FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2021
PROPOSAL PRAKTIKUM
I. JUDUL PERCOBAAN
Obat Tetes Mata Tetrahidrozoline HCl
II. PENDAHULUAN
Tetrahidrozolin HCL merupakan turunan dari imidazolina, yang ditemukan
dalam obat tetes mata dan semprotan hidung. Turunan lainnya termasuk
naphazoline, oxymetazoline, dan silometazolin. Tetrahidrozolin adalah agonis alpha
dan mekanisme utama dari tindakan penyempitan pembuluh darah konjungtiva.
Tetrahydrozolin ini berfungsi untuk meringankan kemerahan pada mata yang
disebabkan oleh iritasi mata ringan. Tetrahydrozolin HCL merupakan suatu agen
vasokonstriktor yang dapat mempengaruhi sistem syaraf pusat dan pembuluh
darah. Dalam penggunaanya dimata dapat terlihat mata yang merah (pembuluh
darah sedang dalam keadaan vasodilatasi) sehingga beberapa saat setelah
diteteskan menjadi tidak merah lagi (pembuluh darah dalam keadaan
vasokonstriksi). Tetrahydrozolin dibuat dalam bentuk sediaan tetes mata karena
tetrahydrozolin memiliki kelarutan yang mudah larut dalam air dan memberikan
efek secara cepat dengan langsung bercampur dengan cairan mata. Tetrahydrozolin
tidak buat dalam bentuk sediaan oral untuk menghindari keracunan yang berakibat
fatal. Keracunan tetrahydrozolin dapat ditandai dengan berbagai macam tanda dan
gejala seperti kesulitan bernafas, penglihatan menjadi buram, bibir dan kuku
berwarna biru, perubahan ukuran pupil, peningkatan tekanan darah lalu tekanan
darah menjadi rendah, denyut jantung cepat, mual, muntah, sakit kepala, tremor,
kejang, koma, dan penurunan suhu tubuh. Tetes Mata adalah Guttae opthalmic
(obat tetes mata) adalah sediaan steril, berupa larutan jernih atau suspensi bebas
partikel asing digunakan untuk mata dengan cara meneteskan obat pada selaput
lendir mata disekitar kelopak mata dan bola mata (Anief, 1997). Sehingga pada
praktikum ini dibuat sediaan tetes mata dengan zat aktif Tetrahydrozolin HCl untuk
meringankan mata merah yang disebabkan oleh iritasi ringan.
Guttae opthalmic (obat tetes mata) adalah sediaan steril, berupa larutan
jernih atau suspensi bebas partikel asing digunakan untuk mata dengan cara
meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata dan bola mata
1
( Anief, 1997 ). Tetes mata harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, yaitu: 1.
Steril 2. Sedapat mungkin isotonis 3. Sedapat mungkin isohidris Bila obatnya tidak
tahan pemanasan, maka sterilitas dicapai dengan menggunakan pelarut steril,
dilarutkan obatnya secara aseptis, dan menggunakan penambahan zat pengawet
dan botol atau wadah yang steril. Isotonis dan pH yang dikehendaki diperoleh
dengan menggunakan pH yang cocok (Anief, 1997). Pelarut yang sering digunakan
adalah: 1. Larutan % Asam Borat (pH = 5) 2. Larutan Boraks-Asam Borat (pH = 6,5)
3. Larutan basa lemah Boraks-Asam Borat (pH = 8) 4. Aquadestillata 5. Larutan NaCl
0,9% (Anief, 1997).
Tetes mata berair umumnya dibuat dengan menggunakan cairan pembawa
berair yang mengandung zat pengawet seperti fenil raksa (II) nitrat atau fenil raksa
(II) asetat 0,002% b/v, benzalkonium klorida 0,01% b/v, klorheksidin asetat 0,01%
b/v yang pemilihannya didasarkan atas ketercampuran zat pengawet dengan obat
yang terkandung didalammnya selama waktu tetes mata itu dimungkinkan untuk
digunakan. Benzalkonium klorida tidak cocok digunakan untuk tetes mata yang
mengandung anestetik lokal (Syamsuni, 2006). Tetes mata berupa larutan harus
steril, harus jernih, serta bebas partikel asing, serat dan benang. Jika harus
menggunakan dapar, sebaiknya obat didapar pada pH 7,4. Hal ini karena mengingat
waktu kontak obat tetes mata dengan mata relatif singkat. Obat tetes mata yang
digunakan untuk pembedahan mata tidak boleh mengandung pengawet karena
dapat menimbulkan iritasi pada jaringan mata (Syamsuni, 2006). Menurut FI IV,
Pembuatan larutan mata (larutan oftalmik) memerlukan perhatian khusus seperti
pada larutan hidung dan telinga, yaitu: a. Toksisitas bahan obat, b. Nilai isotonitas, c.
Kebutuhan bahan dapar, d. Kebutuhan bahan pengawet, dan e. Sterilitas dan f.
Kemasan yang tepat.
Secara ideal larutan mata mempunyai nilai isotonisitas sama dengan larutan
NaCl 0,9%, tetapi mata tahan terhadap nilai isotonisitas yang setara dengan larutan
NaCl antara 0,6% - 2,0%. Beberapa larutan obat mata perlu bersifat hipertonis
untuk: a. Meningkatkan daya serap, dan b. Menyediakan kadar zat aktif yang cukup
tinggi sehingga menghasilkan efek obat yang cepat dan efektif. Komposisi sediaan
tetes mata, yaitu: 1. Zat aktif 2. Zat tambahan a. Pengawet bersifat bakteriostatik
dan fungistatik terutama pada pseudomonas aeurigonosa, non iritan terhadap mata
(jaringan okular / konjungviva ), kompatibel terhadap bahan aktif dan bahan
2
tambahan lain, tidak memiliki sifat alergen dan dapat mempertahankan
aktivitasnya dapa kondisi normal penggunaan sediaan. Contohnya, benzalkonium
klorida. b. Pengisotonis contohnya, NaCL 0,9 % glukosa. c. Antioxidant, misalnya:
PVP dan dekstran d. Pendapar, misalnya: fospat sitrat dan borat. e. Peningkat
visikositas. f. Pensuspensi, misalnya: tween 80. g. Surfaktan.
Faktor penting dalam sediaan tetes mata, yaitu: 1. Steril 2. Isotonos 3. pH air
mata 7,4 4. Larutannya harus jernih, bebas partikel asing dan serat halus. 5. Tidak
iritan terhadap mata. Cara menggunakan tetes mata adalah sebagai berikut: 1. Cuci
tangan. 2. Berdiri atau duduk di depan cermin 3. Buka tutup botol 4. Periksa ujung
penetes dan pastikan tidak pecah atau patah 5. Jangan menyentuh ujung penetes
dengan apapun, usahakan tetap bersih 6. Posisikan kepala menengadah dan tarik
kelopak mata bagian bawah sampai terbentuk cekungan. 7. Pegang obat tetes mata
dengan ujung penetes di bawa sedekat mungkin dengan mata tetapi tidak
menyentuhnya. 8. Perlahan – lahan tekan botol tetes mata sehingga jumlah tetesan
yang diinginkan dapat menetes dengan benar pada cekungan yang terbentuk dari
kelopak mata bagian bawah 9. Tutuplah mata selama 2 – 3 menit. 10. Bersihkan
kelebihan cairan dengan tisu. 11. Tutup kembali obat tetes mata, jangan mengusap
atau mencuci ujung penutupnya. (Anief, 2007).
Pada praktikum ini akan dibuat tetes mata Tetrahydrazoline HCl.
Tetrahydrazoline HCl dibuat dalam bentuk sediaan tetes mata karena infeksi mata
oleh bakteri umumnya diobati secara topikal. Oleh sebab itu dibuat sediaan tetes
mata Tetrahydrazoline HCl yang memiliki spektrum luas dan obat pilihan untuk
infekssi mata harus stabil secara kimia, harus memiliki aktivitas terapi yang
optimal, harus tidak mengiritasi dan tidak menimbulkan rasa sakit pada mata,
harus jernih, harus bebas mikroorganisme yang hidup dan tetap demikian selama
penyimpanan yang diperlukan dan tetes mata Tetrahydrazoline HCl dapat
ditoleransi dengan baik.
3
Rumus bangun Tetrahidrozolin HCl (PubChem)
a) Sifat Fisika Kimia
Pemerian: Padatan putih, tidak berbau. Melebur pada lebih
kurang 256°, disertai peruraian. (FI Ed. VI. Hal: 1698)
Kelarutan: Mudah larut dalam air dan dalam etanol, sangat
sukar larut dalam kloroform, praktis tidak larut dalam eter.
(FI Ed. VI. Hal: 1698)
Bobot Molekul: 236,74
Rumus Molekul: C13H16N2.HCl
pH: 5,8 – 6,5 (United State Pharmacopeia edisi 43)
Stabilitas: Teroksidasi oleh cahaya, udara dan logam
Wadah dan Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat. (FI
Ed. VI. Hal: 1698)
b) Sterilisasi: Autoklaf (Martindale 28th ed.)
c) Khasiat: Kongesti konjungtiva, gatal, dan iritasi ringan.
d) Dosis: Larutan Tetrahidrozolin hidroklorida yang mengandung
0,05% digunakan sebagai dekongestan konjungtiva.
(dinyatakan dalam bentuk garam). Pemberian 4 kali sehari.
(Martindale 36th ed. Hal: 1574)
e) Cara Penggunaan :
(https://www.drugs.com/monograph/tetrahydrozoline.html)
Anak-anak 6 tahun: 1-2 tetes larutan mata 0,05% di mata yang
terkena hingga 4 kali sehari.
Dewasa: 1-2 tetes larutan mata 0,05% pada mata yang terkena
hingga 4 kali sehari.
f) Ekivalen NaCl: 0,28 (Farmakope Indonesia Edisi VI, Hal: 2322)
ZAT TAMBAHAN
4
PREFORMULASI
B. Bahan 1. Benzalkonium Klorida 0,01%
Tambaha
n
5
sitrat, fluoroscein, hydrogen peroksida, hidroksipropil
metil selulosa, iodide, kanolin, lanolin, nitrat, surfaktan
non-ionik dalam konsentrasi tinggi, permanganat,
protein, garam perak salisilat, tartrat, zink oksida, zink
sulfat, beberapa campuran plastic dan beberapa
campuran karet. (Handbook of Excipients 6th Edition, hal:
56)
Wadah dan Penyimpanan: Disimpan dalam wadah
kedap udara, terlindung dari cahaya dan kontak dengan
logam, di tempat yang sejuk dan kering. (Handbook of
Excipients 6th Edition, hal: 56)
b) Sterilisasi: Autoklaf (Handbook of Excipients 6th Edition, hal:
56)
c) Khasiat: pengawet antimikroba; antiseptik; desinfektan;
pelarut; agen pembasah. (Handbook of Excipients 6th
Edition, hal: 56)
d) Dosis: dalam sediaan obat tetes mata benzalkonium klorida
adalah salah satu pengawet yang paling banyak digunakan,
pada konsentrasi 0,01–0,02% b/v. (Handbook of Excipients
6th Edition, hal: 56)
e) Ekivalen NaCl: 0,16 (Farmakope Indonesia Edisi VI, Hal:
2299)
6
a) Sifat Fisika Kimia
Pemerian: Serbuk kristal putih, tidak berbau, rasa
sedikit asam dan higroskopis (Handbook of Excipients
6th Edition, hal: 243)
Kelarutan: Praktis tidak larut dalam kloroform dan eter;
agak larut dalam etanol (95%); larut 1 bagian dalam 11
bagian air. (Handbook of Excipients 6th Edition, hal: 243)
Bobot Molekul: 336.2
Rumus Molekul: C10H14N2Na2O8 (bentuk anhidrat)
pH: 4.3–4.7 (1% w/v solution in carbon dioxide-free
water) (Handbook of Excipients 6th Edition, hal: 243)
Stabilitas: Garam edetat lebih stabil daripada asam
edetat (lihat juga Asam edetat). Namun, dinatrium
edetat dihidrat kehilangan air ketika dipanaskan sampai
120°C. Larutan encer dari dinatrium edetat mungkin
disterilkan dengan autoklaf, dan harus disimpan di
tempat yang bebas wadah alkali. Disodium edetate
bersifat higroskopis dan tidak stabil saat terpapar untuk
kelembaban. (Handbook of Excipients 6th Edition, hal:
243)
OTT: tidak kompatibel dengan oksidator kuat, basa kuat,
ion logam, dan paduan logam (Handbook of Excipients
6th Edition, hal: 243)
Wadah dan Penyimpanan: Disimpan dalam wadah
tertutup rapat wadah di tempat yang sejuk dan kering.
(Handbook of Excipients 6th Edition, hal: 243)
b) Sterilisasi: Autoklaf (Handbook of Excipients 6th Edition, hal:
243)
c) Khasiat: zat tambahan sebagai bahan pengkelat (Handbook
of Excipients 6th Edition, hal: 242)
d) Dosis: 0.005–0.1% b/v (Handbook of Excipients 6th Edition,
7
hal: 243)
e) Ekivalen NaCl: 0,23 (Farmakope Indonesia Edisi VI, Hal:
2302)
8
toluena, dan panas air. Larut dalam asam asetat glasial
dan dalam campuran yang sama volume etanol dan
kloroform. Dalam air dingin, metil selulosa kehilangan
pembengkakan dan menyebar perlahan untuk
membentuk bening hingga opalescent, dispersi koloid
yang kental. (Handbook of Excipients 6th Edition, hal:
439)
Bobot Molekul : 658,7
Rumus Molekul : -
pH: 5,0-8,0 untuk 1% b/v (Handbook of Excipients 6th
Edition, hal: 438)
Stabilitas: Metil selulosa stabil, meskipun agak
higroskopis, dalam jumlah besar harus disimpan pada
wadah kedap udara ditempat dibgin dan
kering,metilselulosa stabil pada basa dan asam encer
pada pH 3-11, pada suhu ruang. (Handbook of
Excipients 6th Edition, hal: 439)
OTT: Metil selulosa tidak cocok dengan aminacrine
hidroklorida, klorocresol, mercuric klorida, phenol,
resorcinol, tannic acid, silver nitrate, cetylpyridium
klorida, p-hidroxybenzoat, p-aminobenzoic acid,
methylparaben, propylparaben, dan butylpraben.
(Handbook of Excipients 6th Edition, hal: 440)
Wadah dan Penyimpanan : bahan curah harus disimpan
dalam wadah kedap udara di tempat yang sejuk, tempat
yang kering. (Handbook of Excipients 6th Edition, hal:
439)
b) Sterilisasi: Autoklaf
c) Khasiat: viscosity-increasing agent (penambah kekentalan)
(Handbook of Excipients 6th Edition, hal: 438)
d) Dosis: 0,5-1,0 % for Ophthalmic preparations (Handbook of
Excipients 6th Edition, hal: 438)
e) Ekivalen NaCl: -
9
5. Air Pro Injeksi
a) Sifat Fisika Kimia
Pemerian : Cairan jernih , tidak bewarna, tidak berbau.
(FI ED VI Hal,71)
Kelarutan : bercampur dengan sebagian besar pelarut
polar (FI Ed V, hal57)
Bobot Molekul : 18.02
Rumus Molekul : H2O
pH :
Stabilitas : air stabil secara kimia dalam keadaan fisiksis.
penyimpanan dan distribusi harus memastikan bahwa
air dilindungi dari kontaminasi ionik dan organik, yang
akan menyebabkan peningkatan konduktivitas dan total
karbon organik. Sistem ini juga harus dilindungi
tehadaaap masuknya partikel-partikel asing dan
mikroorganisme sehingga pertumbuhan mikroba dapat
dicegah atau dikurangi. Air untuk tujuan spesifik
hendaknya disimpan pada wadah yang pantas.
(Handbook of Excipients 6th Edition, hal: 766)
OTT: dalam sediaan farmasi air dapat bereaksi terhadap
obat-obatan dan bahan tambahan lainnya yang rentan
terhadap hidrolisis. Air dapat bereaksi secara rutin
dengan cepat terhadap logam alkali dan oksida, seperti
kalsium oksida dan magnesium oksida. (Handbook of
Excipients 6th Edition, hal: 768)
Wadah dan Penyimpanan : dalam wadah dosis tunggal ,
dari kaca atau plastik tidak lebih besar dari 1L9 FI ED V,
Hal 57). Dalam jumlah besar tersimpan dalam wadah
yang tertutup rapat (Handbook of Excipients 6th Edition,
hal: 766)
b) Sterilisasi: panas basah dengan autoklaf pada suhu 121’C
selama 15 menit (anggraeny, praktikum teknolodi sediaan
10
steril: hal 215)
c) Khasiat: Pelarut
d) Dosis: -
e) Cara Penggunaan:
B. FARMAKOLOGI
1. Farmakodinamik: Tetryzoline adalah amina simpatomimetik dan agonis
alfa-adrenergik dengan sifat vasokonstriksi dan dekongestan. Ia bekerja
dengan menyempitkan arteriol yang lebih kecil dari saluran hidung 13 dan
pembuluh darah konjungtiva untuk memperbaiki rinitis alergi, hidung
tersumbat, dan iritasi mata. Tetrizolin diketahui melintasi sawar darah-otak
untuk bekerja pada adrenoseptor alfa-2 dan reseptor imidazol, 3
menyebabkan efek seperti hipotensi, bradikardia, analgesia, hipotermia,
sedasi, dan hipnosis. https://go.drugbank.com/drugs/DB06764
2. Farmakokinetika: Waktu paruh tetryzoline pada orang sehat adalah sekitar
6 jam dan diekskresikan tidak berubah dalam urin, setidaknya
sebagian. Dalam satu penelitian 10 orang diberi dua tetes 0,5 mg/ml tetes
mata tetryzoline (0,025-0,05 mg) pada 0, 4, 8 dan 12 jam. Dalam jangka
waktu 24 jam sejak dosis terakhir, konsentrasi serum darah tetryzoline
subjek adalah 13,0-210,0 ng / ml dan konsentrasi urin adalah 11-400
ng/ml. Keduanya mencapai maksimum mereka sekitar 9 jam pasca dosis
terakhir. Tingkat ini sesuai dengan penggunaan okular tetryzoline yang
normal. Konsentrasi yang lebih tinggi dapat mengindikasikan
penyalahgunaan obat atau keracunan. Carr ME, Engebretsen KM, Ho B,
Anderson CP (November 2011). "Tetrahydrozoline (Visine®) konsentrasi
dalam serum dan urin selama terapi dosis okular: langkah pertama yang
diperlukan dalam menentukan overdosis". Toksikologi Klinis . 49 (9): 810–4.
3. Indikasi: Mengatasi mata merah karena iritasi ringan yang disebabkan oleh
debu, asap, angin, terkena sengatan matahari, dingin, pemakaian lensa
kontak, terlalu banyak membaca atau iritasi setelah berenang.
4. Interaksi Obat: Penggunaan agen simpatomimetik oftalmik nonspesifik
dikontraindikasikan pada pasien dengan glaukoma sudut sempit atau sudut
11
sempit secara anatomis. Agen-agen ini merangsang reseptor adrenergik alfa-
1 dan alfa-2, sehingga pemberian topikal dapat menginduksi midriasis
sementara. Pada pasien dengan sudut sempit, dilatasi pupil dapat memicu
serangan akut glaukoma sudut tertutup. Jika memungkinkan, agen ini
(kecuali fenilefrin 2,5% atau 10%) juga harus dihindari pada pasien dengan
bentuk glaukoma lain, karena midriasis kadang-kadang dapat meningkatkan
tekanan intraokular. https://www.drugs.com/disease-
interactions/tetrahydrozoline-ophthalmic.html
5. Kontraindikasi: Tidak boleh digunakan pada penderita glaucoma atau
penyakit-penyakit mata lainnya yang hebat, bayi dan anak-anak kecuali bila
mendapatkan pengawasan dan nasehat dari dokter.
6. Efek samping: Mata terasa pedih, panas dan hyperemia dapat terjadi pada
penggunaan yang berlebihan.
IV. FORMULA
A. FORMULA RUJUKAN
Ailin 10 mL (ISO Vol. 47 Hal. 392)
Tetrahydrozoline HCl 0,5 mg
Benzalkonium klorida 0,01%
Dinatrium EDTA 0,1%
B. RANCANGAN FORMULA
Tetrahydrazolin HCl 0,05 %
Benzalkonium 0,01 %
Dinatrium EDTA 0,1 %
Dapar Fosfat (masih tanda
tanya pH brp)
NaCl 0,9 %
Metil Selulosa 0,5 %
A.P.I ad 10 mL Ad 10 ml
12
ringan. Dibuat sediaan tetes mata karena Tetrahydrozolin tidak dapat dibuat
sediaan oral karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan.
2) Alasan Penggunaan Zat tambahan
Benzalkonium klorida + Dinatrium EDTA: jika benzalkonium klorida
dikombinasikan dengan Dinatrium EDTA (0,01 – 0,1%) aktifitas zat
benzalkonium klorida untuk melawan Pseudomonas aeruginosa semakin
meningkat (Ansel, 544). Benzalkonium klorida sebagai pengawet karena
Benzalkonium klorida adalah salah satu pengawet yang mempunyai aktivitas
antimikroba dengan spektrum luas. Dosis yang umum di pakai pada sediaan
tetes mata adalah 0,01 %.
NaCl: digunakan sebagai bahan pengisotonis karena mempunyai tekanan
osmosis yang sebanding dengan cairan Mata (Ansel, 544). NaCl banyak
digunakan dalam berbagai formulasi farmasetik parenteral dan non
parenteral dimana khususnya digunakan untuk menghasilkan larutan
isotonis dalam formulasi obat-obat intravena atau obat-obat yang
ditunjukkan untuk mata sebesar 0,9% (Raymond, 2006).
Metil Selullosa: digunakan sebagai peningkat viskositas, agar obat tetes
mata dapat mencapai distribusi bahan aktif yang lebih baik di dalam
cairan dan waktu kontak yang lebih lama.
Aqua pro Injeksi: Digunakan sebagai pelarut untuk sediaan tetes mata .
a. Perhitungan
Dibuat 2 botol tetes mata @ 5 mL
Volume total = (n x v) + 10 – 30% (n x v )
= (2 x 5 mL) + 30% (2 x 5 ml)
= 10 mL + 3 mL
= 13 mL
Perhitungan masing-masing bahan:
1. Tetrahydrazolin HCl 0,05% = 0,05/100 x 13 mL = 0,0065g = 6,5 mg
Pengenceran Tetrahydrazolin HCl (6,5 mg)
Tetrahydrazolin HCl 50 mg (kelarutan mudah larut 1: 1-10)
13
Aqua pi 50 mL
Tetrahydrazolin HCl yang diambil dalam formula:
6,5 mg / 50 mg x 50 mL = 6,5 mL
2. Benzalkonium 0,01% = 0,01/100 x 13 mL = 1,3 mg
Pengenceran Benzalkonii Chloridum (1,3 mg)
Benzalkonii Chloridum 10 mg (kelarutan 1: 1)
Aqua pi 5 mL
Benzalkonii Chloridum yang diambil dalam formula:
1,3 mg / 10 mg x 5 ml = 0,65 mL = 13 tetes
3. EDTA 0,02% = 0,02/100 x 13 mL = 2,6 mg
Pengenceran EDTA (2,6 mg)
EDTA 10 mg (kelarutan 1: 1)
Aqua pi 5 mL
EDTA yang diambil dalam formula:
2,6 mg / 10 mg x 5 ml = 1,3 mL = 1mL + 6 tetes
4. Buffer Fosfat pH : qs
5. Metil selulosa 0,5% : 0,5 / 100 x 13 mL = 65 mg
A.P.I ad 13 mL
b. Perhitungan Tonisitas :
%NaCl = Tetrahydrazolin HCl + Benzalkonium Klorida + EDTA + Metil selulosa
= [(W1xE1) + (W2xE2) + (W3xE3)] + (W2xE2)
= [(0,05 x 0,28) + (0,01 x 0,16) + (0,05 x 0,23)] + (0,5 x 0,049)
= 0,0516% = 0,05%
% tonisitas = 0,05%
Hipotonis = 0,9 % - 0,05% = 0,85%
NaCl yg dipakai = 0,85% x 13 ml = 0,1105 gram
c. Formula jadi
Tetrahydrazolin HCl 0,05 %
Benzalkonium 0,01 %
Dinatrium EDTA 0,1 %
NaCl 0,9 %
Metil Selulosa 0,5 %
Buffer Fospat
A.P.I ad 10 mL Ad 10 ml
14
d. Penimbangan
Formula
Bahan
Teori Praktek
Tetrahydrazolin HCl
Benzalkonium
Dinatrium EDTA
NaCl
Metil Selulosa
A.P.I ad 10 mL
15
5. Metil selulosa 0,5%
6. Aqua Pro Injeksi
16
6. Ditambahkan Metil Selulosa lalu diaduk hingga homogen.
7. Dimasukkan kedalam wadah tetes mata menggunakan bantuan spuit.
8. Dimasukan kedalam kemasan, kemudian diberi etiket dan brosur.
IX. EVALUASI
A. Uji Kejernihan (Lachman III, hal 1355)
Pemeriksaan visual terhadap suatu wadah produk biasanya dilakukan
oleh seseorang yang memeriksa wadah bersih dari luar di bawah
penerangan cahaya yang baik, terhalang terhadap refleksi ke dalam matanya
dan berlatar belakang hitam putih, dengan rangkaian isi dijalanan dengan
aksi memutar. Syarat: USP menyatakan bahwa semua wadah diperiksa
secara visual dan bahwa tiap partikel yang terlihat harus dibuang atau harus
jernih.
B. Uji pH (FI IV hal 1039)
Pemeriksaan pH dilakukan menggunakan indikator universal pH.
Syarat: pH harus mendekati pH zat aktif dan zat aditifnya yaitu pH (5-6,5)
C. Uji Sterilitas (FI IV hal 855)
Asas: Larutan uji + media perbenihan → inkubasi pada 20 - 25ºC →
kekeruhan / pertumbuhan m.o (tidak steril).
Prosedur uji: Teknik penyaringan dengan filter membran (dibagi menjadi 2
bagian), lalu diinkubasi.
D. Uji Keseragaman Volume (FI IV hal 1044)
a) Pilih satu atau lebih wadah, bila volume 10 ml atau lebih. Tiga wadah
atau lebih, bila volume lebih dari 3 ml dan kurang dari 10 ml.
b) Ambil isi tiap wadah dengan alat suntik hipodemik kering berukuran
tidak lebih dari 3 kali volume yang akan diukur dan dilengkapi dengan
jarum suntik nomor 21, panjang tidak kurang dari 2,5 cm.
c) Keluarkan gelembung udara dari dalam jarum dan alat suntik dan
pindahkan isi dari alat suntik, tanpa mengosongkan bagian jarum,
kedalam gelas ukur kering volume tertentu yang telah dibakukan
sehingga volume yang di ukur memenuhi sekurang – kurangnya 40%
17
volume dari kapasitas yang tertera (garis – garis petunjuk volume gela
ukur menunjukan volume yang ditampung, bukan yang dituang).
E. Kadar bahan aktif (FI V: 1259)
Tetrahidrozolin Hidrokiorida mengandung tidak kurang dari 98,0% dan
tidak lebih dari 100,5% C13H16N2.HCl, dihitung terhadap zat yang telah
dikeningkan.
F. Kebocoran (Praktikum Teknologi Sediaan Steril, 2016, hal 86)
Dengan cara sederhana yakni dengan dikibaskan dengan tangan, akan
merasa menetes bila ada kebocoran.
Tujuan: Memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan
volume serta kestabilan sediaan.
‒ Prinsip:
1. Untuk cairan bening tidak berwarna, wadah takaran tunggal yang
masih panas setelah selesai disterilkan dimasukkan ke dalam larutan
metilen biru 0,1%. Jika ada wadah yang bocor maka larutan metilen
biru akan masuk ke dalam karena perubahan tekanan di luar dan di
dalam wadah tersebut sehingga larutan dalam wadah akan berwarna
biru.
2. Untuk cairan yang berwarna lakukan dengan posisi terbalik, wadah
takaran tunggal ditempatkan diatas kertas saring atau kapas. Jika
terjadi kebocoran maka kertas saring atau kapas akan basah.
‒ Hasil:
Sediaan memenuhi syarat jika larutan dalam wadah tidak menjadi biru
(prosedur a) dan kertas saring atau kapas tidak basah (prosedur b).
X. RANCANGAN KEMASAN
Kemasan primer
18
Keterangan No. Batch:
B= Tahun produksi 2021, angka terakhir diganti dengan abjad (0=A, 1=B, dst).
12= tahun produksi 2021, disingkat menjadi 21 dan dibalik.
0409= tanggal dan bulan diproduksi.
Kemasan sekunder
Brosur/Leaflet
19
RINSTHOâ
Tetes Mata Steril
Tetrahydrozoline HCl 0,05%
Komposisi:
Tiap mL mengandung bahan aktif Tetrahydrozoline HCL 0,05% dan Benzalkonium Klorida 0,02% sebagai pengawet.
Farmakokinetik:
Pemberian tetrahydrozoline HCl sebagai obat tetes mata, dapat di absorbsi dalam jumlah yang cukup sehingga
menimbulkan efek sistemik. Setelah pemberian okular, vasokonstriksi lokal biasanya terjadi dalam beberapa menit.
Vasokonstriksi lokal dapat bertahan selama 4-8 jam.
Farmakodinamik:
Tetrahydrozoline HCl sebagai vasokonstriktor, amina simaptomimetik turunan imidazolin secara langsung merangsang
reseptor α-adrenergik; memberikan sedikit atau tidak ada efek pada reseptor β-adrenergik. Aplikasi konjungtiva
menyempitkan arteriol kecil dan sementara mengurangi kongesti konjungtiva.
Indikasi:
Mengatasi mata merah karena iritasi ringan yang disebabkan oleh debu, asap, angin, terkena sengatan matahari, dingin,
pemakaian lensa kontak, terlalu banyak membaca atau iritasi setelah berenang.
Kontra Indikasi:
Tidak boleh digunakan pada penderita glaukoma atau penyakit-penyakit mata lainnya yang hebat, bayi dan anak-anak,
kecuali bila mendapatkan pengawasan dan nasehat dari dokter.
Efek Samping:
Mata terasa pedih, panas dan hyperemia dapat terjadi pada penggunaan berlebihan.
Penyimpanan:
Simpanlah di tempat kering dibawah suhu 300C. Wadah ditutup rapat, hindari pencemaran.
Kemasan:
Botol tetes mata 10 mL
Diproduksi oleh:
PT. UPEH PHARMA
Jakarta, Indonesia
20
XI. DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia; 1979.
2. Anonim. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakrta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 1995.
3. Anonim. Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia; 2014.
4. Anonim. Farmakope Indonesia. Edisi VI. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia; 2020.
5. Lachman et all. Teori dan Praktek Industri. Jakarta: UI- Press; 2008.
6. Rowe, Raymond, et al. Handbook of Pharmaceutical Excipients. Sixth Edition.
London: Pharmaceutical Press and American Pharmacists Assosiation;
2009.
7. The United State Pharmacopeial Convention. The United States
Pharmacopeia (USP)30th Edition. Rockville : The United State
Pharmacopeial Convention. 2006.
8. Sweetman, Sean C., and P. S. Blake. Martindale The Complete Drug Reference.
Edisi 36. USA: Pharmaceutical Press; 2009.
9. Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan
dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi Ketujuh. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo Gramedia; 2007.
10. Anief M. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. 2007
11. Anief, M. Formulasi Obat Topikal dengan Dasar Penyakit Kulit, 31-41,
Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. 1997
12. Ansel, H.C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. diterjemahkan
oleh Farida Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah Jakarta: UI Press.
13. Syamsuni. 2006, Farmasetika Dasar Dan Hitungan Farmasi. Jakarta. 29 – 31.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006
14. Sinko, P. J. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. Edisi 5.
diterjemahkan oleh Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011.
15. Anonim. Erpha Allergil. Diakses dari www.erlimpex.com pada 23 Juni 2021
17:27.
21
16. Anonim. PHENERGAN 2% CREAM SUMMARY OF PRODUCT
CHARACTERISTICS. diakses dari RCP PHÉNERGAN crème (frilab.ch)
pada 23 Juni 2021 16:37.
22
LAMPIRAN
23
Gambar 2. Dosis Oral Prometazin HCl (Drug Information 2010, hal. 2609)
24
Gambar.4 Konsentrasi & kegunaan oleum cocos (HOPE Hal. 184)
25
Gambar.5 Kegunaan & konsentrasi propilen glikol (HOPE Hal. 592)
26
Gambar.7. Konsentrasi dan Kegunaan Metil Paraben (Hope edisi 6, hal. 441-442).
Gambar 8. Konsentrasi dan kegunaan Propil Paraben (Hope edisi 6, hal. 596)
27
Gambar 9. Air Murni (FI Edisi VI, halaman 70)
28
29
Gambar 11. Butylated Hydroxytoluen (HOPE Hal. 75)
30
Gambar 13. Konsentrasi Tween 80 (HOPE Hal. 551)
31
Gambar 15. Nilai HLB Tween 80 (HOPE Edisi 6 halaman 551).
32
Gambar 17. Nilai HLB zat yang biasa dipakai dalam emulsi (IMO, halaman 144)
33