Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KEWARGANEGARAAN

“Pancasila Sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia”

Disusun oleh:
Fauziah Nazmi (1406550213)
Firda Faradillah (1406626495)
Sela Maudia (1406626274)

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI


PROGRAM VOKASI
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah memberikan limpahan rahmat-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan
Makalah Pendidikan Pancasila ini yang berjudul "Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa
Indonesia" sesuai dengan waktu yang kami rencanakan. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada beberapa pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Makalah tentang Pancasila ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas akhir mata
kuliah Pendidikan Pancasila. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi lebih
jauh tentang Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia. Dalam makalah ini pun disajikan
beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara
Republik Indonesia.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ita Syamtasiyah Ahyat S.S., M.Hum
sebagai pengajar mata kuliah Pendidikan Pancasila yang telah membimbing kami. Penulis sangat
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran baik secara tertulis ataupun secara lisan, khususnya kepada Dosen mata kuliah
Pendidikan Pancasila, Ita Syamtasiyah Ahyat S.S., M.Hum, agar penulis bisa mengembangkan
ilmu pengetahuannya, khususnya ilmu Pendidikan Pancasila.

Depok, 15 Maret 2015

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda satu sama lain. Melalui
kepribadian inilah setiap pribadi seseorang memiliki ciri khas masing-masing. Begitu pula
dengan sebuah negara.Setiap negara juga memiliki kepribadian masing-masing. Melalui
kepribadian tersebut sebuah negara dikenal luas. Kepribadian tersebut tidak akan lepas dari
sejarah negara tersebut.

Indonesia sendiri memiliki sebuah kepribadian yang menjadi ciri khas dari
Indonesia itu sendiri yaitu Pancasila.Sebagai dasar negara, Pancasila justru telah dibicarakan
bahkan sebelum Indonesia menyatakan kemerdekaannya melalui pembacaan proklamasi
oleh Ir. Soekarno dan Hatta. Membutuhkan proses pembahasan yang panjang sebelum
akhirnya memperoleh keputusan final seperti teks Pancasila yang kita kenal saat ini.

Bangsa Indonesia dan juga dasar negara yaitu Pancasila, terbentuk berdasarkan
perbedaan. Pancasila sendiri hadir sebagai penengah adanya perbedaan yang ada. Dan
sebagai bentuk kepribadian bangsa Pancasila membuat Indonesia hadir dengan ciri khas
yang membedakannya dengan negara lain.

I.2. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini, kami menyusun rumusan masalah sebagai berikut:

1) Apa yang dimaksud dengan kepribadian bangsa?


2) Apa yang dimaksud dengan Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa?
3) Apa ciri khas Pancasila yang membuat Indonesia berbeda dengan negara lain?
4) Mengapa nilai pancasila sebagai fondasi bertingkah laku?

I.3. Tujuan
1) Untuk mengetahui pengertian dari kepribadian bangsa.
2) Untuk memahami pancasila sebagai kepribadian bangsa.
3) Untuk mengetahui ciri khas pancasila yang membuat indonesia berbeda dengan negara
lain.
4) Untuk memahami alasan pancasila sebagai fondasi bertingkah laku.
BAB II
PANCASILA SEBAGAI KEPRIBADIAN BANGSA INDONESIA

II.1. Pengertian Kepribadian Bangsa


Kepribadian adalah  keseluruhan pola sikap, kebutuhan, ciri-ciri dan prilaku
seseorang. Pola berarti sesuatu yang sudah menjadi standar atau baku, sehingga kalau di
katakan pola sikap, maka sikap itu sudah baku berlaku terus menerus secara konsisten
dalam menghadapai situasi yang di hadapi. Atau  keseluruhan sikap, perasaan, ekspresi dan
tempramen seseorang. Sikap perasaan ekspresi dan tempramen itu akan terwujud dalam
tindakan seseorang jika di hadapan pada situasi tertentu. Setiap orang mempunyai
kecenderungan perilaku yang baku, atau pola dan konsisten, sehingga menjadi ciri khas
pribadinya.

Bangsa adalah Perkumpulan orang yang saling membutuhkan dan berinteraksi


untuk mencapai tujuan bersama dalam suatu wilayah. Persekutuan hidup dalam suatu
negara bisa merupakan persekutuan hidup mayoritas dan minoritas. Bangsa dalam arti
sosiologis antropologis diikat oleh ikatan – ikatan seperti ras, tradisi, sejarah, adat istiadat,
agama atau kepercayaan, bahasa dan daerah. Ikatan ini disebut ikatan primordial.

Jadi dapat disimpulkan pengertian kepribadian bangsa adalah suatu ciri khas atau
pola sikap yang menjadi standart baku kumpulan beberapa orang yang saling berinteraksi
untuk mencapai tujuan bersama secara konsisten dalam menghadapi situasi apapun.

II.2. Pengertian Pancasila Sebagai Kepribadian Bangsa


Menurut Dewan Perancang Nasional, yang dimaksudkan dengan Kepribadian
Bangsa adalah keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia yang membedakan Bangsa
Indonesia dari bangsa lain. Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia adalah
pencerminan daripada garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia sepanjang
masa. Garis pertemuan dan perkembangan bangsa Indonesia itu ditentukan oleh kehidupan
bangsa Indonesia dan dipengaruhi oleh tempat, lingkungan dan suasana waktu sepanjang
masa.

II.3.
BAB III

A. Fondasi Berperilaku sebagai Bangsa

Nilai pertama dari Pancasila adalah ketuhanan. Nilai utama ini mengacu pada keyakinan
pada Tuhan dan hidup dengan menjalankan perintah-Nya tanpa mengganggu urusan (umatnya)
agama masing-masing. Ironisnya data menunjukkan perusakan rumah ibadah semakin
meningkat. Padahal sejarah mencatat kenyataan yang berbeda. Masyarakat indonesia
membuktikan bahwa menerima perbedaan dalam satu wadah sudah ada sejak zaman Majapahit.
Dalam menjalankan kerajaan Majapahit, Raja Hayam Wuruk memerintahkan para pejabat urusan
agama agar mengatur secara baik pelaksanaan dua agama besar secara berdampingan, yaitu
agama Hindu dan agama Budha. Catatan ini penting untuk menjadi contoh bahwa berabad-abad
lalu di Indonesia telah dikenal pemahaman toleransi di bidang keagamaan. Berdirinya menara
masjid Kudus dan makanan sate kerbau (umat Hindu mengharamkan makan sapi, sebaliknya
Muslim mengadakan kurban dengan hewan ternak semisal sapi) adalah bagian dari sejarah yang
menunjukkan keberbedaan dapat hidup dalam kesatuan.

Nilai kedua pancasila pancasila pada prinsipnya mengakui persamaan hak dan kewajiban,
sayang pada sesama, menjalin hubungan dengan bangsa lain berdasarkan sikap saling
menghormati. Oleh karenanya, harapan utamanya akan tercermin dalam perilaku sebagai
individu dan masyarakat sebagai bangsa. Cerminan tingkah laku dari nilai kedua sebagai bangsa
adalah ketika mengakui bangsa-bangsa lain yang menyatakan diri merdeka dan berdaulat sesuai
dengan prosedur yang berlaku. Ketika ada sebuah kedaulatan yang berbasis penjajahan atas
bangsa lain, Indonesia belum dapat menerima hal itu. Di sisi lain, dalam kehidupan sehari-hari
nilai ini dapat mewujud dalam keberanian untuk menyatakan suatu hal yang benar di tengah
situasi yang kurang selaras. Dalam kehidupan sehari-hari, kita melihat bahwa perokok tidak
mengindahkan hak dasar dari orang-orang di sekitarnya. Saat ia menghembuskan asap rokok,
maka orang lain yang tidak merokok “dipaksa merokok bersama”. Menjadi aneh, ketika para
perokok mendengung-dengungkan hak untuk merokok sebagai hal utama, hak menghirup udara
bersih bagi non-perokok dan bahkan untuk perokok itu sendiri.

Dari lima nilai Pancasila, nilai ketiga berupaya untuk mengutamakan kepentingan bangsa
daripada diri/kelompok, cinta tanah air dan bangsa, dan pengemban rasa persatuan bagi bangsa.
Berbagai bentuk tingkah laku dapat dilakukan untuk membuat konkret nilai ini hadir di
masyarakat. Salah satu pengejawantahan nilai patriotisme juga dapat dilihat dalam produksi film
tentang kebangsaan. Amerika Serikat dengan industri film Hollywood menjadi buktinya. Mereka
memberi slot atau bagian khusus untuk film bertema perjuangan dengan latar Amerika Serikat,
misalnya The Patriot dan Independence Day. Uniknya, mereka merilis film-film tersebut pada
bulan Juli atau menjelang Juli. Industri pertelevisian dan film Indonesia juga mulai melakukan
hal yang sama. Acara-acara yang menggugah patriotisme disuguhkan dan bahkan film-film layar
lebar dengan tema yang sama mulai berani merilis dengan film-film bertema umum lainnya,
seperti gambar berikut.

Pada nilai keempat Pancasila mengetengahkan tema demokrasi. Pada dasarnya demokrasi
memosisikan rakyat sebagai pemegang kedaulatan penuh atas dirinya. Jauh sebelum merdeka,
bangsa indonesia sudah mengenal pola demokrasi yang hidup di masyarakat. Misalnya, ada
mekanisme rapat desa di berbagai komunitas di pulau-pulau nusantara. Tan Malaka pernah
mengkalim bahwa demokrasi yang merupakan wujud kedaulatan rakyat sudah dikenal sekitar
abad XIV, setidaknya di minangkabau. Di sana, seorang raja tidak bisa semena-mena pada
rakyatnya karena secara prinsip raja dibatasi oleh sistem yang mengutamakan logika dan
keadilan. Jika tidak dipenuhi, perintah raja akan ditolak.

Upaya dalam mengejawantahkan nilai kelima dalam Pancasila sebagai bangsa Indonesia
telah diupayakan sebelumnya. Dalam keseharian kita sering mendengar istilah gotong-royong,
sebuah aktivitas bantuan kepada pihak lain yang meminta secara santun untuk menyelesaikan
satu tugas agar tercapai tujuan bersama. Pada masyarakat desa yang agraris, membangun saluran
air untuk sawah pribadinya jelas bukan sekadar pekerjaan pribadi, melainkan terkait pula dengan
warga lain. Maka, hak untuk mendapatkan air seiring dengan kewajiban menjaga sumber dan
saluran air untuk pertaniannya. Contoh lain menunjukkan bahwa nilai kelima diwujudkan untuk
membangun karakter. Isu plagiarisme memperlihatkan kurang mawas diri dalam mengamati hak
dari kewajiban menjalankan tanggung jawab sebagai peneliti.

B. Berlaku sebagai Warga Negara

UUD 1945 yang didasari Pancasila juga telah mewujudkan hak dan kewajiban. Hak-hak
dan kewajiban ini yang membuat hubungan individu dan negara mecapai keselarasan. Nilai
Pancasila yang diamalkan tentu memenuhi tanggung jawab individu sebagai warga negara.

Nilai pertama dari Pancasila yang menekankan pada perintah-Nya sesuai dengan
keyakinan dan tidak memaksakan kepercayaan pada orang lain bagi masyarakat Indonesia
tampaknya menjadi hal alami. Walaupun Islam menjadi agama yang mayoritas bagi penduduk,
masih terdapat kelompok agama lain yang penganutnya adalah sesama warga Indonesia.
Keyakinan masing-masing umat sangat dihargai, bahkan dalam UUD 1945 diberikan porsi
khusus yakni dalam bab XI pasal 29. Sebagai warga negara, nilai ini mendasari tingkah laku
umat agama tertentu pada umat agama lainnya. Konsekuensinya adalah dalam kehidupan sehari-
hari; kehidupan ibadah masing-masing agama bukan urusan yang dapat dicampuri oleh umat
lain. Di sisi lain pemerintah juga menjaga kehidupan bertoleransi ini dengan membuat peraturan-
peraturan yang mengakomodasi nilai ini daripada peraturan yang bersifat memaksa atau
memiliki kecendrungan-kecendrungan mengabaikan hak dasar suatu kelompok agama. Kejadian-
kejadian seperti penolakan peribadatan dari satu kelompok agama jelas tidak sesuai dengan nilai
pertama dari Pancasila.
Pola menegakkan nilai kedua dari Pancasila bagi warga Indonesia dapat terlihat sejak
awal kemerdekaan. Upaya mendasar dilakukan, misalnya, dengan tidak membeda-bedakan
perlakuan atas ras atau warna kulit. Agak berbeda dengan Amerika Serikat yang sejak merdeka
hingga tahun 1960-an, pemerintahnya melakukan kebijakan segregrasi khususnya dalam hal
warna kulit berlaku di segala aspek kehidupan. Mereka melakukan kebijakan segregrasi mulai
dari kebijakan publik yang berdampak pada layanan publik. Sebagai perbandingan, Indonesia
tidak membedakan hak suara dalam pemilu pada kelompok perempuan atau kelompok etnis
tertentu sejak merdeka hingga sekarang.

Namun, harus diakui pula bahwa masih terdapat kesenjangan dalam mewujudkan nilai
kedua ini. Ini dapat dilihat, di antaranya, pada kebijakan pemerintah atas pendidikan masih
belum diterjemahkan dengan baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Masih terjadi
ketimpangan akses pendidikan bagi warga secara khusus pada kelompok masyarakat tertentu.
Seda, Febriana, Agustin, dan Shakuntala menemukan bahwa partisipasi perempuan dalam
pendidikan masih dibawah lelaki sejak tahun 1971 hingga 2004. Salah satu penyebab keadaan ini
adalah kecenderungan masyarakat mengutamakan anak lelaki untuk bersekolah daripada anak
perempuan. Tidak hanya akses sekolah, untuk angka buta huruf juga masih lebih tinggi
perempuan dua kali lipat daripada lelaki. Alasan yang mengemuka masih sama, yakni
pembedaan perlakuan berbasis jenis kelamin. Kejadian ini sangat berlawanan dengan upaya
mewujudkan nilai kedua dari Pancasila. Jika bertahan, pola ini akan mengganggu pada
penurunan kesejahteraan di aspek lainnya, semisal, tingginya angka kematian ibu (AKI) karena
kurangnya pemahaman kesehatan reproduksi pada kelompok perempuan yang umumnya
diberikan di sekolah.

Sebagai warga negara, upaya untuk mewujudkan nilai ketiga dapat dikatakan cukup
mudah. Menjadi warga negara yang berbahasa Indonesia adalah salah satunya, karena
merupakan amanat dari UUD 1945, yang terdapat pada bab XV pasal 36. Dengan tidak
menafikan keberadaan 742 bahasa daerah di seluruh Indonesia, penggunaan bahasa Indonesia
dilakukan dalam konteks keseharian di dalam lingkungan akademis. Penulisan ilmiah dengan
berbahasa Indonesia yang baik dan benar menumpuk rasa persatuan bagi para penulisnya karena
adanya kebakuan yang dipahami setara secara bersama-sama. Dengan demikian, komunikasi
antarilmuwan nasional juga mencapai keselarasan yang pada akhirnya menunjang rasa kesatuan
sebagau ilmuwan dan warga negara Indonesia.

Keseharian kita sebagai warga negara dan secara khusus menjadi warga di tempat kita
berinteraksi sosial dapat menjadi ajang mengekspresikan nilai keempat. Bagi masyarakat di
lingkungan tempat tinggalnya, pemilihan ketua RT yang demokratis, tanpa adanya pemaksaan
kehendak dari pihak lain dapat menjadi ekspresi nilai keempat. Ketua RT terpilih melakukan
pengambilan keputusan-keputusan yang mengacu pada kepentingan bersama, seperti keamanan
dan kebersihan lingkungan. Tentunya hal ini dilakukan agar langkah yang diambil dapat
dipertanggungjawabkan secara individu sebagai keputusan bersama. Nilai keempat inilah yang
mendasari kita sebagai warga dapat memahami keputusan yang diambil dari pemimpin yang
dipilih bersama untuk kemaslahatan bersama. Dengan pemahaman ini, setidaknya dapat
mengurangi potensi konflik yang didasari pada ketidakpuasan berpendapat dan oposisional
terhadap langkah yang diambil pemimpin.

Nilai kelima dari Pancasila hanya dapat dimaknai sebagai nilai sosial semata. Padahal
dalam penjabarannya, dimungkinkan peningkatan kualitas manusia Indonesia berdasar nilai ini.
Peningkatan kreativitas diri yang menjadikan kehidupan masyarakat menuju yang lebih baik saat
ini sangat dibutuhkan. Dalam keseharian kita melihat jumlah pengangguran berlatar pendidikan
tinggi perlahan meningkat dari tahun ke tahun. Maka, membicarakan nilai kelima dalam konteks
mahasiswa dan sarjana menjadi relevan. Bahwa sesungguhnya sarjana adalah harapan
masyarakat dikarenakan proses pendidikan di perguruan tinggi yang membekali mahasiswa
dalam pola pikir yang berbasis ilmu pengetahuan, maka diharapkan mucul ide-ide kreatif yang
dapat membantu masyarakat memecahkan masalah. Bagi para sarjana, upaya membuat peluang
kerja menjadi prioritas daripada mencari pekerjaan.

C. Berlaku sebagai Warga Global

Sebagai warga dunia, masyarakat Indonesia juga ikut dalam dinamika dunia.
Keikutsertaan ini bukan selalu atas dasar politik, melainkan masih banyak hal lainnya. Untuk itu,
di masa depan kesiapan warga negara Indonesia untuk lebih dapat berkiprah di dunia nyaris
tanpa batas ini akan semakin dibutuhkan. Catatan terpenting adalah perilaku dari individu
Indonesia tetap didasari nilai-nilai dasar masyarakat Indonesia.

Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia mengupayakan kehidupan beragama


yang toleran. Nilai Pancasila bahkan dianggap sebagai religiously friendly ideology oleh
juergensmeyer. Walaupun pernyataan juergensmeyer dikaitkan dengan ideologi, Pancasila juga
mendasari corak kehidupan interaksi umat beragama di Indonesia. Mengacu pada nilai Pancasila,
khususnya nilai pertama, warga Indonesia akan menjadi bagian dari aksi yang toleran. Keadaan
ini tidak dapat dinafikan karena Indonesia secara pasti menjadi tempat perlintasan beragam
kebudayaan. Mulder melihat bahwa Indonesia menjadi model yang khas dari tumbuhnya
semangat keagamaan yang bercorak kebudayaan lokal. Ini dapat diartikan bahwa masyarakat
Indonesia berkontribusi dalam memaknai agama-agama yang hadir di Indonesia. Kontribusi ini
penting bagi masyarakat dunia, sehingga dapat menjadi model dari toleransi antar-umat
beragama di dunia.

Upaya menyelaraskan perilaku dengan nilai kedua dalam konteks global sebenarnya juga
ada dalam kehidupan sehari-hari. Kita dapat memulainya untuk tidak melakukan pembedaan-
pembedaan yang didasari prasangka. Pemahaman lanjut dari situasi ini adalah terciptanya tatanan
sosial yang lebih baik. Sebagai contoh, penerapan kewarganegaraan khususnya pada anak hasil
pernikahan WNI dan WNA sampai usia 18 tahun dinyatakan sebagai WNI. Hal ini membuat
anak terlindungi dari masalah tanpa kewarganegaraan ganda. Bagi negara lain asal dari salah satu
orang tua anak tadi, perlakuan ini juga bermakna perlindungan manusia untuk mendapatkan hak-
hak dasar kewarganegaraan. Ini adalah kesepakatan universal yang diakui bersama, sehingga
negara itu pada akhirnya memandang Indonesia sebagai negara yang mengakui hak asasi
manusia. Pada akhirnya terbangunlah hubungan saling menghormati antarnegara.

Pengejawantahan nilai ketiga dari Pancasila dalam konteks global adalah dengan menjadi
bagian kegiatan ekonomi dunia yang berorientasi nasional. Sejak memasuki krisis moneter 1997,
pintu impor semakin terbuka yang memungkinkan segala produk masuk ke dalam negeri.
Akibatnya, konsumen disuguhkan banyak pilihan. Kondisi ini secara prinsip tidak salah, tetapi di
sisi lain produk dalam negeri perlahan tersisih. Hanya dengan alasan harganya tidak kompetitif,
konsumen membeli produk impor yang bukan hanya menyisihkan produk dalam negeri, tetapi
juga menghancurkan perusahaan lokal. Untuk itu nilai ketiga dari Pancasila yang menekankan
cinta tanah air perlu diangkat kembali untuk memperkuat ketahanan ekonomi nasional. Hal ini
tidak hanya berlaku di Indonesia. Langkah mengutamakan produk yang dapat dihasilkan dalam
negeri sebelum membeli produk buatan luar negeri juga dilakukan oleh negara-negara maju.
Negara-negara maju menutupi kepentingan dalam negeri melalui mekanisme perdagangan dunia
seperti Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Mereka berupaya menjaga agar produk asing
tidak membanjiri pasar lokalnya sehingga petani/pengusaha/masyarakat tetap sejahtera. Dengan
demikian, nilai ketiga Pancasila masih relevan untuk diangkat menjadi dasar bagi peningkatan
ketahanan nasional.

Pengejawantahan nilai keempat dalam kehidupan global bagi negara dan masyarakat
terlihat dalam kebijakan dan tingkah laku. Dalam konteks pemerintah, Indonesia mengambil
peran yang sesuai dengan nilai tadi. Sebagai anggota ASEAN sekaligus ketua ASEAN tahun
2011, Indonesia mengambil posisi tidak mengucilkan Myanmar. Pada saat yang sama, hampir
semua negara Barat Tengah mengembargo Myanmar dan meminta ASEAN untuk ikut menekan.
Langkah Indonesia cukup mengejutkan, dengan tidak mengisolasi Myanmar bahkan intensif
membuka jalur diplomatik. Terbukanya jalur diplomatik justru membuat Myanmar lebih
membuka diri yang pada akhirnya embargo negara-negara Barat mulai berkurang. Indonesia
memahami bahwa cara tersebut tidak populer di mata bangsa-bangsa Barat, tetapi diplomasi ala
Indonesia mampu mebuat Myanmar mengambil kebijakan-kebijakan dalam dan luar negeri yang
cenderung terbuka dan dapat diterima masyarakat internasional.

Kontribusi Indonesia untuk masalah pembangunan dunia yang berkeadilan sosial


semestinya dapat dilakukan dengan kemampuan dasar ekonomi kerakyatan Indonesia. Salah satu
bentuknya adalah koperasi. Koperasi sebagai pengejawantahan pembangunan ekonomi yang
memiliki wajah sosial dapat menjadi solusi bagi pola pembangunan negara-negara dunia ketiga
yang jumlahnya lebih banyak daripada negara maju. Hal ini penting karena muncul gejala
kegagalan ekonomi kapitalis sejak tahun 2008 yang dimulai di Amerika Serikat dan menjalar ke
Eropa. Model ekonomi komunis sudah rubuh terlebih dahulu, yakni saat bubarnya Uni Soviet
tahun 1991. Di sinilai peluang Indonesia untuk ikut serta dalam mendesain ulang tatanan
mekanisme ekonomi, karena koperasi bertujuan menyejahterakan anggota bukan menguatkan
kapital dari investor atau pemodal. Setidaknya peraih nobel 2006, Muhammad Yunus dari
Bangladesh, berbekal konsep arisan amat menekankan kesejahteraan anggotanya. Yang
kemudian model ini dianggap baik oleh dunia. Dengan demikian, dibutuhkan sedikit sentuhan
dari para sarjana agar nilai kelima dari Pancasila dapat menjadi bagian dari solusi atas masalah
ekonomi dunia saat ini dan masa depan.
BAB IV

KESIMPULAN

IV.1 Kesimpulan
Pancasila sebagai kepribadian bangsa erat kaitanya dengan kehidupan sehari hari
masyarakat yang di kenal dengan keramahaan, kesopananya, kemajemukan, suku
budayanya yang merupakan manifiestasi dalam pandangan hidup bangsa. Bahkan sejak
sebelum berdirinya bangsa Indonesia, nilai-nilai yang terkandung di dalam pancasila
sudah melekat di dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Di dalam pancasila tersebut banyak mengandung makna – makna yang sanga erat
kaitannya dengan keragaman budaya, adat istiadat, religius bangsa seperti masyakarat
yang merupkan kepribadian bangsa yaitu adanya pengakuan atas tuhan, dalam
menyelesaikan suatu masalah selalu bermusyawarah untuk mencpai kata mufakat, saling
hormat - menghormati orang lain, meletakan kepentingan golongan di atas kepentingan
pribadi, serta selalu bersikap adil untuk mencapai tujuan bersama.
Kemudian dari situlah Pancasila dibentuk dengan menggali nilai-nilai luhur
bangsa Indonesia sendiri yang telah tertanam dalam kehidupan masyarakat Indonesia,
yang jelas berbeda jauh dengan nilai-nilai Ideologi bangsa lain.
Dengan ditetapkannya Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia pada tanggal 18
Agustus 1945, kita sebagai warga Negara Indonesia yang juga telah menganut nilai-nilai
pancasila harus mempertahankan nilai-nilai tersebut di dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Dengan kata lain, Pancasila dipergunakan sebagai penunjuk arah semua aktifitas
atau kegiatan dan kehidupan didalam segala bidang, yang berarti semua tingkah laku dan
tindak atau perbuatan setiap manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran
dari semua sila didalam Pancasila. Karena Pancasila selalu merupakan suatu kesatuan
yang tidak dapat dipisah-pisahkan antara sila yang satu dengan yang lainnya, dan saling
berkaitan satu sama lain yang menunjukkan bahwa sila dalam Pancasila merupakan satu -
kesatuan organis.
Pancasila yang harus dihayati ialah Pancasila yang sebagaimana telah tercantum
di dalam Pembukaan UUD 1945, yang dengan demikian jiwa keagamaan (sebagai
manifestasi atau perwujudan dari sila Ketuhanan Yang Maha Esa), jiwa yang berperi
kemanusiaan (sebagai manifestasi atau perwujudan sila Kemanusiaan yang adil dan
beradab), jiwa kebangsaan (sebagai manifestasi atau perwujudan dari sila Persatuan
Indonesia), jiwa kerakyatan (sebagai manifestasi dari sila kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan), dan jiwa yang menjunjung
tinggi keadilan sosial (sebagai manifestasi dari sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia) yang selalu terpancar dalam segala tingkah laku dan tindak atau perbuatan
serta sikap hidup seluruh bangsa Indonesia.

IV.2 Saran
Untuk itu, diperlukan adanya penanaman nasionalisme secara kontinu agar setiap
rakyat Indonesia tidak kehilangan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia misalnya melalui
mata pelajaran kewarganegaraan. Kali ini, kami akan menutup makalah dengan kata-kata
“Cintailah Tanah Air Kita”.
DAFTAR PUSTAKA

Situs internet:

http://history1978.wordpress.com

kakdiah.blogspot.com

http://ionecannon.blogspot.com/2014/02/makalah-pancasila-sebagai-kepribadian.html

http://diankape.blogspot.com/2013/03/pancasila-sebagai-kepribadian-bangsa.html

Buku:

Kaelan, drs. Pendidikan Pancasila. Paradigma: Yogyakarta: 2004

Manullang, A.C. Pilar-pilar Pancasila. Setia Sakti: 1986

Dewi, R. Ismala, dkk. 2013. Buku Ajar III Bangsa, Negara dan Pancasila. Depok: Universitas
Indonesia.

Kartohadiprodjo, Soediman. 2010. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia: Gatra
Pustaka.

Ayatrohaedi. Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius). Jakarta: Pustaka jaya.

Anda mungkin juga menyukai