Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MULTIPLE SKELORIS

DOSEN PEMBIMBING
Dr. Supriyanto S. Kp., M. Kes

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 12
1. Chintia Indriyani Safitri (P27820119012)
2. Dian Alimah Husna (P27820119062)

JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI DIII KEPERAWATAN SOETOMO SURABAYA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan
makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Klien dengan Multiple Sclerotik”.

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen
pembimbing yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Surabaya, 27 September 2021

Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................1
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1. Latar Belakang.............................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah........................................................................................2
1.3. Tujuan.......................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................3
2.1. Definisi Luka Bakar.....................................................................................3
2.2. Etiologi Luka Bakar.....................................................................................3
2.3. Klasifikasi Luka Bakar ................................................................................4
2.4. Patofisiologi Luka Bakar ...........................................................................8
2.5. Fase – Fase Luka Bakar ..............................................................................10
2.6. Efek Patofisiologi Luka Bakar.....................................................................13
2.7. Luas Luka Bakar..........................................................................................13
2.8. Pertolongan Pertama Luka bakar.................................................................14
2.9. Pemeriksaan penunjang................................................................................15
2.10. Resusitasi Cairan..........................................................................................16
2.11. Perhitungan Lanjutan Luka Bakar...............................................................17
2.12. Perawatan Pada Klien Luka Bakar...............................................................18
2.13. Penatalaksanaan...........................................................................................19
2.14. Kebutuhan Nutrisi........................................................................................20
2.15. Posisi Dan Rehabilitasi ...............................................................................22
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORI................................................23
3.1 Pengkajian Pada Tiap Fase..........................................................................23
3.2 Diagnosa Keperawatan Pada Tiap Fase.......................................................29
3.3 Intervensi Keperawatan Pada Tiap Fase......................................................29
3.4 Implementasi Keperawatan..........................................................................31
3.5 Evaluasi Keperawatan..................................................................................32
3.6 Pathway/WOC.............................................................................................33
BAB IV PENUTUP..............................................................................................33
4.1 Kesimpulan..................................................................................................33
4.2 Saran.............................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................34
PEMBAGIAN TUGAS.......................................................................................36
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Multiple sklerosis adalah suatu penyakit autoimun yang mempengaruhi sistem saraf
pusat, disebabkan oleh karena adanya kerusakan pada selubung mielin yang berfungsi untuk
melindungi saraf (Wu dan Alvarez, 2011). Multiple sklerosis dapat menyebabkan penurunan
nilai neurologis dan cacat dalam jangka panjang yang bersifat kronis dan progresif (Loma dan
Heyman, 2011). Penyakit ini terdapat sekitar 300.000 pasien di Amerika Serikat dan lebih sering
menyerang perempuan dibandingkan laki-laki dengan rasio 2:1. Gejala awal biasanya dimulai
sebelum usia 55 tahun, umumnya penyakit ini diderita oleh mereka yang berusia 20-40 tahun
(Greenberg, et al, 2012).

Penyebab pasti multiple sklerosis sampai dengan saat ini belum dapat diketahui. Tetapi
ada keterkaitan antara penyakit multiple sklerosis dengan genetik (ras atau gender) dan faktor
lingkungan (lokasi geografis atau paparan sinar matahari). Begitupun dengan peran imunologi,
multiple sklerosis dianggap sebagai penyakit autoimun yang dimediasi oleh sel T dan
memungkinkan menjadi mediator inflamasi dan merusak sistem saraf pusat (Archer dan Oderda,
2013). Kerusakan mielin diakibatkan oleh aktifnya limfosit T, limfosit T pada multiple sklerosis
mengalami autoreaktivitas dan mampu mengenali protein target pada mielin (Wu dan Alvarez,
2011).

Multiple sklerosis diklasifikasikan menjadi 4 kelompok yaitu, relapsing remitting


multiple sclerosis (RRMS), secondary progressive multiple sclerosis (SPMS), primary
progressive multiple sclerosis (PPMS), dan progressive relapsing multiple sclerosis (PRMS).
Sebagian besar obat yang digunakan dalam tatalaksana multiple sklerosis merupakan obat yang
diindikasikan untuk mengobati RRMS atau SPMS (Archer dan Oderda, 2013).

Saat ini belum ada obat kuratif yang tersedia untuk pengobatan multiple sklerosis. Tetapi
secara umum, tatalaksana multiple sklerosis dilakukan dengan kombinasi antara DMT (disease
modifying theraphy) dengan pengobatan simptomatik. Pengobatan simptomatik termasuk relaxan
otot, antikonvulsan, antidepresan, dan obat-obatan yang digunakan untuk mengobati gangguan
kemih (Archer dan Oderda, 2013). Tujuan terapi multiple sklerosis mencakup memodifikasi
perjalanan penyakit dengan mengurangi frekuensi dan tingkat keparahan serangan, manajemen
serangan, dan pengobatan spesifik yang terkait dengan gejala multiple sklerosis (Freedman,
2013).

Salah satu terapi yang mengemuka akhir-akhir ini adalah menggunakan DMT (disease
modifying theraphy) dengan harapan mendapatkan agen lebih efektif yang lebih baik ditoleransi
dan lebih aman bila diberikan dalam jangka panjang (Freedman, 2013). Tersedia DMT (disease
modifying theraphy) dalam bentuk suntikan dan oral untuk tatalaksana pada penderita multiple
sklerosis (Archer dan Oderda, 2013). Namun, pemakaian obat ini secara parenteral yang sering
dan teratur menjadi beban bagi pasien yang dapat mengakibatkan ketidakpatuhan. Selain itu,
tidak semua pasien merespons secara adekuat terapi obat ini. Oleh karena itu, diperlukan obat
baru yang dapat mengatasi kelainan ini secara lebih baik. Salah satunya adalah teriflunomide
(Confavreux, et al, 2015). Teriflunomide merupakan obat yang diberikan secara oral sebagai
imunomodulator DMT yang baru-baru ini disetujui untuk pengobatan relaps multiple sklerosis
(Genzyme Korporasi, 2012). Teriflunomide dapat ditoleransi dengan baik, berkhasiat dan bisa
sebagai obat alternative (Freedman, 2013).

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum, tujuan penulisan makalah ini ialah untuk mendapatkan


pengetahuan mengenai multiple sklerosis.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.4 Manfaat Penulisan


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Multiple sklerosis adalah suatu peradangan yang terjadi di otak dan sumsum tulang
belakang yang menyerang daerah substansia alba dan merupakan penyebab utama kecacatan
pada dewasa muda. Penyebabnya dapat disebabkan oleh banyak faktor, terutama proses
autoimun. Focal lymphocytic infiltration atau sel T bermigrasi keluar dari lymph node ke dalam
sirkulasi menembus sawar darah otak (blood brain barrier) secara terus-menerus menuju lokasi
dan melakukan penyerangan pada antigen myelin pada sistem saraf pusat seperti yang umum
terjadi pada setiap infeksi. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya inflamasi, kerusakan pada
myelin (demyelinisasi), neuroaxonal injury, astrogliosis, dan proses degenerative. Akibat
demyelinasi neuron menjadi kurang efisien dalam potensial aksi. Transmisi impuls yang
disampaikan oleh neuron yang terdemyelinisasi akan menjadi buruk. Akibat 'kebocoran' impuls
tersebut, terjadi kelemahan dan kesulitan dalam mengendalikan otot atau kegiatan sensorik
tertentu di berbagai bagian tubuh.

Bila otak penderita MS dipotong, akan terlihat bercak-bercak induratif yang multipel di
substansia alba yang membuatnya dinamai multipel sklerosis. Lesi tersebut umumnya berlokasi
di periventrikel, korpus kalosum, nervus optikus, dan medula spinalis. Selain itu dapat ditemukan
di batang otak dan serebelum. Secara mikroskopis, lesi tersebut menunjukkan destruksi myelin
parsial/total. Juga ditemukan infiltrasi perivaskuler dari monosit, limfosit serta makrofag,
sedangkan astrosit dan oligodendrosit pada fase lanjut. Pada lesi yang relatif aseluler umumnya
aksonnya masih utuh dan terjadi remyelinisasi, sedangkan pada lesi yang infiltratif terjadi
degenerasi aksonal.

2.2 Etiologi

Etiologi dari kelainan tersebut masih belum jelas. Ada beberapa mekanisme penting yang
menjadi penyebab timbulnya bercak MS yaitu autoimun, infeksi, dan herediter. Meskipun bukti
yang meyakinkan kurang, faktor makanan dan paparan toksin telah dilaporkan ikut berkontribusi
juga. Mekanisme ini tidak saling berdiri sendiri melainkan merupakan gabungan dari berbagai
faktor.

a. Virus : infeksi retrovirus akanmenyebabkan kerusakan oligodendroglia


b. Bakteri : reaksi silang sebagai respon perangsangan heat shock protein sehingga
menyebabkan pelepasan sitokin
c. Defek pada oligodendrogli
d. Genetika : penurunan kontrol respon immun
e. Lain-lain : toksin, endokrin, stress

2.3 Patofisiologi

Mekanisme autoimun diduga terjadi melalui penurunan aktifitas limfosit T-supresor


pada sirkulasi pasien penderita MS serta adanya molecular mimicry antara antigen dan MBP
(myelin basic protein) yang mengaktifkan klon sel T yang spesifik terhadap MBP (MBP
specific T-cell clone). Limfosit T4 menjadi autoreaktif pada paparan antigen asing yang
strukturalnya mirip dengan MBP. Tidak hanya beberapa virus dan peptida bakteri saja yang
memiliki kesamaan struktural dengan MBP, tetapi beberapa dari mikroorganisme tersebut
dapat mengaktifkan MBP-spesifik T-sel klon pada pasien MS.

Beberapa infeksi virus diketahui menyebabkan demyelinasi pada manusia


diantaranya progressive multifocal leukoencephalopathy yang disebabkan oleh papilloma
virus JC, subakut sclerosing panencephalitis oleh virus campak. Pada MS studi serologis
awal sulit ditafsirkan. Namun, banyak pasien MS terdapat elevasi titer CSF terhadap virus
campak dan herpes simpleks (HSV), tetapi ini juga tidak spesifik.

2.4 Klasifikasi

Berdasarkan perbedaan klinis dan gejala, terdapat beberapa tipe MS:


1. Relapsing-remitting MS. Banyak kasus umumnya berawal dari bentuk MS yang
gejalanya bersifat hilang timbul terutama pada dewasa muda. Merupakan perjalanan
klinis yang klasik dari multipel sklerosis dimana terdapat fase relaps dan remisi. Gejala
hanya memburuk ketika adanya serangan meskipun dapat berkembang menjadi
secondary progressive multiple sclerosis.
2. Chronic progressive MS. Gejala secara bertahap memburuk setelah episode serangan
pertama dan terus terjadi peningkatan kecacatan tanpa diselingi fase remisi sama
sekali. Sering melibatkan penurunan gerakan motorik tubuh, atau kinerja sensorik
(terutama penglihatan).
3. Benign MS. Gejala yang relatif kecil, perkembangan sangat lambat sehingga hampir
tak terlihat secara klinis, atau ada sedikit serangan selama masa waktu yang panjang
biasanya 15 tahun setelah diagnosis. Ada bukti yang menyebutkan bahwa perjalanan
MS mungkin awalnya jinak. Namun, bukti dari penelitian jangka panjang
menyebutkan kasus benign MS akhirnya mengakibatkan gejala dan kecacatan yang
signifikan, meskipun ini mungkin tidak terjadi selama 20 atau 30 tahun setelah
diagnosis.
4. Secondary progressive MS. Relapsing-remitting MS dapat berubah menjadi bentuk
secondary progressive MS dimana mulai terjadi penurunan yang relatif stabil namun
frekuensi remisi cukup jarang.

2.5 Manifestasi Klinis


Gambaran klinis yang muncul sesuai dengan daerah lesi yang terkena. Terdapat
beberapa gejala dan tanda yang timbul pada MS:
 Disfungsi usus dan saluran kencing
 Menurunnya persepsi nyeri, getaran, dan posisi
 Kelelahan dan gangguan mobilitas
 Depresi dan gangguan kognitif atau memori
 Masalah penglihatan dan pendengaran
 Tremor, hiperefleksia, spastisitas, dan tanda babinsky yang positif
 Nistagmus, gangguan koordinasi dan keseimbangan

Gejala neurologis yang sering timbul pertama kali pada multipel sklerosis adalah
neuritis optika pada 14-23 % pasien dan lebih dari 50% pasien pernah mengalaminya.
Gejala yang dialami adalah penglihatan kabur, pada orang kulit putih biasanya mengenai
satu mata, sedangkan pada orang asia lebih sering pada kedua mata. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan refleks pupil yang menurun, penurunan visus, gangguan persepsi warna dan
skotoma sentral. Funduskopi pada fase akut menunjukkan papil yang hiperemis tetapi dapat
normal pada neuritis optika posterior/retrobulbar. Sedangkan pada fase kronis dapat terlihat
atrofi papil. Selain itu pada neuritis optika umumnya pasien mengeluh nyeri pada orbita
yang dapat timbul spontan terus-menerus atau pada pergerakan bola mata. Selain itu
terdapat suatu fenomena yang unik yang disebut fenomena Uhthofff dimana gejala
penurunan visus (bersifat temporal) dieksaserbasi oleh suhu panas atau latihan fisik.
Diplopia juga dapat muncul pada MS meskipun lebih jarang dibandingkan neuritis optika.
Gangguan sensorik merupakan manifestasi klinis awal yang juga sering dialami oleh
21-55% pasien MS. Umumnya gejala yang timbul berupa rasa baal (hipestesi), kesemutan
(parestesi), rasa terbakar (disestesi) maupun hiperestesi. Kelainan tersebut dapat timbul pada
satu ekstremitas atau lebih, dan pada tubuh atau wajah. Selain itu proprioseptif, rasa vibrasi,
dan diskriminasi dua titik juga dapat terganggu sehingga menimbulkan kesulitan menulis,
mengetik atau mengancing baju. Gejala proprioseptif ini umumnya timbul bilateral dan bila
terdapat lesi di daerah lemniskus gangguan proprioseptif tersebut hanya mengenai lengan
yang dinamakan useless hand syndrome. Gejala tersebut umumnya mengalami remisi dalam
beberapa bulan. Tanda yang sering terjadi pada penderita MS meskipun tidak karakteristik
adalah tanda Lhermitte; bila kepala difleksikan secara pasif, timbul parestesi sepanjang
bahu, punggung dan lengan. Hal ini mungkin disebabkan akson yang mengalami
demyelinisasi sensitivitasnya meningkat terhadap tekanan ke spinal yang diakibatkan fleksi
kepala.

Gangguan serebelum juga sering terjadi pada MS meskipun jarang menjadi gejala
utama. Manifestasi klinisnya ataksia serebelaris, baik yang mengenai gerakan motorik halus
(dismetria, disdiadokokinesia, intention tremor), gait, maupun artikulasi (scanning speech,
disartria). Selain itu dapat timbul pula nistagmus, terutama yang horizontal bidireksional
dan vertikal.

Hemiparesis yang diakibatkan lesi kortikospinal dapat terjadi pada MS meski


frekuensinya lebih kecil. Demikian juga lesi di medula spinalis dapat menyebabkan
sindroma Brown-Sequard atau mielitis transversa yang mengakibatkan paraplegi (umumnya
tidak simetris), level sensorik dan gangguan miksi-defekasi. Refleks patologis dan/atau
hiperrefleksia bilateral dengan atau tanpa kelemahan motorik merupakan manifestasi yang
lebih sering dan merupakan tanda lesi kortikospinal bilateral. Yang karakteristik, meskipun
kelemahan hanya pada satu sisi, refleks patologis selalu bilateral. Spastisitas dapat
menyebabkan gejala kram otot pada pasien MS. Kelelahan/fatigue merupakan gejala non
spesifik pada MS dan terjadi pada hampir 90% pasien MS. Kelelahan dapat merupakan
kelelahan fisik pada waktu exercise berlebihan ataupun pada temperatur panas maupun
kelelahan/kelambatan mental.

Gangguan memori dapat terjadi pada pasien MS. Menurut penelitian Thornton dkk
memori jangka pendek, working memori dan memori jangka panjang umumnya terganggu
pada pasien MS. Selain itu juga didapatkan gangguan atensi. Gangguan emosi berupa
iritabilitas dan afek pseudobulbar berupa forced laughing atau forced crying umum terjadi
pada pasien MS disebabkan lesi hemisfer bilateral.

Gejala lainnya yang lebih jarang meliputi neuralgia trigeminal (bilateral), gangguan
lain pada batang otak berupa paresis n. facialis perifer (bilateral), gangguan pendengaran,
tinitus, vértigo, dan sangat jarang penurunan kesadaran (stupor dan koma).

2.6 Komplikasi
1. Depresi
2. Kesulitan dalam menelan
3. Kesulitan berppikir dan berkonsentrasi
4. Hilang dan menurunnya kemampuan merawat diri sendiri
5. Membutuhkan kateter
6. Osteoporosis
7. Infeksi saluran kemih
DAFTAR PUSTAKA

Fisher, Naomi D. L., Williams, Gordon H. Hypertensive Vascular Disease. Harrison's


Principles of Internal Medicine. 16th Edition. McGraw Hill. USA. 2005.
Munger.K, Levin L, Holis B, Howard M, Ascherio A. Serum 25-Hidroksivitamin D Levels and
Risk of Multiple Sclerosis. Report: JAMA 2006:296:2832-2838
Simon R. Motor Deficit. Clinical Neurology.7 th. McGraw Hill. USA. 2009.
th
Malan LK, Stump SE. Krause’s. Food, Nutrition, and Diet Theraphy. 11 Edition. Saunders.
USA. 2004:1109-1111
Kira. J, Tobimatsu S, Gotto I. Vitamin B 12 Metabolisme and Massive Dose Methyl Vitamin B12
Therapy in Japanese Patients ith Multiple Sclerosis. Report :Internal Medicine 1994:33:82-86
About MS. 2012. Bayer HealthCare Pharmaceuticals. Available from:
http://www.multiplesclerosis.com/global/about_ms.php was accessed on October 19th, 2012
Multiple sclerosis. 2012. Medscape References. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1146199-overview was accessed on October 19th, 2012
McDonald Criteria. 2011. Wikipedia. Available from:
http://en.wikipedia.org/wiki/McDonald_criteria was accessed on October 19th, 2012 Multiple
Sclerosis. Pubmed Health Medicine. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001747/ was accessed on October 19th, 2012

Anda mungkin juga menyukai