PEMBAHASAN
A. KONSEP MASYARAKAT MADANI
Masyarakat Madaniadalah istilah yang akhir-akhir ini ramai dibicarakan. Istilah ini sering
disepadankan dengan istilah civil society (masyarakat sipil) yang berkembang di dunia
Barat.Adalah Dr. Anwar Ibrahim yang pertama kali memperkenalkan istilah ini di Indonesia saat
menyampaikan ceramah dalam rangka Festival Istiqlal II tahun 1995 di Jakarta. Kemudian
almarhum Nurcholish Madjid, cendekiawan Muslim kenamaan, secara gigih memperjuangkan
terbentuknya masyarakat madani di Indonesia.
Masyarakat madani lebih kurang dapat dipahami sebagai sebuah tatanan masyarakat
yang ideal, adil, makmur dan berketuhanan. Oleh karena itu banyak pihak yang menaruh
harapan dan cita-cita yang besar bagi terbentuknya kehidupan masayarakat seperti ini. Ini
nampak dari sejumlah tulisan dan seminar tentang masalah ini, terutama di era Reformasi
sekarang ini. Demikian pula spanduk-spanduk dan slogan-slogan yang bertemakan “menuju
masyarakat madani” seringkali dijumpai di mana-mana. Bahkan dalam pendidikan
kewarganegaraan di IAIN/UIN, terdapat bahasan khusus tentang masyarakat madani,
sebagaimana yang juga dilakukan dalam buku ini.
Tulisan ini selanjutnya akan lebih memperjelas tentang seluk-beluk masyarakat madani.
Tujuannya adalah agar mahasiswa dapat memahami konsep masyarakat madani atau civil
society dalam Islam serta dapat menjadikan nilai-nilai Islam yang benar dalam mewujudkan
masyarakat madani di Indonesia.
Ciri-ciri masyarakat madani yang dikemukakan di atas pada dasarnya masih bersifat
ideal-filosofis dan bersifat fundamental. Lebih spesifik, ciri masyarakat madani dikemukakan
sebagai berikut:
1). Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat yang beragama, yang
mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum Tuhan sebagai landasan yang mengatur
kehidupan social, dan dalam Islam artinya menerapkan norma, hukum dan nilai-nilai Islam.
2). Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secara individu maupun secara
kelompok menghormati pihak lain secara adil.
3). Tolong-menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang dapat mengurangi
kebebasannya.
4). Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi pihak lain yang telah diberikan oleh Allah
SWT sebagai kebebasan manusia dan tidak merasa terganggu oleh aktivitas pihak lain yang
berbeda tersebut.
5). Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial. Setiap anggota masyarakat memiliki hak dan
kewajiban yang seimbang untuk menciptakan kedamaian, kesejahteraan, dan keutuhan
masyarakatnya sesuai dengan kondisi masing-masing.
6). Berperadaban tinggi, artinya bahwa masyarakat tersebut memiliki kecintaan terhadap ilmu
pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk kemaslahatan hidup umat
manusia.
7). Berakhlak mulia. Sekalipun pembentukan akhlak masyarakat dapat dilakukan berdasarkan
nilai-nilai kemanusiaan semata, tetapi relativitas manusia dapat menyebabkan terjebaknya
konsep akhlak yang relatif.
Jadi dapat dikatakan bahwa masyarakat madani itu adalah masyarakat yang beradab
yang ditandai dengan sikap masyarakatnya yang terbuka dan toleran dan taat hukum.
Begitupula, di sini tergambar sebuah tingkat keadilan, kesejahteraan, dan demokrasi yang tinggi
sebagai akibat dari keseimbangan antara hak dan kewajiban, profesionalisme, tolong-menolong
dan musyawarah yang melandasi kehidupan masyarakat. Dan yang lebih penting lagi adalah,
semua cita-cita dan sikap itu dilandasi oleh semangat Ketuhanan atau keilahian.
بِ اهّٰلل ِؕ َولَ ۡو ٰا َمنَ اَ ۡه ُل ف َوت َۡنهَ ۡونَ َع ِن ۡال ُم ۡن َك ِر َوتُ ۡؤ ِمنُ ۡون ِ اس ت َۡا ُمر ُۡونَ بِ ۡال َم ۡعر ُۡو
ِ َُّك ۡنتُمۡ خ َۡي َر اُ َّم ٍة اُ ۡخ ِر َج ۡت لِلن
َقُ ۡون ُرهُ ُم ۡال ٰف ِس َۡونَ َواَ ۡكث ُرًا لَّهُمۡؕ ِم ۡنهُ ُم ۡال ُم ۡؤ ِمن ۡ َان
خَي َب لَڪ ِ ۡال ِك ٰت
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”.
SDM umat Islam saat ini belum mampu menunjukkan kualitasnya yang unggul. Karena
itu dalam percaturan global, baik dalam bidang politik, ekonomi, militer, ilmu pengetahuan dan
teknologi, belum mampu menunjukkan perannya yang signifikan. Dari segi jumlah, umat Islam
cukup besar, begitu pula dari segi potensi alamnya, wilayah negara Islam memiliki kekayaan
alam yang dominan, tetapi karena kualitas SDMnya masih rendah, eksploitasi kekayaan
alamnya itu dilakukan oleh orang-orang atau bangsa non-Islam sehingga keuntungan terbesar
diperoleh orang non-Islam.
Oleh karena itu, semangat untuk maju berdasar nilai-nilai Islam telah mulai dibangkitkan
melalui pemikiran Islamisasi ilmu pengetahuan, Islamisasi kelembagaan ekonomi melalui
lembaga ekonomi dan perbankan syari’ah, dan lain-lain. Kesadaran dan semangat untuk maju
tersebut bila disertai dengan sikap konsisten terhadap moral atau akhlak Islami,
profesionalisme dan keterbukaan pasti akan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan
dengan hasil yang dicapai oleh bangsa lain yang sekedar mengandalkan pemikiran manusiawi
semata.
اد يِّ ين فُ ضِّ لُ وا بِ َر َ ض ُك ْم َع لَ ٰى بَ ْع ضٍ فِ ي الرِّ ْز قِ ۚ فَ َم ا الَّ ِذ َ ض َل بَ ْع َّ ََو هَّللا ُ ف
َ اء ۚ أَ فَ بِ نِ ْع َم ةِ هَّللا ِ يَ جْ َح ُد
ون ٌ ت أَ ْي َم انُ ه ُْم فَ ه ُْم فِ يهِ َس َو
ْ ِر ْز قِ ِه ْم َع لَ ٰى َم ا َم لَ َك
"Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-
orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki mereka kepada budak-budak
yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka Mengapa mereka
mengingkari nikmat Allah?.
Dalam ukuran tauhid, seseorang boleh menikmati penghasilannya sesuai dengan
kebutuhannya. Kelebihan-kelebihan penghasilan atau kekayaannya harus dibelanjakan sebagai
sedekah karena Allah SWT, atau diinvestasikan kembali dalam suatu usaha yang akan
mendatangkan keuntungan, lapangan kerja dan penghasilan bagi orang lain. Sedekah sudah ada
disepanjang sejarah manusia. Semua agama dan sistem etika memandang amal itu sebagai nilai
yang tinggi, dan Islam merupakan agama yang sangat menjunjung tinggi tradisi tersebut.
Banyak ayat-ayat Al-Quran yang mendorong manusia untuk mengamalkan sedekah.Selain
sedekah, dalam ajaran Islam masih ada beberapa lembaga yang dapat dipergunakan untuk
menyalurkan harta kekayaan seseorang, yakni infak, hibah, zakat dan wakaf.
Dalam ajaran Islam ada dua dimensi utama hubungan yang harus dipelihara, yaitu
hubungan manusia dengan Allah SWT dan hubungan manusia dengan manusia lain dalam
masyarakat. Kedua hubungan itu harus berjalan serentak. Menurut ajaran Islam, dengan
melaksanakan kedua hubungan itu hidup manusia akan sejahtera baik di dunia maupun di
akhirat kelak. Untuk mencapai tujuan kesejahteraan dimaksud, di dalam Islam selain dari
kewajiban zakat, masih disyari’atkan untuk memberikan sedekah, infaq, hibah dan wakaf
kepada pihak-pihak yang memerlukan. Kewajiban dan anjuran tersebut dimaksudkan untuk
menjembatani dan memperdekat hubungan sesama manusia, terutama hubungan antara
kelompok yang kuat dengan kelompok yang lemah, antara yang kaya dengan yang miskin.