Jurnal 3
Jurnal 3
ISBN : 979-8637-11-2
1
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
TIM PENULIS :
Cetakan Pertama
Juli 2004
Diterbitkan oleh :
2
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang : Penguatan Sektor akal, oleh karena konsep ini bekerja atas dasar
Partisipatif dalam Kebijakan asumsi akomodasi atas kemajemukan cara-
Sumberdaya Alam dan Lingkungan pandang (plurality of perspectives) dalam
menyikapi persoalan sumberdaya alam dan
Perspektif tentang sistem pengelolaan dan tata-
lingkungan di beragam aras masyarakat. Pada
pemerintahan (seringkali disebut juga dengan
intinya, konsep ini berkeyakinan bahwa
tata-pamong/governance) pembangunan di
benturan yang selalu terjadi dan berulang
Indonesia mengalami perkembangan-
karena perbedaan pandangan, akan dapat
perkembangan yang dramatis, selaras dengan
dicarikan titik-temunya melalui proses-proses
berlangsungnya pergeseran nilai-nilai
komunikasi yang multi-pihak dan kerjasama
kehidupan sosial-ekonomi dan politik pada
aksi yang bersifat kolaboratif.
aras makro sistem sosial-kemasyarakatan, sejak
satu dekade terakhir. Tata-pemerintahan Persoalan konflik kepentingan dalam
sentralisme Orde Baru (ORBA) yang dikenal pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya
otoritarian, berpendekatan serba-seragam, serta alam adalah masalah klasik yang selalu
mengabaikan inisiatif lokal, telah digantikan menjadi wacana penting. Sebagaimana
oleh pendekatan yang memberikan bobot pada diketahui, modal alam (natural capital) atau
upaya-upaya perubahan berencana berbasiskan sumberdaya alam dipandang secara berbeda
pada prakarsa akar-rumput (grass-root) yang oleh masyarakat. Teradapat dua kutub
seringkali dikenal sebagai bottom-up approach. masyarakat yang tak pernah satu pandangan,
Pendekatan pembangunan yang bercirikan yaitu mereka yang menganut mazhab
semangat partisipatif-kolaboratif, berbasis pada antroposentrisme1 melawan mereka dari
sumber kekuatan yang dimiliki oleh komunitas golongan ekosentrisme. Kemajemukan cara
lokal, mengakui eksistensi kepentingan pemahaman terhadap eksistensi sumberdaya
beragam mutistakeholders yang didukung kuat alam dan lingkungan yang demikian itu,
oleh semangat demokratisme, tersebut secara potensial bisa menghantarkan sebuah
terutama mendapatkan relevansinya yang sistem sosial-kemasyarakatan pada situasi
sangat kuat, manakala perhatian diarahkan konfliktual akut yang bisa membawa entitas
kepada pengelolaan sumberdaya alam dan sosial tersebut pada situasi disintegratif yang
lingkungan. Selama ini di kawasan lingkungan justru kontra-produktif terhadap keseluruhan
dikenal adanya derajat konflik dari beragam hasil pembangunan yang dicita-citakan
pelaku kepentingan yang sangat tinggi. bersama. Persoalan peningkatan kedalaman
Kompleksitas persoalan lingkungan ketidakpercayaan pada suatu
dicerminkan oleh luasnya ragam exercise of masyarakat/komunitas (deepening level of
power dari berbagai pihak di suatu kawasan. distrust among the community members) makin
kronis terjadi, bila benturan-benturan pandangan
Paradigma pembangunan yang berorientasi
dan kepentingan tidak segera menemukan
pada gagasan anti-sentralisme dan pro-
kesepahaman. Untuk mencari hasil optimal
partisipasi tersebut makin kokoh
dan titik temu yang bisa diterima secara luas,
kedudukannya sejak UU 22/1999 tentang
salah satu solusi yang diajukan adalah
Otonomi Daerah dengan semangat
desentralismenya diundangkan. Sejak saat itu,
masyarakat sipil (civil society) mendapatkan 1
Menurut Diesendorf and Hamilton (1997),
antroposentrisme secara eksplisit berasumsi bahwa
makin banyak kesempatan dan ruang yang
tujuan akhir segala kegiatan manusia adalah
leluasa untuk terlibat langsung dalam proses peningkatan taraf hidup atau kesejahteraan sosial-
perencanaan dan pembuatan kebijakan, yang ekonomi, yang dapat dicapai melalui akumulasi
selama beberapa dekade lalu didominasi oleh sebanyak-banyaknya jumlah barang dan jasa (termasuk
ecological service) yang dikonsumsi. Semua elemen
elit pemegang kekuasaan negara. Dari sudut ekosistem atau sumberdaya alam akan dieksploitasi
ini, tampak benar bahwa dimensi ketata- untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Karenanya, modal
pemerintahan sumberdaya alam dan alam (tumbuhan, hewan, landscape, tanah, air dan
seterusnya) harus tunduk pada kekuasaan manusia
lingkungan menjadi titik krusial penting dalam (human society). Sementara itu, ekosentrisme adalah
pengelolaan sumberdaya alam yang lestari di pandangan yang melihat sebaliknya, dimana semua
masa mendatang. elemen ekosistem (sumberdaya alam), termasuk proses-
proses pertukaran sosio-ekologis di dalamnya memiliki
Pengajuan konsep tata-pemerintahan nilai kehidupan yang perlu juga dihargai. Dengan cara
demikian, keselamatan lingkungan (environmental
lingkungan (environmental governance) yang
security) akan terjamin secara berkelanjutan.
partisipatoris sepantasnya dipandang masuk
3
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
membuka akses lebih besar masyarakat sipil dan terlibat dan secara pro-aktif berinisiatif dalam
semua pihak berkepentingan kepada ruang- pembangunan lingkungan. Ruang “manuver”
ruang kekuasaan yang memungkinkan para- politik yang lebih besar dibanding apa yang
pihak bisa membangun dialog yang kondusif dan dimilikinya di masa lalu, memungkinkan
komunikatif, terutama dalam perumusan mereka lebih leluasa untuk mendefinisikan
kebijaksanaan pemanfaatan sumberdaya alam. secara reflektif (sesuai dengan ukuran-ukuran
lokal) solusi-solusi masalah lingkungan yang
Dalam bidang pengelolaan sumberdaya alam
paling tepat untuk kondisi mereka. Pada sisi
dan lingkungan, masalah di atas dicoba untuk
lain, adanya perubahan sifat dan skala
diatasi dengan menumbuhkembangkan konsep
pemerintahan (changing nature and scale of
decentralized natural resources management and
goverment) yang makin mengurangi dominasi
governance system yang berbasiskan pada
kekuasaan, serta makin diyakininya prinsip
prinsip-prinsip partisipasi dan demokrasi (lihat
kolaborasi (pelibatan multi-pihak) dalam
juga tulisan Baumann dan Farrington, 2003).
pengelolaan sumberdaya alam dan
Konsep ini menjadi ”taruhan penting” dari
lingkungan, merupakan momentum penting
studi-aksi yang hendak dilakukan selama
penyusunan konstruksi kebijakan lingkungan
jangka waktu setahun di kawasan DAS
partisipatif (construction of participatory
Citanduy oleh Pusat Studi Pembangunan
environmental policy) di masa depan. Hal ini
Institut Pertanian Bogor bersama UNDP
akan memungkinkan makin tingginya derajat
Partnership Indonesia.
penerimaan sosial (degree of social acceptability)
Meski belum banyak dikenal, konsep masyarakat lokal atas segala
decentralized natural resources management and kebijakan/keputusan yang diambil.
governance system sebenarnya bukan isyu baru
Seiring dengan terbukanya akses masyarakat
dalam studi kebijakan pembangunan
kepada pemutusan kebijakan sumberdaya
lingkungan. Scoones dan Holmes (2000) seraya
alam dan lingkungan (natural resource and
mengutip pendapat Gaventa dan Robinson
environmental policy-making processes), maka
(1999) menjelaskan bahwa prinsip-prinsip
pusat kekuasaan di sektor-partisipatoris
pengelolaan sumberdaya alam yang
(participatory sektor – masyarakat sipil)
kolaboratif-partisipatif, juga berlangsung pada
menguat secara signifikan vis a vis negara dan
konsep yang sejak lama dikenal sebagai
korporasi (lihat Uphoff, 1986, O’Connel, 2000,
deliberative and inclusionary processes –
Young, 2000, Pieterse, 1998). Pertanyaannya
pendekatan reflektif dan pengikutsertaan
kini adalah, siapkah semua pihak menerima
semua pihak. Dalam pendekatan itu, sejumlah
dan merespons dengan baik perubahan-
pemangku-kepentingan (stakeholders) dari
perubahan di atas? Bagaimankah cara
beragam latar belakang duduk bersama
memanfaatkan momentum penguatan paham
memutuskan cara-cara pengelolaan
partisipasi demi terciptanya situasi yang
sumberdaya alam yang bisa diterima oleh
memadai dan menguntungkan bagi proses
semua pihak. Dialog yang dibangun dalam
pemutusan kebijakan publik di bidang
proses yang melibatkan semua pihak dan
lingkungan dan sumberdaya alam yang
bersifat reflektif, akan bermanfaat mereduksi
efektif? Bagaimanakah cara menumbuhkan-
growing levels of distrust dalam environmental
kembangkan potensi kekuatan politik “akar-
policy processes secara signifikan dalam
rumput” (termasuk kelembagaan lokal) demi
masyarakat. Banyak pengalaman
mendorong terciptanya sistem pengelolaan
mengungkapkan bahwa kebijakan sumberdaya
sumberdaya alam dan lingkungan yang lebih
alam dan lingkungan yang partisipatif dapat
demokratis dan lebih baik secara ekologis
dibangun dengan melibatkan dan mengijinkan
(ecologically better) itu? Seberapa efektifkah
semua tipe kelembagaan pembuat-kebijakan
desentralisasi tata-pemerintahan sumberdaya
(policy-making institutions) berkontribusi secara
alam dan lingkungan (decentralized natural
bersama-sama dalam formulasi perencanaan
resources and environmental governance)
hingga pemantauan kebijakan lingkungan.
memberikan ruang yang mencukupi bagi
Mekanisme tersebut akan menghindarkan
sistem pengelolaan sumberdaya alam secara
dominasi tunggal baik yang dilakukan oleh
lestari? Dimanakah terdapat kekurangan yang
kelompok elite ataupun non-elite dalam
perlu diperbaiki? Bagaimanakah bentuk
pemutusan kebijakan.
rancang-bangun tata-pemerintahan
Konsep partisipasi dalam environmental lingkungan yang partisipati-berkelanjutan itu,
governance system di Indonesia diharapkan akan dan agenda apa yang seyogianya disusun?
memperbesar ruang bagi civil society untuk ikut Segala pertanyaan itu hendak dicari
4
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
jawabannya melalui studi-aksi desentralisasi bersifat sebagai open access2 resources) yang
pengelolaan dan sistem tata-pemerintahan makin besar. Penguasaan dan pemanfaatan
sumberdaya alam (decentralized natural resources sumberdaya akan mengarah pada
management and governance system) dengan pengrusakan bila tidak disertai dukungan
mengambil kasus pada kawasan common pool kelembagaan (rule of the game) yang memadai.
resources Daerah Aliran Sungai (DAS) Akibatnya, kecenderungan berlangsungnya
Citanduy. konflik agraria dan tumpang tindih klaim serta
berlangsungnya fenomena tragedi bersama
(“the tragedy of the commons”), akan makin
1.2. Tata-pemerintahan Sumberdaya Alam besar peluangnya untuk muncul ke
dan Lingkungan (Environmental permukaan. Ditambah dengan lemahnya
Governance) di DAS Citanduy: (diabaikannya) sistem-sistem kelembagaan
Tantangan ke Depan lokal asli (indigenous institutional arrangement
system) dan adanya lack of societal capacity in
Pertanyaan pokok yang hendak dijawab dalam
natural resources and environmental governance
studi-aksi ini adalah, bagaimanakah krisis
system, maka proses perusakan sumberdaya
ekologi dalam arti luas atau degradasi kualitas
milik bersama (the destruction of common pool
sumberdaya alam dalam arti sempit di DAS
resources atau common property3 resources atau
Citanduy, dapat diatasi atau paling tidak
CPR) akan makin serius berlangsung.
direduksi melalui pola pengelolaan
sumberdaya alam yang partisipatif-kolaboratif? Persoalan kerusakan sumberdaya alam akan
Era “otonomi daerah” yang mengedepankan makin serius, bila memperhatikan kenyataan
prinsip desentralisasi kekuasaan memberikan adanya pertambahan penduduk yang makin
iklim yang sangat baik untuk mengembangkan mempersempit ruang gerak kehidupan
pendekatan perencanaan dan pengelolaan komunitas lokal (lokal community livelihoods
multi-pihak yang secara bersama merumuskan system). Di samping itu, persoalan pemenuhan
dan menegakkan prinsip one-river one needs for sustenance (strategi nafkah dan
management sebagaimana diwacanakan sejaka bertahan hidup) yang makin tak sederhana
beberapa dekade terakhir dalam setiap kompleksitas dan dimensinya diperkirakan
kesempatan diskusi tentang watershed ikut menekan intensitas konflik dan
management. Bagaimanakah bentuk tata- persaingan serta ketegangan sosial-ekonomi
pengelolaan sumberdaya alam (natural resource dan sosial-ekologi ke tingkat yang belum
management regime and governance system) di pernah ada sebelumnya. Dalam arti lain,
tingkat beragam cluster ekosistem lokal terdapat kaitan yang sangat erat antara
seyogianya dibangun? Apakah pola-pola kemiskinan (poverty) dan kerusakan alam. Studi
kelembagaan pengelolaan sumberdaya alam lingkungan di kawasan lain telah
berbasis kekuatan lokal atau community-based membuktikan secara meyakinkan kebenaran
natural resources management system layak tesis tersebut (lihat de Haen, 1997, Lipton,1997,
dikembangkan? Dalam hal apa kelembagaan Reardon dan Vosti, 1997, Ruttan, 1997, Von
tersebut bisa tumbuh dan dalam hal apa
pertumbuhannya terkendala? Bagaimana 2
Open access is defined as “where no one has the legal
bentuk kelembagaan pengelolaan sumberdaya right to exclude anyone from using a resource. Open
alam dapat ditumbuh dan kembangkan di access regimes have long been considered in legal
doctrine as involving no limits on who is authorized to
beragam aras administratif pemerintahan? use a resource” (see Ostrom, 1992).
Inilah serangkaian research questions yang
3
hendak dijawab dalam studi-aksi di DAS Common property may be defined as “where the
members of clearly demarked group have a legal right to
Citanduy oleh PSP IPB. exclude non-members of that group from using a
resource (Ostrom, 1992). The problems of open access
Sebagaimana diketahui bersama, tantangan
arise from unrestricted entry, whereas problems of
terbesar dalam pengelolaan sumberdaya alam common property result from the tensions in the
bersama (common pool resources - CPR) seperti structure of joint use rights adopted by particular village
kawasan DAS Citanduy, adalah “bekerjaya” or group (Runge, 1992). Salah satu alasan kegagalan
dalam mempertahankan common property resources
kekuatan-kekuatan ekologi-politik dan (CPR) sehingga membentuk open access resources
kebebasan individu-individu di setiap (open access regime), adalah karena adanya struktur
komunitas lokal, untuk melakukan penguasaan ineffective exclusion of non-owners dimana komunitas
lokal menemui kegagalan dalam
atau encroachment terhadap CPR (yang juga mengoperasionalisasikan common property institutions
terutama saat mereka mengontrol pemanfaatan
sumberdaya alam bersama atau CPR (the failure of
protecting borders and enforcing limits on resources
harvesting).
5
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
Braun, 1997, Ekbom dan Bojö, 1999). Hal ini sistem pengelolaan (institutional arrangement on
berarti bahwa, upaya pelestarian alam dan natural resources management) dan governance
pengamanan sumberdaya alam (natural system of CPR, yang diharapkan dapat
resources security) akan sia-sia tanpa menangani mengatasi persoalan di atas. Selain dapat
masalah kemiskinan secara tuntas. menjawab persoalan, program aksi konkret
kegiatan ini juga diharapkan sekaligus mampu
Di masa otonomi daerah, persoalan ketegangan
memberdayakan komunitas lokal. Selain itu,
sosial dan konflik (kepentingan) antar
rancangan sistem pengelolaan CPR yang
pihak/komunitas (bisa dalam bentuk konflik
berbasiskan pada sistem sosio-ekonomi-
horizontal antar komunitas, konflik antar daerah –
ekologi setempat, kelak juga diharapkan dapat
inter-regional conflict ataupun konflik sosial
menegakkan kedaulatan communal property
vertikal antara pemerintah pusat, provinsial,
institutions serta norma dan kelembagaan
dan daerah tingkat II) atas tumpang-tindihnya
lokal, menumbuhkan perekonomian lokal,
klaim penguasaan sumberdaya alam, akan
mendorong kesejahteraan bersama serta
terus meningkat dan makin serius. Sejak
memungkinkan terealisasikannya idealisme
diberlakukannya Undang-Undang Otonomi
pembangunan yang berkelanjutan.
Daerah No 22/1999 dan UU No 25/1999,
persoalan otoritas pengelolaan (termasuk Reformasi kelembagaan yang dihasilkan dari
pendanaan pengelolaan) sumberdaya alam rancangan ini juga diharapkan dapat
CPR memiliki dimensi persoalan baru (dimensi mempercepat proses demokratisasi
politik otonomi daerah). pengelolaan CPR di berbagai aras perhatian
(mikro-ekosistem dan meso-regional) serta
Sebenarnya, secara teoritis sistem pengelolaan
membangun inter-institutional relations yang
sumberdaya alam milik bersama (CPR) dapat
memungkinkan atau mampu membantu
menjadi dasar pengaturan hak-hak individual
berlangsungnya proses demokratisasi,
(individual rights) yang efektif. Struktur
otonomi dan desentralisasi kekuasaan-
penguasaan lahan bersama (complex of joint use
wewenang (di ranah CPR management system)
rights) dalam CPR yang dikukuhkan oleh
yang mempedulikan prinsip kemitraan
masyarakat serta pemerintah lokal-regional,
(partnership) secara efektif.
memungkinkan konflik antar individu
(semestinya) dapat dihindarkan. Hal ini
dikarenakan common property rights dimaknai
1.3. Rumusan Permasalahan dan Relevansi
(Runge, 1992) sebagai “a complex set of rules
Studi-Aksi Tata Pemerintahan
specifying rights of joint use of specific natural
Lingkungan
resource”, dimana common property institutions
(CPI) bisa dipandang sebagai sumber pengaturan Studi-aksi desentrasilasi pengelolaan dan tata-
alokasi sumberdaya alam, serta sumber pemerintahan sumberdaya alam dan
kehidupan komunitas lokal (livelihoods source lingkungan diarahkan pada upaya
and lokal social security system) yang efektif. menginventarisasi, memetakan, dan
Namun pada kenyataannya, banyak CPI yang selanjutnya merancang-bangun sistem tata-
ada tidak lagi berfungsi secara sempurna dan pemerintahan sumberdaya alam dan
dihormati banyak pihak. Hal ini (lebih banyak) lingkungan yang berbasiskan pada potensi
dikarenakan masuknya beragam kepentingan sosio-ekologi-ekonomi, karakteristik,
ekonomi, ideologi, alasan sosial-politik, atas pemahaman-pemahaman, dan sosio-budaya
suatu sumberdaya tertentu, yang selanjutnya lokal. Pengembangan sistem pengelolaan dan
memicu pertentangan dan perseteruan sosial. tata-pemerintahan sumberdaya alam dan
Tambahan lagi, dengan adanya UU 22/1999 lingkungan akan dibangun berdasarkan asas
dan UU 25/1999, pemerintah kabupaten/kota atau prinsip-prinsip sebagai berikut: (1)
juga terdorong untuk mendayagunakan atau kemitraan (partnership), (2) pelibatan multi-
tepatnya “mengeksploitasi CPR sebanyak pihak dalam perencanaan hingga evaluasi
mungkin” demi terpenuhinya sumber keputusan kebijakan lingkungan, partisipatif-
keuangan daerah, sedemikian sehingga akan kolaboratif, (3) berideologikan keberlanjutan
memicu konflik vertikal (masyarakat lokal – (sustainability), dan (4) desentralisasi dalam arti
customary area owner melawan pemerintah dilakukan di tiap-tiap wilayah administratif
kabupaten) yang tak terelakkan, dan yang terpisah sesuai otoritas masing-masing
diperkirakan akan berlangsung makin tajam. kabupaten/kota, namun tetap dalam kerangka
satu kesatuan sistem pengelolaan DAS
Oleh karena itu, tantangannya adalah
Citanduy. Ideologi keberlanjutan
ditemukannya innovasi dan bentuk rancangan
mengarahkan setiap keputusan untuk
6
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
memenuhi tiga prinsip sekaligus yaitu: (1) secara efektif mampu menekan prevalensi
secara ekonomi menguntungkan, (2) secara ketegangan atau konflik sosial horisontal
ekologis dapat dipertanggungjawabkan (ramah (antar-komunitas dan antar regional)
lingkungan), dan (3) secara sosio-budaya ataupun konflik vertikal (antara sistem
diterima oleh sistem norma dan sistem tata pemerintahan dari aras berbeda) atas
sosial-kemasyarakatan dan kepercayaan lokal. pengelolaan sumberdaya alam bersama
(CPR) DAS Citanduy.
Beberapa kerumitan sistemik yang dihadapi oleh
studi-aksi ini dan perlu diperhitungkan secara 2. Merancang dan mengimplementasikanan
cermat adalah bahwa kesatuan wilayah sistem tata-pemerintahan atau
administratif di kawasan DAS Citanduy tidak ketatalaksanaan sumberdaya alam dan
selalu sama dengan kesatuan ekologis ekosistem lingkungan yang berorientasi pada prinsip
DAS secara keseluruhan. Kawasan ekosistem partisipasi-kolaborasi, dan kemitraan
DAS Citanduy terbagi ke dalam beberapa (natural resources and environmental
wilayah adminstratif kabupaten/kota yang di governance partnership system) pada
setiap wilayah administratif tersebut dijalankan komunitas lokal dan regional, sehingga
pola pengelolaan dan tata-pemerintahan cita-cita keberlanjutan sistem sosio-ekonomi-
sumberdaya alam dan lingkungan yang khas. ekologi dapat tercapai di kawasan DAS
Bahkan pada setiap satuan komunitas, sistem Citanduy.
pengelolaan pun sangat khas dan bisa berbeda
3. Mengembangkan model-model penguatan
sekalipun komunitas tersebut bertetangga.
dan pengembangan kelembagaan serta
Dengan kondisi demikian, maka potensi
pemberdayaan sosial-ekonomi komunitas
konflik kepentingan sangat besar dan sangat
lokal yang pro terhadap upaya konservasi
mungkin untuk meletupkan konflik agraria
sumberdaya alam di kawasan DAS
terbuka yang kontra-produktif.
Citanduy.
Penguatan semangat ego-regional sejak
4. Merancang dan mengimplementasikan
bergulirnya UU 22/1999 dan politik
model konservasi sumberdaya alam yang
desentralisasi, membuat koordinasi dan
berbasiskan pada kemampuan dan
kerjasama penanganan pengelolaan ekologi
prakarsa lokal yang secara jangka panjang
DAS dan sumberdaya alam di kawasan
membantu pencapaian local community-
tersebut justru memasuki tahap kesulitan baru
based sustainable natural resources
yang tak mudah dikendalikan. Tantangannya
management.
adalah menemukan formulasi/bentuk
kolaborasi antar pemerintah kabupaten/kota Secara umum, tujuan studi-aksi ini adalah
yang kolaboratif yang bersandarkan pada mengembangkan model yang diturunkan dari
semangat saling memahami posisi masing- pelajaran-pelajaran (lessons-learned) yang
masing pihak. Konflik kepentingan dan konflik diperoleh di lapang, yang bermanfaat, untuk
aspirasi inilah tantangan bersama sistem kemudian bisa ditumbuhkan bagi model
pengelolaan dan tata-pemerintahan pengelolaan CPR (DAS) di kawasan lain
sumberdaya alam dan lingkungan DAS Indonesia.
Citanduy di masa depan.
7
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
8
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
Penguatan ego-
Unmanageable sektoral, konflik
CPR (DAS) kepentingan antar-
daerah
ALTERNATIF
Partnership-based
Decentralized Natural
Resources Managemen and
Governance System
Private State
sector Bureaucracy
Participatory
sector
9
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
2.1. Co-Management dalam Pengelolaan praktek, berbagai proyek yang pernah dan
DAS Citanduy tengah berjalan, telah diselenggarakan dengan
beragam bentuk pembiayaan proyek untuk
DAS merupakan entitas geografik yang
DAS Citanduy, diantaranya:
memiliki struktur dasar dan pola topografi
yang, bersama hukum gravitasi dan hukum - Dana bantuan penghutanan kembali dan
aliran air, membentuk satuan biofisik dengan penghijauan,
karakter dan proses biotik non-biotik yang - Dana bantuan asing: ADB, USAID, FAO,
cukup teratur dan unik (Lovelace dan Rambo, JICA, World Bank.
1991 diacu dalam Sneddon, 1998).
Meskipun serangkain proyek dan program
Batasan teknik geofisik dikemukakan untuk telah dijalankan sejauh ini hasil yang dicapai
menekankan bahwa idealnya DAS dikelola jauh dari harapan, diukur dari indikator fisik
menjadi satu satuan hidrologis yang DAS misalnya dalam bentuk tingkat erosi, dan
fungsional, oleh satu badan pengelola. Pola tingkat ketersediaan air.
pengelolaan ini diyakini akan menampilkan
Hasil kajian desk study dan survey lapang
DAS sebagai sumberdaya alam pendukung
terbaru menunjukkan bahwa hal di atas
kehidupan orang di sekitarnya tanpa
disebabkan oleh beberapa faktor :
mengancam keberkelanjutannya.
1. Satuan ekosistem DAS Citanduy tersekat
Mengacu pada pengertian di atas, daerah
sekat oleh berbagai batas administrasi
aliran sungai (DAS) Citanduy adalah sebuah
kewilayahan, batas kewenangan sektoral,
entitas daratan yang mengapit batang air
tapi juga dalam batas tertentu batas
Sungai Citanduy dari hulu hingga hilir. Di
kultural (perbedaan kultural ekstrim yang
dalamnya termasuk Sub-Sub DAS dari sungai-
nampak adalah kultur berburu yang
sungai lebih kecil yang mengalir ke batang air
menjadi atribut masyarakat pesisir di
Citanduy. Daerah ini ada di provinsi Jawa Barat
muara dan beberapa pulau di dekatnya
dan sebagian Jawa Tengah meliputi enam
dan kultur usaha campuran pertanian-
kabupaten.
dagang yang menjadi ciri kultur
Batasan dan karakter biofisik, berikut deskripsi masyarakat high land di hulu DAS
cukup mutakhir non-fisik (sosial ekonomi, Citanduy).
aspek hukum, pola penggunaan lahan,
2. Hak kepemilikan menjadi klaim individu,
kelembagaan dan lain-lain.) tentang DAS
kelompok, dan pemerintah regional dan
Citanduy bisa diikuti dalam literatur, misalnya
nasional. Kecuali untuk pemanfaatan
dalam Dwiprabowo dan Wulan (2003).
residensial (rumah tinggal) penegakan hak
Disebutkan di sini bahwa DAS Citanduy
atas pemanfaatan lahan untuk keperluan
merupakan satu dari 22 DAS di Indonesia yang
lain dari DAS, khususnya area sempadan
masuk kategori kritis.
sungai, dan tanah timbul penegakannya
lemah).
2.2. Permasalahan 3. Pembiayaan administrasi, dan
implementasi teknik, serta kebijakan
Sejauh ini, pengelolaan DAS Citanduy tunduk
(utamanya kebijakan konservasi dan
pada beberapa landasan dasar hukum dan
penghijauan atas DAS Citanduy masih
perundangan yang sesungguhnya telah cukup
sangat tergantung proyek, yang sayangnya
memadai. Beberapa produk hukum dan
bersifat menyebar di berbagai yurisdiksi
perundang-undangan tersebut, misalnya:
dan lintas instansi. Kenyataan ini
1. UU no 4 tahun 1982 tentang Prinsip-prinsip menyumbang pada kesulitan untuk
dasar Pengelolaan Lingkungan. menarik kesepakatan dan komitmen
2. UU no. 5 tahun 1990 tentang Sumberdaya bersama bagi sistem ketata-pemerintahan
Alam, Keragaman Hayati dan Ekosistem. tunggal atas DAS Citanduy.
3. UU no. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
4. Juga tanggung jawab atas ketatalaksanaan
Kesemua produk hukum tersebut ekosistem DAS terfragmentasi lintas sektor
mengarahkan mekanisme pengelolaan DAS dan pemerintahan.
Citanduy selama ini. Selain itu, pada tingkat
10
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
5. Gejala yang muncul adalah masalah baik 2.4. Co-Management sebagai Strategi
yang bersifat fisikal maupun sosial. Penyelesaian Krisis
Masalah seperti kekurangan air sehat di
Penerapan argumen ini dalam rezim ketata-
daerah hulu dan hilir, kekeruhan air
pemerintahan baru menuntut perubahan
disepanjang batang sungai, polusi dan erosi
kelembagaan. Dan jika perubahan
adalah phenomena yang menjadi indikator
kelembagaan ini menyinggung (sering
masalah bio-geofisika DAS, sementara
diartikan mengganggu ) batas yurisdiksi baik
konflik sosial atas tanah timbul antar warga
pemerintah/instansi lokal ataupun provinsial
atau antara warga dan pemerintah adalah
biasanya akan menghadapi resistensi. Kasus
fenomena sosial politik yang menjadi
penolakan sudetan Citanduy oleh pemerintah
indikator masalah sosial.
baik tingkat kabupaten maupun provinsi
6. Sementara itu, lingkungan politik – tertentu menunjukkan hal ini: karena persepsi
ekonomi baru (otonomi dan desentralisasi yang sampai kini ada adalah hal itu akan
masih memberikan kontribusi negatif mengurangi kewenangan yang mereka miliki.
dalam bentuk menguatnya semangat Demikian juga kasus Bogor- Jakarta- Cianjur
kepemilikan sempit (ego sektoral dan dengan DAS Ciliwungnya.
regional) pada umumnya lebih
Implikasinya perubahan kelembagaan yang
menekankan sisi eksploitasi dibanding sisi
akan dilahirkan sebaiknya jangan mengganggu
konservasi atas DAS Cintaduy. Hal ini jelas
yurisdiksi yang ada. Co-management mungkin
kontra produktif bagi tercapainya
menjadi salah satu jawaban atas kebutuhan
implementasi pemanfaatan DAS secara
ketata-laksanaan sumberdaya yang
berkelanjutan.
dibutuhkan. Co-management adalah genuine
Prabowo dan Wulan (2003), mengklasifikasikan power sharing between community based resource
faktor-faktor menjadi 4 kategori, yaitu: (1) Tata managers and government agencies, so that each
kepemilikan lahan yang tidak rapi, (2) Konflik can check the potential excesses of the other
lintas sektoral atas penggunaan lahan, (3) (Pinkerton, 1993 diacu dalam Sneddon, 1998)
Kelemahan kelembagaan, dan (4) Kemiskinan.
Tafsir lain atas co-management: menekankan
fungsi penting pemerintah.
2.3. Kebutuhan Regime Ketata- “Arrangement between state and lokal organizations
in which state assign groups right to specific
pemerintahan Baru
resource, establish overall guidelines for inter-group
Belum berhasil terciptanya sistem tata- interactions, and help to create more positive
environment for the operation of lokal organization
pemerintahan (governance) dan tata laksana (Swallow and Bromley 1994).”
pemanfaatan DAS Citanduy yang
berkelanjutan tidak semata-mata terletak pada Unsur penting dalam rezim co-management
absennya teknologi inovatif, dana, atau sebagai rezim pengelolaan sumberdaya alam
kelembagaan, melainkan tersebar dan terbagi adalah upaya penerapan prinsip-prinsip
oleh kemungkinan karena absennya beberapa kemitraan, mediasi dan pembangunan
hal: komitmen . Pokok penting dari agenda co-
management adalah bahwa rejim pengelolaan
1. Pelaksanaan (koordinasi, komunikasi antar ini bisa diterapkan tanpa mengubah eksistensi
pelaku) dan penegakan hukum yang ada. kelembagaan yang ada. Sehingga
2. Strategi bersama yang mampu kekhawatiran hilangnya wewenang dari
mensinergikan sumberdaya di atas yang instansi tertentu bisa dikecilkan.
dibangun atas semangat kolobaratif dan
partnership. Pengalaman empirik menunjukkan bahwa co-
3. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan management paling berhasil bila diterapkan
program yang sesuai dengan kebutuhan meliputi skala mikro, dalam pengertian
setempat. wilayah dan komunitas (lihat Young, 1994).
Tantangannya dengan demikian adalah
Yang dibutuhkan dengan demikian adalah bagaimana melakukan up-scaling cakupan
sistem tata-pemerintahan yang mengadopsi sepanjang DAS Citanduy untuk meningkatkan
ketiga hal di atas. keberlanjutan ekosistem sistem dan
pencaharian masyarakat sekaligus.
11
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
12
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
13
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
CILACAP
TASIKMALAYA
JAWA
BARAT
14
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
Tabel 1. Rekapitulasi Perubahan Pnggunaan Lahan DAS Citanduy Tahun 1991 dan 2003
15
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
Tambak
Penutupan Lahan
Saw ah
Lahan Kosong
Upland
Rumput/alang
Belukar
Kebun campuran
Hutan tanaman Gambar 6.
Perubahan Lahan Sub
Hutan mangrove
DAS Citanduy Hulu
Hutan alam
Tanah timbul
Tambak
Penutupan Lahan
Saw ah
Lahan Kosong
Upland
Rumput/alang
Belukar
Kebun campuran
Hutan tanaman
Gambar 7 . Perubahan Hutan mangrove
Lahan Sub DAS
Hutan alam
Cijolang
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000
Luas (Ha)
Cimuntur
Tanah timbul
Tambak
Penutupan Lahan
Saw ah
Lahan Kosong
Upland
Rumput/alang
Belukar
Kebun campuran
Hutan tanaman
Gambar 8 .
Hutan mangrove Perubahan Lahan
Hutan alam Sub DAS Cimuntur
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000
Luas (Ha)
16
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
Cikawung
Daerah terbangun
Tanah timbul
Tambak
Penutupan Lahan
Saw ah
Lahan Kosong
Upland
Rumput/alang
Belukar
Hutan alam
Tanah timbul
Tambak
Penutupan Lahan
Saw ah
Lahan Kosong
Upland
Rumput/alang
Belukar
Kebun campuran
Gambar 10 . Hutan tanaman
Perubahan Lahan
Hutan mangrove
Sub DAS Ciseel
Hutan alam
Segara Anak
Air
Daerah terbangun
Tanah timbul
Tambak
Penutupan Lahan
Saw ah
Bareland
Upland
Rumput/alang
Belukar
Kebun campuran
Gambar 11 .
Hutan tanaman
Perubahan Lahan
Hutan mangrove
Sub DAS Segara
Hutan alam Anak
0 5000 10000 15000 20000 25000
Luas (Ha)
17
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
18
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
Terdapat kecenderungan petani lebih banyak negara dan lima persen merupakan tanah yang
mengalokasikan faktor produksinya untuk dikuasai desa (Triasto, 1986).
usahatani sawah, karena sawah baginya
Sekitar 26,12 persen KK di lokasi tersebut
merupakan sumber pencukupan kebutuhan
memiliki tanah sawah, 73,65 persen memiliki
pangan dan dapat memberi tingkat pendapatan
tanah darat, dan 0,23 persen memiliki kolam.
yang lebih tinggi dibanding tanah-tanah
Rata-rata luas pemilikan tanah per KK di
tegalan, disamping alasan-alasan sosial
lokasi Model Farm adalah 0,806 ha dengan
ekonomi lainnya. Pola alokasi
perincian : 0,211 ha (26,18 persen) tanah
pendapatan/modal petani lebih condong ke
sawah, 0,594 ha (73,70 persen) tanah darat, dan
arah pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang
0,001 ha (0,12 persen) tanah kolam. Kepadatan
konsumtif, yang dipengaruhi oleh faktor sosial,
penduduk rata-rata di lokasi Model Farm 317
ekonomi dan budaya setempat. Hasil
orang/km2 dengan jumlah angkatan kerja
penelitian di tiga desa DAS Citanduy yang
(penduduk berusia 15-54 tahun) tercatat
dilakukan oleh Soewarto (1987) ditunjukkan
sekitar 53 persen, dan dari jumlah tersebut
bahwa untuk golongan petani berlahan sempit
sekitar 50 persen mempunyai mata
62–84 persen rata-rata pengeluarannya adalah
pencaharian pokok sebagai petani.
untuk makanan dan kebutuhan pokok,
sedangkan untuk golongan petani berlahan Walaupun hasil studi tersebut telah dilakukan
luas berkisar antara 45–77 persen. Hal ini beberapa tahun lalu dan kemungkinan terjadi
mengakibatkan rendahnya kemampuan petani perubahan kondisinya pada saat ini tetapi
dalam pembuatan teras. Kemampuan petani secara minimal contoh di atas memberi
berlahan sempit untuk membuat teras adalah petunjuk bahwa rumahtangga di sekitar DAS
berkisar 7–9 persen dari rata-rata tanah milik, menghadapi keterbatasan sumberdaya (dalam
sedangkan petani luas adalah 15–24 persen. hal ini kepemilikan lahan). Hal tersebut
menyebabkan mereka “terpaksa
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
mengeksploitasi” lahan-lahan yang memiliki
orientasi usahatani rumahtangga di pedesaan
elevasi atau kemiringan terrendah sampai
pada umumnya masih bersifat subsisten, yang
lahan yang memiliki kemiringan tertinggi
sering menimbulkan ketimpangan pada pola
sekalipun. Pada kondisi dimana lahan
alokasi pendapatan dan modal. Rendahnya
merupakan sumberdaya yang terbatas, dalam
tingkat pendapatan dan ketimpangan
pengertian letak topografisnya yang kurang
alokasinya sering menimbulkan masalah-
menguntungkan untuk usahatani, kepemilikan
masalah dalam pembiayaan usahatani
lahan yang sangat marjinal (sempit dan
terutama sehubungan dengan adopsi teknologi
terpencar), dan kepadatan penduduk yang
baru yang umumnya memerlukan tambahan
sangat tinggi, serta banyaknya jumlah
biaya yang lebih tinggi dari sebelumnya.
penduduk yang sangat tergantung pada
sumberdaya lahan, maka kemungkinan
terjadinya “eksploitasi” lahan menjadi
4.3. Pola Pemanfaatan Sumberdaya Lokal
semakin nyata.
bagi Kehidupan Rumahtangga
Salah satu bentuk ekploitasi yang tampak
Salah satu contoh yang baik untuk memberikan
adalah kebiasaan rumahtangga di sekitar DAS
gambaran pola pemanfaatan lahan bagi
dalam menanam tanaman ubikayu hingga ke
rumahtangga di wilayah sekitar DAS
lereng-lereng bukit yang memiliki kemiringan
diantaranya adalah hasil studi di beberapa
yang tinggi. Jika dilihat dari segi ekonomi,
lokasi Model Farm di Kabupaten Cilacap yang
tampaknya penanaman ubikayu diharapkan
dilakukan oleh Triasto (1986). Sekitar 90 persen
sebagai tambahan pendapatan bagi
desa-desa lokasi Model Farm di wilayah
rumahtangga jika hasilnya dijual dan sebagai
kabupaten Cilacap mempunyai bentuk wilayah
sumber bahan konsumsi bagi anggota
berbukit-bukit dengan elevasi rata-rata 213 m
rumahtangga mereka. Namun jika dilihat dari
dpl, elevasi terendah di Desa Sawangan,
segi ekologis, penanaman ubikayu secara
Kecamatan Jeruklegi (13,18 m dpl) dan elevasi
monokultur sebenarnya kurang cocok untuk
tertinggi di Desa Limbangan, Kecamatan
lahan kering miring karena dapat
Wanareja (700 m dpl), dengan curah hujan rata-
mempercepat erosi. Hasil penelitian RLKT
rata 1385 mm/tahun. Lebih kurang 60 persen
(1985) di Sub DAS Cikawung menunjukkan
tanah di lokasi Model Farm dimiliki rakyat, 29
bahwa besarnya erosi yang terjadi pada lahan
persen dimiliki kehutanan, lima persen dimiliki
miring (tanpa teras) yang ditanami ubikayu
perkebunan, satu persen merupakan tanah
secara monokultur adalah sekitar 149
19
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
ton/ha/tahun, sedangkan pada penanaman yang relatif sangat terbatas bahkan hanya
ubikayu secara tumpangsari besarnya erosi modal tenaga, rumahtangga petani sempit/tak
sekitar 87 ton/ha/tahun. bertanah cenderung memiliki kesempatan
yang relatif terbatas dalam menciptakan
perluasan usaha. Hasil bekerja sebagai
4.4. Pola Formasi Modal Rumahtangga buruhtani atau buruh menyebabkan mereka
“hampir tidak dapat” menyisihkan sedikitpun
Strategi rumahtangga dalam melakukan
hasil usahanya karena selalu habis untuk
akumulasi atau formasi modal antara lain
membeli kebutuhan konsumsi sehari-hari.
dapat dilakukan melalui upaya pengalihan
kelebihan pendapatan sesuai dengan Secara umum strategi pengalihan kelebihan
sumberdaya yang dimilikinya. Pada pendapatan yang dilakukan oleh ketiga
kehidupan masyarakat pedesaan (termasuk lapisan sosial rumahtangga lebih banyak
masyarakat sekitar DAS) usaha petanian mengarah kepada perluasan lahan (atau masih
merupakan sektor ekonomi yang paling besar mengutamakan usaha pertanian), namun
peranannya sehingga kegiatan usahatani dapat berbeda dalam prioritas kebutuhannya.
dikatakan merupakan basis kegiatan ekonomi Umumnya strategi yang dijalankan oleh
di wilayah tersebut. Walaupun demikian data rumahtangga petani sempit/tak bertanah
makro di wilayah DAS Citanduy diketahui adalah strategi bertahan hidup (survival
bahwa sektor pertanian hanya menyumbang strategy), sementara pada rumahtangga petani
sekitar 27 persen dari total pendapatan per menengah adalah strategi konsolidasi
kapita. Hal tersebut memberi petunjuk bahwa (consolidating startegy) dan pada rumahtangga
di satu sisi pertanian adalah penting bagi petani luas sudah menjalankan strategi
kehidupan masyarakat, tetapi di sisi lain akumulasi (accumulating startegy).
sumbangannya terhadap pendapatan dapat
dikatakan masih relatif kecil. Bentuk-bentuk
usaha non-pertanian yang dikembangkan oleh 4.5. Kaitan antara Natural Capital dalam
sebagian besar penduduk di sekitar DAS Formasi Ekonomi pada Beragam
umumnya masih terbatas dan berorientasi Lapisan Sosial Rumahtangga
pada kegiatan usaha pertanian, seperti usaha Komunitas Lokal
penggilingan padi, bandar gabah, pedagang
Lahan merupakan modal utama bagi
bahan input produksi, pabrik tapioka, dan
rumahtangga petani dalam mengelola usaha
sebagainya.
pertaniannya, baik bagi rumahtangga petani
Beberapa kasus rumahtangga petani di luas, menengah maupun petani sempit.
pedesaan pada umumnya menunjukkan Anggapan tersebut tergambar dari adanya
adanya perbedaan kemampuan diantara bentuk-bentuk kebiasaan yang berlaku di
berbagai lapisan sosial rumahtangga dalam dalam masyarakat, antara lain berupa sistem
menciptakan surplus (kelebihan) pendapatan pewarisan lahan. Pada beberapa kasus
atau melakukan formasi modal rumahtangga. rumahtangga petani luas dijumpai bahwa
Rumahtangga petani luas umumnya memiliki modal awal dalam formasi ekonomi
kemampuan yang relatif lebih besar dibanding rumahtangga mereka berasal dari warisan
rumahtangga petani menengah dan petani orangtua. Dari lahan warisan tersebut
sempit dalam menciptakan surplus (kelebihan) biasanya dapat dikembangkan hingga mampu
pendapatan atau melakukan formasi modal menguasai lahan yang luas. Sementara pada
rumahtangga. Perbedaan kemampuan tersebut rumahtangga petani sempit biasanya tidak
terutama disebabkan perbedaan dalam dibekali lahan garapan dari warisan orangtua
penguasaan sumberdaya lahan diantara sebagai modal awal, karena orangtua mereka
berbagai lapisan sosial rumahtangga. umumnya juga adalah rumahtngga petani
sempit.
Rumahtangga petani sempit/tak bertanah
umumnya memulai usaha rumahtangga Secara umum dapat dikatakan bahwa modal
mereka tanpa memperoleh “bekal” atau modal awal berupa lahan garapan dari warisan
awal berupa lahan garapan dari warisan orangtua berpengaruh terhadap percepatan
orangtua, sehingga biasanya upaya yang formasi ekonomi rumahtangga. Rumahtangga
dilakukan adalah bekerja di bidang usaha yang petani sempit membutuhkan waktu yang
hanya mengandalkan keterampilannya yang relatif lebih lama dibanding rumahtangga
terbatas dan modal tenaga kerja atau modal petani menengah dan luas untuk bisa
pinjaman dari pihak lain. Dengan modal awal menabung hingga bisa menguasai lahan.
20
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
Selain itu mobilisasi pekerjaan yang dilakukan lapangan usahatani dan peningkatan
rumahtangga petani luas pada umumnya pendapatan petani.
relatif sedikit dibanding rumahtangga petani
Pengintroduksian paket teknologi ke tingkat
menengah maupun sempit, karena curahan
petani membutuhkan kesiapan di pihak
waktu mereka sudah sangat tersita dengan
petani, baik dari segi pengetahuan maupun
mengelola lahan pertanian, atau dengan kata
segi pembiayaannya. Bagi petani, penerapan
lain keterikatan rumahtangga petani luas pada
teknologi baru berarti merubah cara
lahan adalah sangat besar yang menyebabkan
bertaninya, dari cara yang tradisional ke cara
curahan waktu untuk melakukan beragam jenis
yang lebih maju, dan hal ini berarti
pekerjaan menjadi semakin terbatas. Hal
memerlukan tambahan biaya untuk membeli
tersebut berbeda dengan rumahtangga petani
faktor produksi yang lebih produktif. Kredit
sempit/tak bertanah, dimana curahan waktu
memungkinkan petani dapat menikmati
biasanya belum habis tersita sepenuhnya untuk
keuntungan dari adanya peningkatan
mengelola lahan pertanian. Pada kondisi
teknologi pertanian, karena mereka dapat
seperti ini, rumahtangga petani sempit/tak
bekerja pada kondisi yang optimum, sehingga
bertanah masih memiliki waktu yang cukup
dapat menyediakan tambahan sarana produksi
untuk bisa mencari beragam alternatif
seperti yang dikehendaki oleh adanya
pekerjaan walaupun umumnya dengan modal
peningkatan teknologi tersebut.
yang sangat terbatas/kecil, hal ini
menyebabkan mobilisasi pekerjaannya menjadi Untuk keberhasilan program kredit yang
paling banyak. dilaksanakan perlu diperhatikan umpan balik
(feed back) yang berasal dari perkembangan
Dinamika perubahan penguasaan lahan dan
petani, perbaikan komunikasi dan dialog
mobilisasi pekerjaan di antara berbagai lapisan
antara petani debitor dengan kreditor,
sosial rumahtangga petani dengan demikian
pemberian kredit tepat pada waktunya, serta
merupakan informasi penting untuk
pengawasan yang lebih teratur dari lembaga
menggambarkan kaitan antara modal lahan
kredit, melalui sistem pengelompokkan petani
dalam formasi ekonomi rumahtangga.
penerima kredit, kesempatan yang jelas untuk
memperoleh keuntungan ekonomi,
penghargaan dan penerimaan yang luas dari
4.6. Upaya Pengelolaan DAS Terpadu
kesempatan tersebut bagi pihak petani yang
Upaya untuk melakukan pengelolaan DAS diikuti dengan latihan keterampilan
secara terpadu yang terkait dalam program (managerial skill) yang diperlukan, sistem
penyelamatan hutan, tanah dan air sebenarnya penyaluran sarana produksi agar tersedia
sudah lama dilakukan oleh Pemerintah sewaktu diperlukan petani, dan pemasaran
Indonesia. Usaha tersebut bertujuan hasil produksi yang terjamin baik.
meningkatkan pendapatan petani, memperluas
Beberapa impak positif setelah adanya Model
kesempatan kerja, menurunkan laju erosi dan
Farm, antara lain : terjadi pergeseran pola
terciptanya penyebaran pendapatan dan
tanam dari pola tanam monokultur ke pola
pemerataan kekayaan. Telah dilaksanakan
tumpangsari, peningkatan produksi,
Proyek Citanduy II yang merupakan kelanjutan
peningkatan dalam penyerapan tenaga kerja,
dari Proyek Citanduy I, dengan usaha
peningkatan pendapatan usahatani,
utamanya dipusatkan pada pengintroduksian
peningkatan kualitas konservasi tanah, dan
paket teknologi lahan kering model farm kepada
pengurangan tingkat erosi.
petani di wilayah bagian hulu DAS Citanduy,
untuk merangsang kemauan dan kemampuan
petani dalam memanfaatkan sumberdaya alam
4.7. Kerangka Metodologi Studi Sistem
khususnya tanah, dan untuk usaha-usaha yang
Ekonomi Rumahtangga
lebih menguntungkan dan berasaskan
kelestarian. Untuk bisa memahami sistem ekonomi
rumatangga komunitas lokal, maka diperlukan
Pengintroduksian paket teknologi
data dan informasi yang lengkap yang bisa
dimaksudkan untuk merangsang petani agar
menggambarkan kondisi sosial ekonomi dan
dapat menerima dan selanjutnya melaksanakan
ekologi rumahtangga, pola pemanfaatan
komponen paket teknologi lahan kering dalam
sumberdaya lokal, pola formasi modal
mengelola usahataninya, sehingga pada
rumahtangga, kaitan antara sumberdaya alam
gilirannya akan tercapai pengurangan tingkat
dan formasi ekonomi rumahtangga. Data
erosi, peningkatan kesempatan kerja di
dasar yang paling dibutuhkan adalah data
21
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
dan informasi mengenai profil desa-desa studi Desk Study (Studi Literatur), yang berupa
yang berada di bagian hulu – tengah – hilir kegiatan penelusuran data-data sekunder dari
wilayah DAS Citanduy. Sehingga untuk itu hasil-hasil penelitian lain yang relevan,
cakupan wilayah studi perlu dibatasi pada dokumen resmi dan catatan-catatan penting
wilayah Sub DAS. lain pada beberapa instansi pemerintah dan
instansi terkait lainnya (BAPEDA, Dinas
Pendekatan yang digunakan untuk menangkap
Kehutanan, BPS, dan lain-lain).
dan memahami fenomena sistem ekonomi
rumahtangga komunitas lokal lebih Interview (Wawancara), yang dilakukan
menekankan pada pendekatan kualitatif, terhadap sejumlah informan kunci (key
dimana data dan informasi dikumpulkan informan) untuk memperoleh gambaran
melalui suatu kajian studi kasus di beberapa mengenai persoalan yang sedang dibahas
wilayah Sub DAS, yang berada di bagian hulu (dalam hal ini sistem ekonomi rumahtangga
– tengah – hilir DAS Citanduy. Dipilih secara lokal), dan lain-lain.
purposive sekitar 20-30 kasus rumahtangga
Indepth Interview (Wawancara Mendalam),
petani di masing-masing bagian (hulu – tengah
yang berupa kegiatan pengumpulan data
– hilir), yang berarti ada sekitar 60 – 90 kasus
primer melalui wawancara mendalam
rumahtangga petani. Rumahtangga kasus
terhadap sejumlah responden anggota
yang akan digali informasinya secara
rumahtangga untuk memperoleh gambaran
mendalam sebagai unit analisis dikelompokkan
situasi dan faktual kondisi sosial ekonomi dan
ke dalam 3 (tiga) stratifikasi berdasarkan
ekologi rumahtangga, pola pemanfaatan
penguasaan luas lahan pertanian, yakni
sumberdaya lokal, pola formasi modal
rumahtangga lapisan atas (menguasai lahan > 1
rumahtangga, kaitan antara sumberdaya alam
hektar), rumahtangga menengah (menguasai
dan formasi ekonomi rumahtangga, pola
lahan 0,5<X<1 hektar), dan rumahtangga
pendapatan-peneluaran rumahtangga, dan
bawah (menguasai lahan <0,5 hektar).
lain-lain.
Sejumlah informan (aparat desa, tokoh
masyarakat, dan sumber informasi lain yang Group Discussion (Diskusi Kelompok), yang
dipandang relevan) juga diwawancarai untuk dilakukan dengan melibatkan sejumlah
bisa menangkap informasi secara mendalam anggota masyarakat (bisa terdiri dari
dan komprehensif tentang gambaran situasi responden dan informan) untuk pengecekan
dan kondisi ekologi dan sosial ekonomi ulang terhadap sejumlah informasi yang
rumahtangga lokal. membutuhkan penjelasan lebih lanjut.
Diharapkan diperoleh gambaran yang lebih
Data dan informasi yang dikumpulkan selama
utuh dari persoalan yang sedang dibahas.
kegiatan penelitian mencakup data primer dan
Metode diskusi kelompok (group discussion)
data sekunder. Data primer dikumpulkan dari
pada beberapa kelompok masyarakat di
hasil kegiatan pengumpulan data di lapangan,
wilayah Sub DAS tertentu juga dimaksudkan
dengan menggunakan metode wawancara
untuk bisa menangkap dan menyusun
mendalam, metode wawancara dan diskusi
rancangan strategik model pengembangan
kelompok. Metode wawancara mendalam
ekonomi rumahtangga yang berorientasi pada
(indepth interview) dilakukan terhadap sejumlah
pola ketatapemerintahan kemitraan
anggota rumahtangga pedesaan (Kepala
(Environmental Governance Partnership System –
rumahtangga dan atau anggota
EGPS).
rumahtangganya), sementara metode
wawancara dilakukan terhadap sejumlah Rangkaian kegiatan penelitian akan
informan pejabat pemerintah dan tokoh dilaksanakan melalui beberapa tahapan
masyarakat. Penelusuran data sekunder kegiatan, dengan rincian kegiatan sebagai
berupa dokumen resmi dan catatan penting berikut :
lain akan dilakukan pada beberapa instansi (1) Persiapan, meliputi kegiatan penentuan
pemerintah dan instansi terkait lainnya. Data lokasi kasus dan penyusunan instrumen
dan informasi yang dikumpulkan akan penelitian,
dianalisis dengan menggunakan analisa (2) Kegiatan pengumpulan data/informasi,
kualitatif. mencakup pengumpulan data sekunder
Rangkaian kegiatan yang dimaksud dilakukan maupun primer,
dengan menggunakan metode seperti (3) Proses pengolahan dan analisis data,
dijabarkan di bawah ini : meliputi kegiatan penulisan catatan
lapang, pemilahan dan pengelompokkan
22
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
data atau informasi, dan dilanjutkan (6) Kegiatan presentasi hasil, yang akan
dengan proses analisis data, dilaksanakan setelah selesai proses
(4) Penulisan laporan, akan dilakukan penulisan laporan dan dimaksudkan
bersamaan waktunya dengan proses sebagai bahan masukan untuk perbaikan
analisis data, dan penyempurnaan laporan,
(5) Diskusi hasil dan perbaikan laporan, akan (7) Penyerahan laporan, yang merupakan
dilakukan di lokasi penelitian untuk akhir dari rangkaian kegiatan penelitian
memperoleh masukan dari tineliti ini.
mengenai hasil penelitian yang sudah
dituliskan.
23
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
24
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
25
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
Tabel 4. Perubahan (Mutasi) Lahan Sawah menjadi Non Sawah (Ha), 2002
Wilayah Baku Perumahan/ Industri Sarana & Tambak/ Lain-lain Baku sawah
Sawah awal bangunan Prasarana kolam akhir
tahun tahun
Kab.Tasikmalaya 49662 2 - - 4 - 49656
Kab.Ciamis 55001 30 5 - 90 27 54849
Kota 6423 100 50 100 150 105 5918
Tasikmalaya
Cilacap 63097 nda nda nda nda Nda 63095
Sumber: Laporan Tahunan Jawa Barat, 2002
Keterangan: nda: tidak ada data
Wilayah Luas lahan Pertanian (Ha) Klasifikasi Luas Kerusakan Lahan Kering (Ha)
Sawah Darat Jumlah Potensial Kritis Semi Kritis Kritis Jumlah
Kab.+Kota 55413 228199 283612 36128 16342 5751 58221
Tasikmalaya
Kab.Ciamis 55001 200906 255907 72676 40367 9979 121022
Cilacap 63095 150755 213850 nda nda nda Nda
Total
Sumber: Laporan Tahunan Jawa Barat, 2002
Keterangan: nda: tidak ada data
2. Lahan-lahan HGU (hak guna lahan) yang dipanen. Hal ini sangat merugikan petani dan
tidak jelas pengelolanya atau siapa yang menyebabkan mereka jatuh miskin. Dari
menggunakannya. ketiga kecamatan tersebut, Langkah Pancar
merupakan daerah dengan tingkat kekritisan
3. Tanah guntai (lahan milik orang luar)
paling parah.
sehingga tidak jelas penggarapannya.
Kondisi kerusakan lahan ini juga tergambarkan
pada terdapatnya kantong-kantong kemiskinan 5.4. Mata Pencaharian Penduduk
di wilayah kawasan DAS. Data tahun 2003
Secara umum sumber pendapatan utama
menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin
sebagian besar penduduk berasal dari
di kawasan DAS Citanduy relatif besar.
pertanian. Berdasarkan fisiografi, wilayah
Jumlahnya mencapai 926.900 jiwa atau 16,98
DAS Citanduy bagian Jawa Barat
persen dari total penduduk. Kondisi ini
(Tasikmalaya, Ciamis dan Banjar) dapat
menunjukkan rawannya keadaan wilayah
distratifikasikan kedalam wilayah
sekitar DAS. Persentase penduduk miskin
pembangunan pertanian yang bergunung-
terbesar terdapat di Kabupaten Cilacap, yaitu
gunung dengan sifat tanah yang tidak
mencapai 20,9%. Data selengkapnya
mungkin untuk dikembangkan dengan
ditampilkan pada Tabel 6.
usahatani yang pengelolaan tanahnya
Dari data dan informasi yang masih terbatas dilakukan secara intensif. Dengan demikian
menunjukkan bahwa penduduk miskin di pertanian yang diandalkan adalah lahan darat
Ciamis sebagian besar terdapat di Kecamatan berupa kebun campuran dengan tanaman
Pamarican, Banjarsari, dan Langkap Lancar. kayu-kayuan dan buah-buahan. Sementara
Hal ini berkaitan dengan kondisi lahan di Cilacap merupakan wilayah dataran rendah
wilayah tersebut yang kritis. Di wilayah yang terutama mengandalkan usahatani
tersebut sering terjadi bahaya banjir dan musim sawah dengan hasil utama padi-palawija.
kering yang dapat merusak dan menggagalkan
Apabila ditinjau dari pemilikan lahan dan jenis
tanaman padi masyarakat. Apabila terjadi
mata pencaharian penduduk, maka tampak
banjir di Sub DAS Ciseel pada saat menjelang
bahwa rata-rata pemilikan lahan sawah relatif
panen, maka lahan-lahan sawah petani
kecil (0,3 Ha) dan angka ini lebih kecil
tergenang dan padinya pun tidak dapat
dibandingkan pemilikan lahan kering (0,5 Ha).
26
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
27
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
makin besar diduga karena makin banyaknya Sehingga menurut penduduk, bila musim
masyarakat yang ingin mencari lahan sewaan. kemarau dua bulan saja, maka air untuk
Dengan sistem bagi hasil yang demikian, maka minum maupun untuk kolam dan sawah
si penyewa pun berusaha untuk sudah mulai susah. Sekitar 20 tahun lalu,
memaksimalkan penggunaan lahan dengan walaupun kemarau 6 bulan, namun air masih
menanami padi dua kali setahun yang tetap lancar. Dampak negatif lain yang
dilanjutkan dengan palawija tanpa masa bera. dimunculkan oleh industri perkayuan adalah
Pola-pola pemanfaatan lahan seperti ini sangat meningkatnya pencurian kayu di hutan
berpengaruh terhadap kelestarian sumberdaya lindung Gunung Sawal maupun lahan-hutan
alam, terutama air, sehingga hampir sepanjang milik Perhutani.
tahun sungai-sungai menjadi keruh karena
Indikasi yang lebih umum dari pengelolaan
pengolahan lahan yang intensif.
sumberdaya alam yang kurang baik adalah
Apabila dibandingkan secara kasar tingkat sedimentasi yang cenderung meningkat.
kesejahteraan penduduk, maka wilayah Semakin banyak pembabatan hutan dan
Tasikmalaya yang notabene merupakan terjadinya longsor menjadi indikasi bahwa
wilayah hulu das rata-rata lebih sejahtera sedimentasi semakin meningkat dan
dibandingkan Ciamis maupun Cilacap. Hal ini menunjukkan banyaknya lahan kritis.
diduga karena peluang usaha di Tasikmalaya Fluktuasi air juga mengalami perubahan, yang
lebih banyak dan penduduknya lebih ulet. dapat dijadikan indikator meningkatanya
Mereka banyak yang bekerja di luar daerah lahan kritis, yaitu pada saat musim kemarau
sebagai tukang kredit yang walaupun kering sekali sementara pada saat musim
modalnya kecil, tetapi pendapatan lebih besar hujan terjadi banjir. Aliran air pada musim
dan hampir merata sepanjang tahun. kering sekitar 5 – 10 m³/detik dan di musim
Sementara pekerjaan buruh bangunan yang hujan mencapai 1300 m³/detik. Kondisi
banyak diminati warga Ciamis memang lebih standar seharusnya antara musim kering dan
mahal upah per hari tetapi umumnya tidak hujan perbandingannya sepuluh kali lipat.
menentu sepanjang tahun. Kondisi Sungai Citanduy yang demikian
sudah terjadi sejak 10 tahun terakhir ini. Dulu
Akibat tekanan ekonomi dimana kebutuhan
kekurangan air hanya selama satu bulan,
meningkat karena jumlah penduduk yang
namun sekarang pada saat musim kemarau
makin bertambah, maka tekanan terhadap
dapat mencapai 2,5 bulan.
sumberdaya alam makin besar. Meningkatnya
kebutuhan terhadap perumahan menyebabkan Untuk mengatasi hal tersebut paling baik
lahan-lahan kolam yang pengairannya kurang dengan mengadakan penghijauan. Sampai
baik atau lahan darat berubah fungsi menjadi saat ini penghijauan yang dilaksanakan selalu
rumah. Makin susahnya air diduga karena gagal. Hal tersebut karena yang melakukan
kayu-kayu besar dan berumur tua sebagai penebangan lebih banyak dibandingkan yang
penahan air makin terbatas. Tumbuhnya melakukan penanaman. Namun siapa yang
industri kayu telah menyebabkan permintaan bertanggungjawab dengan penghijauan yang
kayu meningkat tajam. Yang menjadi masalah akan dilaksanakan di hulu?
juga adalah laju penebangan kayu lebih tinggi
dibanding penanaman bibit baru.
28
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
6. SISTEM KELEMBAGAAN
29
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
Tabel 7. Perubahan Pengunaan Lahan (Land-use) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citanduy Tahun 1991-
2001
6.2. Tujuan Kajian Kelembagaan dipahami sebagai “tata abstraksi yang lebih
tinggi dari grup, organisasi, dan sistem sosial
Secara spesifik, dalam aspek kelembagaan dan
lainnya” (Bertrand, 1974). Perspektif ini
pengembangan kelembagaan lokal, beberapa
memandang “kelembagaan” sebagai kompleks
topik penting yang menjadi fokus kajian ini
peraturan dan peranan sosial secara abstrak,
meliputi:
dan memandang asosiasi sebagai bentuk-
(1) Peta existing indigenous institutions for good bentuk organisasi yang kongkrit. Sedangkan
environmental governance CPR baik di “pengembangan kelembagaan” dapat
tingkat komunitas setempat maupun diartikan sebagai suatu proses pelembagaan,
kota/kabupaten/regional; yakni suatu proses strukturalisasi antar-
(2) Aspek modal sosial pada EGPS termasuk hubungan melalui enkulturasi norma-norma
kemungkinan dekapitalisasi modal sosial dan nilai-nilai baru mengenai kebutuhan
ke depan; pokok manusia. Dalam hal ini, kebutuhan
(3) Bentuk-bentuk communal and community pokok manusia tersebut dibatasi pada
networking; kebutuhan common pool resources di DAS
(4) Strategi penumbuhan, pengembangan dan Citanduy. Dengan kata lain, kelembagaan
keberlanjutan kelembagaan – CPR institu- dalam masyarakat berkembang melalui suatu
tional sustainability; proses pelembagaan. Pandangan ini relevan
(5) Dinamika kelembagaan, ramifikasi, dan dengan evolusi kelembagaan yang terjadi
kemungkinan perubahan kelembagaan – karena perubahan nilai, yang mendorong para
institutional change; dan pelaku untuk menjadi lebih baik dengan
(6) Kemungkinan terjadinya institution memilih alternatif atau memodifikasi
malfunction CPR dimasa depan. kelembagaan yang ada (Bardhan, 1989).
Dalam hal yang lebih khas -- yakni
kelembagaan dan kelembagaan lokal, yang
6.3. Kelembagaan dan Pengembangan
menunjukkan pola hubungan antar-manusia
Kelembagaan Lokal: Suatu Pendekatan
dan antar-oragnisasi sosial dengan
Konseptual dan Kerangka Metodologis
sumberdaya di DAS Citanduy --
6.3.1. Pendekatan Konseptual “kelembagaan” dapat dipahami sebagai
“sistem pengorganisasi dan kontrol terhadap
Fokus kajian ini adalah pada kelembagaan dan
sumberdaya yang merupakan gugus
pengembangan kelembagaan lokal. Dari
kesempatan bagi pelaku yang mendukung
Perspektif Sosiologi, “kelembagaan” dapat
kelembagaan tersebut dalam membuat
30
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
31
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
32
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
tidak hanya semata-mata disebabkan oleh yang digunakan adalah kombinasi pendekatan
kekuatan "faktor internal", tetapi lebih dari itu kualitatif dan kuantitatif, meskipun demikian
diperlukan pula kekuatan-kekuatan "faktor lebih menekankan pada pendekatan kualitatif.
eksternal" yang secara bijaksana dan arif Strategi kajian yang digunakan adalah Metode
mampu mendukung dan memfasilitasi Studi Kasus dan Metode Kaji-Tindak.
kekuatan dari "bawah" tersebut. Kekuatan-
Disamping menggunakan data sekunder, riset
kekuatan faktor eksternal yang diperlukan
ini secara dominan akan menggunakan data
dalam hal ini adalah beragam kebijakan lokal
primer. Data primer dikumpulkan dengan
government, yang berpusat kepada tingkat
pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif
kabupaten (sebagai daerah otonomi dalam
terutama bertumpu pada pengumpulan data
rangka desentralisasi), yang mampu
sekunder. Sementara itu dalam pendekatan
mendukung dan memfasilitasi beragam
kualitatif ada tiga metode yang akan
aktivitas partisipatif agar berkembang dan
diterapkan, yaitu: Participatory Rural Appraisal
berkelanjutan.
(PRA), Co-operative Inquiry, dan diskusi ke-
Dengan berlandaskan kepada pendekatan lompok fokus (focus group discussion).
tersebut di atas, dalam perumusan bentuk Informasi dan data yang diperoleh dari ketiga
kelembagaan dan kelembagaan lokal di DAS metode tersebut “direkam” dalam suatu
Citanduy, maka dapat diidentifikasi beberapa manuskrip penelitian. Metode pengolahan dan
prinsip yang sangat penting untuk analisis data terhadap data kualitatif yang
dipertimbangkan. Pertama, kelembagaan “direkam” dalam manuskrip menggunakan
tersebut merupakan manifestasi dari "sharing" metode content-analysis dan metode
seluruh stakeholder, dimana peranan dari interpretive. Melengkapi beragam metode
masing-masing stakeholder dalam kelembagaan penelitian di atas diterapkan pendekatan
tersebut (pola hubungan) dapat ditelaah secara kajian bersama (cooperative inquiry methods)
kritis dari analisis pihak-pihak terkait.. Telaah sebagai metode aksi untuk mendukung tujuan
ini penting terutama untuk menetapkan kajian ini. Dengan penggunaan beragam
dimana kedudukan organisasi atau badan yang metode tersebut menunjukkan bahwa kajian
melaksanakan fungsi hubungan kelembagaan ini menggunakan prinsip-prinsip "triangulasi"
tersebut. Kedua, fokus "pekerjaan" metode dan data sehingga dengan
kelembagaan tersebut adalah kepada aktivitas diperolehnya beragam data untuk issu dan
yang partisipatif dan diperkirakan secara pertanyaan yang sama dimungkinkan bagi
operasional dapat didukung dan difasiliatsi peneliti untuk melakukan periksa-silang dan
oleh beragam kebijakan lokal government. Oleh akhirnya akan mendukung diperolehnya
karena itu, untuk memperkirakan hal tersebut model pengembangan kelembagaan lokal
perlu dirumuskan suatu matriks antara yang aplikatif dengan tingkat validitas yang
"program-program partisipatif" dengan tinggi.
"persyaratan kebijakan makro dan regional"
Merujuk kepada tujuan kajian, dalam
yang dapat mengidentifikasi "beragam
perspektif kelembagaan, “keterkaitan” antara
kebijakan apa saja yang perlu dirumuskan oleh
tujuan-tujuan khusus (aspek kelembagaan)
lokal government." Terakhir, kelembagaan
dengan tujuan umum kajian ini
tersebut baik secara konseptual maupun
menggambarkan suatu kebutuhan yang
operasional mampu mengimplementasikanan
terintegrasi antara kajian dan tindakan (action).
kaidah-kaidah desentralisasi dan otonomi
Disamping itu pendekatan dan strategi yang
daerah yang telah ditetapkan pada satuan
digunakan untuk pencapaian tujuan kajian ini
daerah tingkat dua atau kabupaten/kota (UU
adalah secara bertahap atau periodik, yang
Nomor 22 dan 25 Tahun 1999). Prinsip ini
menggunakan beberapa metode riset sebagai
penting, terutama untuk mendukung aksi-aksi
dasar untuk melakukan aksi, dan secara
kolektif partisipatif dan sampai sejauh mana
gradual metode riset tersebut digunakan pula
kabupaten/kota dan/atau lokal government
sebagai alat evaluasi terhadap aksi yang
mampu membiayai beragam implementasi dari
sedang dilakukan untuk sampai kepada
aktivitas partisipatif tersebut.
penarikan kesimpulan. Oleh karena itu, desain
dan rancangan riset yang sesuai dengan tujuan
riset ini dan dapat “mengintegrasikan”
6.3.2. Kerangka Metodologis
metode-metode yang lain adalah Action
Kajian aspek kelembagaan dan pengembangan Research atau Kaji -Tindak.
kelembagaan lokal akan dilakukan di Daerah
Aliran Sungai Citanduy. Pendekatan kajian
33
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
34
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
Gambar 13. Keseimbangan Dinamis dan Hubungan Dialektis antara Community Based Development dan
Regional Development dalam Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata-Pemerintahan
Sumberdaya Alam: Common Pool Resources Daerah Aliran Sungai Citanduy
Oleh karena itu kajian ini bersifat “luas dan dimulai dengan menggambarkan keragaman
mendalam”. Kemudian dari metode-metode berdasarkan struktur sosial dan beragam issu
riset yang akan digunakan, dapat diidentifikasi yang akan ditelaah. Dengan demikian perlu
bahwa “luas” nya metode kuantitatif dan dilakukan “pemetaan” yang dapat
“dalam” nya metode-metode kualitatif yang menggambarkan dengan jelas “tipologi”
akan digunakan menuntut riset yang masyarakat yang akan dikaji. Secara bertahap
memerlukan waktu relatif lama. Oleh karena rancangan (design) riset ini divisualisasikan
itu, menurut lamanya, riset ini dapat seperti pada Gambar 14.
dikategorikan sebagai longitudinal study atau
penelitian jangka panjang. Sehubungan dengan itu, aktifitas riset pada
Tahap-1 akan difokuskan kepada “pemetaan”
Pada dasarnya hasil akhir yang diharapkan existing indigenous institutions for good
dari riset ini adalah menemukan alternatif cara environmental governance CPR baik di tingkat
atau “model” solusi konflik sumberdaya komunitas setempat maupun
(natural resources conflict) dan konflik sosial kota/kabupaten/regional. Metode kajian yang
ekonomi, serta pola pengaturan institusional digunakan pada Tahap-1 ini adalah metode
(kemitraan) di tingkat komunitas dan lokalitas data sekunder dan Participatory Rural Appraisal
yang secara efektif mampu menekan prevalensi (PRA). Hasil dari proses ini selanjutnya
ketegangan atau konflik sosial horisontal “dilokakaryakan” bersama masyarakat di
(antar-komunitas dan antar-regional) ataupun tingkat komunitas dan lokalitas di DAS
konflik vertikal atas pengelolaan sumberdaya Citanduy. Pada Tahap-2 akan digunakan
alam bersama (CPR) DAS Citanduy. Kata Metode Cooperative Inquiry dan FGD sebagai
“alternatif” dan “komunitas dan lokalitas pendalaman terhadap hasil pemetaan pada
tertentu” menunjukkan bahwa riset ini bertitik- Tahap-1. Pada Tahap-3 akan dilakukan Kaji-
tolak dari asumsi adanya keanekaragaman tindak terhadap alternatif “model”
(diversity) masyarakat atau perbedaan struktur kelembagaan yang direkomendasikan oleh
sosial sehingga pendekatan pembangunan komunitas dan masyarakat serta beragam
tidak boleh “seragam”. Oleh karena itu, secara stakeholder di DAS Citanduy. Meskipun
makro riset ini harus demikian, proses kajian ini khususnya dalam
aspek kelembagaan tidak bersifat linear tetapi
lebih cenderung bersifat siklikal.
35
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
Tahap-1
Tahap2
Co-operative Inquiry
Focus Group Discussion
Tahap-3
Gambar 14. Kerangka Metodologis atau Rancangan (Design) Kajian Aspek Kelembagaan dan
Pengembangan Kelembagaan Lokal dalam Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata-
Pemerintahan Sumberdaya Alam: Common Pool Resources Daerah Aliran Sungai Citanduy
36
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
Tasikmalaya
1.500.000
Ciamis
memanfaatkan sumberdaya alam di DAS
Cilacap
Citanduy. Karakteristik dan nilai-nilai seperti
1.000.000
itu biasanya diikuti dengan masuknya
kelembagaan-kelembagaan komersial yang
datang dari luar komunitas dan secara
500.000
37
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
38
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
7. SISTEM SOSIO-BUDAYA
39
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
“Pengetahuan lokal” yang akan diacu dan dari; (1) pengetahuan yang bersifat pragmatis
digali informasinya dalam kajian ini bukanlah tentang dunia alamiah/obyektif yang
semata-mata “pengetahuan asli” karena akan berlangsung (misalnya: memprediksi hasil
sulit sekali membedakan mana yang intervensi pengelolaan sumberdaya alam), dan
merupakan “pengetahuan asli” yang sangat (2) pengetahuan supranatural menyangkut
khas secara budaya (“tradisional knowledge” nilai-nilai kultural/dunia subyektif, yang
menurut istilah Ford & Martinez, 2000; Berkes, seringkali nilai-nilai ini mempengaruhi atau
et al, 2000; atau “ indigenous knowledge” memodifikasi keinginan-keinginan orang-
menurut istilah Silitoe, 1998 dalam Laxman orang atas sesuatu.
Joshi, et al. 2004) dan mana yang bukan. Hal ini
Pengetahuan pragmatis tentang dunia obyektif
disebabkan pengetahuan orang lokal bersifat
dapat diamati dengan cara: (a) “explanatory
dinamis dalam arti berkembang terus menerus
knowledge” (misalnya penjelasan-penjelasan
yang kadangkala berkembang sebagai
yang berkaitan dengan proses ekologi), (b)
perkawinan alamiah beragam pengetahuan
“descriptive knowledge” (misalnya deskripsi
dari berbagai sumber, termasuk sumber dari
mengenai ragam komponen agroekosistem,
luar/eksternal. Misalnya petani di wilayah
apa bentuknya, bagaimana jumlah dan
DAS akan terus-menerus belajar dengan
distribusinya). Sedangkan pengetahuan
mengevaluasi hasil-hasil aksi sebelumnya dan
supranatural orang-orang lokal dapat diamati
dengan mengamati lingkungan. Petani juga
dengan memperhatikan bentuk-bentuk dasar
memperluas pengetahuannya dengan
aturan-aturan, norma-norma. Nilai-nilai yang
berinteraksi dengan orang lain ataupun media
dihasilkan oleh budaya, agama dan moral.
massa.
Nilai-nilai kultural ini penting pula diamati,
Secara konseptual Berkes (1995) karena pada kenyataannya seringkali nilai-
mengemukakan bahwa traditional ecological nilai kultural ini menjadi kendala atau sangat
knowledge sangat penting peranannya pada mempengaruhi keputusan orang-orang untuk
biodiversity conservation, dalam arti bahwa bertindak dalam pengelolaan sumberdaya
dengan sistem pengetahuan tersebut akan alam.
diperoleh “sustainable use for human benefit
Dengan meminjam kerangka konseptual
without compromising the interests of future
Sinclair, et al (2004), maka dalam studi EGPS
generations“. Kekuatan utama sistem
ini akan dicoba untuk memahami kaitan
pengetahuan lokal dikemukakan oleh Berkes
antara “pengetahuan ekologi lokal” dengan
(1995) dalam tiga hal, yaitu:
“praktek atau tindakan” masyarakat lokal
1. Self-interest, dalam arti pengetahuan lokal dalam mengelola sumberdaya alam.
menjadi kunci penting upaya konservasi, Seringkali pengetahuan saja tidak cukup
karena kekuatannya yang datang dari untuk mendorong seseorang atau sekelompok
“dalam“ dan bukan dari luar. orang untuk mengambil keputusan atau
melakukan aksi/tindakan nyata. Ada
2. Sistem pengetahuan yang akumulatif,
beberapa faktor yang turut mempengaruhi
dalam arti bahwa pengetahuan lokal
tereksternalisasi/terwujudnya suatu
merupakan akumulasi atas pola adaptasi
aksi/tindakan diantaranya yaitu : (1) kondisi
ekologi komunitas lokal yang telah
dan kendala budaya/norma, (2) kewajiban
berlangsung berabad-abad (summation of
religius, (3) keadaan ekonomi, dan (4)
millennia of ecological adaptation of human
intervensi kebijakan. Oleh karena itu untuk
groups)
memahami bagaimana tindakan masyarakat
3. Pengetahuan tradisional sangat potensial lokal dalam mengelola sumberdaya alamnya,
untuk membantu mendesain upaya perlu mempertimbangkan keseluruhan faktor-
konservasi sumberdaya alam yang efektif, faktor tersebut. Secara skematis kerangka
karena dukungan lokal dan tingkat konseptual yang menjelaskan bagaimana
adaptasi serta pertimbangan practicability- proses pengambilan keputusan dan
nya yang tinggi. terbentuknya tindakan nyata pengelolaan
sumberdaya alam oleh masyarakat lokal dan
Untuk membatasi kajian tentang “pengetahuan
kaitannya dengan pengetahuan lokal
lokal” dalam studi EGPS ini, maka akan
digambarkan sebagai berikut:
digunakan konsep pengetahuan yang sangat
erat hubungannya dengan aspek “ pengelolaan
sumberdaya alam” yaitu “pengetahuan ekologi
lokal”. Pengetahuan ekologi lokal ini terdiri
40
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
natural
supranatural
persepsi
Pengetahuan Manajemen
Sumberdaya Alam
Kendala/penguatan pembelajaran
Gambar 16. Diagram Konseptual berbagai Bentuk Pengetahuan yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan dan
Tindakan Petani Berkenaan dengan Pengelolaan Sumberdaya Alam
41
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
(4) Komunitas lahan basah dan daerah-daerah hutan-hutan yang dikelola oleh rakyat.
terpencil, merupakan salah satu bentuk Kegiatan diversifikasi empon-empon di
wilayah yang pengelolaan sumber alamnya kebun-kebun kelapa dikenalkan oleh dinas
kurang intensif pula. Mereka memiliki pertanian.
akses terhadap pelayanan kesehatan dan
2. Sejalan dengan usia tanaman keras
pendidikan yang terbatas, sementara
memasuki usia panen, semakin banyak
mereka sangat mudah terpengaruh oleh
bermunculan pasar penyerap hasil kayu
perubahan-perubahan lingkungan seperti
(industri genting, industri kayu
ketidakstabilan arus sungai, naiknya
olahan/penggergajian, dan lain-lain).
pasang laut karena perubahan iklim global,
berubahnya hutan magrove dan lain-lain. 3. Meningkatnya permintaan kayu,
berdampak pada perubahan pola nafkah
(5) Komunitas di wilayah pegunungan dan
komunitas, yang semula bergantung pada
hutan inti. Mereka biasanya memiliki
palawija (contoh di desa-desa Sub DAS
akses dan mendapatkan kualitas pelayanan
Cimuntur) mulai beralih pada penanaman
pendidikan dan kesehatan yang rendah,
tanaman kayu untuk produksi.
namun mereka mungkin masih memiliki
Meningkatnya nilai ekonomis kayu ini
keragaman pangan yang cukup. Wilayah
berdampak positif sekaligus negatif. Di
hutan yang mereka tempati menjadi area
beberapa kawasan terjadi penebangan
yang mewakili kepentingan khusus
besar-besaran tanpa melakukan
perlindungan keragaman hayati global.
peremajaan, perubahan tata guna lahan
Wilayah ini memiliki curah hujan yang
kosong mulai dibuat teras-teras untuk
tinggi dan kualitas air yang baik.
diupayakan sebagai kebun-kebun palawija
dan kayu. Di daerah-daerah yang pernah
terkena proyek Citanduy II, masih tampak
7.4. Temuan Awal Sistem Pengetahuan
bertahan kebiasaan melakukan bertanam
Lokal Komunitas DAS Citanduy
dengan tata budidaya yang pernah
Berdasar penjajagan awal dan studi literatur disosialisasikan, namun pada beberapa
yang sangat terbatas terhadap daerah-daerah daerah sekitar yang terkena dampak,
aliran Sungai Citanduy, terdapat beberapa mulai tampak pula penanaman kayu
temuan awal: namun hanya disertai peremajaan secara
tradisional (mengandalkan peremajaan
1. Terdapat beberapa intervensi pemerintah
alamiah karena benih jatuh dari pohon,
berupa dukungan sumberdaya kepada
selanjutnya tanpa pemeliharaan intensif).
masyarakat dalam pengelolaan
sumberdaya alam. Sebagai contoh sebelum 4. Di beberapa daerah Sub DAS Cimuntur
tahun 1985 diintroduksikan program terdapat hutan-hutan yang dikeramatkan
penghijauan DAS Citanduy dengan oleh masyarakat. Hutan seperti ini
pemberian bantuan bibit sengon dan berdasarkan keyakinan masyarakat
mahoni untuk lahan kering, melalui setempat tidak boleh diganggu maupun
Proyek Citanduy I, juga diperkenalkan dimanfaatkan. Hutan sejenis ini hampir
agroforestry (model farm) yang menginte- ada di setiap dusun meskipun dalam
grasikan pembuatan teras, penanaman luasan yang terbatas.
tanaman keras, palawija dan pembudi-
Kesimpulan sementara bahwa perilaku atau
dayaan ternak ruminansia kecil serta
tindakan mengelolaan hutan maupun
pemberian bantuan kredit bagi petani, dan
pertanian di sekitar DAS pada umumnya lebih
dilanjutkan pada Proyek Citanduy II pada
didorong oleh alasan ekonomi dibanding
tahun 1985 sampai 1990 dengan bimbingan
kesadaran atau pengetahuan akan
dan penyuluhan dari penyuluh kehutanan
pemeliharaan atau perbaikan lingkungan
lapang, memperkenalkan kebun pembibit-
(menjaga kualitas air, kestabilan arus air,
an sengon, tanaman keras lain dan buah-
pencegahan erosi, pencegahan polusi dan
buahan serta mendorong munculnya -
sebagainya).
42
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
Dalam kaitannya dengan pengelolaan dan perumahan. Dari semua manfaat sumberdaya
pemanfaatan DAS Citanduy dimana berbagai alam tersebut, wanita merupakan kelompok
program pembangunan telah diintroduksi, yang turut memanfaatkan dan juga
peran gender diharapkan dapat menempati melakukan pengelolaan sumberdaya tersebut.
sebagai salah satu kunci kesuksesan dari Aksesibilitas dan kontrol wanita relatif
berbagai program pembangunan tersebut, terhadap laki-laki di wilayah DAS Citanduy
terutama jika pembangunan tersebut diarahkan merupakan hal yang sangat menarik untuk
untuk memenuhi kebutuhan ataupun prioritas dikaji mengingat semua fungsi dari DAS
pada wanita dan pria. Hasil-hasil studi terhadap kehidupan komunitas tidak terlepas
menunjukkan banyaknya wanita yang ternyata dari peran wanita.
tidak terlalu diuntungkan dalam proses
Partisipasi merupakan sentral elemen dalam
pembangunan jika dibandingkan dengan laki-
pendekatan kajian gender ini. Untuk itu
laki padahal peran wanita dalam menjalani
diperlukan suatu validasi mengenai
kehidupan sehari-hari baik sebagai mahluk
pengetahuan masyarakat dan memacu
sosial maupun ekonomi tidak diragukan lagi
kemampuan masyarakat untuk berperan serta
peran dan fungsinya. Untuk itu suatu kajian
dalam melakukan perencanaan dan proses
dengan menerapkan pendekatan yang
pembangunan. Partisipasi meliputi
menggunakan Women in Development (WID)
pemberdayaan dari organisasi di tingkat
dan Gender and Development (GAD) merupakan
masyarakat/wilayah, warga baik wanita
pendekatan yang dapat digunakan terutama
mapun pria, muda maupun tua, kaya ataupun
dengan disadarinya bahwa sering kali
miskin dan untuk mendukung prioritas
kelompok wanita ditempatkan sebagai
pembangunan di tingkat daerah di wilayah
kelompok yang termajinalisasi dalam hal
DAS. Dengan disadarinya bahwa pengelolaan
ekonomi, sosial, politik maupun pengetahuan.
DAS tidak dapat dibatasi secara administratif,
Pendekatan pembangunan yang menggunakan maka peran partisipasi dari seluruh
Women In Development (WID) dan Gender and masyarakat di wilayah DAS tersebut
Development (GAD) dilandasi oleh suatu merupakan kunci dari berhasilnya suatu
kebutuhan untuk mengetahui bagaimana proses pembangunan.
kebijakan pembangunan dan program-
programnya akan mempengaruhi aktivitas
ekonomi dan hubungan sosial diantara 8.1. Konsep SEAGA dalam Pembangunan
kelompok-kelompok yang ada di masyarakat.
FAO, UNDP dan Bank Dunia (1993),
Dalam analisis gender, berbagai aspek yang
mengemukakan mengenai pengembangan
merupakan fokus yang ditinjau secara detail
konsep Social Economic and Gender Analysis
diantaranya adalah peran gender (gender roles),
(SEAGA) setelah terjadi penyebaran perspektif
hubungan dan tanggung jawab sistem sosial
gender sekitar tahun 1990-an. Pendekatan
ekonomi pada semua tingkatan, mulai dari
pembangunan dengan menggunakan Women
tingkat makro sampai dengan tingkat rumah
in Development (WID) banyak digunakan untuk
tangga. Tiga prinsip yang akan mendasari
melakukan analisis untuk mengetahui sejauh
kajian terhadap gender adalah efesiensi,
mana kontribusi dan pembatasan wanita
kesetaraan (equity) dan
dalam pembangunan ekonomi relatif terhadap
kontinyuitas/keberlanjutan (sustainability) serta
pria. Pendekatan ini ditekankan pada
pendekatan partisipasi yang merupakan
hubungan antara peran dan tanggung jawab
elemen sentral dalam kajian. United Nations
wanita dan pria dengan parameter
pada laporannya tahun 1995 menyatakan
diantaranya adalah partisipasi, akses dan
bahwa wanita sangat membantu pertumbuhan
kontrol terhadap sumberdaya alam, teknologi,
dan efisiensi, mengurangi kemiskinan,
informasi, pasar dan sebagainya serta analisis
membantu generasi yang akan datang dan
terhadap proses pengambilan keputusan yang
mempunyai kontribusi yang luar biasa
dilakukan oleh wanita dan pria yang
terhadap pembangunan.
diperlukan untuk memperbaiki kebijakan
DAS Citanduy merupakan wilayah pembangunan dan pelaksanaannya. Dalam
sumberdaya alam yang dipergunakan untuk kaitannya dengan pemanfaatan dan
memenuhi kebutuhan dasar masyarakat seperti pengelolaan DAS Citanduy, semua parameter
makanan, minuman, air, kesehatan maupun di atas dapat digunakan sebagai indikator-
43
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
44
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
Struktur tersebut meliputi berbagai macam Seperti telah diketahui bersama, bahwa
institusi atau organisasi baik publik ataupun berbagai program pemerintah telah
perorangan, formal maupun informal, diintroduksi di wilayah DAS Citanduy, dan
organisasi keagamaan ataupun bukan secara garis besar akan dibahas mengenai
keagamaan. Diharapkan organisasi-organisasi bagaimakah program yang telah dilakukan,
tersebut mempunyai peran yang cukup besar bagaimana kondisi kelembagaan dari berbagai
dalam kontrol dan akses, misalnya terhadap pelaksana/fasilitator berbagai program, akses
produksi pertanian ataupun sektor lain. Secara dan kontrol gender pada berbagai program
khusus, jika memang dapat ditemukan di tersebut, nilai dan persepsi gender terhadap
lokasi adalah lembaga atau organisasi yang berbagai program tersebut serta berbagai
berbasiskan gender, maka masalah-masalah permasalahan dan kendala dalam realisasi
yang berhubungan dengan kontrol dan program. Sebagai langkah kemudian yang
aksesbility terhadap kekuasaan dan sumberdaya ingin dirancang dari semua identifikasi yang
juga akan ditinjau. Dari keseluruhan institusi dilakukan bersama ini, adalah bagaimana
yang mungkin dapat ditemui diharapkan semua partisipasi wanita dalam berbagai
dapat dikaji secara detail mengenai efisiensi, kelembagaan formal ataupun non formal
“equity”, “ accountability”, redistribusi dapat ditingkatkan sehingga peran gender
kekuasaan dan sumberdaya serta hal-hal yang dalam pengelolaan sumberdaya alam (DAS
berhubungan dengan adaptasi pada Citanduy) dapat secara langsung atau tidak
perubahan.Pada tataran intermediate ini juga langsung menjadi lebih berperan serta dapat
akan dikaji hal-hal yang berhubungan dengan lebih mengitegrasikan gender dalam berbagai
sistim nilai, persepsi, struktur organisasi yang program pembangunan.
ada, peluang kerja dan lain-lain. Secara detail
Dari semua tataran analisis SEAGA tersebut,
melalui analisis intermediate ini akan
cara melakukan analisis yang paling tepat dan
dilakukan suatu kajian tentang fungsi dan
mungkin diimplementasikan di wilayah
peran gender dalam kelembagaan sosial
institusi adalah dengan pendekatan PRA
ekonomi, gender dalam hubungan sosial
maupun RRA . Diharapkan dengan gender
produksi dan lain-lain.
analisis ini akan diketahui bagaimana
Untuk tataran makro, hal-hal yang secara hubungan sosial antara wanita dan pria, antara
khusus akan dilihat adalah bagaimana wanita dengan kelompok/masyarakat, antara
memasukkan gender dan sosial ekonomi ke wanita dengan organisasi/kelembagaan
dalam proses pengambilan keputusan formal dan non formal serta bagaimana
kebijakan. Juga akan dianalisis mengenai hubungan wanita dengan lingkungan dan
berbagai kebijakan yang berhubungan dengan sumberdaya alamnya. Dengan diketahuinya
pengelolaan DAS Citanduy serta berbagai berbagai kondisi tersebut diharapkan wanita
kebijakan dengan perspektif gender serta bukan saja ditempatkan atau di posisi sebagai
bagaimana kemungkinan implementasi “wanita” saja, tapi lebih ditekan pada
kebijakan tersebut dalam meningkatkan peran bagaimana wanita mempunyai kontribusi baik
wanita dalam pengelolaan CPR. secara individu, sosial, ekonomi , politik,
budaya maupun wanita sebagai bagian dari
lingkungannya.
45
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2003. ‘Data dan Informasi Baumann, P. and Farrington, J. 2003.
Kemiskinan Tahun 2003, Buku 2 : Decentralizing Natural Resource
Kabupaten’. Jakarta. Management: Lessons from Lokal
Government Reform in India. Natural
___________. 2003. ‘Ciamis dalam Angka 2002’. Resource Perspective, No. 86. ODI.
Badan Pusat Statistika Kabupaten London.
Ciamis, Ciamis.
Berkes, F. et.al. 1995. ‘Traditional Ecological
___________. 2003. ‘Cilacap dalam Angka 2002’. Knowledge, Biodiversity,
Badan Pusat Statistika Kabupaten Resilience and Sustainability’ in
Cilacap, Cilacap. Perrings, C.A. et.al. (eds.). 1995.
Biodiversity Conservation. Kluwer
___________. 2003. ‘Kabupaten Tasikmalaya Academic. The Netherlands.
dalam Angka 2002’. Badan Pusat
Statistika Kabupaten Tasikamalaya, De Haen, H. 1997. ‘Environmental
Tasikmalaya. consequences of Agricultural
Growth in Developing Countries’
___________. 1998. ‘Ciamis dalam Angka 1997’. in Vosti, S.A. and Reardon, T (eds.).
Badan Pusat Statistika Kabupaten. 1997. Sustainability, Growth, and
Ciamis, Ciamis. Poverty Alleviation. A Policy and
Ecological Perspective. The John
___________.1998. ‘Cilacap dalam Angka 1997’. Hopkins University Press.
Badan Pusat Statistika Kabupaten Baltimore and London.
Cilacap, Cilacap.
Diesendorf, M. and Hamilton, C. 1997.
___________.1998. ‘Kabupaten Tasikmalaya Human Ecology, Human Economy:
dalam Angka 1997’. Badan Pusat Ideas for an Ecologically Sustainable
Statistika Kabupaten. Tasikamalaya, Future. Allen & Unwin. NSW.
Tasikmalaya. Australia.
___________. 1991. ‘Ciamis dalam Angka 1990’. Colletta, N J. and Michelle L. C. 2000.
Badan Pusat Statistika Kabupaten. Violent Conflict and the
Ciamis, Ciamis. Transformation of Social Capital,
Lesson from Cambodia, Rwanda,
___________.1991. ‘Cilacap dalam Angka 1990’. Guetamala, and Somalia.
Badan Pusat Statistika Kabupaten Washington D.C. : The World
Cilacap, Cilacap. Bank.
46
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
Ekbom, A. and Bojö, J. 1999. Poverty and Nooryasyini , S. J. 2002. Sistem Pengelolaan
Environment: Evidence of Links and dan Kontribusi Kebun Campuran
integration into the Country Assistance terhadap Pendapatan Rumahtangga
Strategy Process. Environment Group- (Studi Kasus di Desa Sukawening
African Region. The World Bank. Kecamatan Cipaku Sub DAS
Cimuntur dan Desa Sidamulih
Holmes, T and Scoones, I. 2000. ‘Participatory Kecamatan Pamarican Sub DAS
Environmental Policy Processes: Ciseel, DAS Citanduy Kabupaten
Experiences from North and South’. Ciamis, Jawa Barat). Skripsi
IDS Working Paper No. 113. IDS. Fakultas Kehutanan- IPB,. Bogor.
Sussex.
O’Connel, B. 2000. Civil Society: ‘Definitions
Irawan, B. 1986. Kajian Pemasaran Menunjang and Descriptions’. Nonprofit and
Pengembangan Usahatani Lahan Kering Voluntary sektor Quaterly, Vol. 29/3,
di DAS Citanduy. Tesis Pascasarjana pp. 471-478
IPB. Bogor.
Ostrom, E. 1992. ‘The Rudiments of a theory
Laxman Joshi, Luis Arevalo, Nelly Luque, Julio of the origins, Survival, and
Alegre and Fergus Sinclair, et al. Performance of Common-Property
2004 ’Lokal Ecological Knowledge in Institutions’, in Bromley, D. W. (ed)
Natural Resource Management’. 1992. Making The Commons Work:
Mabnuscript for “Bridging Scales and Theory, Practice, and Policy.
Epistemologies” conference, International for Contemporary
Alexandria, Egypt 17-20 May 2004. Studies, San Francisco.
47
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
48
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
LAMPIRAN
49
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
Tabel 10. Lahan yang Berpotensi Erosi di DAS Citanduy a. Sub DAS Citanduy Hulu
No. Tingkat potensi erosi Luas (Ha) % Luas
Sub DAS Citanduy Hulu seluruhnya
1. Sangat rendah 135.263 38,4
berada di wilayah administrasi Kabupaten
2. Rendah 92.130 26,2
Tasikmalaya dan merupakan hulu dari
3. Sedang 89.264 25,3
DAS Citanduy yang bersumber di Gunung
4. Tinggi 28.856 8,2 Cakra Buana. Secara geografis wilayah ini
5. Sangat Tinggi 6.566 1,9 terletak pada 7°02’30” - 7°25’30” LS dan
Sumber : BRLKT (Badan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah)
Citanduy-Cisanggarung, 1999 dalam Dwiprabowo dan 107°14’00”- 107°41’30” BT. Luas area dari
Wulan (2003) Kabupaten Tasikmalaya yang dijangkau
Sub DAS ini adalah 63.761 ha (22,4%).
Sub DAS Cikawung merupakan Sub DAS yang
berpotensi lahan kritis tinggi sekitar 21,6% . b. Sub DAS Cimuntur
Sementara Sub DAS Cimuntur memeliku luas
Sub DAS Cimuntur secara administrative
lahan tertinggi pada tingkat erosi sedang (59%).
seluruhnya berada di Kabupaten Ciamis
yang meliputi 14 kecamatan dengan 125
desa. Pembagian Sub DAS Cimuntur
2. Wilayah Administrasi DAS Citanduy
berdasarkan wilayah administrative
Das Citanduy mengaliri lebih dari tujuh kecamatan dapat dilihat pada tabel 12.
wilayah administrasi di antaranya adalah
Tabel 12. Luas Sub DAS Cimuntur berdasarkan Wilayah
Kabuapten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis,
Administratif Kecamatan
Kabupaten Majalengka, Kabupaten Kuningan
dan Kabupaten Garut di Jawa Barat, serta No. Kecamatan Luas Luas JD
Kabupatyen Cilacap di Jawa Tengah. Proporsi (Ha)** (Ha)*
terbesar wilayah yang dialiri DAS Citanduy 1. Ciamis 3.928,040 4.644,805 14
adalah Kabupaten Ciamis. Pada tahun 2003 2. Sadananya 5.407,950 2.023,460 8
Kabupaten Ciamis dibagi menjadi Kabupaten 3. Cikoneng 505,120 962,980 2
Ciamis dan Kota Banjar. Kota Banjar secara 4. Cijengjing 2.846,870 2.364,620 9
langsung dialiri oleh Sungai Citanduy 5. Panjalu 6.131,310 7.961,304 10
sepanjang empat kilometer. Sementara itu, 6. Kawali 6.872,370 7.705,670 18
luas tiga wilayah terbesar yang diliri DAS 7. Panawangan 2.328,430 4.503,780 7
Citanduy dapat dilihat pada tabel 11 (Kota 8. Cipaku 7.213,540 6.192,800 13
Banjar masih dimasukkan dalam Kabupaten
9. Jatinagara 3.367,480 2.115,190 6
Ciamis).
10. Rancah 6.578,850 7.505,720 9
Tabel 11. Luas Wilayah Kabupaten yang Dialiri DAS 11. Cisaga 3.837,220 7.323,120 9
Citanduy 12. Tambaksari 959,290 2.982,480 4
13. Rajadesa 5.180,930 4.670,670 10
Kabupaten Total luas Luas kabupaten yang
14. Sukadana 5.342,600 6.005,420 6
kabupaten (Ha) dialiri DAS Citanduy
Jumlah 60.500,000 62.297,249 125
Ciamis 255.911 186.115 ha (72,7%)
Sumber : Data dasar RTL-RLKT Sun DAS Cimuntur, 1998 dalam
Tasikmalaya 284.647 63.761 ha (22,4%) Sub BRLKT DAS Citanduy-Cisanggarung, 1999
Cilacap 213.850 65.036 ha (30,4%) Keterangan : JD = Jumlah Desa
Sumber : BRLKT (Badan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah) *) Luas menurut monografi desa, 1996
Citanduy-Cisanggarung, 1999 dalam Dwiprabowo dan **) Luas menurut peta RTL-RLKT Sub DAS
Wulan (2003) Cimuntur.
50
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
Tabel 13. Luas Sub DAS Cijolang berdasarkan Wilayah Administratif Kecamatan
No. Kabuapten/Kecamatan Luas (Ha)* Luas (ha)** Jumlah Desa
A. CIAMIS
1. Cisaga 6.178,284 4.065,12 5
2. Panawangan 6.543,671 5.537,76 13
3. Panjalu 4.465,908 3.473,98 6
4. Purwaharja 2.483,924 1.576,42 4
5. Rajadesa 2.332,020 2.086,46 4
6. Rancah 3.389,490 1.868,14 6
7. Tambaksari 3.059,738 3.120,82 4
Jumlah A: 28.453,035 21.728,70 38
B. KUNINGAN
1. Darma 1.441,650 839,46 2
2. Selajambe 6.469,437 3.549,35 7
3. Subang 11.943,979 6.969,01 12
Jumlah B: 19.855,066 11.357,82 21
C. MAJALENGKA
1. Cingambul 2.052,330 477,51 5
Jumlah C: 2.502,330 477,51 5
D. CILACAP
1. Dayeuhluhur 29.262,220 13.530,37 14
2. Wanareja 5.578,800 935,60 2
Jumlah D: 34.841,020 14.465,97 16
Jumlah Sub DAS Cijolang 85.651,451 48.030,00 80
Sumber : Profil Desa/Kelurahan dan Peta Sub DAS Cijolang dalam BRLKT DAS Cimanuk-Citanduy, 2000
Keterangan: *) Luas wilayah menurut monografi desa, 1998 **) Luas grafis menurut peta RTL-RLKT Sub DAS Cijolang
51
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
52
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy
1985 1986 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1998 1999 2000 2001 2002
1. Tasikmalaya 1.589.000 1.609.000 1.814.912 1.815.113 1.816.057 1.817.506 1.820.351 1.869.619 1.894.507 1.925.449 2.049.688 2.068.644 1946300
2. Ciamis 1.359.000 1.440.000 1.478.476 1.442.184 1.460.020 1.460.509 1.463.611 1.536.347 1.563.592 1.594.546 1.599.064 1.607.321 1620300
3. Cilacap 1.369.849 1.415.466 1.455.877 1.499.401 1.509.364 1.516.747 1.537.158 1.550.283 1.642.725 1.652.019 1.671.779 1.689.214 1.696.765
2.500.000
2.049.688 2.068.644
2.000.000 1.820.351
1.869.619 1946300
1.814.912 1.815.113 1.816.057 1.817.506
1.894.507 1.925.449
Jumlah Penduduk
1.589.000
1.609.000
1509364 1537158 1550283 1642725 1652019
1.594.546
1671779
1.599.064
1689214
1.607.321
1696765
1620300
1. Tasikmalaya
1499401 1516747 1.563.592
1.478.476
1.500.000 1369849
1.440.000
1.536.347
1455877 1.442.184 1.460.020 1.460.509 1.463.611
1415466
1.359.000
2. Ciamis
1.000.000
3. Cilacap
500.000
0
1985 1986 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1998 1999 2000 2001 2002
Tahun
Gambar 17. Grafik Perkembangan Jumlah Penduduk di Tiga Lokasi Studi dari Tahun 1985 - 2002
53