Anda di halaman 1dari 7

Rangkuman

BAB 1 : Membangun Karakter

Karakter menjadi hal yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Hal ini ditunjukkan ketika
seseorang berperilaku. Pendidikan karakter perlu dilakukan dalam rangka membantu mereka
untuk mengetahui nilai nilai yang ada dalam melaksanakan aktivitasnya, seperti bersikap
jujur dalam mengerjakan tugas, semangat dalam belajar, serta bersikap toleransi terhadap
teman yang memiliki latar belakang berbeda ras, suku, dan agama. Selain itu, pendidikan
karakter juga harus meliputi semua perilaku mahasiswa, baik secara kognisi, afeksi serta
perilaku. Pendidikan karakter bersifat kognitif karena memberi tahu mahasiswa tentang nilai-
nilai kebaikan dan pengaruh yang akan ditimbulkan dalam dunia pendidikan. Kemudian
pendidikan karakter juga bersifat afektif dengan mengajarkan mahasiswa untuk cinta, sayang,
kasih, serta peduli terhadap semua orang, baik sesama, dosen, kebangsaan, serta Pancasila.
Pembentukan karakter merupakan salah satu kunci kemajuan pembangunan bangsa(Takwin,
2012).
Ada 6 kategori keutamanan secara universal yang melingkupi 24 kekuatan karakter. Yang
pertama adalah kebijaksanaan dan pengetahuan. Nilai ini menekankan kreativitas,
keterbukaan dalam berpikir kritis, cinta dalam pembelajaraan sehingga mampu
mengimplementasikannya dengan baik. Yang kedua adalah kemanusiaan dan cinta.
Kemampuan berteman, bersosialisasi, kecerdasan sosial yang mampu memahami perasaan
orang lain menjadi bagian dari nilai ini. Yang ketiga adalah Kesatriaan. Karakter ini
mencakupi nilai keberanian yang memberi kekuatan emosional untuk tidak takut terhadap
tantangan dan ancaman yang menghadang sehingga mahasiswa tidak takut untuk melakukan
pergerakan pendidikan. Ketabahan atau kegigihan juga memberi kemampuan orang untuk
melanjutkan apa yang sudah dikerjakan dan bertahan dalam meraih sesuatu. Yang keempat
adalah keadilan. Nilai ini memiliki 3 kekuatan, yaitu kewarganegaraan untuk melakukan
tugas demi kebersamaan, kesetaraan dengan tidak membeda-bedakan orang lain, serta
kepepimpinan dalam mendorong anggota kelompok untuk menyelesaikan tugas bagiannya.

Nilai karakter yang kelima adalah pengendalian diri. Nilai ini mencakupi kekuatan dalam
mengontrol untuk tidak menyalahkan diri dari kesalahan yang telah disebabkan oleh diri
sendiri. Mengampuni kesaalahan orang lain serta berbelas kasih juga menjadi bagian dari
pengendalian diri. Nilai karakter yang keenam ialah transdensi. Nilai ini merupakan kekuatan
dalam menghubungkan manusia dengan alam. Contohnya ialah rasa bersyukur kepada Tuhan
akan keindahan alam yang telah dianugerahkan kepada kita, serta lebih menikmati hidup
dengan mewarnai humor humor dalam keseharian.

Selain nilai karakter, terdapat 9 nilai dasar yang menjadi dasar Universitas Indonesia. Nilai
pertama ialah kejujuran. Jujur dalam mengerjakan tugas, tidak melakukan plagiarisme,
mencantumkan sumber-sumber yang digunakan didalamnya, tidak berbohong, tidak curang
dalam mengerjakan ujian. Kebenaran dijunjung tinggi dalam nilai ini. Yang kedua adalah
keadilan. Memberikan kesempatan yang sama kepada semua orang dalam mengerjakan tugas,
tidak membeda-bedakan ras, suku, dan agama. Yang ketiga adalah kepercayaan. Nilai ini
meliputi nilai untuk amanah dalam melaksanakan jabatan atau tugas yang telah dipercayakan
oleh orang lain. Yang keempat adalah kemartabatan. Kemartabatan dalam hal ini artinya
menghargai dan menghormati setiap orang serta tidak melanggar norma yang berlaku. Yang
kelima ialah tanggung jawab. Bertanggungjawab atas apa yang telah dilakukan oleh diri
sendiri. Tidak melanggar aturan yang ada di Universitas Indonesia, termasuk tidak menerima
atau melakukan suap. Yang keenam adalah kebersamaan. Nilai ini menjadi identitas
Universitas Indonesia. Semangat juang yang tinggi bersama sama di bidang akademik dan
non akademik dalam rangka memajukan bangsa Indonesia. Yang ketujuh adalah keterbukaan.
Keterbukaan dalam hal ini artinya mau mendengarkan pendapat orang lain, berbagi dan
bertukar informasi dalam rangka mendapat kesimpulan yang terbaik. Yang kedelapan adalah
kebebasan akademik dan otonomi keilmuan. Mengembangkan ilmu yang ada untuk
memajukan bangsa Indonesia menjadi bagian dalam hal ini. Yang kesembilan adalah
kepatuhan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melakukan aktivitas di
lingkugan Universitas Indonesia memperhatikan peraturan yang ada. Kesembilan nilai dasar
Universitas Indonesia inilah yang akan membimbing civitas akademika, dosen mahasiswa,
serta semua warga Universitas Indonesia dalam beraktivitas.

BAB 2 : FILSAFAT

Pertama kali kata philosophia terlihat dalam tulisan sejarahwan Yunani Kuno Herodotus yang
hidup pada 484-424 SM. Dia menggunakan kata kerja ‘berfilsafat’ yang merujuk pada
aktivitas Solon yang telah melakukan perjalanan melalui berbagai negeri yang didorong oleh
hasrat akan pengetahuan. Dalam konteks itu, ‘berfilsafat’ mengindikasikan bahwa Solon
mencari pengetahuan untuk pengetahuan itu sendiri (Fullerton, 1915).
Terdapat pengklasifikasian filsafat berdasarkan sistematika klasiknya. Berikut bagian
bagiannya:

Ontologi

Ontologi merupakan cabang filsafat tentang keberadaan suatu hal, kenyaataan / realita,
eksistensi, serta hubungan yang terjadi. Pengertian ontologi sendiri dapat dibagi menjadi dua
yaitu ontologi (dalam arti khuss) dan metafisika. Ontologi mengkaji berdasarkan indra
penglihatan, keberadaannya dinilai berdasarkan fisik yang ada. Sedangkan metafisika
berfilsafat berdasarkan konsep yang ada. Metafisika merupakan kata yang berasal dari kata ta
me ta phusika. Kata ta meta memiliki arti di balik atau setelah, kata ta phusika artinya sesuatu
yang berbentuk fisik atau dapat dilihat dengan indra. Berdasarkan asal katanya ini, metafisika
dapat didefiniskan sebagai sesuatu yang berbanding terbalik atau tidak dapat dilihat dengan
indra. Dalam hal ini metafisika berhubungan dengan sesuatu yang tidak dapat dijangkau oleh
indra karena bukan fisik. Meskipun fisiknya tidak terlihat, metafisika masih dapat dikaji
dalam konseptual seperti Tuhan, jiwa, dan sebagainya. Maka dari itu metafisika termasuk
cabang filsafat.

Epistomologi

Epistomologi adalah studi filosofis yang mempelajari 4 hal pokok, yaitu sumber
pengetahuan, struktur pengetahuan, keabsahan pengetahuan, dan batas-batas pengetahuan.
Epistomologi terfokus tentang bagaimana manusia dapat memperoleh pengetahuannya. Hal
ini terbagi menjadi 3 cabang:

a. Filasafat Ilmu Pengetahuan


Filsafat Ilmu Pengetahuan ialah bagian dari Epistomologi yang mengkaji tentang
bagaimana manusia memperoleh ilmu pengetahuan. Objek yang ada di cabang ini
ialah ilmu pengetahuan/ilmiah yang dapat diperoleh dengan metode-metode tertentu
serta logis.
b. Metodologi
Metodologi merupakan studi filsofis yang secara logis, sistematis, serta teruji
mempelajari cara cara dan metode ilmu pengetahuan. Di dalam metodologi terdapat
juga kritik serta upaya dalam mempelajari cara- cara dan metode tertentu yang baru.
c. Logika
Logika merupakan cabang filsafat yang mengkaji tentang teknik penalaran yang tepat.
Penalaran ini dapat diasah dengan ungkapan argumen yang ada dalam proposisi.
Proposisi sendiri merupakan pernyataan untuk afirmasi dan negasi sesuatu hal.
Preposisi ini terdiri atas 3 hal pokok, yaitu apa yang dibicarakan, apa yang disangkal/
dibenarkan, serta apa hubungan yang menyatukan atau memisahkan. Argumen yang
terjadi akan menghasilkan kesimpulan. Ada 2 jenis argumen, yaitu deduktif dan
induktif. Argumen deduktif beralur dari premis umum ke premis khusus. Nilainya
bisa valid dan tidak valid. Sedangkan argument induktif beralur dari premis khusus ke
premis umum serta menghasilkan kesimpulan yang bersifat kemungkinan.

Aksiologi

Aksiologi dapat dimaknai sebagai cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai-nilai karena
ia berasal dari bahasa Yunani, axia yang berarti ‘nilai’ dan logos yang berarti ‘ilmu’, ‘kajian’,
‘prinsip’ atau ‘aturan’. Aksiologi terbagi menjadi 3 nilai pokok, yaitu, kebaikan, kebenaran,
dan keindahan (bonum, veritas, pulcher). Etika berkaitan dengan masalah kebaikan;
epistemolgi dengan masalah kebenaran; dan estetika dengan masalah kebaikan.

Etika

Etika merupakan studi filsafat yang mempelajari tentang nilai yang berkaitan erat dengan
kebaikan. Kebaikan yang dimaksud disini ialah bagaimana hidup yang baik, orang yang
berbuat baik, serta apa perbuatan yang baik. Etika ini merujuk pada 2 hal, yaitu kedisiplinan
manusia untuk mempelajari nilai nilai kebaikan serta permasalahan disiplin tersebut yaitu
nilai nilai yang ada di kehidupan manusia. Alasan manusia dapat berbuat dan tidak berbuat
sesuatu juga dikaji dalam etika.

Estetika

Estetika ialah cabang filsafat dari Aksiologi yang mengkaji tentang estetika dalam
menghayati sesuatu yang ada bisa indah atau tidak karena kata estetika berasal dari kata
Yunani Kuno aisthetikos yang berarti to sense perception yang juga diturunkan dari kata
aisthanomai yang berarti I perceive, feel, sense.

BAB 3 : LOGIKA

Salah satu cabang filsafat ialah logika. Menurut Luce secara etimologis, logika berasal dari
kata Yunani ‘logos’ yang digunakan dalam beberapa arti seperti ucapan, kata, pengertian,
pikiran dan ilmu pengetahuan. Logika merupakan prinsip/metode yang ada dalam rangka
memilah penalaran yang benar dan penalaran yang kurang benar. Hal ini terkait dengan
keterampilan yang kita miliki untuk memperoleh logika, menggunakan penalaran.

Penalaran merupakan suatu proses tempat akal budi bergerak dari suatu pengetahuan lama
yang sudah dimiliki menuju pengetahuan baru. Proses itu dapat menempuh dua jalan, yaitu
deduksi dan induksi dan disebut logika deduksi dan logika induksi (Hayon, 2000).

Logika induksi terkait erat dengan silogisme. Silogisme terdiri atas 3 proposisi. Proposisi
pertama dan kedua ialah landasan penalaran. Sedangkan proposisi ketiga ialah hasil dari
penalaran tersebut. Ketiga proposisi ini saling berhubungan. Berbeda dengan logika induksi,
logika induktif terkait erat dengan empiris. Hasil dari logika induktif merupakan nilai nilai
yang memiliki persamaan. Dengan kata lain, kesimpulan dari logika induktif adalah
gabungan dari penalaran yang ada.

Oleh karena penalaran dalam logika induktif menggunakan pengamatan indera, maka logika
induktif bersifat a posteoriori. Atas dasar itulah logika induktif memiliki tiga ciri berikut:

(1) sintetis, di mana kesimpulan ditarik dengan jalan menggabungkan kasus-kasus yang
dinilai mempunyai persamaan;

(2) general, di mana kesimpuylan yang dihasilkan selalu meliputi kasus yang lebih banyak
atau lebih umum sifatnya daripada jumlah kasus yang terhimpun sebagai titik tolak
penalaran;

(3) a posteriori, di mana kesimpulan didasarkan pada kasus-kasus yang teramati secara
pengalaman indera.

Logika berdasarkan bentuknya terbagi atas logika formal dan non formal. Apabila logika
formal berurusan dengan tepat tidaknya suatu proses penalaran, logika material berurusan
dengan benar tidaknya proposisi-propsosi yang membangun suatu argumentasi (Hayon,
2000). Artinya, logika material lebih berfokus pada benar-tidaknya dari konten suatu
argumentasi.

Dalam logika dibedakan antara penalaran langsung dan penalaran tidak langsung. Penalaran
langsung merupakan suatu proses penarikan kesimpulan dari satu proposisi (premis).
Kesimpulan dihasilkan dengan membandingkan term subjek dan term predikat. Penalaran
langsung dibagi dalam dua bentuk, yaitu oposisi (penalaran langsung dengan
memperlawankan kualitas dan kuantitas proposisi) dan eduksi (penalaran lansung dengan
mempersamakan makna proposisi dalam redaksi yang berbeda). Penalaran langsung oposisi
ada empat jenis, yaitu:

Kontraris: kedua proposisi tidak dapat dua-duanya benar sekaligus, tapi dapat sekaligus salah
 Subkontraris: kedua proposisi tidak dapat dua-duanya salah sekaligus, tapi dapat sekaligus
benar
 Subalternal:
1.Jika proposisi universal benar, maka proposisi particular pasti benar
2.Jika proposisi universal salah, maka proposisi particular tidak pasti
3.Jika proposisi partikular benar, maka proposisi universal tidak pasti
4.Jika proposisi partikular benar, maka proposisi universal pasti salah
 Kontradiktoris: kedua proposisi tidak dapat benar sekaligus; dan tidak dapat pula salah
sekaligus. Dapat diturunkan:
1.Jika satu benar, maka yang lain salah.
2.Jika satu salah, maka yang lain benar.

 eduksi merupakan cara mengubah suatu proposisi ke proposisi lain dengan makna yang sama
 Terdapat 4 jenis penalaran langsung eduksi
1.Konversi: penalaran langsung eduksi yang dilakukan dengan cara menukarkan posisi tem
subjek dengan term predikat proposisi tanpa mengubah kualitasnya
2.Obversi:  penalaran langsung eduksi yang mengungkapkan kembali satu proposisi ke
proposisi lain yang semakna dengan mengubah kualitas proposisi awal (premis).
3.Kontraposisi:  penalaran langsung eduksi yang mengungkapkan kembali suatu proposisi ke
proposisi lain yang semakna dengan cara menukar posisi term subjek dengan term predikat
dan menegasikan keduanya
4.Inversi:  penalaran langsung eduksi yang mengungkapkan kembali suatu proposisi ke
proposisi lain yang semakna dengan menegasikan kedua term subjek dan term predikat tanpa
mengubah posisinya.

Dalam penalaran langsung (immediate inference), kesimpulan dihasilkan hanya dengan satu
premis saja. Lain halnya dengan penalaran tidak langsuang (mediate inference). Kesimpulan
yang dihasilkan dari dua proposisi dihubungkan dengan cara tertentu. Cara ini tidak terjadi di
dalalam penalaran langsung. Hal ini dikenal sebagai silogisme. Kata silogisme berasal dari
kata Yunani syllogismos yang berarti kesimpulan atau konklusi (Hadinata, Putri, & Takwin,
2015). Dalam konteks ini, silogisme dibagi menjadi silogisme kategoris dan silogisme
hipotesis.

Silogisme kategoris merupakan suatu bentuk logika deduktif yang terdiri atas dua premis dan
satu kesimpulan. Semuanya merupakan proposisi-proposisi kategoris (A, E, I atau O). Dalam
silogisme, kategoris selalu berisikan tiga term yang masing-masingnya hanya boleh muncul
dua kali.

Silogisme hipotesis dan disjuntif menampilkan kondisi tertentu pada premis mayor.
Kesimpulannya ditarik melalui premis minor dengan pengakuan (afirmasi) atau (negasi).
Dalam konteks silogisme hipotesis dan disjungtif, premis mayor selalu berbentuk proposisi
kompleks. Artinya, proposisi di mana term predikat diafirmasi atau dinegasi terkait dengan
term subjek dengan suatu syarat tertentu.

Logika tidak hanya terkait dengan penalaran yang tepat tetapi juga bentuk-bentuk kekeliruan
berpikir. Kekeliruan berpikir ini dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu(1) kekeliruan
formal akibat kesimpulan-kesimpulan yang dihasilkan tidak sahih dikarenakan

dilanggarnya dalil-dalil logika terkait term dan proposisi pada sebuah argumentasi;(2)
kekeliruan nonformal akibat kesimpulan-kesimpulan yang dihasilkan tidak tepat dikarenakan
faktor bahasa ataupun dikarenakan relevasi antara premis dan kesimpulannya.

Kekeliruan berpikir formal merupakan sebuah penalaran yang prosesnya atau bentuknya
tidak sesuai dengan dalil-dalil logika. Beberapa jenis kekeliruan berpikir non formal:

1) Empat Term (Four Terms)seperti namanya, kekeliruan berpikir formal jenis empat term

2) Term Penghubung Tidak Terdistribusikan (Undistributed Middle Term) term


penghubungnya tidak terdistribusikan pada premisnya baik dalam premis mayor dan/atau
premis term minor.

3) Proses Ilisit (Illicit Process)Perubahan kuantitas term mayor dan/atau term minor yang
lebih kecil pada premis menjadi lebih luas pada kesimpulan di dalam silogisme kategoris

4) Premis-Premis Afirmatif, Kesimpulan Negatif premis mayor dan minornya proposisi


afirmatif, tetapi dalam kesimpulan digunakan proposisi negatif.

5) Salah Satu Premis Negatif, Kesimpulan Afirmatif digunakan salah satu premis
mengunakan proposisi negati, tetapi kesimpulan yang dihasilkan berupa proposisi afirmatif.

Kemudian, kekeliruan berpikir nonformal relevesi terjadi apabila kesimpulan yang ditarik
tidak memiliki relevansi dengan premis-premisnya atau sebaliknya. Beberapa jenis
kekeliruan berpikir nonformal:

1) Argumentum ad misericordiam

argumentasi tidak disusun berdasarkan kesahihan bentuk dan kebenaran kontennya.

2) Argumentum ad populum

seakan keadilan atas argumentasi tidak diperlukan dikarenakan dijaminkan kepada


kepercayaan orang banyak.

3) Argumentum ad hominem

apabila dalam sebuah perbincangan yang argumentatif yang dinilai bukan kesahihan bentuk
atau kebenaran konten, melainkan alasan-alasan yang berhubungan dengan sifat pribadi dari
orang yang mengajukan argumentasi tersebut.

Kekeliruan Berpikir Nonformal Bahasa

1) Kekeliruan EkuivokasiKekeliruan berpikir nonformal bahasa ini dikarenakan


argumentasi yang menggunakan term yang bermakna ganda sehingga kesimpulannya tidak
jelas atau terjadinya pergantian arti dari sebuah term yang sama.

2) Kekeliruan Amfiboli

Kekeliruan berpikir nonformal bahasa ini terjadi karena argumentasi yang dikemukakan
menggunakan susunan kata-kata yang bermakna ganda jika dilihat dari tata bahasa.

BAB 4: ETIKA

Etika menjadi salah satu bagian dalam filsafat, terutama pada aksiologi. Etika membuat orang
untuk dapat berperilaku dengan baik sesuai dengan prinsip-prinsip kebaikan. Maka dari itu
etika sangat penting untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Etiket sendiri berasal dari
bahasa perancis, etiquette , yaitu ketentuan mengatur sopan dan santun. Peraturan tersebut
dibuat oleh sekelompok orang untuk mengatur kehidupan masyarakatnya. Dengan kata lain,
etika merupakan peraturan yang dibuat oleh masyarakat. Misalnya, etika table manner , tata
cara ketika makan. Seseorang harus dapat menyikapi dirinya dengan baik ketika berhadapan
dengan orang lain di meja perjamuan. Cara berpakaian, sikap duduk yang baik, memegang
sendok, dan hal lainnya.

Moral ialah cara seseorang dalam bertindak, memiliki adat, dan kebiasaan. Sumber dari
moral biasanya berasal dari adat istiadat yang berkembang dalam masyarakat. Moral lebih
akrab dengan pengaplikasian hal yang baik dan buruk. Agit bermoral baik karena senang
membantu temannya dalam mengerjakan tugas, sedangkan Dessa bermoral buruk karena
senang menjahili temannya. Sikap orang yang bertentangan dengan hal baik disebut immoral.

Norma merupakan petunjuk orang dalam berperilaku di masyarakat. Norma memberi


panduan yang telah disetujui oleh masyarakat. Norma tidak bersifat universal, melainkan
bersifat partikular (bersifat khusus).

Kode etik atau code of conduct (CoC) merupakan pedoman menjaga prinsip profesionalitas
dalam bekerja. Artinya, kode etik itu tidak hanya menjadi acuan dalam mengerjakan tugas
sesuai standar yang ditetapkan, tetapi turut mengatur sikap saat berelasi dengan sesama
pekerja juga pihak lain yang terkait.

Seseorang dianggap professional apabila memiliki potensi atau kemampuan yang besar di
bidang yang ditekuninya melalui pendidikan tinggi. Untuk itu kode etik tidak berlaku umum,
melainkan khusus dalam profesi yang ada. Contohnya, kode etik dosen Universitas Indonesia
terkaitprofesionalisme, di antaranya, jujur, disiplin, objektif, tidak melakukan plagiasi, dan
adil saatmenjaga hubungan profesional dengan kolega. Sementara itu, kode etik dosen yang
terkaitdengan mahasiswa adalah menghargai mahasiswa secara personal dan mitra intelektual
(Pedoman Mutu Akademik Universitas Indonesia, 2007).

Anda mungkin juga menyukai

  • MembangunKarakter
    MembangunKarakter
    Dokumen7 halaman
    MembangunKarakter
    Belinda Hana
    Belum ada peringkat
  • Daskeslink
    Daskeslink
    Dokumen8 halaman
    Daskeslink
    Belinda Hana
    Belum ada peringkat
  • Daskeslink
    Daskeslink
    Dokumen8 halaman
    Daskeslink
    Belinda Hana
    Belum ada peringkat
  • SPKND
    SPKND
    Dokumen1 halaman
    SPKND
    Belinda Hana
    Belum ada peringkat
  • PPBL
    PPBL
    Dokumen1 halaman
    PPBL
    Belinda Hana
    Belum ada peringkat
  • Tata Kelola
    Tata Kelola
    Dokumen3 halaman
    Tata Kelola
    Belinda Hana
    Belum ada peringkat
  • Profesi Kesehatan
    Profesi Kesehatan
    Dokumen2 halaman
    Profesi Kesehatan
    Belinda Hana
    Belum ada peringkat
  • Keslgob
    Keslgob
    Dokumen3 halaman
    Keslgob
    Belinda Hana
    Belum ada peringkat
  • Keslgob
    Keslgob
    Dokumen3 halaman
    Keslgob
    Belinda Hana
    Belum ada peringkat
  • Keslgob
    Keslgob
    Dokumen3 halaman
    Keslgob
    Belinda Hana
    Belum ada peringkat