Anda di halaman 1dari 5

Peran Mahasiswa Islam Terhadap Isu Agama Islam

Isu SARA adalah salah satu isu yang sedang berkembang dengan pesat di Indonesia
belakangan ini. Kepanjangan SARA yaitu Suku, Agama, Ras dan Antargolongan telah
menjadi salah satu pokok konflik sosial yang rupanya sangat sensitif bagi sebagian besar
publik. Salah satu alasannya adalah karena multikulturalisme yang terdapat dalam kehidupan
masyarakat Indonesia.

Banyak konflik di berbagai tempat terjadi karena isu SARA. Isu SARA merupakan
isu yang sensitif dan mudah menjadi pemicu perpecahan maupun konflik. Tak ada habisnya
perselisihan jika diawali dengan perbedaan SARA ini. Beberapa konflik sara terlebih Isu
Agama yang paling mengerikan yang pernah terjadi di Indonesia diantaranya Konflik antar
agama di Ambon (1999) Satu tahun pasca reformasi, Indonesia kembali menjadi perhatian.
Hal ini dikarenakan adanya konflik agama yang terjadi di Ambon sekitar tahun 1999. Konflik
ini akhirnya meluas dan menjadi kerusuhan buruk antara agama Islam dan Kristen yang
berakhir dengan banyaknya orang meninggal dunia. Orang-orang dari kelompok Islam dan
Kristen saling serang dan berusaha menunjukkan kekuatannya. Awalnya, konflik ini
dianggap sebagai konflik biasa. Namun, muncul sebuah dugaan jika ada pihak yang sengaja
merencanakan dengan memanfaatkan isu yang ada. Selain itu, TNI yang saat itu masih
bernama ABRI juga tak bisa menangani dengan baik, bahkan diduga sengaja melakukannya
agar konflik terus berlanjut dan mengalihkan isu-isu besar lainnya. Kerusuhan yang terjadi di
Ambon membuat kerukunan antar umat beragama di Indonesia jadi memanas hingga waktu
yang cukup lama. Lalu ada juga Konflik antar golongan agama (Ahmadiyah dan Syiah)
sekitar tahun 2000-an. Indonesia memiliki banyak sekali golongan-golongan dalam sebuah
agama. Misal Islam ada yang memposisikan sebagai NU, Muhammadiyah, hingga
Ahamdiyah. Sayangnya, ada beberapa golongan yang dianggap menyimpang hingga akhirnya
dimusuhi oleh golongan lain yang jauh lebih dominan. Konflik yang paling nampak terlihat
dari golongan Ahmadiyah yang mengalami banyak sekali tekanan dari kelompok mayoritas
di wilayahnya.

Adapun beberapa Isu Agama yang belakangan ini sempat menjadi perhatian Menteri
Agama Lukman Hakim Syaifuddin mengatakan, ada lima isu penting di bidang agama yang
saat ini jadi perhatian pemerintah. Isu-isu ini penting karena menyangkut kelangsungan hajat
hidup orang banyak. “Pertama tentang posisi penganut agama di luar agama yang diakui
pemerintah,” papar Menteri Syaifudin di Balikpapan, Senin (24/11). Para penganut agama
selain Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu, berharap keyakinan mereka
juga bisa disebutkan di dalam kartu tanda penduduk (KTP), akta kelahiran, buku nikah, dan
lain-lain dokumen yang mencantumkan kolom agama. Lebih jauh, mereka juga ingin praktik-
praktik ritualnya mendapat tempat sewajarnya di tengah masyarakat. Isu berikutnya adalah
pendirian rumah ibadah dan tempat ibadah. Menurut Menteri, sampai hari ini pendirian
tempat ibadah selalu memiliki potensi konflik, baik di kalangan para pengikut sesama agama
maupun antarumat beragama. Hingga tahun 1980-an misalnya, masyarakat yang berbeda
afiliasi organisasi keagamaan saja bisa berujung pada pembangunan tempat ibadah yang
berbeda walaupun mereka tinggal di lingkungan yang sama. Contoh mushalah
Muhammadiyah atau langgar NU, hingga masjid Ahmadiyah. Menteri juga melihat
banyaknya muncul gerakan keagamaan baru, yang semakin lama semakin menunjukkan
grafik peningkatan seiring dengan semakin terbukanya masyarakat karena informasi global.
"Keempat itu kekerasan antarumat beragama, terutama terhadap kelompok minoritas,"
ujarnya. Ia juga menambahkan, sebutan mayoritas dan minoritas tidak hanya berdasar
wilayah geografis tertentu, tetapi bisa hingga dalam ruang lingkup organisasi atau kelompok
tertentu. Seseorang yang bekerja pada sebuah perusahaan yang pemiliknya atau mayoritas
karyawan lainnya beragama berbeda, juga bisa rawan mendapatkan perlakuan kekerasan,
baik secara fisik maupun psikis. Hal kelima, menurut Menteri, adalah penafsiran keagamaan
yang sempit yang kemudian mengancam kelompok agama yang memiliki tafsir berbeda.
Penafsiran sempit ini bisa mengancam toleransi, malah sampai pada aksi kekerasan, baik
kepada antarumat beragama, maupun antara sesama penganut agama yang sama. Menteri
mencontohkan, bahwa ada kelompok yang memahami jihad sebagai perang terhadap musuh-
musuh yang memiliki keyakinan berbeda atau yang mendukung musuh berkeyakinan berbeda
itu. "Padahal, berperang di jalan Allah, hanya satu hal dari jihad. Setiap usaha yang sungguh-
sungguh untuk mendapatkan ridha Allah adalah jihad," tegas Menteri.

Namun pernahkan kita menyadari bahwa Islam pernah mempersatukan berbagai suku,
agama, ras, dan golongan? Dengan berbagai perbedaan itu, ternyata tidak menghalangi untuk
bersatu di bawah kepemimpinan Islam.

Rasulullah SAW telah memberikan contoh terbaik dalam menyatukan keberagaman


ini. Beliau wafat dengan meninggalkan Islam yang telah menyatukan Jazirah Arab serta
melumatkan kemusyrikan. Allah pun telah menyempurnakan agama dan nikmat-Nya
terhadap kaum Muslimin dan meridhai Islam menjadi agama mereka.
"Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam." (QS Ali Imran : 19).

Rasulullah juga memulai dakwahnya ke seluruh umat dan bangsa-bangsa yang


menjadi tetangganya dengan cara mengirim surat kepada raja-raja dan para penguasanya dan
mengirimkan ekspedisi-ekspedisi militer di perbatasan Romawi baik di Mu'tah maupun
Tabuk. Para Khulafaur Rasyidin pun mengikuti jejak Rasulullah. Mereka melakukan
pembebasan/penaklukan di berbagai negeri. Negeri-negeri yang dibebaskan/ditaklukkan
memiliki penduduk yang sangat heterogen. Ada yang beragama Nasrani, Majusi, Yahudi dan
agama-agama lain. Juga dengan berbagai macam bangsa. Ada Persia, Romawi, Syuriah,
Afrika Utara, Kaum Barbar, dan lain-lain. Pasca-Khulafaur Rasyidin, pembebasan pun
dilanjutkan oleh khalifah-khalifah berikutnya dari Bani Umayyah, Bani Abasiyyah, dan Bani
Ustmaniyyah. Keberagaman semakin tinggi karena wilayah penaklukan semakin luas.
Bermacam bahasa, agama, kebiasaan-kebiasaan, suku, dan lain-lain yang sangat banyak.
Perbedaan-perbedaan ini tentu berkonsekuensi perbedaan pemikiran dan jiwa. Perlu upaya
besar dan strategis untuk meleburkan dan membaurkan umat yang akan mengubah
perbedaan-perbedaan itu menjadi umat yang satu yang disatukan oleh agama, bahasa,
tsaqafah, dan undang-undang. Upaya ini tentu sangat sulit dan berat. Namun dari sejarah
panjang kaum muslimin maka dapat dilihat bahwa Islam mampu menyatukan perbedaan
tersebut selama hampir 14 abad.

Setelah kita mengetahui beberapa Isu Sara terlebih Isu Agama Islam yang pernah
terjadi di Indonesia. Lalu peran seperti apa yang harus kita lakukan sebagai Mahasiswa Islam
terhadap Isu SARA terlebih Isu Agama Islam ?

Setiap orang memiliki tugas yang sama untuk menjaga dan mempertahankan
keberagaman bangsa Indonesia sebagai bentuk ekspresi kenegarawanan atau sekurang-
kurangnya sebagai bentuk kepedulian kewarganegaraan. Kedewasaan beragama, berbangsa,
bernegara dan berpolitik adalah satu rentetan yang tidak terpisahkan dari wujud adanya
kebhinekaan kita hidup di negara yang kita cintai ini yaitu Indonesia. Keragaman suku,
agama, ras dan golongan adalah sebuah anugerah dari Tuhan yang Maha Esa yang harus kita
syukuri. Perbedaan pilihan politik tidak menjadikan kita terjebak dalam kehancuran
kerukunan yang selama ini terjaga. Isu-isu SARA harus dihadapi dan dinetralisir secara
bersama-sama dengan memegang erat tali persaudaraan kita sebagai bangsa Indonesia yang
satu dan utuh. Memahami dan memahamkan agama secara benar. Memperkokoh dan
mengedepankan politik toleransi yang berkeadaban serta menghargai atas keragaman agama.
Peran dan fungsi mahasiswa, dapat sebagai iron stock, agent of change, social control,
moral force dan guardian of value. Hal ini karena mahasiswa memiliki kemampuan dan juga
kesempatan untuk belajar di Perguruan Tinggi, sehingga dapat digolongkan dalam golongan
intelegensia. Dengan memiliki kesempatan yang ada, mahasiswa diharapkan kelak bisa
bertindak sebagai pemimpin yang mampu serta terampil, baik sebagai pemimpin masyarakat
maupun dalam dunia kerja nantinya; dapat menjadi daya penggerak yang dinamis bagi proses
modernisasi dalam kehidupan mayarakat (Kartono, 1985; Kahan and Rapoport, 1997; Ulfah,
2010). Sebagai agen perubahan, mahasiswa berpandangan bahwa seharusnya masyarakat
tidak perlu menanggapi isu-isu yang tidak sehat dan dapat membuat perpecahan. Untuk
mengatasi hal tersebut, maka harus dilakukan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat,
pemuda dan mahasiswa tentang seputar isu yang terjadi, pencerdasan mengenai hoax dan
menolak penyebaran isu yang tidak sehat. Mahasiswa perlu halnya menyadari dan bersikap
toleran terhadap perbedaan yang dihadapinya. Pertanyaan yang muncul apa makna pluralism
agama bagi kita dalam rangka hidup bersama? Apakah signifikasi pluralism agama bagi
masyarakat? pertanyaan ini berkaitan erat dengan pertanyaan berikutnya, bagaiamana
bersikap pluralism? Sikap sebagai seorang mahasiswa yang secara empati, jujur dan adil
menempatkan perbedaan pada tempatnya, yaitu hidup menghormati, memahami, dan
mengakui keberadan orang lain sebagiamana semestinya, memahami dan mengakui diri
sendiri. Dan tidak ada paksaan, tidak mementingkan diri, kelompok sendiri, keterusterangan,
keterbukaan, dan kritik kepada diri sendiri atau kelompok sendiri atau keluarga. Dengan
gambaran semacam ini itu dikatakan bahwa pluralism agama, bukanlah kenyataan yang
mengharuskan orang untuk saling menjatuhkan, saling merendahkan, atau
mencampuradukkan antara agama yang satu dengan agama yang lain. Tetapi justru
menempatkan pada posisi saling menghormati, saling mengakui dan bekerja sama. Kita dapat
belajar kekayaan spiritual serta nilai-nilai makna dari agama lain untuk memperkaya
pengalaman iman kita bukan belajar untk mencari-cari kekurangan dan melemahkan agama
lain untuk bisa memojokkan atau menganggap enteng atau menganggap agama yang lain
tidak benar. Dan agama sendirilah agama yang benar, dengan demikian pluralism adalah
kekayaan bersama.

Bertolak dari prinsip dasar tentang kesatuan umat manusia ini, al Qur’an selanjutnya
mempertimbangkan lokasi geografis : karena manusia hidup berbangsa dan bersuku-suku,
masing-masing dengan tempat kediamannya sendiri wajib bagi mereka semua berusaha
belajar untuk saling mengenal dan bekerja sama dalam dakwa kepada Allah. Islam melihat
umat islam sebagai suatu taman besar, dimana terdapat banyak macam warna bunga tetapi
tidak ada satupun warna yang lebih mulia dari warna lainnya. Tetapi tidaklah mudah bagi
pikiran manusia yang telah dirusak oleh kebiasaan prasangka regional, warna kulit, dan kelas
yang secara berangsur-angsur, selama berabad-abad menjadi struktur intelektual masyarakat,
untuk menerima pesan islam yang agung tentang persaudaraan yang universal ini. Kewajiban
islam untuk memperkenalkan paham-paham yang lebih sehat, teutama sekali secara
intelektual dengan harapan bahwa paham itu akhirnya akan meresap apa kehidupan manusia
dan membantu mereka untuk menegakkan suatu struktur sosial baru, yang secara umum
berdasarkan pada keimanan persaudaraan manusia dan amal solih..

Perdamaian adalah harapan setiap orang. Perdamaian tidak berarti membuat orang
tidak menghindar dari konflik, atau dari perbedaan, justru menghargai perbedaan. Dialog dan
rekonsiliasi merupakan kata kunci dari perdamaian. Minimal sebagai cara untuk memulihkan
keadaan pluralistic yang sudah teregregasi secara mengental, yang berakibat bukan saja
secara geografis, fisik, tetapi juga secara psikologis, emosional dan sangat menganggu pada
mental, kepercayaan sikap dan sebagainya. Pentingnya kemampuan mahasiswa untuk
mengahrgai berbagai perbedaan dan mengelola konflik. Dalam konteks ini pluralitas
merupakan realitas manusiawi alamiah, dimana konflik menjadi sebuah logika yang tidak
bisa ditolak dan perdamaian harus diusahakan. Indonesia adalah satu dari masyarakat yang
paling beragama di dunia. Indonesia, lebih 80 % adalah orang islam, tetapi Indonesia bukan
Negara islam. Indonesia merupakan Negara yang berdasarkan pada ideology nasional yang
dikenal dengan pancasila. Pancasila inilah yang menjadi basis perkembangan toleransi agama
dan pluralism atau keaneragaman di Indonesia.

Sebagai mahasiswa Fakultas Agama Islam Universitas Siliwangi yang diberikan


pembelajaran tentang menagemant konflik hendaknya dalam upaya penanggulangan konflik
SARA kita bisa meminimaliris agar tidak terjadi, dan apabila terjadi kita dapat mengambil
tindakat untuk melakukan penyelesaian konflik. Sebagai mahasiswa Fakultas Agama Islam
Universitas Siliwangi kita perlu toleran terhadap keanekaragaman Indonesia, yang
mempunyai pilar Bhinika Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu jua), itu merupakan
pilar yang menjunjung toleransi terhadap perbedaa-perbedaan yang ada, dan tentunya kita
sebagai mahasiswa hendaknya menjunjung pula pilar kebangsaan negara Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai