Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan suatu masalah

kardiovaskular yang utama karena menyebabkan angka perawatan rumah sakit

dan angka kematian yang tinggi. SKA, merupakan Penyakit Jantung Koroner

(PJK) yang progresif dan pada perjalanan penyakitnya sering terjadi

perubahan secara tiba-tiba dari keadaan stabil menjadi keadaan tidak stabil

atau akut.1

Aterosklerosis merupakan penyebab utama dari SKA, gejala yang

sering dikeluhkan oleh pasien antara lain dada terasa nyeri terutama yang

digambarkan seperti ditekan, diremas, atau sensasi terbakar yang menjalar ke

leher, bahu, rahang, perut bagian bawah, atau pun lengan sebelahnya, sesak

napas, keringat berlebihan, mual, penurunan toleransi latihan.2 SKA

disebabkan oleh proses pengurangan pasokan oksigen akut atau subakut dari

miokard. Manifestasi klinis SKA dapat berupa unstable angina pectoris

(UAP), Non-ST elevation myocardial infarction (NSTEMI), atau ST elevation

myocardial infarction (STEMI).3

Sindrom koroner akut terdiri atas angina pektoris tak stabil, Infark miokard

akut tanpa elevasi ST, dan infark miokard akut dengan elevasi ST.4 STEMI

adalah sindrom klinis yang didefinisikan sebagai gejala iskemia infark khas

1
yang dikaitkan dengan gambaran EKG berupa elevasi segmen ST yang

persisten dan diikuti pelepasan biomarker nekrosis miokard.5

2
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. Saimin

Umur : 64 tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Gue Gajah

Suku : Aceh

Agama : Islam

Nomor RM : 09.44.**

Masuk RS : 11/01/2018

Tgl Periksa : 11/01/2018

2.2 Anamnesis

 Keluhan Utama : Nyeri dada

 Keluhan tambahan : -

 Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke Rumah sakit Meuraxa

dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri, keluhan ini dirasakan ± 3 jam

3
sebelum masuk rumah sakit, nyeri dada terjadi tiba-tiba pada saat pasien

sedang beristirahat, nyeri dirasakan seperti tertindis beban berat, tidak

menjalar ke lengan, bahu, ataupun rahang namun menembus ke

belakang. Durasi nyeri lebih dari 30 menit. Nyeri tidak hilang dengan

istirahat. Keluhan mual(-), muntah (-) Sesak napas (-). Riwayat

terbangun tengah malam karena sesak (-). Batuk (-), mual (-), muntah

(-)

BAB : Biasa, kesan cukup.


BAK : Kesan Lancar, Warna Kekuningan, nyeri (-), Rw. Kencing
Berpasir (-)
 Riwayat penyakit dahulu :

Pasien belum pernah merasakan keluhan seperti ini sebelumnya,

Hipertensi (-), DM (-)

 Riwayat penyakit keluarga :

Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama

 Riwayat Penggunaan Obat : disangkal

 Riwayat Pekerjaan

Pasien bekerja sebagai wiraswasta dengan aktivitas yang sedang.

Pasien memiliki riwayat merokok sejak usia 13 tahun (1 sampai 2

bungkus perhari) dan berhenti dalam 3 tahun belakangan ini.

4
2.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan darah : 135/86 mmHg

Nadi : 92 kali per menit

Frekuensi pernafasan : 22 kali per menit

Temperatur : 36,0 C

Pemeriksaan fisik

Mata : konjungtiva pucat (-/-), ikterus (-/-)

T/H/M : dalam batas normal

Leher : pembesaran KGB (-), TVJ : tidak ada peningkatan

Pulmo

Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, jejas ( - )

Palpasi : suara fremitus taktil kanan = suara fremitus taktil kiri

Perkusi : Sonor kedua lapangan paru

Auskultasi : Vesikular (+/+), Ronki (-/ -), wheezing (- / -)

Cor

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba di ICS IV linea midclavicular

sinistra

Perkusi : atas : ICS II linea parasternal sinistra

5
Kiri : ICS V linea midclavicula sinistra

kanan : ICS V linea parasternal dextra

Auskultasi : Bunyi jantung 1 > bunyi jantung 2, bising tidak ada

Abdomen

Inspeksi : distensi (-)

Palpasi : shifting dullness (-)

Perkusi : nyeri tekan (-)

Auskultasi : peristaltik dalam batas normal

Ekstremitas

Superior : akral hangat (+), edema (-)

Inferior : akral hangat (+), edema (-)

Motorik

5555 I 5555
Kekuatan otot :
5555 I 5555

Refleks patologis : - /-

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Jenis 11/01/18 Nilai Rujukan


Pemeriksaan

HEMATOLOGI

Hemoglobin 17,2 14,0 – 17,0 g/dl

Hematokrit 49,1 45 – 55 %

Eritrosit 5,45 4,7 – 6,1


6 3
10 /mm

6
Leukosit 9,2 4,5 – 10,5
106/mm3

Trombosit 287 150 – 450


103/mm3

MCH 31,6 80 – 100 fL

MCV 90,1 27 – 31 Pg

MCHC 35,0 32 – 36 %

RDW 12,9 11,5 – 14,5 %

MPV 9,4 7,2 – 11,1 fL

Eosinofil 3 0–6%

Basofil 0 0 – 2%

Neutrofil batang 0 2–6%

Neutrofil 69 50 – 70 %
segmen

Limfosit 36,3 20 – 40 %

Monosit 10,4 2–8%

GINJAL – HIPERTENSI

Ureum 32 13 – 43

Creatinine 1,3 0,67 – 1,17

Natrium 132 132 – 146


mmol/L

Kalium 3.6 3,7 – 5,4 mmol/L

Klorida 105 98 – 106 mmol/L

Glukosa random 219 70-160 mg/dl

7
Pemeriksan Elektrokardiogram

8
Interpretasi EKG :

- Irama dasar : Sinus

- P wave : 0.04 s

- Heart rate : 96x/menit

- PR interval : 0.12 s

- Axis : 40o

- QRS complex : 0.08 s

- ST segmen : elevasi di V1-V5

- Kesimpulan : Irama sinus, HR 96 x/menit, normoaxis, STEMI

anteroseptal

Pemeriksan Foto Thorax

9
Kesan :

10
2.5 Diagnosis

Akut ekstensif anterior STEMI onset 3 jam killip I + dd DM Type II

2.6 Tatalaksana

- O2 3-4 l/i

- IVFD RL 20 gtt/i

- Inj. Ranititin 12 amp / 12 jam

- Aspilet 1x 160 mg ( kunyah)

- CPG 1 x300 mg  1x 75 mg

11
- Atorvastatin 1x40 mg

- Laxadyn syr 1 x C1

- Drip NTG 20 Mcg  6 cc/jam

- Alprazolam 1x 0,5 mg

- Ramipril 1x2,5mg

- Inj. Lovenoc 0,6 cc/12 jam

P/ rawat ICCU

12
Follow Up 12 januari 2018

S : nyeri dada (+) berkurang, sesak nafas (-)

O: Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : kompos Mentis

Vital sign :

TD : 118/71 mmHg

HR/Pols: 87x/i

RR: 23x/i

Temp : 36,10c

PF/

Mata : konjungtiva pucat (-/-), ikterus (-/-)

T/H/M : dalam batas normal

Leher : pembesaran KGB (-), TVJ : tidak ada peningkatan

Pulmo

Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, jejas ( - )

Palpasi : suara fremitus taktil kanan = suara fremitus taktil kiri

Perkusi : Sonor kedua lapangan paru

Auskultasi : Vesikular (+/+), Ronki (-/ -), wheezing (- / -)

Abdomen

13
Inspeksi : distensi (-)

Palpasi : shifting dullness (-)

Perkusi : nyeri tekan (-)

Auskultasi : peristaltik dalam batas normal

Ekstremitas

Superior : akral hangat (+), edema (-)

Inferior : akral hangat (+), edema (-)

 Pemerriksaan EKG

14
A : Akut Ekstensif Anterior STEMI onset 3 jam Killip I

dd DM type 2

Th :

- Diet jantung 1700 kkal

- O2 3L/i

15
- IVFD NACL 0,9% 10 gtt/i

- Drips NTG 40 Meg/i (0,9 cc/jam)

- Inj.lovenox 0,6cc/12jam

- Aspilet 1x160 mg

- Ramipril 1x2,5 mg

- Atorvastatin 1x40 mg

- Clopidogrel 1x75 mg

- Laxadyn syr 1 x C1

- Alprazolam 1x 0,5

- Total cairan 1600 ml/hr

TERAPI INTERNA : KGDS : 206 mg/dl

 Levemis/ lantus 1x8 iu

 Furosemide 1x40 mg

13 januari 2018

S : nyeri dada (+) berkurang, sesak nafas (-)

O: Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : kompos Mentis

Vital sign :

TD : 100/60 mmHg

HR/Pols: 84x/i

16
RR: 20x/i

Temp : 36,10c

PF/

Mata : konjungtiva pucat (-/-), ikterus (-/-)

T/H/M : dalam batas normal

Leher : pembesaran KGB (-), TVJ : tidak ada peningkatan

Pulmo

Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, jejas ( - )

Palpasi : suara fremitus taktil kanan = suara fremitus taktil kiri

Perkusi : Sonor kedua lapangan paru

Auskultasi : Vesikular (+/+), Ronki (-/ -), wheezing (- / -)

Abdomen

Inspeksi : distensi (-)

Palpasi : shifting dullness (-)

Perkusi : nyeri tekan (-)

Auskultasi : peristaltik dalam batas normal

Ekstremitas

Superior : akral hangat (+), edema (-)

Inferior : akral hangat (+), edema (-)

 Pemeriksaan EKG

17
A : Akut Ekstensif Anterior STEMI onset 3 jam Killip I

+ DM type 2

Th :

- Diet M2 DM 1500 kkal

- O2 3L/i

- IVFD NACL 10 gtt/i

18
- Inj. Lovenoc 0,6 cc/12 jam (H3)

- Drips NTG 0,9cc/jam

- Aspilet 1x 160 mg

- CPG 1x 75 mg

- Atorvastatin 1x40 mg

- Laxadyn syr 1 x C1

- NTG 0,9cc/jam

- Alprazolam 1x 0,5

- Ramipril 1x2,5mg

TERAPI INTERNA : KGD : 120 mg/dl

- Levemis/lantus 1x iu

- Furosemide 1x40 mg

14 januari 2018

S : nyeri dada (+) berkurang, sesak nafas (-)

O: Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : kompos Mentis

Vital sign :

TD : 106/59 mmHg

HR/Pols: 88x/i

RR: 22x/i

19
Temp : 36,50c

PF/

Mata : konjungtiva pucat (-/-), ikterus (-/-)

T/H/M : dalam batas normal

Leher : pembesaran KGB (-), TVJ : tidak ada peningkatan

Pulmo

Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, jejas ( - )

Palpasi : suara fremitus taktil kanan = suara fremitus taktil kiri

Perkusi : Sonor kedua lapangan paru

Auskultasi : Vesikular (+/+), Ronki (-/ -), wheezing (- / -)

Abdomen

Inspeksi : distensi (-)

Palpasi : shifting dullness (-)

Perkusi : nyeri tekan (-)

Auskultasi : peristaltik dalam batas normal

Ekstremitas

Superior : akral hangat (+), edema (-)

Inferior : akral hangat (+), edema (-)

20
 Pemerriksaan EKG

A : Akut Ekstensif Anterior STEMI onset 3 jam Killip I

+ DM type 2

21
Th :

- Diet M2 DM 1500 kkal

- O2 3l/i

- IVFD NACL 0,9% 10 gtt/i

- Inj. Lovenoc 0,6 cc/12 jam (H4)

- Drip NTG 0,9 cc/jam

- Aspilet 1x 160 mg

- CPG 1x 75 mg

- Atorvastatin 1x80 mg

- Laxadyn syr 1 x C1

- Alprazolam 1x 0,5

- Ramipril 1x2,5mg

TERAPI INTERNA : KGDS : 166 mg/dl

- Levemis / lantus 1x8 iu

- Furosemide 1x40 mg

15 januari 2018

S : nyeri dada berkurang, sesak nafas (-)

O: Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : kompos Mentis

Vital sign :

TD : 110/70 mmHg

22
HR/Pols: 78x/i

RR : 23x/i

Temp : 36,50c

PF/

Mata : konjungtiva pucat (-/-), ikterus (-/-)

T/H/M : dalam batas normal

Leher : pembesaran KGB (-), TVJ : tidak ada peningkatan

Pulmo

Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, jejas ( - )

Palpasi : suara fremitus taktil kanan = suara fremitus taktil kiri

Perkusi : Sonor kedua lapangan paru

Auskultasi : Vesikular (+/+), Ronki (-/ -), wheezing (- / -)

Abdomen

Inspeksi : distensi (-)

Palpasi : shifting dullness (-)

Perkusi : nyeri tekan (-)

Auskultasi : peristaltik dalam batas normal

Ekstremitas

Superior : akral hangat (+), edema (-)

Inferior : akral hangat (+), edema (-)

23
 Pemerriksaan EKG

24
A : Akut Ekstensif Anterior STEMI onset 3 jam Killip I

+ DM type 2

Th :

- Diet M2 DM 1500 kkal

- O2 3l/i

- IVFD NACL 0,9% 10 gtt/i

- Inj. Lovenoc 0,6 cc/12 jam (H4)

- Drip NTG 0,9 cc/jam

- Aspilet 1x 160 mg

- CPG 1x 75 mg

- Atorvastatin 1x80 mg

- Laxadyn syr 1 x C1

- Alprazolam 1x 0,5

- Ramipril 1x2,5mg

- ISDN 3X1

TERAPI INTERNA :

- Levemis / lantus 1x8 iu

- Furosemide 1x40 mg

25
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi STEMI

Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST merupakan bagian dari

spektrum SKA yang terdiri atas UAP, NSTEMI, dan STEMI6.

STEMI adalah sindrom klinis yang didefiniskan sebagai gejala iskemia

infark khas yang dikaitkan dengan gambaran EKG berupa elevasi segmen ST

yang persisten dan diikuti pelepasan biomarker nekrosis miokard 7

2.2 Epidemiologi STEMI

Sekitar 1,5 juta kasus infark miokard terjadi setiap tahun di Amerika

Serikat. Tingkat insiden tahunan adalah sekitar 600 kasus per 100.000 orang.

Kebanyakan pasien yang menderita infark miokard akut lebih tua dari 60

tahun. Orang tua juga cenderung memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas

yang lebih tinggi akibat infark tersebut . Usia (≥75 tahun) adalah prediktor

26
terkuat dari 90-hari kematian pada pasien dengan STEMI yang menjalani

terapi intervensi koroner perkutan (IKP)2. Pada pasien STEMI didapatkan

mortalitas 30 hari sebesar 13% dengan medikamentosa dibandingkan dengan

6%-7% bila menggunakan terapi fibrinolisis, dan sekitar 3%-5% pada pasien

dengan IKP dalam 2 jam onset nyeri. Literatur lain menyebutkan mortalitas 30

hari STEMI sebesar 11.1%-14%8.

2.3 Etiologi STEMI

Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST umumnya terjadi jika

aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada

plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya6. Aterosklerosis adalah suatu

proses kronis yang progresif dan tiba-tiba muncul dengan karakteristik berupa

penumpukan lemak, elemen fibrosa, dan molekul inflamasi pada dinding arteri

koroner. Aterosklerosis merupakan proses etiopatogenesis utama penyebab

PJK dan progresifitasnya berhubungan dengan faktor lingkungan dan genetik

dimana faktor tersebut akhirnya akan berubah menjadi faktor risiko dari PJK 9.

Walaupun kejadian PJK muncul di dekade ke-5 pada laki-laki dan dekade ke-

6 pada perempuan, namun proses aterosklerosis telah dimulai dari awal

kehidupan, bahkan dari masa perkembangan janin9 .

2.4 Faktor Risiko STEMI

27
Berdasarkan studi Framingham, faktor risiko STEMI dapat dibagi

menjadi dua, yaitu faktor yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat

dimodifikasi.

2.4.1 Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

1. Usia

Perubahan pada arteri koroner berkaitan erat dengan pertambahan usia.

Perubahan utama yang terjadi oleh penuaan adalah penebalan tunika intima

disertai tunika media yang mengalami fibrosis. Ketebalan dari tunika intima

yang diamati secara bertahap meningkat ketika dekade keempat dan kemudian

menipis secara bertahap10.

Umur berperan penting dalam terjadinya penyakit jantung koroner

karena dapat mempengaruhi faktor risiko lain, seperti tekanan darah tinggi,

obesitas, dan kadar lemak. Berat badan merupakan faktor risiko yang dapat

dimodifikasi meningkat pada umur dewasa tua. Gangguan dalam profil lemak,

seperti nilai total kolesterol dan Low Density Lipoprotein (LDL) meningkat

disertai nilai High Density Lipoprotein (HDL) yang rendah, juga berhubungan

dengan pertambahan umur 11.

2. Jenis kelamin

Pria mempunyai risiko lebih besar dari perempuan dan mendapat serangan

lebih awal dalam kehidupannya dibandingkan wanita2 . Itu dikarenakan

kebanyakan faktor risikonya tidak mau diubah oleh pria, seperti merokok,

28
alkohol, dan kadar HDL yang lebih rendah dari wanita 12 dan sebelum

menopause, estrogen memberikan perlindungan kepada wanita dari penyakit

jantung koroner 2.

2.4.2 Faktor risiko yang dapat dimodifikasi

1. Merokok

Rokok mengandung zat kimia, seperti nikotin, karbon monoksida, ammonia,

formaldehida, tar, dan lain-lain. Bahan aktif utamanya adalah nikotin (efek

akut) dan tars (efek kronis). Efek nikotin pada system kardiovaskuler adalah

efek simpatomimetik, seperti menyebabkan takikardi, kontraksi ventrikuler di

luar sistol, meningkatkan noradrenalin dalam plasma, tekanan darah, cardiac

output, dan konsumsi oksigen sehingga menyebabkan penyempitan

aterosklerotik, penempelan platelet, dan menurunkan HDL. LDL menjadi

lebih mudah memasuki dinding arteri yang berperan dalam patogenesis PJK 2 .

Merokok juga meningkatkan oksidasi dari LDL dan meningkatkan berbagai

faktor risiko lain, yaitu dislipidemia, hipertensi, dan diabetes melitus 13.

2. Dislipidemia.

Salah satu komponen lemak tubuh adalah kolesterol. Kolesterol sangat penting

bagi sel yang sehat, tetapi bila tubuh mengakumulasikannya dalam jumlah

banyak, kolesterol akan berdeposit ke dinding pembuluh darah yang akan

menyebabkan kerusakan dan bisa menghambat aliran darah. Jika ini terjadi,

risiko serangan jantung akan meningkat2 . Kolesterol terdiri dari 2 bentuk

29
utama, yaitu HDL yang berperan dalam membawa kadar lemak yang tinggi

dalam jaringan ke hati untuk dimetabolisme dan dikeluarkan dari tubuh dan

LDL yang berperan membawa kolesterol ke jaringan, termasuk arteri koroner.

Nilai LDL yang tinggi dan HDL yang rendah berperan dalam peningkatan

risiko penyakit jantung, terutama PJK 2 .

3. Hipertensi

Hipertensi meningkatkan kerja jantung dan menyebabkan dinding jantung

menjadi tebal dan kaku yang menyebabkan jantung tidak berkerja dengan

baik. Ini meningkatkan risiko kejadian stroke, serangan jantung, gagal ginjal,

dan penyakit jantung kongestif. Ketika tekanan darah tinggi ini bergabung

dengan faktor risiko yang lain, akan meningkatkan risiko penyakit jantung 2.

Patofisiologi dari hipertensi menyebabkan PJK melalui 2 cara. Pertama,

hipertensi menyebabkan kerusakan pada endotel yang akan menyebabkan

senyawa vasodilator tidak dapat keluar dan membuat penumpukan okigen

reaktif serta penumpukan faktor-faktor inflamasi yang mendukung

perkembangan dari aterosklerosis, trombosis, dan penyumbatan pembuluh

darah. Kedua, hipertensi menyebabkan peningkatan afterload yang

menyebabkan hipertrofi dari ventrikel kiri. Itu menyebabkan meningkatnya

kebutuhan oksigen miokardium dan menurunnya aliran darah koroner. Semua

hal di atas mendukung terjadinya penyakit jantung koroner, gagal jantung,

stroke, dan kematian jantung tiba-tiba2.

30
4. Diabetes melitus

Kadar gula darah yang tinggi akan menyebabkan peningkatan pembentukan

plak ateromatous pada arteri2. Hiperglikemi pada orang diabetes menyebabkan

banyak perubahan pada biomolekuler tubuh, yaitu peningkatan reduksi

nicotinamide adenine dinucleotide (NAD+) menjadi NADH yang belum

terbukti sebagai stresor oksidatif seluler, peningkatan produksi uridine

diphosphate (UDP) N-acetyl glucosamine yang diperkirakan mengubah fungsi

enzimatik seluler, dan pembentukan advanced glycation end product (AGE)

yang secara langsung menganggu fungsi sel endotel dan mempercepat

aterosklerosis, serta peningkatan reactive oxygen species (ROS) yang

menganggu produksi nitrit oksida endotel dan menipiskan plak aterosklerosis

sehingga mudah ruptur 14.

2.5 Patofisiologi STEMI

STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara

mendadak setelah oklusi trombus pada plak arterosklerosik yang sudah ada

sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat

biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral

sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara

cepat pada lokasi injury vaskular, dimana injury ini dicetuskan oleh faktor-

faktor seperti merokok,hipertensi dan akumulasi lipid 6 . Merokok, hipertensi,

kadar LDL, serta tingginya kadar gula darah pada penderita diabetes melitus

akan mengakibatkan kerusakan pada endotel pembuluh darah. Lapisan endotel

31
yang rusak menjadi terganggu dan jaringan ikat pada pembuluh darah

mengalami thrombogenik sehingga terjadi primary hemostasis. Primary

hemostasis merupakan tahap awal pertahanan terhadap pendarahan.

Proses ini bermula hanya dalam beberapa saat setelah pembuluh rusak

dan dicegah oleh adanya sirkulasi platelet. Platelet akan menempel pada

kolagen subendotel pembuluh darah dan beragregasi untuk membentuk

“Platelet plug” 15. Kerusakan lapisan endotel pembuluh darah ini juga akan

mengaktifkan cell molecule adhesion seperti sitokin, TNF-α, growth factor,

dan kemokin. Limfosit T dan monosit akan teraktivasi dan masuk ke

permukaan endotel lalu berpindah ke subendotel sebagai respon inflamasi.

Monosit berproliferasi menjadi makrofag dan mengikat LDL teroksidasi

sehingga makrofag membentuk sel busa. Akibat kerusakan endotel

menyebabkan respon protektif dan terbentuk lesi fibrous, plak aterosklerotik

yang dipicu oleh inflamasi. Respon tersebut mengaktifkan factor Va dan VIIIa

yang akan membentuk klot pada pembuluh darah. Teraktivasinya kedua faktor

tersebut dapat dipicu karena tidak terbentuknya protein C oleh liver sehingga

thrombin mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin sehingga terbentuk klot 15.

Aterosklerosis berkontribusi dalam pembentukan trombus. Hal ini

disebabkan teraktivasinya faktor VII dan X yang mengakibatkan terpaparnya

sirkulasi darah oleh zat-zat trombogenik yang akan menyebakan rupturnya

plak dan hilangnya respon protektif seperti antitrombin dan vasodilator pada

pembuluh darah. Penyebab gangguan plak ini disebabkan faktor kimiawi yang

tidak stabil pada lesi aterosklerosis dan faktor stres fisik penderita. Disebakan

32
adanya perkembangan klot pada pembuluh darah dan tidak terstimulusnya

produksi NO dan prostasiklin pada lapisan endotel sebagai vasodilator

sehingga terjadi disfungsi endotel. Dengan adanya ruptur plak dan disfungsi

endotel, teraktivasinya kaskade koagulasi oleh pajanan faktor jaringan dan

terjadi agregasi platelet yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah

sehingga terjadi trombosis koroner 15.

STEMI terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak

setelah oklusi trombus pada plak. Kematian sel-sel miokard yang disebakan

infark miokard dapat mengakibatkan kekurangan oksigen. Sel-sel miokard

mulai mati setelah sekitar 20 menit mengalami kekurangan oksigen . Akibat

trombus tersebut, kebutuhan ATP pembuluh darah untuk berkontraksi

berkurang, hal ini disebabkan kurangnya suplai oksigen sehingga

pembentukan ATP berkurang. Keadaan ini berdampak pada metabolisme

mitokondria sehingga terjadi perubahan proses pembentukan ATP menjadi

anaerob glikolisis. Berkurangnya ATP menghambat proses, Na+ K+-ATPase,

peningkatan Na+ dan Cl- intraselular, menyebakan sel menjadi bengkak dan

mati.16

2.6 Manifestasi Klinis STEMI

Keluhan pasien dengan iskemi miokard berupa nyeri dada typical

(angina typical) atau atypical (angina equivalen). Keluhan angina typical

33
berupa rasa tertekan atau berat daerah retrosternal, menjalar kelrngan kiri,

leher, rahang, area intraskapular, bahu atau epigastrium. Keluhan ini dapat

berlangsung intermitten/beberapa menit atau persisten (>20 menit). Keluhan

angina typical sering disertai keluhan penyerta seperti mual,muntah,nyeri

abdominal, dan sinkop.1

Gejala-gejala umum iskemia dan infark miokard adalah nyeri

retrosternal. Yang perlu diperhatikan dalam evaluasi keluhan nyeri dada

iskemik SKA adalah :17

1. Lokasi nyeri; di daerah retrosternal dan pasien sulit melokalisasi

rasa nyeri.

2. Onset nyeri : sejak kapan nyeri dada sudah dirasakan.

3. Karakteristik nyeri; pasien mengeluh rasa berat seperti dihimpit,

ditekan, diremas, panas atau dada terasa penuh. Keluhan tersebut

lebih dominan dibandingkan rasa nyeri yang sifatnya tajam. Perlu

diwaspadai juga bila pasien mengeluh nyeri epigastrik, sinkope atau

sesak napas (equivalent angina)

4. Penjalaran nyeri; penjalaran ke lengan kiri, bahu punggung,

epigastrium, leher rasa tercekik atau rasa ngilu pada rahang bawah

dan penjalaran ke lengan kanan atau kedua lengan

5. Lama nyeri; nyeri pada SKA berlangsung lama lebih dari 20 menit.

6. Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan

sesudah makan.

34
7. Gejala sistemik; disertai keluhan seperti mual, muntah atau keringat

dingin.

Gambaran klinis infark miokard umumnya berupa nyeri dada

substernum yang terasa berat, menekan, seperti diremas-remas dan terkadang

dijalarkan ke leher, rahang, epigastrium, bahu, atau lengan kiri, atau hanya

rasa tidak enak di dada. IMA sering didahului oleh serangan angina pektoris

pada sekitar 50% pasien. Namun, nyeri pada IMA biasanya berlangsung

beberapa jam sampai hari, jarang ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan

biasanya tidak banyak berkurang dengan pemberian nitrogliserin, nadi

biasanya cepat dan lemah, pasien juga sering mengalami diaforesis. Pada

sebagian kecil pasien (20% sampai 30%) IMA tidak menimbulkan nyeri dada.

Silent AMI ini terutama terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus dan

hipertensi serta pada pasien berusia lanjut1.

Namun harus dibedakan dengan nyeri dengan gambaran di bawah ini

yang bukan karakteristik iskemia miokard (nyeri dada nonkardiak) :

1. Nyeri pleuritik (nyeri tajam yang berhubungan dengan respirasi

atau batuk)

2. Nyeri abdomen tengah atau bawah

3. Nyeri dada yang dapat ditunjuk dengan satu jari, terutama di daerah

apeks ventrikel kiri atau pertemuan kostokondral.

4. Nyeri dada yang diakibatkan oleh gerakan tubuh atau palpasi

5. Nyeri dada dengan durasi beberapa detik

35
6. Nyeri dada yang menjalar ke ekstremitas bawah

2.7 Pemeriksaan Penunjang

a. Elektrokardiogram

Pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera mungkin dilakukan

pada semua pasien yang memiliki keluhan nyeri dada atau keluhan lain

yang mengarah kepada iskemia. Sebagai tambahan, sadapan V3R dan

V4R, serta V7-V9 sebaiknya direkam pada semua pasien dengan

perubahan EKG yang mengarah kepada iskemia dinding inferior.

Sementara itu, sadapan V7-V9 juga harus direkam pada semua pasien

angina yang mempunyai EKG awal nondiagnostik.

Penilaian ST elevasi dilakukan pada J point dan ditemukan

pada 2 sadapan yang bersebelahan. Nilai ambang elevasi segmen ST

untuk diagnosis STEMI untuk pria dan perempuan pada sebagian besar

sadapan adalah 0,1 mV. Pasien SKA dengan elevasi segmen ST

dikelompokkan bersama dengan LBBB (komplet) baru/persangkaan

baru mengingat pasien tersebut adalah kandidat terapi reperfusi. Oleh

karena itu pasien dengan EKG yang diagnostik untuk STEMI dapat

segera mendapat terapi reperfusi sebelum hasil pemeriksaan marka

jantung tersedia.

36
Gambar 2.1 Evolusi Gelombang EKG pada STEMI

b. Marka jantung

Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan

marka nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis

infark miokard. Troponin I/T sebagai marka nekrosis jantung

mempunyai sensitivitas dan spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB.

Peningkatan marka jantung hanya menunjukkan adanya nekrosis

miosit, namun tidak dapat dipakai untuk menentukan penyebab

nekrosis miosit tersebut (penyebab koroner/nonkoroner). Troponin I/T

juga dapat meningkat oleh sebab kelainan kardiak nonkoroner seperti

takiaritmia, trauma kardiak, gagal jantung, hipertrofi ventrikel kiri,

miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak yang dapat

meningkatkan kadar troponin I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal

napas, penyakit neurologik akut, emboli paru, hipertensi pulmoner,

kemoterapi, dan insufisiensi ginjal. Pada dasarnya troponin T dan

troponin I memberikan informasi yang seimbang terhadap terjadinya

nekrosis miosit, kecuali pada keadaan disfungsi ginjal. Pada keadaan

ini, troponin I mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi dari troponin

T.1

37
Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau

troponin I/T menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah

awitan SKA, pemeriksaan hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan

angina. Jika awitan SKA tidak dapat ditentukan dengan jelas, maka

pemeriksaan hendaknya diulang 6-12 jam setelah pemeriksaan pertama.

Kadar CK-MB yang meningkat dapat dijumpai pada seseorang dengan

kerusakan otot skeletal (menyebabkan spesifisitas lebih rendah) dengan

waktu paruh yang singkat (48 jam). Mengingat waktu paruh yang

singkat, CK-MB lebih terpilih untuk mendiagnosis ekstensi infark

(infark berulang) maupun infark periprosedural.1

Pemeriksaan troponin I/T adalah biomarker paling sensitif dan

spesifik sehingga menjadi standar baku emas dalam diagnosis

NSTEMI/STEMI, di mana peningkatan kadar marka jantung tersebut

akan terjadi dalam waktu 2 hingga 4 jam setelah onset. Peningkatan

kadar troponin biasanya menetap dalam 2 hingga 3 hari, namun bisa

tetap meningkat hingga 2 minggu bila terjadi nekrosis luas. Kadar

troponin bisa saja belum meningkat dalam 6 jam setelah onset gejala,

sehingga jika didapatkan hasil negatif pada pemeriksaan pertama, perlu

dilakukan pemeriksaan ulang dalam 8 hingga 12 jam setelah onset

gejala.18

Jika pemeriksaan troponin tidak dapat dilakukan, maka dapat

digunakan penilaian Musscle and Brain fraction of Creatinin Kinase

38
(CK-MB) yang akan meningkat dalam waktu 4 hingga 6 jam, mencapai

puncaknya saat 12 jam, dan menetap hingga 2 hari.1

Gambar 2.2 Waktu timbulnya berbagai jenis marka jantung 1

c. Pemeriksaan Noninvasif

Pemeriksaan ekokardiografi transtorakal saat istirahat dapat

memberikan gambaran fungsi ventrikel kiri secara umum dan berguna untuk

menentukan diagnosis banding seperti stenosis aorta, kardiomiopati

hipertrofik, atau diseksi. Multislice CardiacCT (MSCT) dapat digunakan

untuk menyingkirkan PJK sebagai penyebab nyeri pada pasien dengan

kemungkinan PJK rendah hingga menengah dan jika pemeriksaan troponin

dan EKG tidak meyakinkan.1

d. Pemeriksaan Invasif (Angiografi Koroner)

Angiografi koroner memberikan informasi mengenai keberadaan dan

tingkat keparahan Penyakit Jantung Koroner, sehingga sebaiknya segera

dilakukan untuk tujuan diagnostik pada pasien dengan risiko tinggi dan

39
diagnosis banding yang tidak jelas. Penemuan oklusi trombotik akut, misalnya

pada arteri sirkumfleksa, sangat penting pada pasien yang sedang mengalami

gejala atau peningkatan troponin namun tidak ditemukan perubahan EKG

diagnostik.1

Pada pasien dengan penyakit pembuluh multipel dan mereka dengan

stenosis arteri utama kiri yang memiliki risiko tinggi untuk kejadian

kardiovaskular yang serius, angiografi koroner disertai perekaman EKG

dengan abnormalitas gerakan dinding regional seringkali memungkinkan

identifikasi lesi yang menjadi penyebab. Penemuan angiografi yang khas

antara lain eksentrisitas, batas yang ireguler, ulserasi, penampakkan yang

kabur, dan filling defect yang mengesankan adanya trombus intrakoroner.1

e. Pemeriksaan Laboratorium

Selain pemeriksaan marka jantung, yang harus dikumpulkan di ruang

gawat darurat adalah tes darah rutin, gula darah sewaktu, status elektrolit,

koagulasi darah, tes fungsi ginjal, dan panel lipid. 1

f. Pemeriksaan Foto Polos Dada

Tujuan dilakukan pemeriksaan ini adalah untuk membuat diagnose

banding, identifikasi komplikasi, dan penyakit penyerta.1

2.8 Diagnosis STEMI

Diagnosis infark miokard akut dengan elevasi segmen ST menurut

European Society Of Cardiology/ACCF/AHA/World Heart Federation Task

Force for The Universal Definition Of Myocardial Infarction ditegakkan

40
berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya

elevasi ST baru pada titik J ≥ 2 mm pada pria atau ≥ 1.5 mm pada wanita,

minimal pada dua sadapan V2-V3 dan atau ≥ 1 mm pada sandapan dada yang

lain atau sadapan ekstremitas. 4

Jejas pada miokard dapat dideteksi dari biomarker spesifik jantung

berupapeningkatan kadar Cardiac Specific Troponin (cTn) dan Creatine

Kinase MB (CKMB) dalam darah. cTn memiliki sensitifitas yang tinggi serta

cukup spesifik. Terdapat dua jenis troponin, yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini

meningkat setelah dua jam bila terjadi infark miokard dan mencapai puncak

dalam 10-24 jam. cTn T masih dapat dideteksi dalam kurun waktu 5-14 hari

pasca infark, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari. Apabila pemeriksaan cTn

tidak tersedia, alternatif terbaik lainnya adalah pemeriksaan CKMB. CKMB

meningkat setelah tiga jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak

dalam waktu 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari.17

2.9 Tatalaksana STEMI

Tatalaksana STEMI mengacu pada data-data dari evidence based

berdasarkan penelitian randomized clinical trial yang terus berkembang

ataupun konsensus dari para ahli sesuai pedoman pada Gambar 2.1 6

Tujuan utama tatalaksana STEMI adalah mendiagnosis secara cepat,

menghilangkan nyeri dada, menilai dan mengimplementasikan strategi

reperfusi yang mungkin dilakukan, memberi antitrombotik dan anti platelet,

memberi obat penunjang. Terdapat beberapa pedoman dalam tatalaksana IMA

41
dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2013 dan ESC tahun 2012,

tetapi perlu disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas di masing-masing

tempat dan kemampuan ahli yang ada 6.

Gambar. 2.3 Alur Diagnosis dan Tatalaksana STEMI 1

Pasien dengan STEMI harus segera dibawa ke pelayanan kesehatan

dalam 1,5 – 2 jam setelah terjadinya gejala untuk mendapatkan

42
medikamentosa sedini mungkin. Pasien dengan STEMI harus dilakukan terapi

reperfusi dalam 12 jam awal. Terapi fibrinolitik diindikasikan sebagai terapi

reperfusi awal yang dilakukan pada 30 menit awal dari kedatangan di Rumah

Sakit 7

Berdasarkan ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients

with ST-Elevation Myocardial Infarction (2013), tatalaksana pasien STEMI

dijabarkan sebagai berikut :

1. Pemberian Oksigen

Suplementasi oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen

arteri < 94%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan

oksigen selama 6 jam pertama.1

2. Nitrogliserin

Pasien dengan nyeri iskemik di dada harus diberikan nitrogliserin sublingual

0,4 mg setiap 5 menit dengan dosis maksimal 3 dosis. Setelah melakukan

penialaian seharusnya dievaluasi akan kebutuhan nitrogliserin intravena.

3. Analgesik

Morfin sulfat (2-4 mg intravena dan dapat diulang dengan kenaikan dosis 2 –

8 mg IV dengan interval waktu 5 sampai 15 menit) merupakan pilihan utama

untuk manajemen nyeri yang disebabkan STEMI.

4. Aspirin

Aspirin kunyah harus diberikan pada pasien yang belum pernah mendapatkan

aspirin pada kasus STEMI. Dosis awal yang diberikan 162 mg sampai 325

mg. Selanjutnya aspirin diberikan secara oral dengan dosis 75-162 mg.

43
5. Beta Bloker

Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta

IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa digunakan adalah

metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis.

6. Clopidogrel

Pemberian Klopidogrel 600 mg sedini mungkin dan dilanjutkan dengan dosis

rumatan sebesar 75 mg per hari. Obat-obat seperti penghambat reseptor beta

dan ACE inhibitor harus segera diberikan kecuali terdapat kontraindikasi dan

pasien harus dalam keadaan hemodinamik stabil. Statin dilaporkan

memberikan hasil yang baik. Suatu registri di Israel melaporkan pasien yang

menjalani IKP dan telah mendapat statin sebelumnya, mortalitas jangka

pendeknya akan berkurang.19

2.9.1 Terapi Reperfusi

Semua pasien STEMI seharusnya menjalani evaluasi untuk terapi

reperfusi. Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner,

meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi

kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau

takiaritmia ventrikular yang maligna.

Sasaran terapi reperfusi pada pasien STEMI adalah door to needle atau

medical contact to balloon time untuk IKP dapat dicapai dalam 90 menit 7.

Reperfusi, dengan fibrinolisis atau IKP primer, diindikasikan dalam waktu

44
kurang dari 12 jam sejak onset nyeri dada untuk semua pasien infark miokard

yang juga memenuhi salah satu kriteria berikut :

 ST elevasi > 0,1mV pada >2 ujung sensor EKG di dada yang

berturutan,

 ST elevasi >0,2mV pada >2 ujung sensor di tungkai berurutan,

 Left bundle branch block baru2.

Dalam menentukan terapi reperfusi, tahap pertama adalah menentukan

ada tidaknya rumah sakit sekitar yang memiliki fasilitas IKP. Bila tidak ada,

langsung pilih terapi fibrinolitik. Bila ada, pastikan waktu tempuh dari tempat

kejadian (baik rumah sakit atau klinik) ke rumah sakit tersebut apakah kurang

atau lebih dari 2 jam. Jika membutuhkan waktu lebih dari 2 jam, reperfusi

pilihan adalah fibrinolitik. Setelah fibrinolitik selesai diberikan, jika

memungkinkan pasien dapat dikirim ke pusat dengan fasilitas IKP 7

2.9.1.1 Terapi Fibrinolitik

Fibrinolisis merupakan strategi reperfusi yang penting, terutama pada

tempat-tempat yang tidak dapat melakukan IKP pada pasien STEMI dalam

waktu yang disarankan. Terapi fibrinolitik direkomendasikan diberikan dalam

12 jam sejak awitan gejala pada pasien-pasien tanpa indikasi kontra apabila

IKP primer tidak bisa dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120

menit sejak kontak medis pertama7. Pada pasien-pasien yang datang segera (<2

45
jam sejak awitan gejala) dengan infark yang besar dan risiko perdarahan

rendah, fibrinolisis perlu dipertimbangkan bila waktu antara kontak medis

pertama dengan inflasi balon lebih dari 90 menit. Fibrinolisis harus dimulai

pada ruang gawat darurat.

Jenis obat fibrinolotik sebagai terapi reperfusi adalah:

 Streptokinase

◦ Dosis awal 1,5 juta U/100ml Dextrose 5% atau larutan saline

0,9% dalam waktu 30-60 menit.

◦ Koterapi Heparin i.v selama 24-48 jam

 Alteptase

◦ Dosis awal bolus 15 mg intravena 0,75 mg/kg selama 30 menit,

kemudian 0,5mg / kg selama 60 menit, dosis total tidak lebih

dari 100mg

◦ Koterapi Heparin i.v selama 24-48 jam1

2.9.1.2 Pemberian Antikoagulan

Pasien yang mendapat terapi reperfusi fibrinolisis, sebaiknya diberikan

terapi antikoagulan selama minimum 48 jam dan lebih baik selama rawat

inap, hingga maksimum 8 hari. Pasien STEMI yang tidak mendapat terapi

reperfusi, dapat diberikan terapi antikoagulan selama rawat inap, hingga

maksimum 8 hari pemberian. Strategi lain yang digunakan adalah meliputi

46
Low Molecular Weight Heparin (LMWH) atau fondaparinuks dengan regimen

dosis sama dengan pasien yang mendapat terapi fibrinolisis.1

Jenis-jenis obat antikoagulan antara lain:

 Warfarin

o Dosis awal yang dapat diberikan yaitu 10 mg dan 5 mg pada hari

kedua dengan pengaturan dosis pada hari ketiga sekitar 3-7,5

mg.20

o Pemberian obat ini secara oral.21

o Kontraindikasi pemberian pada penyakit-penyakit dengan

kecenderungan perdarahan, tukak saluran cernaa, defisisensi

vitamin K, serta penyakit hati dan ginjal yang berat. 21

 Heparin

o Dosis awal yang diberikan yaitu 60 U/kgBB (maksimal 4000 U)

secara bolus. Kemudian pemberian lanjutan melalui infuse

dengan dosis 12 U/kgBB. 20

o Pemberian heparin dikontraindikasikan pada pasien yang sedang

mengalami perdarahan misalnya pasien hemophilia, endokarditis

bacterial subakut, perdarahan intracranial, hipertensi berat, dan

syok. 21

 Enoxaparin (Lovenox)

47
o Dosis yang diberikan 1 mg/kg setiap 12 jam subkutan, ditambah

dengan pemberian aspirin 100-325 setiap harinya selama

minimal 2 hari. 20

o Kontraindikasi pemberian obat ini adalah kecenderungan

hemoragia dan pernah menderita trombositopenia selama

pengobatan. 22

2.10 Prognosis

Prognosis infark miokard berhubungan dengan lokasi infark dan luas

perubahan EKG. Infark inferior memilki mortalitas 30 hari sebesar 4,5 % dan

moratalitas 12 bulan sebesar 6,7 %. Determinan utama prognosis setelah

infark miokard adalah usia, tekanan darah sistolik, denyut jantung, lokasi

infark, dan kelas Killip.23

48

Anda mungkin juga menyukai