ABSTRAK
Pengelolaan lahan kritis yang tidak tepat akan memberikan dampak negatif yang cukup
kompleks. Dampak negatif dalam konteks ini diantaranya banjir, erosi, dan longsor.
Banjir, erosi ataupun longsor disatu sisi merupakan dampak buruk yang terajdi akibat
pengelolaan lahan kritis yang tidak tepat , tetapi disisi lain banjir, erosi ataupun longsor dapat
menjadi faktor yang menyebabkan meluasnya lahan kritis, sebab hal tersebut dapat bermuara
pada menurunnya kualitas lahan sehingga lahan tidak mampu berproduksi secara optimal.
Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang jika diuraikan lebih jauh faktor-faktor
tersebut berasal dari berbagai latar belakang yang saling mempengaruhi antara satu dan
lainnya. Pada Kabupaten Jayawijaya yang menjadi lokasi penelitian faktor-faktor penyebab
lahan kritis adalah terjadinya longsor yang disebabkan oleh erosi, illegal logging, pembakaran
hutan, penataan zonasi kawasan yang belum berjalan dengan optimal, pola penggunaan lahan
tidak konservatif, pengalihan status lahan yang tidak sesuai dengan arahan pemenfaatannya,,
perilaku pemanfaatan lahan yang menurunkan kualitas lahan, seperti ladang berpindah,
penggunaan pupuk yang berlebihan, pengembalaan ternak secara lepas dan tidak terkendali,
serta faktor iklim yaitu musim hujan dan kemarau yang panjang. Untuk hasil penilaian kekritisan
lahan pada masing-masing fungsinya adalah : hutan lindung dengan skor kekritisan lahan
sebesar 380 yang berarti kondisi lahan tergolong “ Potensial Kritis”, kawasan budidaya untuk
pertanian dengan skor 415 yang artinya lahan dalam kategori “ Potensial Kritis”, sedangkan
kawasan lindung diluar kawasan hutan dengan skor 140 termasuk dalam kategori “Kritis”.
Namun pada prinsipnya daerah ini masih fungsi sumberdaya tanah, vegetasi yang
tetap berfungsi sebagai daerah permanen, air, kemiringan lereng, tingkat
perlindungan/pelestarian sumberdaya erosi dan tingkat pengelolaan (Tabel 7).
tanah, hutan, dan air. Oleh sebab itu Untuk besaran tingkat kekritisan lahan
parameter penilaian peniliaian kekritisan diperoleh dari hasil perkalian antara bobot
lahan di daerah ini harus dikaitkan dengan dan nilai skor (tabel 8).
Tabel 11.
Tabel 10.Analisa
AnalisaKesesuaian LahanLahan
Kesesuaian Pada Masing-Masing Distrik DiDiKabupaten
Pada Setiap Distrik Jayawijaya
Kabupaten Jayawijaya
KOMPONEN KESESUAIAN LAHAN
Intensitas
NO DISTRIK Jenis Hujan Total
Skor Kemiringan (%) Skor Skor
Tanah (mm/hh) Skor
A B C D E f G H d+f+h
1 Wamena Latosol 30 >40% 100 8 10 140
2 Asolokobal Latosol 30 >40% 100 8 10 140
3 Walelagama Latosol 30 >40% 100 8 10 140
4 Hubikosi Rensina 75 >40% 100 8 10 185
5 Pelebaga Latosol 30 >40% 100 8 10 140
6 Asologaima Latosol 30 >40% 100 8 10 140
7 Musatfak Latosol 30 0-8% 20 8 10 60
8 Kurulu Latosol 30 >40% 100 8 10 140
9 Bolakme Latosol 30 >40% 100 8 10 140
10 Wollo Latosol 30 >40% 100 8 10 140
11 Yalengga Latosol 30 >40% 100 8 10 140
Sumber: Hasil Analisa, 2012
Tabel
Tabel11.
12.Rencana PolaPemanfaatan
Rencana Pola Ruang Pemanfaatan RuangLindung
Ruang Kawasan Kawasan Lindung
No Kawasan Lindung Luas (Ha) Persentase terhadap Lokasi
di Wilayah Darat Luas Kabupaten (%)
1 Hutan Lindung 84.786,28 34,45 Tersebar di seluruh wilayah Kabupaten
Jayawijaya, kecuali wilayah Distrik
Musatfak
2 Kawasan Suaka Alam 22.004,35 8,94 Tersebar di seluruh wilayah Kabupaten
Jayawijaya
3 Sempadan Sungai dan 916,71 0,37 Tersebar di seluruh wilayah Kabupaten
Kawasan sekitar mata air Jayawijaya, kecuali wilayah Distrik
Pelebaga, Distrik Wolo dan Distrik
Yalengga
4 Kawasan Lindung Darat 107.707,34 43,76 Tersebar di seluruh wilayah Kabupaten
Jayawijaya
Jumlah 215.414,70 87,52
Sumber: RTRW Kab Jayawijya Tahun 2010
Tabel
Tabel12.
13.Rencana
RencanaPemanfaatan
PemanfaatanRuang
RuangKawasan
KawasanBudidaya
Budidaya Di di Kabupaten Jayawijaya
Kabupaten Jayawijaya
No Jenis Kawasan Budidaya Luas Luas Lokasi
(Ha) (%)
I Budidaya Non Pertanian
1 Hutan Produksi Konversi 13.368,39 43,53 Tersebar di semua distrik kecuali Distrik
Musatfak dan Distrik Wolo
2 Hutan Produksi Tetap 5.424,71 17,66 Tersebar di semua Distrik
3 Tanaman 2.535,57 8,26 Tersebar di semua Distrik
Tahunan/Perkebunan
4 Permukiman 308,22 0,01 Tersebar di semua Distrik
5 Pertambangan 614,23 2,00 Tersebar di semua Distrik
6 Pariwisata 1.842,68 6,00 Distrik Kurulu, Distrik Asolokobal dan Distrik
Asologaima
II Budidaya Pertanian
7 Pertanian Lahan Kering 4.596,57 14,97 Tersebar di semua Distrik
8 Peternakan 1.228,45 4,00 Distrik Wamena, Distrik Kurulu
9 Perikanan Tersebar di semua Distrik kecuali Distrik
1.098,43 3,58 Pelebaga, Distrik Yalengga dan Distrik Wolo
Jumlah 30.711,34 100,00
Sumber : RTRW, Kab Jayawijaya Tahun 2010
Data yang diperoleh dari Dinas berdasarkan data dari Dinas Kehutanan
Kehutanan Kabupaten Jayawijaya Kabupaten Jayawijaya pada tahun 2010
mengenai pola pemanfaatan ruang di bahwa luas lahan kritis di luar kawasan
Kabupaten Jayawijaya pada tahun 2010 hutan pada Distrik Wamena sekitar 12.390
dapat dilihat pada tabel berikut ini. Ha sedangkan untuk permukiman yang
dipakai pada lahan kritis adalah sebesar
Tabel 13.Pola
Tabel 14. Pola Pemanfaatan
Pemanfaatan RuangRuang Di 115 Ha. itu berarti 0, 9 % pemanfaatan
Kabupaten Jayawijaya
Kabupaten Jayawijaya Tahun 2010 lahan permukiman adalah pada lahan kritis,
No Pola Pemanfaatan Ruang Luas (Ha) khususnya di luar kawasan hutan.
1 Permukiman 415,23 b. Jenis Tanah
2 Perkebunan 2.835,79 Wilayah Kabupaten Jayawijaya
3 Pertanian lahan kering 4.669,32 terdapat 3 jenis tekstur tanah, yaitu halus,
4 Semak belukar 23,34 sedang dan kasar. Tekstur ini ikut
5 Hutan produksi konversi 12.660,58 menunjang kesesuaian lahan bagi
6 Hutan lindung 83.675,17 petumbuhan tanaman, yaitu terutama tanah
7 Sempadan sungai 986,37
8 Taman nasional darat 107.307,62
dengan tekstur sedang relatif mudah untuk
9 Sungai 735,71 diolah dan kandungan hara penyuburnya
relatif terjaga. Jenis pertanian tanaman
Jumlah 213.309,13
pangan lahan basah dan lahan kering
Sumber: Dinas
Sumber Kehutanan
: Dinas Kabupaten Jayawijaya
Kehutanan Kabupaten paling sesuai dengan tekstur tanah sedang,
Jayawijaya, 2010 sedangkan tekstur kasar dan halus sesuai
untuk tanaman keras/tahunan. Kedalaman
Melihat tabel di atas dapat dilihat solum menunjukkan kedalaman zone
bahwa terjadi penyimpangan pemanfaatan perakaran tanaman, yaitu semakin dalam
ruang dari yang direncanakan dengan kedalaman solum tanah semakin sesuai
kondisi eksisting, seperti pada pola untuk budidaya tanaman pertanian lahan
pemanfaatan ruang untuk permukiman basah. Berdasarkan diskripsi kondisi
yang direncanakan adalah sebesar 308,22 wilayah Kabupaten Jayawijaya dapat
ha sedangkan eksistingnya adalah sebesar diungkapkan sifat-sifat penggunan jenis
415,23 ha. Pemanfaatan ruang yang tanah yang didominasi oleh jenis tanah
menyimpang dari perancanaan ruang dapat podsolik, rensina dan latosol.
menjadi salah satu faktor meluasnya lahan
kritis. Berkaitan dengan hal tersebut, Analisa kependudukan
b. Analisa Kepadatan dan Penyebaran 7,52 %. Hal ini dikarenakan titik pusat-pusat
Penduduk pemukiman yang tersebar tidak merata.
Kepadatan penduduk rata-rata di Pergerakan pusat-pusat pemukiman ini
Kabupaten Jayawijaya tahun 2011 adalah terjadi karena keberadaan akses yang
2
47 Jiwa/Km sedangkan pada tahun 2020 intensif (bandara) dan kegiatan penduduk
berada pada nilai 55 Jiwa/Km². Berarti (ibukota kabupaten). untuk melihat
dalam kurung waktu 10 tahun mendatang kepadatan penduduk dari tahun 2011-2020
kepadatan penduduk meningkat hingga dapat dilihat pada tabel 15 berikut ini:
Tabel
Tabel16.
18.Persentase Faktor-FaktorPenyebab
Presentase Faktor-Faktor Penyebab Lahan
Lahan Kritis
Kritis Di Kabupaten
di Kabupaten Jayawijaya
Jayawijaya
Jumlah
N Presentase
Distrik Faktor-faktor Sebaran
o (%)
Jawaban
1. WP I a.Terjadinya longsor akibat adanya erosi. 26 21
Wamena b.Penebangan liar (illegal logging). 21 17
c. Kebakaran hutan. 11 9
d.Pemanfaatan sumber daya hutan yang tidak berasaskan kelestarian. 12 10
e.Penataan zonasi kawasan belum berjalan dengan baik. 10 8
f. Pola penggunaan lahan tidak konservatif. 12 10
g.Pengalihan status lahan (berbagai kepentingan). 6 5
h.Pengurasan kesuburan (ladang berpindah dan pemupukan tidak 12 10
memadai).
i. Pengembalaan ternak secara lepas dan berlebihan. 10 8
j. Tutupan lahan yang terbuka 3 2
Jumlah 123 100
WP II a. Terjadinya longsor akibat adanya erosi. 10 16
2. Asolokobal, b. Penebangan liar (illegal logging). 9 15
Walelagama c. Kebakaran hutan. 7 11
dan d. Pemanfaatan sumber daya hutan yang tidak berasaskan kelestarian. 5 8
Pelebaga. e. Penataan zonasi kawasan belum berjalan dengan baik. 4 6
f. Pola penggunaan lahan tidak konservatif. 6 10
g. Pengalihan status lahan (berbagai kepentingan). 4 6
h. Pengurasan kesuburan (ladang berpindah dan pemupukan tidak 5 8
memadai).
i. Pengembalaan ternak secara lepas dan berlebihan. 8 14
j. Tutupan lahan yang terbuka 4 6
Jumlah 62 100
3. WP III a. Terjadinya longsor akibat adanya erosi. 20 17
Asologaima, b. Penebangan liar (illegal logging). 18 15
Hubikosi, c. Kebakaran hutan. 15 13
Musatfak, d. Pemanfaatan sumber daya hutan yang tidak berasaskan kelestarian. 16 14
Bolakme, e. Penataan zonasi kawasan belum berjalan dengan baik. 8 7
Yalengga, f. Pola penggunaan lahan tidak konservatif. 10 8
Wollo, dan g. Pengalihan status lahan (berbagai kepentingan). 10 9
Kurulu. h. Pengurasan kesuburan (ladang berpindah dan pemupukan tidak 9 8
memadai).
i. Pengembalaan ternak secara lepas dan berlebihan. 4 3
j. Tutupan lahan yang terbuka 7 6
Jumlah 117 100
Sumber Data : Pengolahan Data Survey 2012
lahan kritis akibat pengalihan status lahan hal tersebut dapat merusak ekositem yang
(berbagai kepentingan) pada setiap ada bahkan kondisi fisik permukaan tanah
kawasan pembangunan (WP) di Kabupaten menjadi rusak sehingga kesuburan tanah
Jayawijaya menunjukan bahwa presentase menjadi berkurang. Hubungan presentase
angka tertinggi yaitu 50% di WP III faktor penyebab lahan kritis dengan alasan
sedangkan yang paling rendah 20% di WP pengembalaan ternak secara lepas dan
II. berlebihan, pada setiap kawasan
h. Pengurasan kesuburan (perladangan pengembangan di Kabupaten Jayawijaya
berpindah dan pemupukan yang tidak menunjukan bahwa presentase angka
memadai). Pada umumnya kondisi tertinggi yaitu 45 % di WP I sedangkan
perekonomian di Kabupaten Jayawijaya yang paling rendah 18 % di WP III.
sebagian besar ditunjang dari hasil j. Tutupan Lahan Yang Terbuka.
pertanian dan perkebunan. Perilaku Dampak negatif dari terbukanya tutpan
bercocok tanam yang keliru bisa lahan adalah banjir. Kejadian banjir tidak
berdampak pada menururnnya kualitas dapat dicegah, namun hanya dapat
lahan. Sebagai contoh, petani yang dikendalikan dan diminimalisir. Banjir dapat
menaman wortel ketika saat panen hasilnya terjadi akibat faktor alam seperti curah
tidak optimal maka komoditi yang ditanam hujan yang tinggi dan lama, lokasi banjir
akan diganti dengan kacang panjang, umumnya berada pada topografi yang
bahkan ekstrimnya mereka dapat relatif datar dengan pola sungai yang
berpindah ladang karena beranggapan berbelok-belok (meandering) dan dataran
bahwa lahan sebelumnya tersebut tidak banjir yang luas, keadaan struktur tanah
subur. Penggunaan lahan untuk kegiatan atau batuan yang lambat meresapkan air,
pertanian tanaman harus memanfaatkan dan kapasitas sungai yang tidak dapat
potensi tanah yang sesuai untuk menampung dan mengalirkan air ke laut. Di
peningkatan kegiatan produksi dan wajib samping itu, faktor manusia juga berperan
memperhatikan aspek kelestarian fungsi menyebabkan banjir, di antaranya
lingkungan hidup dan mencegah bertambahnya penduduk sehingga
kerusakannya. Kawasan pertanian menempati daerah bantaran sungai dan
tanaman lahan basah dengan irigasi teknis dataran banjir alamiah sehingga
tidak boleh dialihfungsikan, sedangkan mengurangi kantong-kantong air dan
kawasan pertanian tanaman lahan kering daerah parkir banjir, dan hilang atau
tidak produktif dapat dialihfungsikan berkurangnya daerah resapan akibat
dengan syarat-syarat tertentu yang diatur perubahan fungsi lahan untuk berbagai
dengan peraturan daerah setempat. Upaya keperluan. Dalam skala Provinsi, wilayah
pengalihan fungsi lahan dari kawasan Kabupaten Jayawijaya pada saat ini tidak
pertanian lahan kering tidak produktif termasuk ke dalam wilayah rawan bahaya
(tingkat kesuburan rendah) menjadi banjir, namun ketika musim hujan yang
peruntukan lain harus dilakukan tanpa panjang maka banjir dapat terjadi akibat air
mengurangi kesejahteraan masyarakat. Sungai Baliem yang melimpah dari badan
Presentase faktor penyebab lahan kritis sungai dan mengisi daerah dataran yang
karena pengurasan kesuburan lebih rendah (cekungan) dan membawa
(perladangan berpindah dan pemupukan material padat, seperti lumpur, batu-batuan
yang tidak memadai) pada setiap kawasan atau bahkan kayu sisa pohon. Jika banjir
pembangunan di Kabupaten Jayawijaya dan tanah longsor terjadi pada musim
menunjukan bahwa presentase angka hujan, maka kekeringan terjadi pada musim
tertinggi yaitu 46% di WP I dan terendah kemarau yang sangat panjang. Kekeringan
19% di WP II. terjadi karena tutupan lahan yang terbuka
i. Pengembalaan ternak secara lepas dimana bila curah hujan sangat rendah dan
dan berlebihan. Berternak juga merupakan kelembaban udara berada di bawah normal
penghasilan masyarakat Kabupaten dalam jangka waktu tertentu . Bahaya
Jayawijaya, ternak yang sering dipelihara kekeringan merupakan jenis bahaya yang
adalah ayam, sapi, dan babi. Hewan– memiliki sifat serangan atau kejadian yang
hewan tersebut kadang digembalakan lambat dan dampaknya secara tidak
pada ladang rerumputan dalam jangka langsung bisa berakumulasi selang
waktu 3-4 hari bahkan beberapa minggu,
Lereng. Lereng tersusun oleh tanah Kedalaman efektif tanah pada kawasan
penutup tebal (> 2 m), bersifat gembur dan hutan lindung sebesar 51 – 100 cm, dimana
mudah lolos air, dan memiliki bidang tanah dalam: lebih dari 75 % lapisan tanah
kontras antara tanah dengan kepadatan atas hilang dan atau erosi alur pada jarak
lebih rendah dan permeabilitas lebih tinggi 20-50 m sedangkan tanah dangkal: 25-75
yang menumpang di atas tanah dengan % lapisan tanah atas hilang.
kepadatan lebih tinggi dan permeabilitas Manajemen. Untuk manajemen mengenai
lebih rendah serta tersusun oleh perlapisan hutan lindung, dikelolah oleh pemerintah
batuan yang miring ke arah luar lereng Kabupaten Jayawijaya, yakni instansi yang
atau perlapisan batuan miring searah bertanggung yaitu Dinas Kehutanan
kemiringan lereng. Lereng yang berada Kabupaten Jayawijaya. sampai saat ini
pada kawasan hutan lindung di Kabupaten wujud pengelolaan yang dilakukan adalah
Jayawijaya relatif cembung dengan penyuluhan dan sosialisasi terhadap
kemiringan lebih dari 20º (40%). masyarakat mengenai pengaturan dan
Erosi. Erosi merupakan parameter pemanfaatan hutan lindung.
pengukur kekritisan lahan pada kawasan Setelah mengetahui parameter
hutan lindung. Dimana yang menjadi kekritisan lahan pada kawasan hutan
deskripsi atau tolak ukur adalah kedalaman lindung maka dapat ditentukan tingkat
tanah. kekritisan lahan dengan cara pembobotan
(Tabel 19).
Tabel19.
Tabel 21.Penilaian
Penilaian Kekritisan
KekritisanLahan
LahanPada
PadaHutan Lindung
Hutan Lindung
No Parameter Kelas Besaran/deskripsi Skor
1 Tutupan lahan Sangat Baik > 80 % 250
2 Lereng Sangat Curam > 40 % 20
3 Erosi Berat - Tanah dalam: lebih dari 75 % lapisan tanah atas hilang 60
dan atau erosi alur pada jarak 20-50 m
- Tanah dangkal: 25-75 % lapisan tanah atas hilang
4 Manajemen Baik Sosialisasi dan penyuluhan 50
TOTAL 380
Sumber: hasil perhitungan 2012
Berdasarkan penilaian kekritisan lahan tanah, hutan, dan air. Oleh sebab itu
pada kawasan budidaya untuk pertanian parameter penilaian peniliaian kekritisan
maka dapat disimpulkan bahwa kawasan lahan di daerah ini harus dikaitkan dengan
budidaya untuk pertanian dengan skor 415 penutupan lahan, kemiringan lereng, tingkat
masuk dalam kategori “ Potensial Kritis” erosi dan tingkat pengelolaan.
Penutupan Lahan. Penutupan lahan pada
c. Penetapan kekritisan lahan pada kawasan lindung diluar kawasan hutan
kawasan lindung di luar kawasan hutan termasuk dalam Kelas Penutupan III
Kawasan Lindung di luar Kawasan Hutan berdasarkan tingkat penutupan
adalah kawasan yang sudah ditetapkan vegetasinya, yaitu: terdiri dari jenis
sebagai kawasan lindung tetapi kawasan penutupan savana, tubuh air dan
tersebut tidak lagi sebagai hutan, pada permukiman. Pada lokasi penelitian
umumnya daerah tersebut sudah diketahui Kelas Penutupan I sebesar
diusahakan sebagai daerah produksi. 168.204 ha dengan persentase 86%, Kelas
Namun secara prinsip daerah ini masih Penutupan II sebesar 23.111 ha dengan
tetap berfungsi sebagai daerah persentase 12% dan Kelas Penutupan III
perlindungan/pelestarian sumberdaya sebesar 5.056 ha dengan persentase 2%.
DAFTAR PUSTAKA