).

D. Analisa Kritis Terhadap Tasawuf Kontemporer


Pemaparan di atas sesungguhnya belum final dan butuh analisa bersama dalam
diskursus kajian fenomena tasawuf. Namun penulis mencoba menghantarkan, bahwa
tasawuf kontemporer sebuah bentuk aktual corak beragama masyarakat kota. Jika tidak
hati-hati, atau salah dalam pengajaran dan aplikasinya akan membawa
bentuk pseudo tasawuf. Atau lebih ekstrim lagi, tasawuf kontemporer yang
bersentuhan dengan corak sufistik, hanyalah mengambil semangat yang tidak utuh dari
8
tasawuf konvensional yang dikenal selama ini. Apabila kita memahami corak sufistik,
seakan-akan hanya mengarah kepada dunia tasawuf, bukan masuk ke dalam ranah
tasawuf secara total.
Seperti yang pernah diungkapkan oleh Azyumardi Azra. Azyumardi membagi
tiga bentuk tasawuf yang menyita masyarakat akhir-akhir ini, pertama Student
Sufism, Convensional Sufism dan Urban Sufism.14
Pencapaian yang hendak ditujukan oleh tasawuf kontemporer adalah sama
dengan konsep para sufi terdahulu (sufi klasik). Seperti kedekatan terhadap Pencipta,
kehadiran Pencipta dalam kehidupan sehari-hari, menjadi insan kamil. Melihat
coraknya, pengembangan tasauf kontemporer mengarah kepada tubuhnya tasawuf
akhlaqi, dimana mengedepan sikap kesahajaan dan ibadah yang banyak untuk
mencapai kedamaian hidup dan kedekatan diri dengan Pencipta.
Tetapi, apresiasi positif yang patut diberikan kepada mereka yang mengusung
tasawuf dengan wajah baru ini adalah, mereka masuk dalam mewarnai zaman. Tak
terbayangkan, jika mereka tidak ada. Kekosongan pada wilayah massa akan membuat
kepercayaan diri (confidence self) beragama masyarakat akan terus menurun. Tentu
saja, nuansa keagamaan akan tidak terlihat lagi di permukaan. Setidaknya, mereka
sekarang sudah memulainya untuk menjawab kebutuhan rohani masyarakat. Lebih dari
itu, tasawuf kontemporer merupakan bentuk alternatif beragama sebagai pilihan setelah
goncangan ketiadaan dan kekosongan jiwa. Dimana jiwa yang kurus kering tidak
pernah mendapat sentuhan religi, sementara jiwa memiliki kebutuhan tersebut tetapi
tidak pernah diberikan.
E.       Tanggung jawab sosial tasawuf pada masa sekarang (kontemporer)
1.    Tanggung jawab spiritual
Husen Nasr dalam "Islam and tha Pligh of Modern Man" menyatakan bahwa
akibat masyarakat modern yang mendewa-dewakan ilmu pengetahuan dan teknologi
menjadikan mereka berada dalam wilayah pinggiran eksistensinya sendiri, bergerak
menjauh dari pusat, sementara pemahaman agama yang berdasarkan wahyu mereka

14 Baca kertas kuliah Dr Duski Samad MAg, Tasawuf Modern, Student Sufism, Convensional


Sufism dan Urban Sufism. Studen Sufism, tumbuh di kalangan intelektual, perguruan tinggi, pengusaha yang
membutuhkan sentuhan rohani dalam hidup mereka. Convensional Sufism, memiliki akar tarekat dan
tasawuf abad klasik, pertengahan.Penulis merekomendasi buku Seyyed Hossein Nasr, dkk, Warisan Sufi,
Sufisme Klasik dari Permulaan hingga Rumi (700-1300 M), Jogjakarta, Pustaka Sufi 2002. Buku ini
memaparkan secara kritis peran dan pengaruh tasawuf dalam penyebaran agama Islam. Aliran-aliran
tasawuf, seperti tasawuf akhlaqi dan tasawuf falsafi dipapar tuntas. Urban Sufism, bentuk baru yang
memungkinkan disebut pseudo sufistik karena menyamaratakan semua bentuk ibadah semua agama yang
bersinggungan dengan masalah ibadah rohaniah. Barisan ini seperti Anand Khrisna.

9
tinggalkan, hidup dalam keadaan sekuler. Masyarakat yang demikian adalah
masyarakat Barat yang dikatakan the Post Industrial Society telah kehilangan
visi keilahian (Komaruddin).
Kehilangan visi keilahian ini bisa mengakibatkan timbulnya gejala psikologis,
yakni adanya kehampaan spiritual. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
filsafat nasionalisme tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok manusia dalam aspek
nilai-nilai transenden, satu kebutuhan vital yang hanya bisa digali dari sumber wahyu
Ilahi.
Melihat gejala manusia modern yang penuh problema tersebut, Husen Nasr,
seorang ulama' Iran menawarkan alternatif terapi agar mereka mendalami dan
menjalankan praktek tasawuf. Sebab tasawuflah yang dapat memberikan jawaban-
jawaban terhadap kebutuhan spiritual mereka. Dalam pandangan tasawuf, penyelesaian
dan perbaikan keadaan itu tidak dapat tercapai secara optimal jika hanya dicari dalam
kehidupan lahir.
Dalam tasawuf terdapat prinsip-prinsip positif yang mampu mengembangkan
masa depan manusia, seperti introspeksi (muhasabah) baik dalam kaitannya dengan
masalah-masalah vertikal maupun horizontal, kemudian meluruskan hal-hal yang
kurang baik.
2.    Tanggung jawab Etik
Sebagai akibat modenisasi dan industrialisasi, kadang manusia mengalami
degradasi moral yang dapat menjatuhkan harkat dan martabatnya. Kehidupan modern
seperti sekarang ini sering menampilkan sifat-sifat yang kurang dan tidak terpuji,
terutama dalam menghadapi materi yang gemerlap ini. Sifat-sifat yang tidak terpuji
tersebut adalah al-hirsh, al-hasud dan riya'.
Cara menghilangkan sifat-sifat tersebut ialah dengan mengadakan penghayatan
atas keimanan dan ibadahnya, mengadakan latihan secara bersungguh-sungguh,
berusaha merubah sifat-sifatnya itu dengan mencari waktu yang tepat.
Memang diakui oleh para ahli tasawuf, bahwa manusia dalam kehidupanmya
selalu berkompetisi dengan hawa nafsunya yang selalu ingin menguasainya. Agar
hawa nafsu seseorang dikuasai oleh akal yang telah mendapat bimbingan wahyu, maka
dalam dunia tasawuf diajarkan berbagai cara, seperti riyadhah (latihan)
dan mujahadah (bersungguh-sungguh) sebagai sarana untuk melawan hawa nafsunya
tadi. Cara pembinaannya melalui tiga tahapan, yakni tahap pembersihan dan

10
pengosongan jiwa dari sifat-sifat tercela (takhalli), tahap kedua ialah penghiasan diri
dengan sifat-sifat terpuji (tahalli) dan ketiga tercapainya sinar Ilahi (tajalli).
3.    Tanggung jawab Politik
Tasawuf pada masa sekarang tidak lagi menjauhi kekuasaan, sebagaimana yang
dilakukan oleh para sufi klasik. Akan tetapi tampil di tengah-tengah percaturan politik
dan masuk ke dalam "kekuasaan". Sebab menjauhinya menunjukkan ketidakberdayaan
dan kelemahan. Apabila pada masa klasik ada fatwa untuk menjauhi dan bersikap
oposan terhadap kekuasaan, hal itu sedikit bisa dibenarkan karena kekuasaan pada
waktu itu bersifat individual, sementara itu kini kekuasaan bersifat kolektif.
4.    Tanggung jawab Pluralisme Agama
Satu hal lain yang menjadi kenyataan masyarakat dunia adalah masyarakat
majemuk (plural), yakni masyarakat yang beraneka ragam, baik agama, suku, daerah,
adat istiadat, maupun yang lainnya.
Pluralitas masyarakat modern dipandang sebagai sesuatu yang wajar, sebab
telah menjadi sunnatullah, tidak ada hidup tanpa pluralitas dalam arti antar umat. Dan
dalam pengertian yang sudah luas lagi, pluralitas dalam berbagai bidang pun tidak bisa
dipungkiri lagi, seperti ras, suku, watak, dan sebagainya. Di sini tasawuf akan melihat
hakikat manusia sebagai makhluk Tuhan yang berasal-usul satu, yakni Adam a.s.
Khusus mengenai pluralitas agama, disebutkan dalam al-Qur'an bahwa
kebenaran universal yang tunggal bagi semua ajaran agama ialah prinsip tauhid, yaitu
pengesaan Tuhan dan kesatuan umat (Q.S. al-Anbiya' : 92). Prinsip inilah yang dibawa
oleh semua Nabi dan Rasul Allah SWT. Karena prinsip ajaran mereka sama, maka para
pengikut semua Nabi dan Rasul itu adalah umat yang satu atau tunggal. Dengan kata
lain, konsep kesatuan dasar ajaran membawa konsep kesatuan kenabian dan kerasulan,
kemudian membawa kepada kesatuan umat yang beriman.
Konsep tauhid mempunyai implikasi praktis dalam bermuamalah, yakni
keharusan menyadari adanya berbagai perbedaan. Perbedaan-perbedaan itu sebenarnya
tidak perlu dipertentangkan, akan tetapi diambil makna positifnya yang dalam al-
Qur'an dinyatakan agar dijadikan alat pembeda dan justru dengan itu akan mudah
mengenal satu sama lain dengan identitas yang dimilikinya.
5.    Tanggung jawab Intelektual
Tuntutan yang muncul dari akibat modernisasi dan industrialisasi tersebut, ialah
pengembangan kemampuan intelektual muslim sehingga memiliki kemampuan
dialogis dan fungsional terhadap perkembangan IPTEK.
11
Secara epistimologis tasawuf memakai methode intuitif, yang pada abad ini
dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dan rasionalisme dan empirisme dan
membantunya untuk melakukan terobosan baru dalam berbagai hal.[3]
Diakui bahwa intuisi itu berbeda, karena akal maupun indera merupakan
insturmen yang lebih berkompeten untuk menghadapi obyek-obyek materi serta
hubungan-hubungan kuantitatif.
David Truebood menjelaskan, paling tidak ada tiga hal yang harus dipenuhi
agar kebenaran pengetahuan intuitif ini dapat diterima, di antaranya :
1.      Moralitas subyek
2.      Akal sehat
3.      Keahlian subyek secara tepat.
Jika demikian, maka tasawuf bukan lagi menjadi tempat pelarian bagi
sementara orang, namun merupakan suatu keniscayaan yang sungguh perlu
diperhatikan oleh semua orang. Dan ketika itu, tasawuf akan eksis di tengah-tengah
percaturan dunia modern. Dan di sinilah letak peranan dan tanggung jawab sosialnya.

12
BAB III
KESIMPULAN

Tasawuf kontemporer adalah tasawuf bercorak kekinian yang masih berakar


pada tasawuf klasik dan konvensional. Bila tasawuf konvensional hanya menyebar
melalui buku-buku, tetapi tasawuf kontemporer menggunakan instrumen teknologi.
Pada tataran ini, bila nilai tasawuf menjadi kecil atau justru menjadi bahan dari
teknologi, maka tasawuf kontemporer diragui akan keotentikannya. Ia hanya menjadi
bagian kecil dari teknologi maju. Bukan sebagai subjek dari kemajuan.
Tasawuf kontemporer masih berlandaskan Al-Quran dan Hadits, tetapi
mengedepankan packaging dari pada esensi. Walau pun demikian, mereka yang
terlibat di dalam dunia tasawuf kontemporer terus mencoba dan menggali serta
merasakan, juga mengakui mereka sudah masuk dalam dunia tasawuf. Menurut analisa
penulis, tentulah tidak akan mampu marwah tasawuf yang pernah ada pada masa lalu
bisa dijemput secara total tanpa mengetahui secara utuh ajaran tasawuf masa lalu
tersebut. Apalagi hanya mencomot bagian-bagian penting dan menjadikannya bahan
dari apa yang dikomersilkan — karena dibutuhkan pasar— kepada masyarakat kota.
Walau pun secara tidak langsung ada akar klasik dan konvensional,
sesungguhnya mereka mempelajari secara mendalam setiap ajaran yang sudah dan
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut analisa penulis,
ada kerinduan masyarakat kota untuk kembali hidup pada akar budaya agama yang
mengedepan marwah beragama. Tidak sekedar formalitas aktual tetapi juga memiliki
makna yang dalam terhadap kehidupan sehari-hari. Tetapi jika kita lihat lebih jauh,
semestinya harus terus diawasi karena tasawuf ini bersentuhan dengan industri yang
cenderung bermata dua.
Terlepas dari plus dan minus ajaran, juga corak dan potret kehidupannya yang
nyaris mengarah kepada pseudo tasawuf, semangat dan pengaruhnya membawa arti
penting bagi agama Islam di tengah masyarakat. Lebih-lebih masyarakat kota yang
memang merindukan khazanah kehidupan beragama.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Rahman, Drs, M.Ag, Sastra Ilahi, Ilham Sirriyah Tuangku Syaikh Muhammad Ali
Hanafiah, Penerbit Hikmah Mizan, Cet. 1 Bandung, 2004
Halim, Abdul Mahmud, Prof Dr, Tasawuf di Dunia Islam, Penerbit, Pustaka Setia, Jakarta,
2002
Hamka, Prof. Dr. , Tasawuf Modern, Penerbit Pustaka Panjimas, Jakarta, 2005
Rasyid, Hamdan Dr KH, MA, Sufi Berdasi, Mencapai Derajat Sufi dalam Kehidupan
Modern, Al-Mawardi, Jakarta, 2006
Solihin Dr M MAg, Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara, Rajawali Pers, Jakarta,
2005
Nurcholis Madjid, Islam Agama Peradaban: Membangun Makna dan Relevansi Islam
dalam Sejarah, Yayasan Paramadina, Jakarta, 1995
Seyyed Hossein Nasr, dkk, Warisan Sufi, Sufisme Klasik dari Permulaan hingga Rumi
(700-1300 M), Jogjakarta, Pustaka Sufi 2002.
Abdullah Khusairi, Hipokrisi dalam Posmodernisme, Harian Pagi Padang Ekspres
Minggu, 17 Desember 2006. www.khusairi.blogspot.com
Muhammad Zaki Ibrahim, Tasawuf Hitam Putih, Solo; Penerbit Tiga Serangkai 2004
Nazib Zuhdi, Kamus Inggris-Indonesia, Indonesia Inggris, Penerbit, Fajar Mulya
Surabaya, 1993
WJS, Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka 1999
Drs. Asmaran As, M.A, Pengantar Studi Tasawuf, Jakarta, Rajawali Pers, 1996

14

Anda mungkin juga menyukai