Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Remaja merupakan populasi terbesar di dunia, sekitar seperlima penduduk di dunia adalah
remaja usia 12 – 21 tahun. Pada masa remaja (usia 12 – 21 tahun) terdapat beberapa fase
(Monks, 1985), fase remaja awal (usia 12 – 15 tahun), fase remaja pertengahan (usia 15-18
tahun), masa remaja akhir (usia 18-21 tahun) dan diantaranya juga terdapat fase pubertas
yang merupakan fase yang sangat singkat dan terkadang menjadi masalah tersendiri bagi
remaja dalam menghadapinya.
Masa remaja merupakan masa yang penting dalam perkembangan individu. Pada masa
tersebut, terjadi perubahan-perubahan pada fisik, interaksi sosial, kognitif, emosi, dan moral.
Menurut pandangan Piaget (Hurlock, 2006):
“Secara psikologis, masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan
masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang
yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam
masalah hak…..Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai aspek efektif, kurang lebih
berhubungan dengan masa puber….Termasuk juga perubahan intelektual yang
mecolok….Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini
memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang
kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini”.
Menurut Konopka (Pikunas, 1976) remaja SMA termasuk kedalam masa remaja madya
dengan rentang 15-18 tahun. Fase-fase demikian menurut Salzman merupakan masa
perkembangan sikap tergantung menuju kearah kemandirian. Pada masa ini remaja bisa
merasakan kebebasan melakukan sesuatu nyaris tanpa adanya rasa kekhawatiran dan resiko
yang mungkin dihadapi.
Siswa sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses berkembang atau menjadi
(on becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian mereka selalu
melakukan interaksi sosial. Untuk mencapai kematangan tersebut, siswa memerlukan
bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya
dan lingkungan sosialnya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya.
Disamping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan siswa tidak selalu
berlangsung secara mulus, atau bebas dari masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan
itu tidak selalu berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan
nilai-nilai yang dianut. Perkembangan siswa tidak lepas dari pengaruh lingkungan baik dari
lingkungan internal maupun eksternal. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan.
Perubahan yang terjadi dalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) bahkan
perkembangan moral siswa itu sendiri. Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi,
atau di luar jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan moral
siswa, seperti terjadinya stagnasi (kemandegan) perkembangan, masalah-masalah pribadi,
sosial atau penyimpangan perilaku.
Perkembangan moral merupakan salah satu yang penting dalam pada remaja. Perkembangan
moral remaja berkaitan dengan bagaimana proses perkembangan remaja dalam memahami
nilai-nilai, aturan, norma yang berlaku di masyarakat Perkembangan moral remaja
dipengaruhi oleh dua hal, yaitu, kemampuan berpikir dan interaksi sosial.
Siswa Sekolah Menengah Atas yang masih sedang dalam proses berkembang ini pastinya
juga tidak terlepas dari proses perkembangan moral yang masih dipengaruhi oleh berbagai
pihak. Masalah perkembangan moral yang dihadapi siswa juga tidak terlepas dari pengaruh
keluarga khususnya perhatian orang tua.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Perkembangan Moral Siswa Dalam Keluarga”
1. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apa saja masalah perkembangan moral yang dialami siswa SMA.
2. Untuk mengetahui pengaruh keluarga dalam perkembangan moral siswa tersebut.
3. Untuk mengetahui seberapa besar Upaya/peran orangtua dalam perkembangan moral
siswa.
1. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan berguna bagi beberapa
pihak yang terkait, antara lain:
1. Untuk menambah pengetahuan dan cara berfikir penulis dalam bidang penelitian.
2. Sebagai pengetahuan dan wawasan baru bagi guru pembimbing dalam meningkatkan
profesionalitasnya sehingga, bila guru pembimbing menemukan kasus seperti ini
dengan mudah mengatasinya.
3. Bagi siswa yang mengalami masalah perkembangan moral, akan dapat keluar dari
masalahnya.
4. Penelitian, sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
KERANGKA TEORITIS
Dalam penelitian ini, sangat diperlukan untuk memperjelas semua hal yang berkaitan dengan
penelitian ini dalam rangka untuk memiliki perspektif yang jelas tentang pelaksanaan di
lapangan. Istilah mungkin berfungsi untuk memberikan sebuah konsep yang terbatas yang
khusus dimaksudkan konteks tertentu. Dalam hal ini, penulis akan menguraikan syarat,
mereka adalah penting untuk tujuan penelitian ini.
Pengertian Moral
Mungkin kita berpikir terlalu muluk mengenai moral, sesuatu yang sangat tinggi dan sulit
diterjemahkan dngan kata-kata. Apakah sebenarnya moral itu? Jika istilah moral
didefinisikan akan berbunyi “moral berkenaan dengan norma-norma umum, mengenai apa
yang baik atau benar dalam cara hidup seseorang”
“Ketika orang berbicara tentang nilai – nilai moral, pada umumnya akan terdebgar sebagai
sikap da perbuatan seseorang terhadap orang lain. Pada anak-anak, nilai – nilai moral akan
terlihat yang mampu tidaknya seorang anak membedakan antara yang baik dan yang buruk”
Jujur dapat dipercaya, baik hati, ramah, setia kawan, dermawan, berempati,bersahabat,
lembut, penuh kasih, ceria, menghargai orang lain hanyalah beberapa ciri-ciri yang kita
anggap memiliki nilai – nilai moral yang baik.
Moral pada dasarnya memiliki banyak arti sesuai dengan sudut pandang yang
berbeda-beda. Dalam kamus psikologi (Chaplin,2006) disebutkan bahwa moral mengacu
pada akhlak yang sesuai dengan peraturan sosial, atau menyangkut hokum atau adat
kebiasaan yang mengatur tingkah laku. Sementara dalam psikologi perkembangan, Hurlock
(edisi ke-6, 1990) disebutkan bahwa perilaku moral adalah: perilaku yang sesuai dengan kode
moral kelompok sosial. Moral sendiri berarti: tata cara, kebiasaan dan adat. Perilaku moral
dikendalikan oleh konsep – konsep moral atau peraturan perilaku yang telah menjadi
kebiasaan bagi anggota suatu budaya. Sementara dalam webster’s new world dictionary
(Wantah,2005) Moral adalah sesuatu yang berkaitan atau ada hubungannya dengan
kemampuan menentukan benar salkah dan baik buruknya tingkah laku.
“Moral adalah suatu keyakinan tentang benar salah, baik buruk, yang sesuai dengan
kesepakatan sosial, yang mendasari tindakan atau pemikiran.”
Perkembangan Moral
Menurut Santrock (1995) Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan
aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam
interaksinya dengan orang lain. Perkembangan moral adalah perubahan-perubahan perilaku
yang terjadi dalam kehidupan anak berkenaan dengan tatacara, kebiasaan, adat, atau standar
nilai yang berlaku dalam kelompok sosial.
Menurut teori belajar sosial, perkembangan sosial merupakan proses yang dipelajari selama
proses interaksi sosial seseorang dengan orang lain. Perkembangan sosial berlangsung
melalui proses peniruan, latihan dan penguatan.
Pelopor teori Kognitif adalah Jean Piaget yang menekankan bahwa perkembangan kognitif
erat kaitannya dengan perkembangan moral remaja. Oleh karena itu, perkembangan moral
remaja tergantung pada perkembangan kognitifnya. Piaget berpendapat bahwa terdapat
hubungan yang sejajar antara perkembangan kognitif dengan perkembangan moral remaja.
Namun demikian, Kohlberg menambahkan bahwa pengertian hubungan yang erat antara
kemampuan berpikir dan perkembangan moral seorang anak tidak menjamin bahwa anak
yang cerdas akan memiliki perkembangan moral yang baik. Lebih jauh, dikatakan Kohlberg,
bahwa belum tentu anak atau seseorang yang cerdas akan menunjukkan perilaku moral yang
baik, walau ia mengerti akan konsep moral yang seharusnya. (Patricia J. Parsons, hal :52)
Menurut Piaget perkembangan moral terjadi dalam dua tahapan, yaitu tahap pertama adalah
”tahap realisme moral” atau ”moralitas oleh pembatasan” dan tahap kedua ”tahap moralitas
otonomi’ atau”moralitas kerjasama atau hubungan timbal balik”. (Hurlock, 1998:79).
Dalam tahap pertama, perilaku anak ditentukan oleh ketaatan otomatis terhadap peraturan
tanpa penalaran atau penilaian. Mereka menganggap orang tua dan semua orang dewasa yang
berwenang sebagai maha kuasa dan mengikuti peraturan yang diberikan pada mereka tanpa
mempertanyakan kebenarannya. Dalam tahap ini anak menilai tindakannya benar atau salah
berdasarkan konsekuensinya dan bukan berdasarkan motivasi di belakangnya. Mereka sama
sekali mengabaikan tujuan tindakannya tersebut.
Dalam tahap kedua, anak menilai perilaku atas dasar tujuan yang mendasarinya. Tahap ini
biasanya dimulai antara usia 7 atau 8 tahun dan berlanjut hingga usia 12 tahun atau lebih.
Gagasan yang kaku dan tidak luwes tentang benar salah perilaku mulai dimodifikasi. Anak
mulai mempertimbangkan keadaan tertentu yang berkaitan dengan suatu pelanggaran moral.
Kohlberg mengemukakan ada tiga tahap perkembangan moral diuraikan dalam table berikut:
Para peneliti perkembangan telah mengidentifikasi sejumlah factor yang berhubungan dengan
perkembangan penalaran dan perilaku moral : perkembangan kognitif umum, perkembangan
rasio dan rationale, isu dan dilema moral, dan perasaan diri.
Penalaran moral yang tinggi (advanced) penalaran yang dalam mengenai hokum moral dan
nilai-nilai luhur seperti kesetaraan, keadilan, hak-hak asasi manusia memerlukan refleksi
yang mendalam mengenai ide-ide abstrak. Dengan demikian dalam batas-batas tertentu,
perkembangan moral bergantung pada perkembangan kognitif (Kohlberg,
1976;Nucci,2006;Turiel,2002). Sebagai contoh, anak-anak yang secara intelektual (gifted)
berbakat umumnya lebih sering berpikir tentang isu moral dan bekerja keras mengatasi
ketidakadilan di masyarakat local ataupun dunia secara umum ketimbang teman-teman
sebayanya (silverman,1994). Meski demikian, perkembangan kognitif tidak menjamin
perkembangan moral. Terkadang siswa berpikir abstrak mengenai materi akademis dan pada
saat yang sama bernalar secara prakonvensional, yang berpusat pada diri sendiri (Kohlberg,
1976; Silverman, 1994).
Anak-anak lebih cenderung memperoleh manfaat dalam perkembangan moral ketika mereka
memikirkan kerugian fisik dan emosional yang ditimbulkan perilaku-perilaku tertentu
terhadap orang lain. Menjelaskan kepada anak-anak alasan perilaku-perilaku tertentu tidak
dapat diterima, dengan focus pada perspektif orang lain, dikenal sebagai induksi(induction)
(M.L.Hoffman,1970,1975).
4. Perasaan Diri.
Anak-anak lebih cenderung terlibat dalam perilaku moral ketika mereka berpikir bahwa
sesungguhnya mampu menolong orang lain dengan kata lain ketika mereka memiliki
pemahaman diri yang tinggi mengenai kemampuan mereka membuat suatu perbedaan
(Narfaez & Rest,1995). Lebih jauh, pada masa remaja, beberapa anak muda mulai
mengintegrasikan komitmen terhadap nilai-nilai moral terhadap identitas mereka secara
keseluruhan (M.L.Arnold,2000;Biyasi,1995;Nucci,2001). Mereka menganggap diri mereka
sebagai pribadi bermoral dan penuh perhatian, yang peduli pada hak-hak dan kebaikan orang
lain. Tindakan altruistic dan bela rasa yang mereka lakukan tidak terbatas hanya pada teman-
teman dan orang-orang yang mereka kenal saja, melainkan juga meluas ke masyarakat.
Keluarga menurut Ahmadi seperti dikutip Fitria Susanti dan Novita (2009) adalah kelompok
primer yang paling penting di dalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah kelompok
yang terbentuk dari hubungan antara laki-laki dan perempuan yang berlangsung lama untuk
menciptakan dan membesarkan anak. Jadi keluarga dalam bentuk murni merupakan satu
kesatuan sosial yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak.
Keluarga merupakan lingkungan terdekat bagi anak sejak anak dilahirkan. Di dalam keluarga
anak memperoleh banyak pengalaman dan stimulus untuk tumbuh dan berkembang.
Pengaruh keluarga terhadap perkembangan moral anak sangatlah besar. Dengan melihat
perilaku orang dewasa di dalam lingkungan keluarga dimana anak tinggal, anak akan
memperhatikan perilaku tersebut, kemudian menirunya dalam jangka waktu tertentu. Dengan
demikian keluarga merupakan tempat yang sangat efektif untuk menginternalisasikan nilai
moral kepada anak.
Keluarga merupakan satuan terkecil dari sistem social yang ada di masyarakat. Peran
keluarga sangat penting bagi perkembangan remaja. Menurut penelitian Mandara dan Murray
(2000) keluarga yang berperan baik dapat meningkatkan harga diri (self-esteem) pada remaja.
Tidak hanya hanya itu, keluarga juga berperan dalam hal pendidikan, khusus pendidikan pra
sekolah. Pada saat masih kanak-kanak keluarga yang mengajarkan nilai-nilai moral, agama,
dan bagaimana seharusnya berperilaku. Menurut Clatworthy (1980) peran keluarga sangat
banyak, yaitu sosialisasi pendidikan, reproduksi, perlindungan dan keselamatan, control
sosial, kebutuhan psikologis, agama dan rekreasi. White (2000) dalam penelitiannya
membuktikan bahwa keluarga mempnyai peran penting dalam pembentukan moral remaja.
Studi yang dilakukan White tentang peran keluarga dalam pembentukan berpikir moral
(moral thought) di lakukan di Australia. Subjek penelitian berjumlah 271 remaja (14-19
tahun) beserta orangtuanya. Pada penelitian ini, White berusaha menghubungkan proses
dalam keluarga dengan berpikir moral (moral thaough)t. Dia menggunakan pendekatan
sistem-keluarga pada pembentukan berpikir moral remaja. Moral remaja tidak hanya
bersumber dari kelompoknya saja, tetapi peran kelurga terutama orangtua sangat penting.
Kemampuan keluarga dalam proses pembentukan moral remaja dapat dilihat dari tiga
elemen, yaitu kedekatan keluarga (cohesion familiy), adaptasi, dan komunikasi
Ada tiga elemen yang berperan dalam proses perkembangan berpikir moral. Pertama, remaja
yang mempunyai hubungan baik atau kedekatan dengan keluarga, akan mempunyai berpikir
moral yang baik daripada remaja yang kurang mampu berhubungan baik dengan keluarga.
Kedekatan keluarga mempunyai hubungan dengan penilaian moral. Remaja yang menerima
kehangatan keluarga cenderung akan mudah dalam menerima nlai-nilai moral dari
kelurganya. Kedekatan keluarga dilihat dari keterikatan yang terjadi antar setiap anggota
keluarga. Ukurannya dilihat dari keterikatan emosional, batasan, waktu, teman, pengambilan
keputusan, minat, dan rekreasi.
Kedua, adalah adaptasi. Remaja yang mengalami proses adapatasi yang baik dalam keluarga
akan mempunyai pengaruh signifikan pada perkembangan moral daripada remaja yang tidak
mampu berdaptasi di keluarga. Hasil ini membuktikan bahwa proses adaptasi remaja di
keluarga mempunyai hubungan dengan berpikir moral (moral thaought ) remaja. Menurut
Olson (dalam White, 2000) adaptasi keluarga adalah kemampuan sistem keluarga untuk
mengubah struktur kekuasaan (asertivitas, kontrol, dan disiplin), gaya negosiasi, hubungan
dengan peraturan dalam merespon situasi dan perkembangan stress.
Terakhir adalah komunikasi. Remaja yang mempunyai komunikasi positif dengan keluarga
terutama orangtua, akan mempunyai peran yang besar dalam pembentukan berpikir moral
(moral thaought) daripada remaja yang menpunyai komunikasi negatif. Kemampuan positif
dalam keluarga dapat dilihat dari kemampuan remaja untuk berkomunikasi dengan
orangtuanya secara baik dan demokratis sehingga nilai-nilai moral dari orangtua dapat
diinternalisasi secara baik oleh remaja. Komunikasi yang baik akan menciptakan hubungan
yang baik pula, dan juga menciptakan saling memahami akan makna atau arti dari pesan yang
disampaikan (Sarwono, 1999). Remaja yang mengalami komunikasi negatif cenderung tidak
ingin mengambil nilai-nilai moral dari keluarga, tetapi lebih mengambil nilai-nilai moral dari
luar lingkungan keluarga.
KERANGKA KONSEPTUAL
`Untuk memahami peranan orangtua dalam perkembangan moral anak-anak dan para remaja,
memahami kondisi-kondisi lingkungan dan tindakan orangtua yang bisa mempengaruhi
proses perkembangan moral, memahami peran pendidikan/sekolah dan kelompok keagamaan
menyusun program yang dapat memberi kontribusi perkembangn moral.
Peran keluarga dalam mensosialisakan nilai-nilai moral kepada remaja sangat penting.
Kemampuan remaja dan orangtua dalam hal adaptasi, kedekatan dan komunikasi sangat
dibutuhkan dalam proses penyampaian nilai-nilai moral, sehingga nilai-nilai moral itu akan
mempengaruhi cara berpikir moral remaja.
Keluarga merupakan satuan terkecil dari sistem social yang ada di masyarakat. Peran
keluarga sangat penting bagi perkembangan remaja. Keluarga yang berperan baik dapat
meningkatkan harga diri (self-esteem) pada remaja. Tidak hanya hanya itu, keluarga juga
berperan dalam hal pendidikan, khusus pendidikan pra sekolah. Pada saat masih kanak-kanak
keluarga yang mengajarkan nilai-nilai moral, agama, dan bagaimana seharusnya berperilaku.
Menurut Clatworthy (1980) peran keluarga sangat banyak, yaitu sosialisasi pendidikan,
reproduksi, perlindungan dan keselamatan, control sosial, kebutuhan psikologis, agama dan
rekreasi.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 7 Medan yang berlokasi di jalan Timor Gg Buntu
No.36 Medan. Peneltian dilakukan pada semester ganjil 2015/2016. Penelitian ini
dilaksanakan pada 28 November 2015 pada jam pelajaran 1 dan 2 .
Populasi
Populasi adalah kelompok yang menjadi perhatian peneliti, yaitu kelompok yang menjadi
generalisasi dari hasil penelitian (Gay, 1981:86). Gall (2002:167) menyatakan bahwa
populasi adalah kelompok yang lebih besar yang akan dipelajari peneliti.
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA Negeri 7 Medan tahun
ajaran 2015/2016, yang terdiri dari lima kelas dengan jumlah keseluruhan 172 orang. Jumlah
siswa tiap kelas dapat dilihat dalam tabel 3.1
Sampel
Sampel adalah kelompok yang lebih kecil yang dipelajari secara nyata oleh peneliti
(Gall,2002:167). Menurut Arikunto (2010:174) sampel adalah sebagian atau wakil populasi
yang diteliti. Untuk meneliti sampel haruslah menggunakan teknik yang disebut teknik
sampling. Teknik sampling (sugiyono,2010:118) adalah merupakan teknik pengambilan
sampel.
Teknik sampling yang digunakan peneliti adalah Quota sampling. Menurut Simson (2015:31)
Quota sampling menerapkan jumlah anggota sampel ditetapkan dengan cara menetapkan
jumlah sampel yang diperlukan lalu jumlah atau jatah itu diambil secara sampel sehingga
anggota populasi mana yang diambil tidak menjadi persoalan karena jumlah quota yang
diperlukan sudah terpenuhi. Sampel yang digunakan adalah Siswa/i kelas XI IPA1 yang
berjumlah 38 orang.
Definisi operasional variabel adalah definisi yang didasarkan pada sifat-sifat ketentuan yang
ditetapkan yang dapat diamati. Dalam penelitian ini definisi operasional variabel :
1. Moral
“Moral adalah suatu keyakinan tentang benar salah, baik buruk, yang sesuai dengan
kesepakatan sosial, yang mendasari tindakan atau pemikiran.”
2. Perkembangan Moral
Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi
mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang
lain. Perkembangan moral adalah perubahan-perubahan perilaku yang terjadi dalam
kehidupan anak berkenaan dengan tatacara, kebiasaan, adat, atau standar nilai yang berlaku
dalam kelompok sosial.
3. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan terdekat bagi anak sejak anak dilahirkan. Di dalam keluarga
anak memperoleh banyak pengalaman dan stimulus untuk tumbuh dan berkembang.
Pengaruh keluarga terhadap perkembangan moral anak sangatlah besar
Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, sejumlah pertanyaan
tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden(Arikunto,2002). Melalui
angket ini, dikumpulkan informasi tentang gambaran populasi yang diwakili responden
tentang perkembangan moral remaja dalam keluarga oleh siswa/i SMA NEGERI 7 MEDAN.
Jumlah soal yang tertera dalam angket adalah 40 pertanyaan dimana setiap pernyataan diberi
4 (empat) pilihan dengan spesifikasi sebagai berikut:
NO.ITEM
NO VARIABEL SUB VARIABEL INDIKATOR
PERNYATAAN
Komunikasi dalam Keluarga 1,4,26
Perkembangan
1 Pengaruh Keluarga Kedekatan keluarga 2,13,31
Moral Remaja
Adaptasi anak dengan keluarga 6,20
Analisis Data
Data yang terkumpul akan dianalisis secara analitik. Data dianalisis dengan analisis univariat
secara deskriptif dalam bentuk distribusi frekuensi. Analisis univariat yang dilakukan untuk
penggambaran variabel dan subjek penelitian dengan tidak melakukan analisis perbedaan
atau hubungan antar variabel (Hidayat,2003).
Validitas adalah suatu ukuran menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu
instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan.
Suatu instrumen dikatakan valid jika rhitung > rtabel. Untuk menentukan koefisien korelasi
validitas angket digunakan Korelasi Product Moment (Arikunto,2010:213) yaitu dengan
rumus:
Dimana:
Dengan membandingkan harga yang diperoleh dengan untuk N (jumlah sampel) dan interval
kepercayaan 95% atau taraf signifikan 5% dimana , maka hasil tersebut dikatakan valid tetapi
jika maka hasil tersebut dinyatakan tidak valid.
Reliabilitas merupakan suatu pemahaman bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya
untuk dapat digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen sudah baik. Pengujian
reliabilitas angket dilakukan dengan menggunakan rumus Alpha (Arikunto, 2010:239), yaitu,
Dimana :
: varians total
Di mana :
Di mana :
Untuk mengukur harga reliabilitas soal angket, maka harga tersebut dikonfirmasikan dengan
tabel harga kritik r product moment. Dengan kriteria jika maka soal angket secara
keseluruhan tergolong reliabel.
BAB IV
PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Sebelum data dianalisis dilakukan, terlebih dahulu uji instrumen data untuk mengetahui
validitas dan realibilitas instrumen. Penulis melakukan uji coba angket padasiswakelas XI
IPA 1 dengan jumlah 38 responden. Pengujian validitas dan realibilitas angket penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan Product Moment dan Cronbach Alpha dengan ketentuan jika
rhitung> rtabel maka butir soal dianggap valid pada interval kepercayaan 95% (. Jika item
kuisioner terbukti valid maka kuisioner dapat di gunakan untuk dianalisis selanjutnya, dan
jika tidak valid secara otomatis item kuisioner tidak digunakan untuk analisis selanjutnya.
Dari hasil uji validitas pada perkembangan moral remaja dalam keluarga remaja sebanyak 8
item kepada 38 responden, diperoleh 5 item yang valid sementara sisanya sebanyak 3item
tidak valid karena tidak memenuhi ketentuan rhitung> rtabel. Dengan demikian untuk pelaksanaan
pengambilan data penelitian 3 item yang tidak valid tersebut tidak digunakan dalam
pengumpulan data. Berikut ini disajikan tabel hasil pengujian validitas angket variabel faktor
yang mempengaruhi emosi remaja.
Tabel 4.1
Dari tabel di tersebut diketahui bahwa hampir semua butir soal memperoleh nilai rhitung>
rtabel atau secara garis besar pertanyaan untuk faktor yang mempengaruhi perkembangan
emosi remaja dinyatakan valid.
Selanjutnya untuk perhitungan uji reliabilitas pendidikan orang tua, penulis menggunakan
program SPSS Statistics 15 yang dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel 4.2
Reliability Statistics
Cronbach’s Alpha N of Items
,614 8
Hasil perhitungan uji reliabilitas angket pendidikan orang tua diperoleh nilai reliabilitas
sebesar rhitung = 0,614. Kemudian dibandingkan dengan rtabel pada interval kepercayaan 95%
atau alpha sebesar 5% dan N = 38 untuk Product Moment yaitu senilai 0,329 (Arikunto,
2010:402). Nilai reliabilitas 0,614 > 0,329 (rhitung > rtabel). Dengan demikian angket
perkembangan moral remaja dalam keluarga reliabel.
Berdasarkan jawaban atas angket yang telah disebar, peneliti membuat daftar distribusi
frekuensi atas jawaban variabel X1 dan X2, merupakan daftar yang diperoleh dari hasil
jawaban atas angket pada skala nilai berikut:
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka diperoleh batas interval yaitu sebesar 0,80 dan
dapat dikategorikan sebagai berikut:
Tabel 4.3
Kategori Penilaian
Interval Kategori
4,04-4,79 Sangat Baik
3,28-4,03 Baik
2,52-3,27 Cukup Baik
1,76-2,51 Tidak Baik
1,00-1,75 Tidak Baik Sekali
Tabel 4.4
No. Rata
Item Frekuensi Jawaban Total Keterangan
soal -rata
SL = 4 SR = 3 KD = 2 TP=1
F SC F SC F SC F SC F SC
1 15 60 7 21 16 32 0 0 38 113 2.973 Cukup baik
2 18 72 2 6 10 20 8 8 38 106 2.789 Cukup baik
4 11 44 9 27 12 24 6 6 38 101 2.657 Cukup baik
6 16 64 3 9 13 26 6 6 38 105 2.763 Cukup baik
13 13 52 8 24 11 22 6 6 38 104 2.736 Cukup baik
20 8 32 13 39 7 14 10 10 38 95 2.5 Tidak baik
26 8 32 18 54 8 16 4 4 38 106 2.789 Cukup baik
31 3 12 0 0 14 28 21 21 38 61 1.605 Tidak baik
TOTAL AKHIR 791 20.815
RATA – RATA AKHIR 2.601 Cukup baik
Keterangan:
F= Frekuensi
Pembahasan
Berdasarkan hasil angket dapat diamati hubungan keluarga dalam perkembangan moral siswa
melalui indicator yang terdapat pada instrument, sebagai berikut :
1. Apakah Orangtua pernah memberikan nasehat ?
Distibusi frekuensi masing – masing jawaban siswa/i SMA Negeri 7 Medan dapat
ditampilkan pada table 4.5a
Skor Frekuensi %
TP = 1 0 0
KD = 2 16 42,10
SR = 3 7 18,42
SL = 4 15 39,47
SUM 38 100
Berdasarkan diagram diatas diperoleh bahwa sebagaian besar siswa pernah diberikan nasehat
oleh orangtuanya dengan skala ”kadang – kadang” sebanyak 16 responden (42,10%), “selalu”
diberikan nasehat sebanyak 15 responden (39,47%).
Skor Frekuensi %
TP = 1 8 21,05
KD = 2 10 26,31
SR = 3 2 5,26
SL = 4 18 47,36
SUM 38 100
Skor Frekuensi %
TP = 1 6 15,78
KD = 2 12 31,57
SR = 3 9 23,68
SL = 4 11 28,94
SUM 38 100
Berdasarkan diagram diatas diperoleh bahwa sebagaian besar siswa pernah diberikan contoh
yang baik oleh orangtuanya dengan skala ”kadang – kadang” sebanyak 12 responden
(31,57%), “selalu” diberikan nasehat sebanyak 11 responden (28,94%).
Skor Frekuensi %
TP = 1 6 15,78
KD = 2 13 34,21
SR = 3 3 7,89
SL = 4 16 42,1
SUM 38 100
Berdasarkan diagram diatas diperoleh bahwa sebagaian besar siswa pernah diam saja saat
orangtuanya memarahinya dengan skala ”kadang – kadang” sebanyak 13 responden
(34,21%), “selalu” diam sebanyak 16 responden (42,1%).
Skor Frekuensi %
TP = 1 6 15,78
KD = 2 11 28,94
SR = 3 8 21,05
SL = 4 13 34,21
SUM 38 100
Berdasarkan diagram diatas diperoleh bahwa sebagaian besar orangtua menanyakan waktu
anak disekolah dengan skala ”kadang – kadang” sebanyak 11 responden (28,94%), “selalu”
ditanyakan sebanyak 13 responden (34,21%).
Skor Frekuensi %
TP = 1 10 26,31
KD = 2 7 18,42
SR = 3 13 34,21
SL = 4 8 21,05
SUM 38 100
Berdasarkan diagram diatas diperoleh bahwa sebagaian besar siswa pernah meninggalkan
rumah tanpa pamit dengan skala ”kadang – kadang” sebanyak 7 responden (18,42%),
“selalu” diberikan nasehat sebanyak 8 responden (21,05%), namun ditemukan “sering” anak
meninggalkan rumah tanpa pamit sebanyak 13 responden (34,21%)
Berdasarkan diagram diatas diperoleh bahwa sebagaian besar mendisiplikan waktu anaknya
dengan skala ”kadang – kadang” sebanyak 8 responden (21,05%), “sering” didisiplinkan
waktunya sebanyak 18 responden (47,36%).
Skor Frekuensi %
TP = 1 21 55,26
KD = 2 14 36,48
SR = 3 0 0
SL = 4 3 7,89
SUM 38 100
Berdasarkan diagram diatas diperoleh bahwa sebagaian besar orangtua siswa terlalu sibuk
dengan pekerjaan dengan skala ”kadang – kadang” sebanyak 14responden (36,48%), “selalu”
sebanyak 3 responden (7,89%). Sedangkan skala tidak pernah sebanyak 21 responden
(55,26%)
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan peneliti, maka dapat diperoleh beberapa
hal mengenai pengaruh keluarga dalam perkembangan moral remaja SMA NEGERI 7 Medan
adalah sebagai berikut: