Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH AGAMA

INDAHNYA MEMBANGUN MAHLIGAI RUMAH TANGGA

DISUSUN OLEH:
 Viora Viken
KELAS: XII. MIPA

TAHUN AJARAN 2019-2020


SMAN 2 TILATANG KAMANG
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Apabila kita berbicara tentang pernikahan maka dapatlah kita memandangnya dari dua
buah sisi. Dimana pernikahan merupakan sebuah perintah agama. Sedangkan di sisi lain adalah
satu-satunya jalan penyaluran seks yang disahkan oleh agama. Dari sudut pandang ini, maka
pada saat orang melakukan pernikahan pada saat yang bersamaan dia bukan saja memiliki
keinginan untuk melakukan perintah agama, namun juga memiliki keinginan memenuhi
kebutuhan biologis nya yang secara kodrat memang harus disalurkan.

Sebagaimana kebutuhan lainnya dalam kehidupan ini, kebutuhan biologis sebenarnya juga
harus dipenuhi. Agama islam juga telah menetapkan bahwa satu-satunya jalan untuk
memenuhi kebutuhan biologis manusia adalah hanya dengan pernikahan, pernikahan
merupakan satu hal yang sangat menarik jika kita lebih mencermati kandungan makna tentang
masalah pernikahan ini. Di dalam al-Qur’an telah dijelaskan bahwa pernikahan ternyata juga
dapat membawa kedamaian dalam hidup seseorang (litaskunu ilaiha). Ini berarti pernikahan
sesungguhnya bukan hanya sekedar sebagai sarana penyaluran kebutuhan seks namun lebih
dari itu pernikahan juga menjanjikan perdamaian hidup bagi manusia dimana setiap manusia
dapat membangun surga dunia di dalamnya. Semua hal itu akan terjadi apabila pernikahan
tersebut benar-benar di jalani dengan cara yang sesuai dengan jalur yang sudah ditetapkan
islam.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas timbul permasalahan yang perlu dibahas sedikit tentang:
1. Definisi pernikahan
2. Hikmah/manfaat pernikahan
3. Tujuan Pernikah dalam islam
4. Hukum nikah
5. Bagaimana bimbingan memilih jodoh menurut islam

C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui makna dari pernikahan itu


2. Untuk memahami hikmah, hukum-hukum, dan tujuan pernikahan
3. Agar bisa memilih pasangan hidup dengan tepat menurut pandangan islam
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Pernikahan

v Pengertian Nikah Menurut Bahasa :

Kata nikah berasal dari bahasa arab yang didalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan
dengan Kawin / perkawinan, Nikah menurut bahasa mempunyai arti mengumpulkan,
menggabungkan, menjodohkan atau bersenggama (wath’i).

v Pengertian Nikah Menurut Istilah

Nikah menurut istilah syariat Islam adalah akad yang menghalalkan pergaulan antara laki – laki
dan perempuan yang tidak ada hubungan Mahram sehingga dengan akad tersebut terjadi hak
dan kewajiban antara kedua insan.

B. Ketentuan Pernikahan dalam Islam

Pada dasarnya Islam sangat menganjurkan kepada umatnya yang sudah mampu untuk
menikah. Namun karena adanya beberapa kondisi yang bermacam – macam, maka ada
beberapa ketentuan meliputi hukum, rukun dan syarat nikah yang dapat dibagi menjadi,

1. Hukum Nikah :

a. Sunnah, bagi orang yang berkehendak dan baginya yang mempunyai biaya sehingga dapat
memberikan nafkah kepada istrinya dan keperluan – keperluan lain yang mesti dipenuhi.

b. Wajib, bagi orang yang mampu melaksanakan pernikahan dan kalau tidak menikah ia akan
terjerumus dalam perzinaan. Sabda Nabi Muhammad SAW. :“Hai golongan pemuda, barang
siapa diantara kamu yang cukup biaya maka hendaklah menikah. Karena sesungguhnya nikah
itu menghalangi pandangan (terhadap yang dilarang oleh agama) dan memelihara kehormatan.
Dan barang siapa yang tidak sanggup, maka hendaklah ia berpuasa. Karena puasa itu adalah
perisai baginya.” (HR Bukhari Muslim).

c. Makruh, bagi orang yang tidak mampu untuk melaksanakan pernikahan Karena tidak
mampu memberikan belanja kepada istrinya atau kemungkinan lain lemah syahwat. Firman
Allah SWT :“Hendaklah menahan diri orang – orang yang tidak memperoleh (biaya) untuk
nikah, hingga Allah mencukupkan dengan sebagian karunia-Nya.” (An Nur / 24:33).
d. Haram, bagi orang yang ingin menikahi dengan niat untuk menyakiti istrinya atau menyia
– nyiakannya. Hukum haram ini juga terkena bagi orang yang tidak mampu memberi belanja
kepada istrinya, sedang nafsunya tidak mendesak.

e. Mubah, bagi orang – orang yang tidak terdesak oleh hal – hal yang mengharuskan segera
nikah atau yang mengharamkannya.

2. Rukun Nikah dan Syarat Nikah :

Rukun Nikah dan Syarat Nikah adalah 2 bagian yang saling terkait.

Rukun nikah ada 5 macam, di sertai dengan syarat-sayratnya yaitu :

a. Calon suami

Calon suami harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :


1) Beragama Islam
2) Benar – benar pria
3) Tidak dipaksa
4) Tidak sedang beristri empat
5) Bukan mahram calon istri
6) Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
7) Usia sekurang – kurangnya 19 Tahun

b. Calon istri

Calon istri harus memiliki syarat – syarat sebagai berikut :


1) Beragama Islam
2) Benar – benar perempuan
3) Tidak dipaksa
4) Halal bagi calon suami / Tidak Sedang Bersuami
5) Tidak sedang dalam masa iddah
6) Bukan mahram calon suami
7) Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
8) Usia sekurang – kurangnya 16 Tahun

c. Wali

Wali Nikah harus memenuhi syarat – syarat sebagi berikut :


1) Beragama Islam
2) Baligh (dewasa)
3) Berakal Sehat
4) Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
5) Adil (tidak fasik)
6) Mempunyai hak untuk menjadi wali
7) Laki – laki
“Janganlah perempuan mengawinkan perempuan yang lain dan janganlah pula perempuan
mengawinkan dirinya sendiri, karena perempuan yang berzina ialah yang mengawinkan dirinya
sendiri”. ( Riwayat ibn majah dan Daruqquthni ).

Yang berhak menjadi wali bukan sembarang orang, menurut Syafi’I, orang-orang yang berhak
menjadi wali yaitu :

1) Bapak
2) Kakek dari jalur Bapak
3) Saudara laki-laki kandung
4) Saudara laki-laki tunggal bapak
5) Kemenakan laki-laki (anak laki-lakinya saudara laki-laki sekandung)
6) Kemenakan laki-laki (anak laki-laki saudara laki-laki bapak)
7) Paman dari jalur bapak
8) Sepupu laki-laki anak paman
9) Hakim, bila sudah tidak ada wali –wali tersebut dari jalur nasab. Bila sudah benar-benar
tidak ditemui seorang kerabat atau yang dimaksud adalah wali di atas maka alternatif
berdasarkan hadis Nabi adalah pemerintah atau hakim kalau dalam masyarakat kita adalah
naib.
‫ ايما امراءة‬: ‫وعن سليمان ابن موسى عن الزهرى عن عروة عن عائشة رضى هللا عنها ان النبى صلى هللا عليه وسلم قال‬
‫ فاءن دخل بها فلها المهر بمااستحلى من فرجها فاءن اشتجروا فالسلطان‬,‫ فنكاحها باطل‬,‫نكحت بغيراذن وليها فنكاحها باطل‬
‫ولي من ال ولي له‬.

Wanita manapun yang kawin tanpa seizing walinya, maka pernikahannya batal, pernikahannya
batal. Bila (telah kawin dengan syah dan) telah disetubuhi, maka ia berhak menerima maskawin
(mahar) karena ia telah dinikmati kemaluannya dengan halal. Namun bila terjadi pertengkaran
diantara para wali, maka pemerintah yang menjadi wali yang tidak mempunyai wali.Wali dapat
di pindah oleh hakim bila jika terjadi pertentangan antar wali. Jika tidak adanya wali, ketidak
adaannya di sini yang dimaksud adalah benar-benar tidak ada satu kerabat pun, atau karena
jauhnya tempat sang wali sedangkan wanita sudah mendapatkan suami yang kufu’.

v Jenis-jenis wali nikah :


1) Wali mujbir: Wali dari bapaknya sendiri atau kakek dari bapa yang mempunyai hak
mewalikan pernikahan anak perempuannya atau cucu perempuannya dengan persetujuannya
(sebaiknya perlu mendapatkan kerelaan calon istri yang hendak dinikahkan)

2) Wali aqrab: Wali terdekat yang telah memenuhi syarat yang layak dan berhak menjadi wali

3) Wali ab’ad: Wali yang sedikit mengikuti susunan yang layak menjadi wali, jikalau wali aqrab
berkenaan tidak ada. Wali ab’ad ini akan digantikan oleh wali ab’ad lain dan begitulah
seterusnya mengikut susunan tersebut jika tidak ada yang terdekat lagi.

4) Wali raja/hakim: Wali yang diberi hak atau ditunjuk oleh pemerintah atau pihak berkuasa
pada negeri tersebut oleh orang yang telah dilantik menjalankan tugas ini dengan sebab-sebab
tertentu.

v Dua orang saksi

Dua orang saksi nikah harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :
1) Islam
2) Baligh (dewasa)
3) Berakal Sehat
4) Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
5) Adil (tidak fasik)
6) Mengerti maksud akad nikah
7) Laki – laki
Pernikahan yang dilakukan tanpa saksi tidak sah. Sabda Nabi SAW. :

“Tidak sah nikah melainkan dengan wali dan dua orang saksi yang adil.” (Riwayat Ahmad.)

v Ijab dan Qabul (Sighat)

Ijab yaitu suatu suatu pernyataan berupa penyerahan diri seorang wali perempuan atau
wakilnya kepada seorang laki-laki dengan kata-kata tertentu maupun syarat dan rukun yang
telah ditentukan oleh syara’.

Qabul yaitu suatu pernyataan penerimaan oleh pihak laki-laki terhadap pernyataan wali
perempuan atau wakilnya.

Contoh sebutan qabul(akan dilafazkan oleh bakal suami):”Aku terima nikahnya dengan Diana
Binti Daniel dengan mas kawin berupa seperangkap alat salat dibayar tunai” ATAU “Aku terima
Diana Binti Daniel sebagai istriku“.
Setelah qobul dilafalkan Wali/wakil Wali akan mendapatkan kesaksian dari para hadirin
khususnya dari dua orang saksi pernikahan dengan cara meminta saksi mengatakan lafal “SAH”
atau perkataan lain yang sama maksudya dengan perkataan itu.

Selanjutnya Wali/wakil Wali akan membaca doa selamat agar pernikahan suami istri itu kekal
dan bahagia sepanjang kehidupan mereka serta doa itu akan diAminkan oleh para
hadirinBersamaan itu pula, mas kawin/mahar akan diserahkan kepada pihak istri dan
selanjutnya berupa cincin akan dipakaikan kepada jari cincin istri oleh suami sebagai tanda
dimulainya ikatan kekeluargaan atau simbol pertalian kebahagian suami istri.Aktivitas ini
diteruskan dengan suami mencium istri.Aktivitas ini disebut sebagai “Pembatalan Wudhu”.Ini
karena sebelum akad nikah dijalankan suami dan isteri itu diminta untuk berwudhu terlebih
dahulu.

Suami istri juga diminta untuk salat sunat nikah sebagai tanda syukur setelah pernikahan
berlangsung. Pernikahan Islam yang memang amat mudah karena ia tidak perlu mengambil
masa yang lama dan memerlukan banyak aset-aset pernikahan disamping mas kawin,hantaran
atau majelis umum (walimatul urus)yang tidak perlu dibebankan atau dibuang.

C. Hikmah Pernikahan dalam Islam

1. Perkawinan Dapat Menentramkan Jiwa.

Dengan perkawinan orang dapat memenuhi tuntutan nafsu seksualnya dengan rasa aman dan
tenang, dalam suasana cinta kasih, dan ketenangan lahir dan batin.

Firman Allah SWT :

“Dan diantara tanda – tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptkan istri – istri dari jenismu
sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya.” (Ar Rum/30:21)

2. Perkawinan dapat Menghindarkan Perbuatan maksiat.

Salah satu kodrat manusia adalah penyaluran kodrat biologis. Dorongan biologis dalam rangka
kelangsugan hidup manusia berwujud nafsu seksual yang harus mendapat penyaluran
sebagaimana mestinya. Penyaluran nafsu seksual yang tidak semestinya akan menimbulkan
berbagai perbuatan maksiat, seperti perzinaan yang dapat megakibatkan dosa dan beberapa
penyakit yang mencelakakan. Dengan melakukan perkawinan akan terbuaka jalan untuk
menyalurkan kebutuhan biologis secara benar dan terhindar dari perbuatan – pebuatan
maksiad.

3. Perkawinan untuk Melanjutkan Keturunan


Dalam surah An Nisa ayat 1 ditegaskan bahwa manusia diciptakan dari yang satu, kemudian
dijadikan baginya istri, dan dari keduanya itu berkembang biak menjadi manusia yang banyak,
terdiri dari laki – laki dan perempuan.Memang manusia bisa berkembang biak tanpa melalui
pernikahan, tetapi akibatnya akan tidak jelas asal usulnya / jalur silsilah keturunannya. Dengan
demikian, jelas bahwa perkawinan dapat melestarikan keturunan dan menunjang nilai – nilai
kemanusiaan.

D. Pernikahan dalam UUPRI

Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974, memberikan definisi perkawinan sebagai berikut :

“Perkawinan adalah Ikatan lahir bathin antara seorang Pria dan seorang wanita sebagai Suami-
Isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
KeTuhanan Yang Maha Esa “ (2002 : 38)

Apabila definisi diatas kita telaah, maka terdapatlah Lima unsur didalamnya :
1. Ikatan lahir bathin.
2. Antara seorang Pria seorang wanita.
3. Sebagai suami-istri.
4. Membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal.
5. Berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa.
Didalam Lima Unsur diatas penulis akan mencoba memberikan penjelasan khusus yaitu unsur
pertama dan yang kedua sehingga akan jelas pemahamannya :

1. Ikatan lahir batin.

Yang dimaksud dengan ikatan lahir batin adalah, bahwa ikatan itu tidak hanya cukup dengan
ikatan lahir saja atau batin saja, Akan tetapi kedua-duanya harus terpadu erat. Suatu ikatan
lahir merupakan ikatan yang dapat dilihat dan mengungkapkan adanya hubungan hukum
antara seorang pria dan seorang wanita untuk hidup bersama sebagai suami-isteri, dengan kata
lain hal itu disebut dengan hubungan formal, hubungan formal ini nyata baik bagi prihal
mengikatkan dirinya maupun bagi pihak ketiga, sebaliknya suatu ikatan batin merupakan
hubungan yang tidak formal, suatu ikatan yang tidak nampak, tidak nyata yang hanya dirasakan
oleh pihak-pihak yang bersangkutan, ikatan batin ini merupakan dasar ikatan lahir. Ikatan batin
ini yang dapat dijadikan dasar pundasi dalam membentuk dan membina keluarga yang bahagia.

Dalam membina keluarga yang bahagia sangatlah perlu usaha yang sungguh-sungguh untuk
meletakkan perkawinan sebagai ikatan Suami- Istri atau calon Suami- Istri dalam kedudukan
mereka yang semestinya dan suci seperti yang disejajarkan oleh Agama yang kita anut masing
dalam Negara yang berdasarkan Pancasila. Perkawinan bukan hanya menyangkut unsur lahir
akan tetapi juga menyangkut unsur bathiniah.
2. Antara seorang pria dan seorang wanita.

Ikatan perkawinan hanya boleh terjadi antara seorang pria dan seorang wanita, dengan
demikian dapat ditarik kesimpulan, yaitu hubungan perkawinan selain antara pria dan wanita
tidaklah mungkin terjadi misalnya antara seorang pria dengan seorang pria atau seorang wanita
dengan wanita ataupun antara seorang wadam dan wadam lainnya. Dan dalam unsur kedua ini
terkandung Asas monogami.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir
atau jasmani, akan tetapi juga mempunyai unsur batin atau rohani yang mempunyai peranan
sangat penting dalam membentuk keluarga yang bahagia dan sejahtera.

Pasal 2:

a. Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan
kepercayaanya itu.

b. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 3 :

a. Pada dasarnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang
istri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.

b. Pengadilan dapat memberikan ijin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang
apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Pasal 4 :

a. Dalam hal Seorang suami, akan beristri, lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam
pasal 3 ayat 2 undang-undang ini maka ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di
Daerah tempat tinggalnya.

b. Pengadilan yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini hanya memberikan ijin kepada seorang
suami yang akan bertistri lebih dari seorang apabila :

1) Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai seorang Isteri.

2) Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

3) Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.


Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 menentukan bahwa untuk dapat melangsungkan
perkawinan harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 yang
berbunyi :

1) Perkawinan harus didasarkan persetujuan kedua mempelai

2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus lah
mendapat ijin kedua orang tuanya.

3) Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan
tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka ijin yang dimaksud ayat 2 pasal ini cukup
diperoleh dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.

4) Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk
menyatakan kehendaknya, maka ijin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga
yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan keatas selama mereka masih hidup
dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.

5) Dalam hal perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam ayat 2, 3 dan 4
pasal ini atau salah seorang atau lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka
Pengadilan dalam Daerah hukumnya tempat tinggal orang yang akan melangsungkan
perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberri ijin setelah lebih dahulu
mendengar orang-orang tersebut dalam ayat 2, 3 dan 4 pasal ini.

6) Ketentuan tersebut ayat 1 sampai dengan ayat 5 pasal ini berlaku sepanjang hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaan itu dari yang bersangkutan tidak menentukan yang
lainya.

Pasal 7 :

1) Perkawinan hanya dijinkan jika Pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak Wanita
sudah mencapai umur 16 tahun

2) Dalam hal penyimpangan terhadap ayat 1 pasal ini dapat memberikan dispensasi kepada
Pengadilan atau pejabat Lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak
wanita.

3) Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua orang tua tersebut
dalam pasal 6 ayat 3 dan 4 undang-undang ini, berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi
tersebut ayat 2 pasal ini dengan tidak mengurangi yang dimaksud dalam pasal 6 ayat 6.

Oleh karena perkawinan mempunyai maksud agar suami dan istri dapat membentuk keluarga
yang kekal dan bahagia, dan sesuai pula dengan hak Asasi manusia, maka perkawinan harus
disetujui oleh kedua belah pihak yang melangsungkan perkawinan tersebut, tanpa adanya
paksaan dari pihak manapun. Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 menganut beberapa prinsip
dalam perkawinan yaitu:

1) Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal untuk itu suami-
istri perlu saling membantu, melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan
kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan material dan spiritual.

2) Bahwa suatu perkawinan adalah sah bila mana dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu dan perkawinan itu harus dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

3) Undang-undang nomor 1 tahun 1974 menganut asas monogami hanya apabila dikehendaki
oleh orang yang bersangkutan karena hukum dan agama dan yang bersangkutan yang
mengijinkan seorang suami dapat beristri lebih dari seorang meskipun dikehendaki oleh pihak-
pihak yang bersangkutan hanya dapat dilakukan apabila memenuhi syarat-syarat tertentu dan
diputuskan oleh pengadilan.

4) Bahwa calon Suami-istri harus betul-betul siap jiwa dan raganya untuk dapat melakukan
dan melangsungkan perkawinan agar supaya dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara
tanpa berakhir dengan perceraian dan mendapatkan keturunan yang baik dan sehat.

5) Karena tujuan perkawinan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal serta
sejahtera, maka undang-undang ini menganut prinsip mempersatukan terjadinya perceraian
untuk dapat memungkinkan perceraian harus ada alasan-alasan tertentu dan harus dilakukan
didepan Sidang Pengadilan.

6) Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kewajiban suami baik dalam
kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan rumah masyarakat sehingga dengan
demikian segala sesuatu diputuskan bersama.

E. Hak dan Kewajiban Suami-Istri

Berikut ini adalah beberapa hak dan kewajiban pasangan suami isteri yang baik :

1. Kewajiban Suami :
a) Memberi nafkah keluarga agar terpenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan.
b) Membantu peran istri dalam mengurus anak
c) Menjadi pemimpin, pembimbing dan pemelihara keluarga dengan penuh tanggung jawab
demi kelangsungan dan kesejahteraan keluarga
d) Siaga / Siap antar jaga ketika istri sedang mengandung / hamil.
e) Menyelesaikan masalah dengan bijaksana dan tidak sewenang-wenang
f) Memberi kebebasan berpikir dan bertindak pada istri sesuai ajaran agama agar tidak
menderita lahir dan batin.

2. Hak Suami :
a) Isteri melaksanakan kewajibannya dengan baik sesuai ajaran agama seperti mendidik anak,
menjalankan urusan rumah tangga, dan sebagainya.
b) Mendapatkan pelayanan lahir batin dari istri
c) Menjadi kepala keluarga memimpin keluarga

3. Kewajiban Isteri :
a) Mendidik dan memelihara anak dengan baik dan penuh tanggung jawab.
b) Menghormati serta mentaati suami dalam batasan wajar.
c) Menjaga kehormatan keluarga.
d) Menjaga dan mengatur pemberian suami (nafkah suami) untuk mencukupi kebutuhan
keluarga.
e) Mengatur dan mengurusi rumah tangga keluarga demi kesejahteraan dan kebahagiaan
keluarga.

4. Hak Istri :
a) Mendapatkan nafkah batin dan nafkah lahir dari suami.
b) Menerima maskawin dari suami ketika menikah.
c) Diperlakukan secara manusiawi dan baik oleh suami tanpa kekerasan dalam rumah tangga
/ kdrt.
d) Mendapat penjagaan, perlindungan dan perhatian suami agar terhindar dari hal-hal buruk.

3. Kewajiban Suami dan Istri :


a) Saling mencintai, menghormati, setia dan saling bantu lahir dan batin satu sama lain.
b) Memiliki tempat tinggal tetap yang ditentukan kedua belah pihak.
c) Menegakkan rumah tangga.
d) Melakukan musyawarah dalam menyelesaikan problema rumah tangga tanpa emosi.
e) Menerima kelebihan dan kekurangan pasangan dengan ikhlas.
f) Menghormati keluarga dari kedua belah pihak baik yang tua maupun yang muda.
g) Saling setia dan pengertian.
h) Tidak menyebarkan rahasia / aib keluarga.

4. Hak Suami dan Istri :


1) Mendapat kedudukan hak dan kewajiban yang sama dan seimbang dalam keluarga dan
masyarakat.
2) Berhak melakukan perbuatan hukum.
3) Berhak diakui sebagai suami isteri dan telah menikah jika menikah dengan sah sesuai
hukum yang berlaku.
4) Berhak memiliki keturunan langsung / anak kandung dari hubungan suami isteri.
5) Berhak membentuk keluarga dan mengurus kartu keluarga.
F. Hikmah pernikahan

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Arti dari pernikahan disini adalah bersatunya dua insane dengan jenis berbeda yaitu laki-
laki dan perempuan yang menjalin suatu ikatan dengan perjanjian atau akad.

2. Hikmah dalam pernikahannya itu yaitu :

a) Mampu menjaga kelangsungan hidup manusia dengan jalan berkembang biak dan
berketurunan.

b) Mampu menjaga suami istri terjerumus dalam perbuatan nista dan mampu mengekang
syahwat seta menahan pandangan dari sesuatu yang diharamkan.

c) Mampu menenangkan dan menentramkan jiwa denagn cara duduk-duduk dan


bencrengkramah dengan pacarannya.

d) Mampu membuat wanita melaksanakan tugasnya sesuai dengan tabiat kewanitaan yang
diciptakan.

3. Tujuan pernikahan :

a) Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi

b) Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur

c) Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami

d) Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah

e) Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih


B. Saran

Dari beberapa uraian diatas jelas banyaklah kesalahan serta kekeliruan, baik disengaja maupun
tidak, dari itu kami harapkan kritik dan sarannya untuk memperbaiki segala keterbatasan yang
kami punya.

DAFTAR PUSAKA
http://www.masuk-islam.com/pembahasan-mengenai-nikah-lengkap-pengertian-nikah-rukun-
dan-syarat-nikah-dalil-nikah-hukum-nikah-tujuan-dan-manfaat-nikah.html

http://islammakalah.blogspot.co.id/p/blog-page_27.html

http://www.pengertianpakar.com/2015/03/pengertian-dan-tujuan-pernikahan.html#_

http://bloghukumumum.blogspot.co.id/2010/04/pengertian-perkawinan-menurut-
undang.html

http://promosinet.com/keluarga/tips-keluarga/745-hak-dan-kewajiban-suami-isteri-dalam-
keluarga-rumah-tangga-demi-kebahagiaan-lahir-batin.html

Anda mungkin juga menyukai