Anda di halaman 1dari 28

A.

DEFINISI

Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap


akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah)

Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan


fungsi ginjal yang bersifat persisten dan irreversible.
Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju
filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam
kategori ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007).

CRF (Chronic Renal Failure) merupakan


gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible,
yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk
mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia yaitu
retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah.
B. ETIOLOGI

Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai


macam penyakit yang merusak nefron ginjal. Sebagian
besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan
bilateral.

1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.


2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya
Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,
stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus
eritematosus sistemik (SLE), poli arteritis nodosa,
sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya
Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout,
hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan
analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif 
a. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma,
fibrosis, netroperitoneal.
b.Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate,
striktur uretra, anomali congenital pada leher
kandung kemih dan uretra.

C. PATOFISIOLOGI

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian


nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh
sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi
volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron – nefron rusak. Beban
bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik
disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena  jumlah
nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul
disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan
muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-
kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat
ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance
turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme
protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin)
tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak
timbunan produk sampah, akan semakin berat.

1. Gangguan Klirens Ginjal


Banyak masalah muncul pada gagal ginjal
sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli
yang  berfungsi, yang menyebabkan penurunan
klirens substansi darah yang sebenarnya dibersihkan
oleh ginjal Penurunan laju filtrasi glomerulus
(GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin
24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin.
Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak
berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan
menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat.
Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN)
biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan
indicator yang paling sensitif dari fungsi karena
substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh.
BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal,
tetapi juga oleh masukan protein dalam diet,
katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi
seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk
mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara
normal pada  penyakit ginjal tahap akhir, respon
ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan
cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien
sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan
resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif,
dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat
aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama
keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien
lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan
garam, mencetuskan resiko hipotensi dan
hipovolemia. Episode muntah dan diare
menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit
renal, terjadi asidosis metabolic seiring dengan
ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan
asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi
asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus
gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan
mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) .
penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain
juga terjadi.
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin
yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah
merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk
mengalami perdarahan akibat status uremik  pasien,
terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal
ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia
berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak
napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis
adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat.
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki
hubungan saling timbal balik, jika salah satunya
meningkat, maka yang satu menurun. Dengan
menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal,
terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan
sebaliknya penurunan kadar serum kalsium.
Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan
sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid.
Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara
normal terhadap peningkatan sekresi  parathormon
dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan
pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit aktif
vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara
normal dibuat di ginjal menurun. 6. Penyakit
Tulang Uremik Disebut Osteodistrofi renal, terjadi
dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan
keseimbangan  parathormon.

D. TANDA DAN GEJALA


1. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan
anemia
a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit,
ulserasi mukosa sal.cerna, gangguan
pembekuan, masa hidup eritrosit memendek,
bilirubuin serum meningkat/normal, uji comb’s
negative dan jumlah retikulosit normal.
b. Defisiensi hormone eritropoetin Ginjal sumber
ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H
eritropoetin → Depresi sumsum tulang →
sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap
proses hemolisis/perdarahan → anemia
normokrom normositer.
2. Kelainan Saluran cerna
a. Mual, muntah, hicthcup
dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia
(NH3) → iritasi/rangsang mukosa lambung dan
usus.
b. Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi
cairan saliva banyak mengandung urea dan kurang
menjaga kebersihan mulut.
c. Pankreatitis
Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim
amylase.
3. Kelainan mata
4. Kardiovaskuler:
- Hipertensi
- Pitting edema
- Edema periorbital
- Pembesaran vena leher
- Friction Rub Pericardial
5. Kelainan kulit
a. Gatal
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
- Toksik uremia yang kurang terdialisis
- Peningkatan kadar kalium phosphor
- Alergi bahan-bahan dalam proses HD
b. Kering bersisik
Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan
kristal urea di bawah kulit.
c. Kulit mudah memar
d. Kulit kering dan bersisik
e. rambut tipis dan kasar
6. Neuropsikiatri
7. Kelainan selaput serosa 
8. Neurologi :
a. Kelemahan dan keletihan
b. Konfusi
c. Isorientasi
d. Kejang
e. Kelemahan pada tungkai
f. rasa panas pada telapak kaki
g. Perubahan Perilaku
9. Kardiomegali.
Tanpa memandang penyebabnya terdapat
rangkaian perubahan fungsi ginjal yang serupa yang
disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian
perubahan tersebut biasanya menimbulkan efek berikut
pada pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan
normal dan terus mendekati nol, maka pasien menderita
apa yang disebut Sindrom Uremik  Terdapat dua
kelompok gejala klinis :
- Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan
volume cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan
asam basa, retensi metabolit nitrogen dan metabolit
lainnya, serta anemia akibat defisiensi sekresi ginjal.
- Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna
dan kelainan lainnya.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
- Ureum kreatinin.
- Asam urat serum.
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal
- Analisis urin rutin
- Mikrobiologi urin
- Kimia darah
- Elektrolit
- Imunodiagnosis
c. Identifikasi perjalanan penyakit
- Progresifitas penurunan fungsi ginjal
- Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)
2. Diagnostik
a. Etiologi CKD dan terminal
- Foto polos abdomen
- USG.
- Nefrotogram.
- Pielografi retrograde.
- Pielografi antegrade.
- Mictuating Cysto Urography (MCU).
b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
- RetRogram
- USG.

F. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi Konservatif 
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap
klien Cronic renal Desease (CKD) dan lama terapi
konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun. Tujuan
terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara
profresi.
b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi
asotemia.
c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme
secara optimal.
d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.

Prinsip terapi konservatif :


a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal.
1. Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat
nefrotoksik.
2. Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi
volume cairan ekstraseluler dan hipotensi.
3. Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.
4. Hindari pembatasan ketat konsumsi protein
hewani.
5. Hindari proses kehamilan dan pemberian obat
kontrasepsi.
6. Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa
indikasi medis yang kuat.
7. Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras
yang kuat tanpa indikasi medis yang kuat.
b. Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal
progresif lambat
1. Kendalikan hipertensi sistemik dan
intraglomerular.
2. Kendalikan terapi ISK.
3. Diet protein yang proporsional.
4. Kendalikan hiperfosfatemia.
5. Terapi hiperurekemia bila asam urat serum >
10mg%.
6. Terapi hIperfosfatemia.
7. Terapi keadaan asidosis metabolik.
8. Kendalikan keadaan hiperglikemia.
c. Terapi alleviative gejala asotemia
1. Pembatasan konsumsi protein hewani.
2. Terapi keluhan gatal-gatal.
3. Terapi keluhan gastrointestinal.
4. Terapi keluhan neuromuskuler.
5. Terapi keluhan tulang dan sendi.
6. Terapi anemia.
7. Terapi setiap infeksi.
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik 
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat
meningkatkan serum K +  (hiperkalemia ) :
1. Suplemen alkali dengan pemberian kalsium
karbonat 5 mg/hari.
2. Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH
< atau sama dengan 7,35 atau serum  bikarbonat <
atau sama dengan 20 mEq/L.
b. Anemia
1. Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan
defisiensi hormon eritropoetin (ESF: Eritroportic
Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi dengan
pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-
HuEPO ) dengan pemberian 30-530 U per kg BB.
2. Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang
dibutuhkan adalah membuang toksin asotemia
dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.
3. Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan
perdarahan saluran cerna dan kehilangan besi pada
dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ). Klien
yang mengalami anemia, tranfusi darah merupakan
salah satu pilihan terapi alternatif ,murah dan
efektif, namun harus diberikan secara hati-hati.
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :
a. HCT < atau sama dengan 20 %
b. Hb < atau sama dengan 7 mg5
c. Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala
umum anemia dan high output heart failure.
Komplikasi tranfusi darah :
- Hemosiderosis
- Supresi sumsum tulang
- Bahaya overhidrasi, asidosis dan
hiperkalemia
- Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
- Pada Human Leukosite antigen (HLA)
berubah, penting untuk rencana transplantasi
ginjal.

c. Kelainan Kulit
1. Pruritus (uremic itching) Keluhan gatal ditemukan
pada 25% kasus CKD dan terminal, insiden
meningkat pada klien yang mengalami HD.
Keluhan :
a. Bersifat subyektif
b. Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo
nodularis, keratotic papula dan lichen symply
Beberapa pilihan terapi :
- Mengendalikan hiperfosfatemia dan
hiperparatiroidisme
- Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel
lanolin )
- Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu
selama 2-6 mg, terapi ini bisa diulang
apabila diperlukan
- Pemberian obat
Diphenhidramine 25-50 P.O
Hidroxyzine 10 mg P.O
2. Easy Bruishing
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput
serosa berhubungan denga retensi toksin asotemia
dan gangguan fungsi trombosit. Terapi yang
diperlukan adalah tindakan dialisis.

d. Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya :
1. HD reguler.
2. Obat-obatan : Diasepam, sedatif.
3. Operasi sub total paratiroidektomi.

e. Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa :
volum dependen hipertensi, tipe vasokonstriksi atau
kombinasi keduanya. Program terapinya meliputi :
1. Restriksi garam dapur.
2. Diuresis dan Ultrafiltrasi.
3. Obat-obat antihipertensi.

4. Terapi pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada
penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG
kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat
berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan
transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
a. Dialisis yang meliputi :
1) Hemodialisa
Tindakan terapi dialisis tidak boleh
terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi
dialisis tidak boleh terlalu cepat pada
pasien GGK yang belum tahap akhir akan
memperburuk faal ginjal (LFG). Secara
khusus, indikasi HD adalah
 Pasien yang memerlukan hemodialisa
adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya
pulih.
 Pasien-pasien tersebut dinyatakan
memerlukan hemodialisa apabila
terdapat indikasi:
1. Hiperkalemia > 17 mg/lt
2. Asidosis metabolik dengan pH
darah < 7.2
3. Kegagalan terapi konservatif
4. Kadar ureum > 200 mg % dan
keadaan gawat pasien uremia,
asidosis metabolik berat,
hiperkalemia, perikarditis, efusi,
edema paru ringan atau berat atau
kreatinin tinggi dalam darah
dengan nilai kreatinin > 100 mg %
5. Kelebihan cairan
6. Mual dan muntah hebat
7. BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x
nilai ureum )
8. preparat (gagal ginjal dengan kasus
bedah )
9. Sindrom kelebihan air
10. Intoksidasi obat jenis barbiturat
Indikasi tindakan terapi dialisis,
yaitu indikasi absolut dan indikasi
elektif. Beberapa yang termasuk
dalam indikasi absolut, yaitu
perikarditis, ensefalopati/
neuropati azotemik,  bendungan
paru dan kelebihan cairan yang
tidak responsif dengan diuretik,
hipertensi berat, muntah
persisten, dan Blood Uremic
Nitrogen (BUN) > 120 mg% atau
> 40 mmol per liter dan kreatinin
> 10 mg% atau > 90 mmol
perliter. Indikasi elektif, yaitu
LFG antara 5 dan 8
mL/menit/1,73m², mual,
anoreksia, muntah, dan astenia
berat (Sukandar, 2006).
Menurut konsensus
Perhimpunan Nefrologi Indonesia
(PERNEFRI) (2003) secara ideal
semua pasien dengan Laju Filtrasi
Goal (LFG) kurang dari 15
mL/menit, LFG kurang dari 10
mL/menit dengan gejala
uremia/malnutrisi dan LFG
kurang dari 5 mL/menit walaupun
tanpa gejala dapat menjalani
dialisis. Selain indikasi tersebut
juga disebutkan adanya indikasi
khusus yaitu apabila terdapat
komplikasi akut seperti oedem
paru, hiperkalemia, asidosis
metabolik  berulang, dan
nefropatik diabetik.
Hemodialisis di Indonesia
dimulai pada tahun 1970 dan
sampai sekarang telah
dilaksanakan di banyak rumah
sakit rujukan. Umumnya
dipergunakan ginjal buatan yang
kompartemen darahnya adalah
kapiler-kapiler selaput
semipermiabel (hollow fibre
kidney). Kualitas hidup yang
diperoleh cukup baik dan panjang
umur yang tertinggi sampai
sekarang 14 tahun. Kendala yang
ada adalah biaya yang mahal
(Rahardjo, 2006)
3. Dialisis Peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous
Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di  pusat
ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi
medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang
tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang
telah menderita penyakit sistem kardiovaskular,
pasien-pasien yang cenderung akan mengalami
perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan
pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke,
pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan
residual urin masih cukup, dan pasien nefropati
diabetik disertai comorbidity dan co-mortality.
Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri,
tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri
(mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal
(Sukandar, 2006).
a. Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti
ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan
program transplantasi ginjal, yaitu:
1. Cangkok ginjal (kidney transplant ) dapat
mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal,
sedangkan hemodialisis hanya mengambil
alih 70-80% faal ginjal alamiah
2. Kualitas hidup normal Kembali
3. Masa hidup ( survival rate) lebih lama
4. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi)
terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi
penolakan
5. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Primer

Pengkajian dilakukan secara cepat dan


sistemik,antara lain :
 Airway
1) Lidah jatuh kebelakang
2) Benda asing/ darah pada rongga mulut
3) Adanya secret

 Breathing
1) pasien sesak nafas dan cepat letih
2) Pernafasan Kusmaul
3) Dispnea
4) Nafas berbau amoniak

 Circulation
1) TD meningkat
2) Nadi kuat
3) Disritmia
4) Adanya peningkatan JVP
5) Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarca
6) Capillary refill > 3 detik
7) Akral dingin
8) Cenderung adanya perdarahan terutama pada
lambung

2. Pengkajian Sekunder

Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah


memberikan pertolongan atau penenganan pada
pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
a. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal,
event
b. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
c. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang

 Keluhan Utama
Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-
abuan, kadang-kadang disertai udema ekstremitas,
napas terengah-engah.
 Riwayat kesehatan
Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas atas,
infeksi kulit, infeksi saluran kemih, hepatitis, riwayat
penggunaan obat nefrotik, riwayat keluarga dengan
penyakit polikistik, keganasan, nefritis herediter)

Anamnesa
 Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, infeksi, urine (leucosit,
erytrosit, WBC, RBC)
 Cardiovaskuler: Oedema, hipertensi, tachicardi, aritmia,
peningkatan kalium
 Kulit : pruritus, ekskortiasis, pucat kering.
 Elektrolit: Peningkatan kalium, peningkatan H+, PO,
Ca, Mg, penurunan HCO3
 Gastrointestinal : Halitosis, stomatitis, ginggivitis,
pengecapan menurun, nausea, ainoreksia, vomitus,
hematomisis, melena, gadtritis, haus.
 Metabolik : Urea berlebihan, creatinin meningkat.
 Neurologis: Gangguan fungsi kognitif, tingkah laku,
penurunan kesadaran, perubahan fungsi motoric
 Oculair : Mata merah, gangguan penglihatan
 Reproduksi : Infertil, impoten, amenhorea, penurunan
libido
 Respirasi : edema paru, hiperventilasi, pernafasan
kusmaul
 Lain-lain : Penurunan berat badan

B. ASALAH KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran
kapiler-alveolar
2. Penurunan cardiac output b.d perubahan preload,
afterload dan sepsis
3. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis
metabolic, pneumonitis, pericarditis
4. Kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan
melemah
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b.d intake makanan yang inadekuat (mual, muntah,
anoreksia dll).
6. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia,
retensi produk sampah dan prosedur
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

N DIAGNOSA TUJUAN
O KEPERAWATAN
Gangguan pertukaran gas
b/d kongesti paru,
hipertensi pulmonal,
penurunan perifer yang
mengakibatkan asidosis
laktat dan penurunan
curah jantung.

Definisi : Kelebihan atau


kekurangan dalam
oksigenasi
dan atau pengeluaran
karbondioksida di dalam
membran kapiler alveoli
Batasan karakteristik :
Gangguan penglihatan
Penurunan CO2
Takikardi
Hiperkapnia
Keletihan
somnolen
Iritabilitas
Hypoxia
kebingungan
Dyspnoe
nasal faring
AGD Normal
sianosis
warna kulit abnormal
(pucat,
kehitaman)
Hipoksemia
hiperkarbia
sakit kepala ketika
bangun
frekuensi dan kedalaman
nafas
abnormal
Faktor faktor yang
berhubungan
:
ketidakseimbangan
perfusi
ventilasi
perubahan membran
kapileralveolar

Anda mungkin juga menyukai