Anda di halaman 1dari 13

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers

”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”


6-7 Oktober 2020
Purwokerto
ISBN 978-602-1643-65-5

Bidang 6: Rekayasa sosial, pengembangan pedesaan, dan pemberdayaan masyarakat

MERANCANG PROGRAM PEMBERDAYAAN DALAM PENGEMBANGAN KLINIK


KESEHATAN DAN WISATA JAMU

Bambang Suswanto1, Tri Nugroho Adi1

1
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto

ABSTRAK

Jamu sebagai obat herbal tradisional sudah menjadi kearifan lokal bagi masyarakat Indonesia yang perlu
untuk dilestarikan dan dikembangkan dalam menjaga kesehatan keluarga serta masyarakat. Tujuan
penelitian merancang program pemberdayaan masyarakat dalam mendukung pengembangan klinik
kesehatan dan wisata jamu. Metode penelitian menggunakan studi kasus, pengumpulan data melalui
observasi, wawancara, diskusi dan dokumentasi. Lokasi penelitian di klinik kesehatan dan kawasan
wisata jamu Desa Kalibakung, Kecamatan Balapulang Kabupaten Tegal Provinsi Jawa Tengah.
Menentukan informan penelitian secara purposif yaitu pengurus, dokter, apoteker dan pasien klinik
kesehatan serta masyarakat sekitar dan pengunjung wisata jamu, praktisi dan ahli herbal. Analisis
penelitian kualitatif dengan triangulasi dan verifikasi data. Hasil penelitian bahan baku tanaman herbal
untuk pembuatan jamu di klinik kesehatan masih tergantung pada Balai Besar Pusat Pengembangan
Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) Tawangmangu. Galeri tanaman di wisata jamu masih
sebatas percontohan belum dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan klinik kesehatan. Kelompok
masyarakat perlu dilibatkan menjadi mitra untuk memasok bahan baku jamu dan pengembangan wisata
jamu dengan program pemberdayaan. Pemerintah daerah perlu menginisiasi dan memfasilitasi
pelaksanaan pemberdayaan yang bekerjasama dengan lembaga sosial, perguruan tinggi dan herbalis
untuk melakukan sosialisasi, penyuluhan, pelatihan dan pendampingan tentang budidaya tanaman herbal
serta pengolahan jamu. Program pemberdayaan menjadi penting untuk meningkatkan motivasi,
pemahaman, dan keterampilan masyarakat dalam budidaya dan pengolahan tanaman herbal dalam
meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi serta mendukung pengembangan klinik kesehatan dan
wisata jamu.

Kata kunci: herbal, kearifan lokal, kesejahteraan sosial ekonomi, pemberdayaan, wisata jamu

ABSTRACT

The herbal as a traditional medicine, that has become local wisdom of the Indonesian people needs to
be preserved and developed in maintaining the health of families and communities. The study aims to
creat community empowerment programs and support the development of health clinics and herbal
tourism. The study used case studies method, and data were collected through observation, interviews,
discussion and documentation. The study location took place in health clinic and herbal tourism,
Kalibakung Village, Balapulang District, Tegal Regency, Central Java Province. The results showed that
the raw materials of herbal plants to make herbal medicine in health clinics was still depend on the
Center for the Development of Medicinal Plants and Traditional Medicines in Tawangmangu Regency.
Plant galleries in herbal tourism are still pilot project only, it have not been developed to become self-
sufficient of health clinics. Community groups need to be involved as partners to supplying raw materials
of health clinics and herbal tourism develop with empowerment programs. Local governments must be
initiate and facilitate the implementation of empowerment for collaboration with social institutions,
universities and herbalists to conduct socialization, counseling, training and assistance on herbal plant

57
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers
”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”
6-7 Oktober 2020
Purwokerto
ISBN 978-602-1643-65-5

cultivation and herbal processing. Empowerment programs have important to increase motivation,
understanding, and community skills in cultivating and processing herbal plants to improving socio-
economic welfare and supporting the development of health clinics and herbal tourism.

Keywords: herbs, local wisdom, socio-economic welfare, empowerment, herbal tourism

PENDAHULUAN
Ketahanan pangan yang harus mendapat perhatian dan dukungan untuk pengembangan, selain
ketahanan pangan dengan skala produksi besar untuk mencukupi kebutuhan pangan daerah dan nasional,
juga ketahanan pangan lokal yang sudah lama menjadi kekuatan ekonomi dan pertanian di masyarakat
perdesaan khususnya yaitu adanya pemanfaatan lahan pekarangan rumah dan kebun sekitar rumah
menjadi lahan pertanian holtikultura berupa sayuran dan buah-buahan termasuk bumbu masakan yang
bermanfaat untuk melengkapi sekaligus mencukupi kebutuhan harian. Kemudian ketahanan pangan
pekarangan (lokal) dan kebun juga dapat dimanfaatkan untuk obat tanaman atau herbal sebagai alternatif
menjaga kesehatan serta mengobati penyakit yang disebut.
Mahalnya menjaga kesehatan dengan obat dan proses pengobatan atau perawatan kesehatan
modern, menjadikan masyarakat kembali mencari alternatif hidup sehat baik mencegah maupun
mengobati dengan kembali ke obat alami atau obat herbal. Hal tersebut dikenal dengan tanaman obat
keluarga atau apotek hidup yang merupakan kegiatan budidaya tanaman obat di halaman rumah atau
pekarangan sebagai antisipasi pencegahan maupun mengobati secara mandiri menggunakan tanaman
obat yang ada. Tanaman obat keluarga (Toga) diantaranya Jahe, Kencur, Lempuyang, Lengkuas,
Temulawak, Alang-alang, Blimbing Wuluh, Jeruk Mipis, Mengkudu dan Kapulaga, Jambu Biji, Sirih,
Kumis Lucing, dan Daun Kelor.
Program pemberdayaan tanaman obat keluarga mendapat perhatian dan dukungan pemerintah
dengan adanya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2016 tentang upaya pengembangan
kesehatan melalui asuhan mandiri pemanfaatan tanaman obat keluarga dan ketrampilan budidaya dan
pengolahannya. Asuhan mandiri kesehatan tradisional adalah upaya untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta mencegah dan mengatasi gangguan kesehatan ringan oleh individu, keluarga, kelompok,
dan masyarakat dengan memanfaatkan tanaman obat keluarga dan keterampilan dalam
memanfaatkannya.
Budidaya pertanian di lahan pekarangan dan kebun baik tanaman holtikultura maupun Tanaman
Obat Keluarga (Toga) di sekitar rumah sebagai ketahanan pangan lokal dan merupakan bentuk dari local
wisdom dan dapat dikatagorikan sebagai pengetahuan, keterampilan atau keahlian, pengalaman, dan
teknologi asli, alamiah dan tradisional yang sudah menjadi budaya yang khas dan unik yang
dipergunakan serta bertahan di masyarakat perdesaan untuk pengembangan kegiatan pertanian dan
ekonomi di desa yang dapat disebut sebagai Indigenous Technology (Onwu & Mosimege 2004), (Pandit
2017), (Jauhiainen & Hooli 2017). Bahkan perkambangan selanjutnya budidaya pertanian yang
memanfaatkan pekarangan dan kebun di rumah, sepanjang jalan perumahan, di perkantoran, hotel, cafe
dan rumah makan, bahkan kampus sudah menjadi penemuan dan perkembangan baru di dunia pertanian
sebagai inovasi ketahanan pangan lokal di perkotaan yaitu membuat dan melaksanakan teknologi
hidroponik untuk menanam sayuran dan buah-buahan (Purnaningsih 2006), (Burhansyah 2014),
(Wangke & Suzana 2016). Banyak konsep yang menjadi bukti inovasi ketahanan pangan lokal yang
sudah menjadi kampanye ramah lingkungan, ketahanan pangan lokal, dan tanaman organik yang saling
berkaitan seperti “Save Our Earth”, ”Go Green”, “Stop Global Warming”, “Kampung Hijau”
“Agrowisata”, “ Kampung Organik” dan “Back To Nature”.
58
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers
”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”
6-7 Oktober 2020
Purwokerto
ISBN 978-602-1643-65-5

Apalagi dalam situasi dan kondisi pandemi Covid 19 singkatan dari Corona (CO), Virus (VI)
Disease (D) dan tahun 2019 yang menjadi permasalahan global di hampir seluruh negara, termasuk di
Indonesia. Menurut sumber informasi Kompas.com bahwa 209 negara dan wilayah di seluruh dunia yang
telah melaporkan Covid-19 hingga Rabu 8 April tahun 2020 mencapai 1.435.310 kasus dengan 82.210
di antaranya meninggal dunia dan 303.007 dinyatakan sembuh. Kemudian pada sumber media
Covid19.go.id, jumlah pasien yang positif terinfeksi Virus Corona (Covid-19) di Indonesia pada Agustus
2020 sejumlah 165.887 kasus, yang sembuh 120.900 dan meninggal dunia 7.169. Maka mengakibatkan
semua orang harus membatasi diri dengan istilah social distancing dan physical distancing serta karantina
diri bahkan sampai karantina wilayah dalam keputusan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 yang merupakan aturan turunan
dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai
penjabaran dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Ancaman
bahaya pandemi Covid 19 sedang terus di cari obatnya, termasuk munculnya beberapa obat alternatif
seperti obat tradisional atau jamu yang sudah menjadi kearifan lokal masyarakat Indonesia yang
didapatkan dari tanaman obat keluarga.
Berdasarkan hal tersebut, maka menjadi sangat penting dan strategis untuk melakukan penelitian
tentang manfaat Tanaman Obat Keluarga (Toga) dalam memelihara kesehatan masyarakat pada masa
Pademi Covid 19 yang dapat direkomendasikan untuk pengembangan kawasan wisata kesehatan jamu
sebagai bentuk pengembangan ketahanan pangan di tingkat lokal atau desa yang merupakan realitas nyata
dan paling dekat dengan kehidupan masyarakat melalui pemanfaatan lahan pekarangan rumah dan kebun
supaya lebih bermanfaat untuk penghijauan dan kesehatan lingkungan dan keluarga, ada nilai tambah
untuk menghemat kebutuhan pokok serta bisa mendatangkan penghasilan tambahan bagi keluarga dan
masyarakat.
Melakukan penelitian dan kajian ketahanan pangan melalui pemanfaatan lahan pekarangan dan
kebun sekitar rumah untuk menanam tanaman sayuran, buah-buahan dan tanaman herbal dalam
memenuhi kebutuhan keluarga serta dapat dijadikan tambahan penghasilan, sehingga dapat menciptakan
kemandirian masyarakat. Hal tersebut relevan dengan konsep pemberdayaan masyarakat yang mengolah
potensi sumber daya menjadi kekuatan ekonomi sebagaimana menurut Witjaksono (2010), Mardikanto
& Soebianto (2012), Suswanto, et al. (2018), Sulaiman et al. (2019), pemberdayaan sebagai upaya yang
disengaja untuk memfasilitasi masyarakat lokal dalam merencanakan, memutuskan, dan mengelola
sumber daya lokal yang dimiliki melalui collective action dan networking, sehingga pada akhirnya
masyarakat memiliki kemampuan dan kemandirian secara ekonomi, ekologi dan sosial.
Ketahanan dan kemandirian pangan di masyarakat menjadi penting selain untuk memenuhi
kebutuhan, mengatasi krisis ekonomi global dan menghadapi persaingan serta perdagangan bebas yang
banyaknya produk impor yang masuk, juga dapat dijadikan penghasilan dan kesejahteraan bagi
masyarakat khususnya di perdesaan. Namun dalam dinamika pembangunan di perdesaan memiliki
tantangan dan permasalahan yang dihadapi, saling berkaitan, dan tidak dapat dipisahkan, sebagaimana
hasil penelitian tahun 2019-2020 peneliti dan beberapa hasil riset dari Saliem (2011), Ashari et al. (2012),
Purwanto (2012), Rusono et al. (2015), Eliza et al. (2017), Kuncoro et al. (2015), Umanailo (2016),
Sulaiman et al. (2017), Hidayat et al. (2017), Kusdiane et al. (2018), dan Sulaiman et al. (2019) yaitu
kondisinya lahan pertanian semakin sempit, generasi petani dan kepeminatan bidang produksi pertanian
bagi generasi muda berkurang, tapi semakin bertambahnya jumlah penduduk, pengangguran,
kemiskinan, dan kekurangan gizi, akibatnya sulit memenuhi kebutuhan hidup karena semakin terus
tingginya harga (mahalnya) bahan pokok, penurunan daya beli masyarakat. Motif dan gaya hidup dengan
59
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers
”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”
6-7 Oktober 2020
Purwokerto
ISBN 978-602-1643-65-5

budaya konsumsi makanan serta minuman yang instan, tidak alami dengan banyak perisa kimia dan
menggeser makanan serta minuman khas lokal yang organik, alami dan menyehatkan. Termasuk
permasalahan yang disebabkan dari dampak industrialisasi bidang manufaktur, otomotif dan tekstil, yang
kurang mendukung sektor pertanian (agroindustri), semakin sempitnya lahan pertanian karena kesalahan
alih fungsi lahan, pencemaran lingkungan seperti polusi udara, dan limbah yang mencemari pertanian
yang merusak ekosistem pertanian serta pemanasan global.
Problematika tersebut menjadi catatan penting dalam konsideran Undang-Undang Nomer 41
tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, bahwa bahwa makin
meningkatnya pertambahan penduduk serta perkembangan ekonomi dan industri mengakibatkan
terjadinya degradasi, alih fungsi, dan fragmentasi lahan pertanian pangan telah mengancam daya dukung
wilayah secara nasional dalam menjaga kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan. Kemudian
dalam bagian penjelasan menjelaskan bahwa ancaman terhadap ketahanan pangan telah mengakibatkan
Indonesia harus sering mengimpor produk-produk pangan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Dalam keadaan jumlah penduduk yang masih terus meningkat jumlahnya, ancaman-ancaman terhadap
produksi pangan telah memunculkan kerisauan akan terjadi keadaan rawan pangan pada masa yang akan
datang. Akibatnya dalam waktu yang akan datang Indonesia membutuhkan tambahan ketersediaan
pangan dan lahan pangan.
Maka salah satu permasalahan pembangunan terletak pada jaminan ketahanan pangan yang
menyangkut kualitas potensi kekayaan suamber daya alam agraris dan kualitas sumber daya manusia
sebagai pelaku pembangunan. Sebagaimana menurut Undang-Undang Rublik Indonesia Nomor 18 tahun
2012 tentang Pangan, bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan
pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia berkualitas. Kemudian sebagai negara dengan
jumlah penduduk yang besar dan di sisi lain memiliki sumber daya alam dan sumber Pangan yang
beragam, Indonesia mampu memenuhi kebutuhan Pangannya secara berdaulat dan mandiri. Pada Pasal
1 bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan
perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman,
beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya
masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Pasal 3 bahwa
penyelenggaraan Pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan
manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan berdasarkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan,
dan Ketahanan Pangan.
Menurut strategi penanggulangan kemiskinan daerah Provinsi Jawa Tengah tahun 2015-2018
bahwa salah satu bidang pembangunan yang penting dan strategis dalam mengatasi kemiskinan yaitu
memperkuat ketahanan pangan di masyarakat dengan indikator harga-harga barang pokok yang
terjangkau, komposisi asupan gizi dan peningkatan produksi pangan. Begitupun dalam Rencana Strategis
(Renstra) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jawa Tengah 2018-2023 bahwa perioritas
pembangunan bidang ekonomi yaitu melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan teknis, koordinasi,
pembinaan, fasilitasi dan pelaksanaan tugas penyusunan perencanaan pembangunan di bidang sumber
daya alam dan pertanian yang menjadi subperioritas penting dan strategis yaitu tentang ketahanan
pangan.
Pandemi wabah Covid 19 belum ada obat khusus dan pada Agustus 2020 sedang dilakukan uji
laboratorium untuk vaksinya dalam rangka penanggulangan pandemik, namun disisi lain obat herbal
berupa jamu sebagai alternatif obat tradisional sudah mulai tersisih dan terlupakan sehingga sudah jarang
yang mengkonsumsi dan memiliki kesadaran melakukan penanaman obat keluarga (Toga) sebagai
sumber bahan membuat jamu. Padahal ketahanan pangan tanaman obat keluarga sangat mudah, unik,
60
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers
”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”
6-7 Oktober 2020
Purwokerto
ISBN 978-602-1643-65-5

menarik dan menjadi local wisdom serta indigenous technology yang perlu mendapat perhatian degan
pengembangan dari masyarakat, kelembagaan kelompok dan pemerintah melalui program
pemberdayaan. Penggunaan dan pengembangan jamu sebagai obat herbal tradisional sudah dilaksanakan
oleh pemerintah daerah seperti di Taman Wisata Balekambang sebagai wisata ilmiah kesehatan jamu
dibawah Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional di
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar Provinsi Jawa Tengah. Kemudian diadopsi dan menjadi cabang
binaannya yaitu Kawasan Wisata Kesehatan Jamu (WKJ) di Desa Kalibakung, Kecamatan Balapulang,
Kabupaten Tegal yang menjadi lokasi penelitian. Sehingga tujuan penelitian untuk merancang program
pemberdayaan masyarakat dalam penanaman obat herbal sebagai ketahanan pangan dan menjaga
kesehatan keluarga di tengah pandemik Covid 19.

METODE PENELITIAN
Menggunakan penelitian kualitatif dengan studi kasus (case study) yang mempelajari secara
mendalam fenomena realitas yang berlatar belakang interaksi dengan lingkungan suatu unit sosial seperti
individu, kelembagaan, komunitas, ataupun masyarakat.(Suwarto & Subyantoro 2007). Lundy (2008)
The case can be an individual person, an event, a group, or an institution. Case studies take a relatively
small subsample of research subjects as a source of in-depth, qualitative information. Pengumpulan data
menggunakan observasi langsung, dokumentasi, diskusi dan wawancara semi terstruktur dengan
mempersiapkan terlebih dahulu pertanyaan atau pembahasan yang akan ditanyakan dan didiskusikan
kepada informan kunci, kelompok-kelompok yang difokuskan baik yang homogen maupun campuran.
Kemudian wawancara secara terbuka (opened interview) atau tidak terstruktur dan wawancara
mendalam yang memungkinkan peneliti dan juga responden memperoleh keleluasaan melakukan dialog
(Mikkelsen 2005).
Lokasi penelitian di klinik kesehatan dan kawasan wisata jamu Desa Kalibakung, Kecamatan
Balapulang Kabupaten Tegal. Pemilihan informan penelitian secara purposif yaitu praktisi dan ahli herbal
atau herbalis, kemudian kepala, dokter dan perawat serta pasien di Klinik Kesehatan Jamu serta
masyarakat sekitar di Desa Kalibakung, Kecamatan Balapulang Kabupaten Tegal. Analisis data kualitatif
studi kasus dengan triangulasi dan verifikasi data dengan memiliki proses berdasarkan metode analisis
yang mengkonstruksi penjelasan dari kompleksitas, rincian dan konteks data. Mengidentifikasi kategori
yang muncul dan teori-teori dari data yang ditemukan, bukan katagori atas dasar apriori dari gagasan.
Memperhatikan keunikan dari setiap kasus serta melakukan analisis lintas kasus.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Perkembangan Klinik Kesehatan dan Kawasan Wisata Jamu
Pendirian Klinik kesehatan dan Wisata Kesehatan Jamu digagas oleh Sekertaris Daerah
Kabupaten Tegal yang bernama Drs. Haron Bagas Prakoso, M.Hum, kemudian mendapat dukungan
pemerintah daerah dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah (Perda) nomor 1 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Wisata Kesehatan Jamu (WKJ) dan Retribusi Pelayanan Kesehatan Tradisional
Komplementer di Desa Kalibakung Kabupaten Tegal.
Taman Wisata Kesehatan Jamu (WKJ) bertujuan untuk mengangkat Kesehatan Tradisional
khususnya Jamu sebagai potensi dalam menyehatkan masyarakat dan meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah Kabupaten Tegal. Pemerintah Kabupaten Tegal dalam pendirian dan pengembangan Klinik
kesehatan dan Wisata Kesehatan Jamu didukung Kementerian Kesehatan khususnya di bawah Direktorat

61
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers
”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”
6-7 Oktober 2020
Purwokerto
ISBN 978-602-1643-65-5

Jenderal (Ditjen) Bina Gizi dan Kesehatan Ibu serta Anak khususnya Direktorat Bina Pelayanan
Kesehatan Tradisional Alternatif dan Komplementer, Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) dari Balai Besar
Pusat Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) Tawangmangu Kabupaten
Karanganyar Provinsi Jawa Tengah dengan membuat perencanaan pengembangan kawasan wisata jamu
pada tahun 2012-2015.
Pada mulanya Wisata Kesehatan Jamu (WKJ) dikelola dua dinas yaitu Dinas Pariwisata dan
Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal yang terintegrasi menjadi satu, namun perkembangannya mengalami
perubahan hanya di bawah Dinas Kesehatan yang statusnya sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah
(UPTD) yang setara dengan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di tingkat kecamatan. Klinik
kesehatan dan kawasan wisata jamu di Desa Kalibakung Kabupaten Tegal lokasinya berada di ketinggian
650 meter diatas permukaan air laut dengan alamat jalan raya Kalibakung Bojong Kilometr 1 Kalibakung
Kecamatan Balapulang Kabupaten Tegal Provinsi Jawa Tengah. Etalase tanaman obat dengan 280 jenis
tanaman obat herbal yang diberi label nama dengan luas lahan keseluruhan 3,2 Ha yang bekerjasama
dengan Balai besar Pengembangan Penelitian Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT)
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar Provinsi Jawa Tengah. Sehingga klinik saintifikasi jamu di
wisata kesehatan jamu Kalibakung Kabupaten Tegal menggunakan dasar hasil riset B2P2TO-OT
hasilnya ada 11 ramuan jamu saintifikasi yaitu ramuan Jamu Asam Urat, Jamu Tekanan Darah Tinggi,
Jamu Wasir, Jamu Radang Sendi, Jamu Kolesterol Tinggi, Jamu Gangguan Fungsi Hati, Jamu Gangguan
Maag atau Lambung, Jamu Batu saluran kencing, Jamu Gangguan Diabetes, Jamu Kebugaran, Jamu
Obesitas atau kegemukan. Sehingga wisata kesehatan jamu di Kalibakung Kabupaten Tegal memiliki
tujuan memanfaatkan sumber daya alam dan pengelolaan potensi alam tradisional secara berkelanjutan
untuk digunakan sebagai jamu dalam upaya pelayanan kesehatan. Sementara bahan baku obat tradisional
yang berasal dari masyarakat Kabupaten Tegal baru 30% dari kebutuhan wisata kesehatan jamu,
sebanyak 70% dipasok dari B2P2TO-OT Tawangmangu. Mengembangkan tanaman produksi jamu untuk
memasok kebutuhan pelayanan dan sarana secara komplementer di tempat lain di luar daerah Kabupaten
Tegal.
Klinik kesehatan dan kawasan wisata jamu Kalibakung Kabupaten Tegal dengan memiliki
Personil yang mengelola dan melaksanakan pelayanan di klinik kesehatan dan kawasan wisata jamu
terdiri dari dokter umum yang sudah memiliki sertifikasi herbal, termasuk apoteker dan perawat yang
juga memiliki sertifikasi herbal serta pemandu wisata jamu atau penyuluh. Taman wisata jamu menjadi
tempat kunjungan bagi siswa untuk praktik belajar, kelompok Pemberdayaan Kesehatan Keluarga
(PKK), Pramuka, siswa sekolah dasar, siswa sekolah menengah dan siswa sekolah menengah atas serta
masyarakat yang dipandu oleh petugas kesehatan. Pelayanan yang diberikan yaitu pelayanan klinik
kesehatan dengan laboratorium klinik jamu, pelayanan tindakan umum dan rawat jalan. Kunjungan
khusus pasien yang datang ke klinik kesehatan jamu sebanyak 3.846 orang atau rata-rata 13 orang setiap
hari yang datang dari berbagai daerah di luar Kabupaten Tegal. Komposisi usia pasien paling banyak 41-
55 tahun (41%), 55> tahun (39%), 15-41 tahun (18%) dan <15 (2%). Pasien yang berobat dengan kasus
penyakit diantaranya diabetes, hiperkolesteraol, dispepsia, hipertensi, asam urat, myalgia, osteoarthritis,
batuk, rheumatoid Arthritis dan batu ginjal. Berdasarkan data dari klinik kesehatan dan wisata jamu
Kalibakung Kabupaten Tegal bahwa penggunaan bahan obat herbal yang paling banyak dipergunakan
selama tahun 2019 yaitu Temulawak sebagai jenis rimpang 75,8 kg (3,2 kg perbulan), Meniran bagian
herba sebanyak 56,8 Kg (4,7 kg perbulan), Kunyit sebagai jenis rimpang 43,7 Kg (3,6 kg perbulan), daun
Sembung sebanyak 40,7 kg (3,4 kg perbulan), daun Salam 35,6 kg (3 kg perbulan), Kayu manis 34,5 kg
(2,9 kg perbulan), kayu Secang, 33,6 kg (2,8 kg perbulan), daun Jati belanda 33,6 kg (2,8 kg perbulan),
62
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers
”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”
6-7 Oktober 2020
Purwokerto
ISBN 978-602-1643-65-5

Rumput bolong 33,2 kg (2,8 kg perbulan), kulit kayu Pule 27,3 kg (2,3 kg).
Rencana pengembangan klinik kesehatan dan kawasan wisata jamu Kalibakung Kabupaten Tegal
untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dengan bahan baku jamu untuk pelayanan spa, akupunktur,
laboratorium dan pusat penelitian kesehatan jamu, pengolahan pasca panen, cafe jamu bahkan
merencanakan membangun Rumah Sakit Kesehatan Jamu sebagai pusat pelayanan rujukan pengobatan
tradisional dan komplementer. Klinik kesehatan dan kawasan wisata jamu memiliki visi untuk
mewujudkan masyarakat sehat dengan jamu yang bermutu, aman dan berkhasiat, sedangkan misinya
meningkatkan mutu penelitian dan pengembangan tanaman obat berbasis layanan kesehatan,
mengembangkan hasil penelitian dan pengembangan tanaman obat tradisional, meningkatkan
pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan obat tradisional dengan motto ramah, informatif,
edukatif dan produktif. Jam pendaftaran berobat ke klinik kesehatan pada hari Senin sampai Kamis mulai
pukul 08.00 - 11.00, Jumat dan Sabtu dari jam 08.00 - 10.00 serta pada hari libur tutup. Kemudian jam
pelayanan Senin sampai Kamis mulai jam 07.00 - 14.00, Jumat dari 07.00 - 11.00 dan Sabtu 07.00 -
12.30.
Pentingnya klinik kesehatan dan kawasan wisata jamu seperti di desa Kalibakung Kabupaten Tegal untuk
menjaga dan memelihara kesehatan serta mengobati penyakit. Jamu merupakan obat herbal yang sudah
sejak lama menjadi obat tradisonal secara turun temurun di Indonesia. Selain untuk kesehatan tanaman
obat herbal dapat pula menjadi komoditas ekonomi masyarakat dan tidak tergantung pada produk impor.
Sebagaimana menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan bahwa derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif,
partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta
peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional. Pada Pasal 3 menyatakan
pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai
investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.
Kesehatan masyarakat (public health) adalah ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang
hidup, dan meningkatkan kesehatan melalui usaha-usaha pengorganisasian masyarakat untuk (1)
Meningkatkan sanitasi lingkungan, (2) Mengendalikan infeksi menular, (3) Melakukan pendidikan
secara individual dalam hal hygiene perorangan, (4) Mengorganisasikan pelayanan medis dan perawatan
untuk tercapainya diagnosis dini dan terapi pencegahan terhadap penyakit. (5) Pengembangan sosial
kearah adanya jaminan hidup yang layak dalam bidang kesehatan. Ruang lingkup kesehatan masyarakat
yaitu (1) Promotif (peningkatan kesehatan optimal) untuk peningkatan gizi, pemeliharaan kesehatan
perorangan, pemeliharaan kesehatan lingkungan, olah raga secara teratur, istirahat yang cukup dan
rekreasi. (2) Preventif (pencegahan penyakit) mencegah terjadinya penyakit melalui pemberian imunisasi
pada bayi dan anak, ibu hamil, pemeriksaan kesehatan secara berkala untuk mendeteksi penyakit secara
dini. (3). Kuratif (pengobatan) terhadap orang sakit untuk diobati secara tepat ssehingga dipulikan
kesehatannya. (4). Rehabilitatif (pemeliharaan kesehatan) terhadap penderita yang baru pulih dari
penyakit yang dideritanya. (Eliana & Sumiati 2016).
Dalam perkembangannya jamu merupakan obat tradisional yang digunakan secara turun temurun
yang terbuat dari bahan ramuan tumbuhan yang dikembangkan menjadi obat herbal terstandar dengan
penelitian dan penelitian untuk menguji standar mutu, keamanan dan kemanfaatanya secara ilmiah serta
menggunakan bahan baku yang telah memenuhi syarat atau standar yang disebut Fitofarmaka. Proses
pembuatan jamu bahan dikeringkan dan atau di tumbuk (di buat serbuk halus) lalu direbus dengan air
panas dengan api kecil selama kurang lebi 15-20 menit menggunakan panci atau wajan yang terbuat dari
bahan tanah liat seperti teko atau pendil, dapat juga dari bahan stenles dan atau kaca, tetapi jangan
63
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers
”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”
6-7 Oktober 2020
Purwokerto
ISBN 978-602-1643-65-5

menggunakan bahan dari alumunium. Beberapa jenis tanaman herbal berdasarkan sumber dari klinik
kesehatan dan kawasan wisata jamu dan hasil wawancara dengan herbalis atau ahli dan praktisi herbal
bahwa bahan jamu terdiri dari (1) Bahan dari batang tanaman seperti Jeruk nipis untuk antiseptik obat
kumur, Jarak untuk mengobati sakit gigi, Brotawali untuk sakit demam dan obat cacingan, Kayu manis
untuk sesak napas dan batuk, Serai untuk menghangatkan tubuh, kemudian Delima untuk obat cacing.
(2) Bahan dari daun seperti Jambu biji untuk mengobati sakit perut diare, daun Alamanda untuk maag,
Kangkung untuk insomnia, Kumis kucing untuk mengobati saluran kencing, Pegagan mengobati
sariawan, daun kelor mengobati kurang darah, Landep mengobati rematik, Pepaya mengobati deman dan
disentri, Seledri dan Blimbing mengobati tekanan darah tinggi, Sirih untuk sariawan dan bau mulut, daun
Salam mengobati diabetes, daun Wera untuk mengobati deman panas, dan daun Saga untuk batuk serta
sariawan. (3) Bahan dari biji seperti Mahoni untuk malaria, Jambalng untuk diabetes, Pala untuk perut
kembung dan Kedaung untuk sakit perut, serta buah mengkudu untuk penyakit hipertensi. (4) Bahan dari
umbi atau rimpang seperti Kunyit untuk sakit maag, Jahe untuk asma, sakit pinggang dan masuk angin,
Temulawak mengasi sembelit, Alang-alang untuk rheumatik, Kencur untuk obat batuk, Lempuyang
untuk diare dan nafsu makan, Temu giring untuk sakit perut dan obat cacing, Lengkuas sebagai
antibakteri. Sebagaimana menurut Hakim (2015), Setiawati, et al. (2016), Salim dan Munadi (2017), Fitri
et al. (2018) penanaman obat herbal tradisonal untuk jamu sangat penting dan bermanfaat memenuhi
kebutuhan serta kesehatan manusia, bahkan dalam dunia farmasi, tanaman obat merupakan sumber bahan
baku obat herbal tradisional dan modern yang perlu juga dilestarikan serta dipatenkan. Kembalinya
kecenderungan masyarakat dengan gaya hidup back to nature dalam mengkonsumsi obat herbal
tradisional dan mahalnya obat modern, sehingga permintaan produk tanaman obat herbal tradisional
semakin tinggi di Indonesia termasuk luar negeri.
Program Pemberdayaan Masyarakat dalam Tanaman Herbal
Proses pembuatan program pemberdayaan tanaman obat keluarga dapat dimulai dari inisiatif
pemerintah daerah Kabupaten Tegal dalam hal ini Dinas Kesehatan dan pengelola klinik kesehatan jamu
sebagai fasilitator yang memiliki kebijakan, kewenangan dan anggaran. Sehingga nanti masyarakat
sekitar klinik kesehatan dan kawasan wisata jamu di Desa Kalibakung Kecamatan Balapulang dapat
menjadi sasaran atau peserta pemberdayan yang akan menjadi kelompok penghasil dan pemasok tanaman
obat yang dibutuhkan. Sehingga masyarakat dapat memanfaatkan lahan pekarangan rumah dan
perkebunannya dapat memenuhi kebutuhan tanaman obat keluarga dan menambah penghasilan dengan
memasok bahan jamu kepada klinik kesehatan dan kawasan wisata jamu. Karena masyarakat sekitar
klinik kesehatan dan kawasan wisata jamu di Desa Kalibakung memiliki potensi yang besar dan cocok
daerahnya untuk menanam tanaman obat herbal dengan pekarangan rumah yang luas termasuk
perkebunan.
Upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan dan gizi keluarga dapat dilakukan melalui
pemanfaatkan sumberdaya yang tersedia maupun yang dapat disediakan di lingkungannya. Upaya
tersebut dapat dilakukan melalui pemanfaatan lahan pekarangan yang dikelola oleh rumah tangga untuk
menanam komoditi yang dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan harian masyarakat yang
bertujuan untuk pemberdayaan masyarakat terutama kaum ibu rumah tangga yang dapat membantu
menambah pendapatan rumah tangga dan mewujudkan kemandirian pangan (Tumanggor 2009), (Saliem
2011), (Ashari el al. 2012), (Mayliza dan Adianto 2019), (Kurniawanto dan Anggraini 2019).
Program yang diiniasi dan difasilitasi pemerintah dinas kesehatan Kabupaten Tegal yaitu dengan
(1) Melakukan sosialisasi secara intensif tentang visi, misi dan program pengembangan klinik kesehatan
dan kawasan wisata kesehatan jamu kepada kelompok masyarakat dan para pelajar sekitar kawasan
64
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers
”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”
6-7 Oktober 2020
Purwokerto
ISBN 978-602-1643-65-5

wisata jamu khususnya di Desa Kalibakung Kecamatan Balapulang Kabupaten Tegal dengan melibatkan
pemerintah desa setempat. Tujuanya supaya masyarakat mengetahui, memahami dan termotivasi untuk
ikut peduli terhadap pelestarian dan pengembangan ketahanan tanaman obat herbal atau jamu untuk
menjaga kesehatan keluarga serta dapat mendukung pengembangan klinik kesehatan dan kawasan wisata
kesehatan jamu. (2) Melakukan penyuluhan secara berkelanjutan kepada kelompok masyarakat, para
pelajar dan pemerintah desa Kalibakung tentang pentingnya manfaat penanaman, jenis-jenis
tanamanherbal, dan pengolahan tanaman herbal sebagai tanaman obat dan kesehatan keluarga serta
memiliki nilai tambah atau menghasilkan pendapatan untuk memasok bahan baku jamu serta usaha
jamunya bagi wisatawan. Tujuanya masyarakat akan semakin termotivasi untuk melakukan penanaman
tanaman herbal di pekaranagn dan kebunya untuk kebutuhan obat keluarga dan mendapat penghasilan
tambahan dengan memasok bahan herbal ke klinik kesehatan serta kawasan wisata jamu. (3) Melakukan
dialog dalam musyawarah untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan, potensi, dan minat
dengan dengan kelompok masyarakat dengan pemerintah Desa Kalibakung dalam mengembangkan
tanaman herbal di pekarangan rumah dan perkebunan serta proses pembuatan jamu. Sehingga dihasilkan
program pemberdayaan yang dibutuhkan untuk kelompok masyarakat dan ada komitmen kesepakatan
perjanjian kemitraan dengan Dinas kesehatan dan pengelola klinik kesehatan serta kawasan wisata jamu.
Sehingga hasil tanaman herbal di pekaranagn rumah dan perkebunan kelompok masyarakat dapat
ditampung dam diterima untuk dibeli sesuai standar yang ditetapkan Dinas kesehatan, klinik kesehatan
dan kawasan wisata jamu.
Proses dialog dalam musyawarah antara Dinas kesehatan, pengelola klinik kesehatan dan
kawasan wisata jamu dengan pihak kelompok masyarakat dan pemerintah desa merupakan proses
perencanaan dan pelakasanaan pembangunan secara partisipatif sebagai bentuk pemberdayaan tanaman
herbal sebagai bahan obat keluarga. Tujuanya supaya masyarakat dan pemerintah desa dapat
melestarikan budaya menanam, mengolah dan mengkonsumsi jamu sebagai warisan turun temurun
dalam menjaga kesehatan keluarga bahkan dapat terus dikembangkan sebagai kearfian lokal.
Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan
yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam
pemenuhan kebutuhan mereka. Dalam bahasa asing sering juga dikonsepsikan sebagai kebijakan
setempat “local wisdom” atau pengetahuan setempat “local knowledge” atau kecerdasan setempat “local
genious. (Fajarini 2014) (Situmorang & Harianja, 2014), (Sari et al. 2015), (Eliza et al. 2017).
Menghasilkan dan melaksanakan program pemberdayaan masyarakat dalam penanaman
tanaman herbal untuk jamu selain melakukan penyuluhan juga pelatihan dan pendampingan tentang
pemilihan dan cara penanaman tanaman herbal di pekarangan dan kebun serta proses pengolahan herbal
menjadi minuman jamu dengan sasaran para pelajar dan genarasi muda mulai dari tingkat sekolah dasar,
sekolah menengah dan sekolah tingkat. Bahkan dapat memberikan rekomendasi dan melahirkan
dukungan kebijakan dari Dinas Pendidikan untuk memasukkan materi pelajaran siswa disekolah sebagai
materi tambahan dan wajib bagi siswa. Sasaran pemberdayaan pada kelompok tani dan masyarakat umum
untuk memanfaatkan pekarangan dan kebun menghasilkan tanaman herbal untuk produksi jamu,
termasuk pelatihan mengolah tanaman herbal menjadi jamu untuk menjaga kesehatan keluarga, termasuk
memasok bahan jamu untuk klinik kesehatan kawasan wisata jamu.
Membentuk kelompok pemberdayaan ketahanan tanaman herbal dari masyarakat yang didukung
pemerintah dinas kesehatan dan pemerintah desa mulai dari kelompok tani yang terdiri dari kelompok
wanita tani dan kelompok pemuda atau pelajar dengan sasaran mikro memanfaatkan pekarangan rumah
dan secara makro di perkebunan kelompok masyarakat serta dapat juga di fasilitasi oleh pemerintah
dengan menyediakan lahan bagi kelompok masyarakat.
65
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers
”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”
6-7 Oktober 2020
Purwokerto
ISBN 978-602-1643-65-5

Promosi dan pemasaran dilaksanakan oleh pemerintah daerah khususnya dinas kesehatan dan
klinik kesehatan serta pengelola wisata jamu melalui roadshow ke setiap sekolah, perguruan tinggi dan
kelompok masyarakat. Mengadakan event pergelaran seperti pameran tanaman herbal dan jamu,
pengecekan dan pengobatan gratis, mengikuti pameran ddiberbagai event. Menggunakan media promosi
dan pemasaran melalui internet seperti media sosial baik Facebook, Instagram, website dan blog dengan
melatih dan melibatkan kelompok pemuda sebagai aktor promosi yang faham, terampil serta cekatan
dalam penggunaan media sosial di era digital.
Pentingnya melakukan pemberdayaan dengan inisiatif dan fasilitasi pemerintah khususnya dengan
penyuluhan dan pemberdayaan kepada kelompok masyarakat termasuk generasi muda dan pelajar untuk
menumbuhkan motivasi, kesadaran, kemauan dan keterampilan untuk memanfaatkan potensi sumber
daya yang dimiliki serta peluang menjadi rekomendasi bebrerapa hasil riset seperti dari Sidik (2014),
Sari et al. (2015), Yulianto dan Kirwanto (2016), Choironi et al (2018), Sugito et al. (2019)

KESIMPULAN
Masyarakat Indonesia sudah memiliki warisan budaya menanam dan mengolah tanaman herbal
menjadi jamu sebagai obat tradisonal dan kearifan lokal untuk menjaga kesehatan keluarga dan
masyarakat. Tanaman herbal dan jamu sudah mulai digalakkan kembali oleh masyarakat untuk menjadi
obat alternatif dan minuman sehat di tengah Pandemik Covid 19.
Masyarakat sudah terbiasa menanam tanaman untuk kebutuhan harian sebagai ketahanan pangan
lokal termasuk tanaman herbal, sehingga perlu di lestarikan dan dikembangkan menjadi tanaman obat
keluarga dengan program pemberdayaan.
Pemerintah daerah melalui dinas kesehatan dapat membuat dan menjalankan program
pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan pemerintah desa dan kelompok masyarakat untuk menjadi
mitra dalam pengembangan klinik kesehatan dan wisata jamu di Kalibakung Kabupaten Tegal.
Pemberdayaan masyarakat dilaksanakan dengan tahapan mengidentifikasi dan menganalisis
permasalahan, potensi dan prospek penanaman tanaman herbal di pekarangan rumah sebagai tanaman
obat keluarga, galeri tanaman herbal dan bahan baku jamu khususnya untuk klinik kesehatan serta wisata
jamu Kalibakung.
Pemerintah daerah sebagai inisiator dan fasilitator mensosialisasikan visi, misi dan program
pemberdayaan yang sudah melibatkan pemerintah desa dan masyarakat sehingga dapat meningkatkan
motivasi, kesadaran dan kekompakkan untuk menanam tanaman herbal sebagai tanaman obat keluarga,
galeri wisata jamu dan bahan baku klinik kesehatan.
Pemberdayaan masyarakat dilaksanakan dengan memberikan penyuluhan, pelatihan dan
pendampingan tentang budi daya penanaman herbal di pekarangan rumah dan perkebunan, kemudian
pengolahan tanahan herbal menjadi jamu sebagai alternatif obat tradisional serta menjaga kesehatan
keluarga.Generasi muda, para pelajar, dan kelompok tani di desa menjadi peserta program pemberdayaan
budi daya tanaman dan pengolahan herbal.
Program pemberdayaan melibatkan stakeholder lainya seperti aktivis dan lembaga sosial yang
memiliki kepedulian dalam tanaman herbal, para herbalis dan perguruan tinggi untuk menjadi
narasumber, fasilitator, dan pendamping dalam penyuluhan serta pelatihan budi daya tanaman herbal
khususnya di masyarakat Desa Kalibakung untuk mendukung pengembangan klinik kesehatan dan wisata
jamu.
Dinas kesehatan, pengurus klinik kesehatan dan wisata jamu perlu melakukan promosi dengan
mendatangi pihak sekolah dan instansi lainya serta ikut dalam pameran-pameran di berbagai daerah.

66
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers
”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”
6-7 Oktober 2020
Purwokerto
ISBN 978-602-1643-65-5

Generasi muda di desa dan pelajar diberikan pemberdayaan untuk menjadi agen promosi dan pemasaran
klinik kesehatan dan wisata jamu melalui media sosial, sehingga dapat lebih dikenal luas oleh publik.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kemenristek Dikti dan LPPM Unsoed atas
pembiayaan penelitian ini melalui Penelitian Peningkatan Kompetensi.

DAFTAR PUSTAKA
Ashari., Saptana., & Purwantini, T.B. (2012). Potensi dan Prospek Pemanfaatan Lahan Pekarangan untuk
Mendukung Ketahanan Pangan. Forum Penelitian Agro Ekonomi. 30(1): 13-30,
http://dx.doi.org/10.21082/fae.v30n1.2012.13-30
Burhansyah, R. (2014). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Inovasi Pertanian pada Gapoktan
Puap dan Non Puap di Kalimantan Barat (Studi Kasus: Kabupaten Pontianak dan Landak).
Informatika Pertanian. 23(1): 65-74, http://dx.doi.org/10.21082/ip.v23n1.2014.p65-74
Choironi, N.A., Wulandari, M., & Susilowati, S.S. (2018). Pengaruh edukasi terhadap pemanfaatan dan
peningkatan produktivitas tanaman obat keluarga (TOGA) sebagai minuman herbal instan di
Desa Ketenger Baturraden. Kartika: Jurnal Ilmiah Farmasi. 6(1):1-5
,http://dx.doi.org/10.26874/kjif.v6i1.115
Eliana., & Sumiati, S. (2016). Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
Eliza, P., Lailiyah, A., & Febrianingsih, N. (2017). Analisis dan Evaluasi Hukum dalam rangka
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Jakarta: Kepala Pusat Analisis dan
Evaluasi Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional
Fajarini, U. (2014). Peranan Kearifan Lokal dalam Pendidikan Karakter. Sosio Didaktika. 1(2) : 123-
130, doi.10.15408/sd.v1i2.1225
Fitri, R., Oktiarni, D., & Arso, D.D. (2018). Eksplorasi Pengetahuan Obat Tradisional dalam Prespektif
Hukum Kekayaan Intelektual di Bengkulu. Mimbar Hukum. 30(2): 304-315,
https://doi.org/10.22146/jmh.31021
Hakim, L. (2015). Rempah & Herba Kebun-Pekarangan Rumah Masyarakat: Keragaman, Sumber
Fitofarmaka dan Wisata Kesehatan-kebugaran. Yogyakarta: Diandra Creative
Hidayat, Y., Ismail, A., & Ekayani, M. (2017). Dampak Konversi Lahan Pertanian Terhadap Ekonomi
Rumah Tangga Petani Padi (Studi Kasus Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka Jawa
Barat). Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 20(2): 171-182,
http://dx.doi.org/10.21082/jpptp.v20n2.2017.p171-182
Jauhiainen, J.S., & Hooli, L. (2017). Indigenous Knowledge and Developing Countries’ Innovation
Systems: The Case of Namibia. International Journal of Innovation Studies. 1(1), 89-106,
https://doi.org/10.3724/SP.J.1440.101007
Kuncoro, B., Djawahir, S.T., Endang, D.S., Suswanto, B., Sabiq, A., & Sulaiman, A.I. (2015). “Model
of Villagers Food Security Based on Local Wisdom”. Proceeding. The 7th International
Graduated Students and Scholars Conference (IGSSCI) Graduated School Gadjah Mada
University, November, 4-5 2015
Kurniawanto, H., & Anggraini, Y., (2019). Pemberdayaan Perempuan dalam Pengembangan Badan
Usaha Milik Desa (Bumdes) Melalui Pemanfaatan Potensi Sektor Pertanian (Studi Kasus di
Desa Kadu Ela Kecamatan Cadasari Kabupaten Pandeglang). Jurnal Kebijakan Pembangunan

67
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers
”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”
6-7 Oktober 2020
Purwokerto
ISBN 978-602-1643-65-5

Daerah, 3(2), 127-137. https://doi.org/https://doi.org/10.37950/jkpd.v3i2.71


Kusdiane, S.D., Soetarto, E., Sunito, S. (2018). Alih Fungsi Lahan dan Perubahan Masyarakat di
Kecamatan Cimanuk, Kabupaten Pandeglang. Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan. 6(3): 246-
251, https://doi.org/10.22500/sodality.v6i3.23465
Lundy, K.S. (2008). Historical Research. Given LM et al, editor. The Sage of Encyclopedia of
Qualitative Research Methods Volumes 1 & 2. Los Angeles, London, New Delhi, Singapore :
Sage Publication
Mardikanto, T & Soebiato, P. (2012). Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif Kebijakan Publik.
Bandung : Alfabeta
Mayliza., & Adianto. (2019). Analisis SWOT Pemberdayaan Suku Bonai dalam Meningkatkan
Kesejahteraan di Rokan Hulu. Sosio Konsepsia: Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Kesejahteraan Sosial. 9(1): 49-69, https://doi.org/10.33007/ska.v9i1.1777
Mikkelsen B. (2005). Methods for Development Work and Research: A New Guide for Practitioners.
Sage Publications Inc
Onwu, G., & Mosimege, M.G. (2004). Indigenous knowledge systems and science and technology
education: A dialogue. African Journal of Research in Mathematics, Science and Technology
Education.8(1):1-12, https://doi.org/10.1080/10288457.2004.10740556
Pandit, A. (2017). Indigenous Technological Knowledge and Practices of Tribal People in Maharashtra.
Journal of Human Ecology. 12(6): 469-472, https://doi.org/10.1080/09709274.2001.11907655
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)
Purnaningsih, N.(2006). Adopsi Inovasi Pola Kemitraan Agribisnis Sayuran di Jawa Barat. Disertasi.
Institur Pertanian Bogor
Purwanto, A.B. (2012). Penguatan Kapasitas Masyarakat dalam Ketahanan Pangan di Daerah
Tertinggal : Studi Kasus di Distrik Agimuga, Mimika, Papua. Sosio Konsepsia: Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, 17(3), 294-317,
https://doi.org/10.33007/ska.v17i3.833
Rusono, N.,Sunari A., Zulfriandi., Indarto, J., Muharam, A., Avianto, N., Maghfirra, D., Suryaningtyas,
P., Tejaningsih., Martino, I., Susilawati., Hersinta, D. (2015). Evaluasi Implementasi Kebijakan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Jakarta: Direktorat Pangan dan
Pertanian,Bappenas
Salim, Z., & Munadi, E. (2017). Info Komuditi Tanaman Obat. Jakarta: Badan Pengkajian dan
Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia
Saliem, H.P. (2011). Kawasan Rumah Lestari (KRPL) : Sebagai Solusi Pemantapan Katahanan Pangan.
Makalah disampaikan pada Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS), di Jakarta tanggal
8-10 November 2011: 1-10
Sari, I.D., Yuniar, Y., Siahaan, S., Riswati., & Syaripuddin, M. (2015). Tradisi Masyarakat dalam
Penanaman dan Pemanfaatan Tumbuhan Obat Lekat di Pekarangan. Jurnal Kefarmasian
Indonesia. 2015;5(2):123-132,doi 10.22435/jki.v5i2.4407.123-132
Setiawati, A., Immanuel, H., & Utami, M.T. (2016). The inhibition of Typhonium flagelliforme Lodd.
Blume leaf extract on COX-2 expression of WiDr colon cancer cells. Asian Pacific Journal of
Tropical Biomedicine. 6(3): 251-255, https://doi.org/10.1016/j.apjtb.2015.12.012
Sidik, R.F. (2014). Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Tematik Berbasis Tanaman Obat Keluarga
(Toga). Jurnal Pena Sains. 1(1): 67-74, https://doi.org/10.21107/jps.v1i1.1331
Situmorang, R.O.P & Harianja, A. H. (2014). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kearifan Lokal
68
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers
”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”
6-7 Oktober 2020
Purwokerto
ISBN 978-602-1643-65-5

Pemanfaatan Obat-Obatan Tradisional Oleh Etnik Karo. Sumatera Utara: Balai Penelitian Aek
Nauli.
Sugito, T., Sulaiman, A. I., Sabiq, A., Faozanudin, M., & Kuncoro, B. (2019). The Empowerment as
Community Learning Based on Ecotourism of Coastal Border at West Kalimantan.
International Educational Research, 2(3), 23-36. https://doi.org/10.30560/ier.v2n3p23
Sulaiman, A.I., Kuncoro, B., Sulistyoningsih, E.D., Nuraeni, H., & Djawahir, F.S. (2017).
Pengembangan Agrowisata Berbasis Ketahanan Pangan Melalui Strategi Komunikasi
Pemasaran di Desa Serang Purbalingga. The Messenger. 9(1): 9-25,
http://dx.doi.org/10.26623/themessenger.v9i1.423
___________., Chusmeru., & Kuncoro, B. (2019). The Educational Tourism (Edutourism)
Development Through Community Empowerment Based on Local Wisdom and Food Security.
International Educational Research. 2(3): 1-14, https://doi.org/10.30560/ier.v2n3p1
Suswanto, B., Windiasih, R., Sulaiman., A.I., & Weningsih, S. (2019). Peran Pendamping Desa Dalam
Model Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan. Jurnal Sosial Soedirman. 2(2): 40-60,
https://doi.org/10.20884/juss.v2i2.1528
Suwarto FX, Subyantoro A. (2007). Metode Penelitian dan Teknik Penelitian Sosial. Yogyakarta:
Penerbit Andi
Tumanggor, R. (2009). Pengembangan Penelitian Masalah Kesehatan Sosial :Pendekatan Antropologi
Kesehatan. Sosio Konsepsia: Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, 14(1):
, 57-69, https://doi.org/10.33007/ska.v14i1.759
Umanailo, C.B. (2016). Marginalisasi Buruh Tani Akibat Alih Fungsi Lahan. Surakarta: Fam
Publishing
Undang-Undang Nomer 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Undang-Undang Rublik Indonesia Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan
Wangke, W.M., & Suzana, B.O.L. (2016). Adopsi Petani Terhadap Inovasi Tanaman Padi Sawah
Organik di Desa Molompar Kecamatan Tombatu Timor Kabupaten Minaha Tenggara. Agri-
SosioEkonomi Unsrat. 12(2): 143-152, https://doi.org/10.35791/agrsosek.12.2.2016.13318
Witjaksono, M. (2010). Modal Sosial dalam Dinamika Perkembangan Sentra Industri LogamWaru
Sidoarjo. Jurnal Ekonomi Pembangunan. 11(2): 266-291,
https://doi.org/10.23917/jep.v11i2.329

69

Anda mungkin juga menyukai