Anda di halaman 1dari 9

RESUME PENDIDIKAN AGAMA

FIQIH PERNIKAHAN

Nama : Balqies Divina Aviva


NIM : 2115401027
Kelas : Reguler 1 Tingkat 1
Dosen : Doni Sastrawan, M. Pd

A. NIKAH

1. Pengertian Nikah

Secara bahasa nikah berasal dari bahasa Arab yaitu (‫ النكاح‬yaitu


menghimpun.
Secara Istilah yaitu akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki
dan perempuan yang bukan muhrim sehingga menimbulkan hak dan
kewajiban antara keduanya.

Ketentuan mengenai pernikahan ini tergambar dalam firman Allah SWT


dalam Alquran surah Ar-Rum ayat 21: “Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu
sendiri, supaya kamu hidup tentram bersamanya. Dan Dia [juga] telah
menjadikan di antaramu [suami, istri] rasa cinta dan kasih sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-
tanda bagi kaum yang berpikir," (Ar-Rum [30]: 21).

2. Hukum Nikah

 Mubah yaitu boleh (hukum asal nikah).


Menikah hukumnya mubah atau boleh dilakukan. Artinya seseorang
yang menikah dengan tujuan hanya sekedar sekedar untuk
memenuhi syahwatnya saja atau bersenang-senang,
 Wajib
Apabila seseorang telah mampu untuk membangun berumah tangga,
baik secara fisik, mental maupun finansial. Selain itu, menikah bisa
membantu seseorang terhindar dari perbuatan zina yang dilarang
dalam Islam.

 Sunah
Menikah bisa dianjurkan atau disunahkan, termasuk bagi orang-
orang yang memilih untuk tidak melakukannya. Hukum tersebut
berlaku bagi seseorang yang sudah mampu menikah, namun tidak
mampu menafkahi istri secara finansial.

 Makruh
Hukum nikah bisa makruh apabila terjadi pada seseorang akan
menikah, tetapi tidak berniat memiliki anak. Hal ini bisa terjadi
karena faktor penyakit ataupun wataknya. Dia juga tidak memiliki
kemampuan untuk menafkahi istri dan keluarganya. Apabila jika
dipaksakan untuk menikah, maka akan dikhawatirkan ia tak bisa
memenuhi hak dan kewajibannya dalam menjalani kehidupan rumah
tangga.

 Haram
Hukum nikah juga bisa menjadi haram apabila seseorang tidak
memiliki kemampuan untuk menafkahi istrinya secara lahir batin.
Begitu juga pernikahan yang dilakukan dengan maksud untuk
menganiaya, menyakiti dan menelantarkan pasangannya. Selain itu,
pernikahan juga bisa diharamkan jika syarat sah dan kewajiban tidak
terpenuhi bahkan dilanggar.

3. Kriteria Calon Istri

Kriteria memilih calon pasangan berdasrkan hadits nabi yaitu


ْ َ‫ت ال ِّدي ِْن ت َِرب‬
: َ‫ت يَدَاك‬ ْ َ‫ ف‬،‫ َولِ ِد ْينِهَا‬N‫ لِ َمـالِهَا َولِ َح َسبِهَا َولِ َج َمالِهَا‬:‫تُ ْن َك ُح ْال َمرْ أَةُ ألَرْ بَ ٍع‬.
ِ ‫اظفَرْ بِ َذا‬
“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena
kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah
kamu pilih wanita yang bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak
demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhari-Muslim)
Hindarkan berhubungan (menikah) dengan non Islam (QS. Al Baqarah
22).

4. Rukun Nikah

 Adanya calon pengantin laki-laki (calon suami)


Sejatinya pernikahan dimulai pada saat akad nikah dilaksanakan.
Bagaimana bisa akan akan berlangsung jika mempelai laki-lakinya
nggak ada. Akad juga nggak bisa diwakilkan karena pada saat
berlangsungnya akad juga merupakan proses penyerahan tanggung
jawab wali mempelai perempuan ke mempelai laki-laki.

 Adanya calon pengantin perempuan (calon istri)


Seorang laki-laki dilarang untuk memperistri perempuan yang haram
untuk dinikahi. Haram untuk dinikahi di antaranya, pertalian darah,
hubungan persusuan, atau hubungan kemertuaan.

 Adanya wali nikah


a. Wali nasab
b. Wali hakim
c. Wali adhal (enggan)
d. Wali tahkim/ahkam
e. Wali mab’ut (tidak diketahui keberadaanya
f. Wali maula (wali budak)

 Adanya dua orang saksi


Dibutuhkan dua saksi nikah laki-laki yang mempunyai enam
persyaratan, yaitu Islam, baligh, berakal, merdeka, lelaki, dan adil.
Dua orang saksi ini dapat diwakilkan oleh pihak keluarga, tetangga
ataupun orang yang dapat dipercaya untuk menjadi seorang saksi.
Jika nggak ada saksi maka pernikahan tersebut nggak sah di mata
hukum dan agama.

 Adanya akad (ijab Kabul)


Ijab dan qabul dimaknai sebagai janji suci kepada Allah SWT di
hadapan penghulu, wali dan saksi. Saat kalimat “saya terima
nikahnya”, maka dalam waktu bersamaan dua mempelai laki-laki
dan perempuan sah untuk menjadi sepasang suami istri. Pada rukun
nikah ini harus dipenuhi semuanya dan nggak bisa ditawar lagi.

5. Perempuan Yang Haram Di Nikah

A. Mahram karena nasab (keturunan) An Nisa 23


 Ibu, nenek dan seterusnya ke atas baik dari jalur laki-laki maupun
wanita
 Anak perempuan (putri), cucu perempuan dan seterusnya ke bawah
baik dari jalur laki-laki maupun wanita
 Saudara perempuan sekandung, seayah atau seibu
 Saudara perempuan bapak (bibi), saudara perempuan kakek (bibi
orang tua) dan seterusnya ke atas baik sekandung, seayah atau
seibu
 Saudara perempuan ibu (bibi), saudara perempuan nenek (bibi
orang tua) dan seterusnya ke atas baik sekandung, seayah atau
seibu
 Putri saudara perempuan (keponakan) sekandung, seayah atau
seibu, cucu perempuannya dan seterusnya ke bawah baik dari jalur
laki-laki maupun wanita
 Putri saudara laki-laki sekandung, seayah atau seibu (keponakan),
cucu perempuannya dan seterusnya ke bawah baik dari jalur laki-
laki maupun wanita

B. Mahram karena pernikahan


 Istri bapak (ibu tiri), istri kakek dan seterusnya ke atas
 Istri anak, istri cucu atau menantu dan seterusnya ke bawah
 Ibu mertua, ibunya dan seterusnya ke atas
 Anak perempuan istri dari suami lain (rabibah) , cucu perempuan
istri baik dari keturunan rabibah maupun dari keturunan rabib, dan
seterusnya ke bawah

C. Mahram karena persusuan


Golongan wanita ketiga yang haram dinikahi adalah wanita yang
menyususi seseorang dan akibatnya menimbulkan hukum bahwa
suami, anak dan saudara lelaki tersebut haram menikahi anak tersebut
jika anak tersebut perempuan, dan jika anak tersebut laki-laki maka ia
haram menikahi wanita yang menyusuinya serta semua yang terikat
nasab dengan wanita yang menyusuinya.

6. Tujuan Nikah
a. Mengikuti perintah Allah dan mengikuti sunah Rasul
b. Untuk memenuhi kebutuhan biologis (seksual)
c. Mencari dan mengharapkan keturunan yang saleh
d. Mengharapkan kebahagian, kesejahteraan dan ketentraman hidup

B. TALAQ

1. Pengertian Talaq

Talak atau dalam bahasa Arab disebut thalaq adalah memutuskan


hubungan antara suami istri dari ikatan pernikahan yang sah menurut
syariat agama. Menurut bahasa talak berarti melepaskan ikatan. Menurut
istilah talak ialah lepasnya ikatan pernikahan dengan lafal talak.

Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI), talak adalah Ikrar suami di


hadapan sidang pengadilan agama yang menjadi salah satu sebab
putusnya perkawinan.
Menurut bahasa adalah melepaskan atau menanggalkan. Menurtut istilah
adalah melepaskan seorang perempuan dari ikatan perkawinan

2. Hukum Talaq

 Makruh yaitu hukum asal daripada talaq


 Haram apabila istri haid dan mengandung (hamil)
 Sunah apabila suami tidak sanggup menunaikan kewajibannya.
 Wajib apabila terjadi perselisihan yang tidak menemukan jalan keluar
3. Macam – Macam Talaq

 Talaq sunni (sedang suci)


 Talaq bidh'i (sedang haid).
 Talaq sharih (menggunakan kata yg jelas) dan talaq kinayah (kiasan,
perumpamaan).
 Talaq raj'i (dapat rujuk) atau talaq satu dan dua dan talaq bain (tidak
dapat rujuk) kecuali dengan syarat tertentu

C. IDDAH

1. Pengertian Iddah

Masa ‘iddah adalah istilah yang diambil dari bahasa Arab dari kata (‫)ال ِع َّدة‬
yang bermakna perhitungan. Dinamakan demikian karena seorang
menghitung masa suci atau bulan secara umum dalam menentukan
selesainya masa iddah.
Menurut istilah, masa ‘iddah ialah sebutan atau nama suatu masa di mana
seorang wanita menanti atau menangguhkan perkawinan setelah ia
ditinggalkan mati oleh suaminya atau setelah diceraikan baik dengan
menunggu kelahiran bayinya, atau berakhirnya beberapa quru’, atau
berakhirnya beberapa bulan yang sudah ditentukan.

Seorang perempuan yang sedang dalam masa iddah disebut mu’taddah.


Iddah sendiri menjadi 2, yaitu perempuan yang ditinggal mati oleh
suaminya (mutawaffa ‘anha) dan perempuan yang tidak ditinggal mati
oleh suaminya (ghair mutawaffa ‘anha).

2. Lamanya Masa Iddah

 Perempuan yang masih mengalami haid secara normal masa


iddahnya 3 kali masa suci (QS. Al Baqarah : 228).
 Perempuan yang belum haid atau sudah tidak haid (monopouse)
masa iddahnya tiga bulan (QS. At Thalaq : 4)
 Perempuan yang tinggal mati suaminya masa iddahnya empat bulan
sepuluh hari (QS. Al Baqarah 234)
 Perempuan yang sedang hamil masa iddahnya sampai melahirkan
(QS. At Thalaq:4)

3. Hikmah Masa Iddah

 Memberikan kesempatan kepada suami isteri untuk kembali kepada


kehidupan rumah tangga, apabila keduanya masih melihat adanya
kebaikan di dalam hal itu.
 Untuk mengetahui adanya kehamilan atau tidak pada isteri yang
dicerai kan. Untuk selanjutnya memelihara jika terdapat bayi di
dalam kandungannya, agar menjadi jelas siapa ayah dan bayi
tersebut.
 Agar isteri yang diceraikan dapat ikut merasakan kesedihan yang
dialami keluarga suaminya dan juga anak-anak mereka serta
menepati permintaan suami. Hal ini jika ‘iddah tersebut di karenakan
oleh kematian suami.

D. HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI

1. Hak Bersama Suami Istri

 Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana sakinah


mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum: 21)
 Suami istri hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat
masing-masing pasangannya. (An-Nisa’: 19 – Al-Hujuraat: 10)
 Suami istri hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis.
(An-Nisa’: 19)
 Suami istri hendaknya saling menasehati dalam kebaikan.

2. Hak Suami dan Istri

 Ditaati dalam seluruh perkara kecuali maksia


 Dimintai izin oleh istri yang hendak keluar rumah
 Istri tidak boleh puasa sunnah kecuali dengan izin suaminya,
terutama jika suami sedang berada di rumah seharian.
 Istri tidak boleh mengizinkan seseorang masuk ke rumah suami
kecuai dengan izinnya.
 Mendapatkan pelayanan dari istrinya.
 Disyukuri kebaikan yang diberikannya. Istri harus menysukuri atas
setiap pemberian suaminya dan berterima kasih kepadanya.

E. HAK ISTRI DAN SUAMI

 Mendapat mahar dari suaminya


 Digauli oleh suaminya dengan patut dan akhlak mulia
 Mendapatkan nafkah , pakaian, dan tempat tinggal
 Mendapat perlakuan adil, jika suami memiliki lebih dari satu istri
 Mendapatkan bimbingan dari suaminya agar selalu taat kepada Allah
swt, serta terjaga dari api neraka

F. KEWAJIBAN SUAMI

 Pembimbing terhadap isteri dan rumah tangganya, akan  tetapi mengenai


hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh
suami isteri bersama.
 Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu
keperluan hidup rumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
 Suami wajib member pendidikan agama kepada isterinya dan memberI
kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi
agama dan bangsa.
 Sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung :
a. Nafkah, pakaian da tempat kediaman bagi isteri;
b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi
isteri dan anak;
c. Biaya pendidikan bagi anak.
 Kewajiban suami gugur apabila isteri nusyud.

G. KEWAJIBAN ISTRI

 Taat kepada suami


 Melayani suami yang ingin bersenang-senang (istimta’) atau
berhubungan badan dengannya
 Tidak menerima tamu yang datang ke rumah kecuali dengan izin suami,
terlebih tamu itu adalah orang yang tidak disukai suami.
 Tidak keluar rumah kecuali dengan izin suami.
Tidak berpuasa sunnah kecuali dengan izin suami

Anda mungkin juga menyukai