Keperawatan Jiwa
Keperawatan Jiwa
PENDAHULUAN
Perawat juga harus tau apa saja yang harus dilakukan, untuk inilah kami
kelompok mengangkat model konseputual jiwa interpersonal yang dimana model
konsep ini erat sekali dengan teori Hildegard E. Peplau. sehingga perawat
memiliki gambaran untuk melakukan tindakan keperawatan yang tepat.
II.I Tujuan
KONSEP TEORI
B. Menurut WHO
Kesehatan Jiwa bukan hanya suatu keadaan tdk ganguan jiwa, melainkan
mengandung berbagai karakteristik yg adalah perawatan langsung, komunikasi
dan management, bersifat positif yg menggambarkan keselarasan dan
keseimbangan kejiwaan yg mencerminkan kedewasaan kepribadian yg
bersangkutan.
1. Fase Orientasi
Fase ini, perawat dan klien bertindak sebagai 2 individu yang belum
saling mengenal. Selama fase orientasi, klien merupakan seseorang yang
memerlukan bantuan profesional dan perawat berperan membantu klien
mengenali dan memahami masalahnya serta menentukan apa yang klien
perlukan saat itu. Jadi, fase orientasi ini merupakan fase untuk menentukan
adanya masalah,dimana perawat dan klien melakukan kontrak awal untuk
membangun kepercayaan dan terjadi proses pengumpulan data.
Fase orientasi dipengaruhi langsung oleh sikap perawat dan klien dalam
memberi atau menerima pertolongan. Selain itu fase ini juga dipengaruhi oleh
ras, budaya, agama, pengalaman, latar belakang, dan harapan klien maupun
perawat. Akhir dari fase ini adalah perawat dan klien bersama-sama
mengidentifikasi adanya masalah serta menumbuhkan rasa saling percaya
sehingga keduanya siap untuk melangkah ke fase berikutnya.
a) Salam terapeutik
c) Kontrak (topik,waktu,tempat)
2. Fase Kerja
Fase kerja adalah fase dimana seorang ners melakukan inti terapeutik
dalam berkomunikasi dengan topik atau tujuan sesuai dengan strategi
pelaksanaan yang telah ditetapkan berdasarkan diagnosa keperawatan jiwa.
Prinsip tindakan pada fase ini adalah menggali, memahami keadaan klien
dan mencegah meluasnya masalah. Perawat mendorong klien untuk menggali
dan mengungkapkan, perasaan, emosi, pikiran, serta sikapnya tanpa paksaan
dan mempertahankan suasana terapeutik yang mendukung.
Fase kerja dimana perawat telah membantu kalien dalam membereikan
gambaran kondisi klien.
3. Fase Terminasi/Resolusi
Pada fase resolusi, tujuan bersama antara perawat dan klien sudah
sampai pada tahap akhir dan keduanya siap mengakhiri hubungan terapeutik
yang selama ini terjalin. Fase resolusi terkadang menjadi fase yang sulit bagi
kedua belah pihak sebab disini dapat terjadi peningkatan kecemasan dan
ketegangan jika ada hal-hal yang belum terselesaikan pada masing-masing fase.
Indikator keberhasilan untuk fase ini adalah jika klien sudah mampu mandiri dan
lepas dari bantuan perawat. Selanjutnya, baik perawat maupan klien akan
menjadi individu yang matang dan lebih berpengalaman.
Pada suatu hari tepatnya hari minggu jam 9 pagi dirumah sakit jiwa
Lawang terlihat seorng bapak dan ibu sedang menunngui anaknya yang
mengalami gannguan halusinasi di ruang kamar pasien.
1. Orientasi
a) Salam Terapeutik
Perawat : saya perwat dina,saya yang merwat anak bapak dan Ibu
Ibu : saya merasa sedih sus melihat anak saya seperti ini.
Ibu : anak saya masih masih sering menyendiri dan berbicara sendiri
tiba-tiba berteriak teriak..
Ibu : iya sus saya takutdengan kondisi anak kami yang seperti ini.
c) Kontrak
Perawat : Hari ini kita akan berdiskusi tentang masalah apa yang anak
bapak dan ibu alami dan bantuan apa yang bapak dan ibu bisa berikan’’
Perawat : apa yang bapak /ibu rasakan menjadi maslah dalam merwat
’’W”?
Bapak : kami masih belum bisa menghadapi anak kami saat berbicara
sendiri dan berteriak teriak sendiri.
Perawat : ya, gejala yang dialami oleh anak bapak/ibu itu itu dinamakan
halusinsi pendengaran yaitu mendengar sesuatu yang sebetulnya
tidak ada yang berbicara.”tanda tandanya bicara dan tertawa
sendiri atau marah marah tanpa sebab.jadi kalau anak bapak /ibu
mendengar suara-suara,sebenarnya suara itu tidak ada.
Perawat : Penyebabnya harga diri rendah bu. Anak ibu merasa harga
dirinya rendah sehingga anak ibu menarik diri kemudian timbul halusinasi.
Perawat :Ada beberapa cara untuk membantu anak Bapak/ibu agar bisa
mengendalikan halusinasi.
Kedua, jangan biarkan anak bapak/ibu melamun dan sendiri, karena kalu
melamun halusinasi akan muncul lagi. Upayakan ada orang mau bercakap-cakap
dengannya. Buat kegiatan keluarga seperti makan bersama, sholat bersama-
sam. Tentang kegiatan, saya telah melatih anak bapak/ibu untuk membuat
jadwal kegiatan sehari-hari. Tolong bapak/ibu pantau pelaksanaannya. Yaa……
dan berikan pujian jika dia lakukan! Apakah ibu mengerti?
Ibu : Iya sus saya mengerti, saya akan melakukan sesuai saran suster
dan memantaunya.
Perawat : Cara yang ketiga yaitu bantu anak bapak/ibu minum obat secara
teratur. Jadi bapak/ibu dapat mengingatkan kembali, ya
babak/ibu...
Bapak : Iya sus, kami akan selalu mengingatkan anak kami agar selalu
minum obat. Karena kami sangat mengharapkan anak kami cepat
sembuh. Kami sangat sedih sekali dengan kondisi anak kami yang
seperti ini. Oh ya sus, obatnya apa saja?
Perawat : Obatnya ada 3 macam, ini yang orange namanya CPZ gunanya
untuk menghilangkaan suara-suara. Diminum 3x sehari pada jam
7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam. Yang putih namanya THP
gunanya membuat rileks, jam minumnya sama dengan CPZ tadi.
Yang biru namanya HP gunanya menenangkan cara berfikir, jam
minumnya sama dengan CPZ. Obatnya perlu selalu diminum
untuk mencegah kekambuhannya pak/bu, apakah ibu dan bapak
sudah mengerti?
3. Terminasi
a) Evaluasi Subyektif
b) Evaluasi Obyektif
c) Kontrak
§ Topik
Perawat : “Baiklah, waktu kita sudah habis, bagaimana kalau dua hari lagi
kita bertemu untuk mempraktekkan cara memutus halusinasi
langsung dihadapan anak bapak/ibu?”
§ Tempat
§ Waktu
Perawat : Wa’alaikumsalam….
PENUTUP
III.I Kesimpulan
Menurut konsep model ini, kelainan jiwa seseorang bisa muncul akibat
adanya ancaman. Ancaman tersebut menimbulkan kecemasan (Anxiety).
Ansietas timbul dan alami seseorang akibat adanya konflik saat berhubungan
dengan orang lain (interpersonal).
Tujuan keperawatan adalah untuk mendidik klien dan keluarga dan untuk
membantu klien mencapai kemantapan pengembangan kepribadian (Chinn dan
Jacobs, 1995). Teori dan gagasan Peplau dikembangkan untuk memberikan
bentuk praktik keperawatan jiwa. Oleh sebab itu perawat berupaya
mengembangkan hubungan antara perawat dan klien dimana perawat bertugas
sebagai narasumber, konselor, dan wali.
III.II Saran
A. Perawat
B. Mahasiswa perawat
Makalah ini sangat bagus untuk dibaca sebagai pedoman kita dalam
memahami teori peplau mengenai konseptual model keperawatan jiwa
interpersonal, Sehingga kedepan nanti kita bisa berkerja dengan baik,dan
hubungan interpersonal yang kita lakukan baik. Sehingga kita bisa memberikan
keperawatan yang baik kepada pasien.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kecepatan informasi dan mobilitas manusia di era modernisasi
saat ini begitu tinggi sehingga terjadi hubungan social dan budaya.
Hubungan social antar manusia dirasakan menurun akhir – akhir ini,
bahkan kadang- kadang hanya sebatas imitasi saja. Padahal bangsa
Indonesia yang mempunyai / menjunjung tinggi adat ketimuran sangat
memperhatikan hubungan social ini. Dengan demikian kita patut waspada
dari kehilangan identitas diri tersebut. Perubahan yang terjadi tadi dapat
membuat rasa bingung karena muncul rasa tidak pasti antara moral,
norma,nilai – nilai dan etika bahkan juga hokum. Menurut Dadang Hawari
( 1996 ) hal – hal tersebut dapat menyebabkan perubahan psikososial,
antara lain : pola hidup social religious menjadi materialistis dan sekuler.
Nilai agama dan tradisional diera modern menjadi serba boleh dan
seterusnya.
PEMBAHASAN
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahwa Perkembangam keperawatan di Indonesia dipengaruhi oleh kondisi
sosial ekonomi yaitu pada saat penjajahan kolonial Belanda, Inggris dan Jepang.
Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, perawat berasal dari penduduk
pribumi yang disebut Velpeger dengan dibantu Zieken Oppaser sebagai penjaga
orang sakit.
Dalam pendekatan keperawatn jiwa kita menggunakan beberapa model
konseptual yaitu Psycoanalytical (Freud, Erickson), Interpersonal ( Sullivan,
peplau), Social ( Caplan, Szasz), Existensial ( Ellis, Rogers), Supportive Therapy
( Wermon, Rockland), Medica ( Meyer, Kraeplin)
B. Saran
Kita sebagai perawat tidak boleh lupa akan sejarah perjuangan
keperwatan jiwa yang selalu dipandang sebalah mata terhdapa khalayak
umum & harus terkobarkan semangat juang membantu orang yang
mengalami gangguan jiwa untuk sembuh seperti semula.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan penyakit dengan multi
kausal, suatu penyakit dengan berbagai penyebab yang sangat bervariasi.
Kausa gangguan jiwa selama ini dikenali meliputi kausa pada area
organobiologis, area psikoedukatif, dan area sosiokultural. Dalam konsep stress-
adaptasi penyebab perilaku maladaptif digambarkan sebagai tahapan mulai
adanya faktor predisposisi, faktor presipitasi dalam bentuk stressor pencetus,
kemampuan penilaian terhadap stressor, sumber koping yang dimiliki, dan
bagaimana mekanisme koping yang dipilih oleh seorang individu. Dari sini
kemudian baru menentukan apakah perilaku individu tersebut adaptif atau
maladaptif.
Banyak ahli dalam kesehatan jiwa memiliki persepsi yang berbeda-beda
terhadap apa yang dimaksud gangguan jiwa dan bagaimana gangguan perilaku
terjadi. Perbedaan pandangan tersebut tertuang dalam bentuk model konseptual
kesehatan jiwa. Pandangan model psikoanalisa berbeda dengan pandangan
model social, model perilaku, model eksistensial, model medical, berbeda pula
dengan model stress – adaptasi. Masing-masing model memiliki pendekatan unik
dalam terapi gangguan jiwa.
Berbagai pendekatan penanganan klien gangguan jiwa inilah yang
dimaksud dengan terapi modalitas. Suatu pendekatan penanganan klien
gangguan yang bervariasi yang bertujuan mengubah perilaku klien gangguan
jiwa dengan perilaku maladaptifnya menjadi perilaku yang adaptif (Dahlia
Majnun, 2009).
B. Tujuan Masalah
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami Terapi Modalitas
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian Terapi Modalitas
b. Mahasiswa mampu memahami tujuan Terapi Modalitas
c. Mahasiswa mampu mengimplementasikan jenis Terapi Modalitas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5. Lingkungan Psikososial
Lingkungan yang kondusif yaitu fleksibel dan dinamis yang
memungkinkan pasien berhubungan dengan orang lain dan dapat mengambil
keputusan serta toleransi terhadap tekanan eksternal.
a. Komunikasi terapeutik, sikap bersahabat dan perasaan empati.
b. Observasi pasien tiap 15 menit.
c. Jelaskan tujuan pengikatan/pengekangan secara berulang-ulang.
d. Penuhi kebutuhan fisik pasien.
e. Libatkan keluarga.
f. Literatur/ biblio therapy
Terapi dengan kegiatan membaca seperti novel, majalah, buku-buku dan
kemudianmendiskusikannya. Tujuannya adalah untuk mengembangkan
wawasan diri dan bagaimana mengekspresikan perasaan/pikiran dan perilaku
yang sesuai dengan norma-norma yang ada.
g. Pettherapy
Terapi ini bertujuan untuk menstimulasi respon pasien yang tidak mampu
mengadakan hubungan interaksi dengan orang-orang dan pasien biasanya
merasa kesepian, menyendiri.
h. Planttherapy
Terapi ini bertujuan untuk mengajar pasien untuk memelihara segala
sesuatu/mahluk hidup, dan membantu hubungan yang akrab antara satu pribadi
kepada pribadi lainnya.
b. Tujuan
1. Menurunkan konflik kecemasan keluarga
2. Meningkatkan kesadaran keluarga terhadap kebutuhan masing-masing anggota
keluarga.
3. Meningkatkan kemampuan penanganan terhadap krisis.
4. Mengembangkan hubungan peran yang sesuai
5. Membantu keluarga menghadapi tekanan dari dalam maupun dari luar anggota
keluarga.
6. Meningkatkan kesehatan jiwa keluarga sesuai dengan tingkat perkembangan
anggota keluarga.
c. Perkembangan
Penelitian mengenai terapi keluarga dimulai pada tahun 1950-an oleh
seorang Antropologis bernama Gregory Bateson yang meneliti tentang pola
komunikasi pada keluarga pasien skizofrenia di Palo Alto, California.
Pada pertengahan 1970-an, masyarakat prefesional mulai menganggap
serius perspektif dan terapi keluarga. Sejalan dengan itu, buku-buku dan artikel-
artikle bermunculan, begitu juga program pelatihan terapi keluarga (Gale dan
Long, 1996)
Munculnya buku-buku semipopuler sejak tahun 1968 hingga 1992
memberikan pandangan dan proses yang melekat pada kehidupan perkawinan
dan pasangan yang senantiasa berubah.
Perkembangan dari fokus pada individu, psikodinamik berdasarkan
psikoterapi ke fokus pada keluarga sebagai unit dari terapi, dikemukakan of
Jones sebagai " Sceentific Revoketion ".
Aktifitas :
1. Komponen dikdaktik : memberikan informasi & pendkes tentang gangguan jiwa,
sistem keswa & yankep.
2. Komponen ketrampilan : latihan komunikasi, asertif, menyelesaikan konflik,
mengatasi perilaku & stress
3. Komponen emosi : memberikan kesempatan untuk memvalidasi perasaan &
bertukar pengalaman
4. Komponen proses keluarga fokus pada koping keluarga & gejala sisa terhadap
keluarga.
5. Komponen sosial : meningkatkan penggunaan dukungan jaringan
formal/informal untuk klien & keluarga
http://mypondokiklan.blogspot.com/2011/01/terapi-keluarga.html
Cortinash, KM and Holeday Worret, P.A. Psychyatric Nursing care Plan, St. Louis ;
Mosby year Book, 1991.
Mc Farland, Gertrude K. and Themas M.D, Psychiatric Mental Health Nursing, St. Louis :
The CV. Mosby Co. 1987.
Made Winarta. 2012. Terapi Okupasi. available
from:http://wirnursing.blogspot.com/2012/03/terapi-okupasi.html
(dipostkan oleh Madw Winarta pada Senin, 19 Maret 2012)
Keliat, B.A. dan Akemat. 2005. Keperawatan Jiwa: Terapi Akitivitas Kelompok. Jakarta:
EGC.
Muhaj, K. 2009. Terapi Okupasi dan Rehabilitasi.
Available:http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/01/terapi-okupasi-dan-
rehabilitasi.html.
Riyadi, S. dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha
Ilmu.