Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Remaja merupakan populasi terbesar di dunia, sekitar seperlima penduduk di dunia adalah
remaja usia 12 – 21 tahun. Pada masa remaja (usia 12 – 21 tahun) terdapat beberapa fase
(Monks, 1985), fase remaja awal (usia 12 – 15 tahun), fase remaja pertengahan (usia 15-18
tahun), masa remaja akhir (usia 18-21 tahun) dan diantaranya juga terdapat fase pubertas
yang merupakan fase yang sangat singkat dan terkadang menjadi masalah tersendiri bagi
remaja dalam menghadapinya.

Masa remaja merupakan masa yang penting dalam perkembangan individu. Pada masa
tersebut, terjadi perubahan-perubahan pada fisik, interaksi sosial, kognitif, emosi, dan moral.
Menurut pandangan Piaget (Hurlock, 2006):

“Secara psikologis, masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan
masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang
yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam
masalah hak…..Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai aspek efektif, kurang lebih
berhubungan dengan masa puber….Termasuk juga perubahan intelektual yang
mecolok….Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini
memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang
kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini”.

Menurut Konopka (Pikunas, 1976) remaja SMA termasuk kedalam masa remaja madya
dengan rentang 15-18 tahun. Fase-fase demikian menurut Salzman merupakan masa
perkembangan sikap tergantung menuju kearah kemandirian. Pada masa ini remaja bisa
merasakan kebebasan melakukan sesuatu nyaris tanpa adanya rasa kekhawatiran dan resiko
yang mungkin dihadapi.

Siswa sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses berkembang atau menjadi
(on becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian mereka selalu
melakukan interaksi sosial. Untuk mencapai kematangan tersebut, siswa memerlukan
bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya
dan lingkungan sosialnya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya.
Disamping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan siswa tidak selalu
berlangsung secara mulus, atau bebas dari masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan
itu tidak selalu berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan
nilai-nilai yang dianut. Perkembangan siswa tidak lepas dari pengaruh lingkungan baik dari
lingkungan internal maupun eksternal. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan.
Perubahan yang terjadi dalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) bahkan
perkembangan moral siswa itu sendiri. Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi,
atau di luar jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan moral
siswa, seperti terjadinya stagnasi (kemandegan) perkembangan, masalah-masalah pribadi,
sosial atau penyimpangan perilaku.
Perkembangan moral merupakan salah satu yang penting dalam pada remaja. Perkembangan
moral remaja berkaitan dengan bagaimana proses perkembangan remaja dalam memahami
nilai-nilai, aturan, norma yang berlaku di masyarakat Perkembangan moral remaja
dipengaruhi oleh dua hal, yaitu, kemampuan berpikir dan interaksi sosial.

Siswa Sekolah Menengah Atas yang masih sedang dalam proses berkembang ini pastinya
juga tidak terlepas dari proses perkembangan moral yang masih dipengaruhi oleh berbagai
pihak. Masalah perkembangan moral yang dihadapi siswa juga tidak terlepas dari pengaruh
keluarga khususnya perhatian orang tua.

Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Perkembangan Moral Siswa Dalam Keluarga”

1. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:

 Apa saja masalah perkembangan moral yang dialami siswa SMA?


 Bagaimana pengaruh pola asuh keluarga dalam perkembangan moral siswa tersebut?
 Bagaimana upaya/peran orangtua dalam perkembangan moral siswa?

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apa saja masalah perkembangan moral yang dialami siswa SMA.
2. Untuk mengetahui pengaruh keluarga dalam perkembangan moral siswa tersebut.
3. Untuk mengetahui seberapa besar Upaya/peran orangtua dalam perkembangan moral
siswa.

1. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan berguna bagi beberapa
pihak yang terkait, antara lain:

1. Untuk menambah pengetahuan dan cara berfikir penulis dalam bidang penelitian.
2. Sebagai pengetahuan dan wawasan baru bagi guru pembimbing dalam meningkatkan
profesionalitasnya sehingga, bila guru pembimbing menemukan kasus seperti ini
dengan mudah mengatasinya.
3. Bagi siswa yang mengalami masalah perkembangan moral, akan dapat keluar dari
masalahnya.
4. Penelitian, sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

 KERANGKA TEORITIS

Dalam penelitian ini, sangat diperlukan untuk memperjelas semua hal yang berkaitan dengan
penelitian ini dalam rangka untuk memiliki perspektif yang jelas tentang pelaksanaan di
lapangan. Istilah mungkin berfungsi untuk memberikan sebuah konsep yang terbatas yang
khusus dimaksudkan konteks tertentu. Dalam hal ini, penulis akan menguraikan syarat,
mereka adalah penting untuk tujuan penelitian ini.

 Pengertian Moral

Mungkin kita berpikir terlalu muluk mengenai moral, sesuatu yang sangat tinggi dan sulit
diterjemahkan dngan kata-kata. Apakah sebenarnya moral itu? Jika istilah moral
didefinisikan akan berbunyi “moral berkenaan dengan norma-norma umum, mengenai apa
yang baik atau benar dalam cara hidup seseorang”

“Ketika orang berbicara tentang nilai – nilai moral, pada umumnya akan terdebgar sebagai
sikap da perbuatan seseorang terhadap orang lain. Pada anak-anak, nilai – nilai moral akan
terlihat yang mampu tidaknya seorang anak membedakan antara yang baik dan yang buruk”

Jujur dapat dipercaya, baik hati, ramah, setia kawan, dermawan, berempati,bersahabat,
lembut, penuh kasih, ceria, menghargai orang lain hanyalah beberapa ciri-ciri yang kita
anggap memiliki nilai – nilai moral yang baik.

                 Moral pada dasarnya memiliki banyak arti sesuai dengan sudut pandang yang
berbeda-beda. Dalam kamus psikologi (Chaplin,2006) disebutkan bahwa moral mengacu
pada akhlak yang sesuai dengan peraturan sosial, atau menyangkut hokum atau adat
kebiasaan yang mengatur tingkah laku. Sementara dalam psikologi perkembangan, Hurlock
(edisi ke-6, 1990) disebutkan bahwa perilaku moral adalah: perilaku yang sesuai dengan kode
moral kelompok sosial. Moral sendiri berarti: tata cara, kebiasaan dan adat. Perilaku moral
dikendalikan oleh konsep – konsep moral atau peraturan perilaku yang telah menjadi
kebiasaan bagi anggota suatu budaya. Sementara dalam webster’s new world dictionary
(Wantah,2005) Moral adalah sesuatu yang berkaitan atau ada hubungannya dengan
kemampuan menentukan benar salkah dan baik buruknya tingkah laku.

Dari tiga definisi diatas, dapatlah disimpulkan bahawa :

“Moral adalah suatu keyakinan tentang benar salah, baik buruk, yang sesuai dengan
kesepakatan sosial, yang mendasari tindakan atau pemikiran.”

 Perkembangan Moral

Menurut Santrock (1995) Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan
aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam
interaksinya dengan orang lain. Perkembangan moral adalah perubahan-perubahan perilaku
yang terjadi dalam kehidupan anak berkenaan dengan tatacara, kebiasaan, adat, atau standar
nilai yang berlaku dalam kelompok sosial.

Ada beberapa teori yang membahas tentang perkembangan moral, diantaranya:

 Perkembangan moral menurut Teori Belajar Sosial

Menurut teori belajar sosial, perkembangan sosial merupakan proses yang dipelajari selama
proses interaksi sosial seseorang dengan orang lain. Perkembangan sosial berlangsung
melalui proses peniruan, latihan dan penguatan.

Menurut Bandura perkembangan moral berlangsung melalui interaksi seseorang dengan


lingkungan yang menyediakan konten moral. Moral seseorang akan berkembang dengan
baik, apabila berinteraksi dengan orang dewasa yang menunjukkan tingkah laku moral dalam
melakukan tindakan sehari-hari. Oleh karena itu, interaksi yang bermoral dengan orangtua
dan guru khususnya serta orang dewasa umumnya sangat penting pengaruhnya untuk
mengembangkan moral remaja.

 Perkembangan moral menurut Teori Kognitif

Pelopor teori Kognitif adalah Jean Piaget yang menekankan bahwa perkembangan kognitif
erat kaitannya dengan perkembangan moral remaja. Oleh karena itu, perkembangan moral
remaja tergantung pada perkembangan kognitifnya. Piaget berpendapat bahwa terdapat
hubungan yang sejajar antara perkembangan kognitif dengan perkembangan moral remaja.

 Perkembanagn Moral menurut Lawrence Kohlberg

Lawrence Kohlberg, seorang pakar pendidikan moral pernah mengatakan bahwa


perkembangan moral seorang anak erat hubungannya dengan cara berpikir seorang anak.
Artinya, bagaimana seorang anak memiliki kemampuan untuk melihat, mengamati,
memperkirakan, berpikir, menduga, mempertimbangkan dan menilai, akan memengaruhi
perkembangan moral dalam diri anak. Semakin baik kemampuanberpikir seorang anak, maka
semakin besar kemungkinan anak memiliki perkembangan moral yang baik. Anak dengan
perkembangan moral yang baik dan kmudian berperilaku sesuai standar dengan konsisten.

Namun demikian, Kohlberg menambahkan bahwa pengertian hubungan yang erat antara
kemampuan berpikir dan perkembangan moral seorang anak tidak menjamin bahwa anak
yang cerdas akan memiliki perkembangan moral yang baik. Lebih jauh, dikatakan Kohlberg,
bahwa belum tentu anak atau seseorang yang cerdas akan menunjukkan perilaku moral yang
baik, walau ia mengerti akan konsep moral yang seharusnya. (Patricia J. Parsons, hal :52)

 Tahapan Perkembangan Moral

Tahapan Perkembangan Moral Piaget

Menurut Piaget perkembangan moral terjadi dalam dua tahapan, yaitu tahap pertama adalah
”tahap realisme moral” atau ”moralitas oleh pembatasan” dan tahap kedua ”tahap moralitas
otonomi’ atau”moralitas kerjasama atau hubungan timbal balik”. (Hurlock, 1998:79).

Dalam tahap pertama, perilaku anak ditentukan oleh ketaatan otomatis terhadap peraturan
tanpa penalaran atau penilaian. Mereka menganggap orang tua dan semua orang dewasa yang
berwenang sebagai maha kuasa dan mengikuti peraturan yang diberikan pada mereka tanpa
mempertanyakan kebenarannya. Dalam tahap ini anak menilai tindakannya benar atau salah
berdasarkan konsekuensinya dan bukan berdasarkan motivasi di belakangnya. Mereka sama
sekali mengabaikan tujuan tindakannya tersebut.

Dalam tahap kedua, anak menilai perilaku atas dasar tujuan yang mendasarinya. Tahap ini
biasanya dimulai antara usia 7 atau 8 tahun dan berlanjut hingga usia 12 tahun atau lebih.
Gagasan yang kaku dan tidak luwes tentang benar salah perilaku mulai dimodifikasi. Anak
mulai mempertimbangkan keadaan tertentu yang berkaitan dengan suatu pelanggaran moral.

Tahap Perkembangan Moral Kohlberg

Kohlberg mengemukakan ada tiga tahap perkembangan moral diuraikan dalam table berikut:

Tabel 2.1 Tahapan perkembangan moral oleh Kohlberg

Level Rentang usia Tahap Esensi Penalaran Moral


Orang membuat keputusan
berdasarkan apa yang terbaik bagi
Ditemukan pada mereka, tanpa mempertimbangkan
anak-anak Tahap 1 : Hukuman kebutuhan atau perasaan orang lain.
prasekolah, – penghindaran dan Orang mematuhi peraturan hanya jika
Level 1 :
sebagian besar kepatuhan peraturan tersebut dibuat oleh orang-
Moralitas
anak-anak SD, (Punishment – orang yang lebih berkuasa, dan
prakonvensional
sejumlah siswa avoidance and mereka mungkin melanggarnya bila
SMP, dan segelintir obedience) mereka merasa pelanggaran tersebut
siswa SMU tidak ketahuan orang lain. Perilaku
yang “salah” adalah perilaku yang
akan mendapatkan hukuman
  Tahap 2 : Saling Orang memahami bahwa orang lain
juga memiliki kebutuhan. Mereka
mungkin mencoba memuaskan
kebutuhan orang lain apabila
kebutuhan mereka sendiri pun akan
memberi dan
memenuhi perbuatan tersebut (“bila
menerima
kamu mau memijat punggungku; aku
(Exchange of
pun akan memijat punggungmu”).
favors)
Mereka masih mendefinisikan yang
benar dan yang salah  berdasarkan
konsekuensinya bagi diri mereka
sendiri.
Orang membuat keputusan melakukan
tindakan tertentu semata-mata untuk
Ditemukan pada
menyenangkan orang lain, terutama
segelintir siswa SD
tokoh-tokoh yang memiliki otoritas
tingkat akhir,
(seperti guru, teman sebaya yang
Level 2 : sejumlah siswa Tahap 3 : Anak
populer). Mereka sangat peduli pada
Moralitas SMP, dan banyak baik (good
terjaganya hubungan persahabatan
konvensional siswa SMU (Tahap boy/good girl)
melalui sharing, kepercayaan, dan
4 biasanya tidak
kesetiaan, dan juga
muncul sebelum
mempertimbangkan perspektif serta
masa SMU)
maksud orang lain ketika membuat
keputusan.
Orang memandang masyarakat
sebagai suatu tindakan yang utuh yang
menyediakan pedoman bagi perilaku.
Mereka memahami bahwa peraturan
itu penting untuk menjamin berjalan
harmonisnya kehidupan bersama, dan
Tahap 4 : Hukum meyakini bahwa tugas mereka adalah
  dan tata tertib (Law mematuhi peraturan-peraturan
and keteraturan). tersebut. Meskipun begitu, mereka
menganggap peraturan itu bersifat
kaku (tidak fleksibel); mereka belum
menyadari bahwa sebagaimana
kebutuhan masyarakat berubah-ubah,
peraturan pun juga seharusnya
berubah.
Level 3 : Jarang muncul Tahap 5 : Kontrak Orang memahami bahwa peraturan-
Moralitas sebelum masa Sosial (Social peraturan yang ada merupakan
postkonvensional kuliah contract). representasi dari persetujuan banyak
individu mengenai perilaku yang
dianggap tepat. Peraturan dipandang
sebagai mekanisme yang bermanfaat
untuk memelihara keteraturan social
dan melindungi hak-hak individu,
alih-alih sebgai perintah yang bersifat
mutlak yang harus dipatuhi semata-
mata karena merupakan “hukum”.
Orang juga memahami fleksibilitas
sebuah peraturan; peraturan yang
tidak lagi mengakomodasi kebutuhan
terpenting masyarakat bisa dan harus
dirubah
Orang-orang setia dan taat pada
beberapa prinsip abstrak dan universal
(misalnya, kesetaraan semua orang,
Tingkat 6 : Prinsip penghargaan terhadap harkat dan
etika universal martabat manusia, komitmen pada
(tahap ideal yang keadilan) yang melampaui norma-
 
bersifat hipotetis, normadan peraturan-peraturan yang
yang hanya dicapai spesifik. Mereka sangat mengikuti
segelintir orang) hati nurani dan karena itu bisa saja
melawan peraturan yang bertentangan
dengan prinsip-prinsip etis mereka
sendiri.

 Faktor – faktor yang mempengaruhi Perkembangan Moral

Para peneliti perkembangan telah mengidentifikasi sejumlah factor yang berhubungan dengan
perkembangan penalaran dan perilaku moral : perkembangan kognitif umum, perkembangan
rasio dan rationale, isu dan dilema moral, dan perasaan diri.

1. Perkembangan Kognitif Umum.

Penalaran moral yang tinggi (advanced) penalaran yang dalam mengenai hokum moral dan
nilai-nilai luhur seperti kesetaraan, keadilan, hak-hak asasi manusia memerlukan refleksi
yang mendalam mengenai ide-ide abstrak. Dengan demikian dalam batas-batas tertentu,
perkembangan moral bergantung pada perkembangan kognitif (Kohlberg,
1976;Nucci,2006;Turiel,2002). Sebagai contoh, anak-anak yang secara intelektual (gifted)
berbakat umumnya lebih sering berpikir tentang isu moral dan bekerja keras mengatasi
ketidakadilan di masyarakat local ataupun dunia secara umum ketimbang teman-teman
sebayanya (silverman,1994). Meski demikian, perkembangan kognitif tidak menjamin
perkembangan moral. Terkadang siswa berpikir abstrak mengenai materi akademis dan pada
saat yang sama bernalar secara prakonvensional, yang berpusat pada diri sendiri (Kohlberg,
1976; Silverman, 1994).

2. Penggunaan Ratio dan Rationale.

Anak-anak lebih cenderung memperoleh manfaat dalam perkembangan moral ketika mereka
memikirkan kerugian fisik dan emosional yang ditimbulkan perilaku-perilaku tertentu
terhadap orang lain. Menjelaskan kepada anak-anak alasan perilaku-perilaku tertentu tidak
dapat diterima, dengan focus pada perspektif orang lain, dikenal sebagai induksi(induction)
(M.L.Hoffman,1970,1975).

3. Isu dan Dilema Moral.


Dalam teorinya mengenai perkembangan moral, Kohlberg menyatakan bahwa anak-anak
berkembang secara moral ketika mereka menghadapi suatu dilema moral yang tidak dapat
ditangani secara memadai dengan menggunakan tingkat penalaran moralnya saat itu dengan
kata lain, ketika anak menghadapi situasi yang menimbulkan disequilibrium. Upaya untuk
membantu anak-anak yang menghadapi dilemma semacam itu, Kohlberg menyarankan agar
guru menawarkan penalaran moral satu tahap diatas tahap yang dimiliki anak saat itu.
Kohlberg (1969) percaya bahwa dilema moral dapat digunakan untuk memajukan tingkat
penalaran moral anak, tetapi hanya setahap demi setahap. Dia berteori bahwa cara anak-anak
melangkah dari satu tahap ke tahap berikut ialah dengan berinteraksi dengan orang-orang lain
yang penalarannya berada satu atau paling tinggi dua tahap di atas tahap mereka.

4. Perasaan Diri.

Anak-anak lebih cenderung terlibat dalam perilaku moral ketika mereka berpikir bahwa
sesungguhnya mampu menolong orang lain dengan kata lain ketika mereka memiliki
pemahaman diri yang tinggi mengenai kemampuan mereka membuat suatu perbedaan
(Narfaez & Rest,1995). Lebih jauh, pada masa remaja, beberapa anak muda mulai
mengintegrasikan komitmen terhadap nilai-nilai moral terhadap identitas mereka secara
keseluruhan (M.L.Arnold,2000;Biyasi,1995;Nucci,2001). Mereka menganggap diri mereka
sebagai pribadi bermoral dan penuh perhatian, yang peduli pada hak-hak dan kebaikan orang
lain. Tindakan altruistic dan bela rasa yang mereka lakukan tidak terbatas hanya pada teman-
teman dan orang-orang yang mereka kenal saja, melainkan juga meluas ke masyarakat.

 Peran Keluarga dalam Perkembangan Moral

Keluarga menurut Ahmadi seperti dikutip Fitria Susanti dan Novita (2009) adalah kelompok
primer yang paling penting di dalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah kelompok
yang terbentuk dari hubungan antara laki-laki dan perempuan yang berlangsung lama untuk
menciptakan dan membesarkan anak. Jadi keluarga dalam bentuk murni merupakan satu
kesatuan sosial yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak.

Keluarga merupakan lingkungan terdekat bagi anak sejak anak dilahirkan. Di dalam keluarga
anak memperoleh banyak pengalaman dan stimulus untuk tumbuh dan berkembang.
Pengaruh keluarga terhadap perkembangan moral anak sangatlah besar. Dengan melihat
perilaku orang dewasa di dalam lingkungan keluarga dimana anak tinggal, anak akan
memperhatikan perilaku tersebut, kemudian menirunya dalam jangka waktu tertentu. Dengan
demikian keluarga merupakan tempat yang sangat efektif untuk menginternalisasikan nilai
moral kepada anak.

Keluarga merupakan satuan terkecil dari sistem social yang ada di masyarakat. Peran
keluarga sangat penting bagi perkembangan remaja. Menurut penelitian Mandara dan Murray
(2000) keluarga yang berperan baik dapat meningkatkan harga diri (self-esteem) pada remaja.
Tidak hanya hanya itu, keluarga juga berperan dalam hal pendidikan, khusus pendidikan pra
sekolah. Pada saat masih kanak-kanak keluarga yang mengajarkan nilai-nilai moral, agama,
dan bagaimana seharusnya berperilaku. Menurut Clatworthy (1980) peran keluarga sangat
banyak, yaitu sosialisasi pendidikan, reproduksi, perlindungan dan keselamatan, control
sosial, kebutuhan psikologis, agama dan rekreasi. White (2000) dalam penelitiannya
membuktikan bahwa keluarga mempnyai peran penting dalam pembentukan moral remaja.
Studi yang dilakukan White tentang peran keluarga dalam pembentukan berpikir moral
(moral thought) di lakukan di Australia. Subjek penelitian berjumlah 271 remaja (14-19
tahun) beserta orangtuanya. Pada penelitian ini, White berusaha menghubungkan proses
dalam keluarga dengan berpikir moral (moral thaough)t. Dia menggunakan pendekatan
sistem-keluarga pada pembentukan berpikir moral remaja. Moral remaja tidak hanya
bersumber dari kelompoknya saja, tetapi peran kelurga terutama orangtua sangat penting.
Kemampuan keluarga dalam proses pembentukan moral remaja dapat dilihat dari tiga
elemen, yaitu kedekatan keluarga (cohesion familiy), adaptasi, dan komunikasi

Ada tiga elemen yang berperan dalam proses perkembangan berpikir moral. Pertama, remaja
yang mempunyai hubungan baik atau kedekatan dengan keluarga, akan mempunyai berpikir
moral yang baik daripada remaja yang kurang mampu berhubungan baik dengan keluarga.
Kedekatan keluarga mempunyai hubungan dengan penilaian moral. Remaja yang menerima
kehangatan keluarga cenderung akan mudah dalam menerima nlai-nilai moral dari
kelurganya. Kedekatan keluarga dilihat dari keterikatan yang terjadi antar setiap anggota
keluarga. Ukurannya dilihat dari keterikatan emosional, batasan, waktu, teman, pengambilan
keputusan, minat, dan rekreasi.

Kedua, adalah adaptasi. Remaja yang mengalami proses adapatasi yang baik dalam keluarga
akan mempunyai pengaruh signifikan pada perkembangan moral daripada remaja yang tidak
mampu berdaptasi di keluarga. Hasil ini membuktikan bahwa proses adaptasi remaja di
keluarga mempunyai hubungan dengan berpikir moral (moral thaought ) remaja. Menurut
Olson (dalam White, 2000) adaptasi keluarga adalah kemampuan sistem keluarga untuk
mengubah struktur kekuasaan (asertivitas, kontrol, dan disiplin), gaya negosiasi, hubungan
dengan peraturan dalam merespon situasi dan perkembangan stress.

Terakhir adalah komunikasi. Remaja yang mempunyai komunikasi positif dengan keluarga
terutama orangtua, akan mempunyai peran yang besar dalam pembentukan berpikir moral
(moral thaought) daripada remaja yang menpunyai komunikasi negatif. Kemampuan positif
dalam keluarga dapat dilihat dari kemampuan remaja untuk berkomunikasi dengan
orangtuanya secara baik dan demokratis sehingga nilai-nilai moral dari orangtua dapat
diinternalisasi secara baik oleh remaja. Komunikasi yang baik akan menciptakan hubungan
yang baik pula, dan juga menciptakan saling memahami akan makna atau arti dari pesan yang
disampaikan (Sarwono, 1999). Remaja yang mengalami komunikasi negatif cenderung tidak
ingin mengambil nilai-nilai moral dari keluarga, tetapi lebih mengambil nilai-nilai moral dari
luar lingkungan keluarga.

 KERANGKA KONSEPTUAL

`Untuk memahami peranan orangtua dalam perkembangan moral anak-anak dan para remaja,
memahami kondisi-kondisi lingkungan dan tindakan orangtua yang bisa mempengaruhi
proses perkembangan moral, memahami peran pendidikan/sekolah dan kelompok keagamaan
menyusun program yang dapat memberi kontribusi perkembangn moral.

Peran keluarga dalam mensosialisakan nilai-nilai moral kepada remaja sangat penting.
Kemampuan remaja dan orangtua dalam hal adaptasi, kedekatan dan komunikasi sangat
dibutuhkan dalam proses penyampaian nilai-nilai moral, sehingga nilai-nilai moral itu akan
mempengaruhi cara berpikir moral remaja.

Keluarga merupakan satuan terkecil dari sistem social yang ada di masyarakat. Peran
keluarga sangat penting bagi perkembangan remaja. Keluarga yang berperan baik dapat
meningkatkan harga diri (self-esteem) pada remaja. Tidak hanya hanya itu, keluarga juga
berperan dalam hal pendidikan, khusus pendidikan pra sekolah. Pada saat masih kanak-kanak
keluarga yang mengajarkan nilai-nilai moral, agama, dan bagaimana seharusnya berperilaku.
Menurut Clatworthy (1980) peran keluarga sangat banyak, yaitu sosialisasi pendidikan,
reproduksi, perlindungan dan keselamatan, control sosial, kebutuhan psikologis, agama dan
rekreasi.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

 Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 7 Medan yang berlokasi di jalan Timor Gg Buntu
No.36 Medan. Peneltian dilakukan pada semester ganjil 2015/2016. Penelitian ini
dilaksanakan pada 28 November 2015 pada jam pelajaran 1 dan 2 .

 Populasi

Populasi adalah kelompok yang menjadi perhatian peneliti, yaitu kelompok yang menjadi
generalisasi dari hasil penelitian (Gay, 1981:86). Gall (2002:167) menyatakan bahwa
populasi adalah kelompok yang lebih besar yang akan dipelajari peneliti.

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA Negeri 7 Medan tahun
ajaran 2015/2016, yang terdiri dari lima kelas dengan jumlah keseluruhan 172 orang. Jumlah
siswa tiap kelas dapat dilihat dalam tabel 3.1

Tabel 3.1. Populasi XI IPA

Kelas Jumlah Siswa


Kelas XI IPA1 38 orang
Kelas XI IPA2 33 orang
Kelas XI IPA3 36 orang
Kelas XI IPA4 32 orang
Kelas XI IPA5 35 orang
Kelas XI IPA6 38 orang
Jumlah 212 orang

 Sampel
Sampel adalah kelompok yang lebih kecil yang dipelajari secara nyata oleh peneliti
(Gall,2002:167). Menurut Arikunto (2010:174) sampel adalah sebagian atau wakil populasi
yang diteliti. Untuk meneliti sampel haruslah menggunakan teknik yang disebut teknik
sampling. Teknik sampling (sugiyono,2010:118) adalah merupakan teknik pengambilan
sampel.

Teknik sampling yang digunakan peneliti adalah Quota sampling. Menurut Simson (2015:31)
Quota sampling menerapkan jumlah anggota sampel ditetapkan dengan cara menetapkan
jumlah sampel yang diperlukan lalu jumlah atau jatah itu diambil secara sampel sehingga
anggota populasi mana yang diambil tidak menjadi persoalan karena jumlah quota yang
diperlukan sudah terpenuhi. Sampel yang digunakan adalah Siswa/i kelas XI IPA1 yang
berjumlah 38 orang.

 Definisi Operasional dan Indikator

Definisi operasional variabel adalah definisi yang didasarkan pada sifat-sifat ketentuan yang
ditetapkan yang dapat diamati. Dalam penelitian ini definisi operasional variabel :

1. Moral

“Moral adalah suatu keyakinan tentang benar salah, baik buruk, yang sesuai dengan
kesepakatan sosial, yang mendasari tindakan atau pemikiran.”

2. Perkembangan Moral

Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi
mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang
lain. Perkembangan moral adalah perubahan-perubahan perilaku yang terjadi dalam
kehidupan anak berkenaan dengan tatacara, kebiasaan, adat, atau standar nilai yang berlaku
dalam kelompok sosial.

3. Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan terdekat bagi anak sejak anak dilahirkan. Di dalam keluarga
anak memperoleh banyak pengalaman dan stimulus untuk tumbuh dan berkembang.
Pengaruh keluarga terhadap perkembangan moral anak sangatlah besar

 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, sejumlah pertanyaan
tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden(Arikunto,2002). Melalui
angket ini, dikumpulkan informasi tentang gambaran populasi yang diwakili responden
tentang perkembangan moral remaja dalam keluarga oleh siswa/i SMA NEGERI 7 MEDAN.

Jumlah soal yang tertera dalam angket adalah 40 pertanyaan dimana setiap pernyataan diberi
4 (empat) pilihan dengan spesifikasi sebagai berikut:

Tabel 3.2 “Skor Skala Linkert”


Skala Linkert Skor
Selalu 4
Sering 3
Kadang – kadang 2
Tidak Pernah 1

Sedangkan pertanyaan angket mengenai perkembangan moral remaja dalam keluarga


memuat 8 pertanyaan, dengan kisi – kisi sebagai berikut :

Tabel 3.3 Instrument

NO.ITEM
NO VARIABEL SUB VARIABEL INDIKATOR
PERNYATAAN
Komunikasi dalam Keluarga 1,4,26
Perkembangan
1 Pengaruh Keluarga Kedekatan keluarga 2,13,31
Moral Remaja
Adaptasi anak dengan keluarga 6,20

 Analisis Data

Data yang terkumpul akan dianalisis secara analitik. Data dianalisis dengan analisis univariat
secara deskriptif dalam bentuk distribusi frekuensi. Analisis univariat yang dilakukan untuk
penggambaran variabel dan subjek penelitian dengan tidak melakukan analisis perbedaan
atau hubungan antar variabel (Hidayat,2003).

 Uji Validitas Angket

Validitas adalah suatu ukuran menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu
instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan.
Suatu instrumen dikatakan valid jika rhitung > rtabel. Untuk menentukan koefisien korelasi
validitas angket digunakan Korelasi Product Moment (Arikunto,2010:213) yaitu dengan
rumus:

Dimana:

r11                   = koefisien korelasi

N               = Jumlah Sampel

X               = Jumlah Skor Item

Y               = jumlah keseluruhan Item

Dengan membandingkan harga yang diperoleh dengan untuk N (jumlah sampel) dan interval
kepercayaan 95% atau taraf signifikan 5% dimana , maka hasil tersebut dikatakan valid tetapi
jika maka hasil tersebut dinyatakan tidak valid.
 

 Uji Reliabilitas Angket

Reliabilitas merupakan suatu pemahaman bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya
untuk dapat digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen sudah baik. Pengujian
reliabilitas angket dilakukan dengan menggunakan rumus Alpha (Arikunto, 2010:239), yaitu,

Dimana :

: Reliabilitas yang dicari

: jumlah varians skor tiap-tiap item

: varians total

k          : jumlah butir angket

Untuk mencari varians butir digunakan rumus :

Di mana :

Xi           :           Skor butir angket ke-I

Xt           :               Skor total

N         :           Banyaknya sampel

Untuk mencari varians total digunkan rumus :

Di mana :

N         :           Banyaknya sampel

∑Yi       :           Banyaknya skor butir angket ke-I

∑Yt       :           Banyaknya skor total subjek

 
Untuk mengukur harga reliabilitas soal angket, maka harga tersebut dikonfirmasikan dengan
tabel harga kritik r product moment. Dengan kriteria jika maka soal angket secara
keseluruhan tergolong reliabel.

BAB IV

PEMBAHASAN

 Hasil Penelitian

Sebelum data dianalisis dilakukan, terlebih dahulu uji instrumen data untuk mengetahui
validitas dan realibilitas instrumen. Penulis melakukan uji coba angket padasiswakelas XI
IPA 1 dengan jumlah 38 responden. Pengujian validitas dan realibilitas angket penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan Product Moment dan Cronbach Alpha dengan ketentuan jika
rhitung> rtabel maka butir soal dianggap valid pada interval kepercayaan 95% (. Jika item
kuisioner terbukti valid maka kuisioner dapat di gunakan untuk dianalisis selanjutnya, dan
jika tidak valid secara otomatis item kuisioner tidak digunakan untuk analisis selanjutnya.

Dari hasil uji validitas pada perkembangan moral remaja dalam keluarga remaja sebanyak 8
item kepada 38 responden, diperoleh 5 item yang valid sementara sisanya sebanyak 3item
tidak valid karena tidak memenuhi ketentuan rhitung> rtabel. Dengan demikian untuk pelaksanaan
pengambilan data penelitian 3 item yang tidak valid tersebut tidak digunakan dalam
pengumpulan data. Berikut ini disajikan tabel hasil pengujian validitas angket variabel faktor
yang mempengaruhi emosi remaja.

Tabel 4.1

Uji Validitas Angket Pendidikan

No. Item rhitung rtabel Keterangan


1 0,196 0,329 Tidak Valid
2 0,340 0,329 Valid
4 0,172 0,329 Tidak Valid
6 0,342 0,329 Valid
13 0,331 0,329 Valid
20 0,416 0,329 Valid
26 0,646 0,329 Valid
31 0,090 0,329 Tidak Valid

Sumber: Hasil pengolahan SPSS

Dari tabel di tersebut diketahui bahwa hampir semua butir soal memperoleh nilai rhitung>
rtabel atau secara garis besar pertanyaan untuk faktor yang mempengaruhi perkembangan
emosi remaja dinyatakan valid.
Selanjutnya untuk perhitungan uji reliabilitas pendidikan orang tua, penulis menggunakan
program SPSS Statistics 15 yang dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel 4.2

Uji Reliabilitas Angket Perkembangan moral dalam keluarga

Reliability Statistics
Cronbach’s Alpha N of Items
,614 8

Sumber: Pengolahan Data dengan SPSS Statistics 15

Hasil perhitungan uji reliabilitas angket pendidikan orang tua diperoleh nilai reliabilitas
sebesar rhitung = 0,614. Kemudian dibandingkan dengan rtabel pada interval kepercayaan 95%
atau alpha sebesar 5% dan N = 38 untuk Product Moment yaitu senilai 0,329 (Arikunto,
2010:402). Nilai reliabilitas 0,614 > 0,329 (rhitung > rtabel). Dengan demikian angket
perkembangan moral remaja dalam keluarga reliabel.

Berdasarkan jawaban atas angket yang telah disebar, peneliti membuat daftar distribusi
frekuensi atas jawaban variabel X1 dan X2, merupakan daftar yang diperoleh dari hasil
jawaban atas angket pada skala nilai berikut:

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka diperoleh batas interval yaitu sebesar 0,80 dan
dapat dikategorikan sebagai berikut:

Tabel 4.3

Kategori Penilaian

Interval Kategori
4,04-4,79 Sangat Baik
3,28-4,03 Baik
2,52-3,27 Cukup Baik
1,76-2,51 Tidak Baik
1,00-1,75 Tidak Baik Sekali

Sumber : Purwanto (2003:27)

Tabel 4.4

Distribusi Frekuensi Jawaban Perkembangan Moral Remaja dalam Keluarga

Berdasarkan No.Item Soal

No. Rata
Item Frekuensi Jawaban Total Keterangan
soal -rata
SL = 4 SR = 3 KD = 2 TP=1
F SC F SC F SC F SC F SC
1 15 60 7 21 16 32 0 0 38 113 2.973 Cukup baik
2 18 72 2 6 10 20 8 8 38 106 2.789 Cukup baik
4 11 44 9 27 12 24 6 6 38 101 2.657 Cukup baik
6 16 64 3 9 13 26 6 6 38 105 2.763 Cukup baik
13 13 52 8 24 11 22 6 6 38 104 2.736 Cukup baik
20 8 32 13 39 7 14 10 10 38 95 2.5 Tidak baik
26 8 32 18 54 8 16 4 4 38 106 2.789 Cukup baik
31 3 12 0 0 14 28 21 21 38 61 1.605 Tidak baik
TOTAL AKHIR 791 20.815  
RATA – RATA AKHIR 2.601 Cukup baik

Sumber : Data Penelitian (diolah)

Keterangan:

F= Frekuensi

SC= Frekuensi dikalikan dengan nilai jawaban

Berdasarkan angket “Perkembangan moral siswa dalam keluarga” di SMA NEGERI 7


MEDAN tahun ajaran 2014/2025 di interprestasikan berdasarkan indikator, maka dapat
diketahui Kevalidan dan reliable angket sebagai berikut: :

1. Orangtua pernah memberikan nasehat. Memperoleh nilai rata-rata 2,973 yang


dikategorikan Cukup baik
2. Siswa sering membantah/melawan ketika orangtua  memberikan nasehat.
Memperoleh nilai rata-rata 2,789 yang dikategorikan cukup baik.
3. Orangtua selalu memberikan contoh yang baik terhadap anak-anaknya. Memperoleh
nilai rata-rata 2,657 yang dikategorikan cukup baik.
4. Apabila dimarahi orangtua siswa diam saja. Memperoleh nilai rata-rata 2,763 yang
dikategorikan cukup baik.
5. Orangtua dirumah sering menanyakan waktu anak disekolah. Memperoleh nilai rata-
rata 2,736 yang dikategorikan baik.
6. Apabila ada masalah, siswa pergi dari rumah tanpa pamit. Memperoleh nilai rata-rata
2,5 yang dikategorikan Tidak baik.
7. Orangtua menerapkan disiplin kepada siswa. Memperoleh nilai rata-rata 2,789 yang
dikategorikan cukup baik.
8. Orangtua terlalu sibuk sehingga kurang memperhatikan perilaku siswa. Memperoleh
nilai rata-rata 1,605 yang dikategorikan Tidak baik.

 Pembahasan

Berdasarkan hasil angket dapat diamati hubungan keluarga dalam perkembangan moral siswa
melalui indicator yang terdapat pada instrument, sebagai berikut :
1. Apakah Orangtua pernah memberikan nasehat ?

Distibusi frekuensi masing – masing jawaban siswa/i SMA Negeri 7 Medan dapat
ditampilkan pada table 4.5a

Table 4.5.a Respon siswa terhadap item soal 1

Skor Frekuensi %
TP = 1 0 0
KD = 2 16 42,10
SR = 3 7 18,42
SL = 4 15 39,47
SUM 38 100

Dari data distribusi dapat ditarik bar (diagram) sebagai berikut :

Gambar 1 “Respon siswa terhadap item soal 1”

Berdasarkan diagram diatas diperoleh bahwa sebagaian besar siswa pernah diberikan nasehat
oleh orangtuanya dengan skala ”kadang – kadang” sebanyak 16 responden (42,10%), “selalu”
diberikan nasehat sebanyak 15 responden (39,47%).

2. Apakah kamu sering membantah/melawan ketika orangtua  memberikan


nasehat?

Distribusi frekuensi masing –masing jawaban responden, dapat ditampilkan dapat


ditampilkan pada table 4.7b

Tabel 4.5b Distribusi jawaban responden tentang item soal 2

Skor Frekuensi %
TP = 1 8 21,05
KD = 2 10 26,31
SR = 3 2 5,26
SL = 4 18 47,36
SUM 38 100

Dari data distribusi dapat ditarik bar (diagram) sebagai berikut :

Gambar 2” Respon anak terhadap item soal no 2”

Berdasarkan diagram diatas diperoleh bahwa sebagaian siswa pernah membantah/melawan


ketika orangtua memberi nasehat dengan skala ”selalu” sebanyak 18 responden (47,36%),
“kadan-kadang” membantah sebanyak 10 responden (26,31%), Tapi ada juga sebagian siiswa
yang tidak membantah sebanyak 8 responden (21,05%)
3. Orangtua selalu memberikan contoh yang baik terhadap anak-anaknya

Distribusi frekuensi masing –masing jawaban responden, dapat ditampilkan dapat


ditampilkan pada table 4.5c

Tabel 4.5b Distribusi jawaban responden tentang item soal 4

Skor Frekuensi %
TP = 1 6 15,78
KD = 2 12 31,57
SR = 3 9 23,68
SL = 4 11 28,94
SUM 38 100

  

Dari data distribusi dapat ditarik bar (diagram) sebagai berikut :

Gambar 3” Respon anak terhadap item soal no 4”

Berdasarkan diagram diatas diperoleh bahwa sebagaian besar siswa pernah diberikan contoh
yang baik oleh orangtuanya dengan skala ”kadang – kadang” sebanyak 12 responden
(31,57%), “selalu” diberikan nasehat sebanyak 11 responden (28,94%).

4. Apabila dimarahi orangtua saya diam saja?

Distribusi frekuensi masing –masing jawaban responden, dapat ditampilkan dapat


ditampilkan pada table 4.5d

Tabel 4.5d Distribusi jawaban responden tentang item soal 6

Skor Frekuensi %
TP = 1 6 15,78
KD = 2 13 34,21
SR = 3 3 7,89
SL = 4 16 42,1
SUM 38 100

Dari data distribusi dapat ditarik bar (diagram) sebagai berikut :

Gambar 4” Respon anak terhadap item soal no 6”

Berdasarkan diagram diatas diperoleh bahwa sebagaian besar siswa pernah diam saja saat
orangtuanya memarahinya dengan skala ”kadang – kadang” sebanyak 13 responden
(34,21%), “selalu” diam sebanyak 16 responden (42,1%).

5. Apakah orangtuamu dirumah sering menanyakan waktu kamu dsekolah?.


Distribusi frekuensi masing –masing jawaban responden, dapat ditampilkan dapat
ditampilkan pada table 4.5e

Tabel 4.5e Distribusi jawaban responden tentang item soal 13

Skor Frekuensi %
TP = 1 6 15,78
KD = 2 11 28,94
SR = 3 8 21,05
SL = 4 13 34,21
SUM 38 100

Dari data distribusi dapat ditarik bar (diagram) sebagai berikut :

Gambar 5” Respon anak terhadap item soal no 13”

Berdasarkan diagram diatas diperoleh bahwa sebagaian besar orangtua menanyakan waktu
anak disekolah dengan skala ”kadang – kadang” sebanyak 11 responden (28,94%), “selalu”
ditanyakan sebanyak 13 responden (34,21%).

6. Apabila ada masalah, saya pergi dari rumah tanpa pamit?

Distribusi frekuensi masing –masing jawaban responden, dapat ditampilkan dapat


ditampilkan pada table 4.5f

Tabel 4.5f Distribusi jawaban responden tentang item soal 20

Skor Frekuensi %
TP = 1 10 26,31
KD = 2 7 18,42
SR = 3 13 34,21
SL = 4 8 21,05
SUM 38 100

Dari data distribusi dapat ditarik bar (diagram) sebagai berikut :

Gambar 6” Respon anak terhadap item soal no 20”

Berdasarkan diagram diatas diperoleh bahwa sebagaian besar siswa pernah meninggalkan
rumah tanpa pamit dengan skala ”kadang – kadang” sebanyak 7 responden (18,42%),
“selalu” diberikan nasehat sebanyak 8 responden (21,05%), namun ditemukan “sering” anak
meninggalkan rumah tanpa pamit sebanyak 13 responden (34,21%)

7. Orangtua menerapkan disiplin waktu kepada siswa.

Distribusi frekuensi masing –masing jawaban responden, dapat ditampilkan dapat


ditampilkan pada table 4.5g

Tabel 4.7g Distribusi jawaban responden tentang item soal 26


Skor Frekuensi %
TP = 1 4 10,52
KD = 2 8 21,05
SR = 3 18 47,36
SL = 4 8 21,05
SUM 38 100

Dari data distribusi dapat ditarik bar (diagram) sebagai berikut :

Gambar 7” Respon anak terhadap item soal no 26”

Berdasarkan diagram diatas diperoleh bahwa sebagaian besar mendisiplikan waktu anaknya
dengan skala ”kadang – kadang” sebanyak 8 responden (21,05%), “sering” didisiplinkan
waktunya sebanyak 18 responden (47,36%).

8. Orangtua terlalu sibuk bekerja sehingga kurang memperhatikan perilakumu.

Distribusi frekuensi masing –masing jawaban responden, dapat ditampilkan dapat


ditampilkan pada table 45h

Tabel 4.5h Distribusi jawaban responden tentang item soal 31

Skor Frekuensi %
TP = 1 21 55,26
KD = 2 14 36,48
SR = 3 0 0
SL = 4 3 7,89
SUM 38 100

Dari data distribusi dapat ditarik bar (diagram) sebagai berikut :

Gambar 8” Respon anak terhadap item soal no 31”

Berdasarkan diagram diatas diperoleh bahwa sebagaian besar orangtua siswa terlalu sibuk
dengan pekerjaan dengan skala ”kadang – kadang” sebanyak 14responden (36,48%), “selalu”
sebanyak 3 responden (7,89%). Sedangkan skala tidak pernah sebanyak 21 responden
(55,26%)

Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan peneliti, maka dapat diperoleh beberapa
hal mengenai pengaruh keluarga dalam perkembangan moral remaja SMA NEGERI 7 Medan
adalah sebagai berikut:

1. Komunikasi Orangtua dengan anak sangat berperan banyak, bahkan mengarahkan


anak ke perkembangan moral yang signifikan baik hal ini dapat diamati dengan
peranan orangtua memberikan nasehat.
2. Respon anak yang cenderung menolak nasehat orangtua, berpengaruh terhadap
perkembangan moralnya.
3. Kedekatan antar anggota keluarga berpengaruh terhadap perkemabngan moralnya,
sehingga jika ada masalah Anak tidak akan pergi tanpa pamit

Anda mungkin juga menyukai