Anda di halaman 1dari 13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi

Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada

di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi

menjadi dua yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga

lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut

dapat terlihat dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa

subbagian menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary

segments. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut

mediastinum.

Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi

menjadi pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput yang

langsung membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang

menempel pada rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang disebut

kavum pleura (Guyton, 2007).

Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm.

Pembentukan paru di mulai dari sebuah Groove yang berasal dari Foregut. Pada

Groove terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu jaringan yang disebut

Primary Lung Bud. Bagian proksimal foregut membagi diri menjadi 2 yaitu

esophagus dan trakea. Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung

dengan primary lung bud. Primary lung bud merupakan cikal bakal bronchi dan

cabang-cabangnya. Bronchial-tree terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu,

4
5

sedangkan alveoli baru berkembang setelah bayi lahir dan jumlahnya terus

meningkat hingga anak berumur 8 tahun. Alveoli bertambah besar sesuai dengan

perkembangan dinding toraks. Jadi, pertumbuhan dan perkembangan paru

berjalan terus menerus tanpa terputus sampai pertumbuhan somatic berhenti

(Evelyn, 2009).

Gambar 1. Anatomi paru (Tortora, 2012)

Sistem pernafasan dapat dibagi ke dalam sitem pernafasan bagian atas dan

pernafasan bagian bawah.

1. Pernafasan bagian atas meliputi, hidung, rongga hidung, sinus paranasal, dan

faring.

2. Pernafasan bagian bawah meliputi, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan

alveolus paru (Guyton, 2007) Pergerakan dari dalam ke luar paru terdiri dari

dua proses, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari

atmosfer ke dalam paru, sedangkan ekspirasi adalah pergerakan dari dalam

paru ke atmosfer. Agar proses ventilasi dapat berjalan lancar dibutuhkan

fungsi yang baik pada otot pernafasan dan elastisitas jaringan paru. Otot-otot

pernafasan dibagi menjadi dua yaitu:


6

a. Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna,

sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma.

b. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis internus

( Alsagaff dkk., 2005).

Gambar 2. Otot-otot pernafasan inspirasi dan ekspirasi

(Tortora,2012)

Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan

normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga

paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan

antara paru-paru dan dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer (Guyton,

2007).Fungsi utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara darah dan

atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi

jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon

dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang,

tapi pernafasan harus tetap dapat memelihara kandungan oksigen dan karbon

dioksida tersebut (West, 2004). Udara masuk ke paru-paru melalui sistem berupa

pipa yang menyempit (bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua belah
7

paru-paru utama (trachea). Pipa tersebut berakhir di gelembung-gelembung paru-

paru (alveoli) yang merupakan kantong udara terakhir dimana oksigen dan

karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana darah mengalir. Ada lebih dari

300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia bersifat elastis. Ruang udara tersebut

dipelihara dalam keadaan terbuka oleh bahan kimia surfaktan yang dapat

menetralkan kecenderungan alveoli untuk mengempis (McArdle, 2006).

Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat

elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu ototinterkostalis eksternus

relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam

rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume

toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal.

Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara

mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama

kembali pada akhir ekspirasi (Price, 2005).

Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan oksigen dari alveol

ke dalam pembuluh darah dan berlaku sebaliknya untuk karbondioksida. Difusi

dapat terjadi dari daerah yang bertekanan tinggi ke tekanan rendah. Ada beberapa

faktor yang berpengaruh pada difusi gas dalam paru yaitu, faktor membran, faktor

darah dan faktor sirkulasi. Selanjutnya adalah proses transportasi, yaitu

perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan

aliran darah (Guyton, 2007).


8

2.2 Definisi

Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible

dimana trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma

bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan

bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan

jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan

maupun hasil dari pengobatan ( The American Thoracic Society ).

2.3 Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3

tipe, yaitu :

1. Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus

yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan

(antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan

dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika

ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan

terjadi serangan asma ekstrinsik.

2. Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus

yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga

disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma

ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat

berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan


9

mengalami asma gabungan.

3. Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari

bentuk alergik dan non-alergik.

2.3 Etiologi

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi

timbulnya serangan asma bronkhial.

1. Faktor predisposisi salah satunya adalah Genetik.Dimana yang diturunkan

adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara

penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alerg biasanya

mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya

bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma jika terpapar

dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya

juga bisa diturunkan.

2. Faktor presipitasi

a. Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan ex: debu, bulu binatang,

serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi

Ingestan, yang masuk melalui mulut ex: makanan dan obat-obatan

Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit ex: perhiasan, logam

dan jam tangan

b. Perubahan cuaca
10

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi

asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu

terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan

musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini

berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

c. Stress

Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain

itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping

gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang

mengalami stress atau gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk

menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi

maka gejala asmanya belum bisa diobati.

d. Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma.

Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang

bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu

lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

e. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan

aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah

menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya

terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

2.4 Patofisiologi
11

Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang

menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas

bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma

tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi

mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal

dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan

antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast

yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan

bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang

tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel

mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,

diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan

leukotrient), factor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari

semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding

bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus

dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas

menjadi sangat meningkat. Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang

selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru

selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah

tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan

eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada

penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat,

tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas

residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama
12

serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini

bisa menyebabkan barrel chest.

2.5 Manifestasi Klinik

Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala

klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam,

gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu

pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak

nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa

nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada

serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara

lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan

pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.

2.6 Teknologi Intervensi Fisioterapi

Berdasarkan problematik yang terjadi pada PPOK maka banyak sekali

intervensi yang bisa dilakukan untuk menanganinya. Pada kesempatan kali ini

penulis mengambil intervensi berupa :

1. Breathing Control Exercise

Breathing control exercises atau latihan mengontrol pernafasan merupakan

suatu tindakan yang diajarkan kepada pasien untuk dapat mengontrol dari pola

pernafasannya. Dengan harapan pasien mampu memanejemen kebutuhan oksigen

pada dirinya saat terjadi perubahan aktifitas. Tindakan breathing control exercise

ini dianjurkan pada pasien-pasien yang mengalami gangguan pernafasan seperti


13

kasus PPOK (bronkitis kronis, emfisema, asma) atau cystic fibrosis, pada pasien

dengan kasus spinal cord lesion, pasien pasca operasi thorax atau abdominal, dan

pasien dengan kondisi tirah baring lama. Hal tersebut dianjurkan karena memiliki

beberapa manfaat yang baik bagi pasien. Manfaatnya adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan distribusi ventilasi pulmonal.

2. Meningkatkan rangsangan terhadap efek batuk sehingga dapat membantu

pembersihan jalan nafas.

3. Mencegah komplikasi paru pasca operasi.

4. Meningkatkan kekuatan, daya tahan, dan koordinasi otot-otot ventilasi.

5. Mempertahankan atau meningkatkan mobilitas sangkar thorax.

6. Memperbaiki pola pernapasan yang tidak efisien atau abnormal sehingga

mengurangi tingkat kerja dari otot-otot pernapasan.

7. Membuat pasien menjadi relaks dan menghilangkan stress.

8. Mengajarkan pasien bagaimana cara untuk memanajemen pernafasan saat

terjadi serangan sesak nafas.

9. Meningkatkan fungsional dalam aktifitas sehari-hari.

2. Diafragma Breathing Exercise

Diaphragmati Breathing Exercise merupakan latihan pernafasan yang

merelaksasikan otot-otot pernafasan saat melakukan inspirasi dalam. Pasien

berkonsentrasi pada upaya mengembangkan diafragma selama melakukan

inspirasi terkontrol (Potter dan Perry, 2006).

Tujuan dari pemberian diafraghma breathing adalah untuk mengurangi

keluhan sesak napas. Latihan ini juga dapat menurunkan kerja otot-otot penggerak

bantu pernapasan dan menguatkan diafragma. Akan dirasakan perut mengembang


14

dan tulang rusuk bagian bawah membuka bila pasien melakukan latihan ini.

Penderita perlu disadarkan bahwa diafragma memang turun pada waktu

inspirasi. Penderita menarik napas melalui hidung dan saat ekspirasi pelan-pelan

melalui mulut (pursed lips breathing), selama inspirasi, diafragma sengaja dibuat

aktif dan memaksimalkan protrusi (pengembangan) perut. Otot perut bagian

depan dibuat berkontraksi selama inspirasi untuk memudahkan gerakan diafragma

dan meningkatkan ekspansi sangkar toraks bagian bawah. Selama ekspirasi

penderita dapat menggunakan kontraksi otot perut untuk menggerakkan diafragma

lebih tinggi. Pada saat pasien melakukan pernapasan diafragma ini, otot-otot bantu

pernapasan ikut berkontaksi lebih kuat selama inspirasi serta pengambilan oksigen

pada saat inspirasi lebih banyak sehingga sesak napas pada pasien pun berkurang

(Watchie, 2010).

3. Pursed Lips Breathing

Pursed Lips Breathing merupakan latihan pernapasan dengan cara penderita

duduk dan inspirasi dalam saat ekspirasi penderita menghembuskan melalui mulut

hampir tertutup seperti bersiul secara perlahan (Smeltzer, 2008).

Tujuan Pursed Lips Breathing adalah untuk mencapai ventilasi yang lebih

terkontrol dan efisien serta mengurangi kerja pernapasan,meningkatkan inflasi

alveolar maksimal, relaksasi otot dan menghilangkan ansietas. Mencegah pola

aktifitas otot pernafasan yang tidak berguna, melambatkan frekuensi pernafasan,

mengurangi udara yang terperangkap, serta mengurangi kerja bernafas (Smeltzer ,

2008). Teknik Pursed Lip Breathing exercise diantaranya meliputi :

1. Mengatur posisi pasien dengan duduk ditempat tidur atau kursi.

2. Meletakkan satu tangan pasien di abdomen (tepat dibawah proc.sipoideus)


15

dan tangan lainnya ditengah dada untuk merasakan gerakan dada dan

abdomen saat bernafas.

3. Menarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik sampai dada dan

abdomen terasa terangkat maksimal lalu jaga mulut tetap tertutup selama

inspirasi dan tahan nafas selama 2 detik.

4. Hembuskan nafas melalui bibir yang dirapatkan dan sedikit terbuka sambil

mengkontraksikan otot – otot abdomen selama 4 detik (Smeltzer , 2008).

Pursed Lip Breathing Exercise adalah suatu latihan bernafas yang terdiri dari

dua mekanisme yaitu inspirasi secara dalam serta ekspirasi aktif dalam dan

panjang. Proses ekspirasi secara normal merupakan proses mengeluarkan nafas

tanpa menggunakan energi berlebih. Bernafas Pursed Lip Breathing Exercise

melibatkan proses ekspirasi secara panjang.

4. Chest Mobilization

Untuk meningkatkan ekspansi thorax dapat dilakukan dengan memberikan

intervennsi chest mobilization. Chest mobilization merupakan salah satu teknik

dalam komponen chest physiotherapy, teknik ini bertujuan untuk memperbaiki

struktur sangkar thorax yang mengalami gangguan posture, sehingga

memudahkan otot-otot pernafasan untuk berkontraksi serta membuat mudahnya

pengembangan dari organ pulmonal saat inspirasi dan ekspirasi. Chest

mobilization dibagi menjadi dua teknik, yakni passive chest mobilization dan

active chest mobilization. Pada passive chest mobilization biasa di aplikasikan

kepada pasien yang berada dalam kondisi tidak sadar seperti di ICU sedangkan

active chest mobilization dapat diaplikasikan sendiri oleh pasien dengan

dampingan seorang fisioterapi


16

Anda mungkin juga menyukai