Sebagai salah satu ukuran performansi solar cell adalah efisiensi. Yaitu prosentasi
perubahan energi cahaya matahari menjadi energi listrik. Efisiensi dari solar cell
yang sekarang diproduksi sangat bervariasi. Monocrystalline silicon mempunyai
efisiensi 12~15 %. Multicrystalline silicon mempunyai efisiensi 10~13 %.
Amorphous silicon mempunyai efisiensi 6~9 %. Tetapi dengan penemuan
metode-metode baru sekarang efisiensi dari multicrystalline silicon dapat
mencapai 16.0 % sedangkan monocrystalline dapat mencapai lebih dari 17 %.
Bahkan dalam satu konferensi pada September 2000, perusahaan Sanyo
mengumumkan bahwa mereka akan memproduksi solar cell yang mempunyai
efisiensi sebesar 20.7 %. Ini merupakan efisiensi yang terbesar yang pernah
dicapai. Tenaga listrik yang dihasilkan oleh satu solar cell sangat kecil maka
beberapa solar cell harus digabungkan sehingga terbentuklah satuan komponen
yang disebut module. Produk yang dikeluarkan oleh industri-industri solar cell
adalah dalam bentuk module ini.
Pada aplikasinya, karena tenaga listrik yang dihasilkan oleh satu module masih
cukup kecil (rata-rata maksimum tenaga listrik yang dihasilkan 130 W) maka
dalam pemanfaatannya beberapa module digabungkan dan terbentuklah apa yang
disebut array. Sebagai contoh untuk menghasilkan listrik sebesar 3 kW
dibutuhkan array seluas kira-kira 20 ~ 30 meter persegi. Secara lebih jelas lagi,
dengan memakai module produksi Sharp yang bernomor seri NE-J130A yang
mempunyai efisiensi 15.3% diperlukan luas 23.1m2 untuk menghasilkan listrik
sebesar 3.00 kW. Besarnya kapasitas PLTS yang ingin dipasang menambah luas
area pemasangan. Untuk lebih jelasnya, hirarki module dapat dilihat pada Gb. 2.2.
Beberapa contoh module yang diproduksi oleh perusahaan Jepang dapat dilihat
dalam Tabel 1 untuk multicrystalline dan Tabel 2 untuk monocrystalline. Dalam
kedua tabel ini, opt.voltage adalah tegangan optimal untuk menghasilkan power
yang maksimum.
Tabel 1 Multicrystalline module
Tabel 2 Monocrystalline module
Industri Type
Contoh array yang dipasang di atap rumah dapat dilihat pada Gb. 2.3. Sistem ini
menghasilkan listrik sebesar 4.00 kW. Sedangkan jenis bahan yang dipakai adalah
multicrystalline silicon.
Gb. 2.3 Contoh Sistim pembangkit listrik tenaga surya (sumber : JPEA)
2. AC module
Seperti yang telah diterangkan diatas module adalah komponen yang merubah
energi cahaya matahari menjadi energi listrik. Listrik yang dihasilkan adalah dc.
Untuk dapat dimanfaatkan lebih banyak lagi biasanya listrik dc ini dirubah
menjadi ac. Untuk diubah maka listrik DC dari beberapa module digabungkan dan
dikonversikan menjadi AC dengan alat yang disebut power conditioner. Karena
menggabungkan listrik dari beberapa module maka sistem pengkabelannnya
menjadi rumit dan kapasitas yang dibutuhkan dari power conditionernya pun
menjadi besar. Untuk mengatasi persoalan ini, maka sekarang dikembangkan apa
yang disebut AC module. Yaitu module yang langsung menghasilkan listrik AC.
Secara prinsip tidak ada perubahaan yang terjadi, tetapi secara teknologi
diperlukan power conditioner berskala kecil yang dapat dipasang di belakang
module.
Contoh power conditioner yang sekarang banyak dipasarkan dapat dilihat pada
Gb. 2.5 di bawah ini.
Gb. 2.5 adalah produk dari Sharp yang dapat dihubungkan dengan 8~9 lembar
module. Berat dari alat ini adalah sebesar 25 kg.
Dua trend diatas adalah lebih pada pemberian nilai tambah module agar
pemanfaatannya lebih luas lagi. Disamping dua hal tadi untuk mendukung
perkembangan agar makin memasyarakatnya
Seperti terlihat pada gambar ini pada tegangan sekitar 200 V tenaga listrik yang
dihasilkan maksimum. Pada suhu dan kuatnya cahaya yang lain tenaga maksimum
yang dihasilkannya pun akan berbeda. Pada saat beroperasi listrik yang dihasilkan
oleh PLTS tidak selalu berada dalam kondisi maksimum, maka diperlukan alat
untuk mempertahankan agar PLTS memproduksi listrik secara maksimum. Disini
fungsi dari power conditioner adalah bagaimana mengontrol agar tenaga listrik
yang diproduksi menjadi maksimum. Hal ini disebut dengan istilah MPPT
(Maximum Power Point Tracking).
Kedua adalah load. Yaitu bagian yang mengkonsumsi listrik yang ada. Load ini
dibagi 2 yaitu dc load dan ac load. dc load apabila listrik yang dikonsumsi adalah
listrik dc. Sedangkan ac load apabila listrik yang dikonsumsi adalah listrik ac.
Ketiga adalah battery. Battery berfungsi sebagai alat untuk menyimpan listrik.
Listrik yang disimpan di sini adalah listrik dc.
Setelah menerangkan tiga istilah yang akan dipakai dalam menerangkan SKTS,
maka sekarang akan dijelaskan sistemnya. Secara garis besar sistem kelistrikan
tenaga surya dapat dibagi menjadi 2 :
Sistem Terintegrasi
Sistem ini dapat diterangkan secara visual pada Gb.3.1. Seperti terlihat pada
gambar ini, listrik yang dihasilkan oleh array dirubah menjadi listrik ac melalui
power conditioner, lalu dialirkan ke ac load. AC load di sini dapat berupa listrik
yang diperlukan di perumahan atau kantor.
Yang menjadi ciri utama dari sistem ini adalah dihubungkannya ac load ke
jaringan distribusi listrik yang dimiliki oleh perusahaan listrik. Jadi apabila listrik
yang dihasilkan oleh solar panel cukup banyak melebihi yang dibutuhkan oleh ac
load maka listrik tersebut dapat dialirkan ke jaringan distribusi yang ada.
Sebaliknya apabila listrik yang dihasilkan solar panel sedikit kurang dari
kebutuhan ac load maka kekurangan itu dapat diambil dari listrik yang dihasilkan
perusahaan listrik. Hal ini di banyak negara-negara industri maju secara peraturan
telah memungkinkan.
Keuntungan dari sistem ini adalah tidak diperlukan lagi battery. Biaya battery
dapat dikurangi. Selain dari itu bagi rumah atau kantor yang memasang solar
panel, mereka akan mendapatkan keuntungan dengan penjualan listrik.
Gb. 3.2 Contoh Sistim di Rumah (sumber : Sharp Co.Ltd)
Persoalan yang dihadapi sekarang adalah soal teknis. Karena terhubung dengan
sistem distribusi, maka masalah keselamatan menjadi perhatian yang utama. Dan
salah satu dari pemecahannya adalah membuat power conditioner yang mampu
mendeteksi apabila terjadi kecelakaan dan mampu mengkontrol tegangan apabila
terjadi perubahan tegangan di AC load dan beberapa soal teknis yang lain.
Di banyak negara industri maju seperti Australia, Belanda, Amerika, Jepang,
Jerman dll sistem terintegrasi adalah yang banyak diambil. Karena sudah
tersedianya jaringan distribusi listrik.
Sebagai sebuah contoh sistem pembangkit listrik di rumah dapat dilihat pada
Gb.3.2. Pada gambar ini, (1) adalah solar panel; (2) adalah power conditioner ; (3)
adalah alat pendistribusi listrik ; (4) adalah alat pengukur banyaknya listrik yang
dijual atau dibeli.
Sistem Independensi
Selain sistem terintegrasi yang diterangkan di atas terdapat pula sistem
independensi yang merupakan sistem yang selama ini banyak dipakai. Seperti
terlihat dalam gambar di bawah ini sistem independensi dapat dibagi lagi yaitu
yang dihubungkan dengan dc load dan yang dihubungkan dengan ac load. Hal ini
dapat dilihat dalam Gb. 3.3 (a) dan (b).
Contoh dari sistem yang dihubungkan dengan dc load adalah pembangkit listrik
untuk peralatan komunikasi. Misalnya peralatan komunikasi yang dipasang di
pegunungan. Sedangkan yang dihubungakan dengan ac load adalah sistim
pembangkit listrik untuk pulau-pulau yang terpencil.
Gb. 3.3 Sistim Independensi
Dalam sistem ini, battery memainkan peranan yang sangat vital. Bila ada
kelebihan listrik yang dihasilkan, misalnya pada siang hari, listrik ini disimpan di
battery. Dan pada malam hari listrik yang disimpan ini dialirkan ke load. Sistem
seperti ini banyak dipakai di negara-negara berkembang seperti contoh pada Gb.
3.4. Gb. 3.4 adalah sebuah contoh proyek di Mongol. Yaitu proyek pemasangan
pembangkit listrik untuk keperluan rumah sakit dan lampu penerangan. Dalam
gambar ini terlihat PLTS dikombinasikan dengan pembangkit listrik tenaga angin.
Kapasitas terpasang PLTS adalah 3.4 kW sedangkan dari tenaga angin 1.8 kW.
4. Program Pengembangan PLTS di Jepang
Pada bagian ini akan dijelaskan secara singkat program pengembangan PLTS di
Jepang. Proposal penelitian dan pengembangan PLTS di Jepang pertama kali
diajukan ke pemerintah pada tahun 1973. Dan mulai pelaksanaannya pada tahun
1974 dengan diluncurkannya satu proyek besar yang disebut “Sunshine Project”.
Inti dari proyek ini adalah melakukan penelitian dan pengembangan energi-energi
dari sumber yang dapat diperbaharui. Proyek ini diluncurkan satu tahun setelah
terjadinya “oil crisis” yang pertama. Dimana Jepang merasakan akibat dari
ketergantungan yang besar selama ini terhadap minyak bumi yang diimpor dari
negara-negara Timur Tengah.
Gb. 3.4 Contoh PLTS di Mongol (sumber: JPEA)
Tujuan dari penelitian dan pengembangan PLTS dalam proyek ini adalah mencari
konsep baru PLTS yang cocok dengan kondisi Jepang. Seperti diketahui bahwa
Jepang adalah negara yang berpegunungan sehingga sulit mencari tanah datar
yang luas di satu tempat. Kalaupun ada, karena luas negara yang kecil, harga
tanah sangat tinggi. Selain dari kekurangan tersebut, ada satu keuntungan yang
dimiliki yaitu bahwa Jepang telah memiliki sistem jaringan kelistrikan di seluruh
tempat tinggal penduduk. Dengan kondisi seperti ini dari awal sudah ditargetkan
untuk mengembangkan PLTS yang terhubungkan dengan sistem jaringan
kelistrikan yang ada. Dan PLTS yang dikembangkan adalah untuk pemasangan di
perumahan atau di gedung-gedung atau yang disebut dengan BIPV. Dengan
proyek seperti ini bisa dikatakan sekarang Jepang menjadi negara yang paling
maju dalam pengembangan BIPV.
Langkah-langkah penting dalam pemasyarakatan PLTS dapat disimpulkan dalam
Tabel 3 di bawah ini.
Dari tabel ini terlihat bahwa perubahan besar dalam peraturan terjadi pada tahun
1990. Kemudian pada tahun 1993 dengan dimungkinkannya PLTS bersekala kecil
sekalipun untuk mengalirkan listriknya ke jaringan distribusi yang dimiliki
perusahaan listrik. Pada Desember 1994, pemerintah mentargetkan pemasangan
PLTS yang berkapasitas sebesar 400 MW sampai tahun 2000 dan 4600 MW
sampai tahun 2010. Yang terakhir direvisi menjadi 5000 MW pada tahun 1998.
Pada tahun 1994 diluncurkan program yang disebut “PV System Monitor
Program”. Yaitu program pemberian subsidi bagi rumah yang akan memasang
PLTS. Program ini direalisasikan oleh NEF (New Energy Foundation). Pada
tahun 1993 diluncurkan program pemberian subsidi yang disebut dengan “Field
Test Project”. Yang pelaksanaan dilakukan oleh NEDO. Pemberian subsidi ini
diperuntukkan bagi fasilitas-fasilitas umum yang akan memasang PLTS dengan
kapasitas 10 kW sampai dengan 220 kW. Program ini pada tahun 1998 diarahkan
untuk penggunaan di perusahaan-perusahaan.
Detail dari proyek nasional penelitian dan pengembangan PLTS di Jepang serta
dana yang disediakan dapat dilihat dalam Gb. 4.1. Pada Gb. 4.1 hanya ditampilkan
penelitian dan pengembangan bahan, tetapi dana-dana ini juga termasuk penelitian
sistem kelistrikan secara keseluruhan
Gb. 4.1 Proyek PLTS Jepang (sumber : PVTEC)
Gb. 4.2 Bagan Pelaksana Proyek PLTS Jepang (sumber : PVTEC 2000)
Pada Gb. 4.2 terlihat bahwa coordinator program-program nasional Jepang adalah
MITI dalam hal ini adalah ANRE dan AIST. ANRE bertugas untuk
memasyarakatkan PLTS sedangkan AIST bertanggung jawab terhadap penelitian
dan pengembangan PLTS.
Program utama penelitian dan pengembangan PLTS adalah ‘New Sunshine
Programme’ yang meliputi pengembangan teknologi pemroduksi cell dengan
biaya rendah, BIPV module, peningkatan efisiensi dll.
Di bawah program ‘New Sunshine’ ini AIST melalui beberapa lembaga penelitian
di bawahnya melakukan penelitian dan pengembangan. Untuk menggandeng
lembaga penelitian lainnya maka sebagian pelaksanaannya dilimpahkan ke NEDO
melalui sistim subsidi. Dari NEDO ini subsidi untuk penelitian dan
pengembangan diberikan ke perusahaan misalnya CRIEPI (Central Research
Institute of Electric Power Industry) atau lembaga penelitian negara pada
departemen yang lainnya.
Untuk mengikutsertakan universitas, perusahaan komersial, dan lembaga
penelitian asing dibentuk PVTEC. Melalui PVTEC ini kerja sama penelitian
dilakukan. Sedangkan untuk memasyarakatkan PLTS ANRE memberikan subsidi
ke NEF.
5. Penutup
Di atas telah dijelaskan secara singkat pembangkit listrik tenaga surya. Yang
diawali dengan penjelasan komponen-komponen yang mendukung dihasilkannya
tenaga listrik. Kemudian dijelaskan juga sistem kelistrikan tenaga surya. Dan
terakhir diperkenalkan usaha-usaha pemerintah Jepang untuk memasyarakatkan
PLTS. Selain dari BIPV yaitu module yang dipasang di perumahan atau bangunan
bangunan, sekarang juga telah dibahas kemungkinan pemasangan PLTS
berkapasitas sangat besar di satu wilayah tertentu. Hal ini dimungkinkan misalnya
pemasangan di negara-negara yang memiliki padang pasir. Kemungkinan ini
sekarang dibahas oleh IEA PVPS/Task 8 (International Energy Agency-
PhotoVoltaic Power System).
Di masa yang akan datang pemasangan PLTS akan terus berkembang terutama di
negara-negara industri maju.
Daftar Pustaka
• Halim, Abdul, Dr. 2001. Photovoltaic Power System : Harapan dan
Kenyataan. DIMENSI Warta Sains Dan Teknologi. ISTECS (Institute for
Science and Technology Studies Chapter Japan).
• JPEA
• Sharp Co.Ltd
• PVTEC