Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

oleh

Mutia Febrina
171101027

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
FORMAT LAPORAN PENDAHULUAN

Nama Pasien : Rizkiyana Hasibuan


Diagnosa Medis : Abses Perianal

A. Definisi
Abses perianal adalah suatu kondisi di mana terdapat pus pada jaringan di sekitar
rektum dan anus. Kondisi ini merupakan jenis abses anorektal yang paling banyak
terjadi, dan merupakan masalah bedah yang umum ditemukan. Sepertiga abses
perianal disertai fistula-in-ano yang meningkatkan risiko rekurensi abses dan sering
membutuhkan drainase bedah ulang (Malik, et.al, 2010).
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis mengenai keluhan pasien,
dilanjutkan pemeriksaan fisik untuk melihat adanya abses, serta pemeriksaan
penunjang untuk memeriksa bakteri penyebab abses. Tata laksana standar adalah
insisi dan drainase. Di beberapa negara, seperti Inggris, tindakan dilakukan dalam
anestesi umum diikuti pemasangan internal dressing ke dalam kavitas abses untuk
menghentikan perdarahan. Tetapi, ada pula praktisi yang memilih tata laksana
dengan lubang insisi kecil dalam anestesi lokal, diikuti dengan memasukan kateter ke
dalam kavitas abses, sehingga terjadi drainase ke sebuah external dressing (Gossman,
et.al, 2019).

B. Etiologi & Patofisiologi


Menurut Gossman, et. al pada tahun 2019 mayoritas etiologi abses perianal
adalah infeksi. Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob.
Beberapa bakteri yang diketahui dapat menyebabkan abses perianal antara lain :
1. Bacteroides fragilis
2. Peptostreptococcus spp
3. Prevotella sp
4. Fusobacterium sp
5. Porphyromonas sp
6. Clostridium sp
7. Staphylococcus aureus
8. Streptococcus sp
9. Escherichia coli
Sebuah studi di Taiwan menemukan bahwa bakteri Escherichia coli merupakan
bakteri yang paling banyak ditemukan pada sampel abses perianal pasien nondiabetik.
Sedangkan pada pasien abses perianal dengan diabetes mellitus, bakteri Klebsiella
pneumoniae ditemukan paling banyak (Liu, C.-K., et al., 2011).
Patofisiologi abses perianal diawali dengan infeksi pada kelenjar
kriptoglandular yang terjadi pada 90% kasus. Infeksi terjadi pada bagian posterior dan
pada ruang intersfingter yang dipenuhi kelenjar-kelenjar anal. Infeksi akan
menyebabkan inflamasi dan penumpukan cairan sehingga menimbulkan abses. Abses
terbentuk akibat kelenjar yang seharusnya mampu melakukan drainase melalui
kripta-kripta anal menjadi tidak terdrainase akibat adanya infeksi. Pada kondisi
normal, kelenjar anal terdrainase menuju duktus-duktus yang terdapat pada sfingter
internum anal dan berlanjut ke kripta-kripta sepanjang linea dentata. Abses yang
terbentuk dapat meluas hingga melewati sfingter anal eksternum, atau disebut sebagai
abses isiorektal. Abses juga dapat menyebar secara lateral kedua sisi perianal,
menyebabkan abses yang berbentuk seperti sepatu kuda atau “horseshoe” (Sahnan, K.,
et al., 2017).

C. Gejala Klinis
Abses dapat terjadi pada berbagai ruang di dalam dan sekitar rektum. Seringkali
mengandung sejumlah pus berbau menyengat dan nyeri. Apabila abses terletak
superficial, maka akan tampak bengkak, kemerahan, dan nyeri tekan. Nyeri
memburuk dengan mengedan, batuk atau bersin, terutama pada abses intersfingter.
Dengan perjalanan abses, nyeri dapat mengganggu aktivitas seperti berjalan atau
duduk. Abses yang terletak lebih dalam memgakibatkan gejala toksik dan bahkan
nyeri abdomen bawah, serta deman. Sebagian besar abses rectal akan mengakibatkan
fistula (Smeltzer dan Bare, 2001, hal 468). Abses di bawah kulit bisa membengkak,
merah, lembut dan sangat nyeri. Abses yang terletak lebih tinggi di rektum, bisa saja
tidak menyebabkan gejala, namun bisa menyebabkan demam dan nyeri di perut
bagian bawah (Healthy of The Human, 2010, hal 1).

D. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis abses perianal dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pasien dapat mengeluhkan nyeri dan bengkak pada regio perianal. Pada
inspeksi anoperineum bisa didapatkan eritema superfisial dengan fluktuasi dan nyeri
tekan. Pemeriksaan penunjang berupa CT Scan, USG, MRI, atau fistulografi dapat
dipertimbangkan pada pasien dengan abses yang tersembunyi, fistula yang kompleks,
atau abses perianal terkait Crohn’s disease ( Vogel JD, 2016).
Pasien dengan abses perianal biasanya mengeluhkan nyeri sekitar anus, dengan
bengkak dan kemerahan. Kadang pasien juga datang mengeluhkan nyeri pada pelvis
dengan demam. Riwayat infeksi pelvis, adanya penyakit pencernaan, dan penyakit
infeksi anorektal juga perlu ditanyakan. Selain itu, riwayat seksual pasien juga perlu
diketahui karena perilaku seksual tertentu dan infeksi menular seksual dapat
menyebabkan lesi anus dan nyeri sekitar anus.

E. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan standar abses perianal adalah insisi dan drainase. Di beberapa
negara, tindakan dilakukan dalam anestesi umum, kemudian pasien diberi internal
dressing yang harus diganti berkala oleh tenaga medis. Namun, ada pula praktisi
yang memilih membuat lubang insisi kecil dalam anestesi lokal, diikuti dengan
memasukan kateter ke dalam kavitas abses sehingga terjadi drainase ke
sebuah external dressing (Smith SR, et. al, 2016).
Insisi dan drainase dapat dilakukan di poliklinik, ruang gawat darurat, atau
ruang operasi. Tindakan dapat dilakukan menggunakan anestesi lokal dan anestesi
umum. Anestesi lokal dapat dilakukan dengan lidocaine 1% yang diinjeksikan ke
jaringan sekitar abses. Insisi dibuat seminimal mungkin untuk mencegah fistula.
Sebelum insisi, dilakukan palpasi untuk memastikan area abses tidak
terdapat pocketing atau septasi. Abses yang luas dan sulit sering kali memerlukan
tindakan di ruang operasi dan anestesi umum untuk memastikan drainase yang cukup
dan menginspeksi fistula-in-ano (Turner, et.al, 20190.

F. Pengkajian Data Dasar Keperawatan Kasus Penyakit


A. Identitas pasien dan penanggung jawab
Identitas pasien diisi mencakup nama, umur, jenis kelamin, status pernikahan,
Agama, pendidikan, pekerjaan,suku bangsa, tgl masuk RS, alamat. Untuk
penangung jawab dituliskan nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat.
B. Riwayat Kesehatan
Mengkaji keluhan utama apa yang menyebabkan pasien dirawat. Apakah
penyebab dan pencetus timbulnya penyakit, bagian tubuh yang mana yang sakit,
kebiasaan saat sakit kemana minta pertolongan, apakah diobati sendiri atau
menggunakan fasilitas kesehatan. Apakah ada alergi, apakah ada kebiasaan merokok,
minum alkohol, minum kopi atau minum obat-obatan.
C. Riwayat Penyakit
Penyakit apa yang pernah diderita oleh pasien, riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah di derita oleh pasien yang menyebabkan pasien dirawat.
Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang lain atau
riwayat penyakit lain yang bersifat genetik maupun tidak.
D. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau cemas
akibat adanya bisul pada daerah anus.
2. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan pernafasan meningkat.
3. Pemeriksaan Kepala Dan Leher
a. Kepala Dan Rambut
Pemeriksaan meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan warna rambut
serta pemeriksaan tentang luka. Jika ada luka pada daerah tersebut, menyebabkan
timbulnya rasa nyeri dan kerusakan kulit.
b. Mata
Meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya dan gangguan
penglihatan.
c. Hidung
Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul pernafasan
cuping hidung, tidak ada sekret.
d. Mulut
Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.
e. Telinga
Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan serumen.
Pada penderita yang bed rest dengan posisi miring maka, kemungkinan akan terjadi
ulkus didaerah daun telinga.
f. Leher
Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya pembesaran
vena jugularis dan kelenjar limfe.
4. Pemeriksaan Dada Dan Thorax
Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama pernafasan, vokal
premitus, adanya suara tambahan, bunyi jantung, dan bunyi jantung tambahan,
perkusi thorax untuk mencari ketidak normalan pada daerah thorax.
5. Abdomen
Bentuk perut datar atau flat, bising usus mengalami penurunan karena
immobilisasi, ada masa karena konstipasi, dan perkusi abdomen hypersonor jika
dispensi abdomen atau tegang.
6. Urogenital
Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan fistula ani yang
baru di operasi terpasang kateter untuk buang air kecil.
7. Muskuloskeletal
Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bedrest dalam waktu lama,
sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.
8. Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila
terjadi nyeri hebat (syok neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual
muntah, dan kaku kuduk.
9. Pemeriksaan Kulit
a. Inspeksi kulit
Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membran mukosa, kulit
kepala, rambut dan kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji yaitu warna, suhu,
kelembaban, kekeringan, tekstur kulit (kasar atau halus), lesi, vaskularitas. Yang
harus diperhatikan oleh perawat yaitu :
1) Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan dan produksi
pigmen. Lesi yang dibagi dua yaitu :
a) Lesi primer, yang terjadi karena adanya perubahan pada salah satu komponen kulit
b) Lesi sekunder adalah lesi yang muncul setelah adanya lesi primer. Gambaran lesi
yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu warna, bentuk, lokasi dan kofigurasinya.
2) Edema
Selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan warna dari daerah
edema.
3) Kelembaban normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan aktivitas atau
suhu lingkungan yang tinggi kulit kering dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
seperti lingkungan kering atau lembab yang tidak cocok, intake cairan yang
inadekuat.
4) Integritas
Yang harus diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi, apakah ada
drainase atau infeksi.
5) Kebersihan kulit
6) Vaskularisasi
Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan echimosis.
7) Palpasi kulit
Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban, suhu, tekstur atau
elastisitas, turgor kulit.

G. Peta Analisis Data dan Masalah Keperawatan


Data Etiologi Problem
Defenisi : Suhu tubuh Infeksi bakteri Hipertermi
diatas kisaran normaldiural v
karena kegagalan
termogulasi. Bakteri mengadakan
Batasan Karakteristik : multiplikasi dan
- Postur abnormal merusak jaringan yang
- Apnea ditempati
- Koma v
- Kulit kemerahan
- Hipotensi Tubuh bereaksi untuk
- Bayi tidak dapat perlindungan terhadap
mempertahankan menyusu penyebaran infeksi
- Gelisah v
- Letargi
- Kejang Terjadi proses
- Kulit terasa hangat peradangan
- Stupor v
- Takikardi
- Takipnea
- Vasodilatasi Pelepasan pirogen dan
endogen (sitokin)
v

Merangsang saraf vagus


v

Sinyal mencapai sistem


saraf pusat
v

Pembentukan
prostaglandin di otak
v

Merangsang hipotalamus
meningkatkan titik
patokan suhu (set point)

Mingktakan suhu basal


v

Hipotermi
Defenisi : Infeksi bakteri Nyeri akut
Pengalaman sensori dan v
emosional yang tidak
menyenangkan yang Bakteri mengadakan
muncul akibat kerusakan multiplikasi dan
jaringan yang aktual atau merusak jaringan yang

v
potensial atau ditempati
digambarkan dalam hal
kerusakan sedemikian
rupa. Tubuh bereaksi untuk
Batasan Karakteristik : perlindungan terhadap
- Perubahan selera makan penyebaran infeksi
-Perubahan pada v

parameter fisiologis
- Diaforesis Terjadi proses
- Perilaku Distraksi peradangan
-Bukti nyeri dengan v
menggunakan standar
daftar periksa nyeri untuk Terdapat
pasien yang tidak dapat luka/pembengkakan dan
mengungkapkannya. kemerahan dipermukaan
- Perilaku ekspresif kulit dan spasme otot
- Ekspresi wajah nyeri v
- Sikap tubuh melindungi
- Putus asa Nyeri akut
-Fokus menyempit
- Sikap melindungi area
yang nyeri
-Perilaku Protektif
- Laporan tentangg
perilaku nyeri/ perubahan
aktivitas
- Fokus pada diri sendiri
-nKeluhan tentang
intensitas menggunakan
standar skala nyeri
- Keluhan tentang skala
nyeri dengan
menggunakan standae
instrumen nyeri

Defenisi : Penurunan Terdapat Konstipasi


frekuensi normal defekasi, luka/pembengkakan dan
yang disertai kesulitan atau kemerahan dipermukaan
pengeluaran feses tidak kulit dan spasme otot
tuntas/ atau feses yang v
keras, kering, dan banyak.
Batasan Karakteristik : Nyeri pada bagian anus
- Nyeri abdomen v
- Anoreksia
- Perubahan pola defekasi Sulit dan nyeri ketika
- Penurunan frekuensi akan defekasi
defekasi v

- Penurunan Volume feses Konstipasi


- Nyeri pada saat defekasi

H. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertemi berhubungan denga proses penyakit
2. Nyeri akut berhubungan dengan adanya luka/ pembengkakan dan spasme otot
3. Konstipasi berhubungan dengan adanya peradangan pada rektal

I. Intervensi Keperawatan dan Rasionalisasi Intervensi


1. Hipertemi berhubungan dengan proses penyakit
NOC : Termogulasi kriteria hasil :
- Suhu tubuh dalam rentang normal
- Nadi dan RR dalam rentang normal
- Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
NIC : Fever treatment
- Monitor suhu sesering mungkin
- Monitor IWL
- Monitor warna dan suhu kulit
- Monitor tekanan darah, nadi dan RR
- Monitor penurunan tingkat kesadaran
- Monitor intake dan output
- Berikan anti piretik
- Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
- Selimuti pasien - Lakukan tapid sponge
- Kolaborasi pemberian cairan intravena
- Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
- Tingkatkan sirkulasi udara - Berikan pengobatan untuk mencegah menggigil.

2. Nyeri akut berhubungan dengan adanya luka/ pembengkakan dan spasme otot
NOC
- Pain level
- Pain control
- Comfort level
Kriteria Hasil :
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
- Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
NIC
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
- Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
- Gunakan teknik komunikasi teurapetik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
- Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
- Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
- Evluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
masa lampau
- Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
- Kontrol lingkungan yang dapat mempengarugi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
- Kurangi faktor prespitasi nyeri
- Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan
interpersonal)
- Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
- Ajarkan teknik non farmakologi
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
- Montor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

3. Konstipasi berhubungan dengan adanya peradangan pada rektal


NOC :
- Nafsu makan meningkatt
- Kontinensi usus
- Fungsi Gastrointestinal meningkta
- Tingkat nyeri menurun
- Keparahan gejala menurun
NIC :
Aktivitas Observasi
- Periksa tanda dan gejala konstipasi
- Periksa pergerakan usus, karakteristik feses (konsistensi, bentuk, volume, dan
warna)
- Identifikasi faktor resiko konstipasi (mis, obat-obatan, tirah baring, dan diet rendahs
serat)
- Monitor tanda dan gejala ruptur usus dan peritonitis
Aktivitas Terapetuik
- Anjurkan diet rendah serat
- Lakukan masase abdomen, jika perlu
- Lakukan evakuasi feses secara manual, jika perlu
- Berikan enema atau irigasi, jika perlu
Aktivitas Edukasi
- Jelaskan etiologi masalah dan alasan tindakan
- Anjurkan peningkatan asupan cairan, jika tidak ada kontraindikasi
- Latih buang air besar secara teratur
- Ajarkan cara mengatasi konstipasi
Aktivitas Kolaborasi
- Konsultasi dengan tim medis tentang penurunan/peningkatan frekuensi usus
- Kolaborasi penggunaan obat pencahar, jika perlu

J. Materi Pendidikan Kesehatan Klien dan Keluarga


Edukasi dan promosi kesehatan dapat membantu pasien abses perianal
mencegah komplikasi dan rekurensi. Beberapa hal yang perlu diinformasikan pada
pasien adalah :
1. Abses perianal merupakan rongga yang berisi nanah yang berada di sekitar anus.
2. Gejala abses perianal adalah nyeri pada sekitar anus, adanya benjolan, keluar
nanah atau darah dari benjolan atau anus, dan kemerahan pada benjolan.
3. Pada beberapa kasus dapat menyebabkan konstipasi ataupun diare, nyeri
punggung, dan nyeri panggul.
4. Abses perianal dapat diobati dengan tindakan insisi dan drainase. Tindakan dapat
dilakukan dalam anestesi lokal maupun anestesi umum, sesuai dengan klinis dan
preferensi pasien.
5. Apabila pasien menggunakan internal dressing, maka harus diganti setiap hari oleh
perawat atau tenaga medis yang kompeten.
6. Bekas insisi akan menyebabkan nyeri selama kurang lebih seminggu setelah
tindakan dan dokter akan memberikan obat penurun nyeri.
7. Pasien boleh tetap mandi untuk menjaga kebersihan tubuh.
8. Pasien juga akan diberikan laksatif untuk memudahkan dan mengurangi nyeri saat
buang air besar.
REFERENSI
ACPGBI. Anal Abscess and Fistula. Patient information; Available from:
https://www.acpgbi.org.uk/content/uploads/2019/04/Anal-Abscess-and-Fistula.pd
f.
Gossman, W., A. Waheed, and B. Emmanuel. Perianal Abscess. StatPearls [Internet]
2019; Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459167/.
Liu, C.-K., et al., Clinical and microbiological analysis of adult perianal abscess.
Journal of Microbiology, Immunology and Infection, 2011. 44(3): p. 204-208.
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1684118211000387.
Malik AI, Nelson RL, Tou S. Incision and drainage of perianal abscess with or
without treatment of anal fistula. Cochrane Database of Systematic Reviews 2010,
Issue 7. Art. No.: https://doi.org/10.1002/14651858.cd006827.pub2.
Sahnan, K., et al., Perianal abscess. BMJ, 2017. 356: p. j475.
https://www.bmj.com/content/bmj/356/bmj.j475.full.pdf.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
http://healthyenthusiast.com/perianal-fistel.html.
Smith SR, Newton K, Smith JA, Dumville JC, Iheozor‐Ejiofor Z, Pearce LE, Barrow
PJ, Hancock L, Hill J. Internal dressings for healing perianal abscess cavities.
Cochrane Database of Systematic Reviews 2016, Issue 8. Art. No.: CD011193.
DOI: https://doi.org/10.1002/14651858.CD011761.pub2.
Turner, S.V. and J. Singh. Perirectal Abscess. 2019; Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507895/.
Vogel JD, Johnson EK, Morris AM, et al. Clinical Practice Guideline for the
Management of Anorectal Abscess, Fistula-in-Ano, and Rectovaginal Fistula. Dis
Colon Rectum 2016; 59: 1117–1133. DOI:
https://doi.org/10.1097/dcr.0000000000000733.

Anda mungkin juga menyukai