Denny Rachmansyah Skripsi FT Full Text 2021
Denny Rachmansyah Skripsi FT Full Text 2021
SKRIPSI
Denny Rachmansyah
1706023630
DEPOK
JULI 2021
i
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
SKRIPSI
DENNY RACHMANSYAH
1706023630
DEPOK
JULI 2021
telah saya nyatakan dengan benar. Selain itu, terdapat beberapa kata yang sama
pada penulisan dengan skripsi Naufal Rizki Fadhila Irawan memiliki kesamaan
NPM : 1706023630
Tanda Tangan :
iii
Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh:
DENNY RACHMANSYAH
1706023630
Pembimbing
iv
Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
DEWAN PENGUJI
v
UCAPAN TERIMA KASIH
1. Bapak Prof. Dr. Ir. M. Idrus Alhamid selaku pembimbing yang telah bersedia
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing, mengarahkan,
memberikan koreksi dalam penyusunan skripsi ini
2. Dr. Eng. Arnas, S.T, M.T. yang telah memberikan banyak masukan, arahan, serta
membantu berdiskusi perihal skripsi ini.
3. Kak I Gusti Agung Ayu Desy Wulandari yang telah membantu saya dalam
menghasilkan skripsi dengan panduannya dan pembelajarannya.
4. Keluarga yang telah mendukung dalam perjuangan saya dalam menghasilkan
skripsi ini.
5. Mahasiswa Departemen Teknik Mesin yang telah memberikan dukungan
sepenuhnya dalam penyusunan skripsi ini.
6. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis
vi
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Denny Rachmansyah
NPM : 1706023630
Program Studi : Teknik Mesin
Departemen : Teknik Mesin
Fakultas : Teknik
Jenis Karya : Skripsi
(Denny Rachmansyah)
vii
Universitas Indonesia
viii
Universitas Indonesia
ABSTRAK
ix
Universitas Indonesia
ABSTRACT
With the increasing need for environmentally-friendly indoor cooling systems, there is a need
for technological developments that can help reduce the impact of emissions on the
environment. Solar-powered cooling systems are a huge opportunity to overcome this. Chiller
Absorption Technology can replace the work of a compressor in a commercially available
cooling system. Its use on a small scale can help produce low cooling capacity by research
using a simulation of the Single-Effect Ammonia Water Absorption Chiller system using a
thermodynamic method to produce a COP with certain boundary of 0.334. With the aim of
producing an absorption system model to determine the type of heat exchanger and its
dimensions. Then do dynamic modeling to find out how much ammonia and water are needed
with a certain cooling capacity.
x
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................................................................. ix
ABSTRACT............................................................................................................................................ x
BAB I ...................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 1
BAB II..................................................................................................................................................... 6
2.2.5 NH3 – H2O Absorption Chiller dengan Air-Cooled Heat Exchanger .......................... 18
xi
Universitas Indonesia
2.3 Modelling dalam aplikasi EES .............................................................................................. 19
3.3 Perhitungan Kapasitas Overall Heat Transfer (UA) pada Komponen Evaporator dan
Absorber............................................................................................................................................ 26
BAB IV ................................................................................................................................................. 31
BAB V .................................................................................................................................................. 39
KESIMPULAN ..................................................................................................................................... 39
REFERENSI ......................................................................................................................................... 40
xii
Universitas Indonesia
Daftar Gambar
Gambar 2. 1 Alur Kerja Sistem Chiller secara general (Corrada et al., 2015) ........................................ 7
Gambar 2. 2 Sistem refrigerasi Absorpsi Sederhana (Miller, 2006; Moran, 1998) ................................ 7
Gambar 2. 3 Diagram p-h Siklus Kompresi Uap dan Absorpsi (Miller, 2006; Moran, 1998) ................ 9
Gambar 2. 4 Alur Diagram Sistem Pendingin Absorpsi ....................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2. 5 Variasi Temperatur latent dalam Condenser (Chávez-Islas & Heard, 2009) ................... 13
xiii
Universitas Indonesia
Daftar Tabel
xiv
Universitas Indonesia
DAFTAR GRAFIK
xv
Universitas Indonesia
NOMENCLATURE
𝑘𝑔 𝑃 Tekanan[𝑘𝑃𝑎]
𝑚̇ Laju Aliran Massa [ ]
𝑠
𝑇 Temperatur[0 𝐶]
𝑄̇ Kapasitas Termal [kW]
𝑡 waktu [𝑠]
∆𝐿𝑀𝑇𝐷 Perbedaan Temperatur Rata
𝑘𝑊
– rata [K] 𝑈𝐴 Konduktivitas Termal[ ]
𝐾
xvi
Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1
Universitas Indonesia
pembangkit listrik, kilang minyak bumi, dan berbagai fasilitas manufaktur. Ukurannya
bervariasi dari struktur hiperboloid besar hingga yang lebih kecil di atap pusat
perbelanjaan, rumah sakit, atau universitas. Pemeliharaan operasional rutin sangat
penting untuk mencapai hasil yang konsisten dari menara pendingin. Sebagian besar
pabrikan menyertakan petunjuk untuk perawatan yang baik serta program perawatan
yang dapat menyederhanakan waktu dan uang untuk pengeluaran operasional sistem.
Prosedur ini dapat mencegah hilangnya efisiensi pada bagian perpindahan panas
dengan menjaga aliran air dan aliran udara yang benar, serta mencegah korosi pada
menara pendingin. Maka untuk aplikasi skala kecil dalam perumahan cukup
menggunakan Air Cooled System menggunakan udara ambien dari luar untuk
membantu mendinginkan sistem (Ayou & Coronas, 2020).
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut untuk menghasilkan data penelitian yang akurat:
Bagaimanakah cara mendapatkan sistem absorpsi ideal dalam aplikasi skala
rumahan (Small Scale Applications)
Bagaimanakah cara agar menghasilkan sistem Evaporator dan Absorpsi yang
ideal dalam pengaplikasian skala kecil
Bagaimanakah cara agar mendapatkan nilai efisiensi dan Coefficient of
Performace (COP) yang ideal dalam pengaplikasian pada sistem
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan desain dari sistem single
effect absorption chiller Ammonia-Water dengan kinerja optimum sehingga dapat
dijadikan acuan pada instalasi mau pun riset terkait absorption chiller khususnya di
Indonesia dan negara beriklim tropis lainnya dengan mengembangkan model
matematika komponen utama dalam sistem pendinginan solar.
2
Universitas Indonesia
(Qe) dan energi yang disuplai untuk Generator (Qg). Mendapatkan hasil simulasi yang
valid terhadap komponen dari Evaporator dan Absorber. Menghasilkan estimasi berat
komponen utama dari Evaporator dan Absorber.
Sebagai visualisasi dari penelitian tugas akhir ini, penulisan dibagi menjadi
beberapa bagian agar penyampaian penelitian lebih mudah dimengerti. Bagian – bagian
dalam penulisannya terbagi seperti berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang, perumusan masalah, Batasan masalah,
serta sistematika penulisan dari penelitian yang dilakukan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan tentang dasar dari aplikasi Absorption Chiller menggunakan
aplikasi solar termal, Sistem Refrigerasi, Kesetimbangan Energi, Kesetimbangan
Massa, dan Modelling menggunakan EES.
BAB III METODE PENELITIAN
3
Universitas Indonesia
Bab ini menjelaskan secara singkat metode yang diadaptasikan dan skenario dari
simulasi yang telah ditentukan.
BAB IV PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan secara padat dan detail mengenai model matematika dari
komponen Evaporator, Absorber, dan komponen pelengkap lainnya.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang dapat membantu dan mengarahkan
penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Pada bagian daftar pustaka ini akan dituliskan segala referensi yang digunakan
dalam melaksankan penelitian. Referensi yang digunakan pada penelitian ini dapat
berupa buku, jurnal, maupun referensi lainnya
4
Universitas Indonesia
1.6 Studi Literatur
5
Universitas Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Siklus Refrigerasi secara dasar adalah untuk mentransfer panas dari lingkungan
dingin (suhu rendah) ke lingkungan panas (suhu lebih tinggi), berlawanan dengan aliran
panas alami, menghasilkan pendinginan yang diperlukan. Fungsi chiller didasarkan
pada penggunaan transformasi siklus termodinamika (siklus kompresi uap) yang
menarik energi dari luar sistem.
6
Universitas Indonesia
Siklus ini didasarkan dengan perubahan fase uap-cair dapat terjadi dengan
penyerapan atau pelepasan panas pada temperatur yang berbeda-beda tergantung pada
tekanan sistem. Chiller menggunakan fluida refrigeran, yang mampu menyerap panas
dalam jumlah besar per satuan massa dalam fase transisi. Dalam unit pendingin yang
ideal, mesin menggunakan jumlah pekerjaan yang sama untuk mengekstraksi panas
dari tangki dingin dan mentransfernya ke tangki yang lebih hangat, menjalankan siklus
ke arah sebaliknya.
Gambar 2. 1 Alur Kerja Sistem Chiller secara general (Corrada et al., 2015)
Siklus Absorption Chiller yang ideal terdiri dari empat proses seperti yang
ditunjukkan pada Gambar berikut :
7
Universitas Indonesia
Kerja siklus secara keseluruhan adalah sebagai berikut :
Proses 2-7 : Larutan pekat campuran zat penyerap dengan refrijeran (konsentrasi
zat penyerap tinggi) kembali ke absorber melalui katup cekik. Penggunaan katup cekik
bertujuan untuk mempertahankan perbedaan tekanan antara generator dan absorber.
Proses 4-5 : Tekanan tinggi refrijeran cair diturunkan dengan menggunakan katup
cekik (katup ekspansi) dan dihasilkan refrijeran cair bertekanan dan bersuhu rendah
yang selanjutnya dialirkan ke evaporator.
Proses 5-6 : Di evaporator, refrijeran cair mengambil panas dari lingkungan yang
akan didinginkan dan menguap sehingga terjadi uap refrijeran bertekanan rendah.
Proses 6-8/7-8 : Uap refrijeran dari evaporator diserap oleh larutan pekat zat
penyerap di absorber dan membentuk larutan encer zat penyerap. Jika proses
penyerapan tersebut terjadi secara adiabatik, terjadi peningkatan suhu campuran larutan
yang pada gilirannya akan menyebabkan proses penyerapan uap terhenti. Agar proses
penyerapan berlangsung terus-menerus, absorber didinginkan dengan air yang
mengambil dan melepaskan panas tersebut ke lingkungan.
Proses 8-1 : Pompa menerima larutan cair bertekanan rendah dari absorber,
meningkatkan tekanannya, dan mengalirkannya ke generator sehingga proses berulang
secara terus menerus.
8
Universitas Indonesia
Gambar 2. 3 Diagram p-h Siklus Kompresi Uap dan Absorpsi (Miller, 2006; Moran, 1998)
Pada siklus pertama,setelah refrijeran menguap dari evaporator di titik 1. Uap ini
akan masuk ke siklus kedua dan keluar ke titik 2 pada kondisi uap kering (super heat)
dan tekanan tinggi. Setelah di titik 2, uap refrijeran masuk masuk ke kondensor dan
melepas panas ke lingkungan. Proses pelepasan panas ini terjadi secara isobarik, dan
akhirnya refrijeran berubah menjadi cair di titik 3. Kemudian terjadi penurunan tekanan
secara adiabatik. Pada saat tekanan tekanan turun temperatur juga akan turun dan
sebagian cairan akan berubah menjadi uap di titik 4. Selanjutnya refrijeran akan
melakukan fungsi refrigerasi di evaporator dan akhirnya menguap, kembali ke titik 1,
dan siklus akan berulang (Wu et al., 2014).
Kinerja chiller dijelaskan oleh rasio manfaat yang diperoleh, efek pendinginan,
dibagi dengan input daya. Nilai ini selalu lebih besar dari 1,0 dan didefinisikan dalam
istilah pekerjaan sebagai COP.
Dengan menggunakan diagram P-h, efisiensi dalam COP dapat dihitung sebagai:
𝑄𝐿
𝜂 = 𝐶𝑂𝑃 = (2.1)
𝑊𝑖𝑛
Hukum kedua keadaan termodinamika untuk siklus Carnot pada Gambar 2.3
bahwa untuk operasi yang dapat dibalik produksi entropi bersih adalah nol sehingga
9
Universitas Indonesia
𝑄𝐿 𝑄𝐻
− =0 (2.2)
𝑇0 𝑇1
10
Universitas Indonesia
Dalam pendingin absorpsi, cairan penyerap di sisi bertekanan rendah menyerap
refrigeran yang menguap. Kombinasi fluida yang paling umum termasuk litium
bromida – air (LiBr – H2O) di mana air adalah refrigeran dan litium bromida adalah
media transpor, dan sistem amonia – air (NH3 – H2O) di mana amonia berfungsi
sebagai refrigeran dan air sebagai media transportasi. Seperti pada kompresi uap,
dalam siklus refrigerasi absorpsi, penghilangan panas dicapai melalui penguapan
refrigeran pada tekanan rendah dan penolakan panas melalui kondensasi refrigeran
pada tekanan yang lebih tinggi. Tahapan bertekanan dalam siklus absorpsi dicapai
dengan melarutkan refrigeran pada absorben pada bagian absorber. Selanjutnya,
larutan dipompa ke tekanan tinggi dengan pompa cairan biasa. Penambahan panas pada
generator digunakan untuk memisahkan refrigeran dengan titik didih rendah dari
larutan. Dengan cara ini uap refrigeran dikompresi dengan sedikit energi mekanik.
Dengan memanfaatkan larutan air / amonia dengan amonia sebagai refrigeran dan
air sebagai penyerap, dimungkinkan untuk mencapai suhu serendah -30°C, jadi sistem
ini lebih cocok untuk siklus Pendingin lemari es pada skala industri. Siklus absorpsi
yang menggunakan air sebagai refrigeran dan litium bromida sebagai penyerap dapat
mencapai suhu antara 3°C dan 5°C yang membuat sistem berguna untuk aplikasi AC.
Menggunakan air sebagai refrigeran berarti ada batasan suhu minimum yang dapat
dicapai yaitu di atas 0°C.
Pendingin absorpsi dapat berupa Half-Effect, Single-Effect atau Double-Effect, di
mana satu atau dua generator uap digunakan. Pendingin efek ganda menggunakan dua
generator di mana generator kedua menggunakan panas yang dibuang oleh kondensor
generator pertama untuk meningkatkan jumlah refrigeran yang tersedia melalui siklus,
sehingga meningkatkan efek pendinginan dan efisiensi.
11
Universitas Indonesia
2.2.2 Single – Stage Absorption Chiller
HOT WATER
CONDENSER GENERATOR
REFRIGERANT
WEAK SOLUTION
STRONG SOLUTION
EVAPORATOR
ABSORBER
CHILLED WATER
Sistem ini mencakup beberapa penukar panas yang digunakan sebagai evaporator,
kondensor, generator penyerap larutan, penyearah, penukar panas refrigeran dan
penukar panas larutan. Dua perangkat ekspansi juga digunakan.
a. Generator
Generator terdiri dari penukar panas antara larutan dan sumber panas sistem.
Panas ditransfer ke generator untuk mendidihkan larutan dan mengubah
refrigeran menjadi uap. Uap amonia kemudian bergerak menuju penyearah.
Penguapan amonia dari larutan mengarah pada pembentukan larutan amonia air
yang lemah (konsentrasi amonia rendah), yang bergerak ke penyerap setelah
mengalir ke Heat Exchanger.
12
Universitas Indonesia
Gambar 2. 5 Skema dari Generator
b. Condenser
Kondensor adalah tempat uap jenuh mengembun menolak panas. Selama
proses kondensasi panas yang dibuang terdiri dari panas laten sehingga pada
heat exchanger ini profil suhu pada sisi larutan bersifat linier seperti yang
ditunjukkan pada Gambar.
Gambar 2. 6 Variasi Temperatur latent dalam Condenser (Chávez-Islas & Heard, 2009)
13
Universitas Indonesia
Gambar 2. 7 Skema dari Condenser
c. Katup Ekspansi
Katup ekspansi di sirkuit digunakan untuk membuat penurunan tekanan
dalam larutan, menghasilkan ekspansi adiabatik yang mengarah ke
pendinginan. Selama ekspansi larutan meningkatkan volume spesifiknya.
d. Evaporator
Evaporator adalah komponen tempat terjadinya pertukaran panas antara
udara dan refrigeran. Maka efek pendinginan dikirim ke evaporator. Karena
refrigeran bukan amonia murni tetapi larutan amonia dan air, terjadi gradien
suhu selama penguapan.
Larutan cair dibiarkan mengalir dari kondensor ke evaporator melalui katup
ekspansi. Pengurangan tekanan cairan dari tinggi (di kondensor) ke rendah (di
evaporator) mengurangi titik didih amonia. Jadi amonia cair menyerap panas
dari udara untuk menguap dan membentuk uap, yang masuk ke penukar panas.
14
Universitas Indonesia
Gambar 2. 8 Skema dari Evaporator
e. Absorber
Uap amonia dari heat exchanger mengalir ke dalam penyerap. Di sini, gas
amonia bersuhu rendah dibiarkan bercampur dengan larutan lemah larutan
amonia air. Campuran larutan lemah dan zat pendingin adalah cairan jenuh
dan konsentrasinya meningkat selama pendinginan dari saluran masuk ke
saluran keluar.
15
Universitas Indonesia
Gambar 2. 9 Skema dari Absorber
f. Pompa
Solusi kuat yang terbentuk di penyerap harus dikirim kembali ke generator.
Pompa diperlukan untuk mendorong larutan kuat dari absorber ke dalam
generator, sehingga mengurangi tekanan di absorber dan meningkatkan tekanan
di generator.
16
Universitas Indonesia
2.2.3 Refrigeran pada Sistem Pendinginan Absorpsi
Saat ini, terdapat dua kombinasi refrijeran-zat penyerap yang umum digunakan,
yaitu air-litium bromida (H2O-LiBr) dan amonia-air (NH3-H2O). Pada kombinasi
pertama, air bertindak sebagai refrijeran dan litium bromida sebagai zat penyerap,
sedang pada kombinasi kedua, amonia bertindak sebagai refrijeran dan air sebagai zat
penyerap.
17
Universitas Indonesia
2.2.4 NH3 – H2O Absorption Chiller Pool Boiling
Berbagai karya eksperimental telah menunjukkan perubahan dalam kolam nukleat
mendidih (Pool Boiling) sehubung campuran dengan kedua komponen Ammonia dan
Air berikut adalah dalam bentuk campuran murni. Pertama, itu diamati bahwa
perbedaan suhu yang lebih besar diperlukan untuk proses boiling dimulai. Kedua,
koefisien perpindahan panas lebih rendah dibandingkan dengan nilai interpolasi linier
antara dua komponen murni. Penurunan ini menunjukkan maksimum di zona di mana
konsentrasi molar perbedaan antara fase uap dan fase cair tinggi. Biasanya, perbedaan
konsentrasi maksimum ini juga bertepatan dengan konsentrasi maksimum dalam
perbedaan suhu antara titik embun dan titik saturasi. Untuk alasan itu, sebagian besar
korelasi yang dikembangkan untuk memprediksi kumpulan nukleat campuran koefisien
didih termasuk istilah koreksi yang mencakup perbedaan konsentrasi atau perbedaan
suhu.
Penurunan koefisien perpindahan panas campuran ini dijelaskan dalam literatur
sebagai akibat dari peningkatan konsentrasi komponen berat dalam antarmuka
gelembung. Sebagai akibatnya, suhu titik gelembung lokal di antarmuka naik, yang
mengurangi panas berlebih yang tersedia untuk penguapan dan karenanya
memperlambat laju pertumbuhan gelembung lalu menurunkan koefisien perpindahan
panas.
Jenis Heat Exchanger berikut ideal dengan penggunaan Tekanan konstan pada
Vessel.
Chiller berpendingin udara bekerja dengan menyerap panas dari cairan olahan.
Setelah air dalam sistem Air – cooled digunakan, cairan menjadi dingin dan dikirim
kembali ke Heat Exchanger. Panas dipindahkan dari cairan Condenser dan Absorber.
Refrigeran vapor menyublim saat bergerak ke atas Absorber lalu refrigeran yang
berubah fase menjadi liquid bergerak ke Generator dan Evaporator di mana refrigerant
dalam bentuk liquid diperlukan.
18
Universitas Indonesia
tumpukan sirip padat yang secara mekanis didukung oleh bingkai pemasangan. Fluida
melewati kumparan tabung, menghantarkan panas ke sirip dan membuang panas ke
udara yang dipaksa melalui penukar panas.
Tujuan dari menggunakan aplikasi berikut adalah untuk membuat model yang
merupakan representasi berguna dari siklus penyerapan nyata. maka masukan dan
keluaran dipilih untuk mendapatkan sebanyak mungkin hubungan dengan praktisi pada
dunia nyata.
EES (Engineering Equation Solver) sendiri mempunyai fungsi dasar untuk
menyelesaikan data numerik dari persamaan aljabar dan diferensial linier dan non-
linier. EES menggunakan persamaan daripada tugas yang digunakan dalam bahasa
pemrograman formal. EES memecahkan sistem persamaan (yaitu, hubungan antar
variabel) secara otomatis, yang membebaskan pengguna untuk mengembangkan
teknik iteratif mereka sendiri untuk menyelesaikan serangkaian persamaan non-linier
(Klein & Nellis, 2014).
Untuk menghitung koefisien kinerja sistem (COP), Persamaan. (1) digunakan, di mana
QEVAP kapasitas pendinginan dibagi dengan QDES konsumsi sumber panas yang
digerakkan.
19
Universitas Indonesia
𝑄𝐸𝑉𝐴𝑃
𝐶𝑂𝑃 = (2.4)
𝑄𝐷𝐸𝑆
Tabel 2. 3 Properti Ammonia - Air dalam Aplikasi EES(Klein & Nellis, 2014)
Input Output
20
Universitas Indonesia
Laju aliran pompa Laju Aliran refrigerasi dan siklus
cairan
Laju perpindahan kalor eksternal Titik Keadaan Termodinamika
Laju perpindahan kalor dari inlet Laju perpindahan Kalor
temperatur
Ukuran Heat Exchanger Performa Sistem
21
Universitas Indonesia
BAB III
METODE PENELITIAN
22
Universitas Indonesia
3.2 Perancangan Model Simulasi
23
Universitas Indonesia
Sebuah model siklus Single-stage Ammonia-Water diimplementasikan pada
aplikasi EES. Persamaan kesetimbangan massa dan energi telah dilakukan untuk
masing-masing komponen untuk melihat karakteristik dari sistem. Larutan dan zat
pendingin diasumsikan berada pada titik jenuh saat keluar dari setiap komponen (tidak
ada batasan perpindahan panas dan massa). Dengan menentukan kondisi suhu operasi,
aliran massa solusi atau beban pendinginan yang diperlukan, perangkat lunak
menyediakan status termodinamika yang sesuai dari siklus dan kinerja global. Model
ini digunakan untuk merancang prototipe dan melakukan studi parametrik dan juga
dinamik.
24
Universitas Indonesia
Sebelum melakukan simulasi terhadap target desain yang diinginkan, simulasi
terlebih dahulu dijalankan dengan parameter-paremeter input sesuai dengan model
yang sama(Ayou & Coronas, 2020). dengan tujuan untuk memvalidasi hasil simulasi,
sehingga apabila data yang dihasilkan telah valid atau sesuai maka selanjutnya dapat
dimasukkan parameter-parameter yang dapat menghasilkan nilai sesuai dengan batasan
pada penelitian ini.
Laju alir massa melalui pompa strong solution (titik 1) 0.05 kg/s
Kondisi simulasi yang digunakan sebagai parameter input yang sesuai untuk
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1. Nilai input ini didapat dari spesifikasi mesin
absorption chiller yang sesungguhnya terutama sesuai dengan batasan-batasan
penelitian yang telah disebutkan pada bab sebelumnya (Herold et al., 2016).
25
Universitas Indonesia
3.3 Perhitungan Kapasitas Overall Heat Transfer (UA) pada Komponen Evaporator
dan Absorber
Setelah mendapatkan parameter temperatur dan solusi pada tiap titik, perhitungan
model sistem single-effect ammonia-water absorption chiller dilanjutkan untuk
mendapatkan kapasitas perpindahan panas (UA) pada system. Dengan menghitung
masing-masing komponen pada model absorption chiller, antara lain evaporator,
absorber, dan solution heat exchanger. Dengan menggunakan perolehan hasil simulasi
sesuai dengan parameter input yang disebutkan pada Tabel 3.1.
Dimulai dari menghasilkan perbedaan temperature rata – rata pada tiap komponen
perlu menggunakan ∆𝑇𝐿𝑀𝑇𝐷 .
(𝑇𝑠,𝑖𝑛 −𝑇𝑟,𝑜𝑢𝑡 )−(𝑇𝑠,𝑜𝑢𝑡 −𝑇𝑟,𝑖𝑛 )
∆𝑇𝐿𝑀𝑇𝐷 = (𝑇𝑠,𝑖𝑛 −𝑇𝑟,𝑜𝑢𝑡 )
(3.1)
ln( ⁄ )
(𝑇𝑠,𝑜𝑢𝑡 −𝑇𝑟,𝑖𝑛 )
Dimana LMTD ini disebut beda suhu rata-rata log atau beda suhu pada satu ujung
kalor dikurangi beda suhu pada ujung lainnya dibagi dengan logaritma alamiah
daripada perbandingan kedua beda suhu pada ujung lainnya.(Ayou et al., 2013)
26
Universitas Indonesia
Perhitungan UA untuk prediksi desain masing-masing heat exchanger pada setiap
komponen sistem dilakukan dengan menggunakan persamaan 3.2 yang merupakan
persamaan umum perpindahan panas (Cengel, 1989).
𝑄̇𝑛 = 𝑈𝐴 ∆𝑇𝐿𝑀𝑇𝐷 (3.2)
Dengan persamaan dasar berikut, dapat diperoleh nilai komponen evaporator,
absorber, dan solution heat exchanger.
Sementara untuk menghasilkan nilai U (Overall Heat Transfer) pada sistem,
diperlukan persamaan.
1
𝑈 = 1 𝑥 1
(3.3)
( )+ ( )+ ( )
−ℎ[1] 𝑘𝑐𝑜𝑝𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑖𝑟
𝐴 = 𝑈𝐴⁄𝑈 (3.4)
Kemudian, panjang dari pipa heat exchanger (L) didapat dengan membagi luasan
penampang pipa (A) dengan keliling lingkaran pipa tembaga, maka menghasilkan 𝑑
yang merupakan diameter luar dari pipa tembaga heat exchanger yang diinginkan.
𝐿 = 𝐴⁄𝜋. 𝑑 (3.5)
27
Universitas Indonesia
persamaan yang diperlukan dalam aplikasi Engineering Equation Solver (EES) dan
Matlab.
Dalam penelitian ini, masing-masing komponen absorpsi dianggap sebagai volume
kontrol. massa dan keseimbangan energi dan persamaan momentum digunakan untuk
analisis dinamis. Mi(t) dianggap berkorespondensi ke massa dalam komponen i, dan
mi(t) ke laju aliran massa antar komponen. Selanjutnya, keseimbangan massa
keseluruhan untuk setiap komponen diberikan oleh.
𝑇𝑐ℎ𝑤𝑖𝑛 = 150 𝑐
𝑇𝑐ℎ𝑤𝑜𝑢𝑡 = 6⁰𝑐
Tchwin merupakan temperatur chilled water pada sisi masuk evaporator, dan
Tchwout merupakan temperatur chilled water pada sisi keluar evaporator
𝑘𝑎𝑙𝑙𝑜𝑦 = 0.410
Untuk memperoleh data ideal, diberikan konstanta konduktivitas Tembaga
kcopper, ketebalan pipa alloy, x, dan kapasitas panas air, Cpwater.
𝑑(𝑀𝐸 )
= 𝑚12 − 𝑚13 ` (3.9)
𝑑𝑡
𝑑 𝑚12 ℎ12 −𝑚13 ℎ13 + 𝑄𝐸 −ℎ𝐸 (𝑚12 −𝑚13 )
(ℎ𝐸 ) = (3.10)
𝑑𝑡 𝑀𝐴
𝑈𝐴𝑒𝑣𝑎𝑝
𝐴𝑒𝑣𝑎𝑝 = (3.11)
𝑈𝑒𝑣𝑎𝑝
28
Universitas Indonesia
3.4.2 Desain Absorber
Tahap selanjutnya memasukan komponen Absorber. Namun tidak
diperlukan memasukkan timbangan massa dan amonia untuk penyerap. Persamaan
berikut merupakan aliran siklik dan keseimbangan massa dan amonia telah ditulis
untuk semua komponen lainnya (Herold et. Al, 2016). Sebaliknya, disarankan
untuk memasukkan istilah kesetimbangan massa dan amonia, sebagai berikut.
𝑇𝑐𝑎𝑖𝑛 = 350 𝐶
𝑇𝑐𝑎𝑜𝑢𝑡 = 42⁰𝐶
𝑄𝑎𝑏𝑠
𝑈𝐴𝑎𝑏𝑠 = (3.14)
∆𝑇𝐿𝑀𝑇𝐷𝑎𝑏𝑠
𝑑(𝑀𝐴 )
= 𝑚13 + 𝑚6 − 𝑚1 (3.15)
𝑑𝑡
𝑈𝐴𝑎𝑏𝑠
𝐴𝑎𝑏𝑠 = (3.16)
𝑈𝑎𝑏𝑠
Dimana Xi(t) adalah fraksi massa penyerap yang keluar dari suatu
komponen. Selanjutnya, kita memiliki keseimbangan massa penyerap berikut
dalam absorber dan generator.(Ebrahimnataj Tiji et al., 2020)
𝑄̇𝑒𝑣𝑎
𝐶𝑂𝑃1 = (3.18)
𝑊𝑝𝑢𝑚𝑝̇ +𝑄𝑔𝑒𝑛
̇
𝑄̇ ̇
𝐶𝑂𝑃2 = 𝑄𝑒𝑣𝑎
̇
(3.19)
𝑔𝑒𝑛
29
Universitas Indonesia
Untuk mendapatkan koefisien performa pada sistem (COP), dapat melalui
persamaan 3.18. dan 3.19 dengan perbedaan koefisien kerja dengan dan tanpa
bantuan pompa. Sementara untuk menghasilkan hasil refrigerant keluar dari
evaporator dalam fasa superheated, diperlukan perbedaan temperatur dalam
persamaan delta Temperatur glide 3.20.
Untuk memastikan bahwa model memiliki akurasi yang cukup, 3 kelompok data
eksperimen, termasuk: COP, kapasitas pendingin Evaporator, Condenser, Generator,
dan Absorber dari Herold,et,al, dimasukkan ke dalam model. Kemudian hasil simulasi
dibandingkan dengan datadari Herold,et,al.. Penyimpangan dihitung dengan
persamaan:
|𝑃𝑎−𝑟𝑒𝑓|
𝐷𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖 = 𝑥 100% (3.21)
|𝑟𝑒𝑓|
Dimana Pa berarti hasil yang dihitung dengan model saat ini, dan ref mewakili
parameter dalam ref. [Herold,et,al].
30
Universitas Indonesia
BAB IV
Dapat dilihat dari hasil data simulasi tunak pada kedua aplikasi berikut telah
menghasilkan data yang akurat, dengan hasil kapasitas pendingin masing – masing
komponen pada sistem dengan error relatif kecil, dan menghasilkan COP (koefisien
performa) yang akurat.
4
DEVIASI PANAS (%)
0
0 1 2 3 4
NOMOR GRUP
31
Universitas Indonesia
Hasil komparatif ditunjukkan pada Gambar 4, dan sumbu vertikal kanan adalah
suhu keluaranperbedaan antara model dan Ref. [Herold,et,al]. Penyimpangan cukup kecil
untuk membuktikan keakuratan model. Meskipun validasinya untuk model tunak, baik
model tunak maupun dinamikmodel mengikuti kekekalan massa dan energi, dan model
dinamis dapat menjadi model yang stabilketika semua item diferensial sama dengan nol.
Oleh karena itu, model ini dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.
C 2 4
E 1 6
Plot berikut disebut sebagai kurva tekanan uap. Grafik 4.1 menunjukkan kurva
tekanan uap untuk air dan amonia. Area di sebelah kiri kurva tekanan - uap dari satu
fluida tertentu menunjukkan tekanan yang lebih tinggi dan/atau suhu yang lebih rendah
dari nilai saturasi dan mewakili cairan yang didinginkan. Sebaliknya, area di sebelah
kanan mewakili suhu yang lebih tinggi dan/atau tekanan yang lebih rendah dan mewakili
uap super panas. Rentang dua fase diwakili oleh garis tekanan uap itu sendiri. Dalam
beberapa representasi, kurva tekanan uap digambar persis seperti garis lurus. Dalam
kasus tersebut, skala sumbu tekanan disesuaikan.(Puig-Arnavat et al., 2010)
Persamaan kondisi tunak model menghasilkan Duhring diagram dari sistem secara
keseluruhan. Pada Grafik 4.1. terdapat 6 titik tertentu yang menghasilkan berbeda
tekanan sebanding tempertatur pada titik tersebut. Untuk Komponen Absorber terdapat
pada titik 1, titik 6, dan titik E, bertekanan rendah menghasilkan kesetimbangan energi
32
Universitas Indonesia
dengan berbagai perbedaan fraksi massa ammonia – air. Sementara untuk Evaporator
pada titik E menyatakan kesetimbangan energi dengan fraksi massa air 0.999634.
Untuk menghasilkan model dinamik, berbagai input harus ada perbedaan terhadap
salah satu komponen untuk mendapatkan hasil perbedaan yang signifikan untuk
komponen lainnya. Untuk percobaan ini digunkan perubahan Temperatur pada cooling
load untuk mensimulasikan apa yang akan terjadi pada sistem.(Lee et al., 2019)
COP Q evaporator
6 0.35
5 0.3
Q evaporator (kW)
Performa COP(-)
0.25
4
0.2
3
0.15
2
0.1
1 0.05
0 0
0 1 2 3
Perbedaan Temperatur
Dalam hasil kondisi tunak sistem apabila chilled water mengalami perbedaan
temperatur sebesar 1 sampai 3 ⁰ C, kapasitas pendinginan Evaporator akan terus
menurun seperti pada Grafik 4.2. seiring bertambahnya Cooling Load dari
bertambahnya temperatur yang masuk kedalam komponen Evaporator.
𝑄𝑒𝑣𝑎𝑝,15−𝑄𝑒𝑣𝑎𝑝,18
∆ 𝑄𝑒𝑣𝑎𝑝 = . 100% (4.2)
𝑄𝑒𝑣𝑎𝑝,15
33
Universitas Indonesia
Dapat dilihat penurunan Performa COP terhadap naiknya temperatur pada chilled
water, menghasilkan turunnya COP sebesar 0.150 dari kondisi ideal pengoperasian
sistem dampak ini menghasilkan kapasitas pendinginan yang turun secara signifikan
sebesar 2.59 kW dari sebelumnya beroperasi pada 5.813 kW menghasilkan penurunan
yang cukup signifikan sebesar 51%.
(4.1)
di mana Qe,st pada persamaan 4.1 adalah kapasitas pendinginan pada kondisi
tunak setelah proses dinamis, yang diperoleh darimodel tetap, kW; Qe,ext,i adalah laju
pertukaran panas eksternal di evaporator pada waktu i, yaitudihitung dengan model
dinamis, kW.Proses dinamis ujung ketika δ Qe,i lebih kecil dari 0,2%, dan interval
waktu saya disebut sebagai waktu relaksasi.(Wang et al., 2017).
Dengan kondisi iklim tropis pada Indonesia. Diperlukan cara untuk melepaskan
panas sistem kepada ambien dengan adanya temperatur ambien yang relatif tinggi,
maka diperlukan unit heat exchanger yang dapat bekerja dalam iklim tropis dengan
menggunakan Fin – tube heat exchanger.
34
Universitas Indonesia
Gambar 4. 1 Gambar skematik Absorber dengan Air – Cooled Heat Exchangers
Solution masuk kedalam komponen Air – Cooled Gambar 4.1. lalu menghasilkan
heat transfer dari kompone untuk dilepaskan ke temperatur ambien. Setelah itu solution
ammonia – air kembali ke komponen Absorber untuk melanjutkan proses absorption
dalam sistem.
Untuk memudahkan permodelan. Ada berbagai limitasi yang diperlukan.
Tabel 4. 2 Daftar dimensi tube
Tube Length 70 m
35
Universitas Indonesia
Pada Tabel telah ditentukan desain tube secara general yang ada dalm pasaran.
Lalu dari input dimensi dari tabel, maka dapat menentukan besar input parameter dari
kesetimbangan energi dan massa dari komponen Absorber.
Dengan kedua elemen dari kapasitas termal Internal dan External telah
diketahui, dapat dikalkulasikan dimensi dari Heat Exchanger sebagai berikut.
36
Universitas Indonesia
Maka Berat Aircooled Heat Exchanger dapat diestimasi dengan kedua
komponen utama dari sistem tersebut.
Massa [Kg]
Massa Fin 2.06
Massa Tube 25.67
Massa Total 27.73
Bottom A
37
Universitas Indonesia
membawa panas kedalam komponen untuk merubah cairan Refrigerant menjadi uap
refrigeran yang akan diteruskan ke komponen Absorber.
kg
Massa Vessel 7.278
Massa Ammonia 12.116
Massa Tube 5.040
Massa Chilled Water 1.230
Massa Total 25.664
38
Universitas Indonesia
BAB V
KESIMPULAN
Untuk lebih memperjelas penerapan model ini, maka kesatuan sistem harus
dibangun untuk diterapkan dalam mendinginkan ruangan pada aplikasi rumahan
dengan suhu rendah untuk memaksimalkan kenyamanan.
39
Universitas Indonesia
REFERENSI
Ayou, D. S., & Coronas, A. (2020). New developments and progress in absorption chillers
for solar cooling applications. In Applied Sciences (Switzerland) (Vol. 10, Issue 12).
https://doi.org/10.3390/app10124073
Ayou, D. S., Saravanan, R., Bruno, J. C., & Coronas, A. (2013). Analysis and simulation of
modified ammonia/water absorption cycle for power and cooling applications.
International Journal of Low-Carbon Technologies, 8(SUPPL1), 19–26.
https://doi.org/10.1093/ijlct/ctt032
Ebrahimnataj Tiji, A., Ramiar, A., & Ebrahimnataj, M. R. (2020). Investigation of the launch
time of NH3-H2O absorption chiller under different working condition. Proceedings of
the Institution of Mechanical Engineers, Part E: Journal of Process Mechanical
Engineering, 234(1), 15–28. https://doi.org/10.1177/0954408919879871
Lee, S. K., Lee, J. W., Lee, H., Chung, J. T., & Kang, Y. T. (2019). Optimal design of
generators for H2O/LiBr absorption chiller with multi-heat sources. Energy, 167, 47–59.
https://doi.org/10.1016/j.energy.2018.10.185
Puig-Arnavat, M., López-Villada, J., Bruno, J. C., & Coronas, A. (2010). Analysis and
parameter identification for characteristic equations of single- and double-effect
absorption chillers by means of multivariable regression. International Journal of
Refrigeration, 33(1), 70–78. https://doi.org/10.1016/j.ijrefrig.2009.08.005
Wang, J., Shang, S., Li, X., Wang, B., Wu, W., & Shi, W. (2017). Dynamic performance
analysis for an absorption chiller under different working conditions. Applied Sciences
(Switzerland), 7(8). https://doi.org/10.3390/app7080797
Wu, W., Wang, B., Shi, W., & Li, X. (2014). An overview of ammonia-based absorption
chillers and heat pumps. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 31, 681–707.
https://doi.org/10.1016/j.rser.2013.12.021
40
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
SIMULASI MATLAB
41
Universitas Indonesia
EES MATLAB deviasi
COP 0.313 0.334 1.278
Q Generator 16.034 16.001 0.206
Q Evaporator 5.043 5.318 5.453
Q Absorber 15.778 15.606 1.090
Q Condenser 5.358 5.649 5.428
clear
clc
format short
XNH3H2O('INIT', 'PropLib2.dat')
% Input parameters
% Mass fraction
XNH3_7 = 0.999634;%-, mass fraction at exit
the rectifier
% Quality of solution
Q1 = 0;%-, quality of liquid exiting
absorber entering pump
42
Universitas Indonesia
Q4 = 0;%-, quality of liquid exiting
the generator
Q7 = 1;%-, quality at vapour exit
generator
%Q8 = 0;%-, quality of liquid returning
from rectifier
%Q9 = 1;%-, quality at exit rectifier
Q10 = 0;%-, quality at exit condenser
Q13 = 1;%-, quality at exit evaporator
err_mabs = 0;
% Efficiencies
eta_pump = 1;%-, isentropic efficiency of
pump
delta_X = 0.05;%-, difference between the
mass fraction to and from the generator
mdot1 = 0.05;%kg/s, mass flow rate through
solution pump
for i = 1:1
%DESORBER
EQ1 = @(mdot4,XNH3_4,Qdot_DES,...
Wpump,mdot2,XNH3_2,H2,...
mdot7,XNH3_10,Qdot_CON,XNH3_1,...
mdot10,XNH3_12,H12,tglide,mdot12,...
XNH3_13,Qdot_EVA,mdot13,err_absammonia,Qdot_ABS,...
P1,P10,XNH3_6,H6,mdot6,T6)...
43
Universitas Indonesia
mdot2 - mdot7 - mdot4;
EQ2 = @(mdot4,XNH3_4,Qdot_DES,...
Wpump,mdot2,XNH3_2,H2,...
mdot7,XNH3_10,Qdot_CON,XNH3_1,...
mdot10,XNH3_12,H12,tglide,mdot12,...
XNH3_13,Qdot_EVA,mdot13,err_absammonia,Qdot_ABS,...
P1,P10,XNH3_6,H6,mdot6,T6)...
(mdot2 * XNH3_2) - (mdot7 * XNH3_7) - (mdot4 *
XNH3_4);
EQ3 = @(mdot4,XNH3_4,Qdot_DES,...
Wpump,mdot2,XNH3_2,H2,...
mdot7,XNH3_10,Qdot_CON,XNH3_1,...
mdot10,XNH3_12,H12,tglide,mdot12,...
XNH3_13,Qdot_EVA,mdot13,err_absammonia,Qdot_ABS,...
P1,P10,XNH3_6,H6,mdot6,T6)...
(mdot2 * H2) + Qdot_DES - (mdot7 *
(XNH3H2O('PXQ_H',P10, XNH3_7, Q7))) - (mdot4 * (XNH3H2O('PXQ_H',P10,
XNH3_4, Q4)));
%PUMP
EQ4 = @(mdot4,XNH3_4,Qdot_DES,...
Wpump,mdot2,XNH3_2,H2,...
mdot7,XNH3_10,Qdot_CON,XNH3_1,...
mdot10,XNH3_12,H12,tglide,mdot12,...
XNH3_13,Qdot_EVA,mdot13,err_absammonia,Qdot_ABS,...
P1,P10,XNH3_6,H6,mdot6,T6)...
Wpump - (mdot1 * (H2 - (XNH3H2O('TPQ_H',T1, P1,
Q1))));
EQ5 = @(mdot4,XNH3_4,Qdot_DES,...
Wpump,mdot2,XNH3_2,H2,...
44
Universitas Indonesia
mdot7,XNH3_10,Qdot_CON,XNH3_1,...
mdot10,XNH3_12,H12,tglide,mdot12,...
XNH3_13,Qdot_EVA,mdot13,err_absammonia,Qdot_ABS,...
P1,P10,XNH3_6,H6,mdot6,T6)...
mdot1 - mdot2;
EQ6 = @(mdot4,XNH3_4,Qdot_DES,...
Wpump,mdot2,XNH3_2,H2,...
mdot7,XNH3_10,Qdot_CON,XNH3_1,...
mdot10,XNH3_12,H12,tglide,mdot12,...
XNH3_13,Qdot_EVA,mdot13,err_absammonia,Qdot_ABS,...
P1,P10,XNH3_6,H6,mdot6,T6)...
XNH3_1 - XNH3_2;
EQ7 = @(mdot4,XNH3_4,Qdot_DES,...
Wpump,mdot2,XNH3_2,H2,...
mdot7,XNH3_10,Qdot_CON,XNH3_1,...
mdot10,XNH3_12,H12,tglide,mdot12,...
XNH3_13,Qdot_EVA,mdot13,err_absammonia,Qdot_ABS,...
P1,P10,XNH3_6,H6,mdot6,T6)...
H2 - XNH3H2O('TPQ_H',T1, P1, Q1) -
(XNH3H2O('TPQ_V',T1, P1, Q1) * (P10 - P1))/eta_pump;
%CONDENSER
EQ8 = @(mdot4,XNH3_4,Qdot_DES,...
Wpump,mdot2,XNH3_2,H2,...
mdot7,XNH3_10,Qdot_CON,XNH3_1,...
mdot10,XNH3_12,H12,tglide,mdot12,...
XNH3_13,Qdot_EVA,mdot13,err_absammonia,Qdot_ABS,...
P1,P10,XNH3_6,H6,mdot6,T6)...
(mdot7 - mdot10);
45
Universitas Indonesia
EQ9 = @(mdot4,XNH3_4,Qdot_DES,...
Wpump,mdot2,XNH3_2,H2,...
mdot7,XNH3_10,Qdot_CON,XNH3_1,...
mdot10,XNH3_12,H12,tglide,mdot12,...
XNH3_13,Qdot_EVA,mdot13,err_absammonia,Qdot_ABS,...
P1,P10,XNH3_6,H6,mdot6,T6)...
(XNH3_7 - XNH3_10);
EQ10 = @(mdot4,XNH3_4,Qdot_DES,...
Wpump,mdot2,XNH3_2,H2,...
mdot7,XNH3_10,Qdot_CON,XNH3_1,...
mdot10,XNH3_12,H12,tglide,mdot12,...
XNH3_13,Qdot_EVA,mdot13,err_absammonia,Qdot_ABS,...
P1,P10,XNH3_6,H6,mdot6,T6)...
Qdot_CON - (mdot7 * ((XNH3H2O('PXQ_H',P10, XNH3_7,
Q7)) - (XNH3H2O('TPQ_H',T10,P10,Q10))));
%OVERDEFINED_ERROR
EQ11 = @(mdot4,XNH3_4,Qdot_DES,...
Wpump,mdot2,XNH3_2,H2,...
mdot7,XNH3_10,Qdot_CON,XNH3_1,...
mdot10,XNH3_12,H12,tglide,mdot12,...
XNH3_13,Qdot_EVA,mdot13,err_absammonia,Qdot_ABS,...
P1,P10,XNH3_6,H6,mdot6,T6)...
XNH3_1 - XNH3_4 - delta_X;
46
Universitas Indonesia
Wpump,mdot2,XNH3_2,H2,...
mdot7,XNH3_10,Qdot_CON,XNH3_1,...
mdot10,XNH3_12,H12,tglide,mdot12,...
XNH3_13,Qdot_EVA,mdot13,err_absammonia,Qdot_ABS,...
P1,P10,XNH3_6,H6,mdot6,T6)...
mdot10 - mdot12;
EQ13 = @(mdot4,XNH3_4,Qdot_DES,...
Wpump,mdot2,XNH3_2,H2,...
mdot7,XNH3_10,Qdot_CON,XNH3_1,...
mdot10,XNH3_12,H12,tglide,mdot12,...
XNH3_13,Qdot_EVA,mdot13,err_absammonia,Qdot_ABS,...
P1,P10,XNH3_6,H6,mdot6,T6)...
XNH3_10 - XNH3_12;
EQ14 = @(mdot4,XNH3_4,Qdot_DES,...
Wpump,mdot2,XNH3_2,H2,...
mdot7,XNH3_10,Qdot_CON,XNH3_1,...
mdot10,XNH3_12,H12,tglide,mdot12,...
XNH3_13,Qdot_EVA,mdot13,err_absammonia,Qdot_ABS,...
P1,P10,XNH3_6,H6,mdot6,T6)...
(XNH3H2O('TPX_H',T10,P10,XNH3_10)) - H12;
EQ15 = @(mdot4,XNH3_4,Qdot_DES,...
Wpump,mdot2,XNH3_2,H2,...
mdot7,XNH3_10,Qdot_CON,XNH3_1,...
mdot10,XNH3_12,H12,tglide,mdot12,...
XNH3_13,Qdot_EVA,mdot13,err_absammonia,Qdot_ABS,...
P1,P10,XNH3_6,H6,mdot6,T6)...
47
Universitas Indonesia
0 - T13 + XNH3H2O('PXH_T',P1,XNH3_12,H12);
%EVAPORATOR
EQ16 = @(mdot4,XNH3_4,Qdot_DES,...
Wpump,mdot2,XNH3_2,H2,...
mdot7,XNH3_10,Qdot_CON,XNH3_1,...
mdot10,XNH3_12,H12,tglide,mdot12,...
XNH3_13,Qdot_EVA,mdot13,err_absammonia,Qdot_ABS,...
P1,P10,XNH3_6,H6,mdot6,T6)...
mdot12 - mdot13;
EQ17 = @(mdot4,XNH3_4,Qdot_DES,...
Wpump,mdot2,XNH3_2,H2,...
mdot7,XNH3_10,Qdot_CON,XNH3_1,...
mdot10,XNH3_12,H12,tglide,mdot12,...
XNH3_13,Qdot_EVA,mdot13,err_absammonia,Qdot_ABS,...
P1,P10,XNH3_6,H6,mdot6,T6)...
XNH3_12 - XNH3_13;
EQ18 = @(mdot4,XNH3_4,Qdot_DES,...
Wpump,mdot2,XNH3_2,H2,...
mdot7,XNH3_10,Qdot_CON,XNH3_1,...
mdot10,XNH3_12,H12,tglide,mdot12,...
XNH3_13,Qdot_EVA,mdot13,err_absammonia,Qdot_ABS,...
P1,P10,XNH3_6,H6,mdot6,T6)...
Qdot_EVA - (mdot13 * ((XNH3H2O('TPQ_H',T13,P1,Q13))-
H12));
%ABSORBER
48
Universitas Indonesia
EQ19 = @(mdot4,XNH3_4,Qdot_DES,...
Wpump,mdot2,XNH3_2,H2,...
mdot7,XNH3_10,Qdot_CON,XNH3_1,...
mdot10,XNH3_12,H12,tglide,mdot12,...
XNH3_13,Qdot_EVA,mdot13,err_absammonia,Qdot_ABS,...
P1,P10,XNH3_6,H6,mdot6,T6)...
mdot13 + mdot6 - mdot1 - err_mabs;
EQ20 = @(mdot4,XNH3_4,Qdot_DES,...
Wpump,mdot2,XNH3_2,H2,...
mdot7,XNH3_10,Qdot_CON,XNH3_1,...
mdot10,XNH3_12,H12,tglide,mdot12,...
XNH3_13,Qdot_EVA,mdot13,err_absammonia,Qdot_ABS,...
P1,P10,XNH3_6,H6,mdot6,T6)...
(mdot13 * (XNH3_13)) + (mdot6 * (XNH3_6)) - (mdot1 *
XNH3_1) - err_absammonia;
EQ21 = @(mdot4,XNH3_4,Qdot_DES,...
Wpump,mdot2,XNH3_2,H2,...
mdot7,XNH3_10,Qdot_CON,XNH3_1,...
mdot10,XNH3_12,H12,tglide,mdot12,...
XNH3_13,Qdot_EVA,mdot13,err_absammonia,Qdot_ABS,...
P1,P10,XNH3_6,H6,mdot6,T6)...
(mdot13 * (XNH3H2O('TPQ_H',T13,P1,Q13))) + (mdot6 *
H6) - (mdot1 * (XNH3H2O('TPX_H',T1,P1,XNH3_1))) - Qdot_ABS;
49
Universitas Indonesia
mdot10,XNH3_12,H12,tglide,mdot12,...
XNH3_13,Qdot_EVA,mdot13,err_absammonia,Qdot_ABS,...
P1,P10,XNH3_6,H6,mdot6,T6)...
refpropm('P','T',T1,'Q',Q1,'ammonia','water',[XNH3_1
1-XNH3_1])*(1000) - P1;
EQ23 = @(mdot4,XNH3_4,Qdot_DES,...
Wpump,mdot2,XNH3_2,H2,...
mdot7,XNH3_10,Qdot_CON,XNH3_1,...
mdot10,XNH3_12,H12,tglide,mdot12,...
XNH3_13,Qdot_EVA,mdot13,err_absammonia,Qdot_ABS,...
P1,P10,XNH3_6,H6,mdot6,T6)...
P10 -
refpropm('P','T',T10,'Q',Q10,'ammonia','water',[XNH3_7 1-
XNH3_7])*(1000);
EQ24 = @(mdot4,XNH3_4,Qdot_DES,...
Wpump,mdot2,XNH3_2,H2,...
mdot7,XNH3_10,Qdot_CON,XNH3_1,...
mdot10,XNH3_12,H12,tglide,mdot12,...
XNH3_13,Qdot_EVA,mdot13,err_absammonia,Qdot_ABS,...
P1,P10,XNH3_6,H6,mdot6,T6)...
XNH3_4 - XNH3_6;
EQ25 = @(mdot4,XNH3_4,Qdot_DES,...
Wpump,mdot2,XNH3_2,H2,...
mdot7,XNH3_10,Qdot_CON,XNH3_1,...
mdot10,XNH3_12,H12,tglide,mdot12,...
XNH3_13,Qdot_EVA,mdot13,err_absammonia,Qdot_ABS,...
P1,P10,XNH3_6,H6,mdot6,T6)...
50
Universitas Indonesia
(XNH3H2O('PXQ_H',P10,XNH3_4,Q4)) - H6;
EQ26 = @(mdot4,XNH3_4,Qdot_DES,...
Wpump,mdot2,XNH3_2,H2,...
mdot7,XNH3_10,Qdot_CON,XNH3_1,...
mdot10,XNH3_12,H12,tglide,mdot12,...
XNH3_13,Qdot_EVA,mdot13,err_absammonia,Qdot_ABS,...
P1,P10,XNH3_6,H6,mdot6,T6)...
mdot4 - mdot6;
EQ27 = @(mdot4,XNH3_4,Qdot_DES,...
Wpump,mdot2,XNH3_2,H2,...
mdot7,XNH3_10,Qdot_CON,XNH3_1,...
mdot10,XNH3_12,H12,tglide,mdot12,...
XNH3_13,Qdot_EVA,mdot13,err_absammonia,Qdot_ABS,...
P1,P10,XNH3_6,H6,mdot6,T6)...
XNH3H2O('PXH_T',P1,XNH3_6,H6) - T6;
fun = @(x) [EQ1(x(1), x(2), x(3), x(4), x(5), x(6), x(7), x(8),
x(9), x(10), x(11), x(12), x(13), x(14), x(15), x(16), x(17), x(18),
x(19), x(20), x(21), x(22), x(23), x(24), x(25), x(26), x(27)),...
EQ2(x(1), x(2), x(3), x(4), x(5), x(6), x(7), x(8),
x(9), x(10), x(11), x(12), x(13), x(14), x(15), x(16), x(17), x(18),
x(19), x(20), x(21), x(22), x(23), x(24), x(25), x(26), x(27)),...
EQ3(x(1), x(2), x(3), x(4), x(5), x(6), x(7), x(8),
x(9), x(10), x(11), x(12), x(13), x(14), x(15), x(16), x(17), x(18),
x(19), x(20), x(21), x(22), x(23), x(24), x(25), x(26), x(27)),...
EQ4(x(1), x(2), x(3), x(4), x(5), x(6), x(7), x(8),
x(9), x(10), x(11), x(12), x(13), x(14), x(15), x(16), x(17), x(18),
x(19), x(20), x(21), x(22), x(23), x(24), x(25), x(26), x(27)),...
EQ5(x(1), x(2), x(3), x(4), x(5), x(6), x(7), x(8),
x(9), x(10), x(11), x(12), x(13), x(14), x(15), x(16), x(17), x(18),
x(19), x(20), x(21), x(22), x(23), x(24), x(25), x(26), x(27)),...
51
Universitas Indonesia
EQ6(x(1), x(2), x(3), x(4), x(5), x(6), x(7), x(8),
x(9), x(10), x(11), x(12), x(13), x(14), x(15), x(16), x(17), x(18),
x(19), x(20), x(21), x(22), x(23), x(24), x(25), x(26), x(27)),...
EQ7(x(1), x(2), x(3), x(4), x(5), x(6), x(7), x(8),
x(9), x(10), x(11), x(12), x(13), x(14), x(15), x(16), x(17), x(18),
x(19), x(20), x(21), x(22), x(23), x(24), x(25), x(26), x(27)),...
EQ8(x(1), x(2), x(3), x(4), x(5), x(6), x(7), x(8),
x(9), x(10), x(11), x(12), x(13), x(14), x(15), x(16), x(17), x(18),
x(19), x(20), x(21), x(22), x(23), x(24), x(25), x(26), x(27)),...
EQ9(x(1), x(2), x(3), x(4), x(5), x(6), x(7), x(8),
x(9), x(10), x(11), x(12), x(13), x(14), x(15), x(16), x(17), x(18),
x(19), x(20), x(21), x(22), x(23), x(24), x(25), x(26), x(27)),...
EQ10(x(1), x(2), x(3), x(4), x(5), x(6), x(7), x(8),
x(9), x(10), x(11), x(12), x(13), x(14), x(15), x(16), x(17), x(18),
x(19), x(20), x(21), x(22), x(23), x(24), x(25), x(26), x(27)),...
EQ11(x(1), x(2), x(3), x(4), x(5), x(6), x(7), x(8),
x(9), x(10), x(11), x(12), x(13), x(14), x(15), x(16), x(17), x(18),
x(19), x(20), x(21), x(22), x(23), x(24), x(25), x(26), x(27)),...
EQ12(x(1), x(2), x(3), x(4), x(5), x(6), x(7), x(8),
x(9), x(10), x(11), x(12), x(13), x(14), x(15), x(16), x(17), x(18),
x(19), x(20), x(21), x(22), x(23), x(24), x(25), x(26), x(27)),...
EQ13(x(1), x(2), x(3), x(4), x(5), x(6), x(7), x(8),
x(9), x(10), x(11), x(12), x(13), x(14), x(15), x(16), x(17), x(18),
x(19), x(20), x(21), x(22), x(23), x(24), x(25), x(26), x(27)),...
EQ14(x(1), x(2), x(3), x(4), x(5), x(6), x(7), x(8),
x(9), x(10), x(11), x(12), x(13), x(14), x(15), x(16), x(17), x(18),
x(19), x(20), x(21), x(22), x(23), x(24), x(25), x(26), x(27)),...
EQ15(x(1), x(2), x(3), x(4), x(5), x(6), x(7), x(8),
x(9), x(10), x(11), x(12), x(13), x(14), x(15), x(16), x(17), x(18),
x(19), x(20), x(21), x(22), x(23), x(24), x(25), x(26), x(27)),...
EQ16(x(1), x(2), x(3), x(4), x(5), x(6), x(7), x(8),
x(9), x(10), x(11), x(12), x(13), x(14), x(15), x(16), x(17), x(18),
x(19), x(20), x(21), x(22), x(23), x(24), x(25), x(26), x(27)),...
EQ17(x(1), x(2), x(3), x(4), x(5), x(6), x(7), x(8),
x(9), x(10), x(11), x(12), x(13), x(14), x(15), x(16), x(17), x(18),
x(19), x(20), x(21), x(22), x(23), x(24), x(25), x(26), x(27)),...
EQ18(x(1), x(2), x(3), x(4), x(5), x(6), x(7), x(8),
x(9), x(10), x(11), x(12), x(13), x(14), x(15), x(16), x(17), x(18),
x(19), x(20), x(21), x(22), x(23), x(24), x(25), x(26), x(27)),...
EQ19(x(1), x(2), x(3), x(4), x(5), x(6), x(7), x(8),
x(9), x(10), x(11), x(12), x(13), x(14), x(15), x(16), x(17), x(18),
x(19), x(20), x(21), x(22), x(23), x(24), x(25), x(26), x(27)),...
52
Universitas Indonesia
EQ20(x(1), x(2), x(3), x(4), x(5), x(6), x(7), x(8),
x(9), x(10), x(11), x(12), x(13), x(14), x(15), x(16), x(17), x(18),
x(19), x(20), x(21), x(22), x(23), x(24), x(25), x(26), x(27)),...
EQ21(x(1), x(2), x(3), x(4), x(5), x(6), x(7), x(8),
x(9), x(10), x(11), x(12), x(13), x(14), x(15), x(16), x(17), x(18),
x(19), x(20), x(21), x(22), x(23), x(24), x(25), x(26), x(27)),...
EQ22(x(1), x(2), x(3), x(4), x(5), x(6), x(7), x(8),
x(9), x(10), x(11), x(12), x(13), x(14), x(15), x(16), x(17), x(18),
x(19), x(20), x(21), x(22), x(23), x(24), x(25), x(26), x(27)),...
EQ23(x(1), x(2), x(3), x(4), x(5), x(6), x(7), x(8),
x(9), x(10), x(11), x(12), x(13), x(14), x(15), x(16), x(17), x(18),
x(19), x(20), x(21), x(22), x(23), x(24), x(25), x(26), x(27)),...
EQ24(x(1), x(2), x(3), x(4), x(5), x(6), x(7), x(8),
x(9), x(10), x(11), x(12), x(13), x(14), x(15), x(16), x(17), x(18),
x(19), x(20), x(21), x(22), x(23), x(24), x(25), x(26), x(27)),...
EQ25(x(1), x(2), x(3), x(4), x(5), x(6), x(7), x(8),
x(9), x(10), x(11), x(12), x(13), x(14), x(15), x(16), x(17), x(18),
x(19), x(20), x(21), x(22), x(23), x(24), x(25), x(26), x(27)),...
EQ26(x(1), x(2), x(3), x(4), x(5), x(6), x(7), x(8),
x(9), x(10), x(11), x(12), x(13), x(14), x(15), x(16), x(17), x(18),
x(19), x(20), x(21), x(22), x(23), x(24), x(25), x(26), x(27)),...
EQ27(x(1), x(2), x(3), x(4), x(5), x(6), x(7), x(8),
x(9), x(10), x(11), x(12), x(13), x(14), x(15), x(16), x(17), x(18),
x(19), x(20), x(21), x(22), x(23), x(24), x(25), x(26), x(27))];
x0 = [0.045,0.472818,16.034*1000,0.05843*1000,0.05,...
0.522818,-67.251*1000,0.005,0.999634,5.358*1000,...
0.522818,0.005,0.999634,180.832*1000,0,...
0.005,0.999634, 5.043*1000,0.005,0,...
15.778*1000,527.264*1000,1471.090*1000,0.472818,142.639*1000,...
0.045,54.954+273.15];
options = optimset('TolX',1e-6); % set TolX
[x, resnorm, f, exitflag, output, jacob] = newtonraphson(fun,
x0, options);
fprintf('\nexitflag: %d, %s\n',exitflag, output.message) %
display output message
53
Universitas Indonesia
iteration=i;
fprintf('iteration= %1.0f %%\n', iteration)
mdot4 =x(1);
XNH3_4 =x(2);
Qdot_DES =x(3);
Wpump =x(4);
mdot2 =x(5);
XNH3_2 =x(6);
H2 =x(7);
mdot7 =x(8);
XNH3_10 =x(9);
Qdot_CON =x(10);
XNH3_1 =x(11);
mdot10 =x(12);
XNH3_12 =x(13);
H12 =x(14);
tglide =x(15);
mdot12 =x(16);
XNH3_13 =x(17);
Qdot_EVA =x(18);
mdot13 =x(19);
err_absammonia =x(20);
Qdot_ABS =x(21);
P1 =x(22);
P10 =x(23);
XNH3_6 =x(24);
H6 =x(25);
mdot6 =x(26);
T6 =x(27);
54
Universitas Indonesia
T2 = XNH3H2O('PXH_T',P10,XNH3_2,H2);
Q2 = XNH3H2O('TPX_Q',T2,P10,XNH3_2);
T4 = XNH3H2O('PXQ_T',P10,XNH3_4,Q4);
H4 = XNH3H2O('TPQ_H',T4,P10,Q4);
Q6 = XNH3H2O('TPX_Q',T6,P1,XNH3_6);
T7 = XNH3H2O('PXQ_T',P10,XNH3_7,Q7);
H7 = XNH3H2O('TPQ_H',T7,P10,Q7);
H10 = XNH3H2O('TPX_H',T10,P10,XNH3_10);
T12 = XNH3H2O('PXH_T',P1,XNH3_12,H12);
Q12 = XNH3H2O('TPX_Q',T12,P1,XNH3_12);
H13 = XNH3H2O('TPX_H',T13,P1*0.001,XNH3_13);
H1 = XNH3H2O('TPX_H',T1,P1,XNH3_1);
% %% Overall
COP_1 = Qdot_EVA / (Wpump + Qdot_DES);
COP_2 = Qdot_EVA / Qdot_DES;
%
%
P_ratio = P10/P1;
%f = (XNH3_9 - XNH3_4) / (XNH3_3 - XNH3_4);
55
Universitas Indonesia
%
%
% %% Energy balance
checkQ = Qdot_DES + Qdot_EVA + Wpump*0.001 - (Qdot_CON + Qdot_ABS);
format bank
fprintf('\nOutputs:\n')
points = { '1', '2', '4', '6',
'7', '10', '12', '13', '', 'Wp',
'Q_SHX', 'Q_ABS', 'Q_RECT', 'Q_DES', 'Q_CON', 'Q_EVA',
'COP'};
mdot = { mdot1, mdot2, mdot4, mdot6,
mdot7, mdot10, mdot12, mdot13, '', Wpump,
'Qdot_SHX', Qdot_ABS, 'Qdot_RECT', Qdot_DES, Qdot_CON,
Qdot_EVA, COP_1};
Pres = { P1, P10, P10, P1,
P10, P10, P1, P1 , '', '[W]',
'[W]', '[W]', '[W]', '[W]', '[W]', '[W]', '[-
]'};
Qual = { Q1, Q2, Q4, Q6,
Q7, Q10, Q12, Q13, '', '', '',
'', '', '', '', '', ''};
Temp = { (T1-273.15), (T2-273.15), (T4-273.15), (T6-
273.15), (T7-273.15), (T10-273.15),(T12-273.15), (T13-273.15),
'', '', '', '', '', '', '',
'', ''};
XNH3 = { XNH3_1, XNH3_2, XNH3_4, XNH3_6,
XNH3_7, XNH3_10, XNH3_12, XNH3_13, '', '',
'', '', '', '', '', '',
''};
filename = 'Output_validasi_MATLAB_DATANEW';
56
Universitas Indonesia
results = [points; mdot; Pres; Qual; Temp; XNH3];
xlswrite(filename,results);
Outputs:
State point mdot [kg/s] P [kPa] Q [-]
T [degC] X [-]
1 5.00000e-02 5.2726e+05
& 0.52282
2 5.00000e-02 1.4711e+06
3.7989e+01 0.52282
4 4.50000e-02 1.4711e+06
8.7359e+01 0.47282
6 4.50000e-02 5.2726e+05 7.25e-02
5.4954e+01 0.47282
7 5.00000e-03 1.4711e+06
4.2780e+01 0.99963
10 5.00000e-03 1.4711e+06
& 0.99963
12 5.00000e-03 5.2726e+05 1.37e-01
6.8454e+00 0.99963
13 5.00000e-03 5.2726e+05
0.99963
Wp 5.84300e+01 [W]
Q_SHX Qdot_ [W]
Q_ABS 㶢 [W]
Q_CON ᓮ [W]
Q_EVA Ꮃ [W]
COP 3.347e-01 [-]
end
____________________________________________________________________
______________
57
Universitas Indonesia
function Hp = TPQ_H(Tn,Pn,Q)
T = Tn +273.15;
P = Pn * 1000;
H = XNH3H2O('TPQ_H',T,P,Q);
Hp = H *0.001;
End
end
function C = CP_PHX(P,H,X)
C = Cp * 0.001;
End
clear
clc
format short
58
Universitas Indonesia
XNH3H2O('INIT','PropLib2.dat')
%% Absorber
m_r_out_eva = 0.005;
m_ws_A = 0.045;
m_ss_A = 0.05;
A_A = 0.03;
Plow = 504.78;
Q1 = 0;
T_13 = 6;
Q13 = 0.975;
Phigh = 1470.328;
T_ws = 55.12;
X_6 = 0.4795;
X_13 = 0.999634;
UA_A = 1.378;
Q4 = 0;
MCp_sol_A = 2;
%% Variabel
Z_A_old(1) = 0.3;
T_ss_old(1) = 38;
X_1_old(1) = 0.5295;
T_airout = 42.43;
59
Universitas Indonesia
for i = 2:30
deltaT = 1;
if i >= 10
T_airin(i) = 35;
else
T_airin(i) = 35;
end
Assum = [Z_A_old(i-1),T_ss_old(i-1),X_1_old(i-1)];
EQ1 = @(Z_A,T_ss,X_1)...
m_r_out_eva + m_ws_A - m_ss_A...
- (A_A * Z_A * rho_PQX(Plow,Q1,X_1)...
- A_A * Z_A_old(i-1) * rho_PQX(Plow,Q1,X_1_old(i-
1)))/deltaT;
60
Universitas Indonesia
+ MCp_sol_A * (T_ss_old(i-1)+T_ws)/2))/deltaT);
x0 = Assum;
Z_A_old(i) = x(1);
T_ss_old(i)= x(2);
X_1_old(i) = x(3);
End
61
Universitas Indonesia
clear
clc
format short
XNH3H2O('INIT','PropLib2.dat')
%% Last revised data all comp.
%%% E (Evaporator)
shell_density_E = 7955; %kg/m3, reference?
shell_thickness_E = 1.5/1000; %m, assumption
shell_length_E = 1; %1.992;%m, from KTE
picture
shell_develop_E = 1.590; %m, from KTE
picture
pan_weight_E = 2.372;
shell_weight_E = shell_density_E *
shell_thickness_E* shell_length_E * shell_develop_E;
V_tank = 0.2*1;
62
Universitas Indonesia
A_tube = 3.14*(tubeshell_dia_out_E-
(tubeshell_thickness_E*2)) * (tubeshell_dia_out_E-
(tubeshell_thickness_E*2))/4; %0.007536 m^2
V_tube = 0.129770674;
tubeplate_density_E = 7830; %kg/m3, reference?
tubeplate_thickness_E = 16/1000; %m, assumption
tubeplate_width_E = 0.8; %m, assumption
tubeplate_height_E = 0.645; %m, assumption
tubeplate_weight_E = tubeplate_density_E *
tubeplate_thickness_E * tubeplate_width_E * tubeplate_height_E * 2;
%kg,
%Vlm_chw_E = tubefluid_volume_E +
waterboxfluid_volume_E; %m3,
%Internal fluid
pan_width_E = 0.53; %m,
pan_length_E = 1.99; %m,
A_E = 0.2; %m2, Pan area
%mdot_chwin = 0.140689;
m_l_out_exv2 = 0.05;
m_v_out_eva = 0.05;
%P_low = 534.33;
P_E = 534.33; %CAREFUL
63
Universitas Indonesia
UA_E = 0.5909;
Q_12 = 0;
T_12 = 5.626;
% T_13 = 6;
XNH3_10 = 0.999634;
%H_13 = 1611.5;
%H_12 = 369.2819;
%370.97;
%368.87; %untuk T 12 = 5.626
Z_E = 0.2;%m
MCp_ref_E = (shell_weight_E +
pan_weight_E*2) * Cp_ssteel; %kJ/K, Mass specific heat againts
outlet absorber solution temperature
MCp_chw_E = tubeshell_weight_E *
Cp_alloy;
%VARIABLE
%T_chwout = 6;
H_13_old(1) = 1611.5; %HATIHATI
%T_13_old(1) = 6;
%P_E_old(1) = 534.33;
64
Universitas Indonesia
H_12_old(1) = 369.2819;
Z_E_old(1) = 0.2;
T_chwout_old(1) = 6;
%% Calculation
for i = 2:30
% P_low_old(i-1) = 504.78;
T_chwout_old(i-1) = 6;
% P_E_old(i-1) = 534.53;
deltaT = 0.1;
if i >= 10
T_chwin(i) = 15;
else
T_chwin(i) = 15;
end
assum = [Z_E_old(i-1),H_13_old(i-1),T_chwout_old(i-
1),H_12_old(i-1)];
65
Universitas Indonesia
EQ3 = @(Z_E,H_13,T_chwout,H_12)... %P_E sebagai disguise karena
EQ1 dan EQ2 tidak berhubungan dengan T_CHWIN OK
Vflow_chw * water_sc_roul_PT(P_chw, T_chwout) *
water_sc_cpl_PT(P_chw, T_chwout) * (T_chwin(i) - T_chwout)...
- UA_E * (((T_chwin(i) - T_PHX(P_E,H_13,X)) - (T_chwout -
T_PHX(P_E,H_13,X)))...
/log((T_chwin(i) - T_PHX(P_E,H_13,X))/(T_chwout -
T_PHX(P_E,H_13,X))))...
- ((Vlm_chw_E * water_sc_roul_PT(P_chw,
(T_chwout+T_chwin(i))/2) * water_sc_cpl_PT(P_chw,
(T_chwout+T_chwin(i))/2) * ((T_chwout+T_chwin(i))/2)...
+ MCp_chw_E * ((T_chwout+T_chwin(i))/2))...
- (Vlm_chw_E * water_sc_roul_PT(P_chw, (T_chwout_old(i-
1)+T_chwin(i))/2) * water_sc_cpl_PT(P_chw, (T_chwout_old(i-
1)+T_chwin(i))/2) * ((T_chwout_old(i-1)+T_chwin(i))/2)...
+ MCp_chw_E * ((T_chwout_old(i-1)+T_chwin(i))/2)))/deltaT;
EQ4 = @(Z_E,H_13,T_chwout,H_12)...
m_l_out_exv2 * H_12 - m_v_out_eva * H_13 - (UA_E *
(((T_chwin(i) - T_PHX(P_E,H_13,X)) - (T_chwout -
T_PHX(P_E,H_13,X)))/log((T_chwin(i) - T_PHX(P_E,H_13,X))/(T_chwout -
T_PHX(P_E,H_13,X)))));
x0 = assum;
66
Universitas Indonesia
Z_E_old(i) = x(1);
H_13_old(i)= x(2);
T_chwout_old(i) = x(3);
% H_13_old(i) = x(2);
% Z_E_old(i) = x(3);
H_12_old(i-1) = x(4);
% T_eva(i) = T_PHX(P_E,H_13_old(i),X);
end
67
Universitas Indonesia