Zetri Novi Yanti, 18871016

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 22

ESENSI PENUMBUHAN BELAJAR MANDIRI DALAM PELAKSANAAN

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


(STUDI KASUS DI SMK IT RR Rejang Lebong)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri

seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam

berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku,

ketrampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada

individu yang belajar. Belajar merupakan proses aktif. Belajar adalah proses mereaksi

terhadap semua situasi yang ada disekitar individu.

Belajar adalah suatu proses yang diarahkan kepada satu tujuan, proses berbuat

melalui berbagai pengalaman. Belajar adalah suatu proses melihat, mengamati,

memahami sesuatu yang dipelajari. Apabila kita membicarakan tentang belajar, maka

kita membicarakan tentang cara mengubah tingkah laku seseorang atau individu

melalui berbagai pengalaman yang ditempuhnya.1

Belajar merupakan kegiatan ilmiah manusia. Manusia dapat bertahan dan

hidup sejahtera karena belajar. Manusia melakukan kegiatan belajar dengan tujuan

agar dapat memiliki kemampuan untuk menjawab tantangan alam. Manusia belajar

secara mandiri atau secara individual. Belajar mandiri juga merupakan belajar di masa

depan. Di satu sisi tantangan kehidupan semakin keras, dan masalah yang menghadap

kehidupan manusia semakin banyak, di sisi lain biaya pendidikan semakin mahal. 2 Di

samping itu ada pula sisi positifnya dalam masa sekarang ini, yaitu semakin

tersedianya sumber-sumber belajar yang dapat dipelajari sendiri tanpa banyak bantuan
1
Nana Sudjana 2010. Dasar-dasar Proses Belajar, Sinar Baru Bandung
2
Nasution, S.2007. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Bina Aksara.
dari orang lain. Contoh utamanya berupa pustaka, baik pustaka konvensional maupun

elektronik. Kegiatan belajar mandiri dapat diawali dengan kesadaran adanya masalah,

sehingga menimbulkan niat melakukan kegiatan belajar secara sengaja untuk

menguasai suatu kompetensi yang diperlukan guna mengatasi masalah.

Kegiatan belajar tersebut berlangsung dengan ataupun tanpa bantuan orang

lain. Maka belajar mandiri secara fisik dapat berupa belajar sendiri atau bersama

orang lain, dengan atau tanpa bantuan guru profesional. Belajar mandiri yang

merupakan kemampuan dasar manusia sedikit terganggu oleh sistem pendidikan yang

bersifat guru sentris. Proses pembelajaran dirancang melalui kurikulum yang

instruktif dan guru bertugas sebagai pelaksananya. Hal tersebut menyebabkan

kemampuan alamiah belajar mandiri manusia kurang berkembang. Pelatihan

kemampuan belajar mandiri dalam konteks sistem pendidikan tradisional menyangkut

segi penumbuhan niat pada diri siswa untuk belajar, dan pengembangan kemampuan

teknis belajar. Kemampuan belajar mandiri yang dikembangkan selama siswa belajar

dalam sistem pendidikan formal, dapat menjadi bekal yang berguna untuk melakukan

pembelajaran sepanjang hidup selepas siswa dari sistem pendidikan formalnya.

Pembelajaran sepanjang hidup diperlukan karena masalah akan selalu timbul di dalam

perjalanan hidup setiap orang.3

Berdasarkan wawancara yang terdahulu yang dilakukan dengan guru PAI di

kelas XI SMK IT RR Rejang Lebong pada bulan Desember 2018. Dari observasi awal

penelitian peneliti menemukan fenomena bahwa diseklah ni telah menerapka belajar

mandiri, setelah peneliti membandingkan dengan seklah seklah lain ditemukan

aktifitas belajar mandiri yang tidak ditemukan dari sekolah sekolah lain sehingga

memunculkan fenomena yang baik untuk diteliti. Maka peneliti melakukan penelitian

3
Sutikno, Sobri, M. 2008. Belajar dan Pembelajaran. Bandung : Prospect.
tentang Esensi Penumbuhan Belajar Mandiri Dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama

Islam (STUDI KASUS DI SMK IT RR Rejang Lebong ).

B. Fokus Masalah

Untuk mempermudah peneliti untuk menganalisis hasil penelitian, maka

penelitian ini difokuskan terhadap guru PAI, siswa kelas XI dan Esensi Penumbuhan

Belajar Mandiri Dalam Pelaksanaan PAI di SMK IT RR Rejang Lebong.

C. Rumusan masalah :

1. Apa saja Faktor menemukan belajar mandiri ?

2. Apa sajakah penghambat dari belajar mandiri ?

3. Bagaimana menumbuhkan belajar madiri ?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada latar belakang masalah dan fokus penelitian, maka Tujuan

Penelitian yang digapai adalah:

1. Untuk mengetahui beberapa Faktor menemukan belajar mandiri

2. Untuk mengetahui menumbuhkan belajar madiri

3. Untuk mengetahui penghambat dari belajar mandiri

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini di harapkan dapat memberikan informasi kepada guru dan perta

didik (murid), dan peneliti, agar dapat menambah wawasan bagaimana Esensi

Penumbuhan Belajar Mandiri Dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam.


2. Manfaat Praktis

Hasil yang didapatkan dari penelitian ini dapat memberikan sumbangan

pemikiran dalam proses belajar mengajar di kelas. Secara praktis sebagai ilmu

atau sebagai bahan informasi bagi siapapun yang mengabdi dalam bidang

pendidikan.

a. Bagi guru

Menjadi sumbangan pengetahuan sebagai seebagai sumber proses

pembelajaran yang ada didalam kelas dan menjadi bahan informasi bagi

seseorang yang bekerja sebagai pendidik.

b. Bagi siswa

Menjadi bahan informasi, dan pengetahuan untuk mengetaui informasi

tentang pelaksanaan proses pembelajaran pada materi PAI dan sebagi sumber

baca untuk siswa.

II. LANDASAN TEORI

A. Belajar Mandiri

1. Pengertian Belajar Mandiri

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 1988: 625),

kemandirian adalah keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang

lain. Pengertian belajar mandiri menurut adalah sebagai berikut:

a. Setiap individu berusaha meningkatkan tanggung jawab untuk mengambil

berbagai keputusan.

b. Belajar mandiri dipandang sebagai suatu sifat yang sudah ada pada setiap

orang dan situasi pembelajaran.

c. Belajar mandiri bukan berarti memisahkan diri dengan orang lain.


d. Dengan belajar mandiri, siswa dapat mentransferkan hasil belajarnya yang

berupa pengetahuan dan keterampilan ke dalam situasi yang lain.

e. Siswa yang melakukan belajar mandiri dapat melibatkan berbagai sumber

daya dan aktivitas, seperti: membaca sendiri, belajar kelompok, latihan-

latihan, dialog elektronik, dan kegiatan korespondensi.

f. Peran efektif guru dalam belajar mandiri masih dimungkinkan, seperti

dialog dengan siswa, pencarian sumber, mengevaluasi hasil, dan memberi

gagasan-gagasan kreatif.

g. Beberapa institusi pendidikan sedang mengembangkan belajar mandiri

menjadi program yang lebih terbuka (seperti Universitas Terbuka) sebagai

alternatif pembelajaran yang bersifat individual dan programprogram

inovatif lainnya.4

Dari pengertian belajar mandiri menurut Hiemstra di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa belajar mandiri adalah perilaku siswa dalam mewujudkan

kehendak atau keinginannya secara nyata dengan tidak bergantung pada orang

lain, dalam hal ini adalah siswa tersebut mampu melakukan belajar sendiri, dapat

menentukan cara belajar yang efektif, mampu melaksanakan tugas-tugas belajar

dengan baik dan mampu untuk melakukan aktivitas belajar secara mandiri.

2. Kegiatan-kegiatan Belajar Mandiri

Kegiatan-kegiatan yang perlu diakomodasikan dalam pelatihan belajar

mandiri adalah sebagai berikut:

a. Adanya kompetensi-kompetensi yang ditetapkan sendiri oleh siswa untuk

menuju pencapaian tujuan-tujuan akhir yang ditetapkan oleh program

pelatihan untuk setiap mata pelajaran.


4
Hiemstra. (1994). Self-Directed Learning. In T. Husen & T. N Postlethwaite (Eds.). The International
Encyclopedia of Education (Second Edition). Oxford : Pergamon Press.
b. Adanya proses pembelajaran yang ditetapkan sendiri oleh siswa.

c. Adanya input belajar yang ditetapkan dan dicari sendiri. Kegiatankegiatan

itu dijalankan oleh siswa, dengan ataupun tanpa bimbingan guru.

d. Adanya kegiatan evaluasi diri (self evaluation) yang dilakukan oleh siswa

sendiri.

e. Adanya kegiatan refleksi terhadap proses pembelajaran yang telah dijalani

siswa.

f. Adanya past experience review atau review terhadap pengalaman

pengalaman yang telah dimiliki siswa.

g. Adanya upaya untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa.

h. Adanya kegiatan belajar aktif.5

Berdasarkan uraian tentang kegiatan-kegiatan dalam pelatihan belajar

menurut Haris Mudjiman di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa siswa

yang memiliki kemandirian belajar adalah siswa yang mampu menetapkan

kompetensi-kompetensi belajarnya sendiri, mampu mencari input belajar sendiri,

dan melakukan kegiatan evaluasi diri serta refleksi terhadap proses pembelajaran

yang dijalani siswa.

3. Aspek Belajar Mandiri

Dalam keseharian siswa sering dihadapkan pada permasalahan yang

menuntut siswa untuk mandiri dan menghasilkan suatu keputusan yang baik. Song

and Hill (2007: 31-32) menyebutkan bahwa kemandirian terdiri dari beberapa

aspek, yaitu :

a. Personal Attributes

5
Haris Mudjiman, 2009. Belajar Mandiri. Universitas Sebelas Maret Press.
Personal attributes merupakan aspek yang berkenaan dengan

motivasi dari pebelajar, penggunaan sumber belajar, dan strategi belajar.

Motivasi belajar merupakan keinginan yang terdapat pada diri seseorang

yang merangsang pebelajar untuk melakukan kegiatan belajar. Ciri-ciri

motivasi menurut Worrel dan Stillwell dalam Harliana (1998) antara lain:

(a) tanggung jawab (mereka yang memiliki motivasi belajar merasa

bertanggung jawab atas tugas yang dikerjakannya dan tidak meninggalkan

tugasnya sebelum berhasil menyelesaikannya), (b) tekun terhadap tugas

(berkonsentrasi untuk menyelesaikan tugas dan tidak mudah menyerah),

(c) waktu penyelesaian tugas (berusaha menyelesaikan setiap tugas dengan

waktu secepat dan seefisien mungkin), (d) menetapkan tujuan yang realitas

(mampu menetapkan tujuan realistis sesuai dengan kemampuan yang

dimilikinya, mampu berkonsentrasi terhadap setiap langkah untuk

mencapai tujuan dan mengevaluasi setiap kemajuan yang telah dicapai.

b. Processes

Processes merupakan aspek yang berkenaan dengan otonomi

proses pembelajaran yang dilakukan oleh pebelajar meliputi perencanaan,

monitoring, serta evaluasi pembelajaran. Kegiatan perencanaan meliputi:

(a) mengelola waktu secara efektif (pembuatan jadwal belajar, menyusun

kalender studi untuk menulis atau menandai tanggal-tanggal penting dalam

studi, tanggal penyerahan tugas makalah, tugas PR, dan tanggal penting

lainnya, mempersiapkan buku, alat tulis, dan peralatan belajar lain), (b)

menentukan prioritas dan manata diri (mencari tahu mana yang paling

penting dilakukan terlebih dahulu dan kapan mesti dilakukan).


Kegiatan monitoring dalam pembelajaran dengan menggunakan

model Cooperative Learning tipe Kepala Bernomor Terstruktur antara lain,

(a) aktif melakukan diskusi dalam kelompok (b) berani mengemukakan

pendapat pada saat diskusi berlangsung, (c) aktif bertanya saat menemui

kesulitan baik terhadap teman maupun guru, (d) membuat catatan apabila

diperlukan, (e) tetap melaksanakan kegiatan pembelajaran meskipun guru

tidak hadir. Sedangkan yang termasuk kegiatan evaluasi pembelajaran

antara lain, (a) memperhatikan umpan balik dari tugas yang telah

dilaksanakan sehingga dapat diketahui letak kesalahannya, (b)

mengerjakan kembali soal/ tes di rumah, dan (c) berusaha memperbaiki

kesalahan yang telah dilakukan.6

c. Learning Context

Fokus dari learning context adalah faktor lingkungan dan

bagaimana faktor tersebut mempengaruhi tingkat kemandirian pebelajar.

Ada beberapa faktor dalam konteks pembelajaran yang dapat

mempengaruhi pengalaman mandiri pebelajar antara lain, structure dan

nature of task. Struktur dan tugas dalam konteks pembelajaran ini

misalnya, siswa belajar dengan struktur (cara kerja) model pembelajaran

Cooperatif Learning tipe Kepala Bernomor Terstruktur dan mengerjakan

tugas kelompok dalam LKS.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

kemandirian belajar siswa merupakan suatu bentuk belajar yang

memberikan kesempatan kepada siswa untuk menentukan tujuan belajar,

perencanaan belajar, sumber-sumber belajar, mengevaluasi belajar, dan

6
Tahar, I. (2006). Hubungan kemandirian belajar dan hasil belajar pada pendidikan jarak jauh. Jurnal
Pendidikan dan Jarak Jauh, 7(2), 91-101.
menentukan kegiatan belajar sesuai dengan kebutuhannya sendiri. Aspek

yang menunjukkan kemandirian belajar siswa dalam penelitian ini, yaitu

personal attributes, processes, dan learning context. Dalam pembelajaran

matematika, kemandirian belajar dapat dilakukan dalam kegiatan

berdiskusi. Semakin besar peran aktif siswa dalam berbagai kegiatan

tersebut, mengindikasikan bahwa siswa tersebut memiliki kemandirian

belajar yang tinggi.

B. Pembelajaran PAI ( Pendidikan Agama Islam )

1. Pengertian Pembelajaran PAI

Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai

tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadi

atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi karena siswa memperoleh

sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa

adalah keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh -tumbuhan, manusia atau hal-hal

yang akan dijadikan bahan belajar.

Pendidikan dalam wacana keislaman lebih populer dengan istilah tarbiyah,

ta’lim, ta’bid, riyadhah, irsyad, dan tadris7. Masing-masing istilah tersebut memiliki

keunikan makna tersendiri ketika sebagian atau semuanya disebut secara bersamaan.

Namun, kesemuanya akan memiliki makna yang sama jika disebut salah satunya,

sebab salah satu istilah itu sebenarnya mewakili istilah yang lain. Atas dasar itu,

dalam beberapa buku pendidikan Islam, semua istilah itu digunakan secara

bergantian dalam mewakili peristilahan pendidikan Islam. "Pendidikan agama

Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan

peserta didik untuk meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam melalui

7
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2005), hal. 132
kegiatan bimbingan pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan."8 GBPP PAI menjelaskan sebagaimana yang dikutip

oleh Muhaimin dan Sutiah bahwa: Pendidikan agama Islam adalah usaha sadar

untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan

agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan dengan

memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan

antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan Nasional.9

Jadi Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar dan sistematis yang

dilakukan orang lain atau pendidik untuk mempersiapkan peserta didik agar mampu

menghayati dan mengamalkan ajaran Islam sehingga pada akhirnya dapat mencapai

kebahagiaan di dunia dan akhirat sehingga antara dunia dan akhirat dapat

berkeseimbangan dengan baik.

Penelitian ini ingin mengungkap tentang kemampuan guru dalam mengelola

pembelajaran (aspek pedagogik). Jika guru berhasil dalam mengelola proses

pembelajaran, maka dimungkinkan siswa akan memiliki pemahaman,penghayatan,

dan kemampuan dalam mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan sehari-

hari sesuai dengan yang diharapkan oleh tujuan pendidikan agama Islam. Penelitian

ini diharapkan dapat memberikan dampak atau manfaat bagi dunia pendidikan,

baik secara teoritis maupun praktis di lapangan yang kemudian dapat dijadikan

pegangan oleh guru PAI dalam melaksanakan pembelajaran di sekolah/madrasah.10

a. Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam

Dasar atau fundamental adalah merupakan suatu landasan yang dijadikan

pegangan dalam menyelenggarakan pendidikan. Dalam pelaksanaan pendidikan

8
Abdul Majid dan Dian Andayani,... h. 132.
9
Muhaimin dan Suti'ah, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama
Islam di Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 76.
10
Yasin, A. F. (2012). Pengembangan Kompetensi Pedagogik guru pendidikan Agama islam di
madrasah (studi kasus di MIN Malang I). El-QUDWAH.
agama Islam di sekolah harus mempunyai dasar yang kuat. Dasar pelaksanaan

pendidikan agama Islam tersebut antara lain:

1) Dasar Religius

“Dasar pendidikan agama Islam adalah: Firman Allah dan Sunnah

Rasulullah. Dengan kata lain perkataan bahwa dasar pendidikan agama

Islam adalah al-Qur'an dan Hadits, maka pendidikan agama yang tertanam

dalam jiwa seseorang, tak semudah digoyahkan oleh keadaan maupun situasi

apapun. Sehingga mereka dapat mentaati kedua dasar tersebut dengan selamat

dan sejahtera.

2) Dasar Yuridis

Dasar Yuridis yaitu dasar pelaksanaan pendidikan agama yang berasal

dari perundang-undangan yang berlaku dalam negara Indonesia yang secara

langsung atau tidak langsung dapat dijadikan pegangan untuk melaksanakan

pendidikan agama. Dasar-dasar pelaksanaan pendidikan agama yang berasal

dari peraturan undang-undang, yang secara langsung maupun tidak langsung

dapat di jadikan gangan dalam melaksanakan pendidikan agama di sekolah-

sekolah ataupun dilembaga-lembaga pendidikan formal di Indonesia. Dalam

hal ini dasar dari segi yuridis seperti dasar ideal, dasar structural, dan dasar

operasional. Dan termasuk dalam UUD 1945 dalam bab XI pasal 29 ayat1 dan

ayat 2 yang berbunyi:

a) Negara berdasarkan atas ketuhanan yang Maha Esa

b) Degara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk

agamanya masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaan

itu.
c) Dasar Kemanusiaan Yakni dasar pelaksanaan pendidikan agama Islam

yang merupakan dasar untuk penyampaian materi atau bahan pelajaran

yang secara garis besar mewujudkan keserasian, keselarasan dan

keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia

dengan semua manusia dan hubungan manusia dengan makhluk lainnya.

Pendidikan agama Islam baik sebagai bagian dari pendidikan maupun sebagai

mata pelajaran tentulah mempunyai tujuan. Menurut Muhaimin, pendidikan agama

Islam secara umum bertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman,

penghayatan dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi

manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt, serta berakhlak mulia

dalam kehidupan pribadi, masyarakat, berbangsa dan bernegara.11

Sedangkan menurut Majid dan Andayani, Pendidikan agama Islam di

sekolah/madrasah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan

melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta

pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim

yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan bernegara,

serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.12

Berbicara tentang pendidikan agama Islam, baik makna atau tujuan haruslah

mengacu pada penanaman nilai-nilai Islam dan tidak dibenarkan melupakan etika

sosial atau moralitas sosial. Penanaman nilai-nilai ini juga dalam rangka menuai

keberhasilan hidup (hasanah) di dunia bagi anak didik yang kemudian akan mampu

membuahkan kebaikan (hasanah) di akhirat kelak. Jadi pada intinya tujuan

pendidikan agama Islam adalah membentuk muslim yang sempurna yakni

11
Muhaimin, Strategi Belajar Mengajar: Penerapannya Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama,
(Surabaya: Citra Media, 1996), hal. 2.
12
Majid dan Andayani,... h. 135.
mempunyai kepribadian yang mulia, dan bertakwa kepada Allah dengan melalui

penanaman nilai-nilai agama Islam kedalam dirinya.

Di dalam mendesain program pengajaran, tujuan adalah sangat penting karena

akan menentukan arah, target, dan sasaran yang ingin dicapai. Tujuan yang yang

disusun untuk proses belajar mengajar Telah diungkapkan dalam ayat pertama Surat

Al-Alaq bahwa perintah yang langsung diikuti dengan menyebut nama Allah SWT,

bukan nama yang lain. Pada susunan seperti ini memberikan isyarat bahwa tujuan

belajar (menuntut ilmu pengetahuan) itu hanya semata-mata karena mengharapkan

keridoan Allah SWT, bukan yang lain. Selama pekerjaan yang dimulai dengan niat

ikhlas dan mengharapkan ridho Allah semata merupakan ibadah yang tak ternilai

harganya. Jika demikian tujuan pendidikan yang dicanangkan dalam ayat ini adalah

beribadah, yaitu mengabdikan jiwa raga semata-mata untuk mendekatkan diri kepada

Allah SWT. Hal ini sesuai dengan tujuan Allah menciptakan manusia sebagaimana

yang terdapat dalam surat Az-Zariyat ayat 56 yang berbunyi:

“Tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku”

(QS. Az-Zariyat : 56)

Berdasarkan ayat inilah “Konferensi Pendidikan Muslim” yang pertama

merekomendasikan tujuan pendidikan Muslim sebagai perwujudan ketundukan yang

sempurna kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas maupun seluruh umat

manusia. Jadi, tujuan pendidikan di sini adalah menyiapkan manusia untukberibadah

kepada Allah SWT. Apapun materi yang diajarkan dan cara apapun yang ditempuh

untuk mengerjakannya, tujuannya hanya satu, yaitu untuk mengharapka ridho Allah

dan mendekatkan diri kepada-Nya. Dalam Undang-Undang RI No. 2 tahun 1989


tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 4 dicantumkan tujuan pendidikan

nasional.

Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan

mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan

bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki

pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang

mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan

Terkandung dalam tujuan pendidikan nasional yaitu:

1) Beriman dan bertakwa terhadap Tuhan yang Maha Esa

2) Berbudi pekerti luhur

3) Memiliki pengetahuan dan keterampilan

4) Sehat jasmani dan rohani

5) Memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri

6) Memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.13

HM. Arifin menyebutkan, bahwa tujuan proses pendidikan Islam adalah

idealis (cita-cita) yang mengandung nilai-nilai Islam yang hendak dicapai dalam

proses kependidikan yang berdasarkan ajaran Islam secara bertahap.14

a. Fungsi Pendidikan Agama Islam

Mata pelajaran pendidikan agama berfungsi untuk memperkuat iman dan

ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan ajaran agama.

yang dianut oleh siswa yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan

untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan anatar antar umat

beragam dalam masyarakat unutuk mewujudkan persatuan Nasional.15

13
Zahara Idris dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan,(Jakarta, Grasindo, 1992), h. 116.
14
Hm. Arifin,..h. 224.
15
Patoni,...h. 74.
Begitu juga dengan pendidikan agama Islam berfungsi memperkuat

keimanan kepada Allah SWT sesuai dengan ajaran agama Islam serta

menghormati agama lain untuk mewujudkan persatuan Nasional. Kurikulum

pendidikan agama Islam untuk sekolah atau madrasah berfungsi sebagai

berikut:

1) Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta

didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan

keluarga.

2) Penanaman nilai sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan dunia

dan akhirat.

3) Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya,

baik fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkungannya

sesuai dengan ajaran Islam.

4) Perbaikan, yaitu memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan

dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan

pengamalan ajaran dalam kehidupan sehari-hari.

5) Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya atau

dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya atau menghambat

perkembangan menuju manusia seutuhnya.

6) Pengajaran tentang ilmu pengetahuan kegamaan secara umum, sistem dan

fungsionalnya.

7) Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus

dibidang agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal

sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri serta bagi orang lain.16

16
Majid dan Andayani,...h. 134.
Kesimpulannya mata pelajaran pendidikan agama Islam berfungsi untuk

peningkatan keimanan dan ketaqwaan siswa dengan cara melakukan pembinaan

keagamaan kepada siswa. Jadi guru yang mengajar mata pelajaran pendidikan agama

Islam disyaratkan harus orang yang beragama bukan hanya orang yang mengerti

agama.

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan menggunakan metode

deskriptif kuatitatif. Dimana deskriptif kualitatif dapat diartikan sebagai prosedur

pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan

subjek dan objek pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang ada.

Menurut David William dalam Moleong penelitian kualitatif adalah

pengumpulan data pada suatu latar ilmiah, dengan menggunakan metode ilmiah, dan

dilakukan oleh orang atau penelitih yang tertarik secara alamiah, selain itu Denzin dan

Lincoln juga dalam moleong mengartikan bahwa penelitian deskriptif kualitatif

adalah penelitian yang menggunakan latar alami, dengan maksud menafsirkan

fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang

ada.

Data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan buku angka-angka.

Semua data yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang

sudah diteliti. Penelitian ini berisi tentang kutipam-kutipan data untuk member

gambaran penyajian laporan.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Adapun penelitian akan diadakan di Sekolah SMK IT RR Rejang Lebong


2. Waktu Penelitian

Dalam hal ini peneliti mengadakan proses penelitian di SMK IT RR Rejang

Lebong. Penelitian melakukan penelitian dalam hal ini dimulai tanggal 08

Oktober.

C. Subjek Penelitian

Subjek atau simple penelitian adalah sebagian dari objek yang akan diteliti.

Dalam prosedur subjek penelitian yang terpenting adalah bagaimana menentukan

informan kunci yang syarat informasi sesuai dengan fakta penelitian. Adapun subjek

dalam penelitian ini adalah guru, maka penelitian menggunakan purposive sampling.

Purposive sampling adalah teknnik pengambilan sampel atau data dengan

pertimbangan tertentu, misalnya orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang

kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan

pelitian menjelajahi objek atau situasi sosial yang diteliti. Adapun subjek dari

penelitian ini adalah Guru, dan Siwa.

D. Sumber Data

Agar memperoleh bahan penelitian, sumber data merupakan komponen yang

paling utama kedudukannya. Maka penelitian menggunakan dua sumber data, yaitu :

1. Sumber Data Primer

Data primer adalah data yang diambil dari sumber primer atau sumber

pertama di lapangan. Data ini diperoleh secara langsung dari guru dan siswa yang

diperoleh berupa hasil wawancara

2. Sumber Data Sekunder


Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber

sekunder, misalnya dari keterangan atau publikasi lain. Adapun dalam data

sekunder ini, seperti buku-buku, artikel, dan dokumen yang berkaitan dengan

permasalahan dalam penelitian ini.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Teknik Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu

dilakukan oleh kedua bela pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan

pertanyaan atau interview yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.

Wawancara dalam suatu penelitian yang bertujuan mengumpulka keterangan.

Tentang hidup manusia dalam suatu masyarakat serta pendiri-pendiri itu merupakan

suatu pembantu utama dari dalam metode observasi (pengamatan). Adapun jenis

wawancara yang digunakan oleh peneliti, adalah wawancara semi terstruktur.

Pelaksanaan wawancara ini lebih bebas jika dibandingkan dengan terstruktur.Adapun

tujuan wawancara jenis ini adalah untuk menentukan permasalahan secara lebih

terbuka, dimana pihak pihak yang mewancarai dimintak pendapat dan ide-idenya.

Dalam melakukan wawancara ini pendengar secara teliti dan mencatat apa yang

dikemukakan oleh narasumber. Peneliti menyiapkan belangko pertanyaan dan alat-

alat untuk wawancara seperti: pena, buku, hp (alat rekaman) dan lain-lain.

2. Teknik Observasi

Observasi menurut A. Margono dalam Nurul Zuriah observasi diartikan

pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek

penelitian. Pengamatan dan pencatatan ini dilakukan terhadap objek ditempat terjadi

atau berlangsung peristiwa. Observasi yang dilakukan peneliti bersifat langsung

dalam artian peneliti berada bersama objek yang diselidiki. adapun jenis observasi
yang peneliti gunakan adalah observasi nin partisipan, dimana observer hanya

bertindak sebagai penonton saja tanpa harus ikut terjun langsung ke lapangan.

3. Teknik Dokumentasi

Pada teknik ini penelitian memperoleh informasi dari bermacam-macam

sumber tertulis atau dokumen yang ada pada responden atau tempat. Dokumentasi

akan menjadi pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam

penelitian ini deskriptif kualitatif. Adapun dokumen yang akan diperoleh berupa data

informan dari guru mengenai pelaksanaan proses pembelajaran PAI.

Metode pengumpulan data menggunakan dokumentasi artinya bahwa peneliti

menyelidiki benda-benda tertulis, buku-buku, dokumen, dan lain-lain. Metode ini

akan digunakan untuk memperoleh data dan catatan mengenai jalannya pembelajaran

tersebut dan data-data lain yang akan membantu penelitian terhadap objek dalam hal

Poblematika Pelaksanaan Proses Pembelajaran Kurikulum 2013 Mata Pelajaran PAI

di SMK IT RR Rejang Lebong

F. Teknik Analisis Data

Kegiatan dalam penelitian ini adalah esensi penumbuhan belajar mandiri

dalam pelaksanaan pendidikan agama islam Mata Pelajaran PAI di SMK IT RR

Rejang Lebong. Oleh karena itu, data kualitatif dalam penelitian ini dengan

menggunakan reduksi data, penyajian data, danverifikasi data.

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Data yang akan diperoleh dilapangan dituangkan dalam uraian atau

laporan yang lengkap dan terperinci. Laporan lapangan akan di reduksi,

dirangkum, dipilih hal-hal pokok, dan akan difokuskan pada hal-hal pokok

kemudian dicari tema atau polanya. Dengan demikian, data yang akan direduksi
memberikan gambaran yang lebih jelas, dan akan mempermudah penelitih

melakukan pengumpulan data.

2. Penyajian Data (Data Display)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplay data.

Data dalam penelitian kualitatif, penyajian data akan dilakukan dalam bentuk data

uraian singkat, bagan, dan sejenisnya. Penyajiandata akan memudahkan peneliti

untuk melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari

penelitian.

3. Verifikasi Data (Data Verification)

Langkah ketiga dalam data kualitatif menurut Miles dan Huberman adalah

Verifikasi. Kesimpulan awal yang akan dikemukakan masih bersifat sementara,

dan akan berubah jika tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat. Dalam penelitian

ini, data yang akan dikumpulkan akan dianalisis oleh penelitih, sehingga akan

disederhanakan dan mudah dipahami.

G. Teknik Uji Keabsahan Data

Dalam hal ini peneliti memili teknik pemeriksaan kebenaran Data dalam

penelitian Kualitatif yaitu : Tringulasi pada hakikatnya merupakan pendekatan

multimetode yang dilakukan peneliti pada saat mengumpulkan dan menganalisis data.

Ide dasar adalah bahwa fenomena yang diteliti dapat dipahami dengan baik sehingga

diperoleh kebenaran tingkat tinggi jika didekatkan dari berbagai sudut pandang.

Memotret fenomena tunggal dari sudut yang berbeda-bedah akan memungkinkan

diperoleh tingkat kebenaran yang handal. Karena itu, tringulasi ialah usaha mengecek

kebenaran data atau informasi yang diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang

yang berbeda dengan cara mengurangi sebanyak mungkin biasa yang terjadi pada saat

pengumpulan dan analisis data.


Menurut Denzin, ada empat macam Tringulasi dalam penelitian Kualitatif.

Tetapi dalam hal ini peneliti hanya menerapkan dua teknik tringulasi sengan uraian

sebagai berikut:

1. Tringulasi Sumber

Tringulasi sumber yaitu teknik yang digunakan untuk mencari data sejenis dengan

mengecek data dari berbagai sumber informan. Dari data-data yang diperoleh

tersebut, maka peneliti akan mudah untuk mendeskripsikan, mengatagorikan mana

pandangan yang sama, yang berbeda maupun yang spesifik. Sehingga, analisis

data lebih mudah dilakukan oleh peneliti dengan menggali dari berbagai sumber

yang ada baik bersifat dokumen maupun kegiatan yang sedang berlangsung.

2. Tringulasi Teknik

Tringulasi teknik adalah teknik untuk menguji keabsahan data yang dilakukan

dengtan cara mengecek data kepada sumber dengan menggunakan metode yang

berbeda. Misalnya data yang diperoleh dari hasil wawancara dikroscek kembali

dengan observasi.

Haris Mudjiman. (2008). Belajar Mandiri. Surakarta: UNS Press.

Hiemstra. (1994). Self-Directed Learning. In T. Husen & T. N. Postlewaite (Eds),The

International Encyclopedia of Education (second edition) Oxford: Porgomon Press.


Song and Hill. (2007). A Conceptual Model for Under Standing Self-Directed

Learning in Online Environments. Journal of Interactive Online Learning, Volume 6,

Number 1. University of Georgia.

Anda mungkin juga menyukai