Anda di halaman 1dari 18

Sunday, August 26, 2012

Pandawa Mengakhiri Hidupnya di Istana Alam

Tiga puluh enam tahun telah berlalu sejak pecah perang Baratayuda antara Pandawa dan
Kurawa yang dimenangkan oleh pandawa. Sejak itu kerajaan Astina di bawah pimpinan
prabu Yudhistira berhasil mewujudkan suatu negara yang subur makmur gemah ripah loh
jinawi kerta tur raharja. Jauh daris engketa politik tidak seperti ketika negara amsih dikuasi
kaum Kurawa, dimana Pandawa harus mengalami hidp sengsara merana di hutan belantaa
13 tahun lamanya.

Akan tetapi perjalanan hidup tidak selalu langgeng, situasi dan kondisi turut menentukan,
terutama setelah meninggalnya para pini sepuh seperti Destarata, Gendari, Kunti dan
kresna, Pandawa seperti kehilangan pegangan. Kelezatan dan kemewahan tak mampu
menjamin ketenangan batin. Resah gelisah dan serba salah akhirnya menimbulkan rasa
jenuh, seolah mereka sudah tidak betah lagi tinggal di dalam istina. Untuk menetralisir
keadaan, Yudhistira bersama saudara-saudaranya sepakat akan minta nasehat Begawan
Abiyasa di pertapaan Ukir Retawu.

Bersabdalah sang Begawan: “Cucuku, segala sesuatu yang diciptakan tidak ada yang
sempurna. Begitu pula hidup di dunia tidak ada yang langgeng, cepat atau lambat kita akan
kembali menghadap Yang Maha Kuasa. Karena itu aku menasehatkan agar kalian segera
berpindah dari istana kerajaan dengan segala kelezatan dan kemewahannya, pindah ke
istana alam dengan segala keasliannya untuk mencapai kemuliaan akherat sambil
menunggu kedatangan Hyang Kala,” ujarnya.
Wejangan Abiyasa itu memberi tanda lampu kuning, agar Pandawa meninggalkan kelezatan
duniawi beralih mencari kemuliaan akhirat, mempersiapkan diri bila sewaktu-waktu
dipanggil menghadap Tuhan Maha Kuasa. Atas wejangan itu Pandawa sepakat akan
meninggalkan kerajaan membuang diri menjelajah alam terbuka bertapa mendekatkan diri
dengan Hyang Maha Tungal. Sedang untuk meneruskan tahta kerajaan telah diangkat
Parikesit sebagai raja Astinapura.

Demikianlah pada hari yang telah ditetapkan, para Ksatria Pandawa bersama Drupadi
meningalkan istana dengan perasaan pilu diiringi isak tangis keluarga dan rakyatnya. Tidak
sepotong pun harta dunia yang dibawa, bahkan pakaian pun terbuat dari kulit. Ketika
mereka keluar dari istana seekor anjing mengikuti dari belakang. Mereka berjalan ke arah
timur masuk hutan keluar hutan, kemudian berbelok ke selatan dan akhirnya sampai di
pegunungan Himawan (Himalaya) yang di situ terbentang alam terbuka gurun pasir yang
terhampas luas sejauh mata memandang. Gurun itulah yang akan mereka tempuh. Setelah
bersemadi beberapa saat, mulailah mereka memasuki istana alam di bawah teriknya sinar
matahari menyengat sekujur badan.

Tiba-tiba Drupadi mengaduh dan jatuh terkulai serta tak lama kemudian menemui ajal,
Bima sedih melihatnya dan bertanya: “Kakangku, Drupadi telah mati, apakah ia membawa
dosa?”

Yudhistira: “Adikku Bima, setiap kematian membawa dosa. Semasa hidupnya Drupadi
bertindak pilih kasih. Ia lebih mencintai Arjuna daripada kita. Dosa itulah yang akan ia
bawa,” jelasnya.
Tidak lama kemudian Sadewa pun terjatuh dan ajal seketika. Bima bertanya: “Kakang lihat,
Sadewa pun mati, apa pendapatmu?”

Yudhistira: “Adikku, Tuhan tidak menyukai orang yang sombong. Ketika masih hidup
Sadewa suka menyombongkan diri, bahwa dialah yang paling pintar tak ada yang
mengungguli. Padahal setiap manusia mempunyai keterbatasan. Itulah dosanya.”
Perjalanan diteruskan dan semakin jauh menyelusuri gurun pasir dan kelelahan pun
semakin terasa. Tiba-tiba nakula pun tejratuh dan menghembuskan nafas yang terakhir.
Bima kembali bertanya: “Kakang Yudhis, Nakula pun menyusul, bagaimana pendapatmu?”

“Jika seseorang merasa dirinya lebih dari yang lain, maka orang itu takabur. Begitupun
Nakula. Ia merasa dirinya yang paling tampan tiada duanya. Itu pertanda hatinya tak
setampan lahirnya. Karena itu ia tak dapat mengikuti kita,” jelasnya. Belum kering mulut
Yudhistira berkata, giliran Arjuna jatuh terkulai mengalami nasib yang sama. Padahal
kesaktiannya seperti Hyang Indra “Apakah dosanya Kang?”

Yudhistira: “Arjuna pun terkena penyakit takabur. Ketika anaknya mati, ia telah sesumbar
sanggup mengalahkan musuh dalam satu hari sebelum matahari terbenam. Padahal
kesanggupannya hanya terdorong oleh nafsu semata, sehingga janjinya tak dapat
dibuktikan. Itulah dosanya.”
Tak berapa lama tiba-tiba Bima mengerang: “Oh, kakang tolong aku, badanku gemetar aku
tak mampu berjalan, tolong aku kang…: “Adikku Bima, engkau makan sangat gembul tanpa
mengindahkan orang lain yang juga butuh makanan. Kata-katamu kasar tak perduli dengan
siapa engkau berbicara. Selain itu engkau selalu menyombongkan kekuatanmu. Karena itu
terimalah apa yang telah engkau lakukan,” dan sang Bima pun menemui ajalnya. Tinggallah
Yudhistira seorang diri hanya ditemani angjingnya yang sangat setia. Hatinya sedih tak
terperikan lalu ia berdoa: “Duh Maha Agung, terimalah adik-adik hamba menghadap -Mu.
Meski mati membawa dosa, tetapi mereka pun banyak berbuat amal kebaikan semasa
hidupnya. Karena itu ampunilah dosanya, berilah mereka tempat yang layak sesuai dengan
amal perbuatannya.”
Kemudian ia berkata kepada anjingnya: “Anjingku yang setia, engkau telah menjadi saksi
atas kepergian adik-adikku. Tak lama lagi mungkin giliranku. Tapi aku sangat sedih karena
kau harus menyendiri. Padahal selama ini engkau begitu setia menyertaiku.” Baru saja
Yudhistira hendak beranjak, tiba-tiba di angkasa terdengar suara mengguruh ternyata
Hyang Indra datang dengan kereta kencana tiba di hadapan Yudhsitra seraya bersabda: “Ya
Yudhistira, janganlah engkau bersedih atas kematian adik-adik dan istrimu. Mati telah
menjadi bagian setiap manusia. Sekarang naiklah ke atas kereta, engkau akan kubawa ke
swarga tanpa harus meninggalkan jasadmu sebagai penghargaan atas keutamaanmu.

Yudhistira : “Ya sang Pikulun, hamba sangat bersykur mendapat anugerah yang tak
terhingga besarnya. Hanya ada satu permintaan sebelum paduka membawa hamba.”
“katakan apa yang kau minta?” tanya Indra. “Hamba mohon supaya anjing ini
diperkenankan turut serta naik ke swarga,” pintanya.
Indra : “Yudhistira, ketahuilah bahwa engkau akan kubawa ke alam yang teramat suci tanpa
noda sedikit pun. Seedang anjing adalah hewan yang sangat kotor. Karena itu jangalah
engkau memikirkannya, walaupun ia setia padamu.”

Yudhistira : “Kalau demikian lebih baik hamba tinggal di sini bersamanya. Hamba tidak tega
meninggalkan dia sendirian di tengah hamparan pasir yang luas sejauh mata memandang. Dia telah
merasakan kelelahan yang amat sangat menempuh perjalanan yang amat jauh bersama hamba,” jawab
Yudhistira bertahan.
Indra : “Kalau begitu engkau tidak menghargai kesetiaan saudara-saudaramu yang telah pergi lebih
dahulu. Selama hidupnya mereka begitu setia kepadamu hingga akhir hayatnya. Lalu mana kesetiaanmu
kepada mereka?” sergahnya.

Yudhistira : “Tidak dapat dikatakan hamba tak akan setia kepada mereka, karena mereka
telah ajal lebih dahulu. Kecuali jika mereka masih hidup kemudian hamba meninggalkan
mereka, barulah itu dikatakan bahwa hamba tidak setia kepada mereka. Dan kini seekor
anjing walaupun hewan kotor, karena dia sangat setia kepada hamba dan adik-adik hamba,
apakah hamba harus tega meninggalkannya sendirian di alam terbuka tanpa ada yang
menemani. Bukankah anjing juga makhluk Tuhan? Oh, tidak sang Pikulun, lebih baik
hamba tak ke swarga daripada harus meninggalkan dia,” kilahnya.

Tiba-tiba anjing itu menghilang dan Dewa Darma telah berada di hadapan yudhistira
merangkul dan bersabda: “Anakku Yudhistira, telah dua kali aku menguji keutamaanmu.
Pertama ketika saudara-saudaramu mati di tepi hutan karena minum air kolam. Ketika kau
minta supaya Nakula yang dihidupkan bukan Arjuna saudara sekandungmu, karena engkau
lebih mengutamakan keadilan daripada kasih sayang. Dan sekarang engkau lebih baik tak
jadi ke swarga daripada harus meninggalkan seekor anjing yang setia kepadamu. Mengingat
keutamaanmu, engkau diperkenankan naik ke swarga bersama jasadmu.”

Ringkas cerita Yudhistira telah naik ke alam akhirat. Setibanya di sana ia melihat-lihat
apakah saudara-saudaranya berada di situ. Ternyata taks eorang pun ia lihat. Bahkan ia
kaget ketika melihat Duryudana sedang duudk di singgasana disanjung dan dimuliakan. Ia
berkata dalam hatinya: “Ah, ini tidak sesuai dengan karyanya di dunia. Walaupun ia raja
tapi ia berwatak angkara. Justru dialah yang menyulut api perang Baratayudha. Tapi
mengapa ia justru ditempatkan di swarga?” Batara Narada yang menyertai terusik rasa tahu
apa kata hati si anak Pandu itu lalu berkata: “Wahai Yudhistira, janganlah engkau heran.
Matinya Duryudana di medan perang sebagai seorang perwira. Maka sudah sepantasnya
Maha Kuasa mengganjar dengan kemulian.”
“Hamba tak berhak mencampuri urusan akhirat, silahkan bila Duryudana diberi ganjaran
kemuliaan. Tetapi kalau tempat ini pantas untuk Duryudana, lalu di manakah tempat
berkumpulnya saudara hamba?” tanya Yudhistira.

Narada lalu menitahkan seorang ahli swarga mengantar Yudhistira ke tempat saudaranya
berkumpul. Ternyata jalannya penuh kerikil dan batu-batuan. Ribuan nyamuk
berterbangan, di sepanjang jalan darah berceceran, daging terkeping-keping serta tulang-
tulang berserakan ditambah bau amis sangat menyengat. Tak lama terlihat sebuah kancah
dengan godongan minyak yang sangat panas sedang menggodog manusia-manusia yang
sedang disiksa. Yudhistira tak sampai hati dan ingin berlalu. Tetapi tiba-tiba ada suara
menghimbau: “Oh, jangan pergi dulu sang Prabu, karena air minyak yang sangat panas ini,
begitu tuand atang mendadak menjadi sangat dingin bagai hawa di pegunungan.”

Ternyata yang berbicaa bukan hanya seorang, tetapi beberapa orang yang sedang mendapat
siksaan. Yudhistira kaget, karena ia mengenal satu-satunya suara itu. Lalu ia bertanya siapa
tadi yang bertanya. Maka mereka menjawab: “Aku Karna, Aku Bima.” Lalu lainnya: “Saya
Arjuna,” demikian seterusnya sampai nama Nakula Sadewa dan Drupadi. Setelah jelas
bahwa mereka yang sedang mendapat siksaan itu adalah saudara-saudaranya, Yudhistira
minta kepada pengiringnya agar meninggalkan tempat itu. Biarlah dia ingin menyertai
mereka, agar godongan minyak itu tetap dingin.

Tetapi tak lama kemudian berdatanganlah para Dewa ke tempat siksaan dan.. seketika
tempat yang semula berupa kancah godongan berubah menjadi suatu tempat yang amat
indah tiada tara, sejuk nyaman dengan semilir angin yang menyejukkan ditambah tercium
harum yang mewangi di sekitarnya. Hyang Indra kemudian bersabda:

“Yudhistira, jangan engkau masygul, sebab ini adalah suatu rahasia. Setiap manusia tak dipilih-pilih harus
ke neraka. Hanya ada aturan tertentu, siapa yang ke swarga dahulu, selanjutnya harus ke nereka. . Dan
siapa yang ke neraka dahulu, akhirnya akan ke swarga. Artinya apabila di dunia hidupnya berbuat jahat,
maka di akhiratnya akan diganjar swarga dahulu, kemudian dimasukkan ke nereka. Sedang tuan harus
melihat, sebab tuan pernah berbohong menipu Dorna ketika perang tuan mengatakan bahwa Aswatama
telah mati. Demikian pula saudara-saudara tuan masuk kenera karena ada dosanya. Tetapi sejak hari ini,
hukumannya telah ditutup dan mereka akan masuk swarga. Nah, biarkan mereka lebih dahulu memasuki
gerbang Nirwana.”
Setelah itu sukma Yudhistira medal dari raga badannya dan dengan diiringi para Dewa masuk ke swarga
bertemu dengan saudara-saudara serta para kerabat dan sahabatnya mendapat sejatining kemuliaan.
Posted by Unknown at 6:30 PM 
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest

0 comments:

Post a Comment

Newer PostOlder PostHome

BLOGGER TEMPLATES
BLOG ARCHIVE
 ▼  2012 (28)

o ►  October (8)

o ▼  August (20)

 Wahyu Trimanggolo

 Wejangan Dewa Ruci

 Tiga Satria Pemanah


 Asal Usul Candrabirawa

 Pandawa Mengakhiri Hidupnya di Istana Alam

 Bisma, Manusia Wadat Yang Sumpahnya Menjadi Sebab ...

 Kisah Lahirnya KURAWA

 Wahyu Wiji Wasesa

 Wahyu Trimanggolo

 Pandawa Samrat

 Kisah Arjunasasrabahu (2)

 Kisah Arjunasasrabahu (1)

 Bharatayudha Duryudana Gugur (8)

 Bharatayudha Karna Tanding (7)

 Bharatayudha Suluhan – Gatotkaca Bima Putra gugur...

 Bharatayudha Timpalan – Burisrawa Gugur (5)

 Bharatayudha Gugurnya Abimanyu Putra Arjuna (4)

 Bharatayudha Gugurnya Paluhan – Bogadenta (3)

 Bharatayudha Gugurnya Resi Bisma (2)

 Bharatayudha Gugurnya Resi Seta ( 1)


 
Copyright © 2020 Cerita Wayang. This template is sponsored by Class hits Radio along with Things to do in
Jacksonville, Company headquarter phone and penny stock alerts

Kisah_Hindustan
Rabu, 21 Desember 2011
Anjing yang masuk Swarga dalam cerita perjalanan hidup
Yudistira
Setelah permulaan zaman kaliyuga dan wafatnya krisnha, Yudistira dan keempat adiknya mengundurkan
diri dari urusan duniawi. Mereka meninggalkan tahta kerajaan, harta, dan sifat keterikatan untuk
melakukan perjalanan terakhir, mengelilingi bharatawarsha lalu menuju puncak himalaya. Di kaki
gunung Himalaya, Yudistira menemukan anjing dan kemudian hewan tersebut menjadi pendamping
perjalanan Pandawa yang setia. Saat mendaki puncak, satu per satu mulai
dari dropadi, Sadewa, Nakula, Arjuna, dan Bima meninggal dunia. Masing-masing terseret oleh
kesalahan dan dosa yang pernah mereka perbuat. Hanya Yudistira dan anjingnya yang berhasil mencapai
puncak gunung, karena kesucian hatinya.

Dewa Indra, pemimpin masyarakat kahyangan, datang menjemput Yudistira untuk diajak naik
ke swarga dengan kereta kencananya. Namun, Indra menolak anjing yang dibawa Yudistira dengan
alasan bahwa hewan tersebut tidak suci dan tidak layak untuk masuk swarga. Yudistira menolak masuk
swargaloka apabila harus berpisah dengan anjingnya. Indra merasa heran karena Yudistira tega
meninggalkan saudara-saudaranya dan Dropadi tanpa mengadakan upacara pembakaran jenazah bagi
mereka, namun lebih memilih untuk tidak mau meninggalkan seekor anjing. Yudistira menjawab bahwa
bukan dirinya yang meninggalkan mereka, tapi merekalah yang meninggalkan dirinya.

Kesetiaan Yudistira telah teruji. Anjingnya pun kembali ke wujud asli yaitu Dewa Dharma, Ayahnya.
Bersama-sama mereka naik ke sorga menggunakan kereta Indra. Namun ternyata keempat Pandawa
tidak ditemukan di sana. Yang ada justru Duryodana dan adik-adiknya yang selama hidup mengumbar
angkara murka. Indra menjelaskan bahwa keempat Pandawa dan para pahlawan lainnya sedang
menjalani penyiksaan di neraka. Yudistira menyatakan siap masuk neraka menemani mereka. Namun,
ketika terpampang pemandangan neraka yang disertai suara menyayat hati dan dihiasi darah kental
membuatnya ngeri. Saat tergoda untuk kabur dari neraka, Yudistira berhasil menguasai diri. Terdengar
suara saudara-saudaranya memanggil-manggil. Yudistira memutuskan untuk tinggal di neraka. Ia merasa
lebih baik hidup tersiksa bersama sudara-saudaranya yang baik hati daripada bergembira di sorga
namun ditemani oleh kerabat yang jahat. Tiba-tiba pemandangan berubah menjadi indah. Dewa Indra
muncul dan berkata bahwa sekali lagi Yudistira lulus ujian, karena waktunya yang sebentar di Neraka
adalah sebagai penebus dosa ketidakjujuran Yudistira terhadap Drona soal kematian Aswatama. Ia
menyatakan bahwa sejak saat itu, Pandawa Lima dan para pahlawan lainnya dinyatakan sebagai
penghuni Surga, sementara para korawa akan menjalani siksaan yang kekal di neraka.

Menurut versi pewayangan Jawa, kematian para Pandawa terjadi bersamaan dengan Kresna ketika


mereka bermeditasi di dalam Candi Sekar. Namun, versi ini kurang begitu populer karena
banyak dalang yang lebih suka mementaskan versi mahabaratha yang penuh dramatisasi sebagaimana
dikisahkan di atas.

meneladani seekor anjing?

Bagi kebanyakan orang -terutama muslim-, hewan yang satu ini dianggap sebagai hewan yang
menakutkan, menjijikkan, kotor dan label-label “minus” lainnya. Dalam syariat (hukum) Islam sendiri,
segala sesuatu yang basah (kullu ruthbin) dan berasal dari tubuh anjing -seperti air liur, kencing,
kotoran, hidung dan lain sebagainya- dihukumi sebagai najis mugholladzoh (najis berat). Sehingga ketika
seseorang terkena olehnya, ia diwajibkan untuk mencucinya dengan 7 kali basuhan dan salahsatunya
menggunakan tanah. Selain itu, hukum memakannya adalah haram.
Tulisan ini tidak bermaksud membahas mengenai hukum-hukum yang berkaitan dengan anjing. Saya
lebih tertarik untuk sedikit mengupas sisi baik yang terdapat pada hewan yang “kadung” dicap sebagai
hewan berkasta rendah lagi najis ini, lalu kemudian mencoba meneladaninya.

Lha, kok meneladani anjing? Yak!, seperti saya bilang di atas, di balik label-label negatif dari hewan ini,
ada sifat-sifat baik yang justeru menurut al-Qulyubi dalam kitabnya an-Nawadir patut dijadikan sebagai
teladan. Bahkan beliau menambahkan, sekiranya sifat-sifat baik yang melekat pada diri anjing dimiliki
oleh manusia, niscaya ia akan sampai pada kedudukan yang mulia di sisi Allah SWT. Lagi pula, kita dapat
mengambil pelajaran dan hikmah dari segala sesuatu yang baik. Jangankan anjing yang termasuk hewan
besar, Allah SWT juga memerintahkan kita mengambil pelajaran serta hikmah dari seekor nyamuk atau
lalat yang juga “bernasib sama”, yaitu sama-sama dicap menjijikkan, kotor dan biang penyakit.

Nah, berikut ini sifat-sifat baik yang ada pada seekor anjing.

Pertama, anjing adalah hewan yang seringkali merasakan lapar. Hal ini mengingatkan kita pada keadaan
orang-orang yang saleh. Orang-orang saleh adalah mereka yang senantiasa ruhaninya merasakan lapar
akan ”harapan dan rindu” untuk diridlai dan dicintai oleh Allah SWT. Bagi orang-orang saleh, setiap
perintah Allah SWT adalah pengenyang lapar ruhaninya, dan setiap detik usia adalah waktu untuk
bersantap.

Kedua, pada umumnya anjing tidak memiliki tempat tinggal yang mewah di dunia. Anjing tidak pernah
meminta diberikan tempat tinggal yang mewah kepada tuannya. Di manapun ia ditempatkan, ia akan
dengan senang hati menerimanya. Sama seperti halnya orang yang berpasrah diri (tawakkal) kepada
Allah SWT. Insan yang bertawakkal adalah mereka yang menyerahkan segala urusan hidupnya kepada
Allah SWT. Karenanya, di manapun, bagaimanapun dan seperti apapun keadaan dirinya, ia tidak pernah
berkeluh kesah karena kuatnya keyakinan bahwa Allah SWT akan memberikan apa yang dibutuhkan
olehnya, bukan apa yang diinginkan.

Ketiga, Anjing adalah hewan yang biasanya hanya tidur sebentar, seperti keberadaan orang yang punya
kecintaan besar pada Allah (muhibbin). Seorang pecinta Tuhan, lebih banyak menggunakan waktunya
untuk mendekatkan diri kepada-Nya, daripada “membuangnya” percuma dengan tidur yang berlebihan.
Bahkan ketika tidurpun, ruhaninya tetap “siaga” dan “terjaga” untuk mengingat Allah.

Keempat, anjing tidak memiliki harta, sebagaimana kondisi orang-orang zuhud atau merasa cukup
dengan apa yang diberikan Allah SWT kepadanya.

Kelima, anjing tidak akan meninggalkan tuannya sendirian, kendati tuannya sendiri tidak
menghiraukannya, seperti sifat orang-orang yang selalu ingin dekat pada Allah (muridin).

Keenam, anjing rela ditempatkan di mana saja, seperti sifatnya orang-orang tawadlu’.

Ketujuh, anjing rela untuk pergi dari tempat di mana ia diusir ke tempat lainnya, seperti sifatnya orang-
orang yang ridla kepada kehendak Allah.
Kedelapan, jika seekor anjing dipukul lalu diberi sesuatu. Ia akan kembali dan mengambilnya tanpa
merasa dendam, seperti sifat orang-orang yang khusyu’.

Masih banyak sebenarnya sifat-sifat baik yang terdapat pada seekor anjing yang bisa kita jadikan sebagai
sebuah tauladan. Tinggal terserah kita saja, mau tidak belajar dari seekor anjing?

Anjing sebagai symbol Dewa Dharma

Dalam cerita Yudistira yang memasuki swarga dengan anjing, dan ternyata anjing kemudian berubah
wujud menjadi Dewa Dharma yang tak lain adalah Anyahnya. Yang mendampingi Yudistira masuk
swarga adalah Dewa Dharma. Wujudnya adalah anjing. Ini sebagai symbol, bahwa hanya dengan
dharma-lah manusia bisa memasuki swarga. Dharma memiliki arti segala perbuatan atau tindakan yang
memuliakan, yang luhur yang bermafaat bagi orang banyak dan selaras dengan alam. Dan anjing
memberikan teladan bagaimana agar manusia memiliki sifat juga sikap dharma tersebut. 

cerita ini belumlah sempurna ,,,

karna saya juga masih melihat'' sedikit pada saudara saya yang telah senantiasa menulisnya di google,,,

semoga bermanfaat ,,, 

Diposting oleh BlogAstuti_Horror di 17.57 

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

3 komentar:
1.

Unknown11 Mei 2017 08.41

Salam hangat kawan, suksema atas bloggernya yang sangat luar biasa. Jujur saya sangat
terkesan. Teruslah berkarya....Hindu is my life.
Balas

2.

ayu14 November 2017 02.08


Kenyataannya semua binatang d dunia adalah ciptaan yg maha kuasa jd jangan lah kita
manusia biasa mengharamkan to menghina ciptaanya
Balas

3.

ayu14 November 2017 02.09

Kenyataannya semua binatang d dunia adalah ciptaan yg maha kuasa jd jangan lah kita
manusia biasa mengharamkan to menghina ciptaanya
Balas

Beranda

Langganan: Posting Komentar (Atom)

Pengikut
Arsip Blog

 ▼  2011 (1)
o ▼  Desember (1)
 Anjing yang masuk Swarga dalam cerita perjalanan h...
Mengenai Saya

BlogAstuti_Horror
kisah hindustan adalah sebuah kisah hindu khususnya yang akan mengajarkan kita lebih
mengerti agama
Lihat profil lengkapku
Tema PT Keren Sekali. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai