Anda di halaman 1dari 45

ASUHAN KEPERAWATAN

STEMI

Disusun Oleh :
Kelompok 1

Ainun Dyah Pitaloka 17.321.0042

Lukman Adi Nawawi 17.321.0018

Lulus Indra Susila 17.321.0019

Meyko Setyo Panggalih 17.321.0057

Silvi anggraeni Novita sari 17.321.0037

Syerly Nurkumalasari 17.321.0074

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CEBDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2020
KATA PENGANTAR

         Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat-Nyalah
sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan Asuhan Keperawatan Kritis STEMI, ini tepat
pada waktu yang telah ditentukan. Asuhan Keperawatan ini diajukan guna memenuhi tugas yang
diberikan oleh dosen akademi.
         Pada kesempatan ini juga kami berterima kasih atas bimbingan dan masukan dari semua
pihak yang telah memberi kami bantuan wawasan untuk dapat menyelesaikan Asuhan
Keperawatan ini baik itu secara langsung maupun tidak langsung.
         Kami menyadari isi Asuhan Keperawatan ini masih jauh dari kategori sempurna, baik dari
segi kalimat, isi maupun dalam penyusunan. oleh karen itu, kritik dan saran yang membangun
dari dosen mata kuliah yang bersangkutan dan rekan-rekan semuanya, sangat kami harapkan
demi kesempurnaan Asuhan Keperawatan ini.

                     Jombang , 30 September 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Definisi

B. Etiologi

C. Patofisiologi

D. Manifestasi klinis

E. Pemeriksaan diagnostic

F. Penatalaksanaan

G. Prognosis

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian

B. Diagnosa

C. Intervensi

D. Implementasi
E. Evaluasi

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infark miokard akut (IMA) atau yang lebih dikenal dengan serangan jantung adalah
suatu keadaan dimana suplai darah pada suatu bagian jantung terhenti sehingga sel otot
jantung mengalami kematian ( Robbins SL, Cotran RS, Kumar V, 2007 dalam Pratiwi,
2012 ). Masyarakat sering menganggap nyeri dada yang menjalar hanyalah rasa capek biasa,
kemungkinan besar itu tanda dari penyakit jantung. Nyeri pada infark miokard akut tidak
bisa hilang sendirinya, meskipun gejala berkurang saat istirahat. Pada masyarakat masih
salah persepsi ketika mereka istirahat, gejala mereka hilang berarti mereka sembuh. Salah
satu penyebab adalah anggapan bahwa penyakit yang ia derita hanya gejala masuk angin
atau angin duduk biasa. Cara yang paling sering ditempuh untuk mengatasi gejala masuk
angin adalah dengan menggosokkan balsam atau minyak rempah pada tubuh penderita.
Setelah itu sering kali dilanjutkan dengan mengerik, yaitu menggoreskan uang logam pada
punggung dan dada hingga meninggalkan bekas berwarna kemerahan dan berpola seperti
tulang sirip ikan. Bekas goresan yang berwarna lebih merah sampai kehitaman adalah
pertanda banyaknya angin yang masuk ke dalam tubuh. Adapun jika penderita bersendawa
saat digosok atau dikerik, maka angin dianggap sudah berhasil dikeluarkan dari tubuh
( Yahya, 2010 ).
Dari data WHO tahun 2012 menunjukkan bahwa Infark Miokard Akut atau IMA
merupakan penyebab kematian utama di dunia. Terhitung 12,2% kematian di dunia di
akibatkan oleh penyakit kardiovaskuler salah satunya adalah Infark Miokard Akut ( WHO,
2012 ). Di Indonesia, penyakit IMA merupakan penyebab kematian pertama, dengan angka
mortalitas 2.200.000 ( 14% ) ( WHO, 2008 ). Pada tahun 2009, IMA masuk dalam kategori
10 besar penyakit tidak menular yang menjadi penyebab kematian di rumah sakit di seluruh
Indonesia yaitu sekitar 6,25% (Kemenkes, 2012). Di Jawa Timur, IMA merupakan salah
satu dari 20 penyakit terbanyak di rumah sakit di provinsi Jawa Timur yaitu sekitar 1,45%
(Dinkes Jawa Timur, 2010). Data yang didapatkan dari RSUD Bangil Pasuruan pada tahun
2017 terdapat 6 penyakit Infark Miokard Akut ( IMA ) ( Rekam Medik RSUD Bangil,
2017 ).
Penyebab utama dari terjadinya infark miokard adalah ketidakseimbangan antara
pasokan dan kebutuhan oksigen di jaringan otot jantung. Kebutuhan oksigen di jaringan otot
jantung yang tinggi, tetapi pasokan (supply) oksigen ke daerah tersebut kurang. Jika tidak
mendapatkan oksigen dalam waktu yang cukup lama, lama kelamaan jaringan otot jantung
dapat rusak dan bersifat menetap. Sehingga darah yang membawa oksigen tidak mencapai
otot jantung. Infark miokard yang sering terjadi karena disebabkan sumbatan pembuluh
darah jantung atau ischemia. Tanda dan gejala dari IMA terjadi nyeri dada yang terjadi
secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda, nyeri sering disertai dengan sesak nafas,
pucat, dingin, diaphoresis berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
Keluhan yang khas ialah nyeri dada seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk, panas atau
tertindih barang berat, dan menjalar ke lengan (umumnya kiri), bahu leher, rahang bahkan
kepunggung dan epigastris ( Kasron, 2012 ). Disritmia adalah komplikasi tersering pada
infark, akibat perubahan keseimbangan elektrolit dan penurunan PH. Dapat terjadi syok
kardiojenik apabila curah jantung sangat berkurang dalam waktu lama. Setelah infark
miokard sembuh, terbentuk jaringan parut yang menggantikan sel-sel miokardium yang
mati. Apabila jaringan parut cukup luas, kontraktilitas jantung dapat berkurang secara
permanen ( Corwin, 2009 ).
Mengingat begitu berbahaya nya Infark Miokard Akut bagi kesehatan maka perlu
diberikan asuhan keperawatan pada pasien Infark Miokard Akut (IMA). Asuhan
keperawatan yang diberikan oleh perawat yakni asuhan keperawatan yang efektif dan
mampu ikut serta dalam upaya penurunan angka insiden Infark Miokard Akut melalui upaya
promotif yang dilakukan dengan cara menganjurkan pada pasien sebisa mungkin
menghindari faktor- faktor yang dapat memperberat penyakit dan menurunkan angka
kematian. Preventif dilakukan dengan cara mengajarkan pasien cara untuk
menanggulanginya. Kuratif yaitu memberikan terapi yang tepat sesuai dengan perintah
dokter. Rehabilitatif yaitu memantau agar tidak terjadi komplikasi yang lebih berat pada
organ tubuh lainnya.
B. Rumusan masalah
1. Apa definisi dari STEMI.
2. Apa etiologi dari STEMI.
3. Apa manifestasi klinis dari STEMI.
4. Apa penatalaksanaan dari STEMI.
5. Bagaimana pathofisiologi dari STEMI.
6. BagaimanaWeb of Cause dari STEMI.
7. Bagaimana Askep pada STEMI.
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari STEMI.
2. Untuk mengetahui etiologi dari STEMI.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari STEMI.
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari STEMI
5. Untuk mengetahui pathofisiologi dari STEMI
6. Untuk mengetahui Web of Cause dari STEMI.
7. Untuk mengetahui Askep dari STEMI.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di
Negara maju. Laju mortalitas awal 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum
pasien mencapai Rumah sakit. Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2
dekade terakhir, sekita 1 diantara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal,
meninggal dalam tahun pertama setelah IMA (Sudoyo, 2006).
IMA dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction = STEMI) merupakan
bagian dari spectrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak
stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST. STEMI umumnya terjadi jika
aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya (Sudoyo, 2006).
B. Etiologi
Intinya IMA terjadi jika suplai oksigen yang tidak sesuai dengan kebutuhan tidak
tertangani dengan baik sehingga menyebabkan kematian sel – sel jantung tersebut. Beberapa
hal yang menimbulkan gangguan oksigenasi tersebut ( Kasron, 2016 ) diantaranya :
a. Berkurangnya suplai oksigen ke miokard
Menurunnya suplai oksigen disebabkan oleh tiga faktor, antara lain :
1. Faktor pembuluh darah
Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah mencapai sel
– sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan pembuluh darah
diantaranya : atherosclerosis, spasme, dan arteritis. Spasme pembuluh darah bisa juga
terjadi pada orang yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya, dan
biasanya dihubungkan dengan beberapa hal antara lain : mengkonsumsi obatibatan
tertentu, stress emosional atau nyeri, terpapar suhu dingin yang ekstrim, merokok.
2. Faktor sirkulasi
Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung keseluruh
tubuh sampai kembali lagi ke jantung. Sehingga hal ini tidak akan lepas dari faktor
pemompaan dan volume darah yang dipompakan. Kondisi yang menyebabkan gangguan
pada sirkulasi diantaranya kondisi hipotensi. Stenosis maupun isufisiensi yang terjadi
pada katupkatup jantung ( aorta, mitrlalis, maupun trikuspidalis ) menyebabkan
menurunnya cardiac output ( COP ).Penurunan COP yang diikuti oleh penurunan
sirkulasi menyebabkan beberapa bagian tubuh tidak tersuplai darah dengan adekuat,
termasuk dalam hal ini otot jantung.
3. Faktor darah
Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh. Jika daya
angkut darah berkurang, maka sebagus apapun jalan (pembuluh darah) dan pemompaan
jantung maka hal tersebut tidak cukup membantu. Hal-hal yang menyebabkan
terganggunya daya angkut darah antara lain : anemia, hipoksemia, dan polisitemia.
b. Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh
Pada orang normal meningkatnya kebutuhan oksigen mampu dikompensasi
diantaranya dengan meningkatkan denyut jantung untuk meningkatkan COP. Akan tetapi
jika orang tersebut telah mengidap penyakit jantung, mekanisme kompensasi justru pada
akhirnya makin memperberat kondisinya karena kebutuhan oksigen semakin meningkat,
sedangkan suplai oksigen tidak bertambah.
Oleh karena itu segala aktivitas yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan
oksigen akan memicu terjadinya infark. Misalnya : aktivitas berlebih, emosi, makan
terlalu banyak, dan lain-lain. Hipertropi miokard bisa memicu terjadinya infark karena
semakin banyak sel yang harus disuplai oksigen, sedangkan asupan oksigen menurun
akibat dari pemompaan yang tidak efektif.
C. Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah
oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri
koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI
karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri
koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh
faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur,
rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga
terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.
Penelitian histology menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami rupture jika
mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI
gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi alasan
pada STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik.
Selanjutnya  pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin,
serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan
tromboksan A2 (va sokonstriktor local yang poten). Selain itu aktivasi trombosit
memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIB/IIIA. Setelah mengalami konversi
fungsinya, reseptor, mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein
adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fdibrinogen, dimana
keduanya adalah molekul multivalent yang dapat mengikat dua platelet yang berbeda secara
simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue faktor pada sel endotel yang rusak.
Faktor VII dan X diaktivasi mengakibatkan konversi protombin menjadi thrombin, yang
kemudian menkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit)
kemudian akan mengalami oklusi oleh trombosit dan fibrin.
Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner
yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner dan
berbagai penyakit inflamasi sistemik.WOC
PATHWAY STEMI

Aterosklerosis, thrombosis, kontraksi arteri koronaria

Penurunan aliran darah ke jantung

Kekurangan oksigen dan nutrisi

iskemik pada jaringan miokard

Nekrosi

suplay dan kebutuhan oksigen ke jantung tidak seimbang

suplay miokard menurun

metabolism seluler hipoksia

Resiko penurunan Integritas membrane


timbunan asam laktak meningkat curah jantung sel berubah

Gangguan
pertukaran kelemahan nyeri Kontraktilitas
gas turun

intoleransi Kecemasan Kegagalan Pompa


aktifitas COP Turun Jantung

Gangguan Perfusi Gagal Jantung


Jaringan

Resiko kelebihan volume


cairan ekstravaskuler
D. Manifestasi Klinis
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesa secara
cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri
dada yang berasal dari jantung dibedakan apakah nyerinnya berasal dari koroner atau bukan.
Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor
risiko antara lain hipertensi, diabetes militus, dislipidemia, merokok, stress serta riwayat
sakit jantung koroner pada keluarga.
Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat dan tepat
apakah pasien menderita IMA atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau yang salah dalam
jangka panjang dapat menyebabkan konsekuensi yang berat.
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA. Gejala ini
merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien IMA. Sifat nyeri dada angina sebagai
berikut:
Lokasi: substernal, retrosternal, dan prekordial.
Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk,
rasa diperas, dan diplintir.
Penjalaran ke: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,
punggung/interskapula, perut, dan juga ke lengan kanan.Nyeri membaik atau hilang dengan
istirahat, atau obat nitrat.
Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas dan lemas.
Diagnosis banding nyeri dada STEMI antara lain perikarditis akut, emboli paru, diseksi aorta
akut, kostokondritis dan gangguan gastrointestinal, Nyeri dada tidak selalu ditemukan pada
STEMI. STEMI tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada diabetes militus dan usia lanjut.
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstremitas
pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak
keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior
mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardi dan atau hipotensi). Tanda
fisis lain pada disfungsi fentrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi
jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur
midsistolik atau late sistlik apical yang bersifat sementara karena disfungsi apparatus katup
mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38°C dapat dijumpai dalam
minggu pertama pasca STEMI.
Diagnosis IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada
yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST ≥2mm, minimal pada 2 sandapan
prekordial yang berdampingan atau  ≥1mm pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan
enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis, namun
keputusan memberikan terapi revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim,
mengingat dalam tatalaksana IMA, prinsip utama Penatalaksanaan adalah time is muscle.
Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri
dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10
menit sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan EKG di IGD merupakan senter dalam
menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST
dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi perfusi. JIka
pemeriksan EKG awal tidak diagnostic untuk STEMI tetapi pasien tetap simtomatik dan
terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan
EKG 12 sandapan secara continue harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan
elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil
untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evlolusi
menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya infark miokard gelombang Q. Sebagian
kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi thrombus tidak
total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak
ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina pectoris tak stabil
atau non STEMI. Pada bagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan
gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya istilah infark miokard transmural digunakan
jika EKG menunjukkan gelombang Q atau hilangnya gelombang R dan infark miokard
miokard non transmural jika EKG hanya menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan
gelombang T, namun ternyata tidak selalu ada korelasi gambaran patologis EKG dengan
lokasi infark (mural/transmural) sehingga terminology IMA gelombang Q dan non Q
menggantikan IMA mural/nontransmural.
E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana pasien
STEMI namun tidak boleh menghambat implementasi terapi repefusi.
1. Petanda (Biomarker) Kerusakan Jantung
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinin Kinase (CK)MB dan cardiac
specific troponin (cTn)T atau cTn1 dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan
sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal,
karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan
elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak
tergantung pada pemeriksaan biomarker. Pengingkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai
batas atas normal menunjukkan ada nekrosis jantung (infark miokard).
CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak
dalam 10-24 jam dan kembali normal dala 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan
kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB. cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dab cTn I.
Enzim mini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam
10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-
10 hari.
2. Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu:
Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-
8 jam.
Creatinin Kinase (CK): Meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.
Lactic dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24 jam bila ada infark miokard,
mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.
Garis horizontal menunjukkan upper reference limit (URL) biomarker jantung pada
laboratorium kimia klinis. URL adalah nilai mempresentasikan 99th percentile kelompok
control tanpa STEMI.

Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard adalah leikositosis polimorfonuklear yang
dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit
dapat mencapai 12.000-15.000/u1.
F. Penatalaksanaan
Tatalaksana IMA dengan elevasi ST saat ini mengacu pada data-data dari
evidence based berdasarkan penelitian randomized clinical trial yang terus berkembnag
ataupun konsesus dari para ahli sesuai pedoman (guideline).
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri
dada, penilaian dan implementasi strategi perfusi yang mungkin dilakukan, pemberian
antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana
komplikasi IMA. Terdapat beberapa pedoman (guidelie) dalam tatalaksana IMA dengan
elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2004 dan ESC tahun 2003. Walaupun demikian
perlu disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas di tempat masing-masing senter dan
kemampuan ahli yang ada (khususnya di bidang kardiologi Intervensi).
 Tatalaksana Awal
1. Tatalaksana Pra Rumah Sakit
Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi
umum yaitu: komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure).
Sebagian besar  kematian di luar Rumah Sakit pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi
ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan
lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana
prahospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain:
a. Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis.
Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan
resusitasi.Transportasi pasien ke Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta
staf medis dokter dan perawat yang terlatih.
b. Melakukan terapi perfusi.
Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien biasanya bukan
selama transportasi ke Rumah Sakit, namun karena lama waktu mulai onset nyeri dada
sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini bisa di tanggulangi dengan
cara edukasi kepada masyarakat oleh tenaga professional kesehatan mengenai pentingnya
tatalaksana dini.
Pemberian fibrinolitik pra hospital hanya bisa dikerjakan jika ada paramedic di
ambulans yang sudah terlatih untuk menginterpretasi EKG dan tatalaksana STEMI dan
kendali komando medis online yang bertanggung jawab pada pemberian terapi. Di
Indonesia saat ini pemberian trombolitik pra hospital ini belum bisa dilakukan.
Panel A: Pasien dibawa oleh EMS setelah memanggil 9-1-1: Reperfusi pada pasien
STEMI dapat dilakukan dengan terapi farmakologis (fibrinolisis) atau pendekatan kateter
(PCI primer). Implementasi strategi ini bervariasi tergantung cara transportasi pasien dan
kemampuan penerimaan rumah sakit. Sasaran adalah waktu iskemia total 120 menit.
Waktu transport ke rumah sakit bervariasi dari kasus ke kasus lainnya, tetapi sasaran
waktu iskemik total adalah 120 menit. Terdapat 3 kemungkinan:
JIka EMS mempunyai kemampuan memberikan fibrinolitik dan pasien
memennuhi syarat tetapi, fibrinolisis pra rumah sakit dapat dimulai dalam  30 menit sejak
EMS tiba. Jika EMS tidak mampu memberikan fibrinolisis sebelum ke rumah sakit dan
pasien dibawa ke rumah sakit yang tak tersedia sarana PCI, hospital door-needle time
harus dalam 30 menit untuk pasien yang mempunyai indikasi fibrinolitik. Jika EMS tidak
mampu memberikan fibrinolisis sebelum ke rumah sakit dan pasien dibawa ke rumah
sakit dengan sarana PCI, hospital-door-to-balloon time harus dalam waktu 90 menit.
2. Tatalaksana di Ruang Emergensi
Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup:
mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan
kandidat terapi perfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah
sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.
 Tatalaksana Umum
a. Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada
semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
b. Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat
diberikan sampai 3 dosis dengan Intervensi 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG
juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan
meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang
terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan
NGT intravena. NGT intravena juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau
edema paru.
c. Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90mmHg atau
pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP
meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada pasien yang
menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena
dapat memicu efek hipotensi nitrat.
 Mengurangi/menghilangkan nyeri dada
 Mengurangi atau menghilangkan nyeri dada sangat penting, karena nyeri dikaitkan
dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban
jantung.
d. Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesic pilihan dalam
tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat
diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu
diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui
penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung
dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai pada
kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat
menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat
tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan
pemberian atropine 0,5 mgIV.
e. Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada
spectrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang
dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorbsi aspirin bukkal dengan
dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis
75-162 mg.
f. Penyekat Beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV, selain
nitrat mungkin efektif. Regimen yang bias adiberikan adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5
menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60 menit, tekanan darah
sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronchi tidak lebih dari 10 cm dari
diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral
dengan dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6
jam dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.
g. Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memeperpendek  lamaoklusi koroner, meminimlakan derajat
disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi  kemungkinan pasien STEMI
berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventricular yang maligna. Sasaran
terapi perfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle (atau medical contact-to-needle)
time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door-to-ballon)
time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.
G. Prognosis
Kelangsungan hidup kedua pasien STEMI dan NSTEMI selama enam bulan
setelah serangan jantung hampir tidak berbeda. Hasil jangka panjang yang ditingkatkan
dengan kepatuhan hati-hati terhadap terapi medis lanjutan, dan ini penting bahwa semua
pasien yang menderita serangan jantung secara teratur dan terus malakukan terapi jangka
panjang dengan obat-obatan seperti:
a. ASPIRIN®
b. clopidrogel
c. statin (cholesterol lowering) drugs
d. beta blockers (obat-obat yang memperlambat denyut jantung dan melindungi otot
jantung)
e. ACE inhibitors (obat yang meningkatkan fungsi miokard dan aliran darah)
Kerusakan pada otot jantung tidak selalu bermanifestasi sebagai rasa sakit dada
yang khas, biasanya berhubungan dengan serangan jantung. Bahkan jika penampilan
karakteristik EKG ST elevasi tidak dilihat, serangan jantung mengakibatkan kerusakan
otot jantung, sehingga cara terbaik untuk menangani serangan jantung adalah untuk
mencegah mereka.
 Faktor Risiko (Bobot)
Skor Risiko/Mortalitas 30 hari(%)
1. Usia 65-74 tahun (2 poin)
0 (0,8)
2. Usia > 75 tahun (3 poin)
1 (1,6)
3. Diabetes mellitus/hipertensi atau angina (1 poin)
2 (2,2)
4. Tekanan darah sistolik < 100 mmHg (3 poin)
3 (4,4)
5. Frekuensi jantung > 100 mmHg (2 poin)
4 (7,3)
6. Klasifikasi Killip II-IV (2 poin)
5 (12,4)
7. Berat < 67 kg (1 poin)
6 (16,1)
8. Elevasi ST anterior atau LBBB (1 poin)
7 (23,4)
9. Waktu ke perfusi > 4 jam (1 poin)
8 (26,8)
10. Skor risiko = total poin ( 0-14 )
>8 (35,9)
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. TINJAUAN KASUS
Pada bab ini akan disajikan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan yang mulai
dari tahap pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi dari tanggal
27 Desember 2018 di ruang Melati RSUD Bangil.
Data diambil tanggal : 27 Desember 2018 Jam : 21.00
Tgl MRS : 27 Desember 2018
Ruang rawat/kelas : Mawar
Diagnosa Medis : Stemi Anterior
No. Rekam medis : 0038xxxx
2. Identitas Klien
Klien adalah seorang laki - laki bernama Tn. H usia 50 tahun beragama islam,
klien tinggal di Gempol – Pasuruan, klien bekerja sebagai sopir dengan pendidikan
terakhir SD, klien menikah dengan Ny. T dan dikaruniai dua orang anak. Klien MRS
pada tanggal 27 Desember 2019 di Ruang Melati RSUD Bangil.
3. Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama pasien mengatakan nyeri dada sebelah kiri menjalar ke punggung.
Riwayat penyakit sekarang pasien mengatakan saat dirumah mengeluh
nyeri dada sebelah kiri kemudian hilang saat dipakai istirahat. Pada tanggal 27
Desember 2018 saat bekerja pasien merasakan nyeri kembali dibagian dada
sebelah kiri dan sesak, pukul 20.00 WIB pasien dibawa ke IGD RSUD Bangil dan
diberikan tindakan pemasangan masker NRBM 10 Lpm. Pukul 21.00 WIB pasien
dipindahkan ke ruang melati. Pada saat pengkajian pasien mengatakan nyeri dada
sebelah kiri menjalar ke punggung seperti diremas – remas dengan skala 6, dan
nyeri hilang timbul.
b. Riwayat Keperawatan Sebelumnya
Riwayat Kesehatan yang lalu pasien mengatakan tidak pernah memiliki
riwayat penyakit seperti HT dan DM, tidak pernah melakukan operasi, dan tidak
memiliki alergi makanan atau obat.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
1. Penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga
Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit keturunan
2. Lingkungan rumah dan komunitas
Lingkungan rumah tidak kotor, ventilasi rumah baik, pasien mengatakan
sering mengikuti acara dilingkungan rumah seperti pengajian.
3. Perilaku yang mempengaruhi kesehatan
Pasien mengatakan sering begadang saat masuk malam di tempat kerja, dan
jarang melakukan olahraga.
d. Status cairan dan nutrisi
Nafsu makan baik, saat di Rumah pasien makan 1 porsi sedang sebanyak 3x
sehari, dan saat di RS pasien makan 3x sehari 1 porsi habis. Pasien selalu
mengkonsumsi air putih dengan jumlah 1,5 Liter/hari. Pasien mengatakan tidak
ada pantangan dan tidak melakukan diet.
e. Genogram

Keterangan :

=Perempuan = Pasien
= Laki-laki X = Meninggal dunia
= Tinggal serumah
B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : lemah
Tanda vital :
a. Tensi : 130/80 mmHg
b. Suhu : 36ºC
c. Nadi : 100x /menit
d. Respirasi : 28x /menit

2. Respirasi (B1)
Bentuk dada normal chest, tidak ada skoliosis pada susunan ruas tulang belakang,
irama nafas tidak teratur dengan jenis dispnea, terdapat retraksi otot bantu
pernafasan, perkusi thorax sonor, getaran sama kanan kiri pada vokal premitus,
menggunakan alat bantu nafas NRBM 10 Lpm, dan terdapat suara nafas wheezing,
pasien mengatakan sesak dan letih setelah beraktivitas.
Masalah keperawatan : Ketidakefektifan pola nafas dan Intoleransi Aktivitas
3. Kardiovaskuler (B2)
Terdapat nyeri dada, irama jantung reguler, ictus cordis teraba kuat pada ICS V
Midclavicula, dunyi jantung S1 dan S2 Tunggal, CRT <3 detik, tidak terdapat
sianosis, tida terdapat clubbing finger, dan tidak ada pembesaran
JVP.
P = Nyeri timbul saat beraktivitas
Q = Nyeri seperti diremas – remas
R = Nyeri dada sebelah kiri menjalar ke punggung
S = Skala nyeri 6
T = Nyeri hilang timbul
Lain-lain : Hasil Lab CK-MB 366,3 mg/dL, Troponin I 11,400 ng/mL, dan
pada hasil EKG terdapat ST Elevasi pada V2 dan V3
Masalah keperawatan : Nyeri Akut dan Resiko Penurunan Curah Jantung
4. Persyarafan (B3)
Kesadaran composmentis dengan GCS 456, orientasi baik, tidak terdapat kaku
kejang dan kaku kuduk, tidak ada nyeri kepala, dan tidak ada kelainan nervus
cranialis. Istirahat dirumah ± 6 Jam, saat di RS ± 7 Jam, dan sering terbangun.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
5. Genetourinaria (B4)
Bentuk alat kelamin normal dan bersih, terpasang kateter dengan jumlah
1300/24 Jam dengan warna kuning dan bau khas.
6. Pencernaan (B5)
Keadaan mulut bersih, mukosa bibir kering, terdapat caries, dan saat di RS
tidak menggosok gigi tetapi melakukan oral hygiene menggunakan listerine. Pasien
tidak mengalami kesulitan menelan dan tidak ada pembesaran tonsil. Tidak ada nyeri
abdomen, tidak kembung dan peristaltik usus 10 x/menit. Pasien mengatakan saat
dirawat di RS belum BAB.
7. Muskuloskeletal Dan Integumen (B6)
Tidak terdapat fraktur, tidak ada dislokasi, akral pucat, turgor kulit baik, tidak ada
oedema, dan kekuatan otot 5
5

5 5
8. Pengindraan (B7)
Pada mata tidak menggunakan alat bantu penglihatan dan pasien bisa melihat
dengan jelas, konjungtiva anemis, sklera putih. Ketajaman penciuman normal, tidak
ada sekret dan mukosa hidung lembab. Pada telinga tidak ada keluhan. Perasa normal
( bisa merasakan manis, pahit, asam, asin )
9. Endokrin (B8)
Pada pasien tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan tidak ada pembesaran
kelenjar parotis. Tidak terdapat luka gangren.
10. Data Psikososial
Pasien mengatakan merasa bangga terhadap tubuhnya, karena pasien merasa
sempurna dengan apa yang diberikan Allah SWT. Pasien sebagai kepala keluarga
dan sebagai kakek merasa sangat puas terhadap status dan posisinya didalam
keluarga. Pasien sudah mampu menjadi ayah dari anakanaknya, tetapi saat sakit tidak
bisa mencari uang. Harapan pasien ingin cepat sembuh dan bisa cepat pulang untuk
berkumpul dengan anggota keluarganya, dan menganggap bahwa penyakit yang
dideritanya merupakan ujian dari Allah dan memasrahkan semua kepada tim medis
untuk melakukan yang terbaik bagi kesembuhan pasien. Selama di RS pasien sering
dijenguk oleh keluarga dan hubungan pasien dengan keluarga sangat baik.
11. Data Spiritual
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien adalah pemeluk agama islam yang taat
beribadah selama di rumah dan dirumah sakit, dan pasien yakin akan sembuh dari
penyakitnya.
12. Data Penunjang
Nama : Tn. H

Jenis kelamin : Laki – Laki


: Gempol –
Alamat pasuruan
Tanggal Pemeriksaan : 27 – 12 – 2018
Diagnosa Klinis : Stemi Anterior
Pemeriksaan Laboratorium

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN KET

HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Leukosit ( WBC ) 12,60 3,70 – 10,1

Neutrofil 9,0
Limfosit 2,5
Monosit 1,0

Eosinofil 0,1
Basofil 0,1

Neutrofil % 71,3 % 39,3 – 73,7

Limfosit % 19,7 % 18,0 – 48,3

Monosit % 7,6 % 4,40 – 12,7

Eosinofil % L0,6 % 0,600 – 7,30

Basofil % 0,8 % 0,00 – 1,70

Eritrosit ( RBC ) L4,429 10³/uL g/dL 4,6 – 6,2

Hemoglobin ( HGB ) L13,41 13,5 – 18,0

Hematokrit ( HCT ) L 37,38 %

MCV 84,39 fl

MCH 30,28 Pg

MCHC H 35,88 g/dl

RDW L 10,00 fl

PLT 270 10³//uL

MPV 6,999 fl

KIMIA KLINIK
C. Terapi
a. Inf. NS 500 cc/24Jam : Untuk mengatasi atau mencegah kehilangan sodium yang
disebabkan dehidrasi, keringat berlebih.
b. Inj. Omeprazole 40 mg : Untuk mengurangi produksi asam lambung, mencegah dan
mengobati gangguan pencernaan atau nyeri ulu hati.
c. Inj. Lovenox 2x0,6 cc ( SC ) : Untuk mengurangi resiko serangan jantung.
d. PO. Atrovastatin 1x20 mg : Untuk menurunkan kolesterol Jahat (LDL) serta
meningkatkan jumlah kolesterol baik (HDL)
e. PO. ISDN 3x5 mg : Untuk mngatasi nyeri dada.
ANALISA DATA
A. Analisa Data
Tanggal : 27 – 12 - 2018
Nama pasien : Tn. H
Umur : 50 Th
NO RM : 0038xxxx
Tabel 3.2 Analisa Data pada pasien Infark Miokard Akut

NO DATA ETIOLOGI PROBLEM


1. Ds :pasien mengatakan sesak nafas Keletihan otot Ketidak Efektifan
Do : pernafasan Pola Nafas
a. Keadaan umum lemah
b. GCS 4:5:6
c. TTV
 TD = 130/80 mmHg
 N = 100 x/menit
 RR = 28 x/menit
 S = 36º C
d. Nafas tidak teratur
e. Terdapat suara
tambahan :Wheezing
f. Terdapat otot bantu pernafasan
g. Menggunakan NRBM 10Lpm
2. Ds: Pasien mengatakan nyeri dada Iskemia Jaringan Nyeri akut
sebelah kiri dan menjalar ke Miokard
punggung,seperti diremas – remas
skala nyeri 6,terasa nyeri saat
beraktifitas
Ds :
a. Pasien tampak menyeringai
b. Pasien tampak memegangi
dadanya
c. Pasien terlihat waspada
d. TTV
 TD = 130/80 mmHg
 N = 100 x/menit
 RR = 28 x/menit
 S = 36º C
3. Ds : Pasien mengatakan nyeri dada Ketidakseimbangan Intoleransi
sebelah kiri dan sesak badanya terasa antara suplay oksigen Aktivitas
lemah setelah beraktifitas miokard dan
Do : kebutuhan,adanya
a. Pasien tampak lemah iskemia/nekrosis
b. TTV jaringan miokard
 TD 130/80 mmHg
 N = 100 x/menit
 RR = 28 x/menit
 S = 36º C
c. ADL dibantu keluarga dan
perawat
B. Diagnosa Keperawatan
1. ketidak efektifan pola nafas b.d keletihan otot nafas
2. nyeri akut b.d iskemia jaringan miokard
3. intoleransi aktivitas b.d ketidak seimbangan suplay oksigen dengan kebutuhan
C. Intervensi
Tanggal : 27 Desember 2019
Nama Px : Tn. H
Dx. Medis : Stemi Anterior
N Diagnosa NOC NIC
o
1. Ketidak efektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi frekuensi kedalaman
pola nafas b.d keperawatan selama 2x24 jam pernafasan dan ekspansi dada
diharapkan pasien menunjukan pola
keletihan otot nafas 2. Auskultasi suara nafas, catat adanya
nafas efektif yang dibuktikan dengan
status respirasi tidak terganggu suara tambahan
Kriteria hasil : 3. Posisikan pasien untuk
1. Mendemonstrasikan latihan
memaksimalkan ventilasi (posisi
nafas dalam secara mandiri
semi fowler)
2. Menunjukan jalan nafas yang
4. Ajarkan untuk melakukan deep
paten (pasien tidak merasa
breathing exerice (latihan nafas
tercekik,irama,nafas,frekuensi
dalam) secara mandiri
pernafasan dalam rentang
5. Pantau TTV tiap jam
normal, tidak ada suara nafas
Kolaborasi pemberian O2 masker 10Lpm
tambahan)
3. Tanda-tanda vital dalam
rentang normal
a. TD : 130-139 / 85-89
b. N : 60-70 x/menit
c. RR : 16-24 x/menit
2. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Bina hubungan saling percaya
iskemia jaringan keperawatan selama 2x24 jam 2. Lakukan pengkajian nyeri secara
miokard diharapkan nyeri berkurang komperhensih termasuk lokasi,
Kriteria hasil : karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas
1. Mampu mengontrol nyeri, dan faktorpresipitasi
tahu penyebab nyeri, mampu 3. Observasi reaksi non verbal dari
munggunakan tehnik non ketidaknyamanan
farmakologis untuk 4. Control lingkungan yang dapat
mengurangi nyeri mempengaruhi nyeri seperti suhu
2. Pasien tidak tampak ruangan, pencahayaan dan
memegangi daerah yang nyeri kebisingan
3. Skala nyeri menjadi 1-3 5. Ajarkan tentang tehnik non
(ringan) farmakologi seperti distraksi dan
4. Pasien tampak rileks relaksasi
5. TTV dalam rentang normal Koaborasi pemberian analgetik untuk
a. TD : 130-139 / 85-89 mengirangi nyeri
b. N : 60-70 x/menit
RR : 16-24 x/menit
3. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan 1. catat denyut nadi dan ritme jantung,
b.d tindakankeperawatan selama 2x24 serta perubahan tekanan darah
ketidakseimbangan jam diharapkan pasien mampu sebelum,selama,dan setelah aktivitas
antara suplay bertoleransi dengan aktivitas sesuai indikasi nyeri dada dan sesak
oksigen dengan Kriteria hasil : nafas mungkin terjadi
kebutuhan 1. Berpartisipasi dalam aktivitas 2. motivasu pasien untuk melakukan
fisik tanpa disertai tirah baring.
peningkatan tekanan darah, 3. Batasi aktivitas yang menyebabkan
nadi dan RR nyeri dada atau respons jantung yang
2. Mampu mleakuakn aktivitas buruk
sehari-hari ( ADL) secara 4. Berikan aktivitas pengalihan yang
mandiri bersifat non stress
3. Mampu berpindah dengan 5. Intruksikan pasien untuk
atau bantuan alat menghindari peningkatan tekanan
4. Status respirari pertukaran gan abdominal, misalnya : mengejan saat
dan ventilasi adekuat buang air besar
Sirkulasi baik 6. Jelaskan penigkatan aktivitas, misal :
bangun untuk pergi ke toilet atau
duduk di kursi, ambulasi progresif
dan beristirahat setelah makan
7. Evaluasi tanda dan gejala yang
mencerminkan intoleransi terhadap
tingkat aktivitas yang ada atau
memberitahukan pada perawat atau
dokter
Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain
dlam merujuk ke program rehabilitasi
jantung
D. Implementasi
Nama pasien : Tn. H
No. RM : 0038XXX
Umur : 50th

No Tanggal Jam Implementasi Nama/ttd


1. 27-12- 21.00 Melakukan pengkajian nyeri komperhensif yang
1019 meliputi lokasi, karakteristik, frekuensi
P = Nyeri timbul aat beraktivitas dan kadang saat
istirahat
Q = Nyeri seperti diremas-remas
R = Nyeri timbul di dada sebelah kiri dan menjalar ke
punggung
S = skala nyeri 6
T = Nyeri hilang timbul mengendalikan factor
lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan dengan cara membatasi
pengunjung dan membatasi pencahayaan
21.10 Mengajarkan menggunakan tehnik non farmakologi
dengan cara mengajarkan tahnik relaksasi nafas dalam
21.15 Mendukung istirahat atau tidur yang adekuat untuk
membantu penurunan nyeri dengan menganjurkan
pasien tidur selama 6-8 jam dan menghindari
memikirkan hal-hal yang berat
21.45 Melakukan kolaborasi dengan memberikan analgesic
tambahan jika di perlkan untuk emningkatkan efek
pengurangan nyeri dengan memberikan obat oral
ISDN 3X5 mg
21.55 Memberikan O2 masker 10 Lpm
21.55 Mengauskultasi suara nafas terdapat suara wheezing
22.05 Memantau pernafasan pasien, pergrakan dada
simetris, terdapat pemakaian otot bantu pernafasan
dan pola pernafasan cepat dan dangkal RR =
28x/menit
22.10 Memotivasi pasien utuk melakukan tirah baring dan
membatasi aktivitas yang menyebabkan nyeri dada
atau respos jantung yang buruk
22.15 Mengauskultasi bunyi jantung terdapat suara S1 dan
S2 Tunggal
2. 28-12- 04.30 Melakukan pengkajian nyeri komperhensif yang
2019 meliputi lokasi, karakteristik, frekuensi
P = Nyeri timbul saat beraktivitas
Q = Nyeri seperti diremas-remas
R = Nyeri timbul di dada sebelah kiri dan menjalar ke
punggung
S = skala nyeri 4
T = Nyeri hilang timbul
04.35 Mengajarkan menggunakan tehnik non farmakologi
dengan cara mengajarkan tahnik relaksasi nafas dalam
04.45 Melakukan observasi tanda-tanda vital
TD = 130/70 mmHg
N = 98 x/menit
RR = 26x/menit
S = 36 C
05.00 Mengauskultasi suara nafas terdapat suara wheezing
05.10 Menjelaskan dan mengajarkan tehnik deep breathing
exerice yang berfungsi untuk meningkatkan fungsi
paru dan dilakukan dengan cara pasien menghirup
nafas perlahan melalui mulut dan hidung, sampai
perut terdorong maksimal/ mengembang kemudian
menahan nafas 1-5 hitungan, selanjutnya
menghembuskan udara secara lambat melalui mulut
05.30 Mencatat denyut dan ritme jantung serta perubahan
tekanan darah sebelum, selama dan setelah aktivitas
sesuai indikasi
05.35 Mengintruksikan pasien untuk menghindari
peningkkatan tekanan abdominal misal : mengejan
saat buang air besar
05.40 Memberikan penjelasan untuk makanan yang kecil
dan mudah di cerna. Batasi asupan kafein, misal :
kopi,coklat dan cola
3. 29-12- 09.00 Melakukan pengkajian nyeri komperhensif yang
2019 meliputi lokasi, karakteristik, frekuensi
P = Nyeri timbul saat beraktivitas
Q = Nyeri seperti diremas-remas
R = Nyeri timbul di dada sebelah kiri dan menjalar ke
punggung
S = skala nyeri 3
T = Nyeri hilang timbul
09.15 Memberikan analgesic tambahan dan/pengobatan jika
diperlukan untuk meningkatkan efek pengurangan
nyeri dengan memberikan obat oral ISDN 3x5 mg
09.25 Memantau pernafasan, pergerakan dada dan pola
pernafasan pasien, pergerakan dada simetris, tidak
terdapat pemakaian otot bantu pernafasan dan pola
pernafasan normal dan teratur RR 22x/menit
09.30 Meningkatkan dan mendampingi untuk melakukan
tehnik deep breathing exerice dengan cara pasien
menghirup nafas secara perlahan dan dalam melalui
mulut dan hidung, sampai perut mengembang
kemudian menahan nafas 1-5 hitungan, selanjutnya
menghembuskan udara secara perlahan melalui mulut
10.00 Mengauskultasi suara nafas, suara nafas vesikuler dan
tidak ada suara tambahan
10.10 Menjelaskan pola peningkatan tingkat aktivitas dan
beriastirahat setelah makan, pasien bangun untuk
pergi ke toilet dan duduk di kursi
10.20 Membandingkan hasil tekanan darah pada saat duduk
dengan melakukan observasi TTV : TD :120/80 N :80
RR : 22x/menit S : 36 C

E. EVALUASI KEPERAWATAN
Nama pasien : Tn. H
Umur : 50Th
No.RM : 0038xxxx
Tanggal Diagnose Evaluasi Paraf
30-12-2019 Nyeri akut S :Pasien mengatakan nyeri dada sebelah kiri sudah
jarang timbul
O :dengan skala 3, nyeri seperti diremas-remas
A:
1. Keadaan umum lemah
2. Keadaan composmentis, GCS: 456
3. TTV
a. TD : 130/80 mmHg
b. N : 90x/menit
c. RR : 22x/menit
d. S :36 C
4. Wajah tampak rileks
5. Pasien sudah tidak memegangingi daerah
dada yang nyeri
P :masalah keperawatan teratasi intervensi
dihentikan, pasien pulang

30-12-2019 Ketidakefektifasn S :Pasien mengatakan sudah tidak merasa sesak nafas


pola nafas lagi dan merasa lebih baik
O : Mendemonstrasikan latihan nafas dalam secara
mandiri
A:
1. Menunjukan jalan nafas paten ( pasien tidak
merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan normal dan tidak ada suara nafas
abnormal)
2. TTV :
a. TD : 130/80 mmHg
b. N : 100x/menit
c. RR : 22x/menit
d. S : 36 C
P : Masalah keperawatan teratasi intervensi
dihentikan, pasien pulang
30-12-2019 Intoleransi S :Pasien mmengatakan badanya sudah tidak lemah
aktivitas dan sesak lagi saat aktivitas
O:
A:
1. Kulit teraba hangat
2. Pasien mampu melakukan ADL secara
mandiri
3. Pasien mampu berpindah tempat tanpa
bantuan alat dan orang lain
4. TTV
a. TD : 130/80 mmHg
b. N : 90x/menit
c. RR : 22x/menit
d. S : 36 C
P : masalah keperawatan teratasi, intervensi
dihentikan, pasien pulang

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil penerapan asuhan keperawatan pada pasien Tn. H dengan Stemi Anterior selama 3
hari perawatan di RSUD Bangil dapat ditarik kesimpulan :
1. Selama 3 hari perawatan di RSUD Bangil pada Tn. H ditemukan diagnosa
keperawatan :
a. Nyeri akut b.d iskemia jaringan miokard
b. Ketidakefektifan pola nafas b.d keletihan otot pernafasan.
c. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplay oksigen miokard dan
kebutuhan, adanya iskemia/nekrosis jaringan miokard
d. Resiko penurunan curah jantung b.d perubahan laju, irama, dan konduksi
elektrikal
2. Intervensi dibuat sesuai dengan masalah keperawatan dengan memperlihatkan kondisi
pasien serta ketersediaan sarana dan prasarana di ruangan termasuk kemampuan
perawatan dalam melaksanakannya.
3. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi keperawatan dan dapat
dilaksanakan dengan baik berkat adanya kerjasama perawat, keluarga, mahasiswa dan
tim kesehaan lainnya. Keluarga pasien sangat kooperatif
4. Selama perawatan yang dilakukan selama 3 hari, Tn. H tidak mengalami sesak napas
kembali, nyeri sudah berkurang dan sudah jarang muncul serta sudah mampu
melakukan sebagian aktivitas harian secara mandiri.
B. Saran
1. Bagi mahasiswa
diharapkan mampu memberi informasi mengenai askep STEMI tidak hanya melalui
makalah tetapi penyuluhan sederhana seperti ceramah maupun penyebaran leaflet.
2. Bagi institusi
a. Sebagai sumber informasi dalam melengkapi literatur perpustakaan tentang
STEMI.
b. Sebagai sumber informasi dalam meningkatkan kualitas pengajaran dan proses
bimbingan yang berhubungan dengan STEMI.
DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, Petrus. 1995. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskular. Jakarta

Arpenito ( 2000),Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktek Klinis,Ed.6,EGC, Jakarta

Boedi Warsono;Diagnostik dan Pengobatan Penyakit Jantung: Lektor Madya Fakultas


kedokteran Universitas Airlangga Surabaya. 1984,hal 93-100.

Doenges at al ( 2000 ),Rencana Asuhan Keperawatan,Ed.3,EGC,Jakarta


Elliott M.Antman,Eugene Braunwald;Acute Myocardial Infarction;Harrison’s Principles of
Medicine 15th edition,2005,page 1-17

Lily Ismudiati Rilantono,dkk.;Buku Ajar Kardiologi;Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia,2004,hal 173-181.

Pramonohadi Prabowo;Penyakit Jantung Koroner,Lab/UPF Ilmu Penyakit Jantung;FK Unair


RSUD dr.Soetomo,Surabaya,1994,hal 33-36.

Price & Wilson (1995),Patofisiologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,Ed,4,EGC Jakarta

Prof.dr.H.M.Sjaifoellah Noer,dkk.;Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Soeparman & Waspadi(1990),Ilmu Penyakir Dalam,BP FKUI,Jakarta

Anda mungkin juga menyukai