Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

OLEH:

Nicky Abigail Sidara, S.kep


NS060051

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
NANI HASANUDDIN MAKASSAR
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL

I. Konsep Dasar
A. Pengertian
Menarik diri merupakan suatu percobaan untuk menghindari interaksi dan
hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993). Isolasi sosial adalah keadaan seorang
individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain di sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima,
kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain. (Ah.
Yusuf, dkk, 2015)
Isolasi sosial adalah keadaan di mana seorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya.
Pasienmungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain. (Nurhalimah, 2016)

B. Etiologi
Klien dengan isolasi sosial dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain yang
terdiri dari faktor predisposisi dan faktor presipitasi.
1. Faktor predisposisi
Faktor predispodidi yang dapat menyebabkan seseorang mengalami isolasi sosial
adalah:
a) Adanya tahap pertumbuhan dan perkembangan yang belum dapat dilalui
dengan baik,
b) Adanya gangguan komunikasi didalam keluarga, selain itu juga adanya
norma-norma yang salah yang dianut dalam keluarga serta
c) faktor biologis berupa gen yang diturunkan dari keluarga yang menyebabkan
gangguan jiwa.
2. Faktor predisposisi
Ada juga factor presipitasi yang menjadi penyebab adalah adanya stressor sosial
budaya serta stressor psikologis yang dapat menyebabkan klien mengalami
kecemasan (Prabowo, 2014) dalam (Titik dan Livana, 2019). Perasaan negatif
yang timbul setelahnya akan berdampak pada penurunan harga diri terhadap diri
sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan yang ditandai
dengan adanya perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, percaya diri kurang
dan juga dapat mencederai diri (Herman,2012) dalam (Titik dan Livana, 2019).
Dan konsep diri merupakan semua perasaan dan pemikiran seseorang mengenai
dirinya sendiri, dimana hal ini meliputi kemampuan, karakter diri, sikap, tujuan
hidup, kebutuhan dan penampilan diri (Videbeck, 2008) dalam (Titik dan Livana,
2019)

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala isolasi sosial dapat dinilai dari ungkapan pasienyang
menunjukkan penilaian negatif tentang hubungan sosial dan didukung dengan data
hasil observasi.
1. Data subjektif: Pasien mengungkapkan tentang
a) Perasaan sepi
b) Perasaan tidak aman
c) Perasan bosan dan waktu terasa lambat
d) Ketidakmampun berkonsentrasi
e) Perasaan ditolak
2. Data Objektif:
a) Banyak diam
b) Tidak mau bicara
c) Menyendiri
d) Tidak mau berinteraksi
e) Tampak sedih
f) Ekspresi datar dan dangkal
g) Kontak mata kurang
(Nurhalimah, 2016)

D. Proses Terjadinya Isolasi Sosial


Proses terjadinya Isolasi sosial pada pasien akan dijelaskan dengan
menggunakan konsep stress adaptasi Stuart yang meliputi stressor dari faktor
predisposisi dan presipitasi.
1. Faktor predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya isolasi sosial, meliputi:
a) Faktor Biologis
Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor herediter
dimana ada riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Adanya
risiko bunuh diri, riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat
penggunaan NAPZA. Selain itu ditemukan adanya kondisi patologis otak,
yang dapat diketahui dari hasil pemeriksaan struktur otak melalui pemeriksaan
CT Scan dan hasil pemeriksaan MRI untuk melihat gangguan struktur dan
fungsi otak
b) Faktor Psikologis
Pasiendengan masalah isolasi sosial, seringkali mengalami kegagalan
yang berulang dalam mencapai keinginan/harapan, hal ini mengakibatkan
terganggunya konsep diri, yang pada akhirnya akan berdampak dalam
membina hubungan dengan orang lain.Koping individual yang digunakan
pada pasiendengan isolasi sosial dalam mengatasi masalahnya, biasanya
maladaptif. Koping yang biasa digunakan meliputi: represi, supresi, sublimasi
dan proyeksi. Perilaku isolasi sosial timbul akibat adanya perasaan bersalah
atau menyalahkan lingkungan, sehingga pasienmerasa tidak pantas berada
diantara orang lain dilingkungannya
c) Faktor Sosial Budaya
Faktor predisposisi sosial budaya pada pasiendengan isolasi sosial,
sesringkali diakibatkan karena pasienberasal dari golongan sosial ekonomi
rendah hal ini mengakibatkan ketidakmampuan pasiendalam memenuhi
kebutuhan. Kondisi tersebut memicu timbulnya stres yang terus menerus,
sehingga fokus pasienhanya pada pemenuhan kebutuhannya dan mengabaikan
hubungan sosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.
2. Faktor Presipitasi
Ditemukan adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan
struktur otak. Faktor lainnya pengalaman abuse dalam keluarga. Penerapan aturan
atau tuntutan dikeluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan pasien
dan konflik antar masyarakat. Selain itu pada pasien yang mengalami isolasi
sosial, dapat ditemukan adanya pengalaman negatif pasien yang tidak
menyenangkan terhadap gambaran dirinya, ketidakjelasan atau berlebihnya peran
yang dimiliki serta mengalami krisis identitas. Pengalaman kegagalan yang
berulang dalam mencapai harapan atau cita-cita, serta kurangnya penghargaan
baik dari diri sendiri maupun lingkungan. Faktor-faktor diatas, menyebabkan
gangguan dalam berinteraksi sosial dengan orang lain, yang pada akhirnya
menjadi masalah isolasi sosial. (Nurhalimah, 2016)

E. Patofisiolog
(Azizah, L.A. Zainuri, I. Akbar, 2016)

Penolakan dari orang lain

Ketidak percayaan diri

Kecemasan & Ketakutan

Putus asa terhadap hubungan dengan orang lain

Sulit dalam mengembangkan berhubungan dengan


orang lain

Menarik diri dari lingkungan (Regresi)

Tidak mampu berinteraksi dengan orang lain

ISOLASI SOSIAL

F. Rentang Respon
Suatu hubungan antarmanusia akan berada pada rentang respons adaptif dan
maladaptif seperti tergambar di bawah ini.
Respon Adaptif Respon Maladaptif

 Menyendiri (solitude)  Merasa sendiri  Manipulasi


 Otonomi (loneliness)  Impulsif
 Bekerja sama  Menarik diri  Narsisme
(mutualisme) (withdrawal)
 Saling bergantung  Tergantung
(interdependence) (dependent).
(Ah. Yusuf, dkk, 2015)

Keterangan :
Respon adaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang masih
dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya lingkungannya yang umum
berlaku dan lazim dilakukan oleh semua orang.. respon ini meliputi:
1. Solitude (menyendiri) : Adalah respon yang dibutuhkan seseorang untuk
merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya juga suatu cara
mengevaluasi diri untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya.
2. Otonomi : Adalah kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan
ide, pikiran, perasaan dalam berhubungan sosial.
3. Mutualisme (bekerja sama) Adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal
dimana individu mampu untuk saling memberi dan menerima.
4. Interdependence (saling ketergantungan) Adalah suatu hubungan saling
tergantung antara individu dengan orang lain dalam rangka membina hubungan
interpersonal.
Respon maladaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial budaya lingkungannya yang umum berlaku dan
tidak lazim dilakukan oleh semua orang. Respon ini meliputi:
1. Merasa sendiri (loneliness) adalah kondisi dimana individu merasa sendiri dan
terasing dari lingkungannya, merasa takut dan cemas.
2. Menarik diri (withdrawal) adalah individu mengalami kesulitan dalam
membina hubungan dengan orang lain.
3. Ketergantungan (dependent) akan terjadi apabila individu gagal
mengembangkan rasa percaya diri akan kemampuannya. Pada gangguan
hubungan sosial jenis ini orang lain diperlakukan sebagai objek, hubungan
terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan individu cenderung
berorientasi pada diri sendiri atau tujuan, bukan pada orang lain.
4. Manipulasi adalah individu memperlakuakan orang lain sebagai objek,
hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan individu
cenderung berorientasi pada diri sendiri.
5. Impulsif adalah individu tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu
belajar dari pengalaman dan tidak dapat diandalkan.
6. Narcisisme adalah individu mempunyai harga diri yang rapuh, selalu berusaha
untuk mendapatkan penghargaan dan pujian yang terus menerus, sikapnya
egosentris, pencemburu, dan marah jika orang lain tidak mendukungnya.

G. Fase
Menurut (Stuart. G. W ; 2007 ) dalam buku emi Wuri Wuryaningsih (2016), isolasi
sosial di sebabkan oleh beberapa faktor antara lain
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor tumbang : tugas perkembangan pada fase tumbang tidak terselesaikanf
b. Faktor komunikasi dalam keluarga :komunikasi yang tidak jelas (suatu keadaan
dimana seorangmenerimapesan yang salingbertentangan dlm waktu yg
bersamaan), ekpresiemosi yang tinggi dalam keluarga yg menghambat untuk
berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga.
c. Faktor Sosial Budaya :Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan
sosial, disebabkan norma - norma yangsalah dianut keluarga, seperti : anggota
keluarga tidak produktif ( lansia, berpenyakit kronis dan penyandangcacat)
diasingkan dari lingkungan sosialnya.
d. Faktor biologis : gangguan dalam otak, seperti pada skizofrenia terdapat struktur
otak yang abnormal ( atropi otak, perubahan ukuran dan bentuk sel – seldalam
limbik dan daerah kortikal).
2. Faktor Presipitasi
a. Faktor eksternal : stressor sosial budaya : stress yang ditimbulkan oleh faktor
sosial budaya( keluarga
b. Faktor Internal : stresor psikologik : stres terjadiakibat ansietas berkepanjangan
disertai keterbatasan kemampuan mengatasinya

H. Jenis- Jenis Menarik Diri


1. Menarik Diri Autistic
Suatu keadaan pasien mengalami ketidakmampuan untuk mengatakan hubungan
dengan orang lain atau lingkungan sekitarnya secara wajar dan hidup.
2. Menarik Diri Regresif
Suatu keadaan pasien yang sedikit mengalami kemunduran ke masa perkembangan
yang lebuh dini dapat bermanifestasi dalam bentuk prilaku, sikap yang tidak
berdaya.
3. Menarik Diri Katatonik
Suatu keadaan pasien yang sedikit atau sama sekali tidak menghiraukan
sekelilingnya, pasien menyadari segala sesuatu yang terjadi disekitarnya, tetapi dia
tidak memberi reaksi pada saat itu.

I. Mekanisme Koping
Mekanisme koping Individu yang mengalami respon sosial maladaptive
menggunakan berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas.
Mekanisme tersebut berkaitan denga dua jenis masalah hubungan yang spesifik.
Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisocial antara lain
proyeksi, splitting dan merendahkan orang lain, koping yang berhubungan dengan
gangguan kepribadian ambang splitting, formasi reaksi, proyeksi, isolasi, idealisasi
orang lain, merendahkan orang lain dan identifikasi proyektif. (Azizah, 2016)
Sumber koping
Menurut Stuart, 2006 dalam (Azizah, 2016) sumber koping yang berhubungan
dengan respon social maladaptif meliputi keterlibatan dalam hubungan keluarga yang
luasan teman, hubungan dengan hewan peliharaan dan penggunaan kreatifitas untuk
mengekspresikan stress interpersonal missal, kesenian, music atau tulisan.

J. Penatalaksanaan
1. Terapi Psikofarmaka
a) Chlorpromazine
- Indikasi : Penanganan gangguan psikotik, seperti skizofrenia, fase mania
pada ganggua bipolar (sampai litium kerja lambat menimbulkan efek),
psikosis reaktif singkat, dan gangguan skizoafektif. Selain itu juga untuk
penanganan ansietas dan agitasi: cegukan yang sulit di atasi: porfria
intermiten akut; anak hiperaktif yang menunjukan aktivitas motorik yang
berlebihan; masalah perilaku berat pada anak yang dikaitkan dengan
perilaku hipereksitasi atau menyerang. Agens di tunjukan untuk
penanganan mual dan muntah berat; sedasi pra dan pasca bedah; serta
tetanus (pengobatan penunjang).
- Kontraindikasi : Pasien hipersentivitas (dapat terjadi sensivitas silang pada
gangguan kelompok fenotiazin). Jangan digunakan jika terjadi SSP; jika
terdapat diskrasia darah; pada penyakit Parkinson; atau pada pasien
insufiensi ginjal, hati, atau jantung. Keamanan dalam kehamilan dan
laktasi belum dibuktikan.
- Efek Samping : Efek samping yang sering di timbulkan oleh obat-obatan
psikotik seperti: mengantuk, tremor, mata melihat ke atas, kaku otot, otot
bahu tertarik sebelah, hipersalivasi, pergeraka otot tak terkendali.
- Cara Kerja Obat : Sampai saat ini masih belum di ketahui bagaimana cara
kerja obat-obatan antipsikotik yang memperbaiki manifestasi skizofrenia.
Obat-obatan anti psikotik tipikal menghambat reseptor dopamine,
mencegah stimulus pascainap oleh dopamine. Selain itu obat-obatan
tersebut juga dapat menekan RAS, menghambat stimulus yang masuk ke
otak, dan memiliki efek antikolinergik, antihistamin, dan penyekat B
adrenergic, yang semuanya berkaitan dengan penghambatan sisi reseptor
dopamine dan serotonin.
- Yang Di Pengaruhi Obat : Obat psikotropik adalah  obat  yang 
mempengaruhi fungsi psikis, kelakuan atau pengalam. Ia bekerja menekan
system saraf pusat dan anti psikoikn di sampung itu juga anti emetic, local
anestetik, pemblok.
b) Haloperidol (HLP)
Haloperidol; merupakan obat antipsikolit (mayor ttranquiliner)
pertama dari turunan butirofenon.makanisme kerjannya yang pasti tidak
diketahui.haloperidol efektif untuk pengobatan kelainan tingkah laku berat
pada anak-anak yang sering membangkang dan eksplosif.halperidol juga
efektif untuk pengobatan jangka pendek,pada anak yang hiperaktif juga
melibatkan aktivitas motorik berlebihan disertai kelainan tingkah laku seperti :
impulsive,sulit,memusatkan perhatian,agresif,suasana hati yang labil dan
tidak tahan frustasi. (Nurarif & Kusuma, 2015)
c) Trihexyphenidil (THP)
- Indikasi : Segala jenis penyakit parkinson,termasuk paska ensepalitis dan
idiopatik,sindrom parkinson akibat obat misalnya reserpin dan fenotiazine.
- Mekanisme kerja : Obat anti psikosis dalam memblokade dopamin pada
reseptor p aska sinaptik nauron diotak khususnya sistem limbik dan sistem
ekstra piramidal.
- Efek samping :  Sedasi dan inhibisi psikomotor Gangguan otonomik
(hypertensi, anti kolinergik/ parasimpatik, mulut kering, kesulitanmiksi
dan defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra oluker meninggi,
gangguan irama jantung).
d) Kontra indikasi : Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung,
fibris,  ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan kesadaranTerapi
Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan
strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing
strategi pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi
penyebab isolasi social, berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan
kerugian apabila berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain,
mengajarkan cara berkenalan, dan memasukkan kegiatan latihan berbiincang-
bincang dengan orang lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat
mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien
mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien
memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah
satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang atau
lebih dan menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan
hariannya

II. Konsep Dasar Keperawatan


A. Data Fokus
- Hubungan sosial
Dalam setiap interaksi dengan klien, perawat harus menyadari luasnya dunia
kehidupan klien. Siapa orang yang berarti dalam kehidupan klien, tempat
mengadu, bicara, minta bantuan atau dukungan baik secara material maupun non-
material. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarkat sosial apa saja yang
diikuti dilingkungannya. Pada penderita ISOS perilaku sosial terisolasi atau sering
menyendiri, cenderung menarik diri dari lingkungan pergaulan, suka melamun,
dan berdiam diri. Hambatan klien dalam menjalin hubungan sosial oleh karena
malu atau merasa adanya penolakan oleh orang lain (Azizah, 2016).
B. Analisa Data
Data Masalah
Data Objektif
- Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
- Menghindari orang lain, tampak menyendiri, dan
memisahkan diri dari orang lain.
- Komunikasi kurang/tidak ada, pasien tidak tampak
bercakap-cakap dengan orang lain.
- Tidak ada kontak mata dan sering menunduk.
- Berdiam diri di kamar.
- Menolak berhubungan dengan orang lain,
Isolasi Sosial
memutuskan pembicaraan, atau pergi saat diajak
bercakap-cakap.
- Tidak tampak melakukan kegiatan sehari-hari,
perawatan diri kurang, dan kegiatan rumah tangga
tidak dilakukan.
Data Subjektif
- Pasien menjawab dengan singkat “ya”, “tidak”,
“tidak tahu”.
- Pasien tidak menjawab sama sekali
(Ah. Yusuf, dkk, 2015)

C. Pohon Masalah

Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi Efek

Isolasi sosial: menarik diri Core problem

Harga diri rendah Cause


(Nurhalimah, 2016)

D. Diagnosa Keperawatan
- Isolasi sosial
E. Intervensi
Tindakan Intervensi
1 2 3 4 5
Pasien 1. Identifikasi penyebab 1. Evalusi kegiatan 1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi kegiatan latihan 1. Evaluasi kegiatan latihan
isolasi sosial : siapa berkenalan (beberapa latihan berkenalan berkenalan (beberapa berkenalan, berbicara
yang serumah, siapa orang). Beri pujian (beberapa orang) & orang) & bicara saat saat melakukan kegiatan
yang dekat, yang tidak 2. Latih cara berbicara bicara saat melakukan dua kegiatan harian dan sosialisasi.
dekat dan apa saat melakukan melakukan dua harian, beri pujian Beri pujian
sebabnya kegiatan harian (latih kegiatan, beri pujian 2. Latih cara berbicara saat 2. Latih kegiatan harian
2. Keuntungan 2 kegiatan) 2. Latih cara berbicara melakukan kegiatan 3. Evaluasi tahapan
mempunyai teman dan 3. Masukkan pada saat melakukan harian (latih 2 kegiatan) kegiatan mencapai
bercakap-cakap jadwal kegiatan untuk kegiatan harian 3. Masukkan pada jadwal harapan masa depan
3. Kerugian mempunyai latihan berkenalan 2-3 (latih 2 kegiatan) kegiatan untuk latihan 4. Nilai kemampuan yang
teman dan tidak orang pasien, perawat 3. Masukkan pada berkenalan >5 orang telah mandiri
bercakap-cakap dan tamu, berbicara jadwal kegiatan pasien, perawat dan 5. Nilai apakah isolasi
4. Latih cara berkenalan saat melakukan untuk latihan tamu, berbicara saat sosial teratsi
dengan pasien dan kegiatan harian berkenalan 4-5 melakukan kegiatan
perawat atau tamu orang pasien, harian
5. Masukkan ke jadwal perawat dan tamu,
kegiatan untuk latihan berbicara saat
berkenalan melakukan kegiatan
harian
Keluarga 1. Diskusikan masalah 1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi keluarga dalam
yang dirasakan dalam keluarga dalam keluarga dalam keluarga dalam merawat/ melatih pasien
merawat pasien merawat/ melatih merawat/merawat merawat/melatih berkenalan, berbicara
2. Jelaskan pengertian, pasien berkenalan dan pasien berkenalan, berkenalan, berbicara saat melakukan kegiatan
tanda & gejala dan berbicara saat berbicara saat saat melakukan harian/ RT, berbelanja,
proses terjadinya melakukan kegiatan melakukan kegiatan kegiatan, dan beri pujian
isolasi sosial harian, beri pujian 2. Jelaskan cara berbelanja, berikan 2. Nilai kemampuan
3. Jelaskan cara merawat 2. Jelaskan kegiatan melatih pasien pujian keluarga merawat psien
isolasi sosial rumah tangga yang melakukan kegiatan 2. Jelaskan follow up ke 3. Nilai kemampuan
4. Latih dia cara merawat dapat melibatkan sosial seperti RSJ/PKM, tanda keluarga melakukan
berkenalan, berbicara pasien berbicara belanja, meminta kambuh rujukan control ke RSJ/ PKM
saat melakukan (makan, sholat sesuatu dll 3. Anjurkan membantu
kegiatan harian bersama) dirumah 3. Latih keluarga pasien sesuai jadwal dan
5. Anjurkan membantu 3. Latih cara mengajak pasien berikan pujian
pasien sesuai jadwal membimbing pasien belanja saat besuk
kegiatan dan beri berbicara dan berikan 4. Anjurkan membantu
pujian pujian pasien sesuai jadwal
4. Anjurkan membantu dan berikan pujian
pasien sesuai jadwal saat besuk
F. Implementasi
Pasien
1. SP 1P : Membina hubungan saling percaya, membantu klien mengenali penyebab
isolasi sosial, membantu klien mengenal keuntungan berhubungan dan kerugian
tidak berhubungan dengan orang lain dan mengajarkan pasien berkenalan
1. SP II P : Melatih pasien berkenalan 2-3 orang pasien, perawat dan tamu,
berbicara saat melakukan kegiatan harian
2. SP III P : Melatih pasien berkenalan 4-5 orang pasien, perawat dan tamu,
berbicara saat melakukan kegiatan harian
3. SP IV P : Melatih pasien berkenalan 4> orang pasien, perawat dan tamu, berbicara
saat melakukan kegiatan harian
4. SP VP : Melatih klien berkenalan, berbicara saat melakukan kegiatan harian dan
sosialisasi. Beri pujian
Keluarga
1. SP 1 K: Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang masalah isolasi sosial,
penyebab, dan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
2. Sp II K: Melatih cara membimbing pasien berbicara dan berikan pujian
3. Sp III K : Melatih keluarga mengajak pasien belanja saat besuk
4. Sp IV K: Menjelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh rujukan
5. Sp V K : Nilai kemampuan keluarga merawat pasien, membuat perencanaan
pulang bersama keluarga
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Orientasi
a) Salam terapeutik
b) Evaluasi
c) Kontrak : topic, waktu, tempat
2. Fase kerja
3. Fase terminasi
a) Evaluasi respon :
- Subyektif
- Obyektif
b) Kontrak : Topik, Waktu, Tempat
c) Rencana Tindak Lanjut
(Azizah, 2016)
G. Evaluasi
Perencanaan evaluasi memuat kriteria keberhasilan proses dan keberhasilan
intervensi. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan antara
proses dengan pedoman/rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan
dapat dilihat dengan membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dalam
kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang
telah dirumuskan sebelumnya. Metode penulisan evaluasi keperawatan dalam
progress notes/catatan perkembangan pasien dapat dilakukan dengan pendekatan
SOAP: (Febriana, D, 2017)
a. S (Subjective) : adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien
setelah tindakan diberikan
b. O (Objective) : adalah hasil yang di dapat berupa pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan
c. A (Analysis) : Isolasi Sosial (+)

d. P (Planing) : latihan cara berkenalan sebanyak 3 kali. (Febriana, D, 2017)

H. Terapi Aktivitas Kelompok


Terapi aktifitas yang cocok untuk klien isolasi social yaitu terapi aktivitas
kelompok sosialisasi (TAKS). Hal tersebut dikarenakan klien sering menyendiri
(menghindar dari orang lain), komunikasi berkurang (bicara apabila ditanya,jawaban
singkat), berdiam diri di kamar dalam posisi meringkuk, tidak melakukan kegiatan
sehari-hari, wajah tampak sedih dan sering menunduk yang menunjukkan bahwa klien
mengalami masalah dalam hubungan social ( isolasi social). Oleh karena itu terapi
aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS) cocok untuk memfasilitasi kemampuan klien
dengan masala hubungan social agar klien dapat bersosialisasi kembali dengan orang
lain maupun lingkungannya serta dapat meningkatkan hubungan interpersonal dan
kelompok. Terapi aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS) dilakukan dalam 7 sesi
dengan indikasi klien menarik diri yang sudah sampai pada tahap mampu berinteraksi
dalam kelompok kecil dan sehat secara fisik
a. Sesi 1: kemampuan memperkenalkan diri
b. Sesi 2: kemampuan berkenalan
c. Sesi 3: kemampuan bercakap-cakap
d. Sesi 4: kemampuan bercakap-cakap topik tertentu
e. Sesi 5: kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi
f. Sesi 6: kemampuan bekerjasama
g. Sesi 7: evaluasi kemampuan sosialisasi
(Azizah, 2016)
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Muhith.2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : CV. Andi Offset


Ah. Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta Selatan : Penerbit Salemba
Medika
Azizah Lilik,dkk. 2016, Buku Ajaran Keperawatan Kesehatan Jiwa, Yogyakarta : indomedia
Pustaka

Febriana, D, V. (2017) Konsep Dasar Keperawatan. Yogyakarta: Healthy


Nuratif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & Nanda Nic-Noc (Edisi 1). Yogyakarta: MediAction
Nurhalimah. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan : Keperawatan Jiwa. Kementrian
Kesehatan Republic Indonesia. Jakarta Selatan
Suerni1, Titik Dan Livana Ph. 2019. Gambaran Faktor Predisposisi Pasien Isolasi Sosial.
Jurnal Keperawatan Volume 11 No 1, Hal 57 - 66

Anda mungkin juga menyukai