FAHRURROZI

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 7

TUGAS RESUME

UPAYA PEMBUKTIAN DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA


DI PENGADILAN

Nama : Fahrurrozi

NIM : P2B220029

Dosen Pengampu : Dr. Suryahartati, S.H., M.Kn

Mata Kuliah : Cyber Notary

UNIVERSITAS JAMBI
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI KENOTARIATAN
JAMBI 2021

1
PEMBAHASAN RESUME

“Dalam era perdagangan bebas yang disertai dengan pesatnya kemajuan di

bidang teknologi dan industri, telah memengaruhi berbagai sektor usaha

termasuk di dalamnya kegiatan perdagangan dan perbankan. Transaksi

elektronik semakin banyak dilakukan, terutama di bidang perdagangan dan

perbankan. Perbuatan hukum tidak lagi didasarkan pada tindakan yang konkret,

kontan dan komun, melainkan dilakukan dalam dunia maya secara tidak kontan

dan bersifat individual. Hal ini juga dipengaruhi oleh pergaulan hidup

internasional dalam era globalisasi. Sebagaimana dikatakan bahwa, interaksi

antara ketentuan hukum nasional dengan kaidah-kaidah hukum internasional

akan semakin bertambah karena berkembangnya lalu lintas pergaulan hidup

internasional.”

“Terdapat pengaruh sistem common law terhadap pembangunan hukum di

Indonesia, hal ini dapat dilihat dengan semakin banyaknya pembentukan

peraturan perundang-undangan yang dilakukan secara parsial sesuai dengan

kebutuhan hukum masyarakat, sebagaimana telah diuraikan di atas. Demikian

pula terhadap cara penyelesaian sengketa perdata, khususnya sengketa bisnis,

dengan dikenal adanya alternatif penyelesaian sengketa (alternative dispute

resolution) dan gugatan perwakilan kelompok (class action) serta

perkembangan/pembentukan badan-badan penyelesaian sengketa baik

pengadilan maupun di luar pengadilan, seperti antara lain Pengadilan Niaga,

2
Pengadilan Pajak, Pengadilan Hubungan Industrial, Arbitrase, dan Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen.”

“Hal ini berpengaruh pula terhadap hukum acara perdata yang berlaku,

termasuk juga terhadap sistem pembuktian perdata. Dalam penyelesaian perkara

di pengadilan, acara pembuktian merupakan tahap terpenting untuk

membuktikan kebenaran terjadinya suatu peristiwa atau hubungan hukum

tertentu, atau adanya suatu hak, yang dijadikan dasar oleh penggugat untuk

mengajukan gugatan ke pengadilan. Melalui tahap pembuktian, hakim akan

memperoleh dasar-dasar untuk menjatuhkan putusan dalam menyelesaikan suatu

perkara.”

“Dalam tulisan ini akan diuraikan berbagai masalah yang berkenaan

dengan perkembangan alat bukti yang digunakan dalam penyelesaian sengketa

perdata melalui pengadilan, berkenaan dengan dikenal dan digunakannya alat

bukti elektronik dalam lalu lintas hukum keperdataan, khususnya

perdagangan/transaksi yang dilakukan dengan menggunakan perangkat

elektronik, dihubungkan dengan sistem pembuktian perdata.”

“Pembuktian adalah penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum,

kepada hakim yang memeriksa perkara guna memberi kepastian tentang

kebenaran suatu peristiwa yang dikemukakan. Sementara itu Subekti

berpendapat bahwa pembuktian adalah suatu proses bagaimana alat-alat bukti

dipergunakan, diajukan ataupun dipertahankan sesuatu hukum acara yang

3
berlaku. Dalam proses pembuktian ada kegiatan membuktikan. Membuktikan

adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang

dikemukakan dalam suatu persengketaan, sehingga tampaklah bahwa

pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam persengketaan atau perkara di muka

hakim atau pengadilan.”

“Mengenai pengertian bukti dan alat bukti dapat disimak pendapat dari

Subekti yang menyatakan bahwa bukti adalah sesuatu untuk meyakinkan akan

kebenaran suatu dalil atau pendirian. Alat bukti, alat pembuktian, upaya

pembuktian adalah alat yang dipergunakan untuk membuktikan dalil-dalil suatu

pihak di pengadilan, misalnya: bukti tulisan, kesaksian, persangkaan, sumpah dan

lain-lain.”

“Sejalan dengan apa yang dikemukakan di atas, Andi Hamzah juga

memberikan batasan hampir sama tentang bukti dan alat bukti yaitu sesuatu

untuk meyakinkan kebenaran suatu dalil, pendirian atau dakwaan. Alat-alat bukti

ialah upaya pembuktian melalui alat-alat yang diperkenankan untuk dipakai

membuktikan dalil-dalil, atau dalam perkara pidana dakwaan di sidang

pengadilan, misalnya keterangan terdakwa, kesaksian, keterangan ahli, surat dan

petunjuk, dalam perkara perdata termasuk persangkaan dan sumpah.”

“Dengan demikian Bambang Waluyo menyimpulkan bahwa alat bukti

adalah suatu hal (barang dan non barang) yang ditentukan oleh undang-undang

yang dapat dipergunakan untuk memperkuat dakwaan, tuntutan atau gugatan

4
maupun guna menolak dakwaan, tuntutan atau gugatan. Jenis-jenis alat bukti

sangat tergantung pada hukum acara yang dipergunakan, misalnya apakah acara

pidana, perdata atau tata usaha negara.”

“Asas pengakuan tidak boleh dipisah-pisahkan (onsplitsbare aveu) ini

berlaku terhadap pengakuan dengan tambahan, baik pengakuan dengan

kualifikasi maupun pengakuan dengan klausula haruslah diterima bulat dan tidak

boleh dipisahkan dari keterangan tambahannya sehingga merugikan pihak yang

memberi pengakuan. Maksud pembentuk undang-undang tidak lain adalah agar

jangan sampai hakim memisah-misahkan pengakuan itu menjadi bagian yang

berisikan pengakuan yang tidak perlu dibuktikan lebih lanjut, dan bagian

tambahannya dibebankan kepada pihak yang memberikan pengakuan untuk

membuktikan kebenarannya.”

“Adapun Sumpah pada umumnya adalah suatu pernyataan yang khidmat,

diberikan atau diucapkan pada waktu memberikan janji atau keterangan dengan

mengingat sifat maha kuasa dari Tuhan, dan percaya bahwa siapa yang memberi

keterangan atau janji atau keterangan yang tidak benar akan dihukum oleh

Tuhan. Dari rumusan tersebut, dapat disimpulkan ada dua macam sumpah, yaitu

sumpah untuk berjanji melakukan atau tidak melakukan sesuatu disebut sumpah

promissoir, dan sumpah untuk memberi keterangan guna meneguhkan bahwa

sesuatu itu benar atau tidak yang disebut sumpah assertoir.”

5
“Di luar Pasal 164 HIR/180 RBg, terdapat pula pemeriksaan setempat dan

keterangan ahli yang dapat d igunakan sebagai alat bukti dalam pemeriksaan

perkara perdata. Pemeriksaan (descente) setempat diatur dalam Pasal 153 HIR/180

RBg ialah pemeriksaan perkara oleh hakim karena jabatannya, yang dilakukan di

luar gedung atau tempat kedudukan pengadilan, agar hakim dengan melihat

sendiri memperoleh gambaran atau keterangan yang memberi kepastian tentang

peristiwa yang menjadi sengketa.”

“Dan kemudian Sampai saat ini, berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang-

Undang Darurat No. 1 Tahun 1951 di Indonesia, Hukum Acara Perdata yang

berlaku adalah HIR (Stb. 1848 No. 16 jo Stb. 1941 No. 44) untuk wilayah Jawa dan

Madura; serta RBg (Stb. 1927 No. 227) untuk wilayah luar Jawa dan Madura; Rv.

(Stb. 1847 No. 52 jo. Stb. 1849 No. 63) ditambah dengan berbagai peraturan

tentang acara perdata lainnya, sehingga terjadi pluralisme hukum.”

“HIR dan RBg merupakan bagian dari tata hukum Hindia Belanda karena

merupakan produk pemerintah kolonial Belanda yang masih berlaku sampai

sekarang. Bangsa Indonesia sejak merdeka sampai saat ini belum membentuk

hukum acara perdata yang baru sebagai pembaruan atas hukum acara perdata

yang sekarang berlaku yaitu HIR/RBg, meskipun demikian upaya untuk

membentuknya sudah lama dilakukan, terbukti dengan sudah dimilikinya

rancangan undang-undang tentang Hukum Acara Perdata yang sampai saat ini

masih dalam proses penyusunan.”

6
“Seiring dengan perkembangan dalam masyarakat yang disertai dengan

perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi, timbul pula bermacam

alat bukti dalam hubungan hukum keperdataan di luar yang telah diatur dalam

peraturan acara perdata (HIR/RBg). Dimulai dengan munculnya fotokopi sampai

dengan dikenal dan digunakannya alat bukti elektronik.”

Anda mungkin juga menyukai