Anda di halaman 1dari 5

Nama : zulmansyah hari : sabtu

Nim : 200602011 jam : 09 : 30

Mk : ulumul quran

I’jazul quran

A. pengertian i’jazul qur’an


Secara etimologis kata ‫ (‘اعجاز‬i’jaz) berasal dari akar kata ‫ (’عجز‬ajuz) yang artinya
tidak mampu/kuasa. Kata ‫ عجز‬adalah jenis kata yang tidak memiliki muatan aktifitas (pasif).
Kemudian kata ini dapat berkembang menjadi kata kerja aktif supaya dengan wajan (af’ala)
‫ )يعجز اعجز‬a`jaza-yu’jizu) berarti melemahkan, dengan demikian, Al-Qur`an sebagai mukjizat
bermakna bahwa AI-Qur`an merupakan sesuatu yang mampu melemahkan tentang
menciptakan karya yang serupa dengannya. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, “kata
mukjizat” diartikan sebagai kejadian yang luar biasa yang sukar dijangkau oleh akal pikiran
manusia. Pengertian ini punya muatan yang berbeda dengan pengertian i`jaz dalam
perspektif islam. I`jaz sesungguhnya menetapkan kelemahan ketika mukjizat telah terbukti,
maka yang nampak kemudian adalah kemampuan atau “mu`jiz” [yang melemahkan], oleh
sebab itu i`jaz AI-Qur`an menampakan kebenaran Muhammad SAW dalam pengakuannya
sebagai rosul yang memperlihatkan kelemahan manusia dalam menandingi mukjizatnya

Kemukjizatan menurut persepsi ulama harus memenuhi keriteria 5 syarat sebagai berikut:
1. Mukjizat harus berupa sesuatu yang tidak di sanggupi oleh makhluk sekalian alam.
2. Tidak sesuai dengan kebiasaan dan tidak berlawanan dengan hukum islam.
3. Mukjizat harus berupa hal yang dijadikan saksi oleh seorang mengaku membawa risalah
ilahi sebagai bukti atas kebenaran dan kebesarannya.
4. Terjadi bertepatan dengan penagakuan nabi yang mengajak bertanding menggunakan
mukjizat tersebut.
5. Tidak ada seorang pun yang dapat membuktikan dan membandingkan dalam
pertandingan tersebut.

Sedang yang di maksud dengan i`jaz secara terminology ilmu AI-Qur`an sebagaimana
yang dikemukakan oleh beberapa ahli sebagai berikut:

1. Menurut Manna’ Khalil Al-Qhatan I`jaz adalah menampakkan kebenaran nabi SAW
dalam pengakuan orang lain sebagai rasul utusan Allah SWT dengan menampakan
kelemahan orang-orang Arab untuk menandinginya atau menghadapi mukjizat yang
abadi. Yaitu AL Qur`an dan kelemahan-kelemahan generasi sesudah mereka.

2. Menurut Ali Al-Shabuni I`jaz ialah menetapkan kelemahan manusia baik secara
kelompok maupun bersama-sama untuk menandingi hal yang serupa dengannya, maka
mukjizat merupakan buktiyang datangnya dari Allah SWT yang di berikan kepada
hamba-Nya. Mukjizat adalah perkara yang luar biasa yang disertai dengan tsantangan
yang tidak mungkin dapat ditandingi oleh siapapun dan kapanpun. Muhammad Bakar
ismail menegaskan, mukjizat adalah perkara luar biasa yng di sertahin dan di ikuti
tantangan yng di berikan oleh Allah Swt kepada nabi-nabi sebagai hujjah dan bukti yang
kuat atas misi dan kebenaran terhadap apa yang di embannyah yang bersumber dari
Allah swt

Al-Qur’an di gunakan oleh nabi muhamad saw untuk menantang orang-orang pada
masa beliau dan generasi sesudanya tidak percaya akan kebenaran Al-Qur’an sebagai firman
Allah (bukan ciptaan Muhammad) dan tidak percaya akan risalah nabi saw dan ajaran yang
di bawanya. Terhadap mereka sesungguhnya mereka memiliki tingkat fashahah dan
balaghah sedemikian tinggi di bidang bahasa Arab. Nabi meminta mereka untuk menadingi
Al-Qur’an dalam tiga tahapan.

Di tampilkan I’jaz atau mukjizat itu bukanlah semata- semata bertujuan untuk
menampakan kelemahan manusia untuk menandinginya tetapi untuk menyakinkan mereka
bahawa Nabi muhammad SAW adalah benar-benar utusan Allah, Al-Qur’an itu benar-benar
diturunkan di sisi Allah swt. Kepada Muhammad yang mana AlQur’an itu sama sekali
bukanlah perkataan manusia atau perkataan lainnya. Al-Qur’an di gunakan oleh nabi
muhamad saw untuk menantang orang-orang pada masa beliau dan generasi sesudanya
tidak percaya akan kebenaran Al-Qur’an sebagai firman Allah (bukan ciptaan Muhammad)
dan tidak percaya akan risalah nabi saw dan ajaran yang di bawanya. Terhadap mereka
sesungguhnya mereka memiliki tingkat fashahah dan balaghah sedemikian tinggi di bidang
bahasa Arab.

Setelah para ulama’sepakat bahwasanya kemukjizatan Al-Qur’an itu karena dzatnya,


serta tidak seorang pun yang sanggup mendatangkan sesamanya, maka pandangan ulama
berbeda-beda dalam meninjau segi kemukjizatannya itu seperti di bawah ini :

1. Satu golongan ulama berpendapat Qur’an itui mukjizat dengan balaghah-Nya yang
mencapai tingkat tinggi dan tidak ada bandinganya.
2. Sebagian yang lain berpendapat segi kemukjizatannya Al-Qur’an itu ialah karena
mengandung badi’ yang sangat unik dan berbeda dengan apa yang di kenal dalam
perkataan orang Arab.
3. Golongan yang lain berpendapat bahwa Al-Qur’an itu terletak pada pemberitaanya
tentang hal-hal ghaib yang akan datang yang tidak dapat di ketahui kecuali dengan
wahyu .
4. Satu golongan berpendapat Al- Qur’an itu mukjizat karena ia mengandung bermacam-
macam ilmu hikmah yang sangat dalam.

B. Macam-macam Kemukjizatan Al-Qur’an

Macam-macam Ijaz al-Qur’an Secara garis besarnya, i'jaz dapat dibagi ke dalam dua
bagian pokok, yaitu: Pertama, mukjizat yang bersifat material inderawi lagi tak kekal, dan
kedua, mukjizat immaterial, logis lagi dapat dibuktikan sepanjang masa”. Untuk lebih jelas
akan dijelaskan dari kedua bagian pokok berikut ini :

1. Mu’jizat material inderawi


Mukjizat para nabi terdahulu sebelum Nabi Muhammad saw. semuanya
merupakan jenis ”Mukjizat material inderawi”. Mukjizat yang dimiliki oleh para nabi
tersebut, dapat langsung disaksikan oleh mata telanjang atau dapat ditangkap oleh
indera mata, tanpa perlu dianalisa. Namun peristiwa tersebut hanya ada dan
terbatas pada kaum (masyarakat) di mana seorang nabi tersebut diutus.
Pada dasarnya, keluarbiasaan yang diberikan Allah kepada para nabi terdahulu
tersebut merupakan jawaban atas tantangan yang dihadapkan kepada mereka oleh
pihak-pihak lawan, misalnya: perahu Nabi Nuh as. yang dibuat atas petunjuk Allah
sehingga mampu bertahan dalam situasi dalam ombak dan gelombang yang
sedemikian dahsyat, tidak terbakarnya Nabi Ibrahim as. dengan dilemparkan dalam
kobaran api yang sangat besar, tongkat Nabi Musa as. beralih wujud menjadi ular,
penyembuhan yang dilakukan oleh Nabi Isa as. terhadap berbagai macam penyakit
atas izin Allah dan lain-lain.11 Semua mukjizat tersebut hanya bersifat inderawi
siapapun tidak bisa menolak, namun terbatas bagi masyarakat di tempat para nabi
menyampaikan risalahnya, dan berakhir dengan wafatnya nabi-nabi tersebut.
2. Mu’jizat immaterial logis dan kekal
Adapun mukjizat yang diberikan kepada Nabi Muhammad Saw yaitu mu’jizat
yang bersifat immaterial logis dan kekal, yaitu berupa al-Qur’an. Hal ini dimaksudkan
bahwa Nabi Muhammad diutus kepada seluruh umat manusia hingga akhir zaman.
Al-Qur’an sebagai bukti kebenaran ajarannya, ia harus siap untuk disajikan kepada
semua orang, kapanpun, tanpa mengenal batas waktu, situasi, dan kondisi apapun.
Hal ini seiring dengan berjalannya waktu setiap manusia mengalami
perkembangan dalam pemikirannya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Auguste
Comte sebagaimana yang dikutip oleh Quraish Shihab tentang fase-fase
perkembangan pikiran manusia, yaitu:
a) Fase keagamaan, karena keterbatasan pengetahuan manusia tentang
menafsirkan tentang semua gejala yang terjadi, dikembalikan kepada kekuasaan
Tuhan atau jiwa yang tercipta dalam pikirannya masing-masing.
b) Fase metafisika, semua fenomena atau kejadian dikembalikan pada awal kejadian,
misalnya: manusia pada awal kejadiannya.
c) Fase ilmiah, manusia dalam menafsirkan fenomena melalui pengamatan yang
teliti dan penelitian sehingga didapat sebuah kesimpulan tentang hukum alam
yang mengatur semua fenomena alam ini. Bila alQur’an tidak logis dan tidak dapat
diteliti kebenarannya melalui metode ilmiah maka membuat manusia ragu
akannya atau akan ada yan mengatakan bahwa al-Qur’an tidak berguna lagi tidak
bisa dipakai pada saat ini. Hal ini tidak boleh terjadi pada sebuah mu’jizat yang
disiapkan untuk sekarang sampai akhir zaman.
Ilmu tafsir alquran
A. Pengertian ilmu tafsir al-quran

Tafsir al-quran (bahasa Arab: ‫ )القرآن تفسير‬adalah ilmu pengetahuan untuk memahami


dan menafsirkan yang bersangkutan dengan Al-Qur'an dan isinya berfungsi
sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan tentang arti dan kandungan Al-Qur'an,
khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak dipahami dan samar artinya. Dalam memahami
dan menafsirkan  al-quran diperlukan bukan hanya pengetahuan bahasa Arab, tetapi juga
berbagai macam ilmu pengetahuan yang menyangkut Al-Qur'an dan isinya. Ilmu untuk
memahami al-quran ini disebut dengan Ushul Tafsir atau biasa dikenal dengan Ulumul
Qur'an (ilmu-ilmu Al-Qur'an).

Pengertian tafsir terambil dari akar kata [‫" ]رس ف‬Fassara" yang berarti menjelaskan
atau menguraikan. Akar kata lain dari "Fassara", yakni kesungguhan membuka secara
berulang-ulang. Dengan demikian, dapatlah dipahami bahwa kata "Tafsir" adalah upaya
kesungguhan untuk membuka penjelasan tentang makna dan hakikat yang tersembunyi di
dalam al-quran. Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa "Tafsir" hanyalah upaya
menyingkap makna dari segi aspek-aspek lughawiyyah atau aspek linguistiknya
(kebahasaan) saja. Sedangkan "Takwil" lebih pada upaya membangun pemahaman ulang
atau pemahaman baru dalam membangun makna baru dalam konteks yang lebih kompleks
dan luas, baik itu dari segi filosofis atau simboliknya.

B. Metode Penafsiran Al-Qur'an

Dalam metode penafsiran Al-Qur’an terdapat beberapa metode, di antaranya:


1. Tafsir Al-Qur'an bil Qur'an.
Upaya menafsirkan Al-Qur'an dengan penjelasan dari ayat-ayat Al-Qur'an lainnya. Misalnya:
tafsir tentang kisah peristiwa Nabi Adam dan Siti Hawa terusir dari surga akibat memakan
buah Khuldi pada Surah Al-Baqarah dijelaskan pada surah lainnya, semisal Surah Al-'Araf.

2. Tafsir Al-Qur'an bil Hadis.


Upaya menafsirkan Al-Qur'an dari penjelasan hadits-hadits Nabi yang hal ini biasa disebut
dengan Tafsir bil Riwayah. Misalnya: Larangan tentang Riba atau meminum minuman keras
telah dijelaskan melalui banyak hadits-hadits Nabi.

3. Tafsir Al-Qur'an bil Ra'yi.


Upaya menafsirkan Al-Qur'an melalui penjelasan nalar logika yang dibangun dari
pemahaman keilmuan yang sesuai dengan kapasitas dan kemampuan seorang muafssir
dalam berijtihad. Misalnya: ayat-ayat yang berkenaan dengan sifat-sifat Allah Ta'ala di
dalam Al-Qur’an yang menjadi pembahasan utama oleh para ulama ahli ilmu kalam
(teologis).
C. Bentuk Tafsir Al-Qur'an

Adapun bentuk-bentuk tafsir Al-Qur'an yang dihasilkan secara garis besar dibagi


menjadi tiga: Dinamai dengan nama Tafsir bi al-Ma`tsur (dari kata atsar yang berarti sunnah,
hadits, jejak, peninggalan) karena dalam melakukan penafsiran seorang mufassir menelusuri
jejak atau peninggalan masa lalu dari generasi sebelumnya terus sampai kepada Nabi
Muhammad SAW. Berikut penjelasannya:
1. Tafsir bil Matsur
Tafsir bi al-Matsur adalah tafsir yang berdasarkan pada kutipan-kutipan yang shahih yaitu
menafsirkan Al-Qur'an dengan Al-Qur'an, Al-Qur'an dengan sunnah karena ia berfungsi
sebagai penjelas Kitabullah, dengan perkataan sahabat karena merekalah yang dianggap
paling mengetahui Kitabullah, atau dengan perkataan tokoh-tokoh besar tabi'in karena
mereka pada umumnya menerimanya dari para sahabat.

Tafsir-tafsir bil ma'tsur yang terkenal antara lain: Tafsir Ibnu Jarir, Tafsir Abu Laits As
Samarkandy, Tafsir Ad Dararul Ma'tsur fit Tafsiri bil Ma'tsur (karya Jalaluddin As Sayuthi),
Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Al Baghawy dan Tafsir Baqy ibn Makhlad, Asbabun Nuzul (karya Al
Wahidy) dan An Nasikh wal Mansukh (karya Abu Ja'far An Nahhas)
2. Tafsir bi ar-Ra'yi
Seiring perkembangan zaman yang menuntut pengembangan metode tafsir karena
tumbuhnya ilmu pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah maka tafsir ini memperbesar
peranan ijtihad dibandingkan dengan penggunaan tafsir bi al-Matsur. Dengan bantuan ilmu-
ilmu bahasa Arab, ilmu qiraah, ilmu-ilmu Al-Qur'an, hadits dan ilmu hadits, ushul fikih dan
ilmu-ilmu lain seorang mufassir akan menggunakan kemampuan ijtihadnya untuk
menerangkan maksud ayat dan mengembangkannya dengan bantuan perkembangan ilmu-
ilmu pengetahuan yang ada.

Contoh Tafsir bir ra'yi dalam Tafsir Jalalain: "Khalaqal insaana min 'alaq" (Surat Al Alaq: 2).
Kata 'alaq di sini diberi makna dengan bentuk jamak dari lafaz 'alaqah yang berarti segumpal
darah yang kental.

Beberapa tafsir bir ra'yi yang terkenal antara lain: Tafsir Al-Jalalain (karya Jalaluddin
Muhammad Al Mahally dan disempurnakan oleh Jalaluddin Abdur Rahman As-Sayuthi),
Tafsir Al-Baidhawi, Tafsir Al Fakhrur Razy, Tafsir Abu Suud, Tafsir An Nasafy, Tafsir Al Khatib,
Tafsir Al Khazin.

3. Tafsir Isyari
Menurut kaum sufi, setiap ayat mempunyai makna yang zahir dan batin. Yang zahir adalah
yang segera mudah dipahami oleh akal pikiran. Sedangkan yang batin adalah yang isyarat-
isyarat yang tersembunyi dibalik itu yang hanya dapat diketahui oleh ahlinya. Isyarat-isyarat
kudus yang terdapat di balik ungkapan-ungkapan Al-Qur'an inilah yang akan tercurah ke
dalam hati dari limpahan gaib pengetahuan yang dibawa ayat-ayat. Itulah yang biasa disebut
tafsir Isyari. tafsyir berdasarkan intuisi, atau bisikan batin. 

Anda mungkin juga menyukai