STEMI
Disusun Oleh :
Kelompok 1
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat-Nyalah
sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan Asuhan Keperawatan Kritis STEMI, ini tepat
pada waktu yang telah ditentukan. Asuhan Keperawatan ini diajukan guna memenuhi tugas yang
diberikan oleh dosen akademi.
Pada kesempatan ini juga kami berterima kasih atas bimbingan dan masukan dari semua
pihak yang telah memberi kami bantuan wawasan untuk dapat menyelesaikan Asuhan
Keperawatan ini baik itu secara langsung maupun tidak langsung.
Kami menyadari isi Asuhan Keperawatan ini masih jauh dari kategori sempurna, baik dari
segi kalimat, isi maupun dalam penyusunan. oleh karen itu, kritik dan saran yang membangun
dari dosen mata kuliah yang bersangkutan dan rekan-rekan semuanya, sangat kami harapkan
demi kesempurnaan Asuhan Keperawatan ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
B. Etiologi
C. Patofisiologi
D. Manifestasi klinis
E. Pemeriksaan diagnostic
F. Penatalaksanaan
G. Prognosis
B. Diagnosa
C. Intervensi
D. Implementasi
E. Evaluasi
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infark miokard akut (IMA) atau yang lebih dikenal dengan serangan jantung adalah
suatu keadaan dimana suplai darah pada suatu bagian jantung terhenti sehingga sel otot
jantung mengalami kematian ( Robbins SL, Cotran RS, Kumar V, 2007 dalam Pratiwi,
2012 ). Masyarakat sering menganggap nyeri dada yang menjalar hanyalah rasa capek biasa,
kemungkinan besar itu tanda dari penyakit jantung. Nyeri pada infark miokard akut tidak
bisa hilang sendirinya, meskipun gejala berkurang saat istirahat. Pada masyarakat masih
salah persepsi ketika mereka istirahat, gejala mereka hilang berarti mereka sembuh. Salah
satu penyebab adalah anggapan bahwa penyakit yang ia derita hanya gejala masuk angin
atau angin duduk biasa. Cara yang paling sering ditempuh untuk mengatasi gejala masuk
angin adalah dengan menggosokkan balsam atau minyak rempah pada tubuh penderita.
Setelah itu sering kali dilanjutkan dengan mengerik, yaitu menggoreskan uang logam pada
punggung dan dada hingga meninggalkan bekas berwarna kemerahan dan berpola seperti
tulang sirip ikan. Bekas goresan yang berwarna lebih merah sampai kehitaman adalah
pertanda banyaknya angin yang masuk ke dalam tubuh. Adapun jika penderita bersendawa
saat digosok atau dikerik, maka angin dianggap sudah berhasil dikeluarkan dari tubuh
( Yahya, 2010 ).
Dari data WHO tahun 2012 menunjukkan bahwa Infark Miokard Akut atau IMA
merupakan penyebab kematian utama di dunia. Terhitung 12,2% kematian di dunia di
akibatkan oleh penyakit kardiovaskuler salah satunya adalah Infark Miokard Akut ( WHO,
2012 ). Di Indonesia, penyakit IMA merupakan penyebab kematian pertama, dengan angka
mortalitas 2.200.000 ( 14% ) ( WHO, 2008 ). Pada tahun 2009, IMA masuk dalam kategori
10 besar penyakit tidak menular yang menjadi penyebab kematian di rumah sakit di seluruh
Indonesia yaitu sekitar 6,25% (Kemenkes, 2012). Di Jawa Timur, IMA merupakan salah
satu dari 20 penyakit terbanyak di rumah sakit di provinsi Jawa Timur yaitu sekitar 1,45%
(Dinkes Jawa Timur, 2010). Data yang didapatkan dari RSUD Bangil Pasuruan pada tahun
2017 terdapat 6 penyakit Infark Miokard Akut ( IMA ) ( Rekam Medik RSUD Bangil,
2017 ).
Penyebab utama dari terjadinya infark miokard adalah ketidakseimbangan antara
pasokan dan kebutuhan oksigen di jaringan otot jantung. Kebutuhan oksigen di jaringan otot
jantung yang tinggi, tetapi pasokan (supply) oksigen ke daerah tersebut kurang. Jika tidak
mendapatkan oksigen dalam waktu yang cukup lama, lama kelamaan jaringan otot jantung
dapat rusak dan bersifat menetap. Sehingga darah yang membawa oksigen tidak mencapai
otot jantung. Infark miokard yang sering terjadi karena disebabkan sumbatan pembuluh
darah jantung atau ischemia. Tanda dan gejala dari IMA terjadi nyeri dada yang terjadi
secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda, nyeri sering disertai dengan sesak nafas,
pucat, dingin, diaphoresis berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
Keluhan yang khas ialah nyeri dada seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk, panas atau
tertindih barang berat, dan menjalar ke lengan (umumnya kiri), bahu leher, rahang bahkan
kepunggung dan epigastris ( Kasron, 2012 ). Disritmia adalah komplikasi tersering pada
infark, akibat perubahan keseimbangan elektrolit dan penurunan PH. Dapat terjadi syok
kardiojenik apabila curah jantung sangat berkurang dalam waktu lama. Setelah infark
miokard sembuh, terbentuk jaringan parut yang menggantikan sel-sel miokardium yang
mati. Apabila jaringan parut cukup luas, kontraktilitas jantung dapat berkurang secara
permanen ( Corwin, 2009 ).
Mengingat begitu berbahaya nya Infark Miokard Akut bagi kesehatan maka perlu
diberikan asuhan keperawatan pada pasien Infark Miokard Akut (IMA). Asuhan
keperawatan yang diberikan oleh perawat yakni asuhan keperawatan yang efektif dan
mampu ikut serta dalam upaya penurunan angka insiden Infark Miokard Akut melalui upaya
promotif yang dilakukan dengan cara menganjurkan pada pasien sebisa mungkin
menghindari faktor- faktor yang dapat memperberat penyakit dan menurunkan angka
kematian. Preventif dilakukan dengan cara mengajarkan pasien cara untuk
menanggulanginya. Kuratif yaitu memberikan terapi yang tepat sesuai dengan perintah
dokter. Rehabilitatif yaitu memantau agar tidak terjadi komplikasi yang lebih berat pada
organ tubuh lainnya.
B. Rumusan masalah
1. Apa definisi dari STEMI.
2. Apa etiologi dari STEMI.
3. Apa manifestasi klinis dari STEMI.
4. Apa penatalaksanaan dari STEMI.
5. Bagaimana pathofisiologi dari STEMI.
6. BagaimanaWeb of Cause dari STEMI.
7. Bagaimana Askep pada STEMI.
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari STEMI.
2. Untuk mengetahui etiologi dari STEMI.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari STEMI.
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari STEMI
5. Untuk mengetahui pathofisiologi dari STEMI
6. Untuk mengetahui Web of Cause dari STEMI.
7. Untuk mengetahui Askep dari STEMI.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di
Negara maju. Laju mortalitas awal 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum
pasien mencapai Rumah sakit. Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2
dekade terakhir, sekita 1 diantara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal,
meninggal dalam tahun pertama setelah IMA (Sudoyo, 2006).
IMA dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction = STEMI) merupakan
bagian dari spectrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak
stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST. STEMI umumnya terjadi jika
aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya (Sudoyo, 2006).
B. Etiologi
Intinya IMA terjadi jika suplai oksigen yang tidak sesuai dengan kebutuhan tidak
tertangani dengan baik sehingga menyebabkan kematian sel – sel jantung tersebut. Beberapa
hal yang menimbulkan gangguan oksigenasi tersebut ( Kasron, 2016 ) diantaranya :
a. Berkurangnya suplai oksigen ke miokard
Menurunnya suplai oksigen disebabkan oleh tiga faktor, antara lain :
1. Faktor pembuluh darah
Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah mencapai sel
– sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan pembuluh darah
diantaranya : atherosclerosis, spasme, dan arteritis. Spasme pembuluh darah bisa juga
terjadi pada orang yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya, dan
biasanya dihubungkan dengan beberapa hal antara lain : mengkonsumsi obatibatan
tertentu, stress emosional atau nyeri, terpapar suhu dingin yang ekstrim, merokok.
2. Faktor sirkulasi
Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung keseluruh
tubuh sampai kembali lagi ke jantung. Sehingga hal ini tidak akan lepas dari faktor
pemompaan dan volume darah yang dipompakan. Kondisi yang menyebabkan gangguan
pada sirkulasi diantaranya kondisi hipotensi. Stenosis maupun isufisiensi yang terjadi
pada katupkatup jantung ( aorta, mitrlalis, maupun trikuspidalis ) menyebabkan
menurunnya cardiac output ( COP ).Penurunan COP yang diikuti oleh penurunan
sirkulasi menyebabkan beberapa bagian tubuh tidak tersuplai darah dengan adekuat,
termasuk dalam hal ini otot jantung.
3. Faktor darah
Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh. Jika daya
angkut darah berkurang, maka sebagus apapun jalan (pembuluh darah) dan pemompaan
jantung maka hal tersebut tidak cukup membantu. Hal-hal yang menyebabkan
terganggunya daya angkut darah antara lain : anemia, hipoksemia, dan polisitemia.
b. Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh
Pada orang normal meningkatnya kebutuhan oksigen mampu dikompensasi
diantaranya dengan meningkatkan denyut jantung untuk meningkatkan COP. Akan tetapi
jika orang tersebut telah mengidap penyakit jantung, mekanisme kompensasi justru pada
akhirnya makin memperberat kondisinya karena kebutuhan oksigen semakin meningkat,
sedangkan suplai oksigen tidak bertambah.
Oleh karena itu segala aktivitas yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan
oksigen akan memicu terjadinya infark. Misalnya : aktivitas berlebih, emosi, makan
terlalu banyak, dan lain-lain. Hipertropi miokard bisa memicu terjadinya infark karena
semakin banyak sel yang harus disuplai oksigen, sedangkan asupan oksigen menurun
akibat dari pemompaan yang tidak efektif.
C. Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah
oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri
koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI
karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri
koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh
faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur,
rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga
terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.
Penelitian histology menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami rupture jika
mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI
gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi alasan
pada STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin,
serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan
tromboksan A2 (va sokonstriktor local yang poten). Selain itu aktivasi trombosit
memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIB/IIIA. Setelah mengalami konversi
fungsinya, reseptor, mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein
adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fdibrinogen, dimana
keduanya adalah molekul multivalent yang dapat mengikat dua platelet yang berbeda secara
simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue faktor pada sel endotel yang rusak.
Faktor VII dan X diaktivasi mengakibatkan konversi protombin menjadi thrombin, yang
kemudian menkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit)
kemudian akan mengalami oklusi oleh trombosit dan fibrin.
Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner
yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner dan
berbagai penyakit inflamasi sistemik.WOC
PATHWAY STEMI
Nekrosi
Gangguan
pertukaran kelemahan nyeri Kontraktilitas
gas turun
Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard adalah leikositosis polimorfonuklear yang
dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit
dapat mencapai 12.000-15.000/u1.
F. Penatalaksanaan
Tatalaksana IMA dengan elevasi ST saat ini mengacu pada data-data dari
evidence based berdasarkan penelitian randomized clinical trial yang terus berkembnag
ataupun konsesus dari para ahli sesuai pedoman (guideline).
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri
dada, penilaian dan implementasi strategi perfusi yang mungkin dilakukan, pemberian
antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana
komplikasi IMA. Terdapat beberapa pedoman (guidelie) dalam tatalaksana IMA dengan
elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2004 dan ESC tahun 2003. Walaupun demikian
perlu disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas di tempat masing-masing senter dan
kemampuan ahli yang ada (khususnya di bidang kardiologi Intervensi).
Tatalaksana Awal
1. Tatalaksana Pra Rumah Sakit
Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi
umum yaitu: komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure).
Sebagian besar kematian di luar Rumah Sakit pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi
ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan
lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana
prahospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain:
a. Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis.
Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan
resusitasi.Transportasi pasien ke Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta
staf medis dokter dan perawat yang terlatih.
b. Melakukan terapi perfusi.
Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien biasanya bukan
selama transportasi ke Rumah Sakit, namun karena lama waktu mulai onset nyeri dada
sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini bisa di tanggulangi dengan
cara edukasi kepada masyarakat oleh tenaga professional kesehatan mengenai pentingnya
tatalaksana dini.
Pemberian fibrinolitik pra hospital hanya bisa dikerjakan jika ada paramedic di
ambulans yang sudah terlatih untuk menginterpretasi EKG dan tatalaksana STEMI dan
kendali komando medis online yang bertanggung jawab pada pemberian terapi. Di
Indonesia saat ini pemberian trombolitik pra hospital ini belum bisa dilakukan.
Panel A: Pasien dibawa oleh EMS setelah memanggil 9-1-1: Reperfusi pada pasien
STEMI dapat dilakukan dengan terapi farmakologis (fibrinolisis) atau pendekatan kateter
(PCI primer). Implementasi strategi ini bervariasi tergantung cara transportasi pasien dan
kemampuan penerimaan rumah sakit. Sasaran adalah waktu iskemia total 120 menit.
Waktu transport ke rumah sakit bervariasi dari kasus ke kasus lainnya, tetapi sasaran
waktu iskemik total adalah 120 menit. Terdapat 3 kemungkinan:
JIka EMS mempunyai kemampuan memberikan fibrinolitik dan pasien
memennuhi syarat tetapi, fibrinolisis pra rumah sakit dapat dimulai dalam 30 menit sejak
EMS tiba. Jika EMS tidak mampu memberikan fibrinolisis sebelum ke rumah sakit dan
pasien dibawa ke rumah sakit yang tak tersedia sarana PCI, hospital door-needle time
harus dalam 30 menit untuk pasien yang mempunyai indikasi fibrinolitik. Jika EMS tidak
mampu memberikan fibrinolisis sebelum ke rumah sakit dan pasien dibawa ke rumah
sakit dengan sarana PCI, hospital-door-to-balloon time harus dalam waktu 90 menit.
2. Tatalaksana di Ruang Emergensi
Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup:
mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan
kandidat terapi perfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah
sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.
Tatalaksana Umum
a. Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada
semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
b. Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat
diberikan sampai 3 dosis dengan Intervensi 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG
juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan
meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang
terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan
NGT intravena. NGT intravena juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau
edema paru.
c. Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90mmHg atau
pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP
meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada pasien yang
menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena
dapat memicu efek hipotensi nitrat.
Mengurangi/menghilangkan nyeri dada
Mengurangi atau menghilangkan nyeri dada sangat penting, karena nyeri dikaitkan
dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban
jantung.
d. Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesic pilihan dalam
tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat
diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu
diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui
penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung
dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai pada
kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat
menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat
tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan
pemberian atropine 0,5 mgIV.
e. Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada
spectrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang
dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorbsi aspirin bukkal dengan
dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis
75-162 mg.
f. Penyekat Beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV, selain
nitrat mungkin efektif. Regimen yang bias adiberikan adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5
menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60 menit, tekanan darah
sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronchi tidak lebih dari 10 cm dari
diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral
dengan dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6
jam dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.
g. Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memeperpendek lamaoklusi koroner, meminimlakan derajat
disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI
berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventricular yang maligna. Sasaran
terapi perfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle (atau medical contact-to-needle)
time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door-to-ballon)
time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.
G. Prognosis
Kelangsungan hidup kedua pasien STEMI dan NSTEMI selama enam bulan
setelah serangan jantung hampir tidak berbeda. Hasil jangka panjang yang ditingkatkan
dengan kepatuhan hati-hati terhadap terapi medis lanjutan, dan ini penting bahwa semua
pasien yang menderita serangan jantung secara teratur dan terus malakukan terapi jangka
panjang dengan obat-obatan seperti:
a. ASPIRIN®
b. clopidrogel
c. statin (cholesterol lowering) drugs
d. beta blockers (obat-obat yang memperlambat denyut jantung dan melindungi otot
jantung)
e. ACE inhibitors (obat yang meningkatkan fungsi miokard dan aliran darah)
Kerusakan pada otot jantung tidak selalu bermanifestasi sebagai rasa sakit dada
yang khas, biasanya berhubungan dengan serangan jantung. Bahkan jika penampilan
karakteristik EKG ST elevasi tidak dilihat, serangan jantung mengakibatkan kerusakan
otot jantung, sehingga cara terbaik untuk menangani serangan jantung adalah untuk
mencegah mereka.
Faktor Risiko (Bobot)
Skor Risiko/Mortalitas 30 hari(%)
1. Usia 65-74 tahun (2 poin)
0 (0,8)
2. Usia > 75 tahun (3 poin)
1 (1,6)
3. Diabetes mellitus/hipertensi atau angina (1 poin)
2 (2,2)
4. Tekanan darah sistolik < 100 mmHg (3 poin)
3 (4,4)
5. Frekuensi jantung > 100 mmHg (2 poin)
4 (7,3)
6. Klasifikasi Killip II-IV (2 poin)
5 (12,4)
7. Berat < 67 kg (1 poin)
6 (16,1)
8. Elevasi ST anterior atau LBBB (1 poin)
7 (23,4)
9. Waktu ke perfusi > 4 jam (1 poin)
8 (26,8)
10. Skor risiko = total poin ( 0-14 )
>8 (35,9)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. TINJAUAN KASUS
Pada bab ini akan disajikan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan yang mulai
dari tahap pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi dari tanggal
27 Desember 2018 di ruang Melati RSUD Bangil.
Data diambil tanggal : 27 Desember 2018 Jam : 21.00
Tgl MRS : 27 Desember 2018
Ruang rawat/kelas : Mawar
Diagnosa Medis : Stemi Anterior
No. Rekam medis : 0038xxxx
2. Identitas Klien
Klien adalah seorang laki - laki bernama Tn. H usia 50 tahun beragama islam,
klien tinggal di Gempol – Pasuruan, klien bekerja sebagai sopir dengan pendidikan
terakhir SD, klien menikah dengan Ny. T dan dikaruniai dua orang anak. Klien MRS
pada tanggal 27 Desember 2019 di Ruang Melati RSUD Bangil.
3. Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama pasien mengatakan nyeri dada sebelah kiri menjalar ke punggung.
Riwayat penyakit sekarang pasien mengatakan saat dirumah mengeluh
nyeri dada sebelah kiri kemudian hilang saat dipakai istirahat. Pada tanggal 27
Desember 2018 saat bekerja pasien merasakan nyeri kembali dibagian dada
sebelah kiri dan sesak, pukul 20.00 WIB pasien dibawa ke IGD RSUD Bangil dan
diberikan tindakan pemasangan masker NRBM 10 Lpm. Pukul 21.00 WIB pasien
dipindahkan ke ruang melati. Pada saat pengkajian pasien mengatakan nyeri dada
sebelah kiri menjalar ke punggung seperti diremas – remas dengan skala 6, dan
nyeri hilang timbul.
b. Riwayat Keperawatan Sebelumnya
Riwayat Kesehatan yang lalu pasien mengatakan tidak pernah memiliki
riwayat penyakit seperti HT dan DM, tidak pernah melakukan operasi, dan tidak
memiliki alergi makanan atau obat.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
1. Penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga
Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit keturunan
2. Lingkungan rumah dan komunitas
Lingkungan rumah tidak kotor, ventilasi rumah baik, pasien mengatakan
sering mengikuti acara dilingkungan rumah seperti pengajian.
3. Perilaku yang mempengaruhi kesehatan
Pasien mengatakan sering begadang saat masuk malam di tempat kerja, dan
jarang melakukan olahraga.
d. Status cairan dan nutrisi
Nafsu makan baik, saat di Rumah pasien makan 1 porsi sedang sebanyak 3x
sehari, dan saat di RS pasien makan 3x sehari 1 porsi habis. Pasien selalu
mengkonsumsi air putih dengan jumlah 1,5 Liter/hari. Pasien mengatakan tidak
ada pantangan dan tidak melakukan diet.
e. Genogram
Keterangan :
=Perempuan = Pasien
= Laki-laki X = Meninggal dunia
= Tinggal serumah
B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : lemah
Tanda vital :
a. Tensi : 130/80 mmHg
b. Suhu : 36ºC
c. Nadi : 100x /menit
d. Respirasi : 28x /menit
2. Respirasi (B1)
Bentuk dada normal chest, tidak ada skoliosis pada susunan ruas tulang belakang,
irama nafas tidak teratur dengan jenis dispnea, terdapat retraksi otot bantu
pernafasan, perkusi thorax sonor, getaran sama kanan kiri pada vokal premitus,
menggunakan alat bantu nafas NRBM 10 Lpm, dan terdapat suara nafas wheezing,
pasien mengatakan sesak dan letih setelah beraktivitas.
Masalah keperawatan : Ketidakefektifan pola nafas dan Intoleransi Aktivitas
3. Kardiovaskuler (B2)
Terdapat nyeri dada, irama jantung reguler, ictus cordis teraba kuat pada ICS V
Midclavicula, dunyi jantung S1 dan S2 Tunggal, CRT <3 detik, tidak terdapat
sianosis, tida terdapat clubbing finger, dan tidak ada pembesaran
JVP.
P = Nyeri timbul saat beraktivitas
Q = Nyeri seperti diremas – remas
R = Nyeri dada sebelah kiri menjalar ke punggung
S = Skala nyeri 6
T = Nyeri hilang timbul
Lain-lain : Hasil Lab CK-MB 366,3 mg/dL, Troponin I 11,400 ng/mL, dan
pada hasil EKG terdapat ST Elevasi pada V2 dan V3
Masalah keperawatan : Nyeri Akut dan Resiko Penurunan Curah Jantung
4. Persyarafan (B3)
Kesadaran composmentis dengan GCS 456, orientasi baik, tidak terdapat kaku
kejang dan kaku kuduk, tidak ada nyeri kepala, dan tidak ada kelainan nervus
cranialis. Istirahat dirumah ± 6 Jam, saat di RS ± 7 Jam, dan sering terbangun.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
5. Genetourinaria (B4)
Bentuk alat kelamin normal dan bersih, terpasang kateter dengan jumlah
1300/24 Jam dengan warna kuning dan bau khas.
6. Pencernaan (B5)
Keadaan mulut bersih, mukosa bibir kering, terdapat caries, dan saat di RS
tidak menggosok gigi tetapi melakukan oral hygiene menggunakan listerine. Pasien
tidak mengalami kesulitan menelan dan tidak ada pembesaran tonsil. Tidak ada nyeri
abdomen, tidak kembung dan peristaltik usus 10 x/menit. Pasien mengatakan saat
dirawat di RS belum BAB.
7. Muskuloskeletal Dan Integumen (B6)
Tidak terdapat fraktur, tidak ada dislokasi, akral pucat, turgor kulit baik, tidak ada
oedema, dan kekuatan otot 5
5
5 5
8. Pengindraan (B7)
Pada mata tidak menggunakan alat bantu penglihatan dan pasien bisa melihat
dengan jelas, konjungtiva anemis, sklera putih. Ketajaman penciuman normal, tidak
ada sekret dan mukosa hidung lembab. Pada telinga tidak ada keluhan. Perasa normal
( bisa merasakan manis, pahit, asam, asin )
9. Endokrin (B8)
Pada pasien tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan tidak ada pembesaran
kelenjar parotis. Tidak terdapat luka gangren.
10. Data Psikososial
Pasien mengatakan merasa bangga terhadap tubuhnya, karena pasien merasa
sempurna dengan apa yang diberikan Allah SWT. Pasien sebagai kepala keluarga
dan sebagai kakek merasa sangat puas terhadap status dan posisinya didalam
keluarga. Pasien sudah mampu menjadi ayah dari anakanaknya, tetapi saat sakit tidak
bisa mencari uang. Harapan pasien ingin cepat sembuh dan bisa cepat pulang untuk
berkumpul dengan anggota keluarganya, dan menganggap bahwa penyakit yang
dideritanya merupakan ujian dari Allah dan memasrahkan semua kepada tim medis
untuk melakukan yang terbaik bagi kesembuhan pasien. Selama di RS pasien sering
dijenguk oleh keluarga dan hubungan pasien dengan keluarga sangat baik.
11. Data Spiritual
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien adalah pemeluk agama islam yang taat
beribadah selama di rumah dan dirumah sakit, dan pasien yakin akan sembuh dari
penyakitnya.
12. Data Penunjang
Nama : Tn. H
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Leukosit ( WBC ) 12,60 3,70 – 10,1
Neutrofil 9,0
Limfosit 2,5
Monosit 1,0
Eosinofil 0,1
Basofil 0,1
MCV 84,39 fl
MCH 30,28 Pg
RDW L 10,00 fl
MPV 6,999 fl
KIMIA KLINIK
C. Terapi
a. Inf. NS 500 cc/24Jam : Untuk mengatasi atau mencegah kehilangan sodium yang
disebabkan dehidrasi, keringat berlebih.
b. Inj. Omeprazole 40 mg : Untuk mengurangi produksi asam lambung, mencegah dan
mengobati gangguan pencernaan atau nyeri ulu hati.
c. Inj. Lovenox 2x0,6 cc ( SC ) : Untuk mengurangi resiko serangan jantung.
d. PO. Atrovastatin 1x20 mg : Untuk menurunkan kolesterol Jahat (LDL) serta
meningkatkan jumlah kolesterol baik (HDL)
e. PO. ISDN 3x5 mg : Untuk mngatasi nyeri dada.
ANALISA DATA
A. Analisa Data
Tanggal : 27 – 12 - 2018
Nama pasien : Tn. H
Umur : 50 Th
NO RM : 0038xxxx
Tabel 3.2 Analisa Data pada pasien Infark Miokard Akut
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Nama pasien : Tn. H
Umur : 50Th
No.RM : 0038xxxx
Tanggal Diagnose Evaluasi Paraf
30-12-2019 Nyeri akut S :Pasien mengatakan nyeri dada sebelah kiri sudah
jarang timbul
O :dengan skala 3, nyeri seperti diremas-remas
A:
1. Keadaan umum lemah
2. Keadaan composmentis, GCS: 456
3. TTV
a. TD : 130/80 mmHg
b. N : 90x/menit
c. RR : 22x/menit
d. S :36 C
4. Wajah tampak rileks
5. Pasien sudah tidak memegangingi daerah
dada yang nyeri
P :masalah keperawatan teratasi intervensi
dihentikan, pasien pulang
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil penerapan asuhan keperawatan pada pasien Tn. H dengan Stemi Anterior selama 3
hari perawatan di RSUD Bangil dapat ditarik kesimpulan :
1. Selama 3 hari perawatan di RSUD Bangil pada Tn. H ditemukan diagnosa
keperawatan :
a. Nyeri akut b.d iskemia jaringan miokard
b. Ketidakefektifan pola nafas b.d keletihan otot pernafasan.
c. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplay oksigen miokard dan
kebutuhan, adanya iskemia/nekrosis jaringan miokard
d. Resiko penurunan curah jantung b.d perubahan laju, irama, dan konduksi
elektrikal
2. Intervensi dibuat sesuai dengan masalah keperawatan dengan memperlihatkan kondisi
pasien serta ketersediaan sarana dan prasarana di ruangan termasuk kemampuan
perawatan dalam melaksanakannya.
3. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi keperawatan dan dapat
dilaksanakan dengan baik berkat adanya kerjasama perawat, keluarga, mahasiswa dan
tim kesehaan lainnya. Keluarga pasien sangat kooperatif
4. Selama perawatan yang dilakukan selama 3 hari, Tn. H tidak mengalami sesak napas
kembali, nyeri sudah berkurang dan sudah jarang muncul serta sudah mampu
melakukan sebagian aktivitas harian secara mandiri.
B. Saran
1. Bagi mahasiswa
diharapkan mampu memberi informasi mengenai askep STEMI tidak hanya melalui
makalah tetapi penyuluhan sederhana seperti ceramah maupun penyebaran leaflet.
2. Bagi institusi
a. Sebagai sumber informasi dalam melengkapi literatur perpustakaan tentang
STEMI.
b. Sebagai sumber informasi dalam meningkatkan kualitas pengajaran dan proses
bimbingan yang berhubungan dengan STEMI.
DAFTAR PUSTAKA