Anda di halaman 1dari 20

Departemen Keperawatan Medikal Bedah 1

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Pemeriksaan neurologi:
Ransangan Meningeal, Skrining Menelan dan Lumbal Pungsi

Tujuan Pembelajaran
Bila dihadapkan pada pasien/boneka peraga mahasiswa dengan tepat mampu :
1. Melakukan pemeriksaan ransangan meningeal, skrining menelan dan lumbal pungsi
2. Mengintepretasikan hasil pemeriksaan normal dan abnormal
3. Memanfaatkan hasil pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi gangguan sistem persarafan
4. Menegakkan diagnosa keperawatan terkait dengan gangguan system persarafan

A. RANSANGAN MENINGEAL
1. Kaku kuduk
Definisi: Suatu kondisi kekakuan atau ketegangan otot pada leher akibat perangsangan
pada selaput otak, dan kondisi ini dapat ditemukan pada Meningitis. Tanda kaku kuduk
positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai
rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan
tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala (Smeltzer et al., 2010).
Tujuan: untuk mengetahui adanya kelainan pada meninges, peningkatan tekanan
intrakranial atau stroke

2. Kernig
Definisi: Tanda Kernig adalah salah satu tanda klinis eponymous meningitis. Biasanya
dilakukan pada pasien dengan posisi terlentang dan digambarkan sebagai resistensi (atau
nyeri) dengan ekstensi pasif lutut. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak
mencapai sudut 135° (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha
biasanya diikuti rasa nyeri (Karl & Bransdid, 2021) atau ketika pasien berbaring dengan
paha fleksi pada perut, tungkai tidak dapat diekstensikan sepenuhnya (Smeltzer et al.,
2010).
Tujuan: Dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan pada meninges. Apabila (+) maka
pasien mengalami iritasi meninges (Karl & Bransdid, 2021).

Praktikum Keperawatan Medikal


Departemen Keperawatan Medikal Bedah 2
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

3. Lasique
Definisi: Lasegue sign atau straight leg raise test (SLRT) adalah pemeriksaan
neurodinamik untuk menilai iritasi akar saraf di daerah lumbosakral (Das & Nadi, 2021).
Tujuan: Pemeriksaan neurologis bagi pasien dengan keluhan nyri punggung bagian
bawah dengan atau tanpa nyeri (Das & Nadi, 2021).

4. Brudze
nski I
Definisi: Ketika leher pasien ditekuk (setelah mengesampingkan trauma atau cedera
serviks), fleksi lutut dan pinggul terjadi dan ketika ekstremitas bawah dari satu sisi
ditekuk secara pasif, gerakan serupa terlihat pada ekstremitas yang berlawanan (Smeltzer
et al., 2010).
Tujuan: Mengetahui adanya kemungkinan peradangan pada selaput otak meninges akibat
infeksi (Campbell, 2013).

5. Brudenzki II
Definisi: Pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai indikator adanya iritasi meningeal
(Smeltzer et al, 2010).
Tujuan: Mengetahui adanya kemungkinan peradangan pada selaput otak meninges
(Campbell, 2013).

Hal-hal yang perlu dipersiapkan perawat sebelum, saat dan sesudah melakukan
pemeriksaan (Lemone et al., 2017; Smeltzer et al, 2010).

Pra prosedur
 Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, oksimetri nadi, dan penilaian gas darah arteri.

Praktikum Keperawatan Medikal


Departemen Keperawatan Medikal Bedah 3
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

 Memastiakn ketepatan akses IV dengan melakukan pergantian dan memantau kelebihan


cairan.

Prosedur
 Saat melakukan pemeriksaan meningeal. Perhatikan postur decelerate, saat melakukan
pemeriksaan perhatikan leher dengan rahang yang terjatup, lengannya pronasi, kaki
diluruskan, dan kaki menekuk plantar.
 Perhatikan postur decorticate, lenga atas dekat ke samping, siku, pergelangan tangan dan
jari ditekuk, kaki diperpanjang dengan rotasi internal, dan kaki menekuk plantar.
 Melindungi pasien dari cedera sekunder akibat aktivitas kejang atau perubahan LOC
 Memantau berat badan harian; elektrolit serum; dan volume urin, berat jenis, dan
osmolalitas, terutama jika diduga sindrom hormon antidiuretik yang tidak sesuai (SIADH)
 Mencegah komplikasi yang berhubungan dengan imobilitas, seperti ulkus dekubitus dan
pneumonia
 Melembagakan tindakan pencegahan pengendalian infeksi sampai 24 jam setelah inisiasi
terapi antibiotik (oral dan sekret hidung dianggap menular).

Pasca prosedur
 Reassesment pasien terkait tanda-tanda vital dan respon terhadap tindakan

Referensi:
Campbell, W. (2013). DeJong’s The Neurologic Examination 7th Ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.
Das J, Nadi M. (2021). Lasegue Sign. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing. Retrieved from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK545299/
Karl, Alyssa., Ali, M.A., & Bransdis, Dov. (2021). Kernig Sign. Retrieved from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470365/
Lemone, et al.,. (2017). Medical surgical nursing (Critical thinking for person-centered care) (Third ed.,
Vol. 1-3). Australia: Pearson Education.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner & Suddarth's Textbook of
Medical-Surgical Nursing 12th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Praktikum Keperawatan Medikal


Departemen Keperawatan Medikal Bedah 4
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

PENGKAJIAN REFLEKS MENINGEAL

Penilaian
No Langkah
K TK Ket.
Prosedur
1 Tentukan kebutuhan pengkajian status neurologi pasien

2 Perawat memperkenalkan diri dan klarifikasi kebutuhan dan


masalah pasien
3 Identifikasi pasien (sambil mengecek ulang gelang pasien)

Mengidentifikasi pasien bertujuan untuk memastikan bahwa


pasien yang akan diperiksa adalah orang yang benar
sehingga dapat menerima intervensi yang tepat
4 Jelaskan kepada pasien prosedur yang akan dilakukan dan
tanyakan hal-hal yang belum jelas bagi pasien
Penjelasan prosedur tindakan dapat meningkatkan kerjasama
pasien saat prosedur dilakukan dan pasien akan merasa
aman dan nyaman
5 Cuci tangan dan (gunakan APD jika diperlukan)

Mencuci tangan dan menggunakan APD dapat mencegah


penyebaran mikroorganisme serta infeksi
6 Tutup tirai di sekitar tempat tidur dan tutup pintu jika
memungkinkan
Menjaga privasi pasien sehingga pasien merasa nyaman dan
rileks saat diperiksa

7 Menyiapkan peralatan

Memastikan bahwa semua peralatan yang dibuthkan untuk


melakukan prosedur pengkajian lengkap

Praktikum Keperawatan Medikal


Departemen Keperawatan Medikal Bedah 5
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

8 Rangsangan Meningeal*
a. Kaku kuduk
 Pemeriksa berada disebelah kanan pasien, minta pasien
berbaring tanpa bantal
 Tempatkan tangan kiri dibawah kepala pasien yang
sedang berbaring, tangan kanan berada diatas dada
pasien
 Rotasikan kepala pasien ke kiri dan kanan utk
memastikan pasien sedang dalam keadaan rileks
 Tekukkan (fleksi) kepala pasien secara pasif dan
usahakan agar dagu mencapai dada

Praktikum Keperawatan Medikal


Departemen Keperawatan Medikal Bedah 6
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

 Hasil: normal (kaku kuduk negatif),


ada tahanan saat difleksikan (kaku kuduk positif),
terdapat tahanan saat dirotasi ke kanan dan kiri
(meningismus)

b. Kernig
 Pasien berbaring terlentang, pemeriksa berada pada sisi
kanan pasien
 Fleksikan salah satu paha pada persendian panggul
sampai membentuk sudut 90 derajat
 Ekstensikan tungkai bawah kaki yang sama pada
persendian lutut sampai membentuk sudut 135 derajat
 Hasil: normal (kernign sign negatif/ ekstensi lutut
mencapai 135 derajat), apabila tidak dapat mencapai
135 derajat (tes positif)

c. Brudzinski I
 Pasien berbaring terlentang tanpa bantal, pemeriksa
berada disebelah kanan pasien dan tangan kiri dibawah
kepala,
 Letakkan tangan kanan di atas dada kemudian lakukan
fleksi kepala dengan ke arah dada pasien
 Hasil: negatif (normal/saat fleksi kepala, tidak terjadi
fleksi involunter pada kedua kaki), positif (abnormal,
terjadi involunter pada kedua tungkai kaki)

d. Brudzinski II
 Pasien berbaring telentang, pemeriksa berada pada sisi
kanan pasien
 Fleksikan satu tungkai pada sendi lutut, kemudian
lakukan secara pasif fleksi maksimal pada persendian
panggul, dan kaki yang lain dalam keadaan ekstensi

Praktikum Keperawatan Medikal


Departemen Keperawatan Medikal Bedah 7
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Penilaian
No Langkah
K TK Ket.
Prosedur
 Hasil: negatif (normal/tidak terjadi apa-apa) positif
(abnormal, terjadi fleksi involunter pada kaki yang
ekstensi
9 Bantu pasien menemukan posisi nyaman

10 Lepas APD jika digunakan.

11 Terminasi pasien

12 Lakukan pendokumentasian dan pelaporan

Catatan:
K= Kompeten, TK=Tidak Kompeten, Ket=Keterangan

Praktikum Keperawatan Medikal


Departemen Keperawatan Medikal Bedah 8
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

B. SKRINING MENELAN

(REVIEW) ANANTOMI DAN FISIOLOGI FUNGSI MENELAN


Makanan biasanya memasuki saluran GI melalui mulut (konsumsi), di mana kimia dan
mekanik pencernaan dimulai. makanan akan dikunyah, dihancurkan menjadi potongan-potongan
kecil, dan air liur dari kelenjar ludah melembabkan dan memecah lebih lanjut menghabiskan
makanan. Air liur mengandung enzim dan antibodi yang dapat membunuh atau menetralkan
bakteri. Bau, rasa, dan pikiran makanan memicu sekresi air liur. Gigi sehat dan gusi memainkan
peran dalam menjaga kecukupan nutrisi. Lidah mendorong massa makanan setengah padat ke
bagian belakang tenggorokan, di mana ia tertelan. Makanan melewati trigeminal dan saraf
glossopharyngeal memulai refleks menelan. Saraf ini menyampaikan informasi ke pusat menelan
di medula, pusat menelan kemudian mengkoordinasikan gerakan makanan dari mulut melalui
kerongkongan ke perut dengan saraf kranial V, IX, X, dan XII. Gerakan yang diatur ini
mencegah makanan masuk trakea dan paru-paru di dekatnya ( fenomena yang disebut aspirasi).
Kerongkongan memiliki cincin berotot untuk memindahkan makanan ke arah perut (Matsuo,
2009). 

Mekanisme menelan:
1. Oral preparatory phase
Fase persiapan lisan terjadi saat bolus makanan dimasukkan ke dalam oral dimanipulasi
dan dikunyah. Proses mengunyah merupakan pola siklik berulang dari gerakan rotasi lateral
otot-otot labial dan mandibular. Ketika bolus masuk ditahan di bagian anterior dasar mulut atau
di permukaan lidah terhadap langit-langit keras yang dikelilingi oleh gigi atas. Lidah
memosisikan makanan di atas gigi saat gigi atas dan bawah bertemu dan menghancurkan
material diatasnya. Makanan akan jatuh ke arah medial menuju lidah dan lidah akan
mengembalikan material tersebut ke atas gigi pada saat mandibula dibuka. Selama mengunyah,
lidah mencampur makanan dengan saliva. Tekanan dalam otot bukal akan menutup sulkus
lateral dan mencegah makanan jatuh ke arah lateral ke dalam sulkus di antara mandibula dan
pipi (Matsuo, 2009).

2. Oral phase
Fase oral diawali saat lidah memulai pergerakan posterior dari bolus makanan. Selama
fase ini lidah mendorong bolus ke arah posterior sampai terjadi pemicuan fase faring. Bagian
tengah lidah secara berurutan menekan bolus ke arah posterior melawan palatum durum. Pada
fase oral normal membutuhkan otot labial untuk memastikan penutupan bibir yang sempurna

Praktikum Keperawatan Medikal


Departemen Keperawatan Medikal Bedah 9
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

sehingga mencegah makanan keluar dari rongga mulut. Hal ini dibutuhkan pergerakan lidah
yang lengkap untuk mendorong bolus ke posterior, otot bukalis untuk memastikan material
tidak jatuh ke dalam sulkus lateralis; dan kemampuan otot palatum untuk bernapas secara
normal melalui hidung. Oral transit time adalah waktu sejak awal pergerakan lidah memulai
fase oral sampai saat bolus head melewati titik antara arkus faringeus anterior dan titik bawah
mandibula yang menyilang dasar lidah, waktu normal sekitar 1-1,5 detik. Pada saat lidah
bergerak membawa bolus ke arah posterior, reseptor sensorik pada orofaring dan lidah sendiri
dirangsang untuk mengirimkan informasi sensorik ke korteks dan batang otak. Pada pusat
pengenalan sensorik medula dalam nukleus traktus solitaris mengidentifikasi stimulus menelan
dan mengirimkan informasi ke nukleus ambigus yang kemudian menginisiasi fase faringeal.
Pada saat bolus head melewati setiap titik yang terletak antara arkus faringeus bagian anterior
dan daerah dimana dasar lidah melintasi tepi bawah mandibula, fase oral berakhir dan fase
faringeal dipicu (Matsuo, 2009).

3. Pharyngeal phase
Fase faring menjadi aktivitas berurutan yang cepet terjadi dalam 1 detik.  Pada fase ini
perjalanan makanan, mendorong bolus melalui faring ke kerongkongan, lalu dibutuhkan
perlindungan pada jalan napas dengan mengisolasi laring dan trakea dari faring selama
perjalanan makanan untuk mencegah makanan memasuki jalan napas. Selama tahap ini, langit-
langit lunak terangkat dan berkontak langsung dengan dinding lateral dan posterior faring,
menutup nasofaring pada waktu yang bersamaan dengan masuknya bolus ke dalam faring.
Elevasi langit-langit lunak mencegah regurgitasi bolus ke dalam rongga hidung. Pangkal lidah
tertarik, mendorong bolus ke dinding faring. Otot konstriktor faring berkontraksi secara
berurutan dari atas ke bawah, menekan bolus ke bawah. Faring juga memendek secara vertikal
untuk mengurangi volume rongga faring. Pharyngeal transit time adalah waktu yang dihitung
sejak bolus bergerak dari titik dimana fase faringeal dipicu melewati cricopharyngeal juncture
ke dalam esofagus, dengan nilai normal 0,35-0,48 detik, dan maksimum bisa sampai 1 detik
(Matsuo, 2009).

4. Esophageal pahase
Kerongkongan ialah struktur tubular dari bagian bawah UES (Upper Esophageal
Sphincter) ke sfingter esofagus bagian bawah LES (Lower Esophageal Sphincter). Waktu
transit esofageal diukur pada saat bolus melewati esofagus pada UES dan masuk ke dalam
lambung melalui LES, dengan nilai normal bervariasi 8-20 detik. Sfingter esofagus bagian
bawah juga dikencangkan saat istirahat untuk mencegah regurgitasi dari lambung. Pada fase ini

Praktikum Keperawatan Medikal


Departemen Keperawatan Medikal Bedah 10
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

rileks selama menelan dan memungkinkan bagian bolus ke perut. Esofagus servikal terdiri dari
otot lurik sedangkan esofagus toraks terdiri dari otot polos. Transportasi bolus di esofagus
toraks sangat berbeda dengan faring, karena peristaltik diatur oleh sistem saraf otonom. Setelah
bolus makanan memasuki kerongkongan melewati UES, gelombang peristaltik membawa
bolus turun ke lambung melalui LES. Gelombang peristaltik terdiri dari dua bagian utama,
gelombang relaksasi awal yang menampung bolus, diikuti oleh gelombang kontraksi yang
mendorongnya. Gravitasi membantu peristaltik dalam posisi tegak (Matsuo, 2009).

Saraf kranial yang terlibat dalam fungsi menelan


 V trigeminal
 IX Glossopharyngeal
 X Vagus
 XII hipoglosus

Gangguan menelan
1. Dysphagia
Kesulitan menelan, atau disfagia, meningkat seiring bertambahnya usia dan
merupakan masalah perawatan kesehatan utama pada pasien usia lanjut. Penuaan yang
tidak normal mengubah beberapa aspek fungsi menelan, dan merupakan komplikasi stroke
yang sering dan signifikan faktor risiko untuk pengembangan pneumonia. Kondisi serius
ini bisa mengancam jiwa. Hal ini disebabkan oleh gangguan atau disfungsi jalur saraf,
seperti dapat terjadi dengan pukulan. Disfagia juga dapat terjadi akibat disfungsi otot lurik
dan otot polos saluran cerna di pasien dengan penyakit Parkinson dan pada pasien dengan
gangguan seperti multiple sclerosis, poliomielitis, dan amyotrophic lateral sclerosis (yaitu,
penyakit Lou Gehrig). Aspirasi makanan atau cairan merupakan komplikasi yang paling
serius dan dapat terjadi tanpa adanya batuk atau tersedak. Disfagia didefinisikan sebagai
keterlambatan abnormal dalam pergerakan bolus makanan dari orofaring ke lambung.
Pasien sering melaporkan kesulitan menelan (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010).

2. Aphagia
Aphagia adalah ketidakmampuan atau penolakan untuk menelan makanan. Hal ini
sering disertai dengan rasa ada yang mengganjal di tenggorokan, rasa sakit, atau rasa
makanan yang tersangkut dan tidak mau bergerak. Lokasi masalahnya bisa di mana saja
dari bagian belakang mulut ke sfingter esofagus, yang mengontrol laju makanan yang
dikosongkan ke dalam perut. Biasanya letak sumbatan lebih rendah dari lokasi rasa nyeri
Praktikum Keperawatan Medikal
Departemen Keperawatan Medikal Bedah 11
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

atau terbakar. Aphagia dapat disebabkan oleh lesi di hipotalamus otak, kerusakan saraf
kranial, atau penyumbatan atau penyempitan kerongkongan (Ireland, 2010).
Pengaruh ganguan fungsi menelan terhadap kualitas hidup
1. Aspirasi
2. Dehydrasi
3. Malnutrisi
4. Penurunan berat badan

Indikasi :
 Pasien yang mengalami stroke
 Kelumpuhan otot faring dan lidah
 Gangguan peristaltik esofagus
 Dysphagia
 Aphagia

Masalah keperawatan/Diagnosa keperawatan terkait


 Kurang Pengetahuan
 Risiko Aspirasi
 Kecemasan
 Gangguan Menelan
 Defisit Perawatan Diri Makan
 Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan

Screening dysphagia
a. Self assessments
1. SWAL-QOL dan SWAL-CARE
Merupakan tools yang digunakan untuk mengkaji swallowing quality of life
dan quality of care
2. The MD Anderson Dysphagia Inventory (MDADI)
Merupakan self-assessment tool yang dibuat khusus untuk mengevaluasi pengaruh
dysphagia pada kualitas hidup pasien dengan kanker leher dan otak
3. The EAT 10
Merupakan 10 item yang mengukur symptom severity, kualitas hidup dan
efikasi treatment

Praktikum Keperawatan Medikal


Departemen Keperawatan Medikal Bedah 12
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Reference: Murry, T., & Carrau, R. L. (2012). Clinical management of


swallowing disorders. ProQuest Ebook Central
https://ebookcentral.proquest.com

Praktikum Keperawatan Medikal


Departemen Keperawatan Medikal Bedah 13
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

4. The reflux symptom index (RSI) dan Reflux Finding Score (RFS)
Merupakan 10-pernyataan patient self-assessment yang mengukur persepsi
pasien terhadao tanda dan gejala reflux

Reference: Murry, T., & Carrau, R. L. (2012). Clinical management of


swallowing disorders. ProQuest Ebook Central
https://ebookcentral.proquest.com

Praktikum Keperawatan Medikal


Departemen Keperawatan Medikal Bedah 14
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

b. Screening test
1. Burke Dysphagia Screening test (BDST)
Merupakan tes skrining yang cepat yang terdiri dari 7 item

Reference: Murry, T., & Carrau, R. L. (2012). Clinical management of


swallowing disorders. ProQuest Ebook Central
https://ebookcentral.proquest.com

2. The Dye test (evans blue dye test)


Merupakan skrining tes yang digunakan untuk mengidentifikasi adanya
aspirasi pada trakeostomi pasien

Peran perawat dalam melakukan pengkajian fungsi menelan dan skrining menelan
Peran perawat dalam penanganan awal sangat ideal karena perawat berada
selama 24 jam di rumah sakit, peran yaitu mengidentifikasi pasien dengan kesulitan
menelan dan memulai intervensi yang dapat mencegah komplikasi lebih lanjut (Liu et
al., 2016). Maka dari itu perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan perlu
melakukan pengkajian awal guna mendapatkan data yang tepat tentang status menelan.
Pengkajian awal tersebut salah satunya seperti skrining disfagia. Beberapa hal yang
dapat dinilai yaitu kesadaran pasien, adanya afasia, kemampuan merapatkan gigi dan

Praktikum Keperawatan Medikal


Departemen Keperawatan Medikal Bedah 15
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

bibir, penilaian wajar apakah simetris atau tidak, letak telinga dan uvula, refleks
muntah, dan kemampuan menelan secara bertahap.

Referensi
Ireland, R. (2010). Dictionary of dentistry. New York: Oxford University Press Inc.
Liu, H. et al. (2016) ‘Nursing management of post-stroke dysphagia in a tertiary hospital: a best
practice implementation project’, JBI database of systematic reviews and implementation
reports, 14(7), pp. 266–274. doi: 10.11124/JBISRIR-2016-002971.
Matsuo K, Palmer JB. (2009) Anatomy and Physiology of Feeding and Swallowing-Normal and
Abnormal. Phys Med Rehabil Clin N Am ;19(4):691-70. Retrieved from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2597750/
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner & Suddarth's
textbook of medical-surgical nursing (12th ed.). Philadelphia: Wolters Kluwer Health /
Lippincott Williams & Wilkins

Praktikum Keperawatan Medikal


Departemen Keperawatan Medikal Bedah 16
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

C. PEMERIKSAAN LUMBAL PUNGSI


Tujuan pemeriksaan
 Pungsi lumbal dilakukan dengan memasukan jarum ke dalam ruang subarachnoid
untuk menarik cairan CSF.
 Tes ini dilakukan untuk mendapatkan cairan serebrospinal, mengukur dan mengurangi
tekanan cairan serebrospinal, menentukan ada atau tidak adanya darah di CSF,
memberikan intratekal (ke kanal tulang belakang).
 Jarum biasanya dimasukan ke dalam subarachnoid antara ketiga dan keempat atau
keempat dan kelima vertebra lumbalis (Smeltzer, 2013). 

Indikasi
Menurut (Doherty C. M & Forbes R. B. 2014).
 Suspek meningitis (bakteri, virus, tuberkulosis, cryptococcus dan akibat zat kimia
tertentu)
 Suspek stroke hemorrhagik akibat perdarahan subaraknoid
 Suspek penyakit hematologi seperti leukemia
 Suspek penyakit sistem saraf pusat tertentu (Multiple sclerosis, sarkoidosis,  guillain-
barre syndrome, gangguan mitokondria, leukoensefali dan meningitis
karsinomatosa/sindrom paraneoplastik)
 Terapi peningkatan tekanan intrakranial idiopatik atau spontan (pseudotumor serebri)
 Memasukkan zat tertentu pada cairan serebrospinal (anestesi spinal, kemoterapi
intratekal, antibiotik intratekal, baclofen intratekal dan zat kontras pada mielografi dan
sisternografi)
 Pada instalasi gawat darurat, pungsi lumbal memiliki efikasi untuk menyingkirkan
diagnosis beberapa penyakit serius seperti meningitis, perdarahan subaraknoid dan

Praktikum Keperawatan Medikal


Departemen Keperawatan Medikal Bedah 17
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Guillain-Barre syndrome yang mempengaruhi status fungsional dan keadaan vital


pasien.

Kontraindikasi
 Kontraindikasi absolut dari prosedur ini adalah infeksi pada kulit di lokasi
penyuntikan
 Terdapat ketidakseimbangan tekanan antara kompartemen supratentorial dan
infratentorial yang diketahui melalui pemeriksaan CT scan kepala.
 Massa fossa posterior
 Malformasi Arnold-Chiari

Resiko pemeriksaan lumbal pungsi


 Sakit kepala akibat adanya sedikit cairan serebrospinal bocor saat jarum disuntikkan,
 Mual dan muntah
 Kaki dan punggung terasa kebas atau mati rasa
 Rasa nyeri atau linu dari punggung hingga kaki
 Risiko infeksi di kulit akibat jarum suntik
 Risiko perdarahan di sekitar sumsum tulang belakang

Masalah keperawatan/Diagnosa keperawatan terkait


 Nyeri akut berhubungan dengan prosedur

Hal-hal yang perlu dipersiapkan perawat sebelum, saat dan sesudah


melakukan prosedur lumbal pungsi
 Memposisikan pasien
 Mengkaji apakah pasien obesitas atau tidak
 Mempersiapkan alat
 Mengobservasi pasien
 Membantu mempertahankan posisi lateral
 Monitor cairan dan TTV

Praktikum Keperawatan Medikal


Departemen Keperawatan Medikal Bedah 18
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Prosedur pemeriksaan lumbal pungsi

Sumber: https://www.mayoclinic.org/tests-procedures/lumbar-puncture/about/pac-20394631

Praktikum Keperawatan Medikal


Departemen Keperawatan Medikal Bedah 19
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Peralatan yang perlu disipakan


 Sterile dressing
 Sarung tangan bersih
 Sarung tangan steril
 Duk steril
 Cairan antiseptic
 Lidocaine
 Spuit
 Jarum spinal 20-25 G
 test tube
Prosedur
1. Tentukan kebutuhan pengkajian status kesehatan pasien
2. Identifikasi pasien (sambil mengecek ulang gelang pasien)
3. Jelaskan kepada pasien prosedur yang akan dilakukan dan tanyakan hal-hal yang
belum jelas bagi pasien
4. Cuci tangan dan (gunakan APD jika diperlukan)
5. Tutup tirai di sekitar tempat tidur dan tutup pintu jika memungkinkan
6. Menyiapkan peralatan
7. Memperhatikan posisi yang tepat untuk melakukan pemeriksaan lumbal
pungsi (Posisi yang direkomendasikan adalah lateral rekumben) posisi
meringkuk dengan lutut hingga menyentuh dada
8. Menggunakan sarung tangan bersih
9. Menandai daerah yang akan dilakukan pungsi
10. Membantu membuka daerah interlaminar dengan meminta pasien mencondongkan
badan
11. Mendekatkan peralatan yang akan digunakan
12. Mengganti sarung tangan bersih dengan sarung tangan steril
13. Melakukan Teknik aseptik pada area yang akan dipungsi
14. Meletakkan duk steril dan mengatur posisi pasien
15. Pemberian anastesi lokal (seperti: lidocaine) pada ruang lumbal intervertebral
yang telah diidentifikasi
16. Menusukkan jarum pada kanal spinal dan mengambil cairan

Praktikum Keperawatan Medikal


Departemen Keperawatan Medikal Bedah 20
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

cerebrospinal untuk pemeriksaan (pastikan jarum tidak berada pada


pembuluh darah)
17. Cairan serebrospinal akan keluar bila berada pada posisi yang benar.
18. Tampung cairan serebrospinal yang keluar pada test tube yang telah disiapkan
19. Jika telah selesai tarik jarum pelan-pelan dan tutup daerah penusukan
dengan sterile dressing
20. Merapikan alat
21. Melepaskan APD
22. Terminasi pasien

Referensi:
Doherty CM, Forbes RB. (2014). Diagnostic Lumbar Puncture. In: Ulster Med J[Internet].
Retrived  from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4113153/
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner & Suddarth's
textbook of medical-surgical nursing (12th ed.). Philadelphia: Wolters Kluwer Health
/ Lippincott Williams & Wilkins.

Praktikum Keperawatan Medikal

Anda mungkin juga menyukai