Anda di halaman 1dari 3

“Dari Abul ‘Abbas ‘Abdullah bin ‘Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma, beliau berkata, “Suatu hari saya dibonceng Rasulullah

Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka beliau mengatakan kepada saya: ‘Wahai anak kecil! Sungguh aku ingin
mengajarkan kepadamu beberapa kalimat; Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya
engkau akan mendapatkan Allah di hadapanmu. Jika engkau meminta, mintalah kepada Allah dan jika engkau
meminta pertolongan mintalah pertolongan kepada Allah. Dan ketahuilah bahwasanya seluruh umat manusia kalau
mereka ingin memberimu manfaat dengan sesuatu, maka mereka tidak akan bisa memberikan manfaat kecuali
dengan sesuatu yang telah Allah takdirkan untukmu. Dan kalau seandainya mereka berkumpul untuk
membahayakanmu dengan sesuatu, maka mereka tidak akan bisa membahayakanmu kecuali dengan sesuatu yang
telah Allah tuliskan untukmu. Pena-pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.'” (HR. Tirmidzi dan
beliau mengatakan ini adalah hadits yang hasan shahih)

Dan dalam riwayat selain At-Tirmidzi redaksinya adalah: “Jagalah Allah, niscaya engkau akan mendapatkan Allah di
hadapanmu. Kenalkanlah dirimu kepada Allah diwaktu senang, niscaya Allah akan mengenalmu diwaktu susah. Dan
ketahuilah bahwasanya apa yang luput darimu tidak akan mengenaimu dan apa yang seharusnya mengenaimu tidak
akan luput darimu. Dan ketahuilah bahwasanya pertolongan ada bersama kesabaran dan jalan keluar ada dalam
kesempitan. Dan bersama kesulitan ada kemudahan.”

IAPA ‘ABDULLAH BIN ‘ABBAS?


Hadits ini adalah riwayat ‘Abdullah bin ‘Abbas, anak paman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Al-‘Abbas
adalah paman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau punya seorang putra yang namanya ‘Abdullah yang
tumbuh menjadi salah satu tokoh ulama Islam, bahkan sejak umur beliau masih belia beliau sudah menunjukkan
kecerdasan dan ilmu yang mempuni saat beliau masih muda. Dan ini berhubungan dengan barokah doa Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dimana beliau mendoakan ‘Abdullah bin ‘Abbas dengan doa yang masyhur:
Ya Allah, jadikan dia faqih (paham) dalam urusan agama dan ajarilah dia takwil atau tafsir Al-Qur’an.” (HR. Ahmad)

Maka beliau menjadi salah satu faqih dari kalangan sahabat dan juga salah satu ahli tafsir di umat ini Radhiyallahu
‘Anhu. Dan beliau wafat pada tahun 68 Hijriyah.

Dalam hadits ini beliau menyampaikan bahwasanya suatu ketika Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
membonceng ‘Abdullah bin ‘Abbas. Tentunya orang pada zaman itu memiliki kendaraan yang sangat sederhana,
biasanya berupa unta, kadang-kadang kuda, kadang-kadang keledai. Kendaraan tradisional ini bisa atau boleh
dinaiki. Bahkan hadits ini juga menunjukkan bahwa kita boleh untuk membonceng orang lain di atas kendaraan
tradisional ini selagi tidak membebani binatang tersebut dengan beban yang terlalu berat, yang masuk akal, yang
tidak terlalu memberatkan binatang yang kita tumpangi.

Maka suatu hari ‘Abdullah bin ‘Abbas dibonceng oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Keduanya terlibat
dalam pembicaraan yang bermanfaat. Ini adalah sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan sunnah para
sahabat, berbicara dengan pembicaraan yang baik, ngobrol dengan obrolan yang bermanfaat, sehingga akhirnya
obrolan ini bisa kita rasakan berkahnya. Ilmu dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sampai kepada kita
dengan jalur ‘Abdullah bin ‘Abbas. Obrolan ringan di atas unta antara Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
dengan ‘Abdullah bin ‘Abbas akhirnya diabadikan dalam hadits ini dan sampai kepada kita, Alhamdulillah..
Jadi ketika membonceng ‘Abdullah bin ‘Abbas, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan kepada beliau:
“Wahai anak kecil!”, karena memang ‘Abdullah bin ‘Abbas masih muda sekali waktu itu, tapi beliau sudah bisa
menangkap apa yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kemudian menyimpannya dan
akhirnya menyampaikannya untuk para sahabat yang lain dan juga untuk umat Islam setelah beliau.

“Sungguh aku ingin mengajarimu beberapa kalimat”, “kalimat” dalam bahasa Arab artinya adalah “kata”. Tapi di sini
beliau ingin menyampaikan beberapa kata, dengan redaksi jamak. Jadi tidak masalah kalau kita menerjemahkannya
dengan kalimat. Karena memang dia bukan hanya satu kata, tapi dia adalah susunan kata-kata yang membentuk
kalimat. Jadi, “Sungguh aku ingin mengajarimu beberapa kalimat” diantaranya adalah:
JAGALAH ALLAH, NISCAYA ALLAH AKAN MENJAGAMU
Menjaga Allah artinya adalah menjaga aturan dan batasan yang telah dibuat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala,
menjaga Allah bisa kita ringkas menjadi 4 poin; (1) dengan menjalankan perintah-perintah Allah semampu kita, (2)
meninggalkan semua laranganNya, (3) mempercayai kabar berita yang disampaikanNya dan (4) beribadah
kepadaNya dengan tata cara yang telah Dia ajarkan.

Kalau kita sudah mewujudkan hal ini, maka janji Allah adalah bahwa Allah akan menjaga kita. Jika kita menjaga
aturan Allah, menjaga batasan-batasan Allah, maka ganjarannya Allah akan menjaga kita.
‫س ْال َع َم ِل‬
ِ ‫ْال َجزَا َء ِم ْن ِج ْن‬

“Pahala itu sejenis dengan amalannya.”

Di sini kita diperintahkan untuk menjaga aturan Allah, ganjaran atau pahalanya adalah kita dijanjikan untuk bisa
mendapatkan penjagaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita harus yakin ini. Karena Allah tidak mengingkari
janjiNya. Kalau kita menjaga Allah, kalau kita menjaga aturan-aturan Allah, maka pasti Allah akan menjaga kita.

Bagaimana bentuknya? Bentuknya ada dua macam. Yang pertama adalah penjagaan dalam urusan dunia kita, yang
kedua adalah penjagaan dalam urusan akhirat kita.
PENJAGAAN DALAM URUSAN DUNIA
Penjagaan dalam urusan dunia kita bisa berupa penjagaan secara fisik. Allah menjaga kita dari penyakit, menjaga kita
dari wabah, menjaga kita dari berbagai gangguan atau menjaga badan kita saat kita sudah rendah renta.
Disebutkan dalam beberapa riwayat bahwasanya al-Qadhi Abu Thayyib ath-Thabari Asy-Syafi’i, beliau adalah
diantara ulama Syafi’iyyah pada abad ke-5 Hijriyah. Diusia beliau yang sudah tua, beliau masih bisa melompat
dengan gesit dan orang-orang takjub tapi sekaligus juga mencela beliau, sudah tua tapi kok masih bisa lompat seperti
itu. Maka beliau mengatakan:

‫هذه جوارح حفظناها عن المعاصي في الصغر فحفظها هللا علينا في ال ِكبَر‬

“Anggota tubuh ini dahulu kami menjaganya waktu kami masih muda, maka balasannya adalah Allah menjaganya
untuk kami saat kami sudah tua.”

Ini adalah penjagaan secara fisik. Dan sebaliknya, kalau kita tidak menjaga Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak
menghormati aturan-aturan Allah, maka kita tidak akan mendapatkan penjagaan seperti yang didapatkan oleh
orang-orang shalih seperti beliau. Maka disebutkan juga bahwa ada sebagian orang yang ketika tuanya meminta-
minta, berkeliling kampung mengemis, maka melihat hal itu ada sebagian Salaf yang mengatakan atau mengomentari
hal tersebut dengan mengatakan:

‫ فضيّعه هللا فى كبره‬، ‫إن هذا ضيّع هللا فى صغره‬

“Orang ini dahulu dimasa mudanya tidak menjaga Allah, maka Allah tidak menjaganya dimasa tua (Allah
membiarkannya).”

Ini adalah pelajaran untuk kita semuanya.

Allah akan menjaga keturunan kita


Kemudian diantara bentuk penjagaan di dunia adalah Allah akan menjaga keturunan kita kalau kita menjaga aturan
Allah, kalau kita tumbuh menjadi orang tua yang shalih, bapak ibu yang shalih dan shalihah, maka insyaAllah Allah
akan menjaga keturunan kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di akhir surat Al-Kahfi:

… َ‫ك أَن يَ ْبلُغَا أَ ُش َّدهُ َما َويَ ْست َْخ ِر َجا كَنزَ هُ َما َرحْ َمةً ِّمن َّربِّك‬
َ ُّ‫صالِ ًحا فَأ َ َرا َد َرب‬
َ ‫ن يَتِي َمي ِْن فِي ْال َم ِدينَ ِة َو َكانَ تَحْ تَهُ كَن ٌز لَّهُ َما َو َكانَ أَبُوهُ َما‬Iِ ‫َوأَ َّما ْال ِجدَا ُر فَ َكانَ ِلغُاَل َم ْي‬

“Adapun tembok itu adalah milik dua orang anak yatim di kota, dan dahulu di bawah tembok itu ada harta karun
untuk keduanya, dan dahulu ayah dari keduanya adalah orang yang shalih. Maka Tuhanmu (wahai Musa) ingin
agar kedua anak yatim itu tumbuh dewasa sehingga keduanya bisa mengeluarkan harta karun itu sebagai bentuk
rahmat dari Tuhanmu...” (QS. Al-Kahfi[18]: 82)
Ketika menafsirkan ayat ini Al-Imam Ibnu Katsir Rahimahullahu Ta’ala mengatakan bahwa ayat ini adalah dalil
bahwasannya orang shalih itu akan dijaga keturunannya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam ayat disebutkan
bahwa ayah dari kedua anak yatim ini dahulu adalah orang yang shalih, maka Allah ingin agar keduanya tumbuh
dewasa dan bisa mengeluarkan harta karun di bawah tembok atau dinding itu sebagai bentuk rahmat Allah.
Jadi ketika orang tuanya shalih, maka Allah menjaga keturunan kita. Dan ini berlaku untuk semuanya, tidak hanya
untuk orang yang diceritakan dalam ayat, ini berlaku untuk agama kita juga, agama Islam. Maka warisan terbaik yang
bisa ditinggalkan oleh orang tua kepada anaknya bukanlah rumah yang megah, bukan kendaraan yang mewah atau
harta yang berlimpah, bukan itu, tapi keshalihan yang bisa kita tinggalkan untuk anak-anak kita. Dan dengan sebab
itu insyaAllah Allah akan menjaga mereka.

Kadang-kadang kita khawatir bagaimana kalau kita harus berpisah dengan anak-anak kita. Dan bisa jadi perpisahan
itu terjadi saat mereka masih kecil, maka kita khawatir, kita tidak merasa aman dengan kondisi mereka saat kita tidak
bersama mereka lagi. Kalau kita punya kekhawatiran seperti itu, inilah jawabannya. Jadilah ayah yang shalih, mari
kita menjadi orang tua yang shalih. Jadilah anda ibu yang shalihah. Maka kalau anda bisa wujudkan itu, anda tidak
perlu khawatir. Karena insyaAllah anak-anak keturunan kita akan dijaga oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan
barokah keshalihan orang tua mereka.

Juga diantar bentuk penjagaan dalam urusan dunia adalah kadang-kadang bisa terjadi hal-hal yang aneh, karomah,
yang tidak umum. Seperti yang diriwayatkan oleh Al-Hakim tentang budak Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
yang bernama Safinah. Suatu ketika beliau menaiki sebuah kapal atau perahu dan kapal beliau pecah, maka beliau
terdampar di sebuah pulau dan di pulau ini terdapat binatang buas diantaranya singa. Dalam riwayat Al-Hakim ini
disebutkan bahwasannya ternyata singa yang seharusnya sangat menakutkan, yang biasanya adalah binatang buas,
disebutkan bahwa singa ini justru malah berjalan bersama Safina, menunjukinya jalan dan tidak menyerangnya,
bahkan sampai melepasnya ketika Safinah sudah mengetahui jalan untuk kembali. Ini disebutkan oleh Al-Hakim,
Thabrani dan yang lain.

Jadi ini adalah bentuk penjagaan dalam urusan dunia.

PENJAGAAN DALAM URUSAN AKHIRAT


Ini adalah penjagaan yang lebih penting. Ini adalah penjagaan yang hakiki. Yaitu dalam bentuk Allah melindungi kita
dari syubhat, dari pemikiran-pemikiran yang menyesatkan, dari bid’ah yang sesat.
Juga Allah melindungi kita dari syahwat yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, kenikmatan-kenikmatan
duniawi yang diharamkan; seperti makan riba, memakan makanan yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala, berzina, minum khamr, berjudi dan semua yang disana ada kelezatan. Tapi dengan menjaga batasan-batasan
Allah Subhanahu wa Ta’ala maka Allah akan menjaga kita dari itu semuanya.
Allah menjaga kita dari kekufuran, Allah memilih kita untuk menjadi mukmin dan muslim dan
memberikan istiqamah kepada kita sehingga kita bisa meninggal di atas jalan ini. Ini adalah penjagaan yang luar
biasa, ini adalah penjagaan yang hakiki, penjagaan yang lebih penting daripada penjagaan yang pertama tadi.
Maka kalau kita melihat ada orang yang MasyaAllah terjaga dari syubhat, begitu jauh dari syahwat, bisa
menundukkan pandangannya, tidak menyukai tontonan-tontonan yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, atau
suara-suara terlaknat, dijaga oleh Allah dengan bisa menimba ilmu dari para ulama sunnah, maka selayaknya kita iri
kepada mereka itu. Ini adalah bentuk penjagaan yang hakiki.

Anda mungkin juga menyukai