Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN INDIVIDU

SEKTOR PERIKANAN (IKAN NILA)


KEGIATAN PENGGANTI PRAKTEK LAPANGAN II MADYA PRAJA
PENGEMBANGAN BUDIDAYA PERTANIAN TERPADU
(PERTANIAN-PERKEBUNAN-PERIKANAN-PETERNAKAN)
TAHUN 2020

KELOMPOK VII

Habieb Amar Pambudi

INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI


KAMPUS SUMATERA BARAT
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
Pelaksanaan Kegiatan Pengganti Praktek Lapangan II (PL II) Madya Praja Angkatan
XXIX di Kampus IPDN Sumatera Barat.
Praktek Lapangan ini merupakan salah satu bagian dari sistem pendidikan di
Institut Pemerintahan Dalam Negeri yang wajib dilaksanakan oleh Praja karena
merupakan salah satu program wajib dari bagian Pelatihan. Laporan Pengganti
Praktek Lapangan II (PL II) ini disusun sebagai bentuk tanggung jawab dari tugas
yang telah dilaksanakan selama 25 (dua puluh lima) hari kerja, terhitung mulai
tanggal 18 Mei s.d 25 Juni 2020.

Dengan selesainya laporan kerja praktek individu ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang telah memberikan masukan-masukan kepada penulis.
Untuk itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada :
1. Pelatih Kelompok VII,
2. Asisten Pelatih I Kelompok VII,
3. Asisten Pelatih II Kelompok VII,
4. Seluruh anggota Kelompok VII Sektor Perikanan Ikan Nila

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik dari
materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengalaman penulis. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Terimakasih.

Baso, 25 Juni 2020

Penyusun

ii
iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................iii
BAB I......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 PERMASALAHAN....................................................................................2
1.2.1 Identifikasi Masalah................................................................................................2
1.2.2 Perumusan Masalah...............................................................................................2
1.3 TUJUAN PRAKTEK LAPANGAN.....................................................................3
1.4 Kegunaan Penelitian.....................................................................................3
BAB II.....................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.....................................................................................................................4
2.1 Pengertian Komponen............................................................................4
2.2 Komponen Kebijakan Publik................................................................5
2.3 Kebijakan Publik......................................................................................6
2.4 Stakeholder Kebijakan...........................................................................9
2.5 Lingkungan Kebijakan..........................................................................12
BAB III..................................................................................................................................18
PENUTUP............................................................................................................................18
3.1 Kesimpulan.............................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) sebagai lembaga pendidikan
tinggi kepamongprajaan yang mencetak kader pemerintahan yang terampil,
dalam melaksanakan pendidikannya menggunakan sistem pendidikan tritunggal
terpusat yaitu integralistik antara pengajaran, pelatihan dan pengasuhan
(kognitif, afektif dan psikomotorik) yang saling mempengaruhi dan bekerjasama
satu dengan lainnya sehingga menjadi terpadu dan harmonis.
Pelatihan sebagai bagian dari unsur pendidikan tritunggal terpusat di
lingkungan Institut Pemerintahan Dalam Negeri, merupakan upaya pendidikan
yang berbentuk aplikasi yang dilakukan baik di kelas, laboratorium maupun
lapangan dalam wujud praktek lapangan yang sasarannya adalah membentuk
kemampuan, penguasaan dan analisis masalah praktis dalam aspek
keterampilan professional dan sekaligus dalam pembentukan keterampilan
kader pemerintahan yang diberikan kepada Praja melalui tahapan pembinaan
penanaman kepada Satuan Muda Praja, penumbuhan bagi Satuan Madya
Praja, pengembangan bagi satuan Nindya Praja dan pemantapan bagi Satuan
Wasana Praja.
Pada tahun ini COVID-19 telah menjadi pandemi global yang diawali
informasi dari World Health Organization (WHO) pada tanggal 31 Desember
2019 yang menyebutkan adanya kasus kluster pneumonia dengan etiologi yang
tidak jelas di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China. Dan dilanjutkan pada tanggal
30 Januari 2020 bahwa wabah ini dinyatakan sebagai darurat kesehatan
masyarakat internasional dan pada tanggal 11 Maret 2020, WHO telah
menetapkan sebagai pandemi global. Virus baru ini disepakati secara global
sangat menular dan telah menyebar dengan cepat secara global. Hingga
tanggal 10 Mei 2020, lebih dari 4.118.326 kasus COVID-19 telah dilaporkan di
lebih dari 212 negara dan wilayah. Sedangkan untuk Indonesia terdapat 14.032
kasus positif yang terkonfirmasi per tanggal 10 Mei 2020.
Dengan berpedoman kepada tahapan pembinaan tersebut dan situasi
pandemi COVID-19 yang telah berkembang secara massif tersebut, maka
praktek lapangan bagi Satuan Madya Praja IPDN Kampus Sumatera Barat atau
disebut Praktek Lapangan II (PL II) akan digantikan dengan kegiatan pengganti
praktek lapangan sesuai dengan Surat Edaran Wakil Rektor I Bidang Akademik
Institut Pemerintahan Dalam Negeri Nomor 423.1/521/2020 tanggal 30 Maret
2020 tentang Penyesuaian Perkuliahan, Pelatihan, Pembimbingan Ujian Tengah
Semester, Ujian Akhir Semester, Tugas Akhir, Magang, Skripsi, Tesis dan

1
Disertasi disposisi dengan tidak menyimpang dari tujuan pendidikan, Praktek
Lapangan II Madya Praja IPDN Kampus Sumatera Barat Tahun 2020 ini akan
digantikan dengan Kegiatan Pengganti Praktek Lapangan II Madya Praja
Pengembangan Budidaya Pertanian Terpadu 4 (Empat) Sektor (Pertanian-
Perkebunan-Perikanan-Peternakan) yang berlokasi di Kampus IPDN Sumatera
barat.
Kegiatan Pengganti PL II Madya Praja Pengembangan Budidaya Pertanian
Terpadu 4 (Empat) Sektor (Pertanian-Perkebunan-Perikanan-Peternakan)
menjadi perlu untuk dilaksanakan dengan mengingat bahwa :
1. Perkembangan pandemi COVID-19 yang terjadi di Sumatera Barat sudah
mencapai 10 (sepuluh) besar secara nasional.
2. Protokol kesehatan untuk tidak berkerumunan dan tetap di lokasi kampus.
3. Pemenuhan nilai praja di bidang pelatihan khususnya Kegiatan Praktek
Lapangan .

1.2 PERMASALAHAN
1.2.1 Identifikasi Masalah
Berdasarkan hasil observasi di lapangan yang telah kami lakukan selama
lebih kurang satu bulan kami menemukan berbagai permasalahan yang dapat
diidentifikasi sebagai berikut :

1. Kurangnya keberhasilan kolam ikan nila


2. Kurangnya perawatan kolam ikan nila
3. Belum tersedianya media pembibitan ikan nila
4. Kurang tersedianya alat kebersihan
5. Kurangnya intensitas cahaya matahari
6. Kurangnya kualitas air yang bersih
7. Kurang tersedianya pakan yang unggul

1.2.2 Perumusan Masalah


Dari identifikasi masalah di atas dapat dirumuskan suatu permasalahan
sebagai berikut :

2
1. Bagaimana upaya membersihkan kolam ikan nila?
2. Bagaimana upaya merawat ikan nila?
3. Bagaimana upaya memaksimalkan pertumbuhan ikan nila?

1.3 TUJUAN PRAKTEK LAPANGAN


Pelaksanaan Kegiatan Pengganti Praktek Lapangan ini selain sebagai
perwujudan sistem pendidikan tritunggal terpusat juga bertujuan untuk :
1. Setiap Madya Praja dapat mengenal, mengetahui dan mempraktekkan
berbagai aktifitas Pengembangan Budidaya Perikanan Terpadu Sektor
Perikanan ikan nila;
2. Setiap Madya Praja memiliki penguasaan, kemampuan dan keterampilan
teknis dalam praktek Pengembangan Budidaya Perikanan Terpadu Sektor
Perikanan ikan nila;
3. Setiap Madya Praja mengetahui kondisi objektif lahan dan pertanian terpadu
sebagai bahan masukan (input) sekaligus memperkaya materi yang telah
diperolah dalam perkuliahan dan pelatihan;
4. Setiap Madya Praja memperolah bekal memadai sekaligus pembanding
dalam penyelenggaraan praktek lapangan selanjutnya.

1.4 MANFAAT/KEGUNAAN PRAKTEK LAPANGAN


Kegiatan Pengganti Praktek Lapangan II ini be
a. Bagi Praja
1) Terpenuhinya kewajiban akademis Praja dalam kegiatan pelatihan sesuai
dengan kurikulum dan kalender akademik;
2) Memperolah manfaat langsung terhadap praktek penyelenggaraan
Pengembangan Budidaya Perikanan Terpadu Sektor Perikanan ikan nila;
b. Bagi IPDN

3
1) Berjalannya aktifitas perkuliahan, pelatihan dan pengasuhan di tengah
perkembangan pandemi COVID-19 dengan tetap memperhatikan
protokol kesehatan secara ketat;
2) Adanya output kegiatan bagi Praja dan pemenuhan nilai Praktek
Lapangan Praja di Tahun 2020

1.5 LOKASI PRAKTEK LAPANGAN


Lokasi Kegiatan Pengganti Praktek Lapangan II Madya Praja
Pengembangan Budidaya Pertanian Terpadu 4 (Empat) Sektor (Pertanian-
Perkebunan-Perikanan-Peternakan) pada 32 (tiga puluh dua) lahan yang terbagi
atas empat sektor di lingkungan Kampus IPDN Sumatera Barat dan Menza lantai
II yang akan dijadikan sebagai posko kegiatan praja.
1.6 WAKTU PELAKSANAAN
Kegiatan Pengganti Praktek Lapangan II Madya Praja Pengembangan
Budidaya Pertanian Terpadu 4 (Empat) Sektor (Pertanian-Perkebunan-Perikanan-
Peternakan) dilaksanakan selama 25 (dua puluh lima) hari kerja, terhitung mulai
tanggal 18 Mei s.d 25 Juni 2020.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Komponen


Komponen adalah bagian dari keseluruhan atau unsur yang
membentuk suatu sistem atau kesatuan, bisa juga disebut sebagai bagian
bagian yang mendasari sesuatu, contohnya komponen komponen yang
medasari sebuah sistem adalah; Tujuan, masukan, proses, keluaran
batas, mekanisme pengendalian dan umpan balik, serta lingkungan.
Adapun pengertian komponen menurut para ahli, sebagai berikut;
a) Aminuddin : 2008
Keseluruhan makna yang terdiri dari beberapa elemen, dimana
elemen yang satu dengan yang lainnya memiliki makna yang
berbeda beda.
b) Tataart study :2012
Bagian dari suatu sistem yang penting di dalam keseluruhan
aspek berlangsungnya suatu proses dalam pencapaian suatu
tujuan di dalam sistem.
Sistem merupakan suatu bentuk satu kesatuan yang dimana setiap
elemen di dalamnya saling berkaitan atau mempengaruhi satu dengan
yang lainnya, hal itulah yang membuat setiap elemen elemen yang ada di
dalamnya menjadi penting dan tak dapat diubah.

2.2 Komponen Kebijakan Publik


Sebagai sebuah sistem, kebijakan publik merupakan suatu
rangkaian dari beberapa komponen yang saling terkait, bukanlah satuan-
satuan komponen yang berdiri sendiri. Sistem kebijakan, sebagaimana
dikemukakan oleh Dunn, sedikitnya terdiri atas tiga komponen, yaitu
kebijakan publik (public policies), stakeholders kebijakan (policy
stakeholders), dan lingkungan kebijakan (policy environment).
Menurut. Charles O. Jones (1977) Kebijakan terdiri dari komponen-
komponen:

5
a. Goal atau tujuan yang diinginkan
b. Plans atau proposal, yaitu pengertian yang spesifik untuk mencapai
tujuan,
c. Program, yaitu upaya yang berwenang untuk mencapai tujuan,
d. Decision atau keputusan, yaitu tindakan-tindakan untuk menentukan
tujuan, membuat rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program.
e. Efek, yaitu akibat-akibat dan program (baik disengaja atau tidak,
primer atau sekunder).
(Tangkilisan, 2003:3)

2.3 Kebijakan Publik


Komponen pertama, kebijakan publik (public policies)
merupakan isi kebijakan itu sendiri (policy content) yang terdiri dari
sejumlah daftar pilihan keputusan tentang urusan publik (termasuk
keputusan untuk tidak melakukan apa-apa) yang dibuat oleh lembaga
dan pejabat pemerintah.Isi sebuah kebijakan merespon berbagai
masalah publik (public issues) yang mencakup berbagai bidang
kehidupan mulai dari pertahanan, keamanan, energi, kesehatan,
pendidikan, kesejahteraan dan semacamnya.Tingkat ketepatan
keputusan sebuah kebijakan tergantung pada ketepatan dalam
merumuskan masalah publik yang ingin dipecahkan.
Ruang lingkup dari kebijakan publik sangat luas, mencakup
berbagai bidang yang berkaitan dengan publik dan menjadi alasan
kenapa kebijakan publik itu ada, seperti sektor politik, ekonomi,
sosial, hukum dan sebagainya. Proses kebijakan publik ada karena
melihat persoalan-persoalan yang ada pada tiap-tiap sektor yang
tidak lepas dari kebutuhan, tuntutan dan kepentingan publik. Proses
menentukan kebijakan dilakukan oleh seseorang yang memiliki
kedudukan serta wewenang dalam sebuah lembaga yang berkaitan
dengan publik.
Buku kebijakan piblik yang dibahas oleh penulis membahas
teori dan konsep yang bertujuan untuk mengembangkan dan
mengoptimalkan kebijakan publik; mulai dari formulasi, implementasi,
evaluasi, dan reformasi dalam kebijakan publik. Memahami proses
kebijakan publik dengan membahas tiga pilar administras publik,

6
yaitu policy formulation, policy implementation, and policy evaluation.
Maka, kebijakan publik peting didalam sistem pemerintahan guna
menciptakan kesejahteraan pada masyarakat.
Proses kebijakan publik diulas secara baik dan tertata disetiap
kompenen memiliki kepentingan dan saling keterkaitan. Proses
pengambilan keputusan pada kebijakan publik menciptakan
kolaborasi antara berbagai pihak termasuk masyarakat. Keterlibatan
stakeholder menjadi penentu dalam keberhasilan sebuah kebijakan
yang diterapkan dan dijalankan di masyarakat dan kebijakan publik
harus dipahami secara komprehensif, sehingga pembangunan dalam
kesejahteraan masyarakat melalui kebijakan-kebijakan yang telah
diambil melalui proses yang panjang dapat terlaksana dengan baik.
Keputusan suatu kebijakan yang telah ditetapkan, akan
menjadi pedoman dan panduan kebijakan publik bagi seluruh warga
negaranya. Bentuk ini pun menjadi tujuan dari kebijakan publik
dibuat, yaitu menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada
dimasyarakat sehingga meciptakan kehidupan masyarakat yang
sejahtera. Sehingga fungsi dari kebijakan publik memberi arahan
kerja atau batasan bagi pengambil keputusan untuk tetap didalam
koridornya.
Kebijakan publik menjadi sebuah jalan untuk mencapai tujuan
bersama yang telah disepakati. Maka, kebijakan-kebijakan yang telat
dibuat dan diterapkan kepada masyarakat harus ada evaluasi dari
hasil kebijakan tersebut. Evalusi kebijakan publik menjadi skala nilai
atau tolak ukur dalam menilai sebeberapa jauh kebijakan tersebut
berhasil diterapkan dan memberi feedback yang baik bagi
masyarakat.
Evalusi menjadi salah satu dinamika dalam mencapai
pelayanan publik yang good governance, yang berfokus pada nilai,
interdepensi fakta-nilai, orientasi masa kini dan masa lampau serta
dualitas nilai. Konsep evaluasi yang menjadi karakter dalam
mengevaluasi kebijakan publik juga memilik beberapa tipe evalausi.
Menurut Langbein, dalam Analisis Kebijakan Publik (2007),
membedakan tipe evaluasi menjadi dua macam, yaitu : Pertama,
(outcomes of public policy implementation) penilaian yang

7
berdasarkan pelaksanaan kebijakan dan sejauh mana tujuan dari
kebijakan tersebut tercapai. Kedua, (process of public policy
implementation) merupakan evalusi berdasarkan pelaksanaan
kebijakan dan petunjuk teknik dalam kebijakan. Sehingga, ukuran
keberhasilannya dinilai dari kesesuaian proses dengan tata cara atau
garis petunjuk yang telah ditetapkan.
Penilaian kinerja menjadi salah satu proses dalam pencapaian
pelayanan publik yang good governance, yaitu menjadi tolak ukur
seseorang yang mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya dengan
baik. Penilaian kinerja dapat menjadi sumber data dalam penetapan
gaji yang sesuai dan reward pada seseorang. Selain itu dapat
mengukur kinerja organisasi publik memlalui, responsivitas
(responsiveness), responsibilitas (responsibility), akuntabilitas
(accountability).
Reformasi birokrasi menjadi instrumen penting dalam
meningkatkan pelayanan publik.Melalui upaya perubahan dan
pembaharuan pada aspek yang tidak sesuai dengan sistem
penyelenggaraan pemerintahan. Sementara itu, Hayat (2014)
mengungkapkan bahwa kinerja pelayanan publik akan berhasil jika
kepemimpinan berjalan dengan baik.
Maka, untuk mencapai pemerintahan yang baik selain dilihat
dari sisi kepemimpinan dan perbaikan pada aspek yang tidak sesuai,
perlunya stakeholder kerjasama dari semua pihak yang sesuai
dengan fungsi dan wewenangnya sehingga pelayanan publik dalam
pemerintahan berjalan secara baik.
Pelayanan publik menjadi penyelesaian persoalan yang ada
dimasyarakat agar terpenuhnya kebutuhan masyarakat. Peningkatan
kualitas pelayanan publik melalui lima dimensi (Irwan,2002;
Muchsen,2007) yaitu: Tangibles, Reliability, Responsiveness,
Assurance, dan Emphaty. Dilihat dari lima dimensi dapat menunjukan
bahwa pelayanan publik berasal dari SDM dan sumber daya
infrastruktur dan untuk mengetahui kualitas pelayanan melalu lima
dimensi diatas dilihat dari kinerjanya. Apabila kinerja yang diberikan
lebih rendah dari tujuannya, maka pelayanan yang diberikan tidak
maksimal.Begitu pula sebaliknya, jika kinerja yang diberikan lebih

8
besar dari tujuan, maka pelayanan yang diberikan merupakan
pelayanan yang prima.
Setelah pelayanan yang prima dapat dicapai melalu kebijakan
publik : evaluasi, reformasi dan formulasi. Maka, pelayanan prima
yang diberikan oleh pemerintahan, dapat menjadi penilaian bahwa
pemerintahan tersebut telah menjadi good governance, yaitu
pemerintahan yang bertanggung jawab dan menjalankan tugas
sesuai dengan prinsip yang telah ditentukan.
Buku kebijakan publik tidak hanya mejadi pedoman dalam
tercapainya pelayanan yang prima.Namun juga menjadi solusi dan
penyelesaian permasalahan pada pemberi kebijakan publik.Penulis
juga menuliskan buku ini secara sistematis dan lugas, sehingga
dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca.Serta dapat menjadi
prespektif dan paradigma baru dalam studi kebijakan publik.Karena
mengantarkan pemahaman menjadi jalan bagaimana kebijakan
publik yang tepat untuk mencapai good governance.
Melalui buku ini, kita paham bahwa kebijakan publik dalam
sistem demokrasi dan ketatanegaraan Indonesia harus
memperlihatkan stakeholder berkerjasama dari semua
pihak.Pemimpin menjadi fasilitator, aparatur menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya, dan masyarakat menjadi pengawas bagi
penyelengaraan pemerintahan. Maka, buku ini wajib menjadi bacaan
bagi para akademisi, praktisi, pemerintahan maupun masyarakat
yang ingin memahami kebijakan publik dengan baik.

2.4 Stakeholder Kebijakan


stakeholder kebijakan (policy stakeholder), yaitu individu atau
kelompok yang berkaitan langsung dengan sebuah kebijakan yang
dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh keputusan atau
kebijakan tersebut. Stakeholder kebijakan tersebut bisa terdiri dari
sekelompok warga, organisasi buruh, pedagang kaki lima, komunitas
wartawan, partai politik, lembaga pemerintahan, dan semacamya.
Stakeholder kebijakan memberikan respon yang berbeda-beda
terhadap suatu kebijakan publik, tergantung pada lingkungan
kebijakan dan karakteristik dampak yang diterima masing-masing.

9
Adapun pengertian stakeholder kebijakan menurut para ahlu,
sebagai berikut:
1. Freeman
Menurut Freeman, pengertian Stakeholders adalah suatu
kelompok masyarakat ataupun individu yang saling mempengaruhi
dan dipengaruhi oleh pencapaian tujuan tertentu dari organisasi
(baca: pengertian organisasi).
2. Biset
Menurut Biset, pengertian stakeholder adalah orang/ individu atau
kelompok masyarakat yang memiliki kepentingan atau perhatian
pada permasalahan tertentu.
3. Wibisono
Menurut Wibisono, pengertian stakeholder adalah seseorang
maupun kelompok yang punya kepentingan secara langsung/ tidak
langsung bisa mempengaruhi atau dipengaruhi atas aktivitas dan
eksistensi perusahaan.
4. ISO 26000 SR
Menurut ISO 26000 SR, pengertian stakeholder adalah individu
atau kelompok yang memiliki kepentingan terhadap keputusan serta
aktivitas organisasi.
5. AA1000 SES
Menurut AA1000 SES, definisi stakeholder adalah kelompok yang
dapat mempengaruhi dan/atau terpengaruh oleh aktivitas, produk
atau layanan, serta kinerja suatu organisasi.

Secara umum, Stakeholder dapat dikelompokkan berdasarkan


kekuatan, posisi, dan pengaruhnya. Adapun klasifikasi stakeholder
adalah sebagai berikut:
Stakeholder dikategorikan kedalam beberapa kelompok yaitu
stakeholder primer, sekunder dan stakeholder kunci yaitu sebagai
berikut:
1. Stakeholder utama (primer)
Stakeholder utama merupakan stakeholder yang memiliki
kaitan kepentingan secara langsung dengan suatu kebijakan,
program dan proyek. Mereka harus ditempatkan sebagai penentu
utama dalam proses pengambilan keputusan. Beberapa bagian yang
terkait di dalamnya adalah sebagai berikut:

10
 Masyarakat : Masyarakat yang terkait dengan proyek atau
kebijakan, yakni masyarakat yang diidentifikasi akan
memperoleh manfaat dan yang akan terkena dampak dari
proyek atau kebijakan tersebut.
 Tokoh Masyarakat : Anggota masyarakat yang oleh
masyarakat ditokohkan di masyarakat tersebut sekaligus
dianggap dapat mewakili aspirasi masyarakat.
 Pihak Manajer public : lembaga/badan public yang
bertanggung jawab dalam pengambilan dan implementasi
suatu keputusan.

2. Stakeholder pendukung (sekunder)


Stakeholder pendukung (sekunder) adalah stakeholder yang
tidak memiliki kaitan kepentingan secara langsung terhadap suatu
kebijakan, tetapi memiliki kepedulian dan keprihatinan sehingga
mereka turut bersuara dan berpengaruh terhadap sikap masyarakat
dan keputusan legal pemerintah. Beberapa bagian yang terkait di
dalamnya yaitu:
 Lembaga (Aparat) pemerintah dalam suatu wilayah tetapi tidak
memiliki tanggung jawab langsung.
 Lembaga pemerintah yang terkait dengan issu tetapi tidak
memiliki kewenangan secara langsung dalam pengambilan
keputusan.
 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) setempat : LSM yang
bergerak di bidang yang bersesuai dengan rencana, manfaat,
dampak yang muncul dari suatu kebijakan yang memiliki
kepedulian (termasuk organisasi massa yang terkait).
 Perguruan Tinggi : kelompok akademisi ini memiliki pengaruh
penting dalam pengambilan keputusan pemerintah.
 Pengusaha (Badan Usaha) yang terkait.

3. Stakeholder kunci
Stakeholder kunci merupakan stakeholder yang memiliki
kewenangan secara legal dalam hal pengambilan
keputusan.Stakeholder yang dimaksud adalah unsur eksekutif sesuai
levelnya, legislatif, yudikatif, dan instansinya.Misalnya, stakeholder

11
kunci untuk suatu keputusan untuk suatu kebijakan daerah
kabupaten. Beberapa bagian yang terakit di dalamnya adalah:
 Pemerintah kabupaten
 DPR kabupaten
 Dinas yang membawahi langsung kebijakan yang
bersangkutan.

Apa itu Stakeholder? Pengertian Stakeholder adalah semua


pihak di dalam masyarakat, baik itu individu, komunitas atau
kelompok masyarakat, yang memiliki hubungan dan kepentingan
terhadap sebuah organisasi/ perusahaan dan isu/ permasalahan
yang sedang diangkat. Dalam terjemahan bahasa Indonesia, arti
stakeholder adalah pemangku kepentingan atau pihak yang
berkepentingan.
Stakeholder adalah bagian penting dari sebuah organisasi
yang memiliki peran secara aktif maupun pasif untuk
mengembangkan tujuannya.Stakeholder dapat dijumpai dimanapun,
terutama dalam kegiatan bisnis sehingga setiap perusahaan tidak
lepas dari keberadaan tokoh penting tersebut.
Keberadaan stakeholder dalam kegiatan bisnis akan
diperlukan untuk membantu mengembangkan tujuan dari perusahaan
tersebut. Namun, tidak semua stakeholder akan memberikan
pengaruh positif terhadap perusahaan (baca: pengertian
perusahaan).
Stakeholder dalam bisnis atau perusahaan meliputi pemegang
saham, karyawan, staff, pegawai, suplier, distributor maupun
konsumen. Bahkan, saingan perusahaan juga dapat disebut sebagai
stakeholder karena akan mempengaruhi kestabilan perusahaan.

2.5 Lingkungan Kebijakan


lingkungan kebijakan (policy environment), yaitu konteks
khusus dimana sebuah kebijakan terjadi, yang berpengaruh dan
dipengaruhi oleh stakeholder kebijakan dan kebijakan publik itu
sendiri.Lingkungan kebijakan ini bisa bermacam-macam bentuknya,
seperti tingkat keamanan, kemampuan daya beli masyarakat, tingkat
pengangguran, tingkat demokratisasi pemerintahan dan
semacamnya. Lingkungan kebijakan ini akan menentukan apakah

12
sebuah kebijakan publik bisa dilaksanakan dengan duungan atau
penolakan dari para pelaksana atau sasaran kebijakan tersebut.

Kebijakan lingkungan adalah setiap tindakan sengaja diambil


[atau tidak diambil] untuk mengelola kegiatan manusia dengan
maksud untuk mencegah, mengurangi, atau mengurangi efek yang
merugikan pada sumber daya alam dan alam, dan memastikan bahwa
buatan manusia perubahan lingkungan tidak memiliki efek berbahaya
pada manusia. Kebijakan Lingkungan adalah terkait masih
berlangsung [Perjalanan] tindakan sengaja diambil [atau regular tidak
diambil] untuk mengelola kegiatan Artikel Baru Manusia untuk maksud
mencegah, mengurangi, atau mengurangi efek ekuitas yang
merugikan pada alam dan sumber daya alam, dan memastikan bahwa
buatan Manusia perubahan Lingkungan regular tidak memiliki efek
berbahaya pada manusia.
Kebijakan lingkungan adalah sebuah pernyataan sikap yang
disepakati didokumentasikan dari sebuah perusahaan terhadap
lingkungan di mana ia beroperasi. Suatu kebijakan adalah pernyataan
Lingkungan Yang didokumentasikan anak pajak tangguhan terhadap
suatu sikap disepakati Lingkungan di mana besarbesaran beroperasi.
Hal ini berguna untuk mempertimbangkan bahwa kebijakan
lingkungan terdiri dari dua hal utama: lingkungan dan kebijakan. Suami
hal berguna untuk mempertimbangkan bahwa kebijakan Lingkungan
terdiri Dari doa hal Utama: Lingkungan dan kebijakan. Lingkungan
terutama mengacu pada dimensi ekologis (ekosistem), tetapi juga bisa
memperhitungkan dimensi sosial (kualitas hidup) dan dimensi ekonomi
(manajemen sumber daya). Kebijakan dapat didefinisikan sebagai
"tindakan atau prinsip yang ditetapkan atau diusulkan oleh, pihak
bisnis pemerintah, atau individu" . Lingkungan terutama mengacu
pada dimensi ekologis (ekosistem), tetapi Juga Bisa memperhitungkan
dimensi sosial (kualitas hidup) dan dimensi Ekonomi. Dapat
didefinisikan sebagai program Kebijakan "Prinsip atau tindakan Yang
diusulkan pemerintah Dibuat atau diadopsi, bisnis Partai individu atau".
Dengan demikian, kebijakan lingkungan berfokus pada masalah yang
timbul dari dampak manusia terhadap lingkungan, yang retroacts ke
masyarakat manusia dengan memiliki dampak (negatif) terhadap nilai-
nilai kemanusiaan seperti kesehatan yang baik atau lingkungan 'bersih
dan hijau'. Artikel Baru demikian, kebijakan Lingkungan berfokus pada

13
masalah yang timbul dari dampak terhadap Lingkungan Manusia,
Yang retroacts ke Artikel Baru Masyarakat Manusia memiliki dampak
(negatif) terhadap Nilai-Nilai kemanusiaan Pembongkaran Kesehatan
Yang Baik atau Lingkungan 'bersih dan hijau.
Isu lingkungan umumnya ditangani oleh kebijakan lingkungan
termasuk (namun tidak terbatas pada) udara dan pencemaran air,
pengelolaan limbah, pengelolaan ekosistem, perlindungan
keanekaragaman hayati, dan perlindungan sumber daya alam, satwa
liar dan spesies yang terancam punah. SPI Lingkungan umumnya
ditangani kebijakan Dibuat Lingkungan termasuk pencemaran udara,
pengelolaan limbah,kebijakan ekosistem, keanekaragaman hayati
perlindungan, perlindungan sumber daya alam dan, satwa dan
pembohong spesies terancam punah Yang. Relatif baru-baru ini,
kebijakan lingkungan juga telah mengikuti untuk komunikasi isu
lingkungan. Lingkungan Juga telah mengikuti kebijakan kepada
Komunikasi Masalah Lingkungan.

a. Mengapa lingkungan kebutuhan dibutuhkan


Banyaknya permasalahan lingkungan hidup yang terjadi akhir-
akhir ini seperti; banjir, kerusakan hutan, pencermaran air laut/darat,
erosi tanah/lahan, dan abrasi pantai, tidak terlepas dari adanya
anggapan bahwa sumber daya (air, udara, laut, hutan beserta
kekayaan di dalamnya, dan lain-lain) adalah milik bersama. Tidak ada
satu pun aturan yang membatasi pemanfaatan sumber milik bersama
itu, sehingga terjadilah eksploitasi yang berlebihan. Setiap pemanfaat
menggunakannya semaksimal mungkin dengan asumsi bahwa orang
lain akan memanfaatkan sumber tersebut bila tidak dimanfaatkan
semaksimal mungkin. Kompleksitan permasalahan ini patut
menjadiperhatian kita bersama khususnya dalam rangka peringatan
Hari Lingkungan Hidup se-Dunia,pada 5 Juni besok.Dari kaca mata
ekonomi, penyalahgunaan pemanfaatan sumber milik bersama timbul
karena tidak adanya mekanisme keseimbangan yang muncul dengan
sendirinya guna dapat membatasi eksploitasi. Sehingga, dampak/efek
lingkungan yang timbul tidak dimasukkan dalam biaya internal
usahanya. Misalnya, beberapa hotel dan restoran di Kuta, atau usaha
penyablonan tekstil, umumnya meminimumkan ongkos/biaya dengan
cara membung limbahnya ke tanah atau ke sungai tanpa melalui

14
suatu sistem pengolahan. Cara tersebut tentu dapat mencemarkan
badan sungai/tanah/pantai dan akan menimbulkan ongkos untuk
pembersihannya. Hal tersebut harus diderita oleh masyarakat kita
sendiri sebagai pengguna sumber daya, secara langsung maupun
tidak langsung. Hal lain adalah akibat terjadinya pelanggaran-
pelanggaran lokasi tempat bisnis/usaha seperti yang terjadi di
sepanjang jalur Tohpati-Kusamba. Di samping itu, ketidaktahuan
masyarakat dan institusi dapat pula menjadi penyebab terjadinya
dampak/efek lingkungan hidup itu, seperti; banyak petani yang belum
memahami bahaya penggunaan pestisida. Atau sistem institusi belum
maksimal dapat menunjang pencegahan perusakan lingkungan hidup
walaupun pada dasarnya masyarakat sudah menyadari dampak/efek
kerusakan lingkungan tersebut. Selama ini pertumbuhan produk
domestik regional bruto (PDRB) menjadi ukuran keberhasilan suatu
daerah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kondisi yang
demikian menyebabkan para ekonom dan pembuat keputusan
mencari hubungan yang lebih mendalam tentang ekonomi, siklus,
bisnis dan ketenagakerjaan. Mereka yang senang dengan tolok ukur
ini umurnya tidak mempedulikan tentang masalah lingkungan atau
langkanya suatu sumberdaya alam. Sehingga adanya penurunan
sumberdaya alam, dan kerusakan lingkungan sama sekali tidak
tercermin dalam indikator tersebut

b. Instrumen kebijakan lingkungan


instrumen kebijakan lingkungan adalah alat yang digunakan
oleh pemerintah untuk mengimplementasikan kebijakan lingkungan
mereka. Instrumen kebijakan Lingkungan adalah alat perlengkapan
yang dibuat pemerintah untuk mengimplementasikan kebijakan
Lingkungan mereka. Pemerintah dapat menggunakan beberapa jenis
instrumen. Sebagai contoh, insentif ekonomi dan instrumen berbasis
pasar seperti pajak dan pembebasan pajak, izin perdagangan, dan
biaya efektif untuk mendorong kepatuhan dengan kebijakan
lingkungan. Instrumen dirumuskan untuk mengatasi masalah
lingkungan tertentu. Karena masalah lingkungan sering memiliki
banyak aspek yang berbeda, beberapa instrumen kebijakan mungkin
diperlukan untuk merespon masing-masing. Selain itu, instrumen
campuran memungkinkan perusahaan fleksibilitas yang lebih besar
dalam menemukan cara untuk memenuhi kebijakan pemerintah

15
sekaligus mengurangi ketidakpastian dalam biaya melakukannya.
Namun, instrumen campuran harus hati-hati dirumuskan sehingga
tindakan individu mereka tidak mengganggu satu sama lain atau
membuat kerangka kepatuhan kaku dan biaya-efektif. Selain itu,
tumpang tindih instrumen menyebabkan biaya administrasi yang tidak
efektif, membuat pelaksanaan kebijakan lingkungan lebih mahal dari
yang diperlukan. Dalam rangka membantu pemerintah mewujudkan
tujuan kebijakan lingkungan mereka, OECD Lingkungan Direktorat
penelitian dan mengumpulkan data tentang efisiensi pemerintah
menggunakan instrumen lingkungan untuk mencapai tujuan mereka
serta konsekuensinya terhadap kebijakan lainnya. Situs
www.economicinstruments.com berfungsi sebagai pelengkap
database merinci pengalaman negara-negara 'dengan penerapan
instrumen kebijakan lingkungan. Ketergantungan saat ini pada
kerangka pasar berbasis kontroversial, bagaimanapun, dengan
lingkungan terkemuka menyatakan bahwa banyak, lebih radikal
menyeluruh, pendekatan yang dibutuhkan dari satu set inisiatif
spesifik, untuk menangani koheren dengan skala tantangan
perubahan iklim. Ketergantungan pada sistem rekomendasi indeks
kerangka pasar kontroversial, bagaimanapun, artikel baru Lingkungan
banyak terkemuka berpendapat bahwa Radikal, lebih menyeluruh,
dibutuhkan pendekatan yang satu dari inisiatif spesifik, untuk
menangani koheren tantangan perubahan iklim. Untuk contoh
masalah, energi langkah efisiensi benar-benar dapat meningkatkan
konsumsi energi dengan tidak adanya pelindung pada penggunaan
bahan bakar fosil, seperti orang mungkin mengendarai mobil lebih
efisien lebih lanjut dan mereka bisa menjual lebih baik.

Dalam masa kini, banyak instrumen lingkungan hidup yang


hanya menjadi macan ompong tanpa dapat berbuat banyak melihat
kerusakan lingkungan hidup dan penurunan sumber daya alam yang
telah terjadi. Contoh kecil, adanya pencemaran limbah hotel/restoran
di Kuta atau limbah sablon/pencelupan. Kendati sudah membuat
masyarakat sekitarnya resah, para pelaku belum bisa dijerat dengan
pasal pasal dari Undang-Undang Lingkungan Hidup. Padahal
ancaman bagi pelaku pencemar lingkungan sangat berat, 15 tahun
penjara dan denda Rp 750 juta. Kesulitan lain adalah masih adanya
pelaku-pelaku bisnis yang tak memperhatikan dokumen lingkungan

16
seperti dokumen upaya kelola lingkungan (UKI) dan dokumen upaya
pemantauan lingkungan (UPL), atau dokumen analisis mengenai
dampak lingkungan (Amdal), padahal dokumen tersebut telah
disepakasi untuk dilaksanakan. Dalam perkembangan di masa
mendatang lingkungan hidup perlu dicegah kerusakannya, sehingga
ajeg Bali yang telah disepakati bersama benar-benar dapat terealisasi.
Yang menjadi permasalahannya kini adalah bagaimana mensinergikan
pengusaha/pelaku bisnis dapat melakukan usaha atau kegiatannya
tanpa merasa dibebani oleh faktor biaya mutu lingkungan hidup
tersebut. Selama ini kerusakan sumber daya atau pencemaran yang
terjadi oleh adanya suatu kegiatan bisnis/usaha umumnya
ditanggung oleh masyarakat dan pemerintah. Konservasi
sumber daya atau kegiatan rekondisi lingkungan hidup seperti;
reklamasi pengamanan pantai, pembangunan drainase, dan
sebagainya, memerlukan biaya yang cukup besar. Tetapi tidak sedikit
pelaku bisnis menganggap bahwa PHR-lah sebagai konsekuensi
harga yang diberikan kepada pemerintah. Penggunaan anggaran
tersebut hanya sebagian kesil saja yang benar-benar digunakan untuk
konservasi lingkungan hidup di Bali. Untuk itu penggunaan instrumen
ekonomi selayaknya dapat segera diterapkan karena dari satu sisi
instrumen tersebut dapat mempengaruhi estimasi harga tetapi juga
akan memberikan suatu keputusan perilaku bisnis/usaha yang lebih
mengutamakan konservasi sumber daya dan pemulihan lingkungan
hidup. Pemanfaatan instrumen ekonomi tersebut dapat dilakukan
dengan beberapa cara. Pertama, mendorong konsumen agar tidak
menghamburkan penggunaan sumberdaya alam, misalnya air atau
energi. Bila konsumen semakin banyak menggunakan sumber daya
tersebut, maka biaya yang harus dibayar konsumen diperhitungkan
meningkat secara progresif.
Kedua, melakukan retribusi limbah/emisi bagi suatu kegiatan
yang mengeluarkan limbah cair atau gas ke media lingkungan.
Jumlah dan kualitas limbah/emisi ini diukur, dan retribusi/pungutan
dikenakan berdasarkan ketetapan yang telah disusun, sehingga
pelaku bisnis/usaha akan suilt menghindar dari konsekuensi tanggung
jawabnya untuk ikut berperan aktif menjaga kelestarian lingkungan
hidup. Ketiga, melakukan defosit-refund, yaitu membeli sisa produk
seperti bahan-bahan anorganik/plastic dari konsumen untuk didaur
ulang kembali. Keempat, mewajibkan suatu kegiatan usaha untuk

17
menyerahkan dana kinerja lingkungan sebagai penjamin bahwa
pelaku kegiatan/usaha akan melaksanakan reklamasi/konservasi
lingkungan hidup akibat dari kegiatan/usaha yang mereka lakukan,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Misalnya, terhadap
kegiatan usaha penyimpanan bahan bakar/gas, kegiatan
penambangan, usaha pengambilan air permukaan atau air dalam
tanah, dan sebagainya. Hal ini akan sangat efektif dalam melakukan
pengendalian kerusakan lingkungan hidup.

18
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari sepanjang Uraian di atas, dapatlah pemakalah menarik
suatu kesimpulan, bahwa kebijakan publik merupakan suatu sistem
dan terdiri atas 3 komponen yaitu kebijakan publik, stakeholder
kebijakan dan lingkungan kebijakan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Maf'ul, A. (1999). Partai Politik Pada Masa Orde Lama dan Orde Baru. Jakarta: AlKautsar.

Nasution, A. (1997). Di Masa Orde Baru. Jakarta: Media Nusantara.

Peter, K. (2012). Hari-hari Terakhir Soekarno. Jakarta: Komunitas Bambu.

Sanusi, M. (2014). Kenangan Inspiratif Orde Lama & Orde Baru. Jakarta: Kompas.

Sulastomo. (2008). Hari-hari yang Panjang ( Transisi Orde Lama Ke Orde Baru ). Jakarta:
Kompas.

20
komponen kebijakan pemerintah
1. masalah kebijakan (policy problem)
2. alternatif kebijakan (policy alternative)
3. tindakan kebijakan (policy action)
4. hasil kebijakan (policy outcomes)
5. pola pelaksanaan kebijakan (policy performance)

1. masalah
nilai nilai dan kebutuhan yang diharapkan dapat diselesaikan
secara formal, masalah adalah kondisi atau situasi yang menuntut
kebutuhan-kebutuhan atau ketidak puasan pada masyarakat dan
memerlukan penanggulangan
suatu masalah akan menjadi masalah kebijakan apabila dapat
membangkitkan orang banyak untuk melakukan tindakan terhadap
masalah tersebut

kriteria yg harus dicapai untuk membuat kebijakan:


1. telah mencapai titik kritis tertentu
2. telah mencapai tingkat partikulasi tertentu
3. menyangkut emosi tertentu dilihat dari sudut kepentingan orang banyak
4. dampak yang jangkauannya amat luas
5. memasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat

diperlukan proses penyusunan masalah sampai ditetapkan masalah


kebijakan yang dihadapi pemerintah
4 proses penyusunan masalah:
- pemahaman situasi permasalahan
- konseptualisasi masalah
- spesifikasi permasalahan
- pemahaman permasalahan
setelah itu baru kita mendapatkan masalah kebijakan

21
2. alternatif masalah
masalah sudah dapat, lalu kita gunakan metode yang yang dibutuhkan:
ada 3 metode yang kami berikan;
proyeksi (dgn data time series), prediksi (berdasarkan sebab akibat),
konjektur (peramalan berdasarkan subjektifitas ataupun intuisi belaka,
paling lemah)

3. tindakan kebijakan (policy action)


dari berbagai alternatif, maka dipilihlah satu rekomendasi pilihan kebijakan
yang dinilai paling tepat sebagai kebijakan pemerintah.
ukuran/kriteria yg paling tepat;
- efektifitas
- efisiensi
- pemerataan (equity)
- tepat guna (appropriateness)
- ketanggapan (responsive)
- dll
apabila telah diterima oleh pihak berwenang maka kemudian akan
dilaksanakan dengan tindakan kebijakan pemerintah

4. hasil kebijakan (policy outcomes)


jangan lupa juga ni dari pelaksanaan kebijakan tersebut perlu adaya
monitoring untuk mengetahui kecenderungannya

jika dinilai kurang bberhasil maka di hentikan dan dicarikan alternatif lain
yang dinilai lebih baik
namun, jika dinilai baik maka diteruskan, sehingga hasil dan dampakya dapat
dirasa.

5.pola pelaksanaan kebijakan (policy performance)


hasil kebijakan dinilai dengan ukuran seperti kriteria merekomendasikan satu
kebijakan
apabalia dirasakan hasilya baik maka dijadikan pola pelaksanaan
selanjutnnya

22
pola ini kemudian disimpulkan sebagai practical innference problem yaitu
dijadikan acuan untuk menghadapi permasalahan kebijakan yang
sama maka dihadapi dengan pola kebijakan yang sama pula
demikianlah seterusnya

23

Anda mungkin juga menyukai