Anda di halaman 1dari 18

Hasna’ Zahira Putri XII IPA 5 / 07

JAWA INDONESIA PITUTUR


PANGKUR
Mingkar mingkuring angkara, Meredam nafsu angkara dalam diri, Dengan menjauhi sifat angkara murka ,
Akarana karanan mardi siwi, Hendak berkenan mendidik putra- Dalam hubungan ini, agama
Sinawung resmining kidung, putri merupakan pegangan hidup yang
Sinuba sinukarta, Tersirat dalam indahnya tembang, berharga 
Mrih kretarta pakartining ngelmu dihias penuh variasi,
luhung agar menjiwai hakekat ilmu luhur,
Kang tumrap neng tanah Jawa, yang berlangsung di tanah Jawa
Agama ageming aji. (Nusantara)
agama sebagai “pakaian”
kehidupan.

Jinejer neng Wedatama Disajikan dalam serat Wedhatama, Petuah agar jangan menjadi orang
Mrih tan kemba kembenganing agar jangan miskin pengetahuan yang lemah budinya.
pambudi walaupun sudah tua pikun
Mangka nadyan tuwa pikun jika tidak memahami rasa sejati
Yen tan mikani rasa, (batin)
Yekti sepi asepa lir sepah samun, niscaya kosong tiada berguna
Samangsane pasamuan bagai ampas, percuma sia-sia,
Gonyak ganyuk nglelingsemi. di dalam setiap pertemuan
sering bertindak ceroboh
memalukan.

Nggugu karsaning priyangga, Mengikuti kemauan sendiri, Petuah agar tidak bertindak semaunya
Nora nganggo peparah lamun angling, Bila berkata tanpa dipertimbangkan sendiri  Sifatnya, jika berbicara tanpa
Lumuh ing ngaran balilu, (asal bunyi), dipikirkan lebih dahulu, tidak mau
Uger guru aleman, Namun tak mau dianggap bodoh, dianggap bodoh, dan mabuk pujian.
Nanging janma ingkang wus waspadeng Selalu berharap dipuji-puji Adapun perilaku orang yang dungu,
semu (sebaliknya) Ciri orang yang sudah bualannya tidak karuan dan tidak
Sinamun ing samudana, memahami (ilmu sejati) tak bisa masuk akal. Namun bagi orang yang
Sesadon ingadu manis ditebak bijaksana, dengan cara yang halus  hal
berwatak rendah hati, selalu itu ditanggapi dengan baik 
berprasangka baik.

Si pengung nora nglegawa, (sementara) Si dungu tidak


Sangsayarda deniro cacariwis, menyadari,
Ngandhar-andhar angendhukur, Bualannya semakin menjadi jadi,
Kandhane nora kaprah, ngelantur bicara yang tidak-tidak,
saya elok alangka longkanganipun, Bicaranya tidak masuk akal,
Si wasis waskitha ngalah, makin aneh tak ada jedanya.
Ngalingi marang si pingging. Lain halnya,
Si Pandai cermat dan mengalah,
Menutupi aib si bodoh.

Mangkono ngelmu kang nyata, Demikianlah ilmu yang nyata, Ajaran tentang ilmu sejati, yang
Sanyatane mung weh reseping ati, Senyatanya memberikan membuat nyaman di hati. Ilmu ini
Bungah ingaran cubluk, ketentraman hati, mengajarkan agar menerima dengan
Sukeng tyas yen denina, Tidak merana katakan bodoh, senang hati jika dianggap bodoh dan
Nora kaya si punggung anggung Tetap gembira jika dihina tetap gembira jika dihina  Tidak
gumrunggung Tidak seperti si dungu yang selalu demikian halnya dengan si Dungu
Ugungan sadina dina sombong yang selalu sombong dan ingin dipuji
Aja mangkono wong urip. Ingin dipuji setiap hari setiap hari 
Janganlah begitu caranya orang
hidup.

Urip sepisan rusak, Hidup sekali saja berantakan Jangan membuat hidup yang hanya
Nora mulur nalare ting saluwir, Tidak berkembang, pola pikirnya sekali menjadi berantakan dengan
Kadi ta guwa kang sirung, carut marut. picik terhadap pengetahuan,
Sinerang ing maruta, Umpama goa gelap menyeramkan, somvbong, mengandalkan ortu yang
Gumarenggeng anggereng Dihembus angin, bangsawan dalam menyelesaikan
Anggung gumrunggung, Suaranya gemuruh menggeram, masalah, tak mau kalah dan
Pindha padhane si mudha, berdengung meremehkan orang lain
Prandene paksa kumaki Seperti halnya watak anak muda
masih pula berlagak congkak

Kikisane mung sapala, Tujuan hidupnya begitu rendah,


Palayune ngendelken yayah wibi, Maunya mengandalkan orang
Bangkit tur bangsaning luhur, tuanya,
Lha iya ingkang rama, Yang terpandang serta bangsawan
Balik sira sarawungan bae durung Itu kan ayahmu !
Mring atining tata krama, Sedangkan kamu kenal saja belum,
Nggon anggon agama suci. akan hakikatnya tata krama
dalam ajaran yang suci

Socaning jiwangganira, Cerminan dari dalam jiwa raga mu,


Jer katara lamun pocapan pasthi, Nampak jelas walau tutur kata halus,
Lumuh asor kudu unggul, Sifat pantang kalah maunya menang
Semengah sesongaran, sendiri
Yen mangkono keno ingaran katungkul, Sombong besar mulut
Karem ing reh kaprawiran, Bila demikian itu, disebut orang
Nora enak iku kaki. yang terlen
Puas diri berlagak tinggi
Tidak baik itu nak !

Kekerane ngelmu karang, Di dalam ilmu yang dikarang-karang Buatlah ilmu yang sudah dipelajari
Kekarangan saking bangsaning gaib, (sihir/rekayasa) meresap didalam jiwa agar bila
Iku boreh paminipun, Rekayasa dari hal-hal gaib menghadapi mara bahaya dapat
Tan rumasuk ing jasad, Itu umpama bedak. diandalkan
Amung aneng sajabaning daging kulup, Tidak meresap ke dalam jasad,
Yen kapengok pancabaya, Hanya ada di kulitnya saja nak
Ubayane mbalenjani. Bila terbentur marabahaya,
bisanya menghindari.

Marma ing sabisa-bisa, Karena itu sebisa-bisanya, Bergurulah dengan kebaikkan,


Bebasane muriha tyas basuki, Upayakan selalu berhati baik menempatkan diri dan mematuhi
Puruita-a kang patut, Bergurulah secara tepat peraturan Negara. Berguru juga pada
Lan traping angganira, Yang sesuai dengan dirimu orang bijak, untuk memahami ilmu
Ana uga angger ugering kaprabun, Ada juga peraturan dan pedoman hakiki, kepada siapapun tidak hanya
Abon aboning panembah, bernegara, kepada orang tua.
Kang kambah ing siyang ratri. Menjadi syarat bagi yang berbakti,
yang berlaku siang malam.

Iku kaki takok-eno, Itulah nak, tanyakan


marang para sarjana kang martapi Kepada para sarjana yang menimba
Mring tapaking tepa tulus, ilmu
Kawawa nahen hawa, Kepada jejak hidup para suri
Wruhanira mungguh sanyataning tauladan yang benar,
ngelmu dapat menahan hawa nafsu
Tan mesthi neng janma wredha Pengetahuanmu adalah senyatanya
Tuwin mudha sudra kaki. ilmu,
Yang tidak harus dikuasai orang tua,
Bisa juga bagi yang muda atau
miskin, nak !

Sapantuk wahyuning Alah Siapapun yang menerima wahyu Orang tua adalah yang memahami
Gya dumilah mangulah ngelmu bangkit, Tuhan, wahyu allah, menguasai ilmu
Bangkit mikat reh mangukut, Dengan cermat mencerna ilmu kesempurnaan serta memahmi
Kukutaning jiwangga, tinggi, dwitunggal. Orang tua adalah orang
Yen mengkono kena sinebut wong Mampu menguasai ilmu yang tidak dukuasai hawa nafsu
sepuh, kasampurnan,
Lire sepuh sepi hawa, Kesempurnaan jiwa raga,
Awas roroning atunggil Bila demikian pantas disebut “orang
tua”.
Arti “orang tua” adalah tidak
dikuasai hawa nafsu
Paham akan dwi tunggal
(menyatunya sukma dengan Tuhan)

Tan samar pamoring sukma, Tidak lah samar-samar saat sukma Meresapi dan merenungkan di kala
Sinuksmaya winahya ing ngasepi, menyatu sepi ajaran tentang sukma, disimpan
Sinimpen telenging kalbu, meresap terpatri dalam keheningan didalam hati. Bila sudah meuasai maka
Pambukaning warana, semadi, dia tidak akan mabuk hal duniawi
Tarlen saking liyep layaping aluyup, Diendapkan dalam lubuk hati
Pindha pesating sumpena, menjadi pembuka tabir,
Sumusuping rasa jati. berawal dari keadaan antara sadar
dan tiada
Seperti terlepasnya mimpi
Merasuknya rasa yang sejati.

Sejatine kang mangkana, Sebenarnya ke-ada-an itu


Wus kakenan nugrahaning Hyang merupakan anugrah Tuhan,
Widhi, Kembali ke alam yang
Bali alaming ngasuwung, mengosongkan,
Tan karem arameyan, tidak mengumbar nafsu duniawi,
Ingkang sipat wisesa winisesa wus, yang bersifat kuasa menguasai. 
Mulih mula ulanira. Kembali ke asal muasalmu
Mulane wong anom sami. Oleh karena itu,
wahai anak muda sekalian

SINOM
Nuladha laku utama  Contohlah perilaku utama,  Petuah agar meniru yang baik, yang
Tumraping wong tanah Jawi  bagi kalangan orang Jawa dicontohkan oleh panembahan
Wong agung ing Ngeksiganda  (Nusantara),  senopati. Ia sungguh-sungguh dalam
Panembahan Senapati  orang besar dari Ngeksiganda menekan hawa nafsu, yang dijalani
Kapati amarsudi  (Mataram),  dengan bertapa. Berusaha membuat
Sudaning hawa lan nepsu  Panembahan Senopati,  hati senang orang lain dan berusaha
Pinesu tapa brata  yang tekun,  membuat tentram setiap pertemuan.
Tanapi ing siyang ratri  mengurangi hawa nafsu  Disaat tidak sibuk ia mencari ilham
Amamangun karyenak tyasing sasama  dengan jalan prihatin (bertapa),  untuk mencapai cita-cita, terpesona
serta siang malam  dengan ketentramannya, senantiasa
selalu berkarya membuat hati menjalani prihatin, kuat dalam
tenteram bagi sesama (kasih sayan mengurangi makan dan tidur. Mencari
kehalusan budi dan kemapuan optimal.
Samangsane pasamuan,  Dalam setiap pergaulan, 
Mamangun marta martani  membangun sikap tahu diri. 
Sinambi ing saben mangsa  Setiap ada kesempatan, 
Kala-kalaning ngasepi  Di saat waktu longgar, 
Lalana teka-teki  mengembara untuk bertapa, 
Nggayuh geyonganing kayun  menggapai cita-cita hati, 
Kayungyun eninging tyas  hanyut dalam keheningan kalbu. 
Sanityasa pinrihatin  Senantiasa menjaga hati untuk
Pungguh panggah cegah dhahar lawan prihatin (menahan hawa nafsu), 
guling  dengan tekad kuat, membatasi makan
dan tidur. 

Saben mendra saking wisma  Setiap mengembara meninggalkan


Lelana laladan sepi  rumah (istana), 
Ngisep sepuhing sopana  berkelana ke tempat yang sunyi (dari
Mrih pana pranaweng kapti  hawa nafsu), 
Tis-tising tyas marsudi  menghirup tingginya ilmu, 
Mardawaning budya tulus  agar jelas apa yang menjadi tujuan
Mesu reh kasudarman  (hidup) sejati. 
Neng tepining jalanidhi  Hati bertekad selalu berusaha dengan
Sruning brata kataman wahya dyatmika  tekun, 
memperdayakan akal budi 
menghayati cinta kasih, 
ditepinya samudra. 
Kuatnya bertapa diterimalah wahyu
dyatmika (hidup yang sejati). 

Wikan wengkoning samodra  Memahami kekuasaan di dalam


Kederan wus den ideri  samodra seluruhnya sudah dijelajahi, 
Kinemat kamot ing driya  “kesaktian” melimputi indera 
Rinegem sagegem dadi  Ibaratnya cukup satu genggaman saja
Dumadya angratoni  sudah jadi, berhasil berkuasa, 
Neng Kangjeng Ratu Kidul  Kangjeng Ratu Kidul, 
Ndedel nggayun nggegana  Naik menggapai awang-awang, 
Umara merek maripih  (kemudian) datang menghadap
Sor prabawa lan Wong Agung dengan penuh hormat, 
Ngeksiganda  kepada Wong Agung Ngeksigondo 

Dahat denira aminta  Memohon dengan sangat lah beliau,  Lebih berisi hubungan mitos
Sipeket pangkat kanthi  agar diakui sebagai sahabat setia, di panembahan senopati dengan ratu
Jroning alam palimunan  dalam alam gaib,  kidul
Ing pasaban saben sepi  tempatnya berkelana setiap sepi. 
Sumanggem anyanggemi  Bersedialah menyanggupi, 
Ing karsa kang wus tinamtu  kehendak yang sudah digariskan. 
Pamrihe mung aminta  Harapannya hanyalah meminta 
Supangate teki-teki  restu dalam bertapa, 
Nora ketang teken janggut suku jaja  Meski dengan susah payah

Prajanjine abipraya  Perjanjian sangat mulia, 


Saturun-turune wuri  untuk seluruh keturunannya di kelak
Mangkono trahing awirya  kemudian hari. 
Yen amasah mesu budi  Begitulah seluruh keturunan orang
Dumadya glis dumugi  luhur, 
Iya ing sakarsanipun  bila mau mengasah akal budi 
Wong Agung Ngeksiganda  akan cepat berhasil, 
Nugrahane prapteng mangkin  apa yang diharapkan orang besar
Trah tumerah darahe padha wibawa  Mataram, anugerahnya hingga kelak
dapat mengalir di seluruh darah
keturunannya, dapat memiliki
wibawa 

 Ambawani tanah Jawa Menguasai tanah Jawa


Kang padha jemuneng aji Semua menjadi raja
Satriya dibya sumbaga Kstaria pandai dan tampan
Tan liyan trahing Senopati Tak lain keturunan Senapati
Pan iku pantes ugi Itulah pantas pula
Tinulad labetanipun Dicontoh perjuangannya
Ing sakuwasanira Sesuai kemampuannya
Enake lan jaman mangkin Kebahagiaan di masa depan
Sayektine tan bisa ngepleki kuna Sesungguhnya tak dapat meniru
jaman kuna

Lowung kalamun tinimbang Itu lebih baik daripada Hidup tanpa Ajaran tentang corak islam yang tidak
Ngaurip tanpa prihatin prihatin begitu islami. Janganlah meniru
Nanging ta ing jaman mangkya Namun di jaman kini seorang Nabi hanya untuk pamer. I
Pra mudha kang den karema Yang disukai anak muda mneghendaki keislaman yang tidak
Manulad nelad nabi Meniru-niru nabi mendalam, jangan bersemangat meniru
Nayakengrat gusti rasul Utusan Tuhan adalah rasul ahli fikih
Anggung ginawa umbag Selalu disombongkan
Saben seba mampir masjid Setiap menghadap, singgah ke masjid
Ngajab-ajab mukjijat tibaning drajat Mengharap mukjizat kejatuhan
derajat

Anggung anggubel sarengat Selalu mempelajari syariat


Saringane tan den weruhi Intinya tak diketahui
Dalil dalaning ijemak  Dalil jalan ijmak
Kiyase nora mikani Tidak paham akan kias
Katungkul nungkul sami Mereka hanya terlena
Bengkrakan neng masjid agung Berbondong-bondong ke masjid
Kalamun maca kutbah agung
Lelagone dhandanggendhis Ketika membaca kutbah Lagunya
Swara arum ngumandhang cengkok dandanggula
palaran Suara indah mengumandangkan
palaran

Lamun sira paksa nulad Andaikan kamu harus meniru


Tuladhane Kangjeng Nabi Teladan kanjeng nabi
O, ngger kadohan panjangkah O, anakku terlalu jauh langkahmu
Wateke tan beteh kaki Kiranya tak tahan, anakku
Rehne ta sira Jawi Karena kamu orang Jawa
Sathithhik bae wus cukup Sedikit saja sudah cukup
Aja guru aleman Jangan suka disanjung
Nelad kas ngepleki pekih Berhasrat meniru fikih
Lamun pengkuh pangangkah yekti Jika kuat cita-citamu tentu mendapat
karamat rahmat

Nanging enak ngupa boga Tapi enak mencari nafkah Jangan lah kamu melupakan urusan
Rehne ta tinitah langip Karena ditakdirkan sebagai makhluk akhirat hanya untuk urusan duniawi.
Apa ta suwiteng nata lemah Jangan lupa sembahyang saat ada
Tani tanapi agrami Apakah mengabdi raja dalam kesibukan pekerjaan sekalipun.
Mangkono mungguh mami Bertani dan berdagang
Padune wong dahat cubluk Begitu menurut hematku
Durung wruh cara Arab Karena aku orang bodoh
Jawaku bae tan ngenting Belum paham bahasa Arab
Parendene paripeksa mulang putra Bahasa Jawaku saja belum memadai
Tetapi memaksa diri mengajari anak

Saking duk maksih taruna Sejak masih muda


Sadhela wus anglakoni Walau sebentar telah mengalami
Aberag marang agama Mempelajari agama
Maguru anggering kaji Berguru menurut aturan haji
Sawadine tyas mami Sebenarnya rahasia hatiku
Banget wedine ing besuk Sangat takut kelak kemudian
Pranata ngakir jaman Aturan di akhir jaman
Tan tutug kaselak ngabdi Belum sampai mengabdikan diri
Nora kober sembayang gya tinimbalan Tak sempat sembayang telah
dipanggil

Marang ingkang asung pangan Kepada yang memberi makan


Yen kasuwen den dukani Bila terlalu lama dimurkai
Abubrah bawur tyas ingwang Kacau-balau hatiku
Lir kiyamat saben hari Bagaikan kiamat setiap hari
Bot Allah apa Gusti Berat Tuhan ataukah Raja
Tambuh-tambuh solah ingsun Ragu-ragu tindakanku
Lawas-lawas anggraita Lama-lama terpikirkan
Rehne ta suta priyayi  Karena anak bangsawan
Yen meminta dadi kaum temah nistha Bila ingin menjadi juru doa tak
mungkin
Tuwin ketib suragama Dan bila menjadi khotib
Pan ingsun nora winaris Aku tidak mewarisinya
Angur baya ngantepana Lebih baik sungguh sungguh
Pranatan wajibing urip  mengikuti aturan wajib bagi orang
Lampahan angluluri hidup
Aluraning pra luluhur Menjalankan jejak leluhur
Kuna kumunanira Alurnya para leluhur
Kongsi tumekeng samangkin Jaman dahulu
Kikisane tan liyan amung ngupa boga Sampai sekarang ini
Tidak lain hanya mencari nafkah

Bonggan kang tan mrelokena Salahnya sendiri yang tak peduli 3 pangkat kedudukan manusia,
Mungguh ugering ngaurip Akan aturan hidup pangkat, harta, dan kepintaran. Setiap
Uripe lan tri prakara Hidup berlandasan tiga perkara manusia harus memiliki 3 kedudukan
Wirya, arta, tri winasis Luhur, harta dan pandai tersebut.
Kalamun kongsi sepi Bila sampa tidak memiliki
Saka wilangan tetelu Dari bilangan tiga itu Habislah arti
Telas tilasing janma manusianya
Aji godhong jati aking Lebih berharga daun jati yang kering
Temah papa papariman ngulandara Akhirnya sengsaranya seperti
pengemis Sengsara mengembara

Kang wus waspada ing patrap Yang telah waspada terhadap tingkah Kita sebagai manusia harus sering
Mangayut ayat winasis Menghayati aturan bijak bersembahyang, agar mempertajam
Wasana wosing jiwangga Akhirnya inti kehidupan dam membersihkan jiwa, namun tetap
Melok tanpa aling-aling Tampak nyata tanpa tirai jangan lupa dengan tugas
Kang ngalingi kaliling Yang menutupi tersingkap kewajibannya, bersikap rendah hati
Wenganing rasa tumlawung Terbukanya rasa yang jauh dan senantiasa membuat senang hati
Kekese saliring jaman Tampak seluruh masa orang lain
Angelangut tanpa tepi Jauh tanpa batas
Yeku aran tapa tapaking Hyang Sukma Disebut bertapa atas tapak Hyang
Sukma

Mangkono janma utama Begitulan manusia utama


Tuman tumanem ing sepi Suka berpendam alam kesepian
Ing saben dina rikala mangsa Dalam setiap saat masa
Mnangsah amamasuh budi Mengasah dan membersihkan budi
Lahire den tetepi Memenuhi keadaannya
Ing reh kasatriyanipun Sebagai manusia kesatria
Susila anoraga Sopan dan ramah tamah
Wignya met tyasing sasami Pandai mengambil hati sesama
Yeku aran wong barek berag agama  Yaitu disebut orang mahir bidang
agama

Ing jaman mengko pan ora Pada jaman kini tidak demikian
Arahe para taruni Arah gerak para muda
Yen antuk tuduh kang nyata Bila mendapat petunjuk nyata
Nora pisan den lakoni Tidak pernah dijalankan
Banjur njujurken kapti Kemudian menruut kemauannya
Kakekne arsa winuruk sendiri
Ngandelken gurumitra Kakeknya akan diajari
Pandhitane praja sidik Mengandalkan kawan guru
Tur wus manggon pamucunge mring Pendeta negara yang pandai
makripat Telah tinggal dan sampai pada
makrifat

POCUNG
Ngelmu iku Ilmu (hakekat) itu Amalkanlah ilmu yang sudah didapat
Kalakone kanthi laku diraih dengan cara menghayati dalam dengan kemauan kuat. Dengan itu akan
Lekase lawan kas setiap perbuatan, menghancurkan kemarahan yang ada
Tegese kas nyantosani dimulai dengan kemauan. di diri kita
Setya budaya pangekese dur angkara Artinya, kemauan membangun
kesejahteraan terhadap sesama,
Teguh membudi daya
Menaklukkan semua angkara

Angkara gung Nafsu angkara yang besar


Neng angga anggung gumulung ada di dalam diri, kuat menggumpal,
Gegolonganira menjangkau hingga tiga zaman, jika
Triloka lekeri kongsi dibiarkan berkembang akan
Yen den umbar ambabar dadi rubeda. berubah menjadi gangguan

Beda lamun kang wus sengsem erbeda dengan yang sudah menyukai Orang yang memiliki agama kuat akan
Reh ngasamun dan menjiwai, mudah memaafkan dan sabar. Dapat
Semune ngaksama Watak dan perilaku memaafkan meredam amarah dengan cinta kasih
Sasamane bangsa sisip pada sesama
Sarwa sareh saking mardi martatama selalu sabar berusaha
menyejukkan suasana,

Taman limut Dalam kegelapan.


Durgameng tyas kang weh limput Angkara dalam hati yang
Karem ing karamat menghalangi,
Karana karoban ing sih Larut dalam kesakralan hidup,
Sihing sukma ngrebda saardi pengira Karena temggelam dalam samodra
kasih sayang, kasih sayang sukma
(sejati) tumbuh berkembang sebesar
gunung

Yeku patut tinulat tulat tinurut tulah yang pantas ditiru, contoh yang
Sapituduhira, patut diikuti
Aja kaya jaman mangkin seperti semua nasehatku.
Keh pra mudha mundhi diri Jangan seperti zaman nanti
Rapal makna Banyak anak muda yang
menyombongkan diri dengan hafalan
ayat

Durung becus kesusu selak besus Belum mumpuni sudah berlagak Ilmu berasal dari diri sendiri dengan
Amaknani rapal pintar. kemauan besar kita bisa mencapai apa
Kaya sayid weton mesir Menerangkan ayat yang kita tuju tidak harus mencari
Pendhak pendhak angendhak seperti sayid dari Mesir hingga k mekkah ataupun diaman.
Gunaning jalma Setiap saat meremehkan kemampuan Karna pada dasarnya sama
orang lain.

Kang kadyeku Yang seperti itu


Kalebu wong ngaku aku termasuk orang mengaku-aku
akale alangka Kemampuan akalnya dangkal
Elok Jawane denmohi Keindahan ilmu Jawa malah ditolak.
Paksa langkah ngangkah met Sebaliknya, memaksa diri mengejar
Kawruh ing Mekah ilmu di Mekah,

Nora weruh tidak memahami


rosing rasa kang rinuruh hakekat ilmu yang dicari,
lumeketing angga sebenarnya ada di dalam diri.
anggere padha marsudi Asal mau berusaha
kana kene kaanane nora beda sana sini (ilmunya) tidak berbeda,

Uger lugu Asal tidak banyak tingkah,


Den ta mrih pralebdeng kalbu agar supaya merasuk ke dalam
Yen kabul kabuka sanubari.
Ing drajat kajating urip Bila berhasil, terbuka derajat
Kaya kang wus winahya sekar srinata kemuliaan hidup yang sebenarnya.
Seperti yang telah tersirat dalam
tembang sinom (di atas).

Basa ngelmu Yang namanya ilmu, dapat berjalan Ilmu harus sejalan dengan nalar
Mupakate lan panemune bila sesuai dengan cara pandang kita.
Pasahe lan tapa Dapat dicapai dengan usaha yang
Yen satriya tanah Jawi gigih.
Kuna kuna kang ginilut tripakara Bagi satria tanah Jawa,
dahulu yang menjadi pegangan
adalah tiga perkara yakni;

Lila lamun kelangan nora gegetun Ikhlas bila kehilangan tanpa Ada 3 hal yang perlu dijadikan
Trima yen ketaman menyesal, pegangan yaitu rela jika kehilangan
Sakserik sameng dumadi Sabar jika hati disakiti sesama, sesuatu, menerima dengan sabar bila
Tri legawa nalangsa srah ing Bathara Ketiga ; lapang dada sambil dapat perlakuan yang menyakitkan
berserah diri pada Tuhan. hati, ikhlas menyerahkan diri pada
Tuhan.
Bathara gung Tuhan Maha Agung
Inguger graning jajantung diletakkan dalam setiap hela nafas
Jenek Hyang wisesa Menyatu dengan Yang Mahakuasa
Sana pasenedan suci Teguh mensucikan diri
Nora kaya si mudha mudhar angkara Tidak seperti yang muda,
mengumbar nafsu angkara.

Nora uwus Tidak henti hentinya Jangan lah kamu melampiaskan


Kareme anguwus uwus gemar mencaci maki. kemarahan, memukul orang lain,
Uwose tan ana Tanpa ada isinya pamrih dan sombong
Mung janjine muring muring kerjaannya marah-marah
Kaya buta buteng betah anganiaya seperti raksasa; bodoh, mudah marah
dan menganiaya sesama.

Sakeh luput Semua kesalahan


Ing angga tansah linimput dalam diri selalu ditutupi,
Linimpet ing sabda ditutup dengan kata-kata
Narka tan ana udani mengira tak ada yang mengetahui,
Lumuh ala ardane ginawa gada bilangnya enggan berbuat jahat
padahal tabiat buruknya membawa
kehancuran.

Durung punjul Belum cakap ilmu


Ing kawruh kaselak jujul Buru-buru ingin dianggap pandai.
Kaseselan hawa Tercemar nafsu selalu merasa
Cupet kapepetan pamrih kurang,
tangeh nedya anggambuh dan tertutup oleh pamrih,
mring Hyang Wisesa sulit untuk manunggal pada Yang
Mahakuasa.

GAMBUH
Samengko ingsun tutur, Kelak saya bertutur, 4 macam sembah, yaitu sembah raga,
Sembah catur supaya lumuntur, Empat macam sembah supaya cipta, jiwa, dan rasa
Dihin raga, cipta jiwa, rasa, kaki, dilestarikan,
Ing kono lamun tinemu, Antara lain sembah raga, cipta, jiwa,
Tandha nugrahing Manon. rasa, anakku!
Disanalah akan bertemu,
tandha anugrah Tuhan.

Sembah raga punika, Sembah raga adalah, Sembah raga dianggap tahapan mulai
Pakartine wong amagang laku, Perbuatan orang yang olah batin, perjalanan. Pembersihannya
Susucine asarana saking warih, Menyucikan diri dengan sarana air, menggunakan air seperti berwudhu.
kang wus lumrah limang wektu, Yan sudah biasa lima waktu, Jangan tergesa gesa melihat cahay
wantu wataking wawaton. Sebagai rasa hormat terhadap waktu. Tuhan,bila belum mampu.
Inguni-uni ersua, Pada zaman dahulu,
Sinarawung wulang kang sinerung, Belum pernah dikenal ajaran yang
lagi iki bangsa kas ngetok-ken anggit, penuh tabir,
mintoken kawagnyanipun, Baru kali ini ada orang menunjukkan
sarengate elok-elok. hasil rekaan,
Memamerkan kebiasaannya,
amalannya aneh-aneh.

Thithik kaya santri Dul, Kadang seperti santri Dul,


Gajeg kaya santri brahi kidul, Seperti santri wilayah selatan,
Saurute Pacitan pinggir pasisir, Sepanjang pinggir pantai Pacitan,
Ewon wong kang padha nggugu, Ribuan rang yang mempercayai,
Anggere guru nyalemong Asal-asalan dalam berbicara.

Kasusu arsa weruh, Terburu-buru ingin tahu,


cahyaning Hyang kinira yen karuh, Cahaya Tuhan dikira dapat
ngarep-arep urup arsa den kurebi, ditemukan,
Tan wruh kang mangkoko iku, Menanti-nanti besar keinginan
akale keliru enggon. mendapatkan anugrah,
Namun gelap mataOrang tidak
paham yang demikian itu,
Nalarnya sudah salah kaprah.

Yen ta jaman rumuhun, Bila zaman dahulu,


tata titi tumrah tumaruntun, Tertib teratur runtut harmonissariat
bangsa srengat tan winor lan laku batin, Tidak dicampur aduk dengan olah
dadi ora gawe bingung, batin,
kang padha nembah Hyang Manon. Jadi tidak membuat bingung,
bagi yang menyembah Tuhan.

Lire sarengat iku, Sesungguhnya sariat itu


kena uga ingaranan laku, Dapat disebut olah,
dihin ajeg kapindhone ataberi, Pertama tetap kedua tekun.
pakolehe putraningsun, Anakku, hasil sariat adalah,
nyenyeger badan mwih kaot. Menyegarkan badan agar lebih baik,

Wong seger badanipun, Orang segar badannya,


otot daging kulit balung sungsum, Otot, daging, kulit dan tulang
tumrah ing rah memarah antenging ati, sungsumnya
antenging ati nunungku, Mempengaruhi darah membuat
angruwat ruweting batos. tenang di hati.
Ketenangan hati membantu,
Membersihkan kekusutan batin.

Mangkono mungguh ingsun, Begitulah menurut ku,


ananging ta sarehne asnafun, Tetapi karena orang itu berbeda-
beda-beda panduk panduming dumadi, beda,
sayektine nora jumbuh, Beda pula garis pembagian nasib,
tekad kang padha linakon. Sebenarnya tidak cocok,
Tekad yang pada dijalankan itu.

Nanging ta paksa tutur, Namun terpaksa  bertutur,


rehning tuwa tuwase mung catur, Karena sudah tua kewajibannya
bok lumuntur lantaraning reh utami, menasehati,
sing sapa temen tinemu, Siapa tahu dapat lestari menjadi
nugraha geming Kaprabon. pedoman tingkah laku utama,
Barang siapa bersungguh-sungguh
mendapatkan,
Anugrah kemuliaan dan kehormatan.
Samengko sembah kalbu, Berikutnya sembah kalbu, Sembah kalbu yang dilakukan terus
yen lumintu uga dadi laku, Jika berkesinambungan juga menjadi menerus akan menjadi ritual.
laku agung kang kagungan Narapati, olah, Pembersihannya dengan
patitis tetesing kawruh, Olah tingkat tinggi yang dimiliki mengendalikan hawa nafsu. Bila
meruhi marang kang momong. Raja, dilakukan terus menerus orang akan
Tujuan ajaran ilmu ini, berada di suasa hati yang tentram.
Memahami yang mengasuh diri (guru Syartnya sabar dalam segala tindakan
sejati/pancer). dan terlaksananya dengan tenang,
jernih dan sadar.
Sucine tanpa banyu, Bersucinya tidak menggunakan air
mung nyenyuda mring  ersuasi kalbu, Hanya menahan nafsu di hati
pambukane tata, titi, ngati-ati Dimulai dari perilaku yang tertata,
atetetp talaten atul, teliti dan hati-hati
tuladhan marang waspaos. Teguh, sabar dan tekun,menjadi
watak dasar,
Teladan bagi sikap waspada.

Mring jatining pandulu, Alam penglihatan yang sejati,


panduk ing ndon dedalan satuhu, Menggapai sasaran dengan tata cara
lamun lugu  ersuasi reh maligi, yang benar,
lageane tumalawung, Biarpun sederhana tatalakunya
wenganing alam kinaot. dibutuhkan konsentrasi,
Sampai terbiasa mendengar suara
sayup-sayup dalam keheningan,
Itulah terbukanya “alam lain”

Yen wus kambah kadyeku, Bila telah mencapai seperti itu,


sarat sareh saniskareng laku, Saratnya sabar segala tingkah laku,
kalakone saka eneng, ening, eling, Berhasilnya dengan cara membangun
Ilanging rasa tumlawung, kesadaran, mengheningkan cipta,
kono adile Hyang Manon. pusatkan fikiran kepada Tuhan,
Dengan hilangnya rasa sayup-sayup,
Di situlah keadilan Tuhan terjadi.
Gagare ngunggar kayun, Gugurnya jika menuruti kemauan
tan kayungyun mring ayuning kayun, jasad (nafsu),
bangsa anggit yen ginigit nora dadi, Tidak suka dengan indahnya
Marma den awas den emut, kehendak rasa sejati,
mring pamurunging lelakon. Jika merasakan keinginan yang tidak-
tidak akan gagal,
Maka awas dan ingat lah,
Dengan yang membuat gagal tujuan.

Samengko kang tinutur, Nanti yang diajarkan,


sembah katri kang sayekti katur, Sembah ketiga yang sebenarnya,
mring Hyang Sukma sukmanen sehari- Diperuntukkan kepada Hyang sukma
hari, (jiwa) setiap hari,
arahen dipun kecakup, Usahakan agar mencapai sembah
sembah ing Jiwa sutengong jiwa ini anakku !

Sayekti luwih prelu, Sungguh lebih penting,


ingaranan pepuntoning laku, Yang disebut sebagai ujung jalan
kalakuan kang tumrap bangsaning batin, spiritual,
sucine lan Awas Emut, Tingkah laku olah batin,
mring alame alam amot. Sucinya dengan awas dan selalu
ingat,
Akan alam nan abadi kelak.

Ruktine ngangkah ngukut, Cara menjaganya dengan menguasai, Sembah suka, sembah yang dilakukan
ngiket ngrukut triloka kakukut, mengambil, saat dan merupakan perjalanan
jagad agung gimulung lan jagad cilik, mengikat, merangkul erat tiga jagad terakhir. Pembersihannya dengan
Den kandel kumandel kulup, yang dikuasai, waspada dan mengingat. Memelihara
mring kelaping alam kono. Jagad besar tergulung oleh jagad dengan membiasakan diri untuk
kecil, menguasai dan merangkul tiga alam
Pertebal keyakinanmu anakku, (alam fisik, rasa, angan-angan).
Akan kilaunya alam tersebut.

Keleme mawa limut, Tenggelamnya rasa melalui suasana


kalamatan jroning alam kanyut, “remang berkabut”,
sanyatane iku kanyatan kaki, Mendapat firasat dalam alam yang
Sajatine yen tan emut, menghanyutkan,
sayekti tan bisa awor. Sebenarnya hal itu kenyataan,
anakku,
Sejatinya jika tidak ingat,
Sungguh tak bisa “larut”.

Pamete saka luyut, Jalan keluarnya dari luyut (batas


sarwa sareh saliring panganyut, antara lahir dan batin),
lamun yitna kayitnan kang mitayani, Tetap sabar mengikuti “alam  yang
tarlen mung pribadinipun, menghanyutkan”,
kang katon tinonton kono. Asal hati-hati dan waspada yang
menuntaskan ,
Tidak lain hanyalah diri pribadinya,
Yang tampak terlihat di situ.

Nging away salah surup, Tetapi jangan salah mengerti,


kono ana sajatining Urub, Di situ ada cahaya sejati,
yeku urup pangarep uriping Budi, Ialah cahaya pembimbing, ersua
sumirat sirat narawung, penghidup akal budi,
kadya kartika katongton. Bersinar lebih terang dan cemerlang,
Tampak bagaikan bintang.

Yeku wenganing kalbu, Yaitu membukanya pintu hati,


kabukane kang wengku winengku, Terbukanya yang kuasa-menguasai
wewengkone wis kawengku neng sireki, (antara cahaya/nur dengan jiwa/roh),
nging sira uga kawengku, Cahaya itu sudah kau (roh)
mring kang pindha kartika byor. kuasaiTapi kau (roh),
juga dikuasai oleh cahaya,
yang seperti bintang cemerlang.

Samengko ingsun tutur, Nanti ingsun ajarkan,


gantya sembah ingkang kaping catur, Beralih sembah yang ke empat,
sembah Rasa karasa rosing dumadi, Sembah rasa terasalah hakekat
dadine wis tanpa tuduh, kehidupan,
mung kalawan kasing Batos Terjadinya sudah tanpa petunjuk,
Hanya dengan kesentosaan batin.

Kalamun  ersua lugu, Apabila belum bisa membawa diri,


aja pisan wani ngaku-aku, Jangan sekali-kali berani mengaku-
antuk siku kang mangkono iku kaki, aku,
kena uga wenang muluk, Mendapat laknat yang demikian itu
kalamun wus pada melok. anakku,
Artinya, seseorang berhak berkata,
Apabila sudah mengetahui dengan
nyata.

Meloke ujar iku, Menghayati pelajaran ini, Sambah rasa, yang dengan sembah ini
yen wus ilang sumelang ing kalbu, Bila sudah hilang keragu-raguan hati, akan mempu memahami hakikat dari
ersu kandel kumandel ngandel mring Hanya percaya dengan sungguh- kehidupan. Percaya sepenuhnya
takdir, sungguh kepada takdir, dengan takdir. Bila s=belum mampu
iku den awas den emut, Itu harap diwaspadai, sampai tahap ini, maka jangan
den memet yen arsa momot. diingat,dicermati mengaku sampai karna akan mendapat
Bila ingin menguasai seluruhnya. laknat.
Pamoring ujar iku, Melaksanakan petuah itu, Kita harus sentausa dan teguh udinya.
kudu santosa ing budi teguh, Harus kokoh pada budi pekertinya Sabar, tawakal, ikhlas di hati, rela dan
sarta sabar tawekal legaweng ati, teguh, menerima segala keadaan, nberjiwa
trima lila ambeh sadu, Serta sabar tawakal lapang dada, pandhita, dan paham terhadap akhir
weruh wekasing dumados. Menerima dan ikhlas apa adanya, hidup ini
Mengerti kepercayaan yang terjadi.

Sabarang tindak-tanduk, Segala perbuatan, Bedakanlah antara yang baik dan


tumindake lan sakadaripun, Dilakukan apa adanya, buruk
den ngaksama kasisipaning  ersua, lalu minta maaf atas kesalahan
sumimpanga ing laku dur, ersua,
ersuasiv budi kang ngrodon. Menjauhlah dari perbuatan tercela,
(dan) watak angkara yang besar.

Dadya wruh iya dudu, Sehingga tahu baik dan buruk, -


yeku minangka pandaming kalbu, Demikian itu sebagai ketetapan hati,
ersua buka ing kijab bullah agaib, Yang membuka penghalang/tabir
sesengkeran kang sinerung, antara ersua dan Tuhan,
dumunung telenging batos. Tersimpan dalam rahasia,
Terletak di dalam batin.

Rasaning urip iku Rasa hidup itu, -


krana momor pamoring sawujud, Dengan cara manunggal dalam satu
wujuddullah sumrambah ngalam wujud,
sakalir, Wujud Tuhan meliputi alam semesta,
lir manis kalawan madu, bagaikan rasa manis dengan madu.,
endi arane ing kono. Begitulah ungkapannya.

Endi manis endi madu, Mana manis mana madu, -


yen wis bisa nuksmeng pasang semu, Apabila sudah bisa menghayati
pasamaoning hebing kang Maha Suci, gambaran itu,
kasikep ing tyas kacakup, Bagaimana pengertian sabda Tuhan,
kasat mata lair batos. Hendaklah digenggam di dalam hati,
Sudah jelas dipahami secara lahir dan
batin.

Ing batin tan keliru, Dalam batin tak keliru, -


kedhap kilap liniling ing kalbu, Segala cahaya indah dicermati dalam
kang minangka colok celaking Hyang hati,
Widi, Yang menjadi petunjuk dalam
widadaning budi sadu, memahami hakekat Tuhan,
pandak panduking liru nggon. Selamatnya karena budi (bebuden)
yang jujur (hilang nafsu), Agar dapat
merasuk beralih “tempat”.

Nggonira mrih tulus, Agar usahamu berhasil, -


kalaksitaning reh kang rinuruh, Dapat menemukan apa yang dicari,
ngayanira mrih wikal warananing gaib, Upayamu agar dapat melepas
paranta lamun tan weruh, penghalang kegaiban,
sasmita jatining endhog. Apabila kamu tidak paham maka
lihatlah,
Tentang bagaimana terjadinya telur.

Putih lan kuningpun, Putih dan kuningnya, -


lamun arsa titah teka mangsul, Bila akan mewujud (menetas),
dene nora mantra-mantra yen ing lair, Wujud datang berganti,
bisa aliru wujud, Tak disangka-sangka bila
kadadeyane ing kono. kelahirannya,
Dapat berganti wujud,
Kejadiannya di situ.
Istingarah tan metu, Dipastikan tidak keluar, -
lawan istingarah tan lumebu, Juga tidak masuk,
dene ing njro wekasane dadi njawi, Kenyataannya yang di dalam
raksana kang tuwajuh, akhirnya menjadi di luar,
aja kongsi kabasturon. Rasakan sunguh-sungguh,
Jangan sampai terlanjur tak bisa
memahami.

Karana yen kebanjur, Karena jika terlanjur, -


kajantaka tumekeng  ersua, Kajantaka tumekeng  ersua,
tanpa tuwas yen tiwasa ing dumadi, Tanpa tuwas kalau sia-sia dalam
dadi wong ina tan wruh, kejadian,
dheweke den anggep dhayoh. Jadi orang hina tapi mengerti,
Dia di anggap dhayoh

KINANTHI
Mangka kanthining tumuwuh, Padahal bekal hidup, Selalu ingat dengan petunjuk alam dan
Salami mung awas eling, selamanya waspada dan ingat, waspada.
Eling lukitaning alam, Ingat akan pertanda yang ada 
Dadi wiryaning dumadi, di alam ini,
Supadi nir ing sangsaya, Menjadi kekuatannya asal-usul,
Yeku pangreksaning urip supaya lepas dari sengsara. 
Begitulah memelihara hidup.

Marma den taberi kulup, Maka rajinlah anak-anakku, Kita harus mempertajam perasaan dan
Angulah lantiping ati, Belajar menajamkan hati, menyingkirkan hawa nafsu agar
Rina wengi den anedya, Siang malam berusaha, menjadi manusia berbudi luhur
Pandak panduking pambudi, merasuk ke dalam sanubari,
Bengkas kahardaning driya, melenyapkan nafsu pribadi,
Supaya dadya utami.` Agar menjadi (manusia) utama.

Pangasahe sepi samun, Mengasahnya di alam sepi (semedi),  Cara mempertajam hati, dengan
Aywa esah ing salami, Jangan berhenti selamanya,  semedi di tempat sunyi. Ketajamannya
Samangsa wis kawistara, Apabila sudah kelihatan, dapat mengikis pengahalangnya budi.
Lalandhepe mingis mingis, tajamnya luar biasa, 
Pasah wukir reksamuka, mampu mengiris gunung penghalang,
Kekes srabedaning budi. Lenyap semua penghalang budi.

Dene awas tegesipun, Awas itu artinya, Kita harus waspada, dengan
Weruh warananing urip, tahu penghalang kehidupan, mengetahui penghalang dalam hidup.
Miwah wisesaning tunggal, serta kekuasaan yang tunggal, Juga agar tidak lengah dalam hati dan
Kang atunggil rina wengi, yang bersatu siang malam, memperhatikan pada kata-kata yang
Kang mukitan ing sakarsa, Yang mengabulkan segala diucapkan sendiri, menghilangkan
Gumelar ngalam sakalir. kehendak,  keraguan dalam hati dan waspada
terhampar alam semesta. dalam memandang

Aywa sembrana ing kalbu, Hati jangan lengah,


Wawasen wuwus sireki, Waspadailah kata-katamu,
Ing kono yekti karasa, Di situ tentu terasa,
Dudu ucape pribadi, bukan ucapan pribadi, 
Marma den sembadeng sedya, Maka tanggungjawablah,  perhatikan
Wewesen praptaning uwis. semuanya sampai  tuntas.

Sirnakna semanging kalbu, Sirnakan keraguan hati, 


Den waspada ing pangeksi, waspadalah terhadap pandanganmu,
Yeku dalaning kasidan, Itulah caranya berhasil,
Sinuda saka sethithik, Kurangilah sedikit demi sedikit
Pamothahing nafsu hawa, godaan hawa nafsu,
Linalantih mamrih titih. Latihlah agar terlatih.
Aywa mematuh nalutuh, Jangan terbiasa berbuat aib, Kita tidak boleh terbiasa berbuat nista,
Tanpa tuwas tanpa kasil, Tiada guna tiada hasil, harus hatohati terhadap rintangan
Kasalibuk ing srabeda, terjerat oleh aral, dalam hidup
Marma dipun ngati-ati, Maka berhati-hatilah,
Urip keh rencananira, Hidup ini banyak rintangan,
Sambekala den kaliling. Godaan harus dicermati.

Umpamane wong lumaku, Seumpama orang berjalan,


Marga gawat den liwati, Jalan berbahaya dilalui,
Lamun kurang ing pangarah, Apabila kurang perhitungan, 
Sayekti karendhet ing ri. Tentulah tertusuk duri,
Apese kasandhung padhas, celakanya terantuk batu,
Babak bundhas anemahi. Akhirnya penuh luka.

Lumrah bae yen kadyeku, Lumrahnya jika seperti itu,  Jangan gunakan pengetahuan hanya
Atetamba yen wus bucik, Berobat setelah terluka, untuk mencari nafkanh dan pamrih
Duweya kawruh sabodhag, Biarpun punya ilmu segudang,
Yen tan nartani ing kapti, bila tak sesuai tujuannya,
Dadi kawruhe kinarya, ilmunya hanya dipakai mencari
Ngupaya kasil lan melik. nafkah dan pamrih.

Meloke yen arsa muluk, Baru kelihatan jika keinginannya


Muluk ujare lir wali, muluk-muluk,
Wola wali nora nyata, Muluk-muluk bicaranya seperti wali,
Anggepe pandhita luwih, Berkali-kali tak terbukti, 
Kaluwihane tan ana, merasa diri pandita istimewa,
Kabeh tandha tandha sepi. Kelebihannya tak ada, 
Semua bukti sepi.

Kawruhe mung ana wuwus, Ilmunya sebatas mulut,


Wuwuse gumaib gaib, Kata-katanya di gaib-gaibkan,
Kasliring thithik tan kena, Dibantah sedikit saja tidak mau, mata
Mancereng alise gathik, membelalak alisnya menjadi satu,
Apa pandhita antiga, Apakah yang seperti itu  pandita
Kang mangkono iku kaki, palsu,..anakku ?

Mangka ta kang aran laku, Padahal yang disebut “laku”,  Agar mendapat ilmu sejati kita tidak
Lakune ngelmu sejati, sarat menjalankan ilmu sejati tidak boleh iri, dengki, berhati panas,
Tan dahwen pati openan, suka omong kosong dan tidak suka menganggu orang lain, melampiaskan
Tan panasten nora jail, memanfaatkan hal-hal sepele yang hawa nafsu, biasakanlah diam agar
Tan njurungi ing kahardan, bukan haknya, tenang
Amung eneng mamrih ening. Tidak iri hati dan jail,
Tidak melampiaskan hawa nafsu.
Sebaliknya, bersikap tenang agar
menggapai keheningan jiwa.

Kaunanging budi luhung, Luhurnya budipekerti,  Kita harus pandai bergaul dengan
Bangkit ajur ajer kaki, pandai beradaptasi, anakku !  berbagai kalangan. Meskipun dengan
Yen mangkono bakal cikal, Demikian itulah awal mula,  banyak perbedaan.
Thukul wijining utami, tumbuhnya benih keutamaan,
Nadyan bener kawruhira, Walaupun benar ilmumu,
Yen ana kang nyulayani. bila ada yang mempersoalkan..

Tur kang nyulayani iku, Walau orang yang mempersoalkan


Wus wruh yen kawruhe nempil, itu, sudah diketahui ilmunya
Nanging laire angalah, dangkal, 
Katingala angemori, tetapi secara lahir kita mengalah,
Mung ngenaki tyasing liyan, berkesanlah persuasif,
Aywa esak aywa serik. sekedar menggembirakan hati orang
lain.
Jangan sakit hati dan dendam.
Yeku ilapating wahyu, Begitulah sarat turunnya wahyu,
Yen yuwana ing salami, Bila teguh selamanya, 
Marga wimbuh ing nugraha, dapat bertambah anugrahnya,
Saking heb Kang mahasuci, dari sabda Tuhan Mahasuci, 
Cinancang pucuking cipta, terikat di ujung cipta,
Nora ucul ucul kaki. tiada terlepas-lepas anakku.

Mangkono ingkang tinamtu, Begitulah yang digariskan, 


Tampa nugrahaning Widhi, Untuk mendapat anugrah Tuhan.
Marma ta kulup den bisa, Maka dari itu anakku, 
Mbusuki ujaring janmi, sebisanya, kalian pura-pura menjadi
Pakoleh lair batinnya, orang bodoh terhadap perkataan
Iyeku budi premati. orang lain,
nyaman lahir batinnya,
yakni budi yang baik.

Pantes tinulat tinurut, Pantas menjadi suri tauladan yang Untuk mencapai kemuliaan kita harus
Laladane mrih utami, ditiru, mengikuti kebaikkan-kebaikkan yang
Utama kembanging mulya, Wahana agar hidup mulia, telah diajarkan, meskipun tidak persis,
Kamulyan jiwa dhiri, kemuliaan jiwa raga. tapi kita sudah mencoba semampunya.
Ora ta yen ngeplekana, Walaupun tidak persis, seperti nenek
Lir leluhur nguni-uni. moyang dahulu

Ananging ta kudu kudu, Tetapi harus giat berupaya, sesuai


Sakadarira pribadi, kemampuan diri,
Aywa tinggal tutuladan, Jangan melupakan suri tauladan,
Lamun tan mangkono kaki, Bila tak berbuat demikian itu anakku,
Yekti tuna ing tumitah, pasti merugi sebagai manusia.
Poma kaestokna kaki. Maka lakukanlah anakku !

Dhandanggula
Pamedare wasitaning ati, Inilah curahan hati Sebagai manusia jangan lah memiliki
cumantaka aniru Pujangga, Berlagak meniru pujangga sikap yang sombong apabila belum
dahat muda ing batine. Tapi merasa harus disanjung dapat mencapai sesuatu ataupun sudah
Nanging kedah ginunggung, Tak sadar banyak yang mencibir tetap rendah hati
datan weruh yen keh ngesemi, Memaksa diri merangkai kata,
ameksa angrumpaka, basa kang bahasa yang (justru) ngelantur
kalantur, Bahasa yang carut marut
turur kang katula-tula, yang (jika) dicermati
tinalaten rinuruh kalawan ririh, (hanyalah) untuk terangnya isyarat
mrih padanging sasmita. (kata hati) semata.

Sasmitaning ngaurip puniki, Makna kehidupan itu Manusia harus dapat memaknai
mapan ewuh yen ora weruha, sungguh sayang bila tak tahu kehidupan
tan jumeneng ing uripe, tidak kokoh hidupnya,
akeh kang ngaku-aku, banyak orang mengaku,
pangrasane sampun udani, perasaannya sudah utama,
tur durung wruh ing rasa, rasakang padahal belum tahu rasa,
satuhu, rasa yang sesungguhnya,
rasaning rasa punika, hakikat rasa itu adalah,
upayanen darapon sampurna ugi, usahakan supaya diri sempurna,
ing kauripanira. dalam kehidupan.

Jroning Quran nggoning rasa yekti, Dalam Qur’an tempat rasa jati, Gunakanlah al quran sebagai pedoman
nanging ta pilih ingkang unginga, tapi jarang orang tahu, hidup agra tidak salah jalan dan
kajaba lawan tuduhe, keluar dari petunjuk, terjerumus
nora kena den awur, tak dapat asal-asalan,
ing satemah nora pinanggih, akhirnya tidak ketemu,
mundak katalanjukan, malahan terjerumus,
tedah sasar susur, akhirnya kesasar,
yen sira ajun waskita, kalau kamu ingin peka,
sampurnane ing badanira, agar hidupmu sempurna,
sira anggugurua. maka bergurulah.
Nanging yen sira nggeguru kaki, Namun apabila kamu berguru
amiliha manungsa kang nyata, pilihlah manusia nyata
ingkang becik martabate, yang baik martabatnya
sarta kang wruh ing khukum, serta tahu hukum
kang ngibadah lan kang wirangi, yang beribadah dan sederhana
sokur oleh wong tapa, syukur dapat pertapa
ingkang wus amungkul, yang sudah menanggalkan
tan mikir pawewehing liyan, pamrih pemberian orang
iku pantes sira guronana kaki, itu pantas kamu berguru
sartane kawruhana. serta ketahuilah

Lamun ana wong micara kaki, Kalau ada orang bicara ilmu Telitilah dalam mencari ilmu karena
tan mupakat ing patang prakara, tak setuju empat perkara tidak semua ilmu adalah ilmu yang
aja sira age-age, jangan cepat-cepat baik. Jangan lupakan juga agama
anganggep nyatanipun, percaya padanya sebagai pedoman dalam menjalani
saringana dipun baresih, saringlah yang teliti kehidupan.
limbangen lan kang patang : pertimbangkan empat hal
prakara rumuhun, perkara terdahulu
dalil qadis lan ijemak, dalil hadis dan ijma’
lan kijase papat iku salah siji, dan keempat qiyas semua
ana-a kang mupakat. telah disepakati

Ana uga kang sira antepi, Ada juga yang mantab


yen ucul saka patang prakara, kalau tepat empat perkara
nora enak legetane, sungguh tidak tepat
tan wurung tinggal wektu, hanya meninggalkan waktu
panganggepe wus angenggoki, menganggap sudah tepat
aja kudu sembah hyang, hendak tidak shalat
wus salat kateng-sun, hanya bikin tanggung
banjure mbuwang sarengat, lalu membuang syariat
batal haram nora nganggo den rawati, batal haram tak peduli
bubrah sakehing tata. lalu bikin kacau

Angel temen ing jaman puniki, Sungguh sulit jaman sekarang Walaupun kita menuntut ilmu setinggi-
ingkang pantes kena ginuronan, Mana yang pantas diteladani tingginya tetapi kita tidak boleh lupa
akeh wong jaya ngelmune, (Meski) banyak yang hebat ilmunya untuk beribadah. Selalu berpikir positif
lan arang ingkang manut, Tetapi jarang yang taat
yen wong ngelmu ingkang netepi, Jikalau orang berilmu yang
ing panggawening sarak, menjelaskan.
den arani luput, Jika orang berbuat baik
nanging ta asenengan, Dikatakan salah
nora kena den wor kakarepaneki, Tetapi jika hanya bersenang-senang
pancene parijangga. Tak bisa dimengerti apa maksudnya
Betul-betul orang hebat

Ingkang lumrah ing mangsa puniki, Umumnya dijaman sekarang Jadilah orang yang mencari guru untuk
mapan guru ingkang golek sabat, Justru guru yang mencari teman mendapatkan ilmu sebanya-banyaknya
tuhu kuwalik karepe, Benar-benar terbalik keadaanya
kang wus lumrah karuhun, Jamaknya (begitulah) yang biasa
jaman kuna mapan si murid, terjadi
ingkang pada ngupaya, Kalau jaman dulu, muridlah
kudu angguguru, Yang mencari guru
ing mengko iki ta nora, Tapi sekarang tidak
Kyai Guru narutuk ngupaya murid, Kyai Guru berkeliaran mencari murid
dadiya kanthinira. Agar ikut dengannya

Serat Tripama
Yogyanira kang para prajurit, (Yogyane (becike) para prajurit, Kita harus bisa mengikuti ajaran patih
lamun bisa samya anuladha, kabeh bisa niru (nyonto) kaya suwanda yang berjasa dengan
kadya nguni caritane, dongengan jaman kuna, andel-andele diringkas dadi siji yaiku : guna, kaya,
andelira sang Prabu, sang Prabu Sasrabau ing negara purun dan nuhoni.
Sasrabau ing Maespati, Maespati, sing asmane Patih
aran Patih Suwanda, Suwanda. Lelabuhane (jasa) kang
lalabuhanipun, diantepi dening patih Suwanda
kang ginelung tri prakara, marang negara digelung (diringkes,
guna kaya purune kang den antepi, dipadukan) dadi siji yaiku: guna,
nuhoni trah utama. kaya, purun, nuhoni (ngantepi)
trahing wong utama.

Lire lalabuhan tri prakawis, (Tegese lelabuhan telung prakara


guna bisa saneskareng karya, yaiku : 1. guna, bisa mrantasi gawe
binudi dadi unggule, supaya dadi unggul, 2. kaya : nalika
kaya sayektinipun, paprangan negara Manggada, bisa
duk bantu prang Manggada nagri, mboyong putri dhomas, diaturake
amboyong putri domas, marang ratu, 3. purun : kekendale wis
katur ratunipun, nyata nalika perang tandhing karo
purune sampun tetela, Dasamuka, ratu negara Ngalengka,
aprang tandhing lan ditya Ngalengka patih Suwanda gugur ing madyaning
aji, paprangan.)
Suwanda mati ngrana.

Wonten malih tuladhan prayogi, (Ana maneh conto sing prayoga


satriya gung nagari Ngalengka, (becik) yaiku satriya agung ing
sang Kumbakarna namane, negara Ngalengka sing asmane
tur iku warna diyu, Kumbakarna. Sanadyan wujude buta,
suprandene nggayuh utami, parandene kepengin nggayuh
duk awit prang Ngalengka, kautaman. Nalika wiwit perang
dennya darbe atur, Ngalengka dheweke nduwe atur
mring raka amrih raharja, marang ingkang raka supaya
Dasamuka tan keguh ing atur yekti, Ngalengka tetep slamet (raharja).
de mung mungsuh wanara. Dasamuka ora nggugu guneme
Kumbakarna, jalaran mung mungsuh
bala kethek.)

Kumbakarna kinen mangsah jurit, (Kumbakarna didhawuhi maju Kita harus bisa mementingkan
mring kang raka sira tan lenggana, perang, ora mbantah jalaran kepentingan umum dari pada
nglungguhi kasatriyane, nglungguhi (netepi) watak satriyane. kepentingan pribadi.
ing tekad datan purun, Tekade ora gelem, mung mikir labuh
amung cipta labuh nagari, negara, lan ngelingi bapak ibune
lan nolih yayah rena, sarta leluhure, sing wis mukti ana ing
myang leluhuripun, Ngalengka, saiki arep dirusak bala
wus mukti aneng Ngalengka, kethek. Luwih becik gugur ing
mangke arsa rinusak ing bala kapi, paprangan.)
punagi mati ngrana.
Yogya malih kinarya palupi, (Ana maneh sing kena digawe
Suryaputra Narpati Ngawangga, patuladhan yaiku R. Suryaputra ratu
lan Pandhawa tur kadange, ing negara Ngawangga. Karo
len yayah tunggil ibu, Pandhawa isih sadulur seje bapa
suwita mring Sri Kurupati, tunggal ibu. R. Suryaputra suwita
aneng nagri Ngastina, marang Prabu Kurupati ing negara
kinarya gul-agul, Ngastina. Didadekake manggalaning
manggala golonganing prang, (panglima ) prajurit Ngastina nalika
Bratayuda ingadegken senapati, ing perang Bratayuda.)
ngalaga ing Korawa

Minungsuhken kadange pribadi, (Dimungsuhake karo sedulure


aprang tandhing lan sang Dananjaya, dhewe, yaiku R. Arjuna (Dananjaya).
Sri Karna suka manahe, Prabu Karna seneng banget atine
dene sira pikantuk, jalaran oelh dalan kanggo males
marga dennya arsa males-sih, kabecikane Prabu Duryudana.
ira sang Duryudana, Mulane banget anggone ngetog
marmanta kalangkung, kasudiran (kekendelan). Wusanane
dennya ngetog kasudiran, Karna gugur kena panah. Kondhang
aprang rame Karna mati jinemparing, minangka prajurit kang utama).
sumbaga wirotama.

Katri mangka sudarsaneng Jawi, (Conto telu-telune mau minangka


pantes lamun sagung pra prawira, patuladhan tanah Jawa. Becik
amirita sakadare, (pantes) yen sakabehe para perwira
ing lalabuhanipun, nuladha sakadare (sakuwasane). Aja
aja kongsi mbuwang palupi, nganti mbuwang conto, jalaran yen
manawa tibeng nistha, tibaning apes dadi ina. Sanadyan
ina esthinipun, tekade buta, ora beda kalawan titah
sanadyan tekading buta, liya, nggolek kautaman.)
tan prabeda budi panduming dumadi,
marsudi ing kotaman.

Anda mungkin juga menyukai