Anda di halaman 1dari 53

Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam

(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)


Daerah Aliran Sungai Citanduy

ISBN : 979-8637-11-2

Project Working Paper Series No. 01

DESENTRALISASI PENGELOLAAN DAN SISTEM


TATA PEMERINTAHAN SUMBERDAYA ALAM
(Decentralized Natural Resources
Management and Governance System):
Daerah Aliran Sungai Citanduy

Tim Studi Aksi


Juli, 2004

Pusat Studi Pembangunan - Institut Pertanian Bogor


Bekerjasama dengan
Partnership for Governance Reform in Indonesia – UNDP

1
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

DESENTRALISASI PENGELOLAAN DAN SISTEM TATA PEMERINTAHAN


SUMBERDAYA ALAM (Decentralized Natural Resources
Management and Governance System):
Daerah Aliran Sungai Citanduy

TIM PENULIS :

Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, MSc.Agr


Dr. Bayu Krisnamurthi
Ir. Dahri Tanjung, MS
Ir. Fredian Tonny, MS
Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc.Agr
Ir. Lusi Fausia, MEc
Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS
Dr. Ir. Suharno, MA.Dev
Ir. Yoyoh Indaryanti, MS
Ir. Dyah Ita Mardiyaningsih

Cetakan Pertama
Juli 2004

Diterbitkan oleh :

Pusat Studi Pembangunan – Institut Pertanian Bogor


Bekerjasama dengan
Partnership for Governance Reform in Indonesia – UNDP
Bogor, 2004

2
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang : Penguatan Sektor akal, oleh karena konsep ini bekerja atas dasar
Partisipatif dalam Kebijakan asumsi akomodasi atas kemajemukan cara-
Sumberdaya Alam dan Lingkungan pandang (plurality of perspectives) dalam
menyikapi persoalan sumberdaya alam dan
Perspektif tentang sistem pengelolaan dan tata-
lingkungan di beragam aras masyarakat. Pada
pemerintahan (seringkali disebut juga dengan
intinya, konsep ini berkeyakinan bahwa
tata-pamong/governance) pembangunan di
benturan yang selalu terjadi dan berulang
Indonesia mengalami perkembangan-
karena perbedaan pandangan, akan dapat
perkembangan yang dramatis, selaras dengan
dicarikan titik-temunya melalui proses-proses
berlangsungnya pergeseran nilai-nilai
komunikasi yang multi-pihak dan kerjasama
kehidupan sosial-ekonomi dan politik pada
aksi yang bersifat kolaboratif.
aras makro sistem sosial-kemasyarakatan, sejak
satu dekade terakhir. Tata-pemerintahan Persoalan konflik kepentingan dalam
sentralisme Orde Baru (ORBA) yang dikenal pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya
otoritarian, berpendekatan serba-seragam, serta alam adalah masalah klasik yang selalu
mengabaikan inisiatif lokal, telah digantikan menjadi wacana penting. Sebagaimana
oleh pendekatan yang memberikan bobot pada diketahui, modal alam (natural capital) atau
upaya-upaya perubahan berencana berbasiskan sumberdaya alam dipandang secara berbeda
pada prakarsa akar-rumput (grass-root) yang oleh masyarakat. Teradapat dua kutub
seringkali dikenal sebagai bottom-up approach. masyarakat yang tak pernah satu pandangan,
Pendekatan pembangunan yang bercirikan yaitu mereka yang menganut mazhab
semangat partisipatif-kolaboratif, berbasis pada antroposentrisme1 melawan mereka dari
sumber kekuatan yang dimiliki oleh komunitas golongan ekosentrisme. Kemajemukan cara
lokal, mengakui eksistensi kepentingan pemahaman terhadap eksistensi sumberdaya
beragam mutistakeholders yang didukung kuat alam dan lingkungan yang demikian itu,
oleh semangat demokratisme, tersebut secara potensial bisa menghantarkan sebuah
terutama mendapatkan relevansinya yang sistem sosial-kemasyarakatan pada situasi
sangat kuat, manakala perhatian diarahkan konfliktual akut yang bisa membawa entitas
kepada pengelolaan sumberdaya alam dan sosial tersebut pada situasi disintegratif yang
lingkungan. Selama ini di kawasan lingkungan justru kontra-produktif terhadap keseluruhan
dikenal adanya derajat konflik dari beragam hasil pembangunan yang dicita-citakan
pelaku kepentingan yang sangat tinggi. bersama. Persoalan peningkatan kedalaman
Kompleksitas persoalan lingkungan ketidakpercayaan pada suatu
dicerminkan oleh luasnya ragam exercise of masyarakat/komunitas (deepening level of
power dari berbagai pihak di suatu kawasan. distrust among the community members) makin
kronis terjadi, bila benturan-benturan pandangan
Paradigma pembangunan yang berorientasi
dan kepentingan tidak segera menemukan
pada gagasan anti-sentralisme dan pro-
kesepahaman. Untuk mencari hasil optimal
partisipasi tersebut makin kokoh
dan titik temu yang bisa diterima secara luas,
kedudukannya sejak UU 22/1999 tentang
salah satu solusi yang diajukan adalah
Otonomi Daerah dengan semangat
desentralismenya diundangkan. Sejak saat itu,
masyarakat sipil (civil society) mendapatkan 1
Menurut Diesendorf and Hamilton (1997),
antroposentrisme secara eksplisit berasumsi bahwa
makin banyak kesempatan dan ruang yang
tujuan akhir segala kegiatan manusia adalah
leluasa untuk terlibat langsung dalam proses peningkatan taraf hidup atau kesejahteraan sosial-
perencanaan dan pembuatan kebijakan, yang ekonomi, yang dapat dicapai melalui akumulasi
selama beberapa dekade lalu didominasi oleh sebanyak-banyaknya jumlah barang dan jasa (termasuk
ecological service) yang dikonsumsi. Semua elemen
elit pemegang kekuasaan negara. Dari sudut ekosistem atau sumberdaya alam akan dieksploitasi
ini, tampak benar bahwa dimensi ketata- untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Karenanya, modal
pemerintahan sumberdaya alam dan alam (tumbuhan, hewan, landscape, tanah, air dan
seterusnya) harus tunduk pada kekuasaan manusia
lingkungan menjadi titik krusial penting dalam (human society). Sementara itu, ekosentrisme adalah
pengelolaan sumberdaya alam yang lestari di pandangan yang melihat sebaliknya, dimana semua
masa mendatang. elemen ekosistem (sumberdaya alam), termasuk proses-
proses pertukaran sosio-ekologis di dalamnya memiliki
Pengajuan konsep tata-pemerintahan nilai kehidupan yang perlu juga dihargai. Dengan cara
demikian, keselamatan lingkungan (environmental
lingkungan (environmental governance) yang
security) akan terjamin secara berkelanjutan.
partisipatoris sepantasnya dipandang masuk

3
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

membuka akses lebih besar masyarakat sipil dan terlibat dan secara pro-aktif berinisiatif dalam
semua pihak berkepentingan kepada ruang- pembangunan lingkungan. Ruang “manuver”
ruang kekuasaan yang memungkinkan para- politik yang lebih besar dibanding apa yang
pihak bisa membangun dialog yang kondusif dan dimilikinya di masa lalu, memungkinkan
komunikatif, terutama dalam perumusan mereka lebih leluasa untuk mendefinisikan
kebijaksanaan pemanfaatan sumberdaya alam. secara reflektif (sesuai dengan ukuran-ukuran
lokal) solusi-solusi masalah lingkungan yang
Dalam bidang pengelolaan sumberdaya alam
paling tepat untuk kondisi mereka. Pada sisi
dan lingkungan, masalah di atas dicoba untuk
lain, adanya perubahan sifat dan skala
diatasi dengan menumbuhkembangkan konsep
pemerintahan (changing nature and scale of
decentralized natural resources management and
goverment) yang makin mengurangi dominasi
governance system yang berbasiskan pada
kekuasaan, serta makin diyakininya prinsip
prinsip-prinsip partisipasi dan demokrasi (lihat
kolaborasi (pelibatan multi-pihak) dalam
juga tulisan Baumann dan Farrington, 2003).
pengelolaan sumberdaya alam dan
Konsep ini menjadi ”taruhan penting” dari
lingkungan, merupakan momentum penting
studi-aksi yang hendak dilakukan selama
penyusunan konstruksi kebijakan lingkungan
jangka waktu setahun di kawasan DAS
partisipatif (construction of participatory
Citanduy oleh Pusat Studi Pembangunan
environmental policy) di masa depan. Hal ini
Institut Pertanian Bogor bersama UNDP
akan memungkinkan makin tingginya derajat
Partnership Indonesia.
penerimaan sosial (degree of social acceptability)
Meski belum banyak dikenal, konsep masyarakat lokal atas segala
decentralized natural resources management and kebijakan/keputusan yang diambil.
governance system sebenarnya bukan isyu baru
Seiring dengan terbukanya akses masyarakat
dalam studi kebijakan pembangunan
kepada pemutusan kebijakan sumberdaya
lingkungan. Scoones dan Holmes (2000) seraya
alam dan lingkungan (natural resource and
mengutip pendapat Gaventa dan Robinson
environmental policy-making processes), maka
(1999) menjelaskan bahwa prinsip-prinsip
pusat kekuasaan di sektor-partisipatoris
pengelolaan sumberdaya alam yang
(participatory sektor – masyarakat sipil)
kolaboratif-partisipatif, juga berlangsung pada
menguat secara signifikan vis a vis negara dan
konsep yang sejak lama dikenal sebagai
korporasi (lihat Uphoff, 1986, O’Connel, 2000,
deliberative and inclusionary processes –
Young, 2000, Pieterse, 1998). Pertanyaannya
pendekatan reflektif dan pengikutsertaan
kini adalah, siapkah semua pihak menerima
semua pihak. Dalam pendekatan itu, sejumlah
dan merespons dengan baik perubahan-
pemangku-kepentingan (stakeholders) dari
perubahan di atas? Bagaimankah cara
beragam latar belakang duduk bersama
memanfaatkan momentum penguatan paham
memutuskan cara-cara pengelolaan
partisipasi demi terciptanya situasi yang
sumberdaya alam yang bisa diterima oleh
memadai dan menguntungkan bagi proses
semua pihak. Dialog yang dibangun dalam
pemutusan kebijakan publik di bidang
proses yang melibatkan semua pihak dan
lingkungan dan sumberdaya alam yang
bersifat reflektif, akan bermanfaat mereduksi
efektif? Bagaimanakah cara menumbuhkan-
growing levels of distrust dalam environmental
kembangkan potensi kekuatan politik “akar-
policy processes secara signifikan dalam
rumput” (termasuk kelembagaan lokal) demi
masyarakat. Banyak pengalaman
mendorong terciptanya sistem pengelolaan
mengungkapkan bahwa kebijakan sumberdaya
sumberdaya alam dan lingkungan yang lebih
alam dan lingkungan yang partisipatif dapat
demokratis dan lebih baik secara ekologis
dibangun dengan melibatkan dan mengijinkan
(ecologically better) itu? Seberapa efektifkah
semua tipe kelembagaan pembuat-kebijakan
desentralisasi tata-pemerintahan sumberdaya
(policy-making institutions) berkontribusi secara
alam dan lingkungan (decentralized natural
bersama-sama dalam formulasi perencanaan
resources and environmental governance)
hingga pemantauan kebijakan lingkungan.
memberikan ruang yang mencukupi bagi
Mekanisme tersebut akan menghindarkan
sistem pengelolaan sumberdaya alam secara
dominasi tunggal baik yang dilakukan oleh
lestari? Dimanakah terdapat kekurangan yang
kelompok elite ataupun non-elite dalam
perlu diperbaiki? Bagaimanakah bentuk
pemutusan kebijakan.
rancang-bangun tata-pemerintahan
Konsep partisipasi dalam environmental lingkungan yang partisipati-berkelanjutan itu,
governance system di Indonesia diharapkan akan dan agenda apa yang seyogianya disusun?
memperbesar ruang bagi civil society untuk ikut Segala pertanyaan itu hendak dicari

4
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

jawabannya melalui studi-aksi desentralisasi bersifat sebagai open access2 resources) yang
pengelolaan dan sistem tata-pemerintahan makin besar. Penguasaan dan pemanfaatan
sumberdaya alam (decentralized natural resources sumberdaya akan mengarah pada
management and governance system) dengan pengrusakan bila tidak disertai dukungan
mengambil kasus pada kawasan common pool kelembagaan (rule of the game) yang memadai.
resources Daerah Aliran Sungai (DAS) Akibatnya, kecenderungan berlangsungnya
Citanduy. konflik agraria dan tumpang tindih klaim serta
berlangsungnya fenomena tragedi bersama
(“the tragedy of the commons”), akan makin
1.2. Tata-pemerintahan Sumberdaya Alam besar peluangnya untuk muncul ke
dan Lingkungan (Environmental permukaan. Ditambah dengan lemahnya
Governance) di DAS Citanduy: (diabaikannya) sistem-sistem kelembagaan
Tantangan ke Depan lokal asli (indigenous institutional arrangement
system) dan adanya lack of societal capacity in
Pertanyaan pokok yang hendak dijawab dalam
natural resources and environmental governance
studi-aksi ini adalah, bagaimanakah krisis
system, maka proses perusakan sumberdaya
ekologi dalam arti luas atau degradasi kualitas
milik bersama (the destruction of common pool
sumberdaya alam dalam arti sempit di DAS
resources atau common property3 resources atau
Citanduy, dapat diatasi atau paling tidak
CPR) akan makin serius berlangsung.
direduksi melalui pola pengelolaan
sumberdaya alam yang partisipatif-kolaboratif? Persoalan kerusakan sumberdaya alam akan
Era “otonomi daerah” yang mengedepankan makin serius, bila memperhatikan kenyataan
prinsip desentralisasi kekuasaan memberikan adanya pertambahan penduduk yang makin
iklim yang sangat baik untuk mengembangkan mempersempit ruang gerak kehidupan
pendekatan perencanaan dan pengelolaan komunitas lokal (lokal community livelihoods
multi-pihak yang secara bersama merumuskan system). Di samping itu, persoalan pemenuhan
dan menegakkan prinsip one-river one needs for sustenance (strategi nafkah dan
management sebagaimana diwacanakan sejaka bertahan hidup) yang makin tak sederhana
beberapa dekade terakhir dalam setiap kompleksitas dan dimensinya diperkirakan
kesempatan diskusi tentang watershed ikut menekan intensitas konflik dan
management. Bagaimanakah bentuk tata- persaingan serta ketegangan sosial-ekonomi
pengelolaan sumberdaya alam (natural resource dan sosial-ekologi ke tingkat yang belum
management regime and governance system) di pernah ada sebelumnya. Dalam arti lain,
tingkat beragam cluster ekosistem lokal terdapat kaitan yang sangat erat antara
seyogianya dibangun? Apakah pola-pola kemiskinan (poverty) dan kerusakan alam. Studi
kelembagaan pengelolaan sumberdaya alam lingkungan di kawasan lain telah
berbasis kekuatan lokal atau community-based membuktikan secara meyakinkan kebenaran
natural resources management system layak tesis tersebut (lihat de Haen, 1997, Lipton,1997,
dikembangkan? Dalam hal apa kelembagaan Reardon dan Vosti, 1997, Ruttan, 1997, Von
tersebut bisa tumbuh dan dalam hal apa
pertumbuhannya terkendala? Bagaimana 2
Open access is defined as “where no one has the legal
bentuk kelembagaan pengelolaan sumberdaya right to exclude anyone from using a resource. Open
alam dapat ditumbuh dan kembangkan di access regimes have long been considered in legal
doctrine as involving no limits on who is authorized to
beragam aras administratif pemerintahan? use a resource” (see Ostrom, 1992).
Inilah serangkaian research questions yang
3
hendak dijawab dalam studi-aksi di DAS Common property may be defined as “where the
members of clearly demarked group have a legal right to
Citanduy oleh PSP IPB. exclude non-members of that group from using a
resource (Ostrom, 1992). The problems of open access
Sebagaimana diketahui bersama, tantangan
arise from unrestricted entry, whereas problems of
terbesar dalam pengelolaan sumberdaya alam common property result from the tensions in the
bersama (common pool resources - CPR) seperti structure of joint use rights adopted by particular village
kawasan DAS Citanduy, adalah “bekerjaya” or group (Runge, 1992). Salah satu alasan kegagalan
dalam mempertahankan common property resources
kekuatan-kekuatan ekologi-politik dan (CPR) sehingga membentuk open access resources
kebebasan individu-individu di setiap (open access regime), adalah karena adanya struktur
komunitas lokal, untuk melakukan penguasaan ineffective exclusion of non-owners dimana komunitas
lokal menemui kegagalan dalam
atau encroachment terhadap CPR (yang juga mengoperasionalisasikan common property institutions
terutama saat mereka mengontrol pemanfaatan
sumberdaya alam bersama atau CPR (the failure of
protecting borders and enforcing limits on resources
harvesting).

5
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

Braun, 1997, Ekbom dan Bojö, 1999). Hal ini sistem pengelolaan (institutional arrangement on
berarti bahwa, upaya pelestarian alam dan natural resources management) dan governance
pengamanan sumberdaya alam (natural system of CPR, yang diharapkan dapat
resources security) akan sia-sia tanpa menangani mengatasi persoalan di atas. Selain dapat
masalah kemiskinan secara tuntas. menjawab persoalan, program aksi konkret
kegiatan ini juga diharapkan sekaligus mampu
Di masa otonomi daerah, persoalan ketegangan
memberdayakan komunitas lokal. Selain itu,
sosial dan konflik (kepentingan) antar
rancangan sistem pengelolaan CPR yang
pihak/komunitas (bisa dalam bentuk konflik
berbasiskan pada sistem sosio-ekonomi-
horizontal antar komunitas, konflik antar daerah –
ekologi setempat, kelak juga diharapkan dapat
inter-regional conflict ataupun konflik sosial
menegakkan kedaulatan communal property
vertikal antara pemerintah pusat, provinsial,
institutions serta norma dan kelembagaan
dan daerah tingkat II) atas tumpang-tindihnya
lokal, menumbuhkan perekonomian lokal,
klaim penguasaan sumberdaya alam, akan
mendorong kesejahteraan bersama serta
terus meningkat dan makin serius. Sejak
memungkinkan terealisasikannya idealisme
diberlakukannya Undang-Undang Otonomi
pembangunan yang berkelanjutan.
Daerah No 22/1999 dan UU No 25/1999,
persoalan otoritas pengelolaan (termasuk Reformasi kelembagaan yang dihasilkan dari
pendanaan pengelolaan) sumberdaya alam rancangan ini juga diharapkan dapat
CPR memiliki dimensi persoalan baru (dimensi mempercepat proses demokratisasi
politik otonomi daerah). pengelolaan CPR di berbagai aras perhatian
(mikro-ekosistem dan meso-regional) serta
Sebenarnya, secara teoritis sistem pengelolaan
membangun inter-institutional relations yang
sumberdaya alam milik bersama (CPR) dapat
memungkinkan atau mampu membantu
menjadi dasar pengaturan hak-hak individual
berlangsungnya proses demokratisasi,
(individual rights) yang efektif. Struktur
otonomi dan desentralisasi kekuasaan-
penguasaan lahan bersama (complex of joint use
wewenang (di ranah CPR management system)
rights) dalam CPR yang dikukuhkan oleh
yang mempedulikan prinsip kemitraan
masyarakat serta pemerintah lokal-regional,
(partnership) secara efektif.
memungkinkan konflik antar individu
(semestinya) dapat dihindarkan. Hal ini
dikarenakan common property rights dimaknai
1.3. Rumusan Permasalahan dan Relevansi
(Runge, 1992) sebagai “a complex set of rules
Studi-Aksi Tata Pemerintahan
specifying rights of joint use of specific natural
Lingkungan
resource”, dimana common property institutions
(CPI) bisa dipandang sebagai sumber pengaturan Studi-aksi desentrasilasi pengelolaan dan tata-
alokasi sumberdaya alam, serta sumber pemerintahan sumberdaya alam dan
kehidupan komunitas lokal (livelihoods source lingkungan diarahkan pada upaya
and lokal social security system) yang efektif. menginventarisasi, memetakan, dan
Namun pada kenyataannya, banyak CPI yang selanjutnya merancang-bangun sistem tata-
ada tidak lagi berfungsi secara sempurna dan pemerintahan sumberdaya alam dan
dihormati banyak pihak. Hal ini (lebih banyak) lingkungan yang berbasiskan pada potensi
dikarenakan masuknya beragam kepentingan sosio-ekologi-ekonomi, karakteristik,
ekonomi, ideologi, alasan sosial-politik, atas pemahaman-pemahaman, dan sosio-budaya
suatu sumberdaya tertentu, yang selanjutnya lokal. Pengembangan sistem pengelolaan dan
memicu pertentangan dan perseteruan sosial. tata-pemerintahan sumberdaya alam dan
Tambahan lagi, dengan adanya UU 22/1999 lingkungan akan dibangun berdasarkan asas
dan UU 25/1999, pemerintah kabupaten/kota atau prinsip-prinsip sebagai berikut: (1)
juga terdorong untuk mendayagunakan atau kemitraan (partnership), (2) pelibatan multi-
tepatnya “mengeksploitasi CPR sebanyak pihak dalam perencanaan hingga evaluasi
mungkin” demi terpenuhinya sumber keputusan kebijakan lingkungan, partisipatif-
keuangan daerah, sedemikian sehingga akan kolaboratif, (3) berideologikan keberlanjutan
memicu konflik vertikal (masyarakat lokal – (sustainability), dan (4) desentralisasi dalam arti
customary area owner melawan pemerintah dilakukan di tiap-tiap wilayah administratif
kabupaten) yang tak terelakkan, dan yang terpisah sesuai otoritas masing-masing
diperkirakan akan berlangsung makin tajam. kabupaten/kota, namun tetap dalam kerangka
satu kesatuan sistem pengelolaan DAS
Oleh karena itu, tantangannya adalah
Citanduy. Ideologi keberlanjutan
ditemukannya innovasi dan bentuk rancangan
mengarahkan setiap keputusan untuk

6
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

memenuhi tiga prinsip sekaligus yaitu: (1) secara efektif mampu menekan prevalensi
secara ekonomi menguntungkan, (2) secara ketegangan atau konflik sosial horisontal
ekologis dapat dipertanggungjawabkan (ramah (antar-komunitas dan antar regional)
lingkungan), dan (3) secara sosio-budaya ataupun konflik vertikal (antara sistem
diterima oleh sistem norma dan sistem tata pemerintahan dari aras berbeda) atas
sosial-kemasyarakatan dan kepercayaan lokal. pengelolaan sumberdaya alam bersama
(CPR) DAS Citanduy.
Beberapa kerumitan sistemik yang dihadapi oleh
studi-aksi ini dan perlu diperhitungkan secara 2. Merancang dan mengimplementasikanan
cermat adalah bahwa kesatuan wilayah sistem tata-pemerintahan atau
administratif di kawasan DAS Citanduy tidak ketatalaksanaan sumberdaya alam dan
selalu sama dengan kesatuan ekologis ekosistem lingkungan yang berorientasi pada prinsip
DAS secara keseluruhan. Kawasan ekosistem partisipasi-kolaborasi, dan kemitraan
DAS Citanduy terbagi ke dalam beberapa (natural resources and environmental
wilayah adminstratif kabupaten/kota yang di governance partnership system) pada
setiap wilayah administratif tersebut dijalankan komunitas lokal dan regional, sehingga
pola pengelolaan dan tata-pemerintahan cita-cita keberlanjutan sistem sosio-ekonomi-
sumberdaya alam dan lingkungan yang khas. ekologi dapat tercapai di kawasan DAS
Bahkan pada setiap satuan komunitas, sistem Citanduy.
pengelolaan pun sangat khas dan bisa berbeda
3. Mengembangkan model-model penguatan
sekalipun komunitas tersebut bertetangga.
dan pengembangan kelembagaan serta
Dengan kondisi demikian, maka potensi
pemberdayaan sosial-ekonomi komunitas
konflik kepentingan sangat besar dan sangat
lokal yang pro terhadap upaya konservasi
mungkin untuk meletupkan konflik agraria
sumberdaya alam di kawasan DAS
terbuka yang kontra-produktif.
Citanduy.
Penguatan semangat ego-regional sejak
4. Merancang dan mengimplementasikan
bergulirnya UU 22/1999 dan politik
model konservasi sumberdaya alam yang
desentralisasi, membuat koordinasi dan
berbasiskan pada kemampuan dan
kerjasama penanganan pengelolaan ekologi
prakarsa lokal yang secara jangka panjang
DAS dan sumberdaya alam di kawasan
membantu pencapaian local community-
tersebut justru memasuki tahap kesulitan baru
based sustainable natural resources
yang tak mudah dikendalikan. Tantangannya
management.
adalah menemukan formulasi/bentuk
kolaborasi antar pemerintah kabupaten/kota Secara umum, tujuan studi-aksi ini adalah
yang kolaboratif yang bersandarkan pada mengembangkan model yang diturunkan dari
semangat saling memahami posisi masing- pelajaran-pelajaran (lessons-learned) yang
masing pihak. Konflik kepentingan dan konflik diperoleh di lapang, yang bermanfaat, untuk
aspirasi inilah tantangan bersama sistem kemudian bisa ditumbuhkan bagi model
pengelolaan dan tata-pemerintahan pengelolaan CPR (DAS) di kawasan lain
sumberdaya alam dan lingkungan DAS Indonesia.
Citanduy di masa depan.

1.5. Bidang Perhatian Studi-Aksi


1.4. Tujuan
Untuk mendukung tercapainya tujuan studi-
Beberapa hal yang hendak dicapai oleh aksi, dikembangkan sembilan sub-kajian yang
kegiatan “Desentralisasi Pengelolaan dan dipandang relevan untuk diperhatikan, yaitu:
Sistem Tata-pemerintahan Sumberdaya Alam
1. Politik ekologi sumberdaya alam dan
(Decentralized Natural Resources Management and
lingkungan, yang akan berkonsentrasi
Governance System): Common Pool Resources
pada inventarisasi kekuasaan atas
Daerah Aliran Sungai Citanduy” dapat
sumberdaya alam dan lingkungan di
diringkaskan pada dua butir tujuan pokok di
beragam aras.
bawah ini, yaitu (Kerangka kerja-konseptual
studi-aksi ini disajikan pada Gambar 1) : 2. Tata-pengelolaan sumberdaya alam dan
lingkungan, yang diarahkan pada kajian
1. Menemukan cara atau model solusi konflik-
tentang CPR dan inventarisasi pola
sumberdaya alam (natural resources conflict)
pengelolaan sumberdaya alam kolaboratif
dan konflik kepentingan sosial-ekonomi, serta
seperti co-management.
pola pengaturan institusional (kemitraan) yang

7
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

3. Struktur ekonomi rumahtangga (livelihoods 6. Kelembagaan, yang berkonsentrasi pada


structure) komunitas, yang dipandang inventarisasi, penumbuhan dan
penting karena kaitannya pada pola pengembangan kelembagaan berciri
pemanfaatan sumberdaya alam milik kolaboratif dalam pengelolaan
bersama (CPR). sumberdaya alam di beragam aras.
4. Gender dalam pengelolaan sumberdaya 7. Ekonomi kelembagaan, yang akan
alam, yang dipandang penting mengingat berkonsentrasi kajian manfaat ekonomi
banyak studi menyimpulkan bahwa derajat sebuah kelembagaan
intensitas interaksi perempuan dengan
8. Ekonomi sumberdaya alam, yang akan
alam sangat substansial.
menghitung besarnya nilai ekonomi suatu
5. Traditional ecological knowledge, yang sumberdaya dan besarnya nilai kerusakan
akan mengkaji peranannya dalam alam yang perlu diperbaiki.
biodiversity and natural resources conservation
9. Biofisik, yang akan berkonsentrasi pada
di kawasan DAS
pemetaan potensi dan kerusakan
sumberdaya alam dengan mengunakan
GIS-method.

8
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

Implementasi Kemiskinan dan Pertambahan


UU No. 22/1999 Tekanan Ekonomi jumlah penduduk

Extra-local socio-economic and political forces

Common Pool Resources


Pola Pemanfaatan Eksploitasi Sumberdaya
(CPR) yang makin
Sumberdaya Tanah Alam berlebihan karena
tertekan keberadaannya
yang unsustainable Tekanan Kemiskinan

Penguatan ego-
Unmanageable sektoral, konflik
CPR (DAS) kepentingan antar-
daerah

Local natural resources system

♦ Keberadaan common Peningkatan


property resources Intensitas Agrarian Akses dan kemampuan
terancam rusak dan and socio- mengontrol sumberdaya
tak berkelanjutan economical alam makin terbatas
Conflict
♦ Communal land tenure
structure menghilang
dari komunitas lokal
Wilayah dampak sosial ekonomi

ALTERNATIF

Partnership-based
Decentralized Natural
Resources Managemen and
Governance System
Private State
sector Bureaucracy

Participatory
sector

Gambar 1. Skema dan Asumsi Dasar Studi-Aksi

9
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

2. SISTEM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN

2.1. Co-Management dalam Pengelolaan praktek, berbagai proyek yang pernah dan
DAS Citanduy tengah berjalan, telah diselenggarakan dengan
beragam bentuk pembiayaan proyek untuk
DAS merupakan entitas geografik yang
DAS Citanduy, diantaranya:
memiliki struktur dasar dan pola topografi
yang, bersama hukum gravitasi dan hukum - Dana bantuan penghutanan kembali dan
aliran air, membentuk satuan biofisik dengan penghijauan,
karakter dan proses biotik non-biotik yang - Dana bantuan asing: ADB, USAID, FAO,
cukup teratur dan unik (Lovelace dan Rambo, JICA, World Bank.
1991 diacu dalam Sneddon, 1998).
Meskipun serangkain proyek dan program
Batasan teknik geofisik dikemukakan untuk telah dijalankan sejauh ini hasil yang dicapai
menekankan bahwa idealnya DAS dikelola jauh dari harapan, diukur dari indikator fisik
menjadi satu satuan hidrologis yang DAS misalnya dalam bentuk tingkat erosi, dan
fungsional, oleh satu badan pengelola. Pola tingkat ketersediaan air.
pengelolaan ini diyakini akan menampilkan
Hasil kajian desk study dan survey lapang
DAS sebagai sumberdaya alam pendukung
terbaru menunjukkan bahwa hal di atas
kehidupan orang di sekitarnya tanpa
disebabkan oleh beberapa faktor :
mengancam keberkelanjutannya.
1. Satuan ekosistem DAS Citanduy tersekat
Mengacu pada pengertian di atas, daerah
sekat oleh berbagai batas administrasi
aliran sungai (DAS) Citanduy adalah sebuah
kewilayahan, batas kewenangan sektoral,
entitas daratan yang mengapit batang air
tapi juga dalam batas tertentu batas
Sungai Citanduy dari hulu hingga hilir. Di
kultural (perbedaan kultural ekstrim yang
dalamnya termasuk Sub-Sub DAS dari sungai-
nampak adalah kultur berburu yang
sungai lebih kecil yang mengalir ke batang air
menjadi atribut masyarakat pesisir di
Citanduy. Daerah ini ada di provinsi Jawa Barat
muara dan beberapa pulau di dekatnya
dan sebagian Jawa Tengah meliputi enam
dan kultur usaha campuran pertanian-
kabupaten.
dagang yang menjadi ciri kultur
Batasan dan karakter biofisik, berikut deskripsi masyarakat high land di hulu DAS
cukup mutakhir non-fisik (sosial ekonomi, Citanduy).
aspek hukum, pola penggunaan lahan,
2. Hak kepemilikan menjadi klaim individu,
kelembagaan dan lain-lain.) tentang DAS
kelompok, dan pemerintah regional dan
Citanduy bisa diikuti dalam literatur, misalnya
nasional. Kecuali untuk pemanfaatan
dalam Dwiprabowo dan Wulan (2003).
residensial (rumah tinggal) penegakan hak
Disebutkan di sini bahwa DAS Citanduy
atas pemanfaatan lahan untuk keperluan
merupakan satu dari 22 DAS di Indonesia yang
lain dari DAS, khususnya area sempadan
masuk kategori kritis.
sungai, dan tanah timbul penegakannya
lemah).
2.2. Permasalahan 3. Pembiayaan administrasi, dan
implementasi teknik, serta kebijakan
Sejauh ini, pengelolaan DAS Citanduy tunduk
(utamanya kebijakan konservasi dan
pada beberapa landasan dasar hukum dan
penghijauan atas DAS Citanduy masih
perundangan yang sesungguhnya telah cukup
sangat tergantung proyek, yang sayangnya
memadai. Beberapa produk hukum dan
bersifat menyebar di berbagai yurisdiksi
perundang-undangan tersebut, misalnya:
dan lintas instansi. Kenyataan ini
1. UU no 4 tahun 1982 tentang Prinsip-prinsip menyumbang pada kesulitan untuk
dasar Pengelolaan Lingkungan. menarik kesepakatan dan komitmen
2. UU no. 5 tahun 1990 tentang Sumberdaya bersama bagi sistem ketata-pemerintahan
Alam, Keragaman Hayati dan Ekosistem. tunggal atas DAS Citanduy.
3. UU no. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
4. Juga tanggung jawab atas ketatalaksanaan
Kesemua produk hukum tersebut ekosistem DAS terfragmentasi lintas sektor
mengarahkan mekanisme pengelolaan DAS dan pemerintahan.
Citanduy selama ini. Selain itu, pada tingkat

10
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

5. Gejala yang muncul adalah masalah baik 2.4. Co-Management sebagai Strategi
yang bersifat fisikal maupun sosial. Penyelesaian Krisis
Masalah seperti kekurangan air sehat di
Penerapan argumen ini dalam rezim ketata-
daerah hulu dan hilir, kekeruhan air
pemerintahan baru menuntut perubahan
disepanjang batang sungai, polusi dan erosi
kelembagaan. Dan jika perubahan
adalah phenomena yang menjadi indikator
kelembagaan ini menyinggung (sering
masalah bio-geofisika DAS, sementara
diartikan mengganggu ) batas yurisdiksi baik
konflik sosial atas tanah timbul antar warga
pemerintah/instansi lokal ataupun provinsial
atau antara warga dan pemerintah adalah
biasanya akan menghadapi resistensi. Kasus
fenomena sosial politik yang menjadi
penolakan sudetan Citanduy oleh pemerintah
indikator masalah sosial.
baik tingkat kabupaten maupun provinsi
6. Sementara itu, lingkungan politik – tertentu menunjukkan hal ini: karena persepsi
ekonomi baru (otonomi dan desentralisasi yang sampai kini ada adalah hal itu akan
masih memberikan kontribusi negatif mengurangi kewenangan yang mereka miliki.
dalam bentuk menguatnya semangat Demikian juga kasus Bogor- Jakarta- Cianjur
kepemilikan sempit (ego sektoral dan dengan DAS Ciliwungnya.
regional) pada umumnya lebih
Implikasinya perubahan kelembagaan yang
menekankan sisi eksploitasi dibanding sisi
akan dilahirkan sebaiknya jangan mengganggu
konservasi atas DAS Cintaduy. Hal ini jelas
yurisdiksi yang ada. Co-management mungkin
kontra produktif bagi tercapainya
menjadi salah satu jawaban atas kebutuhan
implementasi pemanfaatan DAS secara
ketata-laksanaan sumberdaya yang
berkelanjutan.
dibutuhkan. Co-management adalah genuine
Prabowo dan Wulan (2003), mengklasifikasikan power sharing between community based resource
faktor-faktor menjadi 4 kategori, yaitu: (1) Tata managers and government agencies, so that each
kepemilikan lahan yang tidak rapi, (2) Konflik can check the potential excesses of the other
lintas sektoral atas penggunaan lahan, (3) (Pinkerton, 1993 diacu dalam Sneddon, 1998)
Kelemahan kelembagaan, dan (4) Kemiskinan.
Tafsir lain atas co-management: menekankan
fungsi penting pemerintah.
2.3. Kebutuhan Regime Ketata- “Arrangement between state and lokal organizations
in which state assign groups right to specific
pemerintahan Baru
resource, establish overall guidelines for inter-group
Belum berhasil terciptanya sistem tata- interactions, and help to create more positive
environment for the operation of lokal organization
pemerintahan (governance) dan tata laksana (Swallow and Bromley 1994).”
pemanfaatan DAS Citanduy yang
berkelanjutan tidak semata-mata terletak pada Unsur penting dalam rezim co-management
absennya teknologi inovatif, dana, atau sebagai rezim pengelolaan sumberdaya alam
kelembagaan, melainkan tersebar dan terbagi adalah upaya penerapan prinsip-prinsip
oleh kemungkinan karena absennya beberapa kemitraan, mediasi dan pembangunan
hal: komitmen . Pokok penting dari agenda co-
management adalah bahwa rejim pengelolaan
1. Pelaksanaan (koordinasi, komunikasi antar ini bisa diterapkan tanpa mengubah eksistensi
pelaku) dan penegakan hukum yang ada. kelembagaan yang ada. Sehingga
2. Strategi bersama yang mampu kekhawatiran hilangnya wewenang dari
mensinergikan sumberdaya di atas yang instansi tertentu bisa dikecilkan.
dibangun atas semangat kolobaratif dan
partnership. Pengalaman empirik menunjukkan bahwa co-
3. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan management paling berhasil bila diterapkan
program yang sesuai dengan kebutuhan meliputi skala mikro, dalam pengertian
setempat. wilayah dan komunitas (lihat Young, 1994).
Tantangannya dengan demikian adalah
Yang dibutuhkan dengan demikian adalah bagaimana melakukan up-scaling cakupan
sistem tata-pemerintahan yang mengadopsi sepanjang DAS Citanduy untuk meningkatkan
ketiga hal di atas. keberlanjutan ekosistem sistem dan
pencaharian masyarakat sekaligus.

11
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

Pertanyaan yang harus dijawab bagi 2.5.1. Model Nested Ostrom


terciptanya Co-Management terhadap DAS
Dalam model ini semua kategori sumberdaya
Citanduy:
alam termasuk yang bersifat common
1. Bagaimana batas-batas administrasi dan dimasukkan ke dalam sistem kepemilikan. Ini
birokrasi lintas instansi ini di rekayasa ulang berarti sumberdaya alam yang tadinya
agar ditemukan model ketata- menjadi hak ulayat masyarakat, akan
pemerintahan tunggal tentang tata laksana terkooptasi pada regime kepemilikan jenis ini.
sumberdaya berbasis DAS ? Akibatnya, hak ulayat lenyap, dan hal ini bisa
2. Di tengah ketidak-jelasan hak kepemilikan menjadi penyebab semakin terancamnya
atas beberapa area di DAS dan proses tingkat pemanfaatan sumberdaya alam secara
perubahan politik yang belum selesai, berkelanjutan.
bagaimana upaya dilaksanakan agar
2.5.2. Model Vertical Harvard PONSACS/
pelembagaan ketata-pemerintahan berbasis
Weatherhead Center Program
DAS ini punya prospek ke depan ?
3. Mungkinkah regime co-management bisa Dalam model ini, hak kepemilikan atas
diterapkan di semua skala keseluruhan sumberdaya alam dibagi mengikuti hirarki
DAS dibuat lokal ? administrasi pemerintahan sedemikian rupa
4. Mungkinkah beberapa tujuan pemanfaatan sehingga bisa saja terjadi bahwa sumberdaya
yang berbeda-beda antar pemangku alam yang bersifat common pool, yang secara
kepentingan (irigasi, PLTA,- pemerintah- ekologik perlu di bawah satu ketatalaksanaan
saluran pembuangan dan sumber air – terbagi-bagi ke dalam berbagai yurisdiksi. Dan
perusahaan industri- kehidupan mata ini lebih lanjut akan mengakibatkan tidak
pencaharian – perikanan, air minum sinkronnya pola tata laksana atasnya. Ini juga
masyarakat) bisa dirujukkan ? bukan merupakan tawaran yang memberi
solusi, karena bisa menjadi konterproduktif.
2.5.3. Model “Co-Existence” (Janis Alcorn)
2.5. Model Co-Management
Model ini menganjurkan agar satuan-satuan
Studi ini mencari semacam blue print ketata-
administrasi dibentuk atas pertimbangan
pemerintahan sumberdaya alam DAS yang di
ekologik sedemikian rupa sehingga
dalamnya sekaligus menjawab issue,
memberikan lingkungan kebijakan
desentralisasi dan kemitraan (partnership).
pemanfaatan atasnya yang sekaligus sudah
Sejauh ini ada tiga model yang bisa dicoba:
memperhitungkan syarat-syarat ekologi, dan
1. Model nested Ostrom, dengan demikian mampu menjamin tingkat
2. Model vertikal Harvard PONSACS/ pemanfaatan yang berkelanjutan.
Weatherhead Center Program,
Pilihan atas model ini mensyaratkan jawaban
3. Model “ co-existence” (Janis Alcorn).
atas pertanyaan-pertanyaan di atas. Sebagai
preparatory paper hanya mengajukan beberapa
agenda bagi penerapan, disamping ingin
menekankan bahwa co-management adalah
alternatif yang selama ini dicari. Rincian lebih
lanjut akan dijawab dalam taraf penelitian
lapang.

12
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

3. PERUBAHAN BIOFISIK DAN PENGGUNAAN LAHAN DAS


CITANDUY TAHUN 1991 – 2003

3.1. Latar Belakang Das Citanduy merupakan salah satu DAS


prioritas di Jawa, karena beberapa hal
Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai
diantaranya adalah :
terjemahan dari watershed secara harfiah
diartikan sebagai permukaan miring yang a. Sungai Citanduy yang membentang dari
mengalirkan air. Istilah lain yang banyak Jawa Barat dan Jawa Tengah, merupakan
digunakan adalah Daerah Pengaliran Sungai sumber air untuk aktivitas pertanian dan
(DPS). Dalam konteks suatu unit pengelolaan perikanan sebagian besar masyarakat
DAS didefinisikan sebagai bentang lahan yang
b. Di hulu Sungai Citanduy terdapat
dibatasi oleh topografi pemisah aliran
ekosistem mangrove yang unik (Segara
(topographic divide), yaitu punggung
Anakan) yang terancam keberadaanya
bukit/gunung yang menangkap curah hujan,
karena proses pendangkalan oleh sedimen
menyimpan dan kemudian mengalirkannya
S. Citanduy. Pada tahun 1970 luas Segara
melalui saluran-saluran pengaliran ke satu titik
Anakan diperkirakan 4580 ha, sedangkan
(outlet), yang umumnya berada di muara
pada tahun 2002 diperkirakan hanya
sungai atau danau (Manan, 1976). DAS dengan
tinggal 850 ha (Prakoso, 2003).
titik patusan berada di sungai biasa
dikategorikan sebagai Sub DAS. Berdasarkan pertimbangan di atas, semenjak
tahun 1975 banyak projek rehabilitasi lahan
Ukuran DAS bervariasi, dari beberapa hektar
dengan dana pemerintah Indonesia maupun
hingga ribuan hektar. Batas DAS secara
asing (USAID, ADB). Paper ini mencoba
administrative, dapat hanya tercakup dalam
untuk melihat akumulasi hasil dari aktivitas
satu Kabupaten hingga melintas batas Propinsi
rehabilitasi DAS tersebut, dengan
dan Negara. Suatu DAS yang sangat luas dapat
menggunakan indikator tingkat perubahan
terdiri dari beberapa Sub DAS, yang kemudian
penutupan dan penggunaan lahan.
dapat dikelompokkan lagi menjadi DAS bagian
hulu, DAS bagian Tengah dan DAS bagian Selain itu paper ini diharapkan dapat
hilir. Bagian hulu dicirikan sebagai daerah digunakan sebagai informasi awal untuk
dengan lanskap pegunungan dengan variasi penyusunan perencanaan DAS Citanduy yang
topografi, dan mempunyai curah hujan yang lebih baik.
tinggi. Sedangkan bagian tengah dan hilir
merupakan daerah yang relative landai dengan
curah hujan yang lebih rendah. 3.2. Metode
DAS merupakan satu kesatuan unit sistem Analisis perubahan penutupan dan
hidrologi, yaitu bahwa kuantitas dan kualitas penggunaan lahan dilakukan dengan
air di outlet merupakan satu titik kajian hasil menggunakan data dasar citra satelit tahun
air (water yield). Water yield ini merupakan 1991 dan 2003. Proses interpretasi citra
akumulasi aliran permukaan tanah (surface dilakukan dengan menggunakan perangkat
flow), aliran bawah permukaan (sub surface flow) lunak pengolahan citra ERDAS Imagine.
dan aliran bumi (ground water flow).
Klasifikasi penggunaan lahan dilakukan
Berdasarkan prinsip kesatuan hidrologi ini
dengan metode terbimbing (Supervised
maka sebenarnya batas DAS tidak hanya
Classification) berdasarkan data lapang
ditentukan oleh topografi, akan tetapi juga oleh
(ground truth).
struktur batuan yang menentukan pola aliran
ground water flow. Delineasi pola aliran ground
water sulit ditetapkan dan cenderung bersifat
dinamis, sehingga dengan pertimbangan 3.3. Letak, Luas dan Iklim DAS Citanduy
praktis batas DAS hanya ditentukan DAS Citanduy kurang lebih memiliki luas 47
berdasarkan aliran permukaan. 3967 ha, mencakup lebih dari 60 Kecamatan,
Mengacu pada sistem hidrologi, maka ada yang membentang di Propinsi Jawa Jawa Barat
keterkaitan yang jelas antara DAS bagian hulu dan Propinsi Tengah. Sebagian besar terletak
dan hilir. Aktivitas yang mempengaruhi di Kabupaten Ciamis, Kabupaten Cilacap dan
komponen DAS di bagian hulu akan Kabupaten Tasikmalaya (Gambar 2)
mempengaruhi kondisi bagian tengah dan hilir.

13
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

JAWA bagian hulu masih dapat mencapai curah


TENGAH hujan 200 – 300 mm/bulan.
CIAMIS

CILACAP

TASIKMALAYA

JAWA
BARAT

Gambar 2. Letak DAS Citanduy

Bila dibagi menjadi Sub DAS, maka DAS


Citanduy dapat dibagi menjadi 6 Sub DAS,
yaitu Sub DAS Citanduy Hulu, Sub DAS
Cijolang, Sub DAS Cimuntur, Sub DAS Ciseel, Gambar 4. Curah Hujan Tahunan
Sub DAS Cikawung dan Sub DAS Segara Anak
(Subdas Kawunganten) (Gambar 3).

3.4. Penutupan dan Penggunaan lahan dan


CITANDUY CIJOLANG Trend Perubahan
HULU
CIMUNTUR Penutupan lahan dan trend perubahan DAS
Citanduy dianalisis berdasarkan data satelit
CIKAWUNG
Landsat tahun 1991 dan 2003 serta pengecekan
lapang pada bulan Mei 2004. Ada 13 tipe
penggunaan lahan yang dapat diidentifikasi.
CISEEL
SEGARA
Hutan tanaman, (pinus dan Jati), Kebun
ANAK campuran dan Hutan alam, berturut-turut
merupakan penggunaan yang dominan
(Gambar 5 dan Tabel 1). Hutan alam dan
Hutan tanaman merupakan kawasan hutan
negara (Hutan Lindung dan Hutan Suaka
Gambar 3. Sub DAS, DAS Citanduy Alam). Kebun Campuran merupakan
penggunaan lahan dengan berbagai species
Bila dipilah hulu hilir, maka Sub DAS Citanduy pohon (buah-buahan dan kayu, Sengon
Hulu, Sub DAS Cimuntur, Sub DAS Cijolang /Paraseri anthes falcataria) terutama di lahan
merupakan DAS bagian hulu, Sub DAS Ciseel masyarakat. Sawah terutama dibudidayakan
dan Cikawung merupakan DAS bagian tengah di dataran landai di Sub DAS Segara Anak dan
dan Sub DAS Segara anak dan sebagian Sub Citanduy hulu, diantara G Sawal dan
DAS Ciseel sebagai DAS hilir. kompleks G. Galungnggung, G. Tlagabodas,
G. Cakrabuana, dan G. Sadakeling.
DAS hulu merupakan daerah deretan
pegunungan G. Galunggung (2168 mdpl) G. Selama 12 tahun periode analisis, Hutan alam
Tlagabodas (2201 mdpl), G. Sadakeling (1676 mengalami peningkatan sebesar 5 043 ha (1%),
mdpl), G. Cakrabuana (1721 mdpl), dan G. terutama terjadi di DAS Citanduy hulu. Hutan
Sawal (1784 mdpl), dengan curah hujan tanaman mengalami penurunan yang cukup
tahunan berkisar antara 3000 - 5500 mm. Sub tajam sebesar 31 900 ha (6.73%), yang terjadi di
DAS Citanduy hulu dan Sub DAS Cimuntur semua Sub DAS (Gambar 6 sampai dengan
mempunyai curah hujan tahunan tertinggi. Gambar 11). Sedangkan Kebun campuran
DAS tengah dan Hilir, memiliki curah hujan mengalami peningkatan sebesar 34 157 ha
tahunan berkisar antara 2500 – 4000 mm. (7.2%), terutama di Sub DAS di bagian Hulu
Musim kemarau terjadi pada bulan Agustus - (Sub Das Cimuntur, Citanduy Hulu, Cijolang).
September. Pada saat musim kemarau, DAS Dari trend perubahan lahan periode 1991 –
2003, ada kecenderungan peningkatan areal

14
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

hutan alam, konversi hutan tanaman


menjadi peruntukan lain dan ada
peningkatan areal kebun campuran.
Bila dilihat dari fungsi penutupan lahan
untuk mencegah erosi dan aliran
permukaan, maka, dapat ditarik
kesimpulan bahwa untuk lahan
masyarakat (kebun campuran),
menunjukkan adanya proses menuju
perbaikan, sedangkan untuk lahan milik
pemerintah/Perhutani (hutan tanaman)
menunjukkan penurunan, karena
angka konversi hutan tanaman menjadi
peruntukan yang lain yang cukup besar.
Dua fakta yang bertolak belakang ini
menarik untuk dicermati dan dikaji
untuk mengetahui faktor-faktor apa
yang menjadi penyebabnya.

Gambar 5. Penggunaan Lahan Tahun 1991


dan 2003

Tabel 1. Rekapitulasi Perubahan Pnggunaan Lahan DAS Citanduy Tahun 1991 dan 2003

Luas (Ha) Perubahan


Penggunaan Lahan 1991 2001 Luas %
1. Hutan alam 40371.03 45414.72 5043.69 1.06
2. Hutan mangrove 10461.6 7828.83 -2632.77 -0.56
3. Hutan tanaman 105483.69 73580.58 -31903.11 -6.73
4. Kebun campuran 93301.2 127458.81 34157.61 7.20
5. Belukar 23955.39 27417.15 3461.76 0.73
6. Rumput/alang 11372.76 11085.66 -287.10 -0.06
7. Upland 44383.32 18685.8 -25697.52 -5.42
8. Lahan Terbuka (Bareland) 29624.67 27629.19 -1995.48 -0.42
9. Sawah 47934.18 44136.45 -3797.73 -0.80
10. Tambak 0 534.51 534.51 0.11
11. Tanah timbul 1005.66 372.06 -633.60 -0.13
12. Daerah terbangun 23778.72 34136.73 10358.01 2.18
13. Air 8396.73 21790.62 13393.89 2.82
14. Tidak ada data 34197.03 34194.87 0.00 0.00
Total 474265.98 474265.98
Sumber : Data Olahan dari data satelit Landsat Tahun 1991 dan 2003

15
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

Tidak ada data


1991 2003
Air
Daerah terbangun
Tanah timbul

Tambak
Penutupan Lahan

Saw ah

Lahan Kosong

Upland
Rumput/alang

Belukar
Kebun campuran
Hutan tanaman Gambar 6.
Perubahan Lahan Sub
Hutan mangrove
DAS Citanduy Hulu
Hutan alam

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000


Luas (Ha)

Tidak ada data


1991 2003
Air
Daerah terbangun

Tanah timbul

Tambak
Penutupan Lahan

Saw ah

Lahan Kosong
Upland

Rumput/alang

Belukar

Kebun campuran

Hutan tanaman
Gambar 7 . Perubahan Hutan mangrove
Lahan Sub DAS
Hutan alam
Cijolang
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000
Luas (Ha)

Cimuntur

Tidak ada data


1991 2003
Air
Daerah terbangun

Tanah timbul
Tambak
Penutupan Lahan

Saw ah
Lahan Kosong

Upland
Rumput/alang

Belukar
Kebun campuran
Hutan tanaman
Gambar 8 .
Hutan mangrove Perubahan Lahan
Hutan alam Sub DAS Cimuntur
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000
Luas (Ha)

16
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

Cikawung

Tidak ada data


1991 2003
Air

Daerah terbangun

Tanah timbul

Tambak
Penutupan Lahan

Saw ah

Lahan Kosong

Upland

Rumput/alang

Belukar

Kebun campuran Gambar 9 .


Hutan tanaman
Perubahan lahan
sub DAS Cikawung
Hutan mangrove

Hutan alam

0 100 200 300 400 500 600 700


Luas (Ha) Ciseel

Tidak ada data


1991 2003
Air
Daerah terbangun

Tanah timbul

Tambak
Penutupan Lahan

Saw ah

Lahan Kosong
Upland

Rumput/alang

Belukar

Kebun campuran
Gambar 10 . Hutan tanaman
Perubahan Lahan
Hutan mangrove
Sub DAS Ciseel
Hutan alam

0 5000 10000 15000 20000 25000


Luas (Ha)

Segara Anak

Tidak ada data

Air

Daerah terbangun

Tanah timbul

Tambak
Penutupan Lahan

Saw ah

Bareland

Upland

Rumput/alang

Belukar

Kebun campuran
Gambar 11 .
Hutan tanaman
Perubahan Lahan
Hutan mangrove
Sub DAS Segara
Hutan alam Anak
0 5000 10000 15000 20000 25000
Luas (Ha)

17
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

4. SISTEM EKONOMI RUMAHTANGGA KOMUNITAS LOKAL

4.1. Livelihood Structure Approach penduduk di wilayah-wilayah tersebut adalah


sebagai petani dan buruhtani dengan pola
Permasalahan umum yang dihadapi wilayah di
penggunaan lahan terbanyak adalah tanah
sekitar DAS adalah masalah erosi, kepadatan
tegalan sehingga teknologi lahan kering sangat
penduduk yang tinggi, pemilikan tanah yang
dibutuhkan para petani di kawasan ini.
sempit, dan rendahnya pendapatan dari sektor
Kepemilikan lahan pada umumnya adalah
pertanian. Upaya konservasi lahan merupakan
milik rakyat. Sementara jika dilihat dari segi
salah satu program terpenting dalam rangka
pendidikan, dapat dikatakan bahwa tingkat
pengembangan wilayah DAS. Pengalaman
pendidikan masyarakat di sekitar DAS pada
dalam upaya konservasi lahan di DAS
umumnya relatif rendah, sementara itu
Citanduy (Procit II) khususnya di Sub DAS
fasilitas pendidikan masih relatif kurang.
Cikawung memberikan suatu gejala dan fakta
Bagaimana kondisi sosial ekonomi
bahwa rumahtangga lokal atau rumahtangga
rumahtangga petani di wilayah sekitar DAS
yang tinggal di sekitar DAS memiliki ciri-ciri
Citanduy (hulu – tengah – hilir) pada saat ini,
yang spesifik ditinjau dari aspek ekologi, aspek
merupakan informasi yang menarik.
sosial dan ekonomi rumahtangga.
Mempelajari tulisan Sitompul (1987)
Oleh karena itu, sangat penting dalam studi-
ditunjukkan bahwa secara relatif rumahtangga
aksi di DAS Citanduy untuk melihat
petani di wilayah sekitar DAS Citanduy telah
bagaimana struktur nafkah (livelihood structure)
memiliki aksesibilitas terhadap prasarana
dari rumahtangga komunitas lokal. Informasi
produksi, seperti kelistrikan, saluran air, kios
tersebut akan memberikan gambaran
saprotan, huller, hand sprayer, traktor, bajak
sejauhmana mereka tergantung pada
hewan, perontok jagung, dan dryer. Di
sumberdaya yang tersedia di kawasan DAS.
samping itu juga akses terhadap prasarana
pemasaran seperti koperasi, lumbung desa dan
kios penyalur, serta lembaga pelayanan lain
4.2. Profil Sosial-Ekonomi-Ekologi
seperti KUD, kios KUD, kios non-KUD, BRI,
Rumahtangga Lokal
dan pasar.
Daerah Aliran Sungai umumnya mempunyai
Hasil studi Soewarto (1987) menunjukkan
ciri-ciri semakin ke hulu daerahnya
bahwa pada umumnya petani di DAS
mempunyai topografi yang semakin
Citanduy merupakan petani pemilik
bergelombang sampai bergunung-gunung dan
penggarap dengan luasan pemilikan tanah
semakin besar persentase lereng beratnya
yang relatif sempit rata-rata 0,2 Ha per kapita,
(lebih dari 25 persen). Kondisi ini
dan umumnya tanah-tanah yang dimiliki
menyebabkan tanah-tanah di kawasan DAS
terpencar-pencar atas beberapa persil dengan
cenderung mudah rusak oleh hancuran curah
luasan yang sempit. Sementara Hariyatno,
hujan, terutama jika penggunaan tanah yang
dkk (2003) menyebutkan bahwa pemilikan
sesuai kemampuannya dan usaha-usaha
lahan di Citanduy dibedakan atas dua
konservasi tanah tidak diperhatikan. Oleh
kategori, yaitu tanah negara dan tanah rakyat.
karenanya, masalah utama dalam suatu DAS
Luasan tanah yang dimiliki oleh rakyat
adalah adanya indikasi makin parahnya
berkisar 0,4 hektar. Sebagian besar (hampir
kerusakan sumberdaya tanah/alam.
68,5 persen) penduduk di Citanduy hulu
Kerusakan tanah pada dasarnya disebabkan
memiliki tanah kurang dari 0,25 hektar, sekitar
adanya eksploitasi tanah yang melampaui
29,5 persen memiliki tanah berkisar antara 0,25
kemampuannya, yang dimungkinkan karena
– 1,0 hektar, dan sekitar 4,7 persen memiliki
kondisi sosial ekonomi petani pemakai tanah
tanah lebih dari 1,0 hektar. Pemilikan tanah
yang masih relatif rendah.
yang terpencar-pencar menimbulkan masalah
Kawasan yang menjadi lokasi penelitian terdiri dalam pengelolaannya, alokasi faktor produksi
dari empat wilayah kabupaten yang termasuk pupuk dan tenaga kerja sering tidak seimbang
dalam wilayah Provinsi Jawa Barat dan diantara persil-persil tersebut. Petani
Provinsi Jawa Tengah. Beberapa studi cenderung mengusahakan secara lebih intensif
menunjukkan bahwa kondisi sosial ekonomi persil-persil yang letaknya lebih dekat, mudah
secara umum di masing-masing wilayah dicapai dan yang dapat memberi jaminan
kabupaten relatif sama, terutama jika dilihat pendapatan atau tingkat produksi yang lebih
dari jenis mata pencaharian yang ditekuni oleh tinggi.

18
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

Terdapat kecenderungan petani lebih banyak negara dan lima persen merupakan tanah yang
mengalokasikan faktor produksinya untuk dikuasai desa (Triasto, 1986).
usahatani sawah, karena sawah baginya
Sekitar 26,12 persen KK di lokasi tersebut
merupakan sumber pencukupan kebutuhan
memiliki tanah sawah, 73,65 persen memiliki
pangan dan dapat memberi tingkat pendapatan
tanah darat, dan 0,23 persen memiliki kolam.
yang lebih tinggi dibanding tanah-tanah
Rata-rata luas pemilikan tanah per KK di
tegalan, disamping alasan-alasan sosial
lokasi Model Farm adalah 0,806 ha dengan
ekonomi lainnya. Pola alokasi
perincian : 0,211 ha (26,18 persen) tanah
pendapatan/modal petani lebih condong ke
sawah, 0,594 ha (73,70 persen) tanah darat, dan
arah pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang
0,001 ha (0,12 persen) tanah kolam. Kepadatan
konsumtif, yang dipengaruhi oleh faktor sosial,
penduduk rata-rata di lokasi Model Farm 317
ekonomi dan budaya setempat. Hasil
orang/km2 dengan jumlah angkatan kerja
penelitian di tiga desa DAS Citanduy yang
(penduduk berusia 15-54 tahun) tercatat
dilakukan oleh Soewarto (1987) ditunjukkan
sekitar 53 persen, dan dari jumlah tersebut
bahwa untuk golongan petani berlahan sempit
sekitar 50 persen mempunyai mata
62–84 persen rata-rata pengeluarannya adalah
pencaharian pokok sebagai petani.
untuk makanan dan kebutuhan pokok,
sedangkan untuk golongan petani berlahan Walaupun hasil studi tersebut telah dilakukan
luas berkisar antara 45–77 persen. Hal ini beberapa tahun lalu dan kemungkinan terjadi
mengakibatkan rendahnya kemampuan petani perubahan kondisinya pada saat ini tetapi
dalam pembuatan teras. Kemampuan petani secara minimal contoh di atas memberi
berlahan sempit untuk membuat teras adalah petunjuk bahwa rumahtangga di sekitar DAS
berkisar 7–9 persen dari rata-rata tanah milik, menghadapi keterbatasan sumberdaya (dalam
sedangkan petani luas adalah 15–24 persen. hal ini kepemilikan lahan). Hal tersebut
menyebabkan mereka “terpaksa
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
mengeksploitasi” lahan-lahan yang memiliki
orientasi usahatani rumahtangga di pedesaan
elevasi atau kemiringan terrendah sampai
pada umumnya masih bersifat subsisten, yang
lahan yang memiliki kemiringan tertinggi
sering menimbulkan ketimpangan pada pola
sekalipun. Pada kondisi dimana lahan
alokasi pendapatan dan modal. Rendahnya
merupakan sumberdaya yang terbatas, dalam
tingkat pendapatan dan ketimpangan
pengertian letak topografisnya yang kurang
alokasinya sering menimbulkan masalah-
menguntungkan untuk usahatani, kepemilikan
masalah dalam pembiayaan usahatani
lahan yang sangat marjinal (sempit dan
terutama sehubungan dengan adopsi teknologi
terpencar), dan kepadatan penduduk yang
baru yang umumnya memerlukan tambahan
sangat tinggi, serta banyaknya jumlah
biaya yang lebih tinggi dari sebelumnya.
penduduk yang sangat tergantung pada
sumberdaya lahan, maka kemungkinan
terjadinya “eksploitasi” lahan menjadi
4.3. Pola Pemanfaatan Sumberdaya Lokal
semakin nyata.
bagi Kehidupan Rumahtangga
Salah satu bentuk ekploitasi yang tampak
Salah satu contoh yang baik untuk memberikan
adalah kebiasaan rumahtangga di sekitar DAS
gambaran pola pemanfaatan lahan bagi
dalam menanam tanaman ubikayu hingga ke
rumahtangga di wilayah sekitar DAS
lereng-lereng bukit yang memiliki kemiringan
diantaranya adalah hasil studi di beberapa
yang tinggi. Jika dilihat dari segi ekonomi,
lokasi Model Farm di Kabupaten Cilacap yang
tampaknya penanaman ubikayu diharapkan
dilakukan oleh Triasto (1986). Sekitar 90 persen
sebagai tambahan pendapatan bagi
desa-desa lokasi Model Farm di wilayah
rumahtangga jika hasilnya dijual dan sebagai
kabupaten Cilacap mempunyai bentuk wilayah
sumber bahan konsumsi bagi anggota
berbukit-bukit dengan elevasi rata-rata 213 m
rumahtangga mereka. Namun jika dilihat dari
dpl, elevasi terendah di Desa Sawangan,
segi ekologis, penanaman ubikayu secara
Kecamatan Jeruklegi (13,18 m dpl) dan elevasi
monokultur sebenarnya kurang cocok untuk
tertinggi di Desa Limbangan, Kecamatan
lahan kering miring karena dapat
Wanareja (700 m dpl), dengan curah hujan rata-
mempercepat erosi. Hasil penelitian RLKT
rata 1385 mm/tahun. Lebih kurang 60 persen
(1985) di Sub DAS Cikawung menunjukkan
tanah di lokasi Model Farm dimiliki rakyat, 29
bahwa besarnya erosi yang terjadi pada lahan
persen dimiliki kehutanan, lima persen dimiliki
miring (tanpa teras) yang ditanami ubikayu
perkebunan, satu persen merupakan tanah
secara monokultur adalah sekitar 149

19
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

ton/ha/tahun, sedangkan pada penanaman yang relatif sangat terbatas bahkan hanya
ubikayu secara tumpangsari besarnya erosi modal tenaga, rumahtangga petani sempit/tak
sekitar 87 ton/ha/tahun. bertanah cenderung memiliki kesempatan
yang relatif terbatas dalam menciptakan
perluasan usaha. Hasil bekerja sebagai
4.4. Pola Formasi Modal Rumahtangga buruhtani atau buruh menyebabkan mereka
“hampir tidak dapat” menyisihkan sedikitpun
Strategi rumahtangga dalam melakukan
hasil usahanya karena selalu habis untuk
akumulasi atau formasi modal antara lain
membeli kebutuhan konsumsi sehari-hari.
dapat dilakukan melalui upaya pengalihan
kelebihan pendapatan sesuai dengan Secara umum strategi pengalihan kelebihan
sumberdaya yang dimilikinya. Pada pendapatan yang dilakukan oleh ketiga
kehidupan masyarakat pedesaan (termasuk lapisan sosial rumahtangga lebih banyak
masyarakat sekitar DAS) usaha petanian mengarah kepada perluasan lahan (atau masih
merupakan sektor ekonomi yang paling besar mengutamakan usaha pertanian), namun
peranannya sehingga kegiatan usahatani dapat berbeda dalam prioritas kebutuhannya.
dikatakan merupakan basis kegiatan ekonomi Umumnya strategi yang dijalankan oleh
di wilayah tersebut. Walaupun demikian data rumahtangga petani sempit/tak bertanah
makro di wilayah DAS Citanduy diketahui adalah strategi bertahan hidup (survival
bahwa sektor pertanian hanya menyumbang strategy), sementara pada rumahtangga petani
sekitar 27 persen dari total pendapatan per menengah adalah strategi konsolidasi
kapita. Hal tersebut memberi petunjuk bahwa (consolidating startegy) dan pada rumahtangga
di satu sisi pertanian adalah penting bagi petani luas sudah menjalankan strategi
kehidupan masyarakat, tetapi di sisi lain akumulasi (accumulating startegy).
sumbangannya terhadap pendapatan dapat
dikatakan masih relatif kecil. Bentuk-bentuk
usaha non-pertanian yang dikembangkan oleh 4.5. Kaitan antara Natural Capital dalam
sebagian besar penduduk di sekitar DAS Formasi Ekonomi pada Beragam
umumnya masih terbatas dan berorientasi Lapisan Sosial Rumahtangga
pada kegiatan usaha pertanian, seperti usaha Komunitas Lokal
penggilingan padi, bandar gabah, pedagang
Lahan merupakan modal utama bagi
bahan input produksi, pabrik tapioka, dan
rumahtangga petani dalam mengelola usaha
sebagainya.
pertaniannya, baik bagi rumahtangga petani
Beberapa kasus rumahtangga petani di luas, menengah maupun petani sempit.
pedesaan pada umumnya menunjukkan Anggapan tersebut tergambar dari adanya
adanya perbedaan kemampuan diantara bentuk-bentuk kebiasaan yang berlaku di
berbagai lapisan sosial rumahtangga dalam dalam masyarakat, antara lain berupa sistem
menciptakan surplus (kelebihan) pendapatan pewarisan lahan. Pada beberapa kasus
atau melakukan formasi modal rumahtangga. rumahtangga petani luas dijumpai bahwa
Rumahtangga petani luas umumnya memiliki modal awal dalam formasi ekonomi
kemampuan yang relatif lebih besar dibanding rumahtangga mereka berasal dari warisan
rumahtangga petani menengah dan petani orangtua. Dari lahan warisan tersebut
sempit dalam menciptakan surplus (kelebihan) biasanya dapat dikembangkan hingga mampu
pendapatan atau melakukan formasi modal menguasai lahan yang luas. Sementara pada
rumahtangga. Perbedaan kemampuan tersebut rumahtangga petani sempit biasanya tidak
terutama disebabkan perbedaan dalam dibekali lahan garapan dari warisan orangtua
penguasaan sumberdaya lahan diantara sebagai modal awal, karena orangtua mereka
berbagai lapisan sosial rumahtangga. umumnya juga adalah rumahtngga petani
sempit.
Rumahtangga petani sempit/tak bertanah
umumnya memulai usaha rumahtangga Secara umum dapat dikatakan bahwa modal
mereka tanpa memperoleh “bekal” atau modal awal berupa lahan garapan dari warisan
awal berupa lahan garapan dari warisan orangtua berpengaruh terhadap percepatan
orangtua, sehingga biasanya upaya yang formasi ekonomi rumahtangga. Rumahtangga
dilakukan adalah bekerja di bidang usaha yang petani sempit membutuhkan waktu yang
hanya mengandalkan keterampilannya yang relatif lebih lama dibanding rumahtangga
terbatas dan modal tenaga kerja atau modal petani menengah dan luas untuk bisa
pinjaman dari pihak lain. Dengan modal awal menabung hingga bisa menguasai lahan.

20
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

Selain itu mobilisasi pekerjaan yang dilakukan lapangan usahatani dan peningkatan
rumahtangga petani luas pada umumnya pendapatan petani.
relatif sedikit dibanding rumahtangga petani
Pengintroduksian paket teknologi ke tingkat
menengah maupun sempit, karena curahan
petani membutuhkan kesiapan di pihak
waktu mereka sudah sangat tersita dengan
petani, baik dari segi pengetahuan maupun
mengelola lahan pertanian, atau dengan kata
segi pembiayaannya. Bagi petani, penerapan
lain keterikatan rumahtangga petani luas pada
teknologi baru berarti merubah cara
lahan adalah sangat besar yang menyebabkan
bertaninya, dari cara yang tradisional ke cara
curahan waktu untuk melakukan beragam jenis
yang lebih maju, dan hal ini berarti
pekerjaan menjadi semakin terbatas. Hal
memerlukan tambahan biaya untuk membeli
tersebut berbeda dengan rumahtangga petani
faktor produksi yang lebih produktif. Kredit
sempit/tak bertanah, dimana curahan waktu
memungkinkan petani dapat menikmati
biasanya belum habis tersita sepenuhnya untuk
keuntungan dari adanya peningkatan
mengelola lahan pertanian. Pada kondisi
teknologi pertanian, karena mereka dapat
seperti ini, rumahtangga petani sempit/tak
bekerja pada kondisi yang optimum, sehingga
bertanah masih memiliki waktu yang cukup
dapat menyediakan tambahan sarana produksi
untuk bisa mencari beragam alternatif
seperti yang dikehendaki oleh adanya
pekerjaan walaupun umumnya dengan modal
peningkatan teknologi tersebut.
yang sangat terbatas/kecil, hal ini
menyebabkan mobilisasi pekerjaannya menjadi Untuk keberhasilan program kredit yang
paling banyak. dilaksanakan perlu diperhatikan umpan balik
(feed back) yang berasal dari perkembangan
Dinamika perubahan penguasaan lahan dan
petani, perbaikan komunikasi dan dialog
mobilisasi pekerjaan di antara berbagai lapisan
antara petani debitor dengan kreditor,
sosial rumahtangga petani dengan demikian
pemberian kredit tepat pada waktunya, serta
merupakan informasi penting untuk
pengawasan yang lebih teratur dari lembaga
menggambarkan kaitan antara modal lahan
kredit, melalui sistem pengelompokkan petani
dalam formasi ekonomi rumahtangga.
penerima kredit, kesempatan yang jelas untuk
memperoleh keuntungan ekonomi,
penghargaan dan penerimaan yang luas dari
4.6. Upaya Pengelolaan DAS Terpadu
kesempatan tersebut bagi pihak petani yang
Upaya untuk melakukan pengelolaan DAS diikuti dengan latihan keterampilan
secara terpadu yang terkait dalam program (managerial skill) yang diperlukan, sistem
penyelamatan hutan, tanah dan air sebenarnya penyaluran sarana produksi agar tersedia
sudah lama dilakukan oleh Pemerintah sewaktu diperlukan petani, dan pemasaran
Indonesia. Usaha tersebut bertujuan hasil produksi yang terjamin baik.
meningkatkan pendapatan petani, memperluas
Beberapa impak positif setelah adanya Model
kesempatan kerja, menurunkan laju erosi dan
Farm, antara lain : terjadi pergeseran pola
terciptanya penyebaran pendapatan dan
tanam dari pola tanam monokultur ke pola
pemerataan kekayaan. Telah dilaksanakan
tumpangsari, peningkatan produksi,
Proyek Citanduy II yang merupakan kelanjutan
peningkatan dalam penyerapan tenaga kerja,
dari Proyek Citanduy I, dengan usaha
peningkatan pendapatan usahatani,
utamanya dipusatkan pada pengintroduksian
peningkatan kualitas konservasi tanah, dan
paket teknologi lahan kering model farm kepada
pengurangan tingkat erosi.
petani di wilayah bagian hulu DAS Citanduy,
untuk merangsang kemauan dan kemampuan
petani dalam memanfaatkan sumberdaya alam
4.7. Kerangka Metodologi Studi Sistem
khususnya tanah, dan untuk usaha-usaha yang
Ekonomi Rumahtangga
lebih menguntungkan dan berasaskan
kelestarian. Untuk bisa memahami sistem ekonomi
rumatangga komunitas lokal, maka diperlukan
Pengintroduksian paket teknologi
data dan informasi yang lengkap yang bisa
dimaksudkan untuk merangsang petani agar
menggambarkan kondisi sosial ekonomi dan
dapat menerima dan selanjutnya melaksanakan
ekologi rumahtangga, pola pemanfaatan
komponen paket teknologi lahan kering dalam
sumberdaya lokal, pola formasi modal
mengelola usahataninya, sehingga pada
rumahtangga, kaitan antara sumberdaya alam
gilirannya akan tercapai pengurangan tingkat
dan formasi ekonomi rumahtangga. Data
erosi, peningkatan kesempatan kerja di
dasar yang paling dibutuhkan adalah data

21
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

dan informasi mengenai profil desa-desa studi Desk Study (Studi Literatur), yang berupa
yang berada di bagian hulu – tengah – hilir kegiatan penelusuran data-data sekunder dari
wilayah DAS Citanduy. Sehingga untuk itu hasil-hasil penelitian lain yang relevan,
cakupan wilayah studi perlu dibatasi pada dokumen resmi dan catatan-catatan penting
wilayah Sub DAS. lain pada beberapa instansi pemerintah dan
instansi terkait lainnya (BAPEDA, Dinas
Pendekatan yang digunakan untuk menangkap
Kehutanan, BPS, dan lain-lain).
dan memahami fenomena sistem ekonomi
rumahtangga komunitas lokal lebih Interview (Wawancara), yang dilakukan
menekankan pada pendekatan kualitatif, terhadap sejumlah informan kunci (key
dimana data dan informasi dikumpulkan informan) untuk memperoleh gambaran
melalui suatu kajian studi kasus di beberapa mengenai persoalan yang sedang dibahas
wilayah Sub DAS, yang berada di bagian hulu (dalam hal ini sistem ekonomi rumahtangga
– tengah – hilir DAS Citanduy. Dipilih secara lokal), dan lain-lain.
purposive sekitar 20-30 kasus rumahtangga
Indepth Interview (Wawancara Mendalam),
petani di masing-masing bagian (hulu – tengah
yang berupa kegiatan pengumpulan data
– hilir), yang berarti ada sekitar 60 – 90 kasus
primer melalui wawancara mendalam
rumahtangga petani. Rumahtangga kasus
terhadap sejumlah responden anggota
yang akan digali informasinya secara
rumahtangga untuk memperoleh gambaran
mendalam sebagai unit analisis dikelompokkan
situasi dan faktual kondisi sosial ekonomi dan
ke dalam 3 (tiga) stratifikasi berdasarkan
ekologi rumahtangga, pola pemanfaatan
penguasaan luas lahan pertanian, yakni
sumberdaya lokal, pola formasi modal
rumahtangga lapisan atas (menguasai lahan > 1
rumahtangga, kaitan antara sumberdaya alam
hektar), rumahtangga menengah (menguasai
dan formasi ekonomi rumahtangga, pola
lahan 0,5<X<1 hektar), dan rumahtangga
pendapatan-peneluaran rumahtangga, dan
bawah (menguasai lahan <0,5 hektar).
lain-lain.
Sejumlah informan (aparat desa, tokoh
masyarakat, dan sumber informasi lain yang Group Discussion (Diskusi Kelompok), yang
dipandang relevan) juga diwawancarai untuk dilakukan dengan melibatkan sejumlah
bisa menangkap informasi secara mendalam anggota masyarakat (bisa terdiri dari
dan komprehensif tentang gambaran situasi responden dan informan) untuk pengecekan
dan kondisi ekologi dan sosial ekonomi ulang terhadap sejumlah informasi yang
rumahtangga lokal. membutuhkan penjelasan lebih lanjut.
Diharapkan diperoleh gambaran yang lebih
Data dan informasi yang dikumpulkan selama
utuh dari persoalan yang sedang dibahas.
kegiatan penelitian mencakup data primer dan
Metode diskusi kelompok (group discussion)
data sekunder. Data primer dikumpulkan dari
pada beberapa kelompok masyarakat di
hasil kegiatan pengumpulan data di lapangan,
wilayah Sub DAS tertentu juga dimaksudkan
dengan menggunakan metode wawancara
untuk bisa menangkap dan menyusun
mendalam, metode wawancara dan diskusi
rancangan strategik model pengembangan
kelompok. Metode wawancara mendalam
ekonomi rumahtangga yang berorientasi pada
(indepth interview) dilakukan terhadap sejumlah
pola ketatapemerintahan kemitraan
anggota rumahtangga pedesaan (Kepala
(Environmental Governance Partnership System –
rumahtangga dan atau anggota
EGPS).
rumahtangganya), sementara metode
wawancara dilakukan terhadap sejumlah Rangkaian kegiatan penelitian akan
informan pejabat pemerintah dan tokoh dilaksanakan melalui beberapa tahapan
masyarakat. Penelusuran data sekunder kegiatan, dengan rincian kegiatan sebagai
berupa dokumen resmi dan catatan penting berikut :
lain akan dilakukan pada beberapa instansi (1) Persiapan, meliputi kegiatan penentuan
pemerintah dan instansi terkait lainnya. Data lokasi kasus dan penyusunan instrumen
dan informasi yang dikumpulkan akan penelitian,
dianalisis dengan menggunakan analisa (2) Kegiatan pengumpulan data/informasi,
kualitatif. mencakup pengumpulan data sekunder
Rangkaian kegiatan yang dimaksud dilakukan maupun primer,
dengan menggunakan metode seperti (3) Proses pengolahan dan analisis data,
dijabarkan di bawah ini : meliputi kegiatan penulisan catatan
lapang, pemilahan dan pengelompokkan

22
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

data atau informasi, dan dilanjutkan (6) Kegiatan presentasi hasil, yang akan
dengan proses analisis data, dilaksanakan setelah selesai proses
(4) Penulisan laporan, akan dilakukan penulisan laporan dan dimaksudkan
bersamaan waktunya dengan proses sebagai bahan masukan untuk perbaikan
analisis data, dan penyempurnaan laporan,
(5) Diskusi hasil dan perbaikan laporan, akan (7) Penyerahan laporan, yang merupakan
dilakukan di lokasi penelitian untuk akhir dari rangkaian kegiatan penelitian
memperoleh masukan dari tineliti ini.
mengenai hasil penelitian yang sudah
dituliskan.

23
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

Tabel 2. Instrumen Penelitian Sistem Ekonomi Rumahtangga Komunitas Lokal

No. Aspek Jenis Data Sumber Data Metode


1. Profil Sosial-Ekonomi Gambaran umum lokasi studi - Profil Desa • Penelusuran
dan Ekologi (letak geografis dan topografis) - Informan di dokumen
Rumahtangga Lokal tingkat desa • Wawancara
Kondisi ekologi dan ling-kungan - Profil Desa • Penelusuran
lokasi studi - Informan di dokumen
tingkat desa • Wawancara
Kondisi sosial ekonomi - Profil Desa • Penelusuran
rumahtangga : tingkat pendidikan, - Informan di dokumen
struktur nafkah, pola pendapatan tingkat desa • Wawancara
dan pengeluaran
Sistem Sosial-ekonomi lokal : - Informan di • Wawancara
kelembagaan lokal tingkat desa
2. Pola Pemanfaatan Pola penggunaan lahan di lokasi - Profil Desa • Penelusuran
Sumber-daya Lokal studi - Informan di dokumen
bagi Kehidupan tingkat desa • Wawancara
Rumahtangga Pola pemanfaatan lahan pertanian - Informan • Wawancara
di tingkat rumahtangga - Responden • Indepth
(rumahtangga interview
kasus)
3. Kedalaman Pola marjinalisasi ekonomi - Responden • Indepth
Ketergantungan rumahtangga di lokasi studi interview
Ekonomi Pola ketergantungan ekonomi - Responden • Indepth
Rumahtangga pada rumahtangga terhadap interview
CPR pengelolaan DAS • Diskusi
Kelompok
4. Pola Formasi Modal Pola pendapatan dan pengeluaran - Responden • Indepth
Rumah-tangga dan rumahtangga interview
kaitannya dengan Strategi pengalihan surplus - Responden • Indepth
keberlanjutan CPR pendapatan rumahtangga interview
Pola formasi modal rumahtangga - Responden • Indepth
interview
Pola formasi modal rumahtangga - Informan dan • Diskusi
dalam kaitannya dengan responden kelompok
keberlanjutan CPR
5. Kaitan antara Natural Gambaran mobilisasi pekerjaan di - Responden • Indepth
Capital dalam tingkat rumahtangga interview
Formasi Ekonomi Dinamika perubahan penguasaan - Responden • Indepth
pada beragam lahan diantara berbagai lapisan interview
lapisan sosial sosial rumahtangga
Gambaran pentingnya lahan - Responden • Indepth
sebagai modal utama dalam interview
formasi ekonomi rumahtangga
Gambaran pentingnya CPR dalam - Responden • Wawancara
sistem ekonomi rumahtangga - Informan • Diskusi
kelompok
6. Model Masukan tentang model - Responden dan • Diskusi
Pengembangan Eko- pengembangan ekonomi Informan Kelompok
nomi Rumahtangga rumahtangga lokal
berorientasi EGPS

24
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

5. SISTEM EKONOMI REGIONAL DI DAS CITANDUY

5.1. Struktur Penduduk Ciamis dan Kota Tasikmalaya pada Tahun


2002 adalah seperti Tabel 4. Alih fungsi
Kawasan DAS Citanduy meliputi tiga
terbesar terjadi di wilayah-wilayah perkotaan,
kabupaten (Tasikmalaya, Ciamis dan Cilacap)
seperti Kota Tasikmalaya, dimana bangunan
dan dua kota (Tasikmalaya dan Banjar). Data
perumahan maupun industri berkembang
tahun 2002 menunjukkan jumlah penduduk
terus.
yang mendiami kelima kabupaten/kota
tersebut sebanyak 5.265.357 jiwa. Sementara
luas wilayahnya sekitar 8.164 Km2, dimana
5.3. Keadaan Lahan Kritis
sebagian besar termasuk wilayah Provinsi Jawa
Barat ( 71,41%) dibanding wilayah Jawa Akibat desakan ekonomi, maka kegiatan
Tengah. Kepadatan penduduk tertinggi eksploitasi sumberdaya alam menjadi
terdapat di Cilacap (727 jiwa/km2) sementara meningkat. Hal ini menyebabkan lahan
kepadatan rata-rata sebesar 645 Jiwa/Km2 menjadi kritis. Potensi lahan kritis di wilayah
(Tabel 3). Data pada tabel tersebut kawasan sepanjang DAS Citanduy cukup
memperkuat teori bahwa secara umum jumlah besar. Lahan ini merupakan potensi lahan
penduduk di wilayah hilir/pantai jauh lebih pertanian yang perlu dikembangkan untuk
banyak dibanding penduduk di wilayah hulu. meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
Hal ini didukung oleh kondisi wilayah hilir pedesaan. Sebagian besar dari lahan kering
yang relatif datar, sehingga lahan pertanian tersebut kondisinya kurang
dapat dilakukan lebih intensif dan didukung menguntungkan/kritis. Lahan-lahan ini
oleh kelengkapan infrastruktur yang lebih sudah kurang produktif lagi dalam segi
memadai. pertanian, karena pengolahan dan
penggunaannya kurang memperhatikan
Tabel 3. Penduduk, Luas Wilayah dan Tingkat
kaidah konservasi/pengawetan tanah.
Kepadatan (2002)
Salah satu sebab timbulnya lahan kritis
Wilayah Penduduk Luas (km) Kepadatan
tersebut karena petani masih melakukan
(jiwa) (jiwa/km2)
usahatani secara tradisional tanpa
Tasikmalaya 1.946.300 2,751 707
mengindahkan kaidah-kaidah konservasi
Ciamis 1.620.300 3,079 526
tanah dan air secara benar. Hal ini
Cilacap 1.696.765 2,334 727
mengakibatkan erosi pada lahan yang
Sumber: BPS, 2003
diusahakan, sehingga menimbulkan lahan-
lahan kritis di daerah tersebut.

5.2. Penggunaan Lahan Ditinjau dari aspek tingkat kerusakan fisik,


lahan kritis dapat digolongkan ke dalam tiga
Berdasarkan data tahun 2002, luas baku lahan kriteria, yaitu lahan potensial kritis, lahan
sawah di lima kabupaten/kota kawasan DAS semi/hampir kritis dan lahan kritis. Kriteria
Citanduy sekitar 173.518 Ha dan lahan kering penggolongannya didasarkan pada tingkat
lebih tiga kali luas lahan sawah (579.860 ha). kerusakan dan parameter-parameter seperti:
Lahan sawah terluas terdapat di Kabupaten tingkat erosi, kedalaman efektif, penutupan,
Cilacap (36%), sementara lahan kering terluas topografi, dan kesuburan tanah. Kerusakan
terdapat di Kabupaten Tasikmalaya (39%). lahan tersebar di kawasan DAS baik di
Namun secara umum sumberdaya lahan pedesaan maupun perkotaan (Tabel 5).
pertanian produktif tersebut sebagian telah
mengalami penciutan akibat adanya desakan Kondisi lahan kritis di daerah Ciamis terpecah-
kawasan pemukiman penduduk, industri, pecah (tidak luas pada satu hamparan), karena
sarana transportasi dan alih fungsi lahan kondisi lahan kritis biasanya terjadi pada
lainnya yang setiap tahun terus bertambah. lahan-lahan :

Kondisi ini mengakibatkan berkurangnya 1. Lahan yang sedang dalam proses


potensi lahan yang erat kaitannya dengan daya konflik/sengketa antara masyarakat
dukung kehidupan masyarakat tani khususnya dengan masyarakat atau masyarakat
dan pembangunan pertanian regional maupun dengan perhutani dan belum selesai
nasional pada umumnya. Sebagai masalahnya dalam waktu yang
perbandingan, pengalihan fungsi lahan sawah berkepanjangan.
menjadi non sawah di Kabupaten Tasikmalaya,

25
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

Tabel 4. Perubahan (Mutasi) Lahan Sawah menjadi Non Sawah (Ha), 2002

Wilayah Baku Perumahan/ Industri Sarana & Tambak/ Lain-lain Baku sawah
Sawah awal bangunan Prasarana kolam akhir
tahun tahun
Kab.Tasikmalaya 49662 2 - - 4 - 49656
Kab.Ciamis 55001 30 5 - 90 27 54849
Kota 6423 100 50 100 150 105 5918
Tasikmalaya
Cilacap 63097 nda nda nda nda Nda 63095
Sumber: Laporan Tahunan Jawa Barat, 2002
Keterangan: nda: tidak ada data

Tabel 5. Luas Lahan Kritis, 2002

Wilayah Luas lahan Pertanian (Ha) Klasifikasi Luas Kerusakan Lahan Kering (Ha)
Sawah Darat Jumlah Potensial Kritis Semi Kritis Kritis Jumlah
Kab.+Kota 55413 228199 283612 36128 16342 5751 58221
Tasikmalaya
Kab.Ciamis 55001 200906 255907 72676 40367 9979 121022
Cilacap 63095 150755 213850 nda nda nda Nda
Total
Sumber: Laporan Tahunan Jawa Barat, 2002
Keterangan: nda: tidak ada data

2. Lahan-lahan HGU (hak guna lahan) yang dipanen. Hal ini sangat merugikan petani dan
tidak jelas pengelolanya atau siapa yang menyebabkan mereka jatuh miskin. Dari
menggunakannya. ketiga kecamatan tersebut, Langkah Pancar
merupakan daerah dengan tingkat kekritisan
3. Tanah guntai (lahan milik orang luar)
paling parah.
sehingga tidak jelas penggarapannya.
Kondisi kerusakan lahan ini juga tergambarkan
pada terdapatnya kantong-kantong kemiskinan 5.4. Mata Pencaharian Penduduk
di wilayah kawasan DAS. Data tahun 2003
Secara umum sumber pendapatan utama
menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin
sebagian besar penduduk berasal dari
di kawasan DAS Citanduy relatif besar.
pertanian. Berdasarkan fisiografi, wilayah
Jumlahnya mencapai 926.900 jiwa atau 16,98
DAS Citanduy bagian Jawa Barat
persen dari total penduduk. Kondisi ini
(Tasikmalaya, Ciamis dan Banjar) dapat
menunjukkan rawannya keadaan wilayah
distratifikasikan kedalam wilayah
sekitar DAS. Persentase penduduk miskin
pembangunan pertanian yang bergunung-
terbesar terdapat di Kabupaten Cilacap, yaitu
gunung dengan sifat tanah yang tidak
mencapai 20,9%. Data selengkapnya
mungkin untuk dikembangkan dengan
ditampilkan pada Tabel 6.
usahatani yang pengelolaan tanahnya
Dari data dan informasi yang masih terbatas dilakukan secara intensif. Dengan demikian
menunjukkan bahwa penduduk miskin di pertanian yang diandalkan adalah lahan darat
Ciamis sebagian besar terdapat di Kecamatan berupa kebun campuran dengan tanaman
Pamarican, Banjarsari, dan Langkap Lancar. kayu-kayuan dan buah-buahan. Sementara
Hal ini berkaitan dengan kondisi lahan di Cilacap merupakan wilayah dataran rendah
wilayah tersebut yang kritis. Di wilayah yang terutama mengandalkan usahatani
tersebut sering terjadi bahaya banjir dan musim sawah dengan hasil utama padi-palawija.
kering yang dapat merusak dan menggagalkan
Apabila ditinjau dari pemilikan lahan dan jenis
tanaman padi masyarakat. Apabila terjadi
mata pencaharian penduduk, maka tampak
banjir di Sub DAS Ciseel pada saat menjelang
bahwa rata-rata pemilikan lahan sawah relatif
panen, maka lahan-lahan sawah petani
kecil (0,3 Ha) dan angka ini lebih kecil
tergenang dan padinya pun tidak dapat
dibandingkan pemilikan lahan kering (0,5 Ha).

26
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

Tabel 6. Jumlah Penduduk Miskin, 2003

Wilayah Jumlah Penduduk (000) Jumlah penduduk Persentase Penduduk


miskin (000) Miskin
Kabupaten Tasikmalaya 1,502.6 228.1 15.18
Kabupaten Ciamis 1,588.1 285.7 17.99
Kota Tasikmalaya 565.5 52.7 9.32
Kota Banjar 162.1 17.3 10.67
Kabupaten Cilacap 1,641.6 343.1 20.90
Total 5,460.0 926.9 16.98
Sumber: BPS: Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2003, Buku 2: Kabupaten

Dari lahan sawah penduduk dapat Disamping mengandalkan usaha di luar


mengusahakan padi dua kali dalam setahun. daerah, sebenarnya saat ini pekerjaan-
Sementara di lahan kering dijadikan hutan pekerjaan jenis baru tumbuh di dalam desa,
rakyat dengan karakteristik campuran berbagai misalnya yang utama adalah agroindustri
jenis tanaman dan tanaman dengan variasi skala kecil, penyewaan CD/play-station,
umur yang tinggi. Berbagai jenis tanaman memelihara ayam broiler ataupun buruh
tersebut antara lain kayu-kayuan umumnya pengangkut kayu. Usaha pemeliharaan ayam
sengon dan sedikit mahoni serta buah-buahan, broiler berkembang pada tujuh tahun terakhir
seperti kelapa, jengkol/petai dan pisang, serta ini, karena dukungan iklim yang sesuai untuk
singkong. Untuk lahan-lahan di sekitar pemeliharaan ayam broiler, tenaga kerja yang
pemukiman, banyak penduduk yang memiliki murah atau penyakit yang relatif sedikit.
kolam/tebat dan memelihara ikan mas, nila, Sementara kegiatan yang berkaitan dengan
mujair, atau ikan gurame. Namun karena buruh kayu didukung oleh berkembangnya
demikian terbatasnya lahan-lahan tersebut, industri perkayuan sekitar 10 tahun terakhir
maka apabila diperhitungkan hasil dari lahan ini. Untuk Kabupaten Ciamis saja saat ini
tersebut tidak dapat mencukupi kebutuhan terdapat lebih dari 600 pabrik kayu yang
keluarga dalam setahun. sumber kayunya semua berasal dari hutan
rakyat lokal. Kegiatan-kegiatan baru tersebut
Untuk mensiasati kesulitan tersebut umumnya
termasuk sebagai bagian dari modernisasi
penduduk mencari pekerjaan lain yang disebut
pedesaan.
strategi nafkah ganda. Banyak penduduk baik
laki-laki maupun perempuan yang mencari Sedangkan usaha yang sudah lama
pekerjaan ke kota, seperti Bandung, Jakarta dan berkembang di pedesaan antara lain ojeg,
kota-kota sekitarnya. Pekerjaan mereka memelihara kambing-domba dan memelihara
umumnya pada sektor informal, mulai dari kolam ikan. Sedangkan kegiatan agroindustri
berdagang, buruh bangunan maupun dominan adalah pabrik tepung tapioka dengan
pembantu rumah tangga. Khusus komuter sumber bahan baku singkong dari lokal
dari Tasikmalaya sudah terkenal dari dulu maupun dari luar daerah (bahkan dari Jawa
berprofesi sebagai tukang kredit dan pedagang Tengah).
krupuk. Pola pergerakan penduduk laki-laki
Khusus mengenai pekerjaan di pertanian,
umumnya mengikuti hari-hari besar
dimana rata-rata pemilikan lahan sangat kecil
keagamaan atau kegiatan di lahan pertanian.
sementara selangnya sangat lebar, yaitu dari
Ketika pekerjaan sawah dan kebun akan mulai
tidak punya lahan sampai kepada yang
(mengolah lahan atau panen), maka mereka
memiliki sampai 15 Ha, maka banyak terjadi
pulang atau sekitar sekali dua bulan pulang ke
sewa-menyewa lahan. Sistem sewa di lahan
kampung dan seminggu kemudian berangkat
sawah secara umum terbagi dua, yaitu untuk
lagi ke tempat kerja.
milik pribadi menerapkan bayar dimuka
Karena demikian terbatasnya lahan yang dengan nilai sewa 1/3 –1/2 dari hasil lahan
dikuasai, maka hasilnya pun relatif kecil. dan masa sewa sekitar 2 tahun. Sedangkan
Dengan demikian pekerjaan luar pertanian lahan desa (tanah bengkok yang umumnya
malah memberi kontribusi yang lebih besar luas) sewanya 1/3 dan bayar setelah panen
terhadap pendapatan total dibanding dari (yarnen). Makin kuatnya posisi tawar pemilik
sektor pertanian. yang mulai memaksakan untuk membayar
sewa di depan sekaligus dengan sewa yang

27
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

makin besar diduga karena makin banyaknya Sehingga menurut penduduk, bila musim
masyarakat yang ingin mencari lahan sewaan. kemarau dua bulan saja, maka air untuk
Dengan sistem bagi hasil yang demikian, maka minum maupun untuk kolam dan sawah
si penyewa pun berusaha untuk sudah mulai susah. Sekitar 20 tahun lalu,
memaksimalkan penggunaan lahan dengan walaupun kemarau 6 bulan, namun air masih
menanami padi dua kali setahun yang tetap lancar. Dampak negatif lain yang
dilanjutkan dengan palawija tanpa masa bera. dimunculkan oleh industri perkayuan adalah
Pola-pola pemanfaatan lahan seperti ini sangat meningkatnya pencurian kayu di hutan
berpengaruh terhadap kelestarian sumberdaya lindung Gunung Sawal maupun lahan-hutan
alam, terutama air, sehingga hampir sepanjang milik Perhutani.
tahun sungai-sungai menjadi keruh karena
Indikasi yang lebih umum dari pengelolaan
pengolahan lahan yang intensif.
sumberdaya alam yang kurang baik adalah
Apabila dibandingkan secara kasar tingkat sedimentasi yang cenderung meningkat.
kesejahteraan penduduk, maka wilayah Semakin banyak pembabatan hutan dan
Tasikmalaya yang notabene merupakan terjadinya longsor menjadi indikasi bahwa
wilayah hulu das rata-rata lebih sejahtera sedimentasi semakin meningkat dan
dibandingkan Ciamis maupun Cilacap. Hal ini menunjukkan banyaknya lahan kritis.
diduga karena peluang usaha di Tasikmalaya Fluktuasi air juga mengalami perubahan, yang
lebih banyak dan penduduknya lebih ulet. dapat dijadikan indikator meningkatanya
Mereka banyak yang bekerja di luar daerah lahan kritis, yaitu pada saat musim kemarau
sebagai tukang kredit yang walaupun kering sekali sementara pada saat musim
modalnya kecil, tetapi pendapatan lebih besar hujan terjadi banjir. Aliran air pada musim
dan hampir merata sepanjang tahun. kering sekitar 5 – 10 m³/detik dan di musim
Sementara pekerjaan buruh bangunan yang hujan mencapai 1300 m³/detik. Kondisi
banyak diminati warga Ciamis memang lebih standar seharusnya antara musim kering dan
mahal upah per hari tetapi umumnya tidak hujan perbandingannya sepuluh kali lipat.
menentu sepanjang tahun. Kondisi Sungai Citanduy yang demikian
sudah terjadi sejak 10 tahun terakhir ini. Dulu
Akibat tekanan ekonomi dimana kebutuhan
kekurangan air hanya selama satu bulan,
meningkat karena jumlah penduduk yang
namun sekarang pada saat musim kemarau
makin bertambah, maka tekanan terhadap
dapat mencapai 2,5 bulan.
sumberdaya alam makin besar. Meningkatnya
kebutuhan terhadap perumahan menyebabkan Untuk mengatasi hal tersebut paling baik
lahan-lahan kolam yang pengairannya kurang dengan mengadakan penghijauan. Sampai
baik atau lahan darat berubah fungsi menjadi saat ini penghijauan yang dilaksanakan selalu
rumah. Makin susahnya air diduga karena gagal. Hal tersebut karena yang melakukan
kayu-kayu besar dan berumur tua sebagai penebangan lebih banyak dibandingkan yang
penahan air makin terbatas. Tumbuhnya melakukan penanaman. Namun siapa yang
industri kayu telah menyebabkan permintaan bertanggungjawab dengan penghijauan yang
kayu meningkat tajam. Yang menjadi masalah akan dilaksanakan di hulu?
juga adalah laju penebangan kayu lebih tinggi
dibanding penanaman bibit baru.

28
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

6. SISTEM KELEMBAGAAN

6.1. Latar Belakang: Pengembangan Pendekatan yang terkotak-kotak dan


Kelembagaan Lokal dalam cenderung mempertahankan “egoisme-
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem regional” akan menekan efektivitas
Tata-pemerintahan DAS Citanduy pengelolaan CPR pada tingkat terendah. Oleh
karena setiap pemerintah kabupaten yang
Daerah Aliran Sungai (DAS) Citanduy
bagian dari wilayahnya termasuk ke dalam
merupakan salah satu “DAS prioritas” di
DAS Citanduy akan cenderung
Indonesia. Artinya, DAS ini sedang mengalami
mengembangkan kawasan mereka menurut
penurunan kuantitas dan kualitas sumberdaya
selera masing-masing. Padahal, DAS
alam serta degradasi atau kerusakan
Citanduy sebagai suatu kesatuan dan jejaring
lingkungan. Permasalahan sumberdaya alam
ekosistem, sangat rentan pada pendekatan
dan lingkungan tersebut dipandang sebagai
parsial karena proses-proses pertukaran
permasalahan yang bersifat multi-dimensional.
energi, materi dan informasi dalam suatu
Oleh karena itu, menurut pandangan
ekosistem sesungguhnya tidak “mengenal”
pemerintah (pusat), DAS Citanduy perlu
batas wilayah administratif.
mendapatkan perhatian yang serius dengan
melaksanakan program-program prioritas Dari Perspektif Kelembagaan, terdapat
dalam pengelolaan sumberdaya alam dan hubungan kausal (sebab-akibat) antara
lingkungannya. fenomena “sumberdaya alam & lingkungan”
dan “sistem sosial”- nya. Secara teoritis dan
Salah satu faktor penyebab penurunan
empiris, konsep “kelembagaan” dapat
kuantitas dan kualitas sumberdaya alam dan
menjelaskan hubungan antara perubahan-
lingkungan di DAS Citanduy adalah sistem
perubahan sumberdaya alam dan lingkungan
pengelolaan DAS yang sangat sentralistis,
dan sistem sosialnya. Dalam kasus
dimana sejak tahap perencanaan, inisiasi
pengelolaan CPR di DAS Citanduy, indikasi
kegiatan hingga implementasi dan evaluasi
penurunan kuantitas dan kualitas sumberdaya
program seluruhnya dilakukan secara top-
alam (Tabel 7) diperkirakan erat kaitannya
down. Pada masa itu, pada masa
dengan perubahan-perubahan sosial yang
Pemerintahan Orde Baru (sebelum 1998),
terjadi pada tingkat rumahtangga, kelompok
pemerintah memiliki posisi sangat menentukan
dan organisasi sosial, komunitas, dan
dalam mengarahkan jalannya suatu program
masyarakat (sistem sosial). Secara sosiologis
atau kegiatan di DAS Citanduy tanpa
tingkatan sistem sosial tersebut dan pola
memperdulikan aspirasi lokal yang
hubungan antar-kelompok dan organisasi
berkembang.
sosial tersebut dipandang sebagai suatu
Sentralisasi pengelolaan sumberdaya alam “kelembagaan”.
pada masa itu, termasuk di DAS Citanduy,
Perubahan penggunaan lahan di DAS
menjadi ciri utama proses pengelolaan
Citanduy tersebut mengindikasikan telah
sumberdaya alam bersama (common pool
terjadi proses penurunan kuantitas dan
resources – CPR). Pengelolaan DAS sebagai
kualitas sumberdaya alam dan degradasi
CPR sangat bias pada pendekatan wilayah dan
lingkungan. Secara sosiologis indikasi tersebut
sulit ditemukan pembenaran bahwa
menunjukkan telah terjadi perubahan-
pengelolaan DAS telah mengakomodasikan
perubahan sosial di DAS tersebut, khususnya
kepentingan-kepentingan dalam suatu cluster
perubahan kelembagaan yang cenderung
ekosistem lintas wilayah (Proposal PSP IPB, 2004).
mengindikasikan bahwa kelembagaan-
Meskipun demikian, ketika kelembagaan dan hubungan kelembagaan di
diimplementasikannya desentralisasi dan DAS Citanduy tidak berkelanjutan
otonomi daerah (merujuk pada Undang- (institutional unsustainability).
Undang Nomor 22 Tahun 1999) dimana
Dengan demikian, pertanyaan pokok kajian
komunitas lokal mendapatkan posisi yang
(studi) kelembagaan dan pengembangan
lebih kuat dalam proses-proses perumusan dan
kelembagaan lokal, adalah “bagaimana
pengambilan keputusan di DAS Citanduy,
strategi mengembangkan hubungan
apabila tidak dikontrol dengan baik akan dapat
kelembagaan dan kelembagaan lokal
menimbulkan kegagalan pengelolaan CPR
pengelolaan CPR dalam rangka desentralisasi
yang sama buruknya sebagaimana yang terjadi
pengelolaan dan sistem tata pamong
dalam pengelolaan yang sentralistis.
sumberdaya alam di DAS Citanduy ?”

29
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

Tabel 7. Perubahan Pengunaan Lahan (Land-use) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citanduy Tahun 1991-
2001

Land-use 1991 (Ha) 2001 (Ha) Change


Hutan alam 28823.22 28078.92 -744.30
Hutan tanaman 109837.71 65401.65 -44436.06
Hutan mangrove 7769.43 10689.93 2920.50
Kebun campuran 90936.18 140222.25 49286.07
Belukar 20072.97 20366.01 293.04
Rumput/alang 17908.56 5514.30 -12394.26
Barelands 22419.45 3149.01 -19270.44
Upland 36389.16 48580.92 12191.76
Sawah 54578.70 57815.37 3236.67
Air 35343.81 35794.53 450.72
Terbangun 15809.58 24307.74 8498.16
No data 34526.79 34526.79 0.00
Tanah timbul 560.79 110.52 -450.27
Tambak 0.00 418.41 418.41
Sumber: Prasetyo, 2004

6.2. Tujuan Kajian Kelembagaan dipahami sebagai “tata abstraksi yang lebih
tinggi dari grup, organisasi, dan sistem sosial
Secara spesifik, dalam aspek kelembagaan dan
lainnya” (Bertrand, 1974). Perspektif ini
pengembangan kelembagaan lokal, beberapa
memandang “kelembagaan” sebagai kompleks
topik penting yang menjadi fokus kajian ini
peraturan dan peranan sosial secara abstrak,
meliputi:
dan memandang asosiasi sebagai bentuk-
(1) Peta existing indigenous institutions for good bentuk organisasi yang kongkrit. Sedangkan
environmental governance CPR baik di “pengembangan kelembagaan” dapat
tingkat komunitas setempat maupun diartikan sebagai suatu proses pelembagaan,
kota/kabupaten/regional; yakni suatu proses strukturalisasi antar-
(2) Aspek modal sosial pada EGPS termasuk hubungan melalui enkulturasi norma-norma
kemungkinan dekapitalisasi modal sosial dan nilai-nilai baru mengenai kebutuhan
ke depan; pokok manusia. Dalam hal ini, kebutuhan
(3) Bentuk-bentuk communal and community pokok manusia tersebut dibatasi pada
networking; kebutuhan common pool resources di DAS
(4) Strategi penumbuhan, pengembangan dan Citanduy. Dengan kata lain, kelembagaan
keberlanjutan kelembagaan – CPR institu- dalam masyarakat berkembang melalui suatu
tional sustainability; proses pelembagaan. Pandangan ini relevan
(5) Dinamika kelembagaan, ramifikasi, dan dengan evolusi kelembagaan yang terjadi
kemungkinan perubahan kelembagaan – karena perubahan nilai, yang mendorong para
institutional change; dan pelaku untuk menjadi lebih baik dengan
(6) Kemungkinan terjadinya institution memilih alternatif atau memodifikasi
malfunction CPR dimasa depan. kelembagaan yang ada (Bardhan, 1989).
Dalam hal yang lebih khas -- yakni
kelembagaan dan kelembagaan lokal, yang
6.3. Kelembagaan dan Pengembangan
menunjukkan pola hubungan antar-manusia
Kelembagaan Lokal: Suatu Pendekatan
dan antar-oragnisasi sosial dengan
Konseptual dan Kerangka Metodologis
sumberdaya di DAS Citanduy --
6.3.1. Pendekatan Konseptual “kelembagaan” dapat dipahami sebagai
“sistem pengorganisasi dan kontrol terhadap
Fokus kajian ini adalah pada kelembagaan dan
sumberdaya yang merupakan gugus
pengembangan kelembagaan lokal. Dari
kesempatan bagi pelaku yang mendukung
Perspektif Sosiologi, “kelembagaan” dapat
kelembagaan tersebut dalam membuat

30
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

keputusan dan melaksanakan aktifitasnya” DAS Citanduy. Demikian pula perkembangan


(Schmid, 1972). Kelembagaan seperti ini beragam kelembagaan tersebut menunjukkan
dicirikan oleh: (1) batas yurisdiksi; (2) property tipe dan dinamika yang berbeda antara satu
rights; dan (3) aturan representasi (rules of kelembagaan dengan kelembagaan lain karena
representation). Batas yurisdiksi diartikan pengaruh faktor-faktor internal dan eksternal.
sebagai wilayah kekuasaan atau batas Pada taraf ini, dinamika kelembagaan tersebut
wewenang (otoritas) yang dimiliki suatu dipahami sebagai “pola hubungan dalam
kelembagaan. Perubahan batas yurisdiksi kelembagaan dan antar-kelembagaan” dalam
ditentukan oleh perasaan se-komunitas (sense of sistem “pengelolaan” DAS Citanduy. Oleh
community), eksternalitas, homogenitas, dan karena itu, secara konseptual dinamika
skala ekonomi. kelembagaan tersebut selain diidentifikasi
menurut sistem DAS, diperlukan suatu konsep
Ciri property rights dipahami sebagai suatu
yang komprehensif dan holistik untuk
hukum, adat dan tradisi, atau konsensus yang
memahami kekhasan dinamika dan tipologi
mengatur hubungan antar-orang dan antar-
masing-masing kelembagaan di DAS tersebut.
orgnaisasi sosial terhadap sumberdaya.
Menurut Dasgupta (2000) dan Fukuyama
Sedangkan aturan representasi mengatur siapa
(2001), dinamika kelembagaan tersebut dapat
yang berhak berpartisipasi terhadap apa dalam
dijelaskan dengan “hubungan fungsional”
proses pengambilan keputusan. Dengan
antara konsep modal sosial (social capital),
demikian perubahan kelembagaan atau evolusi
modal manusia (human capital), dan modal
kelembagaan dicirikan oleh perubahan satu
fisik (physical capital). Modal fisik dapat
atau lebih dari unsur-unsur tersebut.
berupa prasarana dan sarana fisik akan tetapi
Berdasarkan telaah di atas, maka dapat perlu dibedakan dari segi property rights.
dipahami bahwa wujud kongkrit dari “aspek Kelompok atau organisasi dapat
kelembagaan dan pengembangan kelembagaan memperhitungkan modal fisik dalam
lokal” adalah kelompok-kelompok dan wujudnya yang berbeda untuk
orgnisasi sosial dan pola hubungan antar- memasukkannya dalam proses produksi.
kelompok atau antar-organisasi dalam Modal manusia merupakan kemampuan
pengelolaan sumberdaya (sumber-sumber teknis, keterampilan yang dimiliki seseorang
agraria) di DAS Citanduy. Sedangkan yang dapat digunakan dan dirancang untuk
pengembangan kelembagaan atau proses memproduksi sesuatu. Sedangkan modal
pelembagaan dapat diartikan sebagai upaya sosial menekankan pada “hubungan timbal
mendapatkan inovasi baru pada sumberdaya balik” dan menunjuk pada hubungan sosial,
di DAS tersebut melalui perubahan norma dan institusi, dan struktur sosial dengan jejaring
nilai, pola-pola perilaku dalam hubungan (networking) sebagai “added value” nya.
antar-orang (kelompok dan organisasi sosial)
Secara hipotetis, hubungan fungsional tersebut
dan antar-kelompok sosial (bandingkan
dapat dipahami sebagai berikut: (1) modal
dengan pemahaman Esman, 1962).
sosial dalam bentuk potensial akan
Pengembangan kelembagaan adalah proses diaktualisasikan apabila ada rasa percaya
dimana anggota-anggota masyarakat (trust) pada potensi yang dimiliki orang atau
meningkatkan kapasitas kelembagaannya kelompok sosial lain berupa modal manusia;
untuk memobilisasi dan mengelola (2) modal manusia dapat berkembang karena
sumberdaya untuk menghasilkan perbaikan- modal sosial; dan (3) modal fisik dapat
perbaikan yang berkelanjutan dan merata berkembang, bertahan, dan berfungsi dengan
dalam kualitas hidup sesuai dengan aspirasi baik apabila didukung oleh modal manusia
mereka. Oleh karena itu, dalam dan modal sosial. Dengan demikian,
perkembangannya, kelembagaan dan kelembagaan dan kelembagaan lokal sebagai
kelembagaan lokal di DAS Citanduy dapat suatu sistem pengorganisasian dan kontrol
dilacak berdasarkan aspek historis atau riwayat terhadap sumberdaya di DAS Citanduy serta
(proses atau dinamikanya) dan keberlanjutan dinamikanya, relevan dipahami dengan
kelembagaan tersebut (institutional “Formula Hubungan Fungsional antara Modal
sustainability). Secara konseptual, sejarah atau Fisik – Modal Manusia – Modal Sosial” yang
riwayat perkembangan kelembagaan tersebut dibatasi pada sifat lokalitas, seperti dalam
erat kaitannya dengan keberlanjutan suatu komunitas.
kelembagaan tersebut.
Resultan dari dinamika perkembangan
Berdasarkan aspek historis atau riwayatnya kelembagaan dn kelembagaan lokal di DAS
dapat diidentifikasi beragam kelembagaan di Citanduy adalah keberhasilan (berhasil atau

31
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

tidak berhasil) kelembagaan tersebut. "sustain" dan "survive". Dengan demikian,


Keberhasilan kelembagaan tersebut secara komprehensif, proses perancangan dan
ditunjukkan sampai sejauh mana kelembagaan implementasi tersebut perlu didekati dengan
tersebut mampu beradaptasi terhadap "memadukan" pendekatan "bottom-up"
perubahan sosial yang terjadi. Secara empiris, (beragam program mikro) dan "top-down"
kemampuan beradaptasi tersebut dapat (kebijakan makro).
ditelaah dari aspek historis dan riwayat
Permasalahannya, dengan perspektif
masing-masing kelembagaan dan kelembagaan
kelembagaan dan kelembagaan lokal, sampai
lokal di DAS tersebut. Tingkat kemampuan
sejauh mana suatu "keseimbangan dinamis"
beradaptasi kelembagaan tersebut terhadap
yang "dialektis" dapat diciptakan antara
perubahan sosial yang terjadi ditunjukkan
pendekatan "bottom-up" dan pendekatan "top-
dengan sampai sejauh mana tingkat
down" dalam Desentralisasi Pengelolaan dan
keberlanjutan kelembagaan (institutional
Sistem Tata-Pemerintahan Sumberdaya Alam:
sustainability). Ukuran tingkat keberlanjutan
Common Pool Resources Daerah Aliran Sungai
kelembagaan tersebut dapat dinilai
memantapkan peran pemerintah dengan "top-
berdasarkan variabel-variabel partisipasi, good
down" nya dan sangat dominan. Berdasarkan
governance, keragaan, kompleksitas, dan derajat
pengalaman selama 32 tahun kekuasaan rezim
kemerosotan (deterioration) kelembagaan
Orde Baru, tampak bahwa dalam suatu
tersebut (Brinkerhoff & Goldsmith, 1992).
implementasi strategi pembangunan, dengan
Secara hipotetis, tingkat keberlanjutan kekuasaan yang sentralistis cenderung
kelembagaan DAS akan ditentukan oleh faktor- melemahkan masyarakat "lapisan bawah".
faktor internal dan eksternal (komunitasnya)
Ketidakberdayaan menghadapi peran
sebagai determinant faktors. Faktor-faktor
dominan pemerintah tersebut, karena memang
internal antara lain kepemimpinan dan tingkat
masyarakat lapisan tidak pernah diberi
pendidikan. Sedangkan faktor-faktor eksternal
kesempatan untuk berdaya dalam "meng-
antara lain kebijakan pemerintah lokal dan
hadapi" peran tersebut. Bahkan dengan
insentif kelembagaan (institutional incentive).
berlandaskan kepada kepentingan publik pun,
Meskipun faktor-faktor determinan tersebut
kelembagaan-kelembagaan perwakilan tidak
dikategorikan sebagai faktor internal dan
mampu "membatasi" peran dominan pemerin-
eksternal, perlu diidentifikasi pula variabel
tah ketika itu. Oleh karena itu, dalam kajian
pokok yang “menghubungkan” antara aspek
ini, strategi pengembangan kelembagaan dan
internal dan eksternal, yaitu jejaring
kelembagaan lokal perlu didekati dengan
(networking) yang diduga akan menentukan
upaya-upaya "community based development"
tingkan keberlanjutan kelembagaan dan
(yang bersifat "top-down") dan pengembangan
kelembagaan lokal di DAS Citanduy (Gambar
proses-proses kebijakan pada tingkat "regional
12). Dalam merancang dan mengimplementasi-
development" yang mampu mendukung dan
kanan sistem ketata-laksanaan lingkungan
memfasilitasi community based development
yang berorientasi pada prinsip kemitraan
tersebut (Gambar 13).
(environmental governance partnership system –
EGPS) pada komunitas lokal dan regional di Dalam community based development difokuskan
DAS Citanduy, diperlukan suatu pendekatan kepada upaya pemberdayaan masyarakat di
yang holistik dan partisipatif (holistic and tingkat komunitas melalui pengembangan
participatory approach) sehingga cita-cita program-program partisipatif di tingkat
keberlanjutan sistem sosial-ekonomi-ekologi kelompok dengan menciptakan integrasi
dapat tercapai. territorial dan ekonomi. Kemudian, program-
program partisipatif tersebut di tingkatkan
Oleh karena itu, konsistensi antara
skalanya sampai ke tingkat komunitas dan
perencanaan dan implementasi sistem
desa dengan menciptakan beragam jaringan
ketatalaksanaan lingkungan yang berorientasi
sosial (social networking). Melalui
pada prinsip kemitraaan yang dirumuskan dari
pengembangan program-program partisipatif
"bawah" dan bersifat partisipatif, secara selektif
tersebut diperkirakan akan mampu
perlu pula dilaksanakan dengan pendekatan
memberdayakan beragam kelembagaan dan
partisipatif. Akan tetapi, tanpa kebijakan
komunitas di DAS Citanduy dengan indikasi
makro yang mampu "memahami" program-
munculnya suatu"community and institutional
program partisipatif dan secara institusional
sustainability".
mampu memberikan "insentif " (institutional
incentives) dalam implementasi tersebut, sulit Munculnya beragam komunitas dan
diharapkan program-program tersebut dapat kelembagaan yang sustainable di DAS tersebut

32
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

tidak hanya semata-mata disebabkan oleh yang digunakan adalah kombinasi pendekatan
kekuatan "faktor internal", tetapi lebih dari itu kualitatif dan kuantitatif, meskipun demikian
diperlukan pula kekuatan-kekuatan "faktor lebih menekankan pada pendekatan kualitatif.
eksternal" yang secara bijaksana dan arif Strategi kajian yang digunakan adalah Metode
mampu mendukung dan memfasilitasi Studi Kasus dan Metode Kaji-Tindak.
kekuatan dari "bawah" tersebut. Kekuatan-
Disamping menggunakan data sekunder, riset
kekuatan faktor eksternal yang diperlukan
ini secara dominan akan menggunakan data
dalam hal ini adalah beragam kebijakan lokal
primer. Data primer dikumpulkan dengan
government, yang berpusat kepada tingkat
pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif
kabupaten (sebagai daerah otonomi dalam
terutama bertumpu pada pengumpulan data
rangka desentralisasi), yang mampu
sekunder. Sementara itu dalam pendekatan
mendukung dan memfasilitasi beragam
kualitatif ada tiga metode yang akan
aktivitas partisipatif agar berkembang dan
diterapkan, yaitu: Participatory Rural Appraisal
berkelanjutan.
(PRA), Co-operative Inquiry, dan diskusi ke-
Dengan berlandaskan kepada pendekatan lompok fokus (focus group discussion).
tersebut di atas, dalam perumusan bentuk Informasi dan data yang diperoleh dari ketiga
kelembagaan dan kelembagaan lokal di DAS metode tersebut “direkam” dalam suatu
Citanduy, maka dapat diidentifikasi beberapa manuskrip penelitian. Metode pengolahan dan
prinsip yang sangat penting untuk analisis data terhadap data kualitatif yang
dipertimbangkan. Pertama, kelembagaan “direkam” dalam manuskrip menggunakan
tersebut merupakan manifestasi dari "sharing" metode content-analysis dan metode
seluruh stakeholder, dimana peranan dari interpretive. Melengkapi beragam metode
masing-masing stakeholder dalam kelembagaan penelitian di atas diterapkan pendekatan
tersebut (pola hubungan) dapat ditelaah secara kajian bersama (cooperative inquiry methods)
kritis dari analisis pihak-pihak terkait.. Telaah sebagai metode aksi untuk mendukung tujuan
ini penting terutama untuk menetapkan kajian ini. Dengan penggunaan beragam
dimana kedudukan organisasi atau badan yang metode tersebut menunjukkan bahwa kajian
melaksanakan fungsi hubungan kelembagaan ini menggunakan prinsip-prinsip "triangulasi"
tersebut. Kedua, fokus "pekerjaan" metode dan data sehingga dengan
kelembagaan tersebut adalah kepada aktivitas diperolehnya beragam data untuk issu dan
yang partisipatif dan diperkirakan secara pertanyaan yang sama dimungkinkan bagi
operasional dapat didukung dan difasiliatsi peneliti untuk melakukan periksa-silang dan
oleh beragam kebijakan lokal government. Oleh akhirnya akan mendukung diperolehnya
karena itu, untuk memperkirakan hal tersebut model pengembangan kelembagaan lokal
perlu dirumuskan suatu matriks antara yang aplikatif dengan tingkat validitas yang
"program-program partisipatif" dengan tinggi.
"persyaratan kebijakan makro dan regional"
Merujuk kepada tujuan kajian, dalam
yang dapat mengidentifikasi "beragam
perspektif kelembagaan, “keterkaitan” antara
kebijakan apa saja yang perlu dirumuskan oleh
tujuan-tujuan khusus (aspek kelembagaan)
lokal government." Terakhir, kelembagaan
dengan tujuan umum kajian ini
tersebut baik secara konseptual maupun
menggambarkan suatu kebutuhan yang
operasional mampu mengimplementasikanan
terintegrasi antara kajian dan tindakan (action).
kaidah-kaidah desentralisasi dan otonomi
Disamping itu pendekatan dan strategi yang
daerah yang telah ditetapkan pada satuan
digunakan untuk pencapaian tujuan kajian ini
daerah tingkat dua atau kabupaten/kota (UU
adalah secara bertahap atau periodik, yang
Nomor 22 dan 25 Tahun 1999). Prinsip ini
menggunakan beberapa metode riset sebagai
penting, terutama untuk mendukung aksi-aksi
dasar untuk melakukan aksi, dan secara
kolektif partisipatif dan sampai sejauh mana
gradual metode riset tersebut digunakan pula
kabupaten/kota dan/atau lokal government
sebagai alat evaluasi terhadap aksi yang
mampu membiayai beragam implementasi dari
sedang dilakukan untuk sampai kepada
aktivitas partisipatif tersebut.
penarikan kesimpulan. Oleh karena itu, desain
dan rancangan riset yang sesuai dengan tujuan
riset ini dan dapat “mengintegrasikan”
6.3.2. Kerangka Metodologis
metode-metode yang lain adalah Action
Kajian aspek kelembagaan dan pengembangan Research atau Kaji -Tindak.
kelembagaan lokal akan dilakukan di Daerah
Aliran Sungai Citanduy. Pendekatan kajian

33
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

34
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

Community Based Development Regional Development

Tingkat Kecamatan "dialektis" Tingkat Provinsi

Tingkat Komunitas "kesimbangan Tingkat Kabupaten (Otonomi)


dinamis"

Tingkat Kelompok Tingkat Kecamatan

Gambar 13. Keseimbangan Dinamis dan Hubungan Dialektis antara Community Based Development dan
Regional Development dalam Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata-Pemerintahan
Sumberdaya Alam: Common Pool Resources Daerah Aliran Sungai Citanduy

Oleh karena itu kajian ini bersifat “luas dan dimulai dengan menggambarkan keragaman
mendalam”. Kemudian dari metode-metode berdasarkan struktur sosial dan beragam issu
riset yang akan digunakan, dapat diidentifikasi yang akan ditelaah. Dengan demikian perlu
bahwa “luas” nya metode kuantitatif dan dilakukan “pemetaan” yang dapat
“dalam” nya metode-metode kualitatif yang menggambarkan dengan jelas “tipologi”
akan digunakan menuntut riset yang masyarakat yang akan dikaji. Secara bertahap
memerlukan waktu relatif lama. Oleh karena rancangan (design) riset ini divisualisasikan
itu, menurut lamanya, riset ini dapat seperti pada Gambar 14.
dikategorikan sebagai longitudinal study atau
penelitian jangka panjang. Sehubungan dengan itu, aktifitas riset pada
Tahap-1 akan difokuskan kepada “pemetaan”
Pada dasarnya hasil akhir yang diharapkan existing indigenous institutions for good
dari riset ini adalah menemukan alternatif cara environmental governance CPR baik di tingkat
atau “model” solusi konflik sumberdaya komunitas setempat maupun
(natural resources conflict) dan konflik sosial kota/kabupaten/regional. Metode kajian yang
ekonomi, serta pola pengaturan institusional digunakan pada Tahap-1 ini adalah metode
(kemitraan) di tingkat komunitas dan lokalitas data sekunder dan Participatory Rural Appraisal
yang secara efektif mampu menekan prevalensi (PRA). Hasil dari proses ini selanjutnya
ketegangan atau konflik sosial horisontal “dilokakaryakan” bersama masyarakat di
(antar-komunitas dan antar-regional) ataupun tingkat komunitas dan lokalitas di DAS
konflik vertikal atas pengelolaan sumberdaya Citanduy. Pada Tahap-2 akan digunakan
alam bersama (CPR) DAS Citanduy. Kata Metode Cooperative Inquiry dan FGD sebagai
“alternatif” dan “komunitas dan lokalitas pendalaman terhadap hasil pemetaan pada
tertentu” menunjukkan bahwa riset ini bertitik- Tahap-1. Pada Tahap-3 akan dilakukan Kaji-
tolak dari asumsi adanya keanekaragaman tindak terhadap alternatif “model”
(diversity) masyarakat atau perbedaan struktur kelembagaan yang direkomendasikan oleh
sosial sehingga pendekatan pembangunan komunitas dan masyarakat serta beragam
tidak boleh “seragam”. Oleh karena itu, secara stakeholder di DAS Citanduy. Meskipun
makro riset ini harus demikian, proses kajian ini khususnya dalam
aspek kelembagaan tidak bersifat linear tetapi
lebih cenderung bersifat siklikal.

35
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

Tahap-1

Metode Data Sekunder


dan PRA

Komunitas dan Masyarakat


DAS Citanduy Kelompok Peneliti

“Pemetaan” dan Tipologi


Kelembagaan
“Lokakarya” di Tingkat
Komunitas & Lokalitas

Tahap2

Co-operative Inquiry
Focus Group Discussion

Refleksi Kajian Mendalam di Empat Refleksi


Komunitas dan Lokalitas
Alternatif “Model-Model”
Kelembagaan & Kelembagaan
Lokal Pengelolaan DAS
Citanduy

Tahap-3

Aksi – Kaji - Aksi

Refleksi “Model Pengembangan Refleksi


Kelembagaan Lokal
Pengelolaan CPR DAS
Citanduy

Gambar 14. Kerangka Metodologis atau Rancangan (Design) Kajian Aspek Kelembagaan dan
Pengembangan Kelembagaan Lokal dalam Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata-
Pemerintahan Sumberdaya Alam: Common Pool Resources Daerah Aliran Sungai Citanduy

36
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

6.3.3. Dinamika Kependudukan, Sumberdaya Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai


Alam, dan Perubahan Kelembagaan di Cimanuk-Citanduy, 2000). Besarnya tekanan
DAS Citanduy: Suatu Deskripsi Awal penduduk akan mengakibatkan semakin besar
pula kebutuhan akan sumberdaya alam,
Dinamika kependudukan di DAS Citanduy
sehingga tekanan terhadap sumberdaya alam
dapat ditelah dari trend penduduk di tiga
juga semakin besar. Dengan demikian, dalam
kabupaten yang wilayahnya tumpang-tindih
batas-batas tertentu dapat dinyatakan bahwa
dengan DAS ini, yaitu Kabupaten Tasikmalaya
trend penduduk di DAS Citanduy yang semakin
(22.4 Persen), Ciamis (72.7 Persen), dan Cilacap
meningkat telah menyebabkan tekanan yang
(30.4 Persen) (Dwiprabowo & Wulan, 2003).
semakin kuat terhadap sumberdaya alam di
Sejak Tahun 1985 sampai dengan Tahun 2002
daerah tersebut, yang pada akhirnya telah
trend penduduk di tiga daerah tersebut
menimbulkan penurunan kuantitas dan
cenderung meningkat (Gambar 15).
kualitas sumberdaya alam dan degradasi
Kecenderungan peningkatan jumlah penduduk
lingkungan, seperti diindikasikan dengan
dalam periode tersebut di tiga kabupaten
meningkatnya erosi, sedimentasi, banjir, dan
tersebut menyebabkan kepadatan agraris di
penurunan produktivitas sumberdaya
DAS Citanduy meningkat (Tabel 8).
pertanian dan kehutanan.
2.500.000
Secara sosiologis, fenomena ini menunjukkan
karakteristik masyarakat cenderung semakin
2.000.000
terdifferensiasi, dan perilaku masyarakat
semakin eksploitatif dan komersial dalam
Jumlah Penduduk

Tasikmalaya
1.500.000
Ciamis
memanfaatkan sumberdaya alam di DAS
Cilacap
Citanduy. Karakteristik dan nilai-nilai seperti
1.000.000
itu biasanya diikuti dengan masuknya
kelembagaan-kelembagaan komersial yang
datang dari luar komunitas dan secara
500.000

dominan mampu mengubah karakteristik


kelembagaan-kelembagaan lokal yang telah
0
1985 1986 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1998 1999 2000 2001 2002
Tahun

“berakar” pada komunitasnya. Sebagai


contoh, di DAS Citanduy saat sekarang
Gambar 15. Penduduk di Kabupaten Tasikmalaya, semakin berkembang usaha-usaha pertanian
Ciamis dan Cilacap Tahun 1985 - 2002
yang mengabaikan kaedah-kaedah konservasi.
Kelompok-kelompok petani secara mekanistik
telah membangun “kerjasama” dengan
Tabel 8. Kepadatan Agraris di Daerah Aliran
perusahaan swasta untuk membudidayakan
Sungai (DAS) Citanduy, Tahun 2003.
tanaman ubi kayu, yang koefisien erosinya
Kabupaten Luas Penduduk Kepadatan
relatif tinggi, di lahan-lahan pertanian yang
(Ha)* (Org)** Agraris
sensitif terhadap erosi.
(Org/Ha)
Tasikmalaya 63 761 1 069 307 16.8 Gejala ini semakin berkembang karena
Ciamis 186 115 1 435 801 7.7 memang masyarakat atau komunitas yang
Cilacap 65 036 426 022 6.6 secara ekologis bermukim dan
DAS Citanduy 314 912 2 931 130 9.3 bermatapencaharian pada lahan-lahan yang
Sumber : Data Tahun 2000 (Dwiprabowo & Wulan, 2003) sensitif terhadap erosi dan degradasi
Keterangan: * Luas wilayah yang termasuk DAS Citanduy lingkungan lainnya adalah kelompok-
kelompok masyarakat miskin. Oleh karena
Dari Tabel 8 tersebut dapat ditelaah bahwa itu, nilai-nilai dan kelembagaan yang berakar
kepadatan agraris paling tinggi terjadi di pada komunitasnya akan kalah menghadapi
wilayah Citanduy Hulu (Kabupaten munculnya kelembagaan-kelembagaan
Tasikmalaya). Di samping itu, apabila ditelaah komersial yang bagi warga komunitas di
berdasarkan “tekanan penduduk”, yakni daerah ini akan memberikan “harapan”
“suatu gaya yang mendorong petani untuk perbaikan kondisi sosial ekonomi walaupun
memperoleh lahan garapannya atau untuk tanpa mempertimbangkan kaedah-kaedah
keluar dari desanya ke tempat lain”, ternyata konservasi.
tekanan penduduk di DAS ini juga tinggi. Sejak dua dekade terakhir ini, berkembangnya
Sebagai contoh, tekanan penduduk di Sub DAS kelembagaan-kelembagaan yang cenderung
Cimuntur adalah 0,52 dan di Sub DAS Cijolang eksploitatif dan merujuk pada nilai-nilai
adalah 1,68 (Balai Rehabilitasi Lahan dan

37
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

komersial tanpa memperhatikan kaedah- Kedua, upaya-upaya penguatan dan


kaedah konservasi tersebut semakin ekspansif pemberdayaan kelembagaan lokal tersebut
karena mendapat dukungan peranan melalui strategi penanggulangan komunitas-
pemerintah yang ketika itu dominan dengan komunitas miskin dengan menciptakan dan
paradigma pembangunan yang “top-down”. mengembangkan usaha-usaha ekonomi
Oleh karena itu, tidaklah heran jika (pertanian dan non pertanian) produktif yang
kelembagaan-kelembagaan formal yang berteraskan pada prinsip-prinsip sustainability,
dibentuk oleh pemerintah dan tingkat good governance, partnershp, dan decentralization.
ketergantungannnya pada pemerintah yang Ketiga, penciptaan dan pengembangan usaha-
tinggi juga semakin banyak. Akibatnya, di usaha ekonomi produktif tersebut dibangun
daerah-daerah yang merupakan komunitas- melalui upaya-upaya kolaborasi baik secara
komunitas miskin terjadi trend penurunan horizontal maupun vertikal diantara
kuantitas dan kualitas sumberdaya alam dan kelompok-kelompok masyarakat dari
degradasi lingkungan. Dengan demikian, pada Participatory Sektor, Public Sektor, dan Private
komunitas-komunitas seperti ini, kelembagaan Sektor berdasarkan trust.
lokal yang berbasis komunitas menjadi tidak
Ketiga aksi tersebut tidak selayaknya
survive dan tidak sustain.
dilaksanakan secara “general” di seluruh DAS
Dengan deskripsi awal tentang dinamika Citanduy. Akan tetapi ketiga aksi tersebut
kependudukan, sumberdaya alam, dan akan dilaksanakan dengan strategi dan
perubahan kelembagaan tersebut maka dapat pendekatan yang berbeda dengan
dirumuskan issu pokok kajian dan mempertimbangkan kondisi sosial, ekonomi,
pengembangan hubungan kelembagaan dan dan ekologi DAS Citanduy. Oleh karena itu,
kelembagaan lokal di DAS Citanduy, seperrti aksi-aksi tersebut perlu berlandaskan pada
berikut ini. Pertama, secara partisipatif perlu “pemetaan sosial” yang dibangun dan
dilakukan upaya-upaya penguatan dan dirumuskan bersama antar Participatory Sektor,
pemberdayaan kelembagaan lokal, yang Public Sektor, dan Private Sektor dalam suatu
merupakan modal sosial, untuk pengelolaan Kajian Bersama (Cooperative Inquiry) (Reason,
CPR di DAS Citanduy. 1994).

38
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

7. SISTEM SOSIO-BUDAYA

Kajian Environmental Governance Partnership tujuan dan tingkat ketergantungan terhadap


System – EGPS merupakan kajian aksi yang sumberdaya alam yang berbeda-beda,
mengacu pada pendekatan antar disiplin, sehingga kemungkinan besar pengetahuan
sehingga kaitan setiap aspek dan dimensi akan masyarakat yang berkaitan dengan
dipertimbangkan dalam merumuskan EGPS. pengelolaan sumberdaya alam juga beragam
Kajian aspek sosio kultural akan berkonsentrasi dari satu tempat ke tempat lain.
pada isu utama : (1) Bagaimanakah bentuk-
Adanya keragaman pengetahuan lokal yang
bentuk aktifitas pengelolaan sumberdaya alam
berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya,
yang secara sosial budaya diterima oleh
penting untuk digali dan dipetakan dalam
masyarakat lokal (dimensi keberlanjutan) dan
rangka membantu merumuskan
(2) Bagaimanakah rancangan bentuk partnership
pembangunan lokal dalam memanfaatkan
inter dan antar komunitas lokal yang potensial
sumberdaya alam, finansial, manusia, sosial
untuk dikembangkan dalam rangka
dan fisik/infrastruktur yang
pengembangan komunitas yang berorientasi
berkesinambungan, melalui cara-cara
EGPS (dimensi partnership). Sub-sub aspek
membangun komunikasi yang efektif dengan
penting yang sangat terkait dengan isu utama
orang lokal dan membuat aksi bersama yang
tersebut diantaranya adalah: (1) Peta sistem
telah mempertimbangkan kendala
pengetahuan lokal dalam CPR, (2) Peta sosio
pengalaman yang dirasakan secara lokal.
budaya dan penataan sumberdaya agraria
Dalam kaitan ini pengetahuan lokal berfungsi
dalam CPR, (3) Pola adaptasi sosio-budaya-
sebagai: (1) sarana untuk berkomunikasi yang
ekologi komunitas di kawasan yang
efektif dengan masyarakat lokal, dan (2) dasar
bersentuhan dengan CPR, (4) Peta pola
untuk melakukan kajian atau aksi bersama
ekonomi ekstraktif dalam sistim ekonomi
masyarakat yang tepat karena telah
rumahtangga komunitas di kawasan CPR, dan
mempertimbangkan kendala dan potensi
(5) Pola-pola strategi bertahan hidup
pengalaman lokal.
komunitas lokal.
Tulisan ini secara terbatas hanya akan
mengetengahkan (1) pentingnya menggali dan 7.2. Kerangka Konseptual: Bentuk-bentuk
membuat pemetaan sistem pengetahuan lokal Pengetahuan Lokal dan Keputusan
dalam kajian EGPS, (2) kerangka konseptual dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam
yang dipakai untuk memahami bentuk-bentuk
Sebelum beranjak pada pembahasan kerangka
pengetahuan lokal yang mempengaruhi
konseptual yang akan digunakan dalam
keputusan dan tindakan petani/masyarakat
mengkaji pengetahuan lokal ini, perlu
lokal sekitar daerah aliran sungai (DAS) dalam
dipahami dulu istilah “pengetahuan”,
mengelola sumberdaya alam, dan (3) Dasar
“pengetahuan lokal” dan “pengetahuan
keterwakilan/tipologi “pengetahuan lokal”
ekologi lokal” yang akan digunakan sepanjang
dari beragam komunitas. (4) Temuan awal
pembahasan berikutnya (mengacu pada
sistem pengetahuan lokal komunitas DAS
Sinclair & Walker, 1998 dalam Laxman Joshi.
Citanduy
2004). Istilah “pengetahuan” mengacu pada
“suatu hasil belajar, alasan-alasan dan persepsi
atau suatu interpretasi logis seseorang atau
7.1. Pentingnya Membuat Pemetaan
sekelompok orang yang digunakan sebagai
Pengetahuan Lokal Masyarakat di
dasar untuk memprediksi kejadian di masa
Kawasan DAS Citanduy
yang akan datang”. Pengetahuan di sini juga
Kehidupan masyarakat, terutama masyarakat mengandung arti penjelasan-penjelasan (baik
pedesaan yang berada di kawasan DAS dapat diartikulasikan ataupun tidak) terhadap
seringkali sangat tergantung pada sumber daya data yang diperoleh baik secara personal
alam yang tersedia. Penggunaan sumberdaya (bersumber dari dalam/ internal) ataupun
alam yang berkelanjutan, seperti tanah, hutan, data yang bersumber dari luar/eksternal.
air, sangat tergantung pada pengetahuan, Sedangkan suatu “sistem pengetahuan”
manajemen dan kemampuan masyarakat adalah merupakan suatu wilayah/domain
memelihara sumberdaya alam tersebut. khusus dari pengetahuan suatu kelompok
Namun demikian disadari pula bahwa orang-orang tertentu/khusus.
masyarakat menghadapi kondisi agroekologi,

39
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

“Pengetahuan lokal” yang akan diacu dan dari; (1) pengetahuan yang bersifat pragmatis
digali informasinya dalam kajian ini bukanlah tentang dunia alamiah/obyektif yang
semata-mata “pengetahuan asli” karena akan berlangsung (misalnya: memprediksi hasil
sulit sekali membedakan mana yang intervensi pengelolaan sumberdaya alam), dan
merupakan “pengetahuan asli” yang sangat (2) pengetahuan supranatural menyangkut
khas secara budaya (“tradisional knowledge” nilai-nilai kultural/dunia subyektif, yang
menurut istilah Ford & Martinez, 2000; Berkes, seringkali nilai-nilai ini mempengaruhi atau
et al, 2000; atau “ indigenous knowledge” memodifikasi keinginan-keinginan orang-
menurut istilah Silitoe, 1998 dalam Laxman orang atas sesuatu.
Joshi, et al. 2004) dan mana yang bukan. Hal ini
Pengetahuan pragmatis tentang dunia obyektif
disebabkan pengetahuan orang lokal bersifat
dapat diamati dengan cara: (a) “explanatory
dinamis dalam arti berkembang terus menerus
knowledge” (misalnya penjelasan-penjelasan
yang kadangkala berkembang sebagai
yang berkaitan dengan proses ekologi), (b)
perkawinan alamiah beragam pengetahuan
“descriptive knowledge” (misalnya deskripsi
dari berbagai sumber, termasuk sumber dari
mengenai ragam komponen agroekosistem,
luar/eksternal. Misalnya petani di wilayah
apa bentuknya, bagaimana jumlah dan
DAS akan terus-menerus belajar dengan
distribusinya). Sedangkan pengetahuan
mengevaluasi hasil-hasil aksi sebelumnya dan
supranatural orang-orang lokal dapat diamati
dengan mengamati lingkungan. Petani juga
dengan memperhatikan bentuk-bentuk dasar
memperluas pengetahuannya dengan
aturan-aturan, norma-norma. Nilai-nilai yang
berinteraksi dengan orang lain ataupun media
dihasilkan oleh budaya, agama dan moral.
massa.
Nilai-nilai kultural ini penting pula diamati,
Secara konseptual Berkes (1995) karena pada kenyataannya seringkali nilai-
mengemukakan bahwa traditional ecological nilai kultural ini menjadi kendala atau sangat
knowledge sangat penting peranannya pada mempengaruhi keputusan orang-orang untuk
biodiversity conservation, dalam arti bahwa bertindak dalam pengelolaan sumberdaya
dengan sistem pengetahuan tersebut akan alam.
diperoleh “sustainable use for human benefit
Dengan meminjam kerangka konseptual
without compromising the interests of future
Sinclair, et al (2004), maka dalam studi EGPS
generations“. Kekuatan utama sistem
ini akan dicoba untuk memahami kaitan
pengetahuan lokal dikemukakan oleh Berkes
antara “pengetahuan ekologi lokal” dengan
(1995) dalam tiga hal, yaitu:
“praktek atau tindakan” masyarakat lokal
1. Self-interest, dalam arti pengetahuan lokal dalam mengelola sumberdaya alam.
menjadi kunci penting upaya konservasi, Seringkali pengetahuan saja tidak cukup
karena kekuatannya yang datang dari untuk mendorong seseorang atau sekelompok
“dalam“ dan bukan dari luar. orang untuk mengambil keputusan atau
melakukan aksi/tindakan nyata. Ada
2. Sistem pengetahuan yang akumulatif,
beberapa faktor yang turut mempengaruhi
dalam arti bahwa pengetahuan lokal
tereksternalisasi/terwujudnya suatu
merupakan akumulasi atas pola adaptasi
aksi/tindakan diantaranya yaitu : (1) kondisi
ekologi komunitas lokal yang telah
dan kendala budaya/norma, (2) kewajiban
berlangsung berabad-abad (summation of
religius, (3) keadaan ekonomi, dan (4)
millennia of ecological adaptation of human
intervensi kebijakan. Oleh karena itu untuk
groups)
memahami bagaimana tindakan masyarakat
3. Pengetahuan tradisional sangat potensial lokal dalam mengelola sumberdaya alamnya,
untuk membantu mendesain upaya perlu mempertimbangkan keseluruhan faktor-
konservasi sumberdaya alam yang efektif, faktor tersebut. Secara skematis kerangka
karena dukungan lokal dan tingkat konseptual yang menjelaskan bagaimana
adaptasi serta pertimbangan practicability- proses pengambilan keputusan dan
nya yang tinggi. terbentuknya tindakan nyata pengelolaan
sumberdaya alam oleh masyarakat lokal dan
Untuk membatasi kajian tentang “pengetahuan
kaitannya dengan pengetahuan lokal
lokal” dalam studi EGPS ini, maka akan
digambarkan sebagai berikut:
digunakan konsep pengetahuan yang sangat
erat hubungannya dengan aspek “ pengelolaan
sumberdaya alam” yaitu “pengetahuan ekologi
lokal”. Pengetahuan ekologi lokal ini terdiri

40
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

natural
supranatural

proses aturan, norma, dan


nilai
deskripsi

persepsi
Pengetahuan Manajemen
Sumberdaya Alam
Kendala/penguatan pembelajaran

Prediksi berbagai akibat


Aksi
Sumber eksternal
keputusan
eksternal
dukungan sumberdaya

Gambar 16. Diagram Konseptual berbagai Bentuk Pengetahuan yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan dan
Tindakan Petani Berkenaan dengan Pengelolaan Sumberdaya Alam

7.3. Dasar Keterwakilan/Tipologi rentan terhadap banjir, mendapat kualitas


“Pengetahuan Lokal” dari Beragam air minum yang rendah, kualitas udara
Komunitas yang buruk, polusi tanah dan kurang
memiliki keamanan sumber pangan, dan
“Pengetahuan ekologi lokal” akan mengacu
efek-efek negatif pembangunan lainnya.
pada pengetahuan tentang ekologi yang
dimiliki oleh orang-orang yang tinggal atau (2) Komunitas miskin di wilayah dengan
hidup pada lokalitas tertentu. Konsep lokalitas potensi dan intensitas pertanian yang
di sini menyangkut dua dimensi sekaligus tinggi. Biasanya buruh tak berlahan di
yaitu dimensi sosial (diantaranya ditunjukkan wilayah dengan pertanian intensif ini
dengan ikatan perasaan in- group) maupun memiliki sumber pendapatan musiman
dimensi geografis. dari pekerjaan pertanian dan relatif
memiliki “keamanan pangan”, tetapi
Di dalam studi EGPS ini, “pengetahuan ekologi
kehidupan sehari-hari masih mengalami
lokal’ akan dieksplorasi dari beragam
keterbatasan dalam hal rendahnya kualitas
komunitas untuk tujuan memperoleh
air (karena polusi air tanah), nutrisi yang
kesimpulan umum atau peta tipologi
buruk (karena berkurangnya sumber
“pengetahuan ekologi lokal” dan
sayur, buah dan gizi lainnya). Spesialisasi
mengidentifikasi bagaimana dasar-dasar
pertanian tergantung dari elevasinya
keterwakilan dari pengetahuan itu. Secara
misalnya di wilayah kurang dari 1000 dpl
praktis metodologis, upaya tersebut akan
berspesialisasi padi, di dataran tinggi
dilakukan dengan menggunakan pendekatan
berspesialisasi hortikultur dan usaha
pilihan kasus komunitas terpilih. Pilihan
pertanian lainnya.
komunitas yang akan dikaji didasarkan atas
alasan bahwa bentuk-bentuk pengetahuan dan (3) Komunitas miskin dengan pertanian yang
tindakan pengelolaan sumberdaya alam akan kurang intensif karena wilayah yang
memiliki keragaman berdasarkan tingkat kurang subur (lahan kering, dataran
kesejahteraan penduduk dan landscape DAS. tinggi). Biasanya berkaitan dengan nilai
Setidaknya ada beberapa komunitas yang akan lahan yang rendah, kepemilikan lahan
dipilih sebagai kasus kajian yang menunjukkan relatif masih besar namun produksinya
ciri tingkat kesejahteraan dan landscape sebagai rendah/tidak mencukupi kecukupan
berikut: pangan, sementara peluang pendapatan
luar pertanian terbatas, penggunaan
(1) Komunitas miskin perkotaan; dicirikan
pupuk dan pestisida yang rendah, tetapi
dengan ketergantungan yang relatif tinggi
degradasi lahan dan erosi relatif tinggi.
pada sektor informal, biasanya mereka
cenderung tinggal di daerah kumuh,

41
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

(4) Komunitas lahan basah dan daerah-daerah hutan-hutan yang dikelola oleh rakyat.
terpencil, merupakan salah satu bentuk Kegiatan diversifikasi empon-empon di
wilayah yang pengelolaan sumber alamnya kebun-kebun kelapa dikenalkan oleh dinas
kurang intensif pula. Mereka memiliki pertanian.
akses terhadap pelayanan kesehatan dan
2. Sejalan dengan usia tanaman keras
pendidikan yang terbatas, sementara
memasuki usia panen, semakin banyak
mereka sangat mudah terpengaruh oleh
bermunculan pasar penyerap hasil kayu
perubahan-perubahan lingkungan seperti
(industri genting, industri kayu
ketidakstabilan arus sungai, naiknya
olahan/penggergajian, dan lain-lain).
pasang laut karena perubahan iklim global,
berubahnya hutan magrove dan lain-lain. 3. Meningkatnya permintaan kayu,
berdampak pada perubahan pola nafkah
(5) Komunitas di wilayah pegunungan dan
komunitas, yang semula bergantung pada
hutan inti. Mereka biasanya memiliki
palawija (contoh di desa-desa Sub DAS
akses dan mendapatkan kualitas pelayanan
Cimuntur) mulai beralih pada penanaman
pendidikan dan kesehatan yang rendah,
tanaman kayu untuk produksi.
namun mereka mungkin masih memiliki
Meningkatnya nilai ekonomis kayu ini
keragaman pangan yang cukup. Wilayah
berdampak positif sekaligus negatif. Di
hutan yang mereka tempati menjadi area
beberapa kawasan terjadi penebangan
yang mewakili kepentingan khusus
besar-besaran tanpa melakukan
perlindungan keragaman hayati global.
peremajaan, perubahan tata guna lahan
Wilayah ini memiliki curah hujan yang
kosong mulai dibuat teras-teras untuk
tinggi dan kualitas air yang baik.
diupayakan sebagai kebun-kebun palawija
dan kayu. Di daerah-daerah yang pernah
terkena proyek Citanduy II, masih tampak
7.4. Temuan Awal Sistem Pengetahuan
bertahan kebiasaan melakukan bertanam
Lokal Komunitas DAS Citanduy
dengan tata budidaya yang pernah
Berdasar penjajagan awal dan studi literatur disosialisasikan, namun pada beberapa
yang sangat terbatas terhadap daerah-daerah daerah sekitar yang terkena dampak,
aliran Sungai Citanduy, terdapat beberapa mulai tampak pula penanaman kayu
temuan awal: namun hanya disertai peremajaan secara
tradisional (mengandalkan peremajaan
1. Terdapat beberapa intervensi pemerintah
alamiah karena benih jatuh dari pohon,
berupa dukungan sumberdaya kepada
selanjutnya tanpa pemeliharaan intensif).
masyarakat dalam pengelolaan
sumberdaya alam. Sebagai contoh sebelum 4. Di beberapa daerah Sub DAS Cimuntur
tahun 1985 diintroduksikan program terdapat hutan-hutan yang dikeramatkan
penghijauan DAS Citanduy dengan oleh masyarakat. Hutan seperti ini
pemberian bantuan bibit sengon dan berdasarkan keyakinan masyarakat
mahoni untuk lahan kering, melalui setempat tidak boleh diganggu maupun
Proyek Citanduy I, juga diperkenalkan dimanfaatkan. Hutan sejenis ini hampir
agroforestry (model farm) yang menginte- ada di setiap dusun meskipun dalam
grasikan pembuatan teras, penanaman luasan yang terbatas.
tanaman keras, palawija dan pembudi-
Kesimpulan sementara bahwa perilaku atau
dayaan ternak ruminansia kecil serta
tindakan mengelolaan hutan maupun
pemberian bantuan kredit bagi petani, dan
pertanian di sekitar DAS pada umumnya lebih
dilanjutkan pada Proyek Citanduy II pada
didorong oleh alasan ekonomi dibanding
tahun 1985 sampai 1990 dengan bimbingan
kesadaran atau pengetahuan akan
dan penyuluhan dari penyuluh kehutanan
pemeliharaan atau perbaikan lingkungan
lapang, memperkenalkan kebun pembibit-
(menjaga kualitas air, kestabilan arus air,
an sengon, tanaman keras lain dan buah-
pencegahan erosi, pencegahan polusi dan
buahan serta mendorong munculnya -
sebagainya).

42
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

8. GENDER DALAM COMMON POOL RESOURCES

Dalam kaitannya dengan pengelolaan dan perumahan. Dari semua manfaat sumberdaya
pemanfaatan DAS Citanduy dimana berbagai alam tersebut, wanita merupakan kelompok
program pembangunan telah diintroduksi, yang turut memanfaatkan dan juga
peran gender diharapkan dapat menempati melakukan pengelolaan sumberdaya tersebut.
sebagai salah satu kunci kesuksesan dari Aksesibilitas dan kontrol wanita relatif
berbagai program pembangunan tersebut, terhadap laki-laki di wilayah DAS Citanduy
terutama jika pembangunan tersebut diarahkan merupakan hal yang sangat menarik untuk
untuk memenuhi kebutuhan ataupun prioritas dikaji mengingat semua fungsi dari DAS
pada wanita dan pria. Hasil-hasil studi terhadap kehidupan komunitas tidak terlepas
menunjukkan banyaknya wanita yang ternyata dari peran wanita.
tidak terlalu diuntungkan dalam proses
Partisipasi merupakan sentral elemen dalam
pembangunan jika dibandingkan dengan laki-
pendekatan kajian gender ini. Untuk itu
laki padahal peran wanita dalam menjalani
diperlukan suatu validasi mengenai
kehidupan sehari-hari baik sebagai mahluk
pengetahuan masyarakat dan memacu
sosial maupun ekonomi tidak diragukan lagi
kemampuan masyarakat untuk berperan serta
peran dan fungsinya. Untuk itu suatu kajian
dalam melakukan perencanaan dan proses
dengan menerapkan pendekatan yang
pembangunan. Partisipasi meliputi
menggunakan Women in Development (WID)
pemberdayaan dari organisasi di tingkat
dan Gender and Development (GAD) merupakan
masyarakat/wilayah, warga baik wanita
pendekatan yang dapat digunakan terutama
mapun pria, muda maupun tua, kaya ataupun
dengan disadarinya bahwa sering kali
miskin dan untuk mendukung prioritas
kelompok wanita ditempatkan sebagai
pembangunan di tingkat daerah di wilayah
kelompok yang termajinalisasi dalam hal
DAS. Dengan disadarinya bahwa pengelolaan
ekonomi, sosial, politik maupun pengetahuan.
DAS tidak dapat dibatasi secara administratif,
Pendekatan pembangunan yang menggunakan maka peran partisipasi dari seluruh
Women In Development (WID) dan Gender and masyarakat di wilayah DAS tersebut
Development (GAD) dilandasi oleh suatu merupakan kunci dari berhasilnya suatu
kebutuhan untuk mengetahui bagaimana proses pembangunan.
kebijakan pembangunan dan program-
programnya akan mempengaruhi aktivitas
ekonomi dan hubungan sosial diantara 8.1. Konsep SEAGA dalam Pembangunan
kelompok-kelompok yang ada di masyarakat.
FAO, UNDP dan Bank Dunia (1993),
Dalam analisis gender, berbagai aspek yang
mengemukakan mengenai pengembangan
merupakan fokus yang ditinjau secara detail
konsep Social Economic and Gender Analysis
diantaranya adalah peran gender (gender roles),
(SEAGA) setelah terjadi penyebaran perspektif
hubungan dan tanggung jawab sistem sosial
gender sekitar tahun 1990-an. Pendekatan
ekonomi pada semua tingkatan, mulai dari
pembangunan dengan menggunakan Women
tingkat makro sampai dengan tingkat rumah
in Development (WID) banyak digunakan untuk
tangga. Tiga prinsip yang akan mendasari
melakukan analisis untuk mengetahui sejauh
kajian terhadap gender adalah efesiensi,
mana kontribusi dan pembatasan wanita
kesetaraan (equity) dan
dalam pembangunan ekonomi relatif terhadap
kontinyuitas/keberlanjutan (sustainability) serta
pria. Pendekatan ini ditekankan pada
pendekatan partisipasi yang merupakan
hubungan antara peran dan tanggung jawab
elemen sentral dalam kajian. United Nations
wanita dan pria dengan parameter
pada laporannya tahun 1995 menyatakan
diantaranya adalah partisipasi, akses dan
bahwa wanita sangat membantu pertumbuhan
kontrol terhadap sumberdaya alam, teknologi,
dan efisiensi, mengurangi kemiskinan,
informasi, pasar dan sebagainya serta analisis
membantu generasi yang akan datang dan
terhadap proses pengambilan keputusan yang
mempunyai kontribusi yang luar biasa
dilakukan oleh wanita dan pria yang
terhadap pembangunan.
diperlukan untuk memperbaiki kebijakan
DAS Citanduy merupakan wilayah pembangunan dan pelaksanaannya. Dalam
sumberdaya alam yang dipergunakan untuk kaitannya dengan pemanfaatan dan
memenuhi kebutuhan dasar masyarakat seperti pengelolaan DAS Citanduy, semua parameter
makanan, minuman, air, kesehatan maupun di atas dapat digunakan sebagai indikator-

43
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

indikator yang diukur dalam rangka terabaikan perannya dalam agen


menganalisis mengenai peran gender dalam pembangunan. Untuk mengetahui sejauh
pengelolaan DAS. mana wanita yang secara relatif terhadap pria
memiliki peran dan fungsi dalam pemanfaatan
Tujuan pengembangan konsep SEAGA dalam
dan pengelolaan DAS maka konsep-konsep
kajian pengelolaan DAS Citanduy adalah :
SEAGA akan digunakan sebagai pendekatan
1. Mendukung identifikasi secara partisipatif, untuk meninjau peran relatif tersebut.
mengumpulkan dan menggunakan
Dalam tataran mikro, analisis akan
informasi sosial ekonomi masyarakat
difokuskan pada wanita dan pria sebagai
berdasarkan atas dis-agregasi gender yang
individu ataupun sebagai kelompok, pada
dapat digunakan untuk infromasi dan
strata sosial ekonomi yang berbeda diantara
petunjuk bagi penentu kebijakan, program
rumahtangga tersebut ataupun masyarakat.
dan proyek serta mendukung
Pada dasarnya untuk analisis tingkat mikro
pembangunan yang difokuskan pada
ini, proses partisipasi masyarakat dalam
manusia (people centered oriented)
mengidentifikasi keperluannya dalam
2. Membantu mempercepat proses perubahan pengelolaan dan pemanfaatan DAS Citanduy
paradigma pembangunan yang tadinya ditingkatkan dan diterjemahkan secara jelas
bersifat instruksional menjadi bersifat oleh setiap masyarakat ataupun kelompok
partisipatif. masyarakat tanpa harus memperhitungkan
wilayah administratif tinggal mereka. Dengan
3. Membantu mempercepat terbentuknya
mencoba melibatkan masyarakat lokal dalam
sistem jaringan pembangunan agar
proses ini diharapkan sustainability terhadap
terbangun komunikasi antar pelaku
pembangunan melalui pengelolaan DAS
pembangunan dengan lebih intensif.
Citanduy dapat terwujud. Di dalam analisi
Fokus Program SEAGA adalah : mikro ini akan ditinjau hal-hal yang
berhubungan dengan pembagian kerja dalam
1. Level mikro : yaitu meliputi penduduk
melakukan kegiatan ekonomi rumahtangga
baik wanita ataupun pria baik sebagai
(kegiatan usahatani dan non usahatani), tipe
individu maupun sebagai kelompok, pada
dan status pekerja, akses dan kontrol terhadap
level sosial ekonomi yang berbeda di
sumberdaya terutama yang berhubungan
dalam dan diantara rumahtangga dan di
dengan informasi, pelatihan, kredit, pelayanan
dalam masyarakat secara keseluruhan.
dan lain-lain.
2. Level intermediate : di fokuskan pada
Dalam analisis mikro, karena penekanan akan
struktur, institusi dan pelayanan yang
diarahkan pada unit terkecil dalam
berfungsi untuk mengoperasionalisasikan
masyarakat serta kelompok masyarakat, maka
kegiatan antara level makro dengan level
aspek–aspek seperti wanita dalam kegiatan
mikro termasuk sistem komunikasi dan
pertanian (termasuk didalamnya variabel-
transportasi, penyuluhan, pelayanan
variabel pembagian kerja, curahan waktu
kesehatan dan juga pelayanan pendidikan.
dalam kegiatan produktif, akses dan kontrol
3. Level makro : difokuskan pada persetujuan terhadap beragam sumberdaya,struktur dan
dan kebijakan internasional/nasiona, dan alokasi pendapatan). Selain menganalisis
rencana nasional terhadap pemangunan keterlibatan wanita dalam pertanian, juga akan
sosial ekonomi ( Astuti,2000). ditinjau tentang gender dalam kegiatan non-
pertanian yang kemungkinan juga akan
ditemui di lokasi (pembagian kerja, curahan
8.2. Rencana Implementasi SEAGA dan waktu, akses dan kontrol, pendapatan,
Kaitannya dengan CPR DAS Citanduy partisipasi wanita dalam kegiatan
sosial/organisasi). Dari semua aspek dan
Seperti telah disebut pada tulisan terdahulu,
variabel tersebut, analisis terhadap
bahwa wanita dalam proses pembangunan
permasalahan dan kendala merupakan hal
seringkali termarginalisasikan walaupun peran
penting yang harus dilakukan.
dan fungsi wanita dalam proses pembangunan
cukup penting. Namun karena “formalisasi” Pada level intermediate, analisis akan
terhadap peran dan fungsi wanita dalam difokuskan pada struktur, institusi dan
perencanaan dan proses pembangunan pelayanan yang berfungsi dalam mengopera-
seringkali pada koridor yang tidak tercatat sionalisasikan antara tingkat makro dan
secara formal maka seringkali wanita menjadi tingkat mikro (rumahtangga masyarakat).

44
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

Struktur tersebut meliputi berbagai macam Seperti telah diketahui bersama, bahwa
institusi atau organisasi baik publik ataupun berbagai program pemerintah telah
perorangan, formal maupun informal, diintroduksi di wilayah DAS Citanduy, dan
organisasi keagamaan ataupun bukan secara garis besar akan dibahas mengenai
keagamaan. Diharapkan organisasi-organisasi bagaimakah program yang telah dilakukan,
tersebut mempunyai peran yang cukup besar bagaimana kondisi kelembagaan dari berbagai
dalam kontrol dan akses, misalnya terhadap pelaksana/fasilitator berbagai program, akses
produksi pertanian ataupun sektor lain. Secara dan kontrol gender pada berbagai program
khusus, jika memang dapat ditemukan di tersebut, nilai dan persepsi gender terhadap
lokasi adalah lembaga atau organisasi yang berbagai program tersebut serta berbagai
berbasiskan gender, maka masalah-masalah permasalahan dan kendala dalam realisasi
yang berhubungan dengan kontrol dan program. Sebagai langkah kemudian yang
aksesbility terhadap kekuasaan dan sumberdaya ingin dirancang dari semua identifikasi yang
juga akan ditinjau. Dari keseluruhan institusi dilakukan bersama ini, adalah bagaimana
yang mungkin dapat ditemui diharapkan semua partisipasi wanita dalam berbagai
dapat dikaji secara detail mengenai efisiensi, kelembagaan formal ataupun non formal
“equity”, “ accountability”, redistribusi dapat ditingkatkan sehingga peran gender
kekuasaan dan sumberdaya serta hal-hal yang dalam pengelolaan sumberdaya alam (DAS
berhubungan dengan adaptasi pada Citanduy) dapat secara langsung atau tidak
perubahan.Pada tataran intermediate ini juga langsung menjadi lebih berperan serta dapat
akan dikaji hal-hal yang berhubungan dengan lebih mengitegrasikan gender dalam berbagai
sistim nilai, persepsi, struktur organisasi yang program pembangunan.
ada, peluang kerja dan lain-lain. Secara detail
Dari semua tataran analisis SEAGA tersebut,
melalui analisis intermediate ini akan
cara melakukan analisis yang paling tepat dan
dilakukan suatu kajian tentang fungsi dan
mungkin diimplementasikan di wilayah
peran gender dalam kelembagaan sosial
institusi adalah dengan pendekatan PRA
ekonomi, gender dalam hubungan sosial
maupun RRA . Diharapkan dengan gender
produksi dan lain-lain.
analisis ini akan diketahui bagaimana
Untuk tataran makro, hal-hal yang secara hubungan sosial antara wanita dan pria, antara
khusus akan dilihat adalah bagaimana wanita dengan kelompok/masyarakat, antara
memasukkan gender dan sosial ekonomi ke wanita dengan organisasi/kelembagaan
dalam proses pengambilan keputusan formal dan non formal serta bagaimana
kebijakan. Juga akan dianalisis mengenai hubungan wanita dengan lingkungan dan
berbagai kebijakan yang berhubungan dengan sumberdaya alamnya. Dengan diketahuinya
pengelolaan DAS Citanduy serta berbagai berbagai kondisi tersebut diharapkan wanita
kebijakan dengan perspektif gender serta bukan saja ditempatkan atau di posisi sebagai
bagaimana kemungkinan implementasi “wanita” saja, tapi lebih ditekan pada
kebijakan tersebut dalam meningkatkan peran bagaimana wanita mempunyai kontribusi baik
wanita dalam pengelolaan CPR. secara individu, sosial, ekonomi , politik,
budaya maupun wanita sebagai bagian dari
lingkungannya.

45
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 1999. ‘Rencana Teknik Lapangan ___________.1991. ‘Kabupaten Tasikmalaya


Rehabilitasi Lahan dan Konservasi dalam Angka 1990’. Badan Pusat
Tanah Sub DAS Cimuntur’. Ciamis: Statistika Kabupaten.
Sub BRLKT DAS Citanduy- Tasikamalaya, Tasikmalaya.
Cisanggarung, Bandung.
___________. 1986. ‘Ciamis dalam Angka
___________. 2000. ‘Rencana Teknik Lapangan 1985’. Badan Pusat Statistika
Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Kabupaten. Ciamis, Ciamis.
Tanah Sub DAS Cijolang DAS
Citanduy’. BRLKT DAS Cimanuk- ___________.1986. ‘Cilacap dalam Angka
Citanduy, Bandung. 1985’. Badan Pusat Statistika
Kabupaten Cilacap, Cilacap.
___________. 2001. ‘Penyiapan Data Dasar
(untuk Penyusunan RTL-RTKT Sub ___________.1986. ‘Kabupaten Tasikmalaya
DAS Cikawung) Tahun 2001’. dalam Angka 1985’. Badan Pusat
BRLKT DAS Cimanuk-Citanduy, Statistika Kabupaten.
Bandung. Tasikamalaya, Tasikmalaya.

Badan Pusat Statistik. 2003. ‘Data dan Informasi Baumann, P. and Farrington, J. 2003.
Kemiskinan Tahun 2003, Buku 2 : Decentralizing Natural Resource
Kabupaten’. Jakarta. Management: Lessons from Lokal
Government Reform in India. Natural
___________. 2003. ‘Ciamis dalam Angka 2002’. Resource Perspective, No. 86. ODI.
Badan Pusat Statistika Kabupaten London.
Ciamis, Ciamis.
Berkes, F. et.al. 1995. ‘Traditional Ecological
___________. 2003. ‘Cilacap dalam Angka 2002’. Knowledge, Biodiversity,
Badan Pusat Statistika Kabupaten Resilience and Sustainability’ in
Cilacap, Cilacap. Perrings, C.A. et.al. (eds.). 1995.
Biodiversity Conservation. Kluwer
___________. 2003. ‘Kabupaten Tasikmalaya Academic. The Netherlands.
dalam Angka 2002’. Badan Pusat
Statistika Kabupaten Tasikamalaya, De Haen, H. 1997. ‘Environmental
Tasikmalaya. consequences of Agricultural
Growth in Developing Countries’
___________. 1998. ‘Ciamis dalam Angka 1997’. in Vosti, S.A. and Reardon, T (eds.).
Badan Pusat Statistika Kabupaten. 1997. Sustainability, Growth, and
Ciamis, Ciamis. Poverty Alleviation. A Policy and
Ecological Perspective. The John
___________.1998. ‘Cilacap dalam Angka 1997’. Hopkins University Press.
Badan Pusat Statistika Kabupaten Baltimore and London.
Cilacap, Cilacap.
Diesendorf, M. and Hamilton, C. 1997.
___________.1998. ‘Kabupaten Tasikmalaya Human Ecology, Human Economy:
dalam Angka 1997’. Badan Pusat Ideas for an Ecologically Sustainable
Statistika Kabupaten. Tasikamalaya, Future. Allen & Unwin. NSW.
Tasikmalaya. Australia.

___________. 1991. ‘Ciamis dalam Angka 1990’. Colletta, N J. and Michelle L. C. 2000.
Badan Pusat Statistika Kabupaten. Violent Conflict and the
Ciamis, Ciamis. Transformation of Social Capital,
Lesson from Cambodia, Rwanda,
___________.1991. ‘Cilacap dalam Angka 1990’. Guetamala, and Somalia.
Badan Pusat Statistika Kabupaten Washington D.C. : The World
Cilacap, Cilacap. Bank.

46
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

Craig, G and Marjorie, M. 1995. Community Typology and Critical Questions to be


Empowerment A Reader Answered. ICRAF SEA.
Participation and Development.
London: Zed Books. Neils, A. 1998 Observing Institutional
Adaptation to Global Environmental
Dwiprabowo, H dan Wulan, Y.C. 2003. A Change in Coastal Vietnam. Paper
Description of Citanduy Watershed, presented at the Seventh
West Java and Preliminary Analysis of Conference of the International
Carbon-Sequestration Potential bz Association for the Study of
Smallholders. Working Paper CC09 Common Property, Simon Fraser
(2003), ACIAR PROJECT ASEM University, Vancouver Canada, 10 –
1999/093 14 June 1998.

Ekbom, A. and Bojö, J. 1999. Poverty and Nooryasyini , S. J. 2002. Sistem Pengelolaan
Environment: Evidence of Links and dan Kontribusi Kebun Campuran
integration into the Country Assistance terhadap Pendapatan Rumahtangga
Strategy Process. Environment Group- (Studi Kasus di Desa Sukawening
African Region. The World Bank. Kecamatan Cipaku Sub DAS
Cimuntur dan Desa Sidamulih
Holmes, T and Scoones, I. 2000. ‘Participatory Kecamatan Pamarican Sub DAS
Environmental Policy Processes: Ciseel, DAS Citanduy Kabupaten
Experiences from North and South’. Ciamis, Jawa Barat). Skripsi
IDS Working Paper No. 113. IDS. Fakultas Kehutanan- IPB,. Bogor.
Sussex.
O’Connel, B. 2000. Civil Society: ‘Definitions
Irawan, B. 1986. Kajian Pemasaran Menunjang and Descriptions’. Nonprofit and
Pengembangan Usahatani Lahan Kering Voluntary sektor Quaterly, Vol. 29/3,
di DAS Citanduy. Tesis Pascasarjana pp. 471-478
IPB. Bogor.
Ostrom, E. 1992. ‘The Rudiments of a theory
Laxman Joshi, Luis Arevalo, Nelly Luque, Julio of the origins, Survival, and
Alegre and Fergus Sinclair, et al. Performance of Common-Property
2004 ’Lokal Ecological Knowledge in Institutions’, in Bromley, D. W. (ed)
Natural Resource Management’. 1992. Making The Commons Work:
Mabnuscript for “Bridging Scales and Theory, Practice, and Policy.
Epistemologies” conference, International for Contemporary
Alexandria, Egypt 17-20 May 2004. Studies, San Francisco.

Lipton, M. 1997. ‘Accelerated Resource Pieterse, N. J. 1998. ‘My Paradigm or Yours?


Degradation by Agriculture in Alternative Development, Post
Developing Countries? The Role of Development, Reflexive
Population Change and Responses to Development’. Development and
It’ in Vosti, S.A. and Reardon, T (eds.). Change, Vol. 29, pp. 343-373
1997. Sustainability, Growth, and
Poverty Alleviation. A Policy and Prakoso, A. 2003. Penyebaran Pendugaan
Ecological Perspective. The John Keanekaragaman Burung Air pada
Hopkins University Press. Baltimore Berbagai Tipe Habitat di Kawasan
and London. Segara Anakan, Cilacap. Skripsi
Fakultas Kehutanan- IPB, Bogor.
Manan, Syafei. 1976. Pengaruh Hutan dan
Pengelolaan DAS, Proyek Peningkatan Runge, C. F. 1992. ‘Common Property and
Perguruan Tinggi. Fakultas Colective Action in Economic
Kehutanan – IPB, Bogor. Development’, in Bromley, D. W.
(ed) 1992. Making The Commons
Meine van Noordwiijk, et al. 2003. Rewarding Work: Theory, Practice, and Policy.
Upland Poor for the Environmental International for Contemporary
Services they provide: Rational, Studies, San Francisco.

47
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

Ruttan, V. W. 1997. ‘Sustainable Growth in Svendsen, A. 1998. The Stakeholder


Agricultural Production: Poetry, Strategy: Profiting from
Policy, and Science’, in Vosti, S.A. Collaborative Business
and Reardon, T (eds.). 1997. Relationships. San Francisco:
Sustainability, Growth, and Poverty Berrett_Koehler Publisher, Inc.
Alleviation. A Policy and Ecological
Perspective. The John Hopkins Triasto, A. Pri Leo. 1986. Studi Impak Sosial
University Press, Baltimore and Ekonomi Model Farm di Wilayah
London. DAS Citanduy Kabupaten Cilacap.
Yayasan USESE, Bogor.
Reardon, T and Vosti, S.A. 1997. ‘Poverty-
Environment Links in Rural Areas of Uphoff, N. 1986. Lokal Institutional
Developing Countries’, in Vosti, S.A. Development: an Analytical
and Reardon, T (eds.). 1997. Sourcebook with Cases. Kumarian
Sustainability, Growth, and Poverty Press, Connecticut.
Alleviation. A Policy and Ecological
Perspective. The John Hopkins _________. 1993. ‘Grassroots Organizations
University Press, Baltimore and and NGOs in Rural Development:
London. Opportunities with Diminishing
States and Expanding Markets’.
Reason, Peter (Ed). 1994. Participatory in World Development, Vol
Human Inquiry. London: SAGE 21(4):pp607-622
Publication.
Von Braun, J. 1997. ‘The Links between
Sitompul, Rahim. 1987. Evaluasi Pelaksanaan Agricultural Growth,
Penyuluhan di Daerah Aliran Sungai Environmental Degradation, and
Citanduy (Studi Kasus di Empat Nutrition and Health: Implication
“Model Farm“: Sindangbarang, for Policy Research’ in Vosti, S.A.
Cikaso, Bingkeng, dan Cijati. Tesis and Reardon, T (eds.). 1997.
Fakultas Pascasarjana – IPB, Bogor. Sustainability, Growth, and Poverty
Alleviation. A Policy and Ecological
Soewarto, 1987. Kredit untuk Konservasi Tanah di Perspective. The John Hopkins
Daerah Aliran Sungai : Telaahan University Press, Baltimore and
Ekonomis di Tingkat Petani DAS London.
Citanduy. Jurusan Sosial Ekonomi
Pertanian-IPB, Bogor. Young, D. R. 2000. ‘Alternative Models of
Government-Nonprofit Sektor
Sneddon, C. 1998. ‘The River Basin as common Relations: Theoretical and
resource: Opportunities for Co- international Perspectives’.
management and Scaling-up in Nonprofit and Voluntary sektor
Northeast Thailand’. Pre Conference Quaterly, Vol. 29/1, pp. 149-172
Working Paper, of the International
Association for the Study of Young, O. 1994. ‘The Problem with Scale in
Common Property, Simon Fraser Human/Environment
University, Vancouver Canada, 10 – Relationship’. Journal of Theoretical
14 June 1998. Politics 6(4): 429 - 447

48
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

LAMPIRAN

PROFIL SOSIO-EKONOMI DAERAH ALIRAN SUNGAI CITANDUY

Sungai mempunyai makna dan manfaat yang berdasarkan pengamatan langsung di


sangat banyak dalam kehidupan manusia. lapangan mulai daru bagian hulu sampai hilir
Sungai bagi masyarakay bukan hanya sekedar warna air DAS sendiri sudah keruh (coklal
air yang mengalir dari hulu ke hilir namun juga muda sampai coklat tua). Di bagian-bagian
memiliki keterkaitan dengan perkembangan Sub DAS sendiri terdapat kondisi yang lebih
kehidupan manusia. Sejarah membuktikan memprihatinkan di mana bagian pinggiran
bahwa perkembangan peradaban manusia sungai terkikis dan mengalami longsor
berawal dari sungai. Kerajaan-kerajaan besar sehingga bagian pinggir sungai banyak
berada di daerah yang memiliki sungai yang terdapat batu-batu sungai yang mengumpul
dapat dignakan selain untuk pengairan juga (terutama di Sub DAS Cijolang). Lain halnya
untuk transportasi. Karena itulah, sungai yang terjadi di Sub DAS Ciseel, air sungai di
merupakan sesuatu yang sangat penting untuk Sub DAS ini meskipun pada musim hujan
dijaga dan dipelihara keberadaannya. airnya tetap sedikit dan hampir kering.
Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu Tabel 9. Luas Masing-masing Sub DAS di DAS
wilayah yang dibatasi oleh daerah tangkapan Citanduy
air dan dialiri oleh suatu badan sungai. DAS
No. Sub-DAS Luas (Ha) % Total
merupakan penghubung antara kawasan hulu
1. Citandui Hulu 74.800 21,3
dan hilir sehingga kerusakan atau pencemaran
2. Cimuntur 60.500 17,2
yang terjadi di hulu akan berdampak bagi
3. Cijolang 48.030 13,6
daerah hilir (Ahmadjayadi, 2001 dalam Sari,
2003). Oleh karena itu, pengelolaan DAS harus 4. Ciseel 96.500 27,4
melingkupi wilayah hulu sampai Hilir. Begitu 5. Cikawung 72.250 20,5
pula dengan DAS Citanduy yang Total DAS Citanduy 352.080 100
Sumber : BRLKT (Badan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah)
keberadaannya melingkupi beberapa wilayah Citanduy-Cisanggarung, 1999
administrasi.
DAS Citanduy secara administrasi masuk
kedalam beberapa wilayah kabupaten maupun Mungkin orang tidak akan mengira kondisi
kota, diantaranya yaitu Kabupaten DAS Citanduy sedemikian kritis karena jika
Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, dilahat secara sepentis lalu kondisi daerah
dan Kabupaten Cilacap. Bagainana kondisi sepanjang DAS baik Sungai Citanduy sebagai
DAS Citanduy secara umum akan dipaparkan jalur utama maupun di Sub-Sub DAS-nya
dalam beberapa sub bab dibawah ini. kelihatan hijau. Masih banyak hutan negara
maupun kebun campuran rakyat yang terlihat
menghijau. Namun jika ditelusur lebih jauh,
1. Area DAS Citanduy akan terlihat banyak lubang-lubang (botak)
pada bagian-bagian bukit yang menghijau.
DAS Citanduy membentang dari Jawa Barat ke Salah satu contohnya dan terlihat sangat parah
arah Jawa Tengah dengan luas area 352.080 Ha. dapat dilihat kondisi bukit yang berada di
Sungai Citanduy sendiri merupakan sungai Kota Banjar. Meskipun di dekat jalan utama
utama dalam DAS ini yang mengalir ke yang menghubungakan Kotya Banjar dengan
Samudra Indian dengan muara yang disebut Jawa Tengah terdapat bukit dengan tanaman
Segara Anakan (Jawa Tengah). DAS Citanduy mahoni yang rimbun dan menghijau
terdiri dari lima Sub DAS, yaitu Citanduy sepanjang jalan. Namun disisi lain dari bukit
Hulu, Cijolang, Cimuntur, Ciseel, dan tersebut lebih dari sebagian sisi bukit terlihat
Cikawung. Luas area masing-masing Sub DAS hamparan coklat muda tanpa ada sebatang
dapat dilihat pada Tabel 9. pohon pun.
DAS Citanduy menurut Dwiprabowo dan Wilayah DAS Citanduy yang mengalami
Wulan (2003) merupakan salah satu dari 22 kondisi kritis dapat dibagi menjadi beberapa
DAS yang tergolong kritis dalam masalah tingkatan dengan luas area yang berbeda.
pengairan dan erosi di Indonesia. Hal ini Tingkat erosi dan luas wilayah yang terkena
sangat dimungkinkan terjadi karena dapat dilihat pada tabel 10.

49
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

Tabel 10. Lahan yang Berpotensi Erosi di DAS Citanduy a. Sub DAS Citanduy Hulu
No. Tingkat potensi erosi Luas (Ha) % Luas
Sub DAS Citanduy Hulu seluruhnya
1. Sangat rendah 135.263 38,4
berada di wilayah administrasi Kabupaten
2. Rendah 92.130 26,2
Tasikmalaya dan merupakan hulu dari
3. Sedang 89.264 25,3
DAS Citanduy yang bersumber di Gunung
4. Tinggi 28.856 8,2 Cakra Buana. Secara geografis wilayah ini
5. Sangat Tinggi 6.566 1,9 terletak pada 7°02’30” - 7°25’30” LS dan
Sumber : BRLKT (Badan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah)
Citanduy-Cisanggarung, 1999 dalam Dwiprabowo dan 107°14’00”- 107°41’30” BT. Luas area dari
Wulan (2003) Kabupaten Tasikmalaya yang dijangkau
Sub DAS ini adalah 63.761 ha (22,4%).
Sub DAS Cikawung merupakan Sub DAS yang
berpotensi lahan kritis tinggi sekitar 21,6% . b. Sub DAS Cimuntur
Sementara Sub DAS Cimuntur memeliku luas
Sub DAS Cimuntur secara administrative
lahan tertinggi pada tingkat erosi sedang (59%).
seluruhnya berada di Kabupaten Ciamis
yang meliputi 14 kecamatan dengan 125
desa. Pembagian Sub DAS Cimuntur
2. Wilayah Administrasi DAS Citanduy
berdasarkan wilayah administrative
Das Citanduy mengaliri lebih dari tujuh kecamatan dapat dilihat pada tabel 12.
wilayah administrasi di antaranya adalah
Tabel 12. Luas Sub DAS Cimuntur berdasarkan Wilayah
Kabuapten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis,
Administratif Kecamatan
Kabupaten Majalengka, Kabupaten Kuningan
dan Kabupaten Garut di Jawa Barat, serta No. Kecamatan Luas Luas JD
Kabupatyen Cilacap di Jawa Tengah. Proporsi (Ha)** (Ha)*
terbesar wilayah yang dialiri DAS Citanduy 1. Ciamis 3.928,040 4.644,805 14
adalah Kabupaten Ciamis. Pada tahun 2003 2. Sadananya 5.407,950 2.023,460 8
Kabupaten Ciamis dibagi menjadi Kabupaten 3. Cikoneng 505,120 962,980 2
Ciamis dan Kota Banjar. Kota Banjar secara 4. Cijengjing 2.846,870 2.364,620 9
langsung dialiri oleh Sungai Citanduy 5. Panjalu 6.131,310 7.961,304 10
sepanjang empat kilometer. Sementara itu, 6. Kawali 6.872,370 7.705,670 18
luas tiga wilayah terbesar yang diliri DAS 7. Panawangan 2.328,430 4.503,780 7
Citanduy dapat dilihat pada tabel 11 (Kota 8. Cipaku 7.213,540 6.192,800 13
Banjar masih dimasukkan dalam Kabupaten
9. Jatinagara 3.367,480 2.115,190 6
Ciamis).
10. Rancah 6.578,850 7.505,720 9
Tabel 11. Luas Wilayah Kabupaten yang Dialiri DAS 11. Cisaga 3.837,220 7.323,120 9
Citanduy 12. Tambaksari 959,290 2.982,480 4
13. Rajadesa 5.180,930 4.670,670 10
Kabupaten Total luas Luas kabupaten yang
14. Sukadana 5.342,600 6.005,420 6
kabupaten (Ha) dialiri DAS Citanduy
Jumlah 60.500,000 62.297,249 125
Ciamis 255.911 186.115 ha (72,7%)
Sumber : Data dasar RTL-RLKT Sun DAS Cimuntur, 1998 dalam
Tasikmalaya 284.647 63.761 ha (22,4%) Sub BRLKT DAS Citanduy-Cisanggarung, 1999
Cilacap 213.850 65.036 ha (30,4%) Keterangan : JD = Jumlah Desa
Sumber : BRLKT (Badan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah) *) Luas menurut monografi desa, 1996
Citanduy-Cisanggarung, 1999 dalam Dwiprabowo dan **) Luas menurut peta RTL-RLKT Sub DAS
Wulan (2003) Cimuntur.

Perbedaan wilayah administrasi ini yang


menyebabkan pengelolaan DAS Citanduy Berdasarkan Tabel 12, luas seluruh
menjadi semakin kompleks. Aliran Sungai wilayah Sub DAS Cimuntur 60.500 ha
Citanduy meskipun mengalir dibeberapa dengan kecamatan paling luas adalah
wilayah administrasi, namun yang paling luas Kecamatan Cipaku, yaitu 7.213,54 ha.
area jangkaunnya berasal dari Sub-Sub DAS Sementara itu, kecamatan dengan luas
yang mengalir ke sungai utama (Sungai paling kecil adalah Kecamatan Cikoneng
Citanduy). Masing-masing Sub DAS tersebut dengan luas wilayah 505,120 ha.
memiliki wilayah jangkaun yang berbeda
bahkan antara satu dengan yang lain tidak
saling berkaitan kecuali dihubungkan oleh
Sungai Citanduy.

50
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

c. Sub DAS Cijolang d. Sub DAS Ciseel


Secara administrative Sub DAS Cijolang Secara administratif Sub DAS Ciseel
berada pada dua provinsi, yaitu Provinsi berada di Kabupaten Tasikmalaya dan
Jawa Barat dan Provinsi Jawa Tengah. Di Kabupaten Ciamis. Di kabupaten
Provinsi Jawa Barat meliputi Kabupaten Tasikmalaya terdiri dari Kecamatan
Ciamis yang terdiri dari tujuh kecamatan Manonjaya dan Kecamatan Cineam.
(38 desa), Kabupaten Kuningan yang Sementara itu di Kabupaten Ciamis terdiri
terdiri dari tiga kecamatan (21 desa) dan dari Kecamatan Cimaragas, Pamarican,
Kabupaten Majalengka yang meliputi satu Banjarsari, Padah
kecamatan (5 desa). Sementara itu,
e. Sub DAS Cikawung
Provinsi Jawa Tengah meliputi Kabupaten
Cilacap yang terdiri dari dua kecamatan Sub DAS Cikawung berdasarkan wilayah
(16) desa. Secara lebih rinci pembagian sun administratif pemerintahan secara
DAS Cijolang berdasarkan wilayah keseluruhan berada di Provinsi Jawa
administrative kecamatan dapat dilihat Tengah, yaitu di Kabupaten Cilacap dan
pada tabel 13. Banyumas. Secara lengkap wilayah
administratif yang termasuk dalam Sub
Berdasarkan tabel 13, Kecamatan paling
DAS ini dapat dilihat pada Tabel 14.
luas adalah kecamatan Dayeuhluhur di
Kabupaten Cilacap denga luas 13.530,37 ha Secara keseluruhan luas kawasan Sub DAS
(28,17%). Sementara itu, kecamatan Cikawung adalah 72.250,00 dengan
dengan luas terkecil adalah Kecamatan kecamatan paling luas adalah Kecamatan
Cigambul dengan luas 477,51 ha (0,9%). Wanareja di Kabupaten Cilacap dengan
luas 17.979,87 (24,9%). Luas kawasan
paling sempit adalah Kecamatan
Gandrungmangu dengan luas 1,17 Ha
(0,001%).

Tabel 13. Luas Sub DAS Cijolang berdasarkan Wilayah Administratif Kecamatan
No. Kabuapten/Kecamatan Luas (Ha)* Luas (ha)** Jumlah Desa
A. CIAMIS
1. Cisaga 6.178,284 4.065,12 5
2. Panawangan 6.543,671 5.537,76 13
3. Panjalu 4.465,908 3.473,98 6
4. Purwaharja 2.483,924 1.576,42 4
5. Rajadesa 2.332,020 2.086,46 4
6. Rancah 3.389,490 1.868,14 6
7. Tambaksari 3.059,738 3.120,82 4
Jumlah A: 28.453,035 21.728,70 38
B. KUNINGAN
1. Darma 1.441,650 839,46 2
2. Selajambe 6.469,437 3.549,35 7
3. Subang 11.943,979 6.969,01 12
Jumlah B: 19.855,066 11.357,82 21
C. MAJALENGKA
1. Cingambul 2.052,330 477,51 5
Jumlah C: 2.502,330 477,51 5
D. CILACAP
1. Dayeuhluhur 29.262,220 13.530,37 14
2. Wanareja 5.578,800 935,60 2
Jumlah D: 34.841,020 14.465,97 16
Jumlah Sub DAS Cijolang 85.651,451 48.030,00 80
Sumber : Profil Desa/Kelurahan dan Peta Sub DAS Cijolang dalam BRLKT DAS Cimanuk-Citanduy, 2000
Keterangan: *) Luas wilayah menurut monografi desa, 1998 **) Luas grafis menurut peta RTL-RLKT Sub DAS Cijolang

51
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

Tabel 14. Letak dan Luas Wilayah Sub DAS Cikawung


No. Kabupaten/Kecamatan Luas (Ha)* Luas (Ha)** Jumlah Desa
A. Cilacap
1. Dayeuhluhur 5.910,590 4.895,14 5
2. Wanareja 16.783,406 17.979,87 16
3. Majenang 13.877,356 17.955,04 17
4. Cimanggu 16.628,907 15.976,28 15
5. Karangpucung 9.583,539 9.511,75 12
6. Gandrungmangu 1.023,373 1,17 1
7. Sidareja 2.445,000 622,02 2
8. Cipari 3.237,000 4.835,37 4
B. Banyumas
1. Lumbir 357,43 1
Jumlah Adan B 69.489,171 72.250,00 73
Sumber : Profil desa/kelurahan tahun 2000 dan peta Sub DAS Cikawung dalam BRLKT DAS Cimanuk-Citanduy, 2001
Keterangan : *) luas menurut monografi desa tahun 2000
**) luas menurut peta RTL-RLKT Sub DAS Cikawung,

3. Kependudukan Ciamis yang pada tahun 2003 dimekarkan


dengan dibentuknya Kota Banjar (Febuari,
Keberadaan DAS Citanduy sangat terkait
2003). Kota Banjar langsung dialiri oleh
dengan kehidupan masyarakat yang tinggal
Sungai Citanduy.
di sepanjang aliran sungai ini. Tabel 15 dan
Gambar 17 menunjukkan perkembangan Keberadaan DAS Citanduy sangat
jumlah penduduk yang berada di tiga bermanfaat bagi masyarakat dan
Kabupaten yang merupakan kawasan paling mempengaruhi mata pencaharian
luas yang dilalui oleh DAS Citanduy. Data masyarakat. Salah satunya seperti yang
yang terdapat pada table tersebut dituturkan Walikota Banjar, bahwa selama
merupakan data yang diperoleh dari ini masyarakat selain memanfaatkan air DAS
Kabupaten dalam angka maupun provinsi juga memanfaatkan pasir yang ada di DAS
dalam angka dari tahun 1985 – 2002. Citanduy. Meskipun demikian, Walikota
Meskipun demikian, kondisi di lapangan Banjar sendiri berharap keberadaan DAS
terjadi perubahan terutama untuk Kabupaten Citanduy dapat lebih bermanfaat bagi
masyarakat.

52
Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata – Pemerintahan Sumberdaya Alam
(Decentralized Natural Resources Management and Governance System)
Daerah Aliran Sungai Citanduy

Tabel 15. Jumlah Penduduk di Tiga Kabupaten (Tasikmalaya, Ciamis, Cilacap)

Kabupaten Jumlah Penduduk

1985 1986 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1998 1999 2000 2001 2002

1. Tasikmalaya 1.589.000 1.609.000 1.814.912 1.815.113 1.816.057 1.817.506 1.820.351 1.869.619 1.894.507 1.925.449 2.049.688 2.068.644 1946300

2. Ciamis 1.359.000 1.440.000 1.478.476 1.442.184 1.460.020 1.460.509 1.463.611 1.536.347 1.563.592 1.594.546 1.599.064 1.607.321 1620300

3. Cilacap 1.369.849 1.415.466 1.455.877 1.499.401 1.509.364 1.516.747 1.537.158 1.550.283 1.642.725 1.652.019 1.671.779 1.689.214 1.696.765

2.500.000

2.049.688 2.068.644

2.000.000 1.820.351
1.869.619 1946300
1.814.912 1.815.113 1.816.057 1.817.506
1.894.507 1.925.449
Jumlah Penduduk

1.589.000
1.609.000
1509364 1537158 1550283 1642725 1652019
1.594.546
1671779
1.599.064
1689214
1.607.321
1696765
1620300
1. Tasikmalaya
1499401 1516747 1.563.592
1.478.476
1.500.000 1369849
1.440.000
1.536.347
1455877 1.442.184 1.460.020 1.460.509 1.463.611
1415466
1.359.000
2. Ciamis
1.000.000

3. Cilacap
500.000

0
1985 1986 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1998 1999 2000 2001 2002
Tahun

Gambar 17. Grafik Perkembangan Jumlah Penduduk di Tiga Lokasi Studi dari Tahun 1985 - 2002

53

Anda mungkin juga menyukai