Anda di halaman 1dari 73

AKUNTANSI RUMAH SAKIT

AKUNTANSI RUMAH SAKIT

BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Secara operasional manajemen keuangan di Rumah Sakit harus dapat menghasilkan data,
informasi dan petunjuk untuk membantu pimpinan Rumah Sakit dalam meerncanakan,
mengendalikan dan mengawasi seluruh kegiatan agar mutu pelayanan dapat
dipertahankan/ditingkatkan pada tingkat pembiayaan yang wajar.

Sebagai mahasiswa jurusan akuntansi, informasi mengenai bagaimana akuntansi khusus Rumah
Sakit sangatlah penting, agar dapat dibandingkan dengan akuntansi yang telah dipelajari
sebelumnya untuk perusahaan jasa, manufaktur, dan dagang. Oleh karena itu penulis berusaha
menyajikan informasi mengenai bagaimana seluk beluk praktik akuntansi di Rumah Sakit dalam
bentuk makalah yang berjudul “Akuntansi Rumah Sakit”.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep dasar akuntansi rumah sakit?


2. Bagaimana siklus akuntansi di rumah sakit?
3. Bagaimana bentuk laporan keungan rumah sakit?
4. Apa saja aktivitas akuntansi di rumah sakit?, dll

Tujuan Penulisan

Berikut beberapa tujuan yang ingin dicapai penulis dalam menyusun makalah yang berjudul
“Akuntansi Rumah Sakit” sebagai berikut.

1. Agar para pembaca dapat menjelaskan konsep dasar akuntansi rumah sakit;
2. Agar para pembaca dapat memahami praktik akuntansi di rumah sakit;
3. Agar para pembaca dapat memahami praktik akuntansi dana dirumah sakit;
4. Agar para pembaca dapat mengikhtisarkan bentuk laporan keuangan rumah sakit,dll.

BAB 2

ISI

A.    Sifat dan Karakteristik Rumah Sakit


Definisi rumah sakit menurut WHO sebagaimana yang termuat dalam WHO Technical Report
Series No. 122/1957 yang berbunyi :”Rumah sakit adalah bagian integral dari satu organisasi
sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan kesehatan paripurna, kuratif, dan
preventif kepada masyarakat, serta pelayanan rawat jalan yang diberikannya guna menjangkau
keluarga di rumah. Rumah sakit juga merupakan pusat  pendidikan dan latihan tenaga
kesehatan serta pusat penelitian bio-medik.

Fungsi utama rumah sakit adalah sebagai sarana pelayanan kesehatan maupun bagian mata rantai
rujukan pelayanan kesehatan. Berdasarkan pengalaman sampai saat ini, pengaduan mengenai
pelanggaran etik maupun malpraktek yang dilakukan oleh dokter tidak kurang 80% terjadi di
rumah sakit. Lagi pula, segala prinsip yang berlaku di rumah sakit secar proporsional dapat juga
diberlakukan di saran pelayanan kesehatan lainnya.

Sejalan dengan kemajuan dan perkembangan ilmu serta teknologi kedokteran, rumah sakit telah
berkembang dari suatu lembaga kemanusiaan, keagamaan, dan sosial yang murni, menjadi suatu
lembaga yang lebih mengarah dan lebih berorientasi kepada “bisnis”, terlebih setelah para
pemodal diperbolehkan untuk mendirikan rumah sakit dibawah badan hukum yang bertujuan
mencari profit. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang padat modal, padat karya, dan padat
ilmu serta teknologi, dimana untuk mencapai efisiensi dan efektivitas yang tinggi, diperlukan
profesionalisme yang andal dalam hal pengelolaan lembaga bisnis yang modern.

Kewajiban setiap insan kesehatan adalah mensosialisasikan pengertian rumah sakit sebagai “unit
Sosio-Ekonomi”, sehingga persepsi masyarakat bisa berubah. Sosialisasi dikalangan insan
kesehatan sendiri dan para insan rumah sakit sangat diperlukan. Sebagai contoh, para dokter dan
para perawat tidak boleh menganggap rumah sakit sebagai lahan untuk mencari nafkah semata,
apalagi rumah sakit dianggap sebagai tambang emas untuk menghimpun kekayaan. Rumah sakit
sebagai lahan pengabdian profesinya masing-masing merupakan pengabdian yang sepantasnya
bag setiap insan kesehatan atau insan rumah sakit.

Berikut ini ditampilkan sistem pengelompokan rumah sakit yang paling umum digunakan saat ini
:

1. Sistem pengelompokan yang paling dirasa bermanfaat dan bertahan lama digunakan oleh
Asosiasi Rumah Sakit Amerika (AHA), dimana klasifikasi rumah sakit terbagi menjadi
rumah sakit pemerintah (komunitas) dan nonpemerintah (nonkominitas) sesuai dengan
tingkat akses pemerintah pada rumah sakit itu.
2. Jenis pengelompokan lain adalah berdasarkan kepemilikan atau kontrol atas kebijakan
dan cara operasi rumah sakit. Rumah sakit dibawah kepemilikan kelembagaan atau
institusi dibagi dalam 4 kelompok : pemerintah nonfederal, non pemerintah nirlaba,
rumah sakit yang dimiliki investor, dan rumah sakit milik pemerintah daerah.
3. Berdasarkan rata –rata lam tinggal, rumah sakit sakit dikelompokkan menjadi rumah sakit
jangka pendek dan jangka panjang. Menginap dirumah sakit dikatakan singkat apabila
rata –rata tinggal kurang dari 30 hari; sementara rata-rata nasional berda dibawah tujuh
hari. Sedangkan dikatakan lama bila tinggal lebih dari 30 hari.
4. Rumah sakit dikelompokkan menurut jumlah tempat tidur : 6-24 tempat tidur, 25 -49, 50-
99, 100-199, 200-299, dan 300  atau lebih
5.  Berdasar akreditasi dan yang bukan.
6. Pendidikan dan non pendidikan
7.  Berdasar integral vertikal atau konsep regionalisasi, yaitu rumah sakit dibagi menjadi
pusat layanan utama, layanan kedua, dan layanan ketiga

Tujuan Organisasi

Rumah sakit yang ideal adalah tempat diman orang-orang yang sakit bisa mencari dan menerima
perawatan, disamping memberikan pendidikan klinis kepada para mahasiswa kedokteran,
perawat, serta seluruh ahli kesehatan.

Modal

Pembangunan kesehatan dimasa mendatang sangat tergantung pada kemampuan sumber daya
manusia yang ada di daerah.

Kecenderungan yang terjadi adalah meningkatnya peran pihak ketiga dalam mengatur
pembiayaan kesehatan melalui sistem asuransi, baik publik maupun swasta. Keadaan ini juga
akan semakin berkembang di Indonesia dimasa yang akan datang bila perdagangan antar negara
menjadi semakin bebas.

Pertanggungjawaban

Sebagai bukti pertanggungjawaban unit pelayanan rumah sakit pemerintah daerah, setiap unit
rumah sakit berkewajiban memberikan laporan akhir sebagai bukti pertanggungjawaban atas
pelaksanaan kegiatan usaha selam periode pelaporan. Laporan tersebut meliputi laporan alokasi
dana, laporan pendapatan, dan laporan pengeluaran ke pemerintah daerah setempat.

Etika Rumah Sakit

Adalah etika terapan atau etika praktis yang moralitas atau etika umum yang diterapkan pada isu-
isu praktis, seperti perlakuan terhadap etnis minoritas, keadilan untuk kaum perempuan,
penggunaan hewan untuk bahan makanan atau penelitian, pelestarian lingkungan hidup, aborsi,
eutanasia, dan kewajiban bagi yang mampu untuk membantu yang tidak mampu.

Pelayanan Rumah sakit

Rumah sakit swasta dan rumah sakit pemerintah yang ada harus meningkatkan kepuasan
pasiennya. Selain peningkatan mutu pelayanan teknis medis, peningkatan mutu yang paling
mudah dan murah adalah peningkatan mutu pelayanan yang berhubungan dengan emosi pasien.
Pelayanan yang dimaksud di sini adalah pelayanan yang ramah, sopan santun, gesit, terampil,
serta peduli dengan keluhan pasien

B.     Siklus Aktivitas Rumah Sakit


Rumah sakit minimal mempunyai siklus aktivitas sebagaiberikut : melakukan tindakan –tindakan
medis seperti pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan kesehatan masyarakat. Secara lebih luas,
tergantung pada sumber daya yang dipunyai, sebuah rumah sakit dapat mempunyai siklus
aktivitas sebagai berikut :

1. Menyelenggarakan pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan kepada umum


2. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan tenaga medis, ahli dan para medis, baik yang
diselenggarakan sendiri maupun bersama dengan instansi lainnya,
3. Mengadakan dan melakukan penelitian.

C.    Jenis – jenis Anggaran Rumah Sakit

Anggaran modal

Adalah anggaran yang terdaftar dan tergambar dalam perencanaan penambahan modal.
Anggaran ini berisi daftar modal proyek yang diajukan selama tahun yang akan datang. Dampak
anggaran tersebut mencakup seluruh pengeluaran aktiva yang terencana selama setahun.

Anggaran kas

Adalah anggaran yang tercatat dalam rencana penerimaan dan pengeluaran kas. Kas meliputi
saldo tunai dan saldo rekening giro bank yang dimiliki entitas, serta elemen-elemen lainnya
yangdapat dipersamakan dengan kas. Anggaran kas sangat terkait dengan komponen kas dari
aktivitas opersai, investasi, dan pembiayaan.

Anggaran pelaksanaan

Adalah anggaran yang telah tergambar dalam perencanaan aktivitas pelaksanaan. Anggaran
pelaksanaan terdiri dari tiga komponen :

 Penerimaan
 Biaya dan pengeluaran
 Pengukuran hasil

D.    Akuntansi Rumah Sakit

Secara operasional manajemen keuangan di Rumah Sakit harus dapat menghasilkan data,
informasi dan petunjuk untuk membantu pimpinan Rumah Sakit dalam meerncanakan,
mengendalikan dan mengawasi seluruh kegiatan agar mutu pelayanan dapat
dipertahankan/ditingkatkan pada tingkat pembiayaan yang wajar.

          Akuntansi ialah suatu sistem yang merupakan salah satu pokok kegiatan dalam
manajemen keuangan yang terdiri dari kegiatan mencatat, mengklasifikasikan dan
menyimpulkan semua transaksi dan kejadian kejadian  dalam suatu organisasi yang menyangkut
keuangan, sehingga didapatkan suatu data atau informasi yang berguna untuk pengambilan
keputusan.
Hasil akhir dari akuntansi adalah laporan keuangan yang berbentuk :

 Neraca (Balance sheet)


 Laporan keuangan (Income statement)
  Laporan perubahan keuangan.

Ditinjau dari segi pembukuan, akuntansi dibagi menjadi 2 sistem yang sangat penting yaitu :

ü  Sistem Cash Basis atau Kas Stelsel

Yang telah dipakai oleh pemerintah kita termasuk RS Pemerintah. Dalam sistem ini hanya
dicatat “penerimaan” dari pengeluaran uang, sehingga sebetulnya sistem ini sangat sederhana,
mudah dikerjakan dan tidak memerlukan keahlian tinggi. Di samping itu pengawasan menjadi
lebih mudah. Penerimaan akan dicatat jika telah diterima uang dan pengeluaran dalam satu tahun
anggaran yang ditentukan.

ü  Accrual Basis

Pada sistem ini transaksi dan peristiwa diakui pada saat kejadian, bukan pada saat hak diterima
atau dibayar, dan dicatat serta dilaporkan pada periode yang bersangkutan. Dengan kata lain
penghasilan diakui pada saat penyerahan barang/jasa, bukan pada saat kas diterima; dan biaya
diakui pada saat terjadinya, buka pada saat kas dibayarkan. Dengan metode aktual, harta daki ui
pada saat diperoleh kepemilikannya.

Karakteristik Kualitas Informasi

ü  Kualitas informasi akuntansi

Laporan keuangan ditujukan agar dapat bermanfaat bagi pengambilan keputusan. Hal ini
menunjukkan adanya tuntutan kualitas informasi tertentu yang bersifat :

 Dapat dipahami
 Relevan yaitu bermanfaat bagi peramalan dan penegasan keputusan serta evaluasi masa
lalu
 Handal (reliable) yaitu penyajian jujur, substansi mengungguli bentuk, netralitas,
pertimbangan sehat dan lengkap.
 Berdaya banding (comparability)

Oleh karena itu kebijakan akuntansi yang dianut harus konsisten, namun bila ada alternatif lain
yang lebih relevan dan andal konsistensi ini tidak perlu dipertahankan. Hanya perubahan tersebut
perlu diberitahukan kepada pembaca laporan keuangan.

Kendala terhadap terpenuhinya kualitas umum dari informasi di atas antara lain :

 Ketepatan waktu;
Laporan yang tertunda dapat menghasilkan informasi yang kurang relevan. Sebaliknya untuk
menghasilkan informasi yang tepat waktu seringkali mengurangi keandalan informasi. Untuk
mengimbangkan antara relevansi dan keandalan, kebutuhan pengambil keputusan merupakan
pertimbangan yang menentukan.

 Keseimbangan biaya dan manfaat;

Biaya membuat informasi jelas harus lebih rendah dari manfaatnya. Pertimbangan ini jelas
berdampak pada cara pencatatan dan penyajian laporan akuntansi yang dipilih.

Asumsi Akuntansi

 Dasar akrual
 Kesinambungan (going concern)
 Kesatuan ekonomi.

Dalam akuntansi, organisasi usaha dipandang sebagai kesatuan ekonomi yang terpisah dari
pemilih/pendiri dan unit organisasi lainnya.

  Transaksi bebas

Transaksi akuntansi lebih diasumsikan selalu terjadi di antara pihakpihak yang bebas yang
sanggup melindungi kepentingan. Dengan demikian, harga yang terjadi dari transaksi tersebut
adalah harga yang objektif.

 Pengukuran dalam nilai uang

Akuntansi menggunakan uang sebagai denominator umum. Akibatnya hanya faktor/transaksi


yang dapat dianjurkan dalam nilai  uang yang dicatat dan dilaporkan dalam akutansi. Selain itu,
dalam akuntansi uang diasumsikan merupakan ukuran yang stabil, sehingga perubahan nilai beli
dari uang diabaikan.

Standar Akuntansi Keuangan

Merupakan pedoman/acuan dalam penyusunan laporan keuangan yang disusun oleh Ikatan
Akuntansi Indonesia (IAI) 1994.

Kebijakan Akuntansi

Kebijakan akuntansi meliputi pilihan prinsip-prinsip dasar-dasar, konvensi, peraturan dan


prosedur yang digunakan manajemen dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.
Dalam Rumah Sakit Swadana telah berlaku kebijakan akuntansi Rumah Sakit dengan
menggunakan cash basis dan accrual basis yang sementara berjalan paralel.

Dalam mengatur rumah sakit dibedakan menjadi dua, yaitu:


 Rumah Sakit yang Dikelola Pihak Swasta (Private Hospital)

Dalam hal ini, pelaksanaan akuntansi yang dikembangkan oleh Financial Accounting Standards
Board – FASB (Dewan Standar Akuntansi Keuangan).

 Rumah Sakit yang Dikelola Pihak Pemerintah (Public Hospital)

Dalam hal ini, pelaksanaan akuntansi dilaksanakan berdasarkan standar akuntansi yang
dikembangkan oleh Govermenttal Accounting Standards Board – GASB (Dewan Standar
Akuntansi Pemerintah).

E.     Akuntansi Dana di Rumah Sakit

Dalam akuntansi dana untuk rumah sakit, penyajian laporan informasi keuangan mengharuskan
pembentukan dana (fund) yang dibagi menjadi dua, yaitu:

 Dana Tidak Terikat (Unrestricted Fund)

Yaitu dana yang tidak dibatasi penggunaannya pada suatu tujuan tertentu.

 Dana Terikat (Restricted Fund)

Yaitu dana yang dibatasi penggunaannya pada suatu tujuan tertentu yang biasanya muncuul
karena permintaan dari pihak eksternal yang memberikan sumbangan. Terikat tidaknya aktiva
tergantung pada ketentuan pihak lain (donor) yang memberikan sumber keuangan

Tidak ada PSAK khusus yang mengatur standar akuntansi untuk rumah sakit. PSAK yang paling
“cocok” untuk sementara waktu digunakan adalah PSAK 45 tentang organisasi nirlaba.

Berdasarkan PSAK 45, akuntansi RS tidak berdasarkan sistem dana, hanya dana tunggal. Namun
aktiva bersih RS dikategori berdasarkan tiga jenis:

 Dana tidak terikat


 Dana terikat sementara
 Dana terikat permanen

F.     Ruang Lingkup Akuntansi Rumah Sakit

Laporan hasil usaha

Walaupun Rumah Sakit Pemerintah berorientasi sosial atau nir laba, namun dengan perubahan
menjadi Unit Swadana, maka mencari laba usaha adalah penting walaupun bukan menjadi tujuan
utama pendirian Rumah Sakit tersebut. Sisa hasil usaha Rumah Sakit Swadana berbeda dengan
SHU badan usaha lainnya atau Rumah Sakit yang berbentuk PT, pada Rumah Sakit Swadana
tidak ada bagian yang diserahkan kepada pemilik sebagai dividen.
 Pengertian SHU adalah kelebihan dari penghasilan atas beban pada satu periode
tertentu.
 Manfaat SHU antara lain :
o Memungkinkan analisis laporan keuangan
o  Memungkinkan laporan pertanggungjawaban manajemen Setiap unit di Rumah
Sakit mempunyai kontribusi tersendiri terhadap SHU. Ada unit yang
berkontribusi sebagai penghasil keuntungan (profit center) dan ada yang sebagai
pusat pengeluaran beban (cost center). Laporan dapat bersifat kualitatif sebagai
basil peninjauan lapangan dan dapat bersifat kuantitatif/keuangan yang diperoleh
dan laporan-laporan unit center.
o Penyajian didapat dari:
 Penyajian penghasilan yang berasal dari pendapatan kegiatan usaha
(operating revenues) yaitu semua penghasilan (bruto) yang timbul dari
aktivitas utama Rumah Sakit seperti pelayanan jasa medis dan kesehatan
di Unit Rawat Inap, Rawat Jalan, penunjang medik dan lain-lain
 Penyajian penghasilan yang berasal dari penghasilan lain-lain yang
merupakan semua basil yang diperoleh bukan dari aktivitas utama Rumah
Sakit seperti parkir, WC, bunga bank dan lain-lain.
 Beban (expenses) yaitu biaya yang secara lang sung telah dimanfaatkan di
dalam kegiatan memperoleh penghasilan dalam suatu periode tertentu.
 Terdiri dari :

–          beban dari kegiatan usaha yaitu beban yang timbul sebagai akibat dari kegiatan utama
Rumah Sakit seperti gaji seluruh karyawan, harga pokok obat/bahan habis pakai, snack
karyawan, sparepart peralatan medik dan lain-lain.

–          beban umum dan administrasi yaitu beban yang timbul bukan diakibatkan langsung dari
kegiatan memperoleh pendapat usaha Rumah Sakit seperti beban gaji direksi dan karyawan
adiministrasi umum, ATK dan lain-lain

–          beban lain-lain adalah semua beban yang itmbul bukan dikarenakan dari pelaksanaan
aktivitas utama Rumah Sakit, seperti beban bunga dan lain-lain.

 Bentuk laporan :
o Tunggal (Single step)
 Semua penghasilan dikelompokkan
 Semua beban dikelompokkan
 Selisih penghasilan atas beban adalah SHU
 PPH 25 maka didapat SHU bersih.
 Bertahap

Setiap penghasilan ataupun beban diuraikan secara rinci.

 Perkiraan luar biasa


Yaitu perkiraan yang sifatnya abnormal/luar biasa (extra ordinary), bisa berupa keuntungan atau
kerugian luar biasa, seperti pelunasan hutang, gempa bumi, kebakaran dan lain-lain.

G.    Dana-Dana dalam Akuntansi Dana Rumah Sakit

Dana dalam akuntansi dana rumah sakit dibedakan menjadi dua, yaitu:

1.       Dana Umum (General Fund)

Dana umum digunakan untuk mencatat sumber daya dana/dana yang diterima dan dibelanjakan
dalam menjalankan dalam menjalankan kegiatan operasional utama dari rumah sakit.

2.       Dana Terikat

Kelompok dana (Fund Groups) yang digolongkan sebagai dana terikat digunakan untuk
mencatat dana yang penggunaannya dibatasi oleh donor atau pihak yang mensponsori dana
tersebut.

H.    Laporan Keuangan Rumah Sakit

Dalam laporan keuangan rumah sakit terdapat empat laporan keuangan utama yang dihasilkan
oleh proses akuntansi, yaitu:

1.       Neraca

Terdiri dari

 Aktiva dan utang diklasifikasi menjadi:

–        Aktiva lancar – aktiva tetap

–        Utang lancar – utang jangka panjang

 Aktiva bersih (ekuitas) diklasifikasi berdasarkan:

–        Aktiva bersih tidak terikat

–        Aktiva bersih terikat temporer

–        Aktiva bersih terikat permanen

Neraca dalam rumah sakit tidak mempunyai perbedaan mendasar baik isi maupun proses
penyusunan dari sudut pandang ilmu akuntansi dibandingkan dengan neraca perusahaan yang
sering kita kenal disektor komersial namun demikian ada beberapa hal yang secara khusus perlu
diperhatikan antara lain:
a.       Kas

Jumlah kas yang tercatat dalam neraca tidak termasuk kas pada Dana Terikat yang tidak dapat
digunakan untuk kegiatan operasi.

b.      Piutang

Piutang harus dilaporkan pada jumlah yang diperkirakan dapat direalisasi.

c.       Investasi

Investasi awal dicatat pada harga perolehan pada saat pembelian, atau pada nilai wajar pada saat
penerimaan jika investasi diterima sebagai pemberian.

d.      Aktiva Tetap

Aktiva tetap dilaporkan bersama dengan akumulasi depresiasinya dalam Dana Umum.

e.        Aktiva yang Disisihkan

Klasifikasi aktiva terikat (restricted assets) hanya diberikan pada dana yang penggunaannya
dibatasi oleh pihak eksternal rumah sakit yang mensponsori dana tersebut.

f.        Utang Jangka Panjang

Utang jangka panjang dilaporkan pada neraca.

g.       Saldo Dana

Sesuai dengan kaidah pembagian dana yang dijelaskan, saldo dana yang dimiliki oleh rumah
sakit dipisahkan menjadi tiga macam yaitu: terikat, terikat sementara waktu, dan terikat
permanen.

2.       Laporan Operasi

Untuk rumah sakit, hasil dari kegiatan operasinya dilaporkan dalam Laporan Operasi (Statement
of Operations). Laporan ini mencakup tentang pendapatan, beban, untung dan rugi, serta
transaksi lainnya yang mempengaruhi saldo dana selama periode berjalan. Dalam laporan operasi
harus dinyatakan suatu indikator kinerja seperti halnya laba bersih dalam perusahaan, yang
melaporkan hal kegiatan operasi rumah sakit selama periode berjalan. Indikator kinerja ini harus
mencakup baik laba ataupun rugi operasi selama periode berjalan maupun laba langsung yang
diperoleh selama operasi berjalan. Perubahan lain dari saldo dana selama periode berjalan harus
dilaporkan setelah indikator kinerja.

Berikut adalah pos-pos lain yng jga perlu menjadi perhatian:


a.       Pendapatan Jasa Pasien

Pendapatan jasa pasien dihitung dari jumlah bruto dengan menggunakan tarif standar. Jumlah
tersebut kemudian di kurangi dengan penyesuaian kontraktual (contractual adjusments) menjadi
Pendapatan Bersih Jasa Pasien.

b.      Penyesuaian Kontraktual

Penyesuaian kontraktual berasal dari keterlibatan pihak ketiga dalam proses penggantian
pembayaran medis. Perusahaan asuransi biasanya mengganti kurang dari jumlah tarif standar
penuh untuk jasa medis yang disediakan bagi pasien yang menjadi tanggunan asuransi.
Meskipun rumah sakit memiliki tarif standar untuk jasa yang diberikan, namun rumah sakit
menjalin kontrak dengan pembayar pihak ketiga di mana rumah sakit menerima jumlah
pembayaran yang lebih rendah untuk jasa tersebut.

c.       Pendapatan dari Kegiatan Lainnya

Pendapatan dari kegiatan lain mencerminkan pendapatan dari sumber-sumber bukan pasien,
seperti kantin dan sewa parkir. Pendapaatan ini biaaanya mencerminkan jumlah bersih dari
operasinya, jadi bukan jumlah brutonya.

d.      Transfer Antardana

Tidaklah tepat untuk tetap mengelola aktiva dalam Dana Terikat ketika persyaratan yang
ditetapkan oleh pihak sponsor atau donor sudah terpenihi. Dalam hal ini aktiva tersebut harus
ditransfer dari Dana Terikat ke Dana Tidak Terikat. Untuk tujuan pelaporan keuangan, transfer
antar dana ini dilaporkan dalam Laporan Operasi sebagai “Pelepasan Saldo Dana” dan
ditunjukkan sebagai penambahan atas Dana Tidak Terikat.

Contoh Pendapatan:

1.      Pendapatan operasioal wajat jalan: karcis umum dan karcis spesialis.

2.      Pendapatan operasional rawat inap: akomodasi dan visite.

3.      Pendapatan tindakan medis: tindakan medik, dan tindakan keperawatan

4.      Pendapatan operasional unit penunjang: rasiologi, laboratorium, fisioterapi, farmasi, dan


rehab medik.

e.       Beban Dana Umum

Beban-beban dalam Dana Umum diakui secara akrual, seperti halnya pada entitas komersial.

Contoh beban :
 Biaya pelayanan: bahan, jasa pelayanan, pegawai, penyusutan, pemeliharaan, asuransi,
langganan dan daya, pelatihan, dan penelitian.
 Biaya umum dan administrasi: pegawai, administrasi kantor, penyusutan, pemelihataan,
langganan dan daya, pelatihan, dan penelitian

f.        Sumbangan

Sumbangan (donasi) dibagi menjadi donasi yang terbentuk jasa dan berbentuk aktiva. Karena
sering kali sulit untuk menetapkan nilai dari donasi yang berbentuk jasa, maka nilai dari donasi
ini biasanya tidak dicatat. Namun, jika terdapat kebutuhan untuk melakukan pencatatan, maka
perkiraan nilai dari donasi jasa dicatat sebagai sumbangan yang langsung diikuti dengan beban
dalam jumlah yang sama. Sedangkan donasi yang berbentuk aktiva dilaporkan pada nilai wajar
pada tanggal diterimanya sebagai sumbangan jika donasi aktiva ini penggunaannya dibatasi oleh
pihak sponsor atau donor maka dilaporkan dalam Dana Terikat Sementara atau Dana Terikat
Permanen. Ketika pembatasannya sudah tidak berlaku lagi, maka dilakukan transfer dari Dana
Terikat ke Dana Umum.

3.       Laporan Perubahan Aktiva Bersih

Laporan ini menyajikan perubahan dalam ketiga kategori aktiva bersih yang Tidak Terikat,
Terikat Sementara, dan terikat Permanen.

4.       Laporan Arus Kas

Format dari laporan ini serupa dengan yang digunakan untuk entitas komersial.

Laporan arus kas terdiri dari:

 Aktivitas operasi
 Aktivitas investasi
 Aktivitas pendanaan

5.       Catatan Atas Laporan Keuangan

Terdiri dari :

 Gambaran umum RS
  Iktisar kebijakan akuntansi
 Penjelasan pos-pos laporan keuangan

Ditjen Pelayanan Medit Depkes membuat ketentuan akuntansi, khususnya bagi RS yang sudah
menjadi BLU (Badan Layanan Umum). Pedoman akuntansi RS ini berisi 10 bab:

1.       Pendahuluan

2.       Laporan Keuangan
3.       Akuntansi Aktiva

4.       Akuntansi Kewajiban

5.       Akuntansi Aktiva Bersih (Ekuitas)

6.       Akuntansi Perubahan Aktiva Bersih

7.       Laporan Arus Kas

8.       Catatan Atas Laporan Keuangan

9.       Ilustrasi Laporan Keuangan

10.   Rasio Keuangan

I.       Rumah Sakit Pemerintah Daerah sebagai Badan Layanan Umum (BLU)

Pengertian Badan Layanan Umum (BLU)

Pengertian atau definisi BLU diatur dalam Pasal 1 angka 23 UU No. 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, yaitu : Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan Pemerintah
yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang
dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi danproduktivitas”.

Pengertian ini kemudian diadopsi kembali dalam peraturan pelaksanaannya yaitu dalam Pasal 1
angka 1 PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Tujuan
dibentuknya BLU adalah sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 68 ayat (1) yang
menyebutkan bahwa “Badan Layanan Umum dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa”. Kemudian ditegaskan kembali dalam PP No. 23 Tahun 2005 sebagai peraturan
pelaksanaan dari asal 69 ayat (7) UU No. 1 Tahun 2004, Pasal 2 yang menyebutkan bahwa
“BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas
dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan
praktek bisnis yang sehat”.

Sedangkan Asas BLU diatur menurut Pasal 3 PP No. 23 Tahun 2005, yaitu:

1.         Menyelenggarakan pelayanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan


yang didelegasikan, tidak terpisah secara hukum dari instansi induknya;

2.         Pejabat BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan layanan umum kepada
pimpinan instansi induk;
3.         BLU tidak mencari laba;

4.         Rencana kerja, anggaran dan laporan BLU dan instansi induk tidak terpisah;

5.         Pengelolaan sejalan dengan praktik bisnis yang sehat.

Dari uraian definisi, tujuan dan asas BLU, maka dapat terlihat bahwa BLU memiliki suatu
karakteristik tertentu, yaitu :

1.         Berkedudukan sebagai lembaga pemerintah yang tidak dipisahkan dari kekayaan Negara;

2.         Menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan masyarakat;

3.         Tidak bertujuan untuk mencarai laba;

4.         Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala korporasi;

5.         Rencana kerja, anggaran dan pertanggungjawabannya dikonsolidasikan pada instansi


induk;

6.         Penerimaan baik pendapatan maupun sumbangan dapat digunakan secara langsung;

7.         Pegawai dapat terdiri dari pegawai negeri sipil dan bukan pegawai negeri sipil;

8.         BLU bukan subyek pajak.

Selain itu, sekalipun BLU dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala
korporasi, namun terdapat beberapa karakteristik lainnya yang membedakan pengelolaan
keuangan BLU dengan BUMN/BUMD, yaitu:

1.         BLU dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka


memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa;

2.         Kekayaan BLU merupakan bagian dari kekayaan negara/daerah yang tidak dipisahkan
serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan BLU yang
bersangkutan;

3.         Pembinaan BLU instansi pemerintah pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan dan
pembinaan teknis dilakukan oleh menteri yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan
yang bersangkutan;

4.         Pembinaan keuangan BLU instansi pemerintah daerah dilakukan oleh pejabat pengelola
keuangan daerah dan pembinaan teknis dilakukan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah
yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang bersangkutan;

5.         Setiap BLU wajib menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan;


6.         Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) serta laporan keuangan dan laporan kinerja BLU
disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari RKA serta laporan keuangan
dan laporan kinerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah;

7.         Pendapatan yang diperoleh BLU sehubungan dengan jasa layanan yang diberikan
merupakan pendapatan negara/daerah;

8.         Pendapatan tersebut dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja yang


bersangkutan;

9.         BLU dapat menerima hibah atau sumbangan dari masyarakat atau badan lain;

10.     Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan keuangan BLU diatur dalam peraturan
pemerintah (dhi. PP No. 23 Tahun 2005).\

Dasar Pengaturan BLU

BLU diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengaturnya,
yaitu:

1.         Pasal 1 angka 23, Pasal 68 dan Pasal 69 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara;

2.         PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;

3.         PP No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan
Minimal;

4.         Peraturan Menteri Keuangan No. 07/PMK.02/2006 tentang Persyaratan Administratif


Dalam Rangka Pengusulan Dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah Untuk Menerapkan
Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;

5.         Peraturan Menteri Keuangan No. 08/PMK.02/2006 tentang Kewenangan Pengadaan


Barang/Jasa Pada Badan Layanan Umum;

6.         Peraturan Menteri Keuangan No. 09/PMK.02/2006 tentang Pembentukan Dewan


Pengawas Pada Badan Layanan Umum;

7.         Peraturan Menteri Keuangan No. 10/PMK.02/2006 jo. PMK No. 73/PMK.05/2007


tentang Pedoman Penetapan Remunerasi Bagi Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas dan Pegawai
Badan Layanan Umum;

8.         Peraturan Menteri Keuangan No. 66/PMK.02/2006 tentang Tata Cara Penyusunan,


Pengajuan, Penetapan, Dan Perubahan Rencana Bisnis Dan Anggaran serta Dokumen
Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum;
9.         Peraturan Menteri Keuangan No. 109/PMK.05/2007 tentang Dewan Pengawas Badan
Layanan Umum;

10.     Peraturan Menteri Keuangan No. 119/PMK.05/2007 tentang Persyaratan Administratif


Dalam Rangka Pengusulan Dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah Untuk Menerapkan
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;

11.     Peraturan Menteri Keuangan No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan


Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum;

12.     Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah;

13.     Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. Per-50/PB/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan


Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Oleh Satuan Kerja Instansi Pemerintah
Yang Menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK-BLU);

14.     Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. Per-62/PB/2007 tentang Pedoman Penilaian Usulan


Penerapan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;

15.     Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. Per-67/PB/2007 tentang Tata Cara Pengintegrasian


Laporan Keuangan Badan Layanan Umum Ke Dalam Laporan Keuangan Kementerian
Negara/Lembaga.

Jenis dan Persyaratan BLU

Apabila dikelompokkan menurut jenisnya BLU terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu:

1.         BLU yang kegiatannya menyediakan barang atau jasa meliputi rumah sakit, lembaga
pendidikan, pelayanan lisensi, penyiaran, dan lain-lain;

2.         BLU yang kegiatannya mengelola wilayah atau kawasan meliputi otorita pengembangan
wilayah dan kawasan ekonomi terpadu (Kapet); dan

3.         BLU yang kegiatannya mengelola dana khusus meliputi pengelola dana bergulir, dana
UKM, penerusan pinjaman dan tabungan pegawai.

Untuk menjadi sebuah BLU, maka harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur menurut
Pasal 4 PP No. 23 Tahun 2005, sebagai berikut:

1.         Persyaratan Substantif, apabila menyelanggarakan layanan umum yang berhubungan


dengan :

a.       Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum;


b.      Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian 
masyarakat atau layanan umum; dan/atau

c.       Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada
masyarakat.

2.         Persyaratan Teknis, yaitu :

a.       kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan
pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh menteri/pimpinan
lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangan dan

b.   kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana
ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU.

3.      Persyaratan Administratif, yaitu :

a.       pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat


bagi masyarakat;

b.      pola tata kelola (yang baik);

c.       rencana strategis bisnis;

d.      laporan keuangan pokok;

e.       standar pelayanan minimum; dan

f.       laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.

Atas dasar itu maka penyusunan Standar Pelayanan Minimum (SPM) menjadi bagian dari proses
kegiatan merubah bentuk RS menjadi bentuk BLU. SPM sediri didefinisikan dalam PP 23 tahun
2004 sebagai spesifikasi teknis tentang tolok ukur layanan minimum yang diberikan oleh BLU
kepada masyarakat. Dari definisi ini terlihat bahwa SPM harus memiliki indikator kinerja
pelayanan dan standar (target) pencapaiannya Kesimpulan sementara, dengan menjadi BLU
maka RS memiliki kebebasan untuk mengelola keuangannya, namun RS diminta “berjanji”
untuk dapat menyediakan pelayanan dengan indikator dan standar kinerja pelayanan yang baik
(dalam bentuk SPM) dengan kata lain, semakin tinggi “janji” yang diajukan (tetapi masuk akal)
maka semakin mudah keluarnya ijin BLU

Rumah Sakit  Sebagai BLU

 Standar Pelayanan dan Tarif Layanan Rumah Sakit

Pelanggan baik eksternal maupun internal mempunyai keinginan-  keinginan ataupun harapan
terhadap jasa yang disediakan oleh rumah sakit. Mereka mempunyai persyaratan-persyaratan
yang diharapkan dapat dipenuhi oleh rumah sakit. Namun demikian pelanggan eksternal sebagai
pengguna jasa pelayanan mengharapkan apa yang diinginkan dapat dipuaskan (customer
satisfaction),  sedangkan tenaga profesi mengajukan persyaratan agar pelayanan yang disediakan
memenuhi standar profesi, sedangkan pihak manajemen menghendaki pelayanan yang efektif
dan efisien. Jadi mutu dapat dipandang dari berbagai sudut pandang

Pemerintah Daerah yang telah menjadi BLU/BLUD menggunakan standar pelayanan minimum
yang ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya, harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan dan kesetaraan layanan,
biaya serta kemudahan untuk mendapatkan layanan. Dalam hal rumah sakit pemerintah di daerah
(RSUD) maka standar pelayanan minimal ditetapkan oleh kepala daerah dengan peraturan kepala
daerah. Standar pelayanan minimal tersebut harus memenuhi persyaratan, yaitu :

1.         Fokus pada jenis pelayanan, dalam arti mengutamakan kegiatan pelayanan yang
menunjang terwujudnya tugas dan fungsi BLU/BLUD;

2.         Terukur, merupakan kegiatan yang pencapaiannya dapat dinilai sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan;

3.         Dapat dicapai, merupakan kegiatan nyata yang dapat dihitung tingkat pencapaiannya,
rasional sesuai kemampuan dan tingkat pemanfaatannya;

4.         Relevan dan dapat diandalkan, merupakan kegiatan yang sejalan, berkaitan dan dapat
dipercaya untuk menunjang tugas dan fungsi BLU/BLUD;

5.         Tepat waktu, merupakan kesesuaian jadwal dan kegiatan pelayanan yang telah
ditetapkan.

Rumah Sakit Pemerintah Daerah yang telah menjadi BLU/BLUD dapat memungut biaya kepada
masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan. Imbalan atas barang/jasa
layanan yang diberikan tersebut ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar
perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana. Tarif layanan diusulkan oleh
rumah sakit kepada menteri keuangan/menteri kesehatan/kepala SKPD sesuai dengan
kewenangannya, dan kemudian ditetapkan oleh menteri keuangan/kepala daerah dengan
peraturan menteri keuangan/peraturan kepala daerah. Tarif layanan yang diusulkan dan
ditetapkan tersebut harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1.         kontinuitas dan pengembangan layanan;

2.         daya beli masyarakat;

3.         asas keadilan dan kepatutan; dan

4.         kompetisi yang sehat.


Penentuan tarif harus berdasar unit cost dan mutu layanan. Dengan demikian rumah sakit
pemerintah harus mampu melakukan penelusuran (cost tracing) terhadap penentuan segala
macam tarif yang ditetapkan dalam layanan. Selama ini  aspek penentuan tarif masih berbasis
aggaran ataupu subsidi pemerintah sehingga masih terdapat suatu cost culture yang tidak
mendukung untuk peningkatan kinerja atau mutu layanan. Penyusunan tarif rumah sakit
seharusnya berbasis pada unit cost, pasar (kesanggupan konsumen untuk membayar dan strategi
yang diipilih. Tarif tersebut diharapkan dapat menutup semua biaya, diluar subsidi yang
diharapkan. Yang perlu diperhatikan adalah usulan tarif jangan berbasis pada prosentase tertentu
namun berdasar pada kajian yang dapat dipertanggungjawabkan. Secara umum tahapan
penentuan tarif harus melalui mekanisme usulan dari setiap divisi dalam rumah sakit dan aspek
pasar dan dilanjutkan kepada pemilik. Pemilik rumah sakit pemerintah adalah pemerintah daerah
dan DPRD

 Pengelolaan Keuangan

Adanya desentralisasi dan otonomi daerah dengan berlakunya UU tentang Pemerintahan Daerah
(UU No. 32 Tahun 2004, terakhir diubah dengan UU No. 12 Tahun 2008), UU No. 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, serta Kepmendagri No. 29 Tahun 2002
tentang Pedoman Umum Penyusunan APBD, kemudian PP No. 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan, dan Permendagri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah, membuat rumah sakit pemerintah daerah
harus melakukan banyak penyesuaian khususnya dalam pengelolaan keuangan maupun
penganggarannya, termasuk penentuan biaya.

Dengan terbitnya PP No. 23 Tahun 2005, rumah sakit pemerintah daerah mengalami perubahan
menjadi BLU. Perubahan ini berimbas pada pertanggungjawaban keuangan tidak lagi kepada
Departemen Kesehatan tetapi kepada Departemen Keuangan, sehingga harus mengikuti standar
akuntansi keuangan yang pengelolaannya mengacu pada prinsip-prinsip akuntabilitas,
transparansi dan efisiensi. Anggaran yang akan disusun pun harus berbasis kinerja (sesuai
dengan Kepmendagri No. 29 Tahun 2002).

Penyusunan anggaran rumah sakit harus berbasis akuntansi biaya yang didasari dari indikator
input, indikator proses dan indikator output, sebagaimana diatur berdasarkan PP No. 23 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, PMK No. 76/PMK.05/2008 tentang
Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum, dan khusus untuk RSUD,
pengelolaan keuangannya harus mengacu dan berdasarkan Permendagri Permendagri No. 61
Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah.

 Pelaporan dan Pertanggungjawaban

BLU sebagai instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan
mencari keuntungan merupakan organisasi pemerintahan yang bersifat nirlaba. Sesuai dengan
Pasal 26 ayat (2) PP No. 23 Tahun 2005 yang menyebutkan bahwa “Akuntansi dan laporan
keuangan BLU diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang diterbitkan
oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia”. Ketentuan ini menimbulkan inkonsistensi, karena
BLU merupakan badan/unit atau organisasi pemerintahan yang seharusnya menggunakan PSAP
atau Standar Akuntansi Pemerintahan sebagaimana diatur menurut PP No. 24 Tahun 2005
tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, namun dalam PP No. 23 Tahun 2005 menggunakan
PSAK (Standar Akuntansi Keuangan) yang berasal dari IAI. Sebagai organisasi kepemerintahan
yang bersifat nirlaba, maka rumah sakit pemerintah daerah semestinya juga menggunakan SAP
bukan SAK.

Laporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah merupakan laporan yang disusun oleh pihak
manajemen sebagai bentuk penyampaian laporan keuangan suatu entitas. Laporan keuangan
tersebut merupakan penyampaian informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
entitas tersebut, sehingga isi pelaporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah harus mengikuti
ketentuan untuk pelaporan keuangan sebagaimana diatur menurut SAK, yaitu sebagai organisasi
nirlaba (PSAK No. 45) dan menyanggupi untuk laporan keuangannya tersebut diaudit oleh
auditor independen. Laporan keuangan rumah sakit yang harus diaudit oleh auditor independen.

Adapun Laporan Keuangan rumah sakit pemerintah daerah sebagai BLU yang disusun harus
menyediakan informasi untuk:

1.         Mengukur jasa atau manfaat bagi entitas yang bersangkutan;

2.         Pertanggungjawaban manajemen rumah sakit (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas


dan laporan arus kas);

3.         Mengetahui kontinuitas pemberian jasa (disajikan dalam bentuk laporan

posisi keuangan);

4.         mengetahui perubahan aktiva bersih (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas).

Sehingga, laporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah mencakup sebagai berikut:

1.      Laporan posisi keuangan (aktiva, utang dan aktiva bersih, tidak disebut neraca). Klasifikasi
aktiva dan kewajiban sesuai dengan perusahaan pada umumnya. Sedangkan aktiva bersih
diklasifikasikan aktiva bersih tidak terikat, terikat kontemporer dan terikat permanen. Yang
dimaksud pembatasan permanen adalah pembatasan penggunaan sumber daya yang ditetapkan
oleh penyumbang. Sedangkan pembatasan temporer adalah pembatasan penggunaan sumber
daya oleh penyumbang yang menetapkan agar sumber daya tersebut dipertahankan sampai pada
periode tertentu atau sampai dengan terpenuhinya keadaan tertentu;

2.      Laporan aktivitas (yaitu penghasilan, beban dan kerugian dan perubahan dalan aktiva
bersih);

3.      Laporan arus kas yang mencakup arus kas dari aktivitas operasi, aktivitas investasi dan
aktivitas pendanaan;
4.      Catatan atas laporan keuangan, antara lain sifat dan jumlah pembatasan permanen atau
temporer, dan perubahan klasifikasi aktiva bersih.

Dalam hal konsolidasi laporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah dengan laporan
keuangan kementerian negara/lembaga, maupun laporan keuangan pemerintah daerah, maka
rumah sakit pemerintah daerah sebagai BLU/BLUD mengembangkan sub sistem akuntansi
keuangan yang menghasilkan Laporan Keuangan sesuai dengan SAP (Pasal 6 ayat (4) PMK No.
76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan
Umum).

Berdasarkan PMK No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan
Badan Layanan Umum dan sesuai pula dengan Pasal 27 PP No. 23 tahun 2005, maka rumah
sakit pemerintah daerah dalam rangka pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan dan
kegiatan pelayanannya, menyusun dan menyajikan:

1.      Laporan Keuangan; dan

2.      Laporan Kinerja.

Laporan Keuangan tersebut paling sedikit terdiri dari:

1.         Laporan Realisasi Anggaran dan/atau Laporan Operasional;

2.         Neraca;

3.         Laporan Arus Kas; dan

4.         Catatan atas Laporan Keuangan

Laporan Keuangan rumah sakit pemerintah daerah tersebut sebelum disampaikan kepada entitas
pelaporan direviu oleh satuan pemeriksaan intern, namun dalam hal tidak terdapat satuan
pemeriksaan intern, reviu dilakukan oleh aparat pengawasan intern kementerian negara/lembaga.
Reviu ini dilaksanakan secara bersamaan dengan pelaksanaan anggaran dan penyusunan Laporan
Keuangan BLU. Sedangkan Laporan Keuangan tahunan BLU diaudit oleh auditor eksternal.

J.       RUMAH SAKIT SEBAGAI BLU: TINJAUAN ASPEK PELAPORAN KEUANGAN

Organisasi BLU cenderung sebagai organisasi nirlaba kepemerintahan Sesuai dengan PP No:23
tahun 2005 pasal 26 menyebutkan bahwa akuntansi dan laporan keuangan diselenggarakan
sesuai dengan Standar Akuntansi keuangan (SAK) yang diterbitkan oleh asosiasi profesi
akuntansi Indonesia. Ketentuan ini mengakibatkan ketidakkonsistensian yaitu bahwa organisasi
BLU yang cenderung sebagai organisasi kepemerintahan tetapi pelaporan akuntansi
menggunakan PSAK (standar akuntansi keuangan ) dari IAI, bukan  menggunakan PSAP
Standar akuntansi pemerintahan). Standar akuntansi pemerintah disusun oleh komite standar
akuntansi pemerintah (KSAP). Standar ini digunakan untuk organisasi kepemerintahan dan
merupakan pedoman dalam penyususnan dan penyajian laporan keuangan. SAP dinyatakan
dalam PSAP.

Organisasi pemerintahan sebagai organisasi yang nirlaba semestinya menggunakan SAP bukan
SAK. Oleh karena itu jika rumah sakit pemerintah sebagai badan layanan umum semestinya juga
menggunakan SAP bukan SAK, namun dalam PP disebutkan badan layanan umum sebagai
institusi yang nirlaba menggunakan SAK. Dalam hal ini SAK yang tepat adalah PSAK no 45
yaitu standar akuntansi keuangan utuk organisasi nirlaba.

PERBEDAAN PSAK 45 DAN SAP

PSAK 45 SAP
Badan penerbitnya IAI Badan Penerbit KSAP
Laporan keuangan: Laporan keuangan:

• Laporan aktivitas • Laporan realisasi anggaran

• Laporan posisi keuangan • Neraca

• Laporan arus kas • Laporan arus kas

• Catatan atas Laporan keuang • Catatan atas Laporan keuangan


Organisasi bisnis Organisasi kepemerintahan

Organisasi non kepemerintahan


Pengguna: Pengguna:

• Masyarakat • Masyarakat

• Lembaga donor • Wakil rakyat/Pengawas/Pemeriksa

• Pemerintah • Pemerintah

Laporan keuangan rumah sakit merupakan laporan yang disusun oleh manajemen sebagai media
penyampaian laporan keuangan suatu entitas. Laporan keuangan rumah sakit merupakan
penyamapaian informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap entitas tersebut.
Nilai lebih dari rumah sakit pemerintah menjadi badan layanan uumun ditinjau dari isi pelaporan
keuangan adalah rumah sakit harus mengikuti ketentuan untuk pelaporan keuangan organisasi
nirlaba dan menyanggupi untuk laporan keuangan tersebut diaudit oleh auditor
independence. Dengan kesanggupan tersebut tentu saja diharapkan rumah sakit dapat mencapai
tata kelola yang baik dan pelaporan yang transparans.

K.     RUMAH SAKIT SEBAGAI BLU: TINJAUAN DARI ASPEK TEKNIS KEUANGAN
Adanya isu desentralisasi dan perundangan yang berlaku yaitu: UU no: 22 dan UU no: 25 tahun
1999 (UU no: 33 dan 36 tahun 2004) tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, serta
Kepmendagri no: 29 tahun 2002 tentang pedoman Umum Penyusunan APBD, UU no: 32 tahun
2004 tentang Otonomi Daerah, UU no :25 tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan
Nasional, PP no: 23 tahun 2005 tentang Badan Layanan Umum, PP no: 24 tahun 2005 tentang
Standar Akuntansi Pemerintah, membuat rumah sakit harus melakukan banyak penyesuaian
khusunya dalam hal pengelolaan teknis keuangan maupun penganggaraannya, termasuk
penentuan biaya.

Rumah sakit pemerintah dituntut untuk menjadi rumah sakit yang murah dan bermutu. Dalam
pengelolaannya rumah sakit pemerintah memiliki peraturan pendukung yang terkait dnegan
pengelolaan keuangan yang fleksibel. Berdasar PP no: 23 tahun 2005 tersebut rumah sakit
pemerintah telah mengalami perubahan sebagai badan layanan umum. Perubahan kelembagaan
ini berimbas pada pertanggungjawaban keuangan bukan lagi kepada departemen kesehatan tetapi
kepada departemen keuangan. Sebagaimana telah diuraikan di atas dari aspek pelaporan
keuangan yang harus mengikuti standar akuntansi keuangan, maka dalam pengelolaan teknis
keuangan pun harus diselenggarakan dengan mengacu pada prinsip-prinsip akuntanbilitas,
transparansi dan efisiensi. Anggaran yang disusun rumah sakit pemeritah juga harus disusun
dengan berbasis kinerja (sesuai dengan Kepmendagri no 29 tahun 2002).

Berdasar prinsip-prinsip tersebut, aspek teknis keuangan perlu didukung adanya hubungan yang
baik dan berkelanjutan antara rumah sakit,dengan pemerintah dan dengan para stakeholder,
khususnya dalam penentuan biaya pelayana kesehatan yang mencakupunit cost, efisiensi dan
kualitas pelayanan. Yang perlu dipertimbangankan lagi adalah adalah adanya audit atau
pemeriksaan bukan saja dari pihak independen terhadap pelaporan keuangan tetapi juga perlu
audit klinik. Dengan berubahnya kelembagaan sebagai BLU tentu saja aspek teknis sangat
berhubungan erat dengan basis kinerja.

Sesuai syarat-syarat BLU bahwa yang dimaksud dengan persyaratan substantif, persyaratan
teknis dan persyaratan admnistratif adalah berkaitan dengan standar layanan, penentuan tarif
layanan, pengelolaan keuangan,tata kelola semuanya harus berbasis kinerja.

Implementasi aspek teknis keuangan bagi rumah sakit ini akan menjadi nilai plus dalam
upayanya untuk peningkatan kualitas jasa layanan dan praktik tata kelola yang transparan.
Perhitungan dan penelusuran terhadap unit cost memerlukan persyaratan sbb:

1.      Menuntut adanya dukungan dari para stakeholder,

2.      Memiliki keinginan yang kuat dari rumah sakit untuk berbenah, tanpa meninggalkan misi
layanan sosial tetapi harus tetap mengunggulkan rumah sakit sebagai alatbargaining position,

3.      Kesanggupan untuk mewujudkan desakan akuntabilitas dari publik kepada rumah sakit,
khususnya mengenai pola penentuan tariff,

4.      Dukungan dari seluruh tim ahli, baik ahli medis, komite medis, sistem informasi rumah
sakit, akuntansi dan costing.
Dengan implementasi perubahan kelembagaan menjadi badan layanan umum, dalam aspek
teknis keuangan diharapkan rumah sakit akan memberi kepastian mutu dan kepastian biaya
menuju pada pelayanan kesehatan yang lebih baik.

L.      RUMAH SAKIT SEBAGAI BLU: TINJAUAN DARI ASPEK PERPAJAKAN

Rumah sakit yang dimiliki oleh Pemerintah (RSU ataupun RSUD) didanai dari APBN dan
APBD, maka rumah sakit tidak memiliki kewajiban PPh terhadap diri sendiri. Dengan kata lain,
rumah sakit pemerintah tidak perlu melaporkan PPh 25 (SPT Masa) maupu PPh 29 (SPT
Tahunan) karena bukan subyek pajak. Namun untuk 12 kategori sebagai unit pemerintah dan
bukan subyek pajak, dalam Undang-undang pajak penghasilan terdapat empat kriteria yang harus
dipenuhi rumah sakit yaitu:

1.      Dibentuk berdasar peraturan perundang-undangan yang berlaku,

2.      Dibiayai dengan dana yang bersumber APBN dan APBD,

3.      Penerimaan lembaga tersebut dmasukkan dalam anggaran,

4.      Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara

Dengan demikian karena RSU/RSUD mendapatkan pembiayaan dari luar APBN/APBD atau
tidak seluruh penerimaan dan pembiayaan tercatat dalam APBN/APBD, maka kewajiban
menghitung pajak sendiri (PPh 25/29) disamakan dengan badan swasta lain.

Berkaitan dengan PP no 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU, apabila RSU atau
RSUD (rumah sakit pemerintah) sudah mendapat penetapan sebagai BLU, karena seluruh
penerimaan dan pembelanjaan masuk APBN/APD, maka rumah sakit pemerintah tersebut bukan
merupakan subyek pajak sehingga tidak memiliki kewajiban membayar PPh Badan (pasal 25 dan
PPh 29). Namun demikian rumah sakit pemerintah memiiliki kewajiban sebagai pemungut pajak
PPh pasal 21, 23, 26, dan pasal 4 ayat (2) berkaitan dengan aktivitas pembayaran gaji, honor,
jasa, sewa, dll kepada karyawan dan pihak ketiga. Berkaitan dengan transaksi penyerahan obat
kepada pasien, rumah sakit juga berpotensi memiliki kewajiban memungut PPN (pajak
pertambahan nilai) dan dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.

Ketentuan khusus bagi organisasi sejenis Yayasan yang bergerak di bidang rumah sakit berdasar
SE-34/PJ.4/1995) adalah:

1.    Obyek Pajak, yang mmenjadi obyek pajak adalah semua penghasilan yang diterima atau
diperoleh sesuai dengan ketentuan dalam UU no 17 tahun 2000, antara lain:

a.       Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha, pekerjaan, kegiatan atau jasa,

b.      Bunga deposito, bunga obligasi, diskontto SBI dan bunga lainnya,

c.       Sewa dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta,


d.      Keuntungan pengalihan harta,

e.       Pembagian keuntungan dari kerjasama usaha,

2.    Jenis-jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan usaha/kegiatan


yang dilakukan yayasan atau organisasi sejenis yang bergerak di bidang pelayanan rumah sakit
meliputi:

a.       Uang pendaftaran untuk pelayanan kesehatan,

b.      Sewa kamar/ruangan di rumah sakit, poliklinik, pusat pelayanan kesehatan,

c.       Penghasilan dari perawatan kesehatan seperti uang pemeriksaan dokter, operasi, rontgen,
scanning, pemeriksaan laboratorium, dll

d.      Uang pemeriksaan kesehatan termasuk general check up,

e.       Penghasilan dari penyewaan alat kesehatan,

f.       Penghasilan dari penjualan obat,

g.      Penghasilan lainnya sehubungan dengan pelayanan kesehatan,

Berkaitan dengan transaksi yang berhubungan dengan Pph 21 di rumah sakit, terdapat ketentuan
khusus bagi rumah sakit, yaitu:

1.      Tenaga dokter berdasar status hubungan kerja digolongkan menjadi:

a.       Dokter yang menjabat sebagai pimpinan rumah sakit,

b.      Doker sebagai pegawai tetap atau honorer rumah sakit,

c.       Dokter tetap yaitu dokter yang mempunyai jadwal praktek tetap tetap bukan sebagai
pegawai tetap rumah sakit,

d.      Dokter tamu yaitu dokter yang merawat atau menitipkan pasiennya untuk dirawat di rumah
sakit,

e.       Dokter yang menyewa ruangan di rumah sakit untuk praktek,

Sedangkan untuk penghasilan dokter dapat dibedakan menjadi:

a.       Penghasilan yang bersumber dari keuangan rumah sakit atau dari imbalan lain yang
diterima oleh para dokter,

b.      Penghasilan yang berasal dari pasien yang diterima oleh para dokter,
PENGURANGAN PENGHASILAN

Dalam ketentuan perhitungan pajak penghasilan, yang dapat dikurangkan dari penghasilan kena
pajak adalah: (a). Biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan usaha, pekerjaan, kegiatan
atau pemberian jasa untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau biaya yang
berhubungan langsung dnegan operasional penyelenggaraan rumah sakit, (b). Penyusutan atau
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta yang mempunyai manfaat lebih dari 1
tahun, dan (c). Subsidi yang diberikan kepada pasien yang tidak mampu ataupun biaya pelayanan
kesehatan yang kurang mampu yang dipikul oleh yayasan atau organisasi yang sejenis yang tidak
bergerak di bidang pelayanan kesehatan.

Perlakukan pembukuan atas subsidi atau pembebanan biaya bagi pasien yang tidak mampu
adalah (a). Sejumlah bagian yang benar-benar dibayar oleh pasien merupakan penghasilan dan
biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya-biaya yang dikeluarkan
sehubungan dengan tagihan kepada pasien, atau (b). Sejumlah yang seharusnya diterima atau
diperoleh rumah sakit merupakan penghasilan dan sejumlah subsidi (selisih antara yang
seharusnya diterima rumah sakit dengan yang benar-benar dibayar oleh pasien) merupakan
tambahan biaya. Apabila yayasan atau organisasi yang sejenis memberikan subsidi sebagian atau
seluruh biaya pelayanan kesehatan kepada pasien yang kurang mampu yang dirawat di rumah
sakit di bawah yayasan lain, maka pengeluaran subsidi dimaksud dapat ditambahkan sebagai
biaya oleh yasayan atau rumah sakit yang memberikan subsidi tersebut.

OBYEK PPN DALAM RUMAH SAKIT

Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No: SE-06/PJ.52/ 2000 tanggal 2 maret 2000 telah
ditegaskan bahwa instalasi farmasi (kamar obat) merupakan suatu tempat untuk mengadakan dan
menyimpan obat-obatan, gas medik alat kesehatan serta bahan kimia yang bukan berdiri sendiri
tetapi merupakan satuan organic yang tidak terpisah dari keseluruhan rumah sakit. Selanjutnya
ditegaskan bahwa penyerahan obat-obatan yang dilakukan instalasi farmasi (kamar obat) tidak
terutang PPN. Dalam kenyataannya instalasi farmasi melayani rumah sakit yang terdiri dari
pasien rawat inap, pasien rawat jalan dan pasien gawat darurat. Mengingat instalasi farmasi
rumah sait melakukan pelayanan kepada pasien rawat jalan sebagaimana lazimnya sebuah
apotik, maka atas penyerahan obat-obatan oleh instalasi farmasi kepada pasien rawat jalan tetap
terutang PPN. Menurut PP no 50 tahun 1994, pedagang eceran adalah pengusaha yang dalam
lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha perdagangan dengan cara:

a.       Tidak bertindak sebagai penyalur kepada pedagang lain,

b.      Meyerahkan barang kena pajak melalui suatu tempat penjualan eceran seperti tok, kios atau
dengan cara penjualan langsung kepada konsumen akhir dari rumah ke rumah,

c.       Menyediakan barnang kena pajak yang diserahkan di tempat penjualan secara eceran,

d.      Melakukan transaksi jual beli secara spontan tanpa didahului penawaran tertulis, penwaran,
kontrak atau lelang dan umumnya bersifat tunai dan pembeli pada umumnya datang ke tempat
penjualan langsung membawa sendiri barang kena pajak yang dibelinya.
Dengan demkian apabila apotik atau instalasi farmasi di rumah sakit bertindak sebagaimana
lazimnya apotik melakukan penyerahan obat-obatan kepada pasien rawat jalan, maka rumah
sakit yang mempunyai instalasi farmasi/apotik tersebut merupakan pengusaha kena pajak
pedagang eceran. Selanjutnya PPN harus dibayar atas penyerahan obat obatan kepada pasien
rawat jalan oleh instalasi farmasi/apotik adalah sebesar 2% dari jumlah seluruh penyerahan
barang dagangan.

Rumah sakit pemerintah sebagai badan hukum dalam pemberlakuan pajak pertambahan nilai
tetap mengacu pada ketentuan obyek PPN pada barang kenapajak pada umumnya tanpa melihat
klasifikasi organisasi sebagai BLU. Hal ini dapat ditegaskan bahwa penyerahan obat-obatan oleh
instalasi farmasi kepada pasien rawat inap tidak dikenakan PPN, nanum kepada pasien selain
rawat inap yang dilakuakn pleh apotik maupun instalasi farmasi terutang PPN. Sedangkan PPN
atas jasa pada rumah sakit, menurut pasar 4 ayat 3 UU PPN jo Pasal 5 PP 144 tahun 2000, jasa
pelayanan kesehatan medis merupakan jasa yang tidak dikenakan PPN 17.

 BAB 3

PENUTUP

Tidak ada PSAK khusus yang mengatur standar akuntansi untuk rumah sakit. PSAK yang paling
“cocok” untuk sementara waktu digunakan adalah PSAK 45 tentang organisasi nirlaba.
Berdasarkan PSAK 45, akuntansi RS tidak berdasarkan sistem dana, hanya dana tunggal. Namun
aktiva bersih RS dikategori berdasarkan tiga jenis:

 Dana tidak terikat


 Dana terikat sementara
 Dana terikat permanen

Terikat tidaknya aktiva tergantung pada ketentuan pihak lain (donor) yang memberikan sumber
keuangan.

Laporan keuangan berdasarkan PSAK 45 terdiri atas:

}   Neraca

}   Laporan Aktivitas

}   Laporan Arus Kas

}   Catatan Atas Laporan Keuangan

Ditjen Pelayanan Medit Depkes membuat ketentuan akuntansi, khususnya bagi RS yang sudah
menjadi BLU (Badan Layanan Umum). Pedoman akuntansi RS ini berisi 10 bab:
1.   Pendahuluan
2.   Laporan Keuangan
3.   Akuntansi Aktiva
4.   Akuntansi Kewajiban
5.   Akuntansi Aktiva Bersih (Ekuitas)
6.   Akuntansi Perubahan Aktiva Bersih
7.   Laporan Arus Kas
8.   Catatan Atas Laporan Keuangan
9.   Ilustrasi Laporan Keuangan
10.  Rasio Keuangan

Pedoman akuntansi RS BLU ini tidak spesifik berdasarkan satu PSAK,misalnya hanya PSAK 45,
melainkan berbagai PSAK yang terkait.

PSAK yang terkait aktiva, utang, ekuitas, pendapata, dan biaya yang diterbitkan oleh IAI yang
relevan juga menjadi dasar akuntans

AKUNTANSI RUMAH SAKIT

03 Tuesday Dec 2013

Posted by MyNote in Accounting, Akuntansi Sektor Publik, Data Catatan Study, Home

≈ 14 Comments

Tags

Akuntansi, Akuntansi Sektor Publik

AKUNTANSI RUMAH SAKIT

BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Secara operasional manajemen keuangan di Rumah Sakit harus dapat menghasilkan data,
informasi dan petunjuk untuk membantu pimpinan Rumah Sakit dalam meerncanakan,
mengendalikan dan mengawasi seluruh kegiatan agar mutu pelayanan dapat
dipertahankan/ditingkatkan pada tingkat pembiayaan yang wajar.
Sebagai mahasiswa jurusan akuntansi, informasi mengenai bagaimana akuntansi khusus Rumah
Sakit sangatlah penting, agar dapat dibandingkan dengan akuntansi yang telah dipelajari
sebelumnya untuk perusahaan jasa, manufaktur, dan dagang. Oleh karena itu penulis berusaha
menyajikan informasi mengenai bagaimana seluk beluk praktik akuntansi di Rumah Sakit dalam
bentuk makalah yang berjudul “Akuntansi Rumah Sakit”.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep dasar akuntansi rumah sakit?


2. Bagaimana siklus akuntansi di rumah sakit?
3. Bagaimana bentuk laporan keungan rumah sakit?
4. Apa saja aktivitas akuntansi di rumah sakit?, dll

Tujuan Penulisan

Berikut beberapa tujuan yang ingin dicapai penulis dalam menyusun makalah yang berjudul
“Akuntansi Rumah Sakit” sebagai berikut.

1. Agar para pembaca dapat menjelaskan konsep dasar akuntansi rumah sakit;
2. Agar para pembaca dapat memahami praktik akuntansi di rumah sakit;
3. Agar para pembaca dapat memahami praktik akuntansi dana dirumah sakit;
4. Agar para pembaca dapat mengikhtisarkan bentuk laporan keuangan rumah sakit,dll.

BAB 2

ISI

A.    Sifat dan Karakteristik Rumah Sakit

Definisi rumah sakit menurut WHO sebagaimana yang termuat dalam WHO Technical Report
Series No. 122/1957 yang berbunyi :”Rumah sakit adalah bagian integral dari satu organisasi
sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan kesehatan paripurna, kuratif, dan
preventif kepada masyarakat, serta pelayanan rawat jalan yang diberikannya guna menjangkau
keluarga di rumah. Rumah sakit juga merupakan pusat  pendidikan dan latihan tenaga
kesehatan serta pusat penelitian bio-medik.

fungsi utama rumah sakit adalah sebagai sarana pelayanan kesehatan maupun bagian mata rantai
rujukan pelayanan kesehatan. Berdasarkan pengalaman sampai saat ini, pengaduan mengenai
pelanggaran etik maupun malpraktek yang dilakukan oleh dokter tidak kurang 80% terjadi di
rumah sakit. Lagi pula, segala prinsip yang berlaku di rumah sakit secar proporsional dapat juga
diberlakukan di saran pelayanan kesehatan lainnya.

Sejalan dengan kemajuan dan perkembangan ilmu serta teknologi kedokteran, rumah sakit telah
berkembang dari suatu lembaga kemanusiaan, keagamaan, dan sosial yang murni, menjadi suatu
lembaga yang lebih mengarah dan lebih berorientasi kepada “bisnis”, terlebih setelah para
pemodal diperbolehkan untuk mendirikan rumah sakit dibawah badan hukum yang bertujuan
mencari profit. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang padat modal, padat karya, dan padat
ilmu serta teknologi, dimana untuk mencapai efisiensi dan efektivitas yang tinggi, diperlukan
profesionalisme yang andal dalam hal pengelolaan lembaga bisnis yang modern.

Kewajiban setiap insan kesehatan adalah mensosialisasikan pengertian rumah sakit sebagai “unit
Sosio-Ekonomi”, sehingga persepsi masyarakat bisa berubah. Sosialisasi dikalangan insan
kesehatan sendiri dan para insan rumah sakit sangat diperlukan. Sebagai contoh, para dokter dan
para perawat tidak boleh menganggap rumah sakit sebagai lahan untuk mencari nafkah semata,
apalagi rumah sakit dianggap sebagai tambang emas untuk menghimpun kekayaan. Rumah sakit
sebagai lahan pengabdian profesinya masing-masing merupakan pengabdian yang sepantasnya
bag setiap insan kesehatan atau insan rumah sakit.

Berikut ini ditampilkan sistem pengelompokan rumah sakit yang paling umum digunakan saat ini
:

1. Sistem pengelompokan yang paling dirasa bermanfaat dan bertahan lama digunakan oleh
Asosiasi Rumah Sakit Amerika (AHA), dimana klasifikasi rumah sakit terbagi menjadi
rumah sakit pemerintah (komunitas) dan nonpemerintah (nonkominitas) sesuai dengan
tingkat akses pemerintah pada rumah sakit itu.
2. Jenis pengelompokan lain adalah berdasarkan kepemilikan atau kontrol atas kebijakan
dan cara operasi rumah sakit. Rumah sakit dibawah kepemilikan kelembagaan atau
institusi dibagi dalam 4 kelompok : pemerintah nonfederal, non pemerintah nirlaba,
rumah sakit yang dimiliki investor, dan rumah sakit milik pemerintah daerah.
3. Berdasarkan rata –rata lam tinggal, rumah sakit sakit dikelompokkan menjadi rumah sakit
jangka pendek dan jangka panjang. Menginap dirumah sakit dikatakan singkat apabila
rata –rata tinggal kurang dari 30 hari; sementara rata-rata nasional berda dibawah tujuh
hari. Sedangkan dikatakan lama bila tinggal lebih dari 30 hari.
4. Rumah sakit dikelompokkan menurut jumlah tempat tidur : 6-24 tempat tidur, 25 -49, 50-
99, 100-199, 200-299, dan 300  atau lebih
5.  Berdasar akreditasi dan yang bukan.
6. Pendidikan dan non pendidikan
7.  Berdasar integral vertikal atau konsep regionalisasi, yaitu rumah sakit dibagi menjadi
pusat layanan utama, layanan kedua, dan layanan ketiga

Tujuan Organisasi

Rumah sakit yang ideal adalah tempat diman orang-orang yang sakit bisa mencari dan menerima
perawatan, disamping memberikan pendidikan klinis kepada para mahasiswa kedokteran,
perawat, serta seluruh ahli kesehatan.

Modal

Pembangunan kesehatan dimasa mendatang sangat tergantung pada kemampuan sumber daya
manusia yang ada di daerah.
Kecenderungan yang terjadi adalah meningkatnya peran pihak ketiga dalam mengatur
pembiayaan kesehatan melalui sistem asuransi, baik publik maupun swasta. Keadaan ini juga
akan semakin berkembang di Indonesia dimasa yang akan datang bila perdagangan antar negara
menjadi semakin bebas.

Pertanggungjawaban

Sebagai bukti pertanggungjawaban unit pelayanan rumah sakit pemerintah daerah, setiap unit
rumah sakit berkewajiban memberikan laporan akhir sebagai bukti pertanggungjawaban atas
pelaksanaan kegiatan usaha selam periode pelaporan. Laporan tersebut meliputi laporan alokasi
dana, laporan pendapatan, dan laporan pengeluaran ke pemerintah daerah setempat.

Etika Rumah Sakit

Adalah etika terapan atau etika praktis yang moralitas atau etika umum yang diterapkan pada isu-
isu praktis, seperti perlakuan terhadap etnis minoritas, keadilan untuk kaum perempuan,
penggunaan hewan untuk bahan makanan atau penelitian, pelestarian lingkungan hidup, aborsi,
eutanasia, dan kewajiban bagi yang mampu untuk membantu yang tidak mampu.

Pelayanan Rumah sakit

Rumah sakit swasta dan rumah sakit pemerintah yang ada harus meningkatkan kepuasan
pasiennya. Selain peningkatan mutu pelayanan teknis medis, peningkatan mutu yang paling
mudah dan murah adalah peningkatan mutu pelayanan yang berhubungan dengan emosi pasien.
Pelayanan yang dimaksud di sini adalah pelayanan yang ramah, sopan santun, gesit, terampil,
serta peduli dengan keluhan pasien

B.     Siklus Aktivitas Rumah Sakit

Rumah sakit minimal mempunyai siklus aktivitas sebagaiberikut : melakukan tindakan –tindakan
medis seperti pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan kesehatan masyarakat. Secara lebih luas,
tergantung pada sumber daya yang dipunyai, sebuah rumah sakit dapat mempunyai siklus
aktivitas sebagai berikut :

1. Menyelenggarakan pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan kepada umum


2. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan tenaga medis, ahli dan para medis, baik yang
diselenggarakan sendiri maupun bersama dengan instansi lainnya,
3. Mengadakan dan melakukan penelitian.

C.    Jenis – jenis Anggaran Rumah Sakit

Anggaran modal

Adalah anggaran yang terdaftar dan tergambar dalam perencanaan penambahan modal.
Anggaran ini berisi daftar modal proyek yang diajukan selama tahun yang akan datang. Dampak
anggaran tersebut mencakup seluruh pengeluaran aktiva yang terencana selama setahun.
Anggaran kas

Adalah anggaran yang tercatat dalam rencana penerimaan dan pengeluaran kas. Kas meliputi
saldo tunai dan saldo rekening giro bank yang dimiliki entitas, serta elemen-elemen lainnya
yangdapat dipersamakan dengan kas. Anggaran kas sangat terkait dengan komponen kas dari
aktivitas opersai, investasi, dan pembiayaan.

Anggaran pelaksanaan

Adalah anggaran yang telah tergambar dalam perencanaan aktivitas pelaksanaan. Anggaran
pelaksanaan terdiri dari tiga komponen :

 Penerimaan
 Biaya dan pengeluaran
 Pengukuran hasil

D.    Akuntansi Rumah Sakit

Secara operasional manajemen keuangan di Rumah Sakit harus dapat menghasilkan data,
informasi dan petunjuk untuk membantu pimpinan Rumah Sakit dalam meerncanakan,
mengendalikan dan mengawasi seluruh kegiatan agar mutu pelayanan dapat
dipertahankan/ditingkatkan pada tingkat pembiayaan yang wajar.

          Akuntansi ialah suatu sistem yang merupakan salah satu pokok kegiatan dalam
manajemen keuangan yang terdiri dari kegiatan mencatat, mengklasifikasikan dan
menyimpulkan semua transaksi dan kejadian kejadian  dalam suatu organisasi yang menyangkut
keuangan, sehingga didapatkan suatu data atau informasi yang berguna untuk pengambilan
keputusan.

Hasil akhir dari akuntansi adalah laporan keuangan yang berbentuk :

 Neraca (Balance sheet)


 Laporan keuangan (Income statement)
  Laporan perubahan keuangan.

Ditinjau dari segi pembukuan, akuntansi dibagi menjadi 2 sistem yang sangat penting yaitu :

ü  Sistem Cash Basis atau Kas Stelsel

Yang telah dipakai oleh pemerintah kita termasuk RS Pemerintah. Dalam sistem ini hanya
dicatat “penerimaan” dari pengeluaran uang, sehingga sebetulnya sistem ini sangat sederhana,
mudah dikerjakan dan tidak memerlukan keahlian tinggi. Di samping itu pengawasan menjadi
lebih mudah. Penerimaan akan dicatat jika telah diterima uang dan pengeluaran dalam satu tahun
anggaran yang ditentukan.

ü  Accrual Basis
Pada sistem ini transaksi dan peristiwa diakui pada saat kejadian, bukan pada saat hak diterima
atau dibayar, dan dicatat serta dilaporkan pada periode yang bersangkutan. Dengan kata lain
penghasilan diakui pada saat penyerahan barang/jasa, bukan pada saat kas diterima; dan biaya
diakui pada saat terjadinya, buka pada saat kas dibayarkan. Dengan metode aktual, harta daki ui
pada saat diperoleh kepemilikannya.

Karakteristik Kualitas Informasi

ü  Kualitas informasi akuntansi

Laporan keuangan ditujukan agar dapat bermanfaat bagi pengambilan keputusan. Hal ini
menunjukkan adanya tuntutan kualitas informasi tertentu yang bersifat :

 Dapat dipahami
 Relevan yaitu bermanfaat bagi peramalan dan penegasan keputusan serta evaluasi masa
lalu
 Handal (reliable) yaitu penyajian jujur, substansi mengungguli bentuk, netralitas,
pertimbangan sehat dan lengkap.
 Berdaya banding (comparability)

Oleh karena itu kebijakan akuntansi yang dianut harus konsisten, namun bila ada alternatif lain
yang lebih relevan dan andal konsistensi ini tidak perlu dipertahankan. Hanya perubahan tersebut
perlu diberitahukan kepada pembaca laporan keuangan.

Kendala terhadap terpenuhinya kualitas umum dari informasi di atas antara lain :

 Ketepatan waktu;

Laporan yang tertunda dapat menghasilkan informasi yang kurang relevan. Sebaliknya untuk
menghasilkan informasi yang tepat waktu seringkali mengurangi keandalan informasi. Untuk
mengimbangkan antara relevansi dan keandalan, kebutuhan pengambil keputusan merupakan
pertimbangan yang menentukan.

 Keseimbangan biaya dan manfaat;

Biaya membuat informasi jelas harus lebih rendah dari manfaatnya. Pertimbangan ini jelas
berdampak pada cara pencatatan dan penyajian laporan akuntansi yang dipilih.

Asumsi Akuntansi

 Dasar akrual
 Kesinambungan (going concern)
 Kesatuan ekonomi.

Dalam akuntansi, organisasi usaha dipandang sebagai kesatuan ekonomi yang terpisah dari
pemilih/pendiri dan unit organisasi lainnya.
  Transaksi bebas

Transaksi akuntansi lebih diasumsikan selalu terjadi di antara pihakpihak yang bebas yang
sanggup melindungi kepentingan. Dengan demikian, harga yang terjadi dari transaksi tersebut
adalah harga yang objektif.

 Pengukuran dalam nilai uang

Akuntansi menggunakan uang sebagai denominator umum. Akibatnya hanya faktor/transaksi


yang dapat dianjurkan dalam nilai  uang yang dicatat dan dilaporkan dalam akutansi. Selain itu,
dalam akuntansi uang diasumsikan merupakan ukuran yang stabil, sehingga perubahan nilai beli
dari uang diabaikan.

Standar Akuntansi Keuangan

Merupakan pedoman/acuan dalam penyusunan laporan keuangan yang disusun oleh Ikatan
Akuntansi Indonesia (IAI) 1994.

Kebijakan Akuntansi

Kebijakan akuntansi meliputi pilihan prinsip-prinsip dasar-dasar, konvensi, peraturan dan


prosedur yang digunakan manajemen dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.
Dalam Rumah Sakit Swadana telah berlaku kebijakan akuntansi Rumah Sakit dengan
menggunakan cash basis dan accrual basis yang sementara berjalan paralel.

Dalam mengatur rumah sakit dibedakan menjadi dua, yaitu:

 Rumah Sakit yang Dikelola Pihak Swasta (Private Hospital)

Dalam hal ini, pelaksanaan akuntansi yang dikembangkan oleh Financial Accounting Standards
Board – FASB (Dewan Standar Akuntansi Keuangan).

 Rumah Sakit yang Dikelola Pihak Pemerintah (Public Hospital)

Dalam hal ini, pelaksanaan akuntansi dilaksanakan berdasarkan standar akuntansi yang
dikembangkan oleh Govermenttal Accounting Standards Board – GASB (Dewan Standar
Akuntansi Pemerintah).

E.     Akuntansi Dana di Rumah Sakit

Dalam akuntansi dana untuk rumah sakit, penyajian laporan informasi keuangan mengharuskan
pembentukan dana (fund) yang dibagi menjadi dua, yaitu:

 Dana Tidak Terikat (Unrestricted Fund)

Yaitu dana yang tidak dibatasi penggunaannya pada suatu tujuan tertentu.
 Dana Terikat (Restricted Fund)

Yaitu dana yang dibatasi penggunaannya pada suatu tujuan tertentu yang biasanya muncuul
karena permintaan dari pihak eksternal yang memberikan sumbangan. Terikat tidaknya aktiva
tergantung pada ketentuan pihak lain (donor) yang memberikan sumber keuangan

Tidak ada PSAK khusus yang mengatur standar akuntansi untuk rumah sakit. PSAK yang paling
“cocok” untuk sementara waktu digunakan adalah PSAK 45 tentang organisasi nirlaba.

Berdasarkan PSAK 45, akuntansi RS tidak berdasarkan sistem dana, hanya dana tunggal. Namun
aktiva bersih RS dikategori berdasarkan tiga jenis:

 Dana tidak terikat


 Dana terikat sementara
 Dana terikat permanen

F.     Ruang Lingkup Akuntansi Rumah Sakit

Laporan hasil usaha

Walaupun Rumah Sakit Pemerintah berorientasi sosial atau nir laba, namun dengan perubahan
menjadi Unit Swadana, maka mencari laba usaha adalah penting walaupun bukan menjadi tujuan
utama pendirian Rumah Sakit tersebut. Sisa hasil usaha Rumah Sakit Swadana berbeda dengan
SHU badan usaha lainnya atau Rumah Sakit yang berbentuk PT, pada Rumah Sakit Swadana
tidak ada bagian yang diserahkan kepada pemilik sebagai dividen.

 Pengertian SHU adalah kelebihan dari penghasilan atas beban pada satu periode
tertentu.
 Manfaat SHU antara lain :
o Memungkinkan analisis laporan keuangan
o  Memungkinkan laporan pertanggungjawaban manajemen Setiap unit di Rumah
Sakit mempunyai kontribusi tersendiri terhadap SHU. Ada unit yang
berkontribusi sebagai penghasil keuntungan (profit center) dan ada yang sebagai
pusat pengeluaran beban (cost center). Laporan dapat bersifat kualitatif sebagai
basil peninjauan lapangan dan dapat bersifat kuantitatif/keuangan yang diperoleh
dan laporan-laporan unit center.
o Penyajian didapat dari:
 Penyajian penghasilan yang berasal dari pendapatan kegiatan usaha
(operating revenues) yaitu semua penghasilan (bruto) yang timbul dari
aktivitas utama Rumah Sakit seperti pelayanan jasa medis dan kesehatan
di Unit Rawat Inap, Rawat Jalan, penunjang medik dan lain-lain
 Penyajian penghasilan yang berasal dari penghasilan lain-lain yang
merupakan semua basil yang diperoleh bukan dari aktivitas utama Rumah
Sakit seperti parkir, WC, bunga bank dan lain-lain.
 Beban (expenses) yaitu biaya yang secara lang sung telah dimanfaatkan di
dalam kegiatan memperoleh penghasilan dalam suatu periode tertentu.
 Terdiri dari :

–          beban dari kegiatan usaha yaitu beban yang timbul sebagai akibat dari kegiatan utama
Rumah Sakit seperti gaji seluruh karyawan, harga pokok obat/bahan habis pakai, snack
karyawan, sparepart peralatan medik dan lain-lain.

–          beban umum dan administrasi yaitu beban yang timbul bukan diakibatkan langsung dari
kegiatan memperoleh pendapat usaha Rumah Sakit seperti beban gaji direksi dan karyawan
adiministrasi umum, ATK dan lain-lain

–          beban lain-lain adalah semua beban yang itmbul bukan dikarenakan dari pelaksanaan
aktivitas utama Rumah Sakit, seperti beban bunga dan lain-lain.

 Bentuk laporan :
o Tunggal (Single step)
 Semua penghasilan dikelompokkan
 Semua beban dikelompokkan
 Selisih penghasilan atas beban adalah SHU
 PPH 25 maka didapat SHU bersih.
 Bertahap

Setiap penghasilan ataupun beban diuraikan secara rinci.

 Perkiraan luar biasa

Yaitu perkiraan yang sifatnya abnormal/luar biasa (extra ordinary), bisa berupa keuntungan atau
kerugian luar biasa, seperti pelunasan hutang, gempa bumi, kebakaran dan lain-lain.

G.    Dana-Dana dalam Akuntansi Dana Rumah Sakit

Dana dalam akuntansi dana rumah sakit dibedakan menjadi dua, yaitu:

1.       Dana Umum (General Fund)

Dana umum digunakan untuk mencatat sumber daya dana/dana yang diterima dan dibelanjakan
dalam menjalankan dalam menjalankan kegiatan operasional utama dari rumah sakit.

2.       Dana Terikat

Kelompok dana (Fund Groups) yang digolongkan sebagai dana terikat digunakan untuk
mencatat dana yang penggunaannya dibatasi oleh donor atau pihak yang mensponsori dana
tersebut.

H.    Laporan Keuangan Rumah Sakit


Dalam laporan keuangan rumah sakit terdapat empat laporan keuangan utama yang dihasilkan
oleh proses akuntansi, yaitu:

1.       Neraca

Terdiri dari

 Aktiva dan utang diklasifikasi menjadi:

–        Aktiva lancar – aktiva tetap

–        Utang lancar – utang jangka panjang

 Aktiva bersih (ekuitas) diklasifikasi berdasarkan:

–        Aktiva bersih tidak terikat

–        Aktiva bersih terikat temporer

–        Aktiva bersih terikat permanen

Neraca dalam rumah sakit tidak mempunyai perbedaan mendasar baik isi maupun proses
penyusunan dari sudut pandang ilmu akuntansi dibandingkan dengan neraca perusahaan yang
sering kita kenal disektor komersial namun demikian ada beberapa hal yang secara khusus perlu
diperhatikan antara lain:

a.       Kas

Jumlah kas yang tercatat dalam neraca tidak termasuk kas pada Dana Terikat yang tidak dapat
digunakan untuk kegiatan operasi.

b.      Piutang

Piutang harus dilaporkan pada jumlah yang diperkirakan dapat direalisasi.

c.       Investasi

Investasi awal dicatat pada harga perolehan pada saat pembelian, atau pada nilai wajar pada saat
penerimaan jika investasi diterima sebagai pemberian.

d.      Aktiva Tetap

Aktiva tetap dilaporkan bersama dengan akumulasi depresiasinya dalam Dana Umum.

e.        Aktiva yang Disisihkan


Klasifikasi aktiva terikat (restricted assets) hanya diberikan pada dana yang penggunaannya
dibatasi oleh pihak eksternal rumah sakit yang mensponsori dana tersebut.

f.        Utang Jangka Panjang

Utang jangka panjang dilaporkan pada neraca.

g.       Saldo Dana

Sesuai dengan kaidah pembagian dana yang dijelaskan, saldo dana yang dimiliki oleh rumah
sakit dipisahkan menjadi tiga macam yaitu: terikat, terikat sementara waktu, dan terikat
permanen.

2.       Laporan Operasi

Untuk rumah sakit, hasil dari kegiatan operasinya dilaporkan dalam Laporan Operasi (Statement
of Operations). Laporan ini mencakup tentang pendapatan, beban, untung dan rugi, serta
transaksi lainnya yang mempengaruhi saldo dana selama periode berjalan. Dalam laporan operasi
harus dinyatakan suatu indikator kinerja seperti halnya laba bersih dalam perusahaan, yang
melaporkan hal kegiatan operasi rumah sakit selama periode berjalan. Indikator kinerja ini harus
mencakup baik laba ataupun rugi operasi selama periode berjalan maupun laba langsung yang
diperoleh selama operasi berjalan. Perubahan lain dari saldo dana selama periode berjalan harus
dilaporkan setelah indikator kinerja.

Berikut adalah pos-pos lain yng jga perlu menjadi perhatian:

a.       Pendapatan Jasa Pasien

Pendapatan jasa pasien dihitung dari jumlah bruto dengan menggunakan tarif standar. Jumlah
tersebut kemudian di kurangi dengan penyesuaian kontraktual (contractual adjusments) menjadi
Pendapatan Bersih Jasa Pasien.

b.      Penyesuaian Kontraktual

Penyesuaian kontraktual berasal dari keterlibatan pihak ketiga dalam proses penggantian
pembayaran medis. Perusahaan asuransi biasanya mengganti kurang dari jumlah tarif standar
penuh untuk jasa medis yang disediakan bagi pasien yang menjadi tanggunan asuransi.
Meskipun rumah sakit memiliki tarif standar untuk jasa yang diberikan, namun rumah sakit
menjalin kontrak dengan pembayar pihak ketiga di mana rumah sakit menerima jumlah
pembayaran yang lebih rendah untuk jasa tersebut.

c.       Pendapatan dari Kegiatan Lainnya

Pendapatan dari kegiatan lain mencerminkan pendapatan dari sumber-sumber bukan pasien,
seperti kantin dan sewa parkir. Pendapaatan ini biaaanya mencerminkan jumlah bersih dari
operasinya, jadi bukan jumlah brutonya.
d.      Transfer Antardana

Tidaklah tepat untuk tetap mengelola aktiva dalam Dana Terikat ketika persyaratan yang
ditetapkan oleh pihak sponsor atau donor sudah terpenihi. Dalam hal ini aktiva tersebut harus
ditransfer dari Dana Terikat ke Dana Tidak Terikat. Untuk tujuan pelaporan keuangan, transfer
antar dana ini dilaporkan dalam Laporan Operasi sebagai “Pelepasan Saldo Dana” dan
ditunjukkan sebagai penambahan atas Dana Tidak Terikat.

Contoh Pendapatan:

1.      Pendapatan operasioal wajat jalan: karcis umum dan karcis spesialis.

2.      Pendapatan operasional rawat inap: akomodasi dan visite.

3.      Pendapatan tindakan medis: tindakan medik, dan tindakan keperawatan

4.      Pendapatan operasional unit penunjang: rasiologi, laboratorium, fisioterapi, farmasi, dan


rehab medik.

e.       Beban Dana Umum

Beban-beban dalam Dana Umum diakui secara akrual, seperti halnya pada entitas komersial.

Contoh beban :

 Biaya pelayanan: bahan, jasa pelayanan, pegawai, penyusutan, pemeliharaan, asuransi,


langganan dan daya, pelatihan, dan penelitian.
 Biaya umum dan administrasi: pegawai, administrasi kantor, penyusutan, pemelihataan,
langganan dan daya, pelatihan, dan penelitian

f.        Sumbangan

Sumbangan (donasi) dibagi menjadi donasi yang terbentuk jasa dan berbentuk aktiva. Karena
sering kali sulit untuk menetapkan nilai dari donasi yang berbentuk jasa, maka nilai dari donasi
ini biasanya tidak dicatat. Namun, jika terdapat kebutuhan untuk melakukan pencatatan, maka
perkiraan nilai dari donasi jasa dicatat sebagai sumbangan yang langsung diikuti dengan beban
dalam jumlah yang sama. Sedangkan donasi yang berbentuk aktiva dilaporkan pada nilai wajar
pada tanggal diterimanya sebagai sumbangan jika donasi aktiva ini penggunaannya dibatasi oleh
pihak sponsor atau donor maka dilaporkan dalam Dana Terikat Sementara atau Dana Terikat
Permanen. Ketika pembatasannya sudah tidak berlaku lagi, maka dilakukan transfer dari Dana
Terikat ke Dana Umum.

3.       Laporan Perubahan Aktiva Bersih

Laporan ini menyajikan perubahan dalam ketiga kategori aktiva bersih yang Tidak Terikat,
Terikat Sementara, dan terikat Permanen.
4.       Laporan Arus Kas

Format dari laporan ini serupa dengan yang digunakan untuk entitas komersial.

Laporan arus kas terdiri dari:

 Aktivitas operasi
 Aktivitas investasi
 Aktivitas pendanaan

5.       Catatan Atas Laporan Keuangan

Terdiri dari :

 Gambaran umum RS
  Iktisar kebijakan akuntansi
 Penjelasan pos-pos laporan keuangan

Ditjen Pelayanan Medit Depkes membuat ketentuan akuntansi, khususnya bagi RS yang sudah
menjadi BLU (Badan Layanan Umum). Pedoman akuntansi RS ini berisi 10 bab:

1.       Pendahuluan

2.       Laporan Keuangan

3.       Akuntansi Aktiva

4.       Akuntansi Kewajiban

5.       Akuntansi Aktiva Bersih (Ekuitas)

6.       Akuntansi Perubahan Aktiva Bersih

7.       Laporan Arus Kas

8.       Catatan Atas Laporan Keuangan

9.       Ilustrasi Laporan Keuangan

10.   Rasio Keuangan

I.       Rumah Sakit Pemerintah Daerah sebagai Badan Layanan Umum (BLU)

Pengertian Badan Layanan Umum (BLU)


Pengertian atau definisi BLU diatur dalam Pasal 1 angka 23 UU No. 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, yaitu : Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan Pemerintah
yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang
dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi danproduktivitas”.

Pengertian ini kemudian diadopsi kembali dalam peraturan pelaksanaannya yaitu dalam Pasal 1
angka 1 PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Tujuan
dibentuknya BLU adalah sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 68 ayat (1) yang
menyebutkan bahwa “Badan Layanan Umum dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa”. Kemudian ditegaskan kembali dalam PP No. 23 Tahun 2005 sebagai peraturan
pelaksanaan dari asal 69 ayat (7) UU No. 1 Tahun 2004, Pasal 2 yang menyebutkan bahwa
“BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas
dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan
praktek bisnis yang sehat”.

Sedangkan Asas BLU diatur menurut Pasal 3 PP No. 23 Tahun 2005, yaitu:

1.         Menyelenggarakan pelayanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan


yang didelegasikan, tidak terpisah secara hukum dari instansi induknya;

2.         Pejabat BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan layanan umum kepada
pimpinan instansi induk;

3.         BLU tidak mencari laba;

4.         Rencana kerja, anggaran dan laporan BLU dan instansi induk tidak terpisah;

5.         Pengelolaan sejalan dengan praktik bisnis yang sehat.

Dari uraian definisi, tujuan dan asas BLU, maka dapat terlihat bahwa BLU memiliki suatu
karakteristik tertentu, yaitu :

1.         Berkedudukan sebagai lembaga pemerintah yang tidak dipisahkan dari kekayaan Negara;

2.         Menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan masyarakat;

3.         Tidak bertujuan untuk mencarai laba;

4.         Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala korporasi;

5.         Rencana kerja, anggaran dan pertanggungjawabannya dikonsolidasikan pada instansi


induk;
6.         Penerimaan baik pendapatan maupun sumbangan dapat digunakan secara langsung;

7.         Pegawai dapat terdiri dari pegawai negeri sipil dan bukan pegawai negeri sipil;

8.         BLU bukan subyek pajak.

Selain itu, sekalipun BLU dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala
korporasi, namun terdapat beberapa karakteristik lainnya yang membedakan pengelolaan
keuangan BLU dengan BUMN/BUMD, yaitu:

1.         BLU dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka


memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa;

2.         Kekayaan BLU merupakan bagian dari kekayaan negara/daerah yang tidak dipisahkan
serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan BLU yang
bersangkutan;

3.         Pembinaan BLU instansi pemerintah pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan dan
pembinaan teknis dilakukan oleh menteri yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan
yang bersangkutan;

4.         Pembinaan keuangan BLU instansi pemerintah daerah dilakukan oleh pejabat pengelola
keuangan daerah dan pembinaan teknis dilakukan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah
yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang bersangkutan;

5.         Setiap BLU wajib menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan;

6.         Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) serta laporan keuangan dan laporan kinerja BLU
disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari RKA serta laporan keuangan
dan laporan kinerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah;

7.         Pendapatan yang diperoleh BLU sehubungan dengan jasa layanan yang diberikan
merupakan pendapatan negara/daerah;

8.         Pendapatan tersebut dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja yang


bersangkutan;

9.         BLU dapat menerima hibah atau sumbangan dari masyarakat atau badan lain;

10.     Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan keuangan BLU diatur dalam peraturan
pemerintah (dhi. PP No. 23 Tahun 2005).\

Dasar Pengaturan BLU

BLU diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengaturnya,
yaitu:
1.         Pasal 1 angka 23, Pasal 68 dan Pasal 69 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara;

2.         PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;

3.         PP No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan
Minimal;

4.         Peraturan Menteri Keuangan No. 07/PMK.02/2006 tentang Persyaratan Administratif


Dalam Rangka Pengusulan Dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah Untuk Menerapkan
Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;

5.         Peraturan Menteri Keuangan No. 08/PMK.02/2006 tentang Kewenangan Pengadaan


Barang/Jasa Pada Badan Layanan Umum;

6.         Peraturan Menteri Keuangan No. 09/PMK.02/2006 tentang Pembentukan Dewan


Pengawas Pada Badan Layanan Umum;

7.         Peraturan Menteri Keuangan No. 10/PMK.02/2006 jo. PMK No. 73/PMK.05/2007


tentang Pedoman Penetapan Remunerasi Bagi Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas dan Pegawai
Badan Layanan Umum;

8.         Peraturan Menteri Keuangan No. 66/PMK.02/2006 tentang Tata Cara Penyusunan,


Pengajuan, Penetapan, Dan Perubahan Rencana Bisnis Dan Anggaran serta Dokumen
Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum;

9.         Peraturan Menteri Keuangan No. 109/PMK.05/2007 tentang Dewan Pengawas Badan


Layanan Umum;

10.     Peraturan Menteri Keuangan No. 119/PMK.05/2007 tentang Persyaratan Administratif


Dalam Rangka Pengusulan Dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah Untuk Menerapkan
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;

11.     Peraturan Menteri Keuangan No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan


Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum;

12.     Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah;

13.     Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. Per-50/PB/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan


Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Oleh Satuan Kerja Instansi Pemerintah
Yang Menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK-BLU);

14.     Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. Per-62/PB/2007 tentang Pedoman Penilaian Usulan


Penerapan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;
15.     Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. Per-67/PB/2007 tentang Tata Cara Pengintegrasian
Laporan Keuangan Badan Layanan Umum Ke Dalam Laporan Keuangan Kementerian
Negara/Lembaga.

Jenis dan Persyaratan BLU

Apabila dikelompokkan menurut jenisnya BLU terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu:

1.         BLU yang kegiatannya menyediakan barang atau jasa meliputi rumah sakit, lembaga
pendidikan, pelayanan lisensi, penyiaran, dan lain-lain;

2.         BLU yang kegiatannya mengelola wilayah atau kawasan meliputi otorita pengembangan
wilayah dan kawasan ekonomi terpadu (Kapet); dan

3.         BLU yang kegiatannya mengelola dana khusus meliputi pengelola dana bergulir, dana
UKM, penerusan pinjaman dan tabungan pegawai.

Untuk menjadi sebuah BLU, maka harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur menurut
Pasal 4 PP No. 23 Tahun 2005, sebagai berikut:

1.         Persyaratan Substantif, apabila menyelanggarakan layanan umum yang berhubungan


dengan :

a.       Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum;

b.      Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian 


masyarakat atau layanan umum; dan/atau

c.       Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada
masyarakat.

2.         Persyaratan Teknis, yaitu :

a.       kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan
pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh menteri/pimpinan
lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangan dan

b.   kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana
ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU.

3.      Persyaratan Administratif, yaitu :

a.       pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat


bagi masyarakat;

b.      pola tata kelola (yang baik);


c.       rencana strategis bisnis;

d.      laporan keuangan pokok;

e.       standar pelayanan minimum; dan

f.       laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.

Atas dasar itu maka penyusunan Standar Pelayanan Minimum (SPM) menjadi bagian dari proses
kegiatan merubah bentuk RS menjadi bentuk BLU. SPM sediri didefinisikan dalam PP 23 tahun
2004 sebagai spesifikasi teknis tentang tolok ukur layanan minimum yang diberikan oleh BLU
kepada masyarakat. Dari definisi ini terlihat bahwa SPM harus memiliki indikator kinerja
pelayanan dan standar (target) pencapaiannya Kesimpulan sementara, dengan menjadi BLU
maka RS memiliki kebebasan untuk mengelola keuangannya, namun RS diminta “berjanji”
untuk dapat menyediakan pelayanan dengan indikator dan standar kinerja pelayanan yang baik
(dalam bentuk SPM) dengan kata lain, semakin tinggi “janji” yang diajukan (tetapi masuk akal)
maka semakin mudah keluarnya ijin BLU

Rumah Sakit  Sebagai BLU

 Standar Pelayanan dan Tarif Layanan Rumah Sakit

Pelanggan baik eksternal maupun internal mempunyai keinginan-  keinginan ataupun harapan
terhadap jasa yang disediakan oleh rumah sakit. Mereka mempunyai persyaratan-persyaratan
yang diharapkan dapat dipenuhi oleh rumah sakit. Namun demikian pelanggan eksternal sebagai
pengguna jasa pelayanan mengharapkan apa yang diinginkan dapat dipuaskan (customer
satisfaction),  sedangkan tenaga profesi mengajukan persyaratan agar pelayanan yang disediakan
memenuhi standar profesi, sedangkan pihak manajemen menghendaki pelayanan yang efektif
dan efisien. Jadi mutu dapat dipandang dari berbagai sudut pandang

Pemerintah Daerah yang telah menjadi BLU/BLUD menggunakan standar pelayanan minimum
yang ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya, harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan dan kesetaraan layanan,
biaya serta kemudahan untuk mendapatkan layanan. Dalam hal rumah sakit pemerintah di daerah
(RSUD) maka standar pelayanan minimal ditetapkan oleh kepala daerah dengan peraturan kepala
daerah. Standar pelayanan minimal tersebut harus memenuhi persyaratan, yaitu :

1.         Fokus pada jenis pelayanan, dalam arti mengutamakan kegiatan pelayanan yang
menunjang terwujudnya tugas dan fungsi BLU/BLUD;

2.         Terukur, merupakan kegiatan yang pencapaiannya dapat dinilai sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan;

3.         Dapat dicapai, merupakan kegiatan nyata yang dapat dihitung tingkat pencapaiannya,
rasional sesuai kemampuan dan tingkat pemanfaatannya;
4.         Relevan dan dapat diandalkan, merupakan kegiatan yang sejalan, berkaitan dan dapat
dipercaya untuk menunjang tugas dan fungsi BLU/BLUD;

5.         Tepat waktu, merupakan kesesuaian jadwal dan kegiatan pelayanan yang telah
ditetapkan.

Rumah Sakit Pemerintah Daerah yang telah menjadi BLU/BLUD dapat memungut biaya kepada
masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan. Imbalan atas barang/jasa
layanan yang diberikan tersebut ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar
perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana. Tarif layanan diusulkan oleh
rumah sakit kepada menteri keuangan/menteri kesehatan/kepala SKPD sesuai dengan
kewenangannya, dan kemudian ditetapkan oleh menteri keuangan/kepala daerah dengan
peraturan menteri keuangan/peraturan kepala daerah. Tarif layanan yang diusulkan dan
ditetapkan tersebut harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1.         kontinuitas dan pengembangan layanan;

2.         daya beli masyarakat;

3.         asas keadilan dan kepatutan; dan

4.         kompetisi yang sehat.

Penentuan tarif harus berdasar unit cost dan mutu layanan. Dengan demikian rumah sakit
pemerintah harus mampu melakukan penelusuran (cost tracing) terhadap penentuan segala
macam tarif yang ditetapkan dalam layanan. Selama ini  aspek penentuan tarif masih berbasis
aggaran ataupu subsidi pemerintah sehingga masih terdapat suatu cost culture yang tidak
mendukung untuk peningkatan kinerja atau mutu layanan. Penyusunan tarif rumah sakit
seharusnya berbasis pada unit cost, pasar (kesanggupan konsumen untuk membayar dan strategi
yang diipilih. Tarif tersebut diharapkan dapat menutup semua biaya, diluar subsidi yang
diharapkan. Yang perlu diperhatikan adalah usulan tarif jangan berbasis pada prosentase tertentu
namun berdasar pada kajian yang dapat dipertanggungjawabkan. Secara umum tahapan
penentuan tarif harus melalui mekanisme usulan dari setiap divisi dalam rumah sakit dan aspek
pasar dan dilanjutkan kepada pemilik. Pemilik rumah sakit pemerintah adalah pemerintah daerah
dan DPRD

 Pengelolaan Keuangan

Adanya desentralisasi dan otonomi daerah dengan berlakunya UU tentang Pemerintahan Daerah
(UU No. 32 Tahun 2004, terakhir diubah dengan UU No. 12 Tahun 2008), UU No. 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, serta Kepmendagri No. 29 Tahun 2002
tentang Pedoman Umum Penyusunan APBD, kemudian PP No. 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan, dan Permendagri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah, membuat rumah sakit pemerintah daerah
harus melakukan banyak penyesuaian khususnya dalam pengelolaan keuangan maupun
penganggarannya, termasuk penentuan biaya.

Dengan terbitnya PP No. 23 Tahun 2005, rumah sakit pemerintah daerah mengalami perubahan
menjadi BLU. Perubahan ini berimbas pada pertanggungjawaban keuangan tidak lagi kepada
Departemen Kesehatan tetapi kepada Departemen Keuangan, sehingga harus mengikuti standar
akuntansi keuangan yang pengelolaannya mengacu pada prinsip-prinsip akuntabilitas,
transparansi dan efisiensi. Anggaran yang akan disusun pun harus berbasis kinerja (sesuai
dengan Kepmendagri No. 29 Tahun 2002).

Penyusunan anggaran rumah sakit harus berbasis akuntansi biaya yang didasari dari indikator
input, indikator proses dan indikator output, sebagaimana diatur berdasarkan PP No. 23 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, PMK No. 76/PMK.05/2008 tentang
Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum, dan khusus untuk RSUD,
pengelolaan keuangannya harus mengacu dan berdasarkan Permendagri Permendagri No. 61
Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah.

 Pelaporan dan Pertanggungjawaban

BLU sebagai instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan
mencari keuntungan merupakan organisasi pemerintahan yang bersifat nirlaba. Sesuai dengan
Pasal 26 ayat (2) PP No. 23 Tahun 2005 yang menyebutkan bahwa “Akuntansi dan laporan
keuangan BLU diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang diterbitkan
oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia”. Ketentuan ini menimbulkan inkonsistensi, karena
BLU merupakan badan/unit atau organisasi pemerintahan yang seharusnya menggunakan PSAP
atau Standar Akuntansi Pemerintahan sebagaimana diatur menurut PP No. 24 Tahun 2005
tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, namun dalam PP No. 23 Tahun 2005 menggunakan
PSAK (Standar Akuntansi Keuangan) yang berasal dari IAI. Sebagai organisasi kepemerintahan
yang bersifat nirlaba, maka rumah sakit pemerintah daerah semestinya juga menggunakan SAP
bukan SAK.

Laporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah merupakan laporan yang disusun oleh pihak
manajemen sebagai bentuk penyampaian laporan keuangan suatu entitas. Laporan keuangan
tersebut merupakan penyampaian informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
entitas tersebut, sehingga isi pelaporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah harus mengikuti
ketentuan untuk pelaporan keuangan sebagaimana diatur menurut SAK, yaitu sebagai organisasi
nirlaba (PSAK No. 45) dan menyanggupi untuk laporan keuangannya tersebut diaudit oleh
auditor independen. Laporan keuangan rumah sakit yang harus diaudit oleh auditor independen.

Adapun Laporan Keuangan rumah sakit pemerintah daerah sebagai BLU yang disusun harus
menyediakan informasi untuk:

1.         Mengukur jasa atau manfaat bagi entitas yang bersangkutan;


2.         Pertanggungjawaban manajemen rumah sakit (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas
dan laporan arus kas);

3.         Mengetahui kontinuitas pemberian jasa (disajikan dalam bentuk laporan

posisi keuangan);

4.         mengetahui perubahan aktiva bersih (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas).

Sehingga, laporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah mencakup sebagai berikut:

1.      Laporan posisi keuangan (aktiva, utang dan aktiva bersih, tidak disebut neraca). Klasifikasi
aktiva dan kewajiban sesuai dengan perusahaan pada umumnya. Sedangkan aktiva bersih
diklasifikasikan aktiva bersih tidak terikat, terikat kontemporer dan terikat permanen. Yang
dimaksud pembatasan permanen adalah pembatasan penggunaan sumber daya yang ditetapkan
oleh penyumbang. Sedangkan pembatasan temporer adalah pembatasan penggunaan sumber
daya oleh penyumbang yang menetapkan agar sumber daya tersebut dipertahankan sampai pada
periode tertentu atau sampai dengan terpenuhinya keadaan tertentu;

2.      Laporan aktivitas (yaitu penghasilan, beban dan kerugian dan perubahan dalan aktiva
bersih);

3.      Laporan arus kas yang mencakup arus kas dari aktivitas operasi, aktivitas investasi dan
aktivitas pendanaan;

4.      Catatan atas laporan keuangan, antara lain sifat dan jumlah pembatasan permanen atau
temporer, dan perubahan klasifikasi aktiva bersih.

Dalam hal konsolidasi laporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah dengan laporan
keuangan kementerian negara/lembaga, maupun laporan keuangan pemerintah daerah, maka
rumah sakit pemerintah daerah sebagai BLU/BLUD mengembangkan sub sistem akuntansi
keuangan yang menghasilkan Laporan Keuangan sesuai dengan SAP (Pasal 6 ayat (4) PMK No.
76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan
Umum).

Berdasarkan PMK No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan
Badan Layanan Umum dan sesuai pula dengan Pasal 27 PP No. 23 tahun 2005, maka rumah
sakit pemerintah daerah dalam rangka pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan dan
kegiatan pelayanannya, menyusun dan menyajikan:

1.      Laporan Keuangan; dan

2.      Laporan Kinerja.

Laporan Keuangan tersebut paling sedikit terdiri dari:


1.         Laporan Realisasi Anggaran dan/atau Laporan Operasional;

2.         Neraca;

3.         Laporan Arus Kas; dan

4.         Catatan atas Laporan Keuangan

Laporan Keuangan rumah sakit pemerintah daerah tersebut sebelum disampaikan kepada entitas
pelaporan direviu oleh satuan pemeriksaan intern, namun dalam hal tidak terdapat satuan
pemeriksaan intern, reviu dilakukan oleh aparat pengawasan intern kementerian negara/lembaga.
Reviu ini dilaksanakan secara bersamaan dengan pelaksanaan anggaran dan penyusunan Laporan
Keuangan BLU. Sedangkan Laporan Keuangan tahunan BLU diaudit oleh auditor eksternal.

J.       RUMAH SAKIT SEBAGAI BLU: TINJAUAN ASPEK PELAPORAN KEUANGAN

Organisasi BLU cenderung sebagai organisasi nirlaba kepemerintahan Sesuai dengan PP No:23
tahun 2005 pasal 26 menyebutkan bahwa akuntansi dan laporan keuangan diselenggarakan
sesuai dengan Standar Akuntansi keuangan (SAK) yang diterbitkan oleh asosiasi profesi
akuntansi Indonesia. Ketentuan ini mengakibatkan ketidakkonsistensian yaitu bahwa organisasi
BLU yang cenderung sebagai organisasi kepemerintahan tetapi pelaporan akuntansi
menggunakan PSAK (standar akuntansi keuangan ) dari IAI, bukan  menggunakan PSAP
Standar akuntansi pemerintahan). Standar akuntansi pemerintah disusun oleh komite standar
akuntansi pemerintah (KSAP). Standar ini digunakan untuk organisasi kepemerintahan dan
merupakan pedoman dalam penyususnan dan penyajian laporan keuangan. SAP dinyatakan
dalam PSAP.

Organisasi pemerintahan sebagai organisasi yang nirlaba semestinya menggunakan SAP bukan
SAK. Oleh karena itu jika rumah sakit pemerintah sebagai badan layanan umum semestinya juga
menggunakan SAP bukan SAK, namun dalam PP disebutkan badan layanan umum sebagai
institusi yang nirlaba menggunakan SAK. Dalam hal ini SAK yang tepat adalah PSAK no 45
yaitu standar akuntansi keuangan utuk organisasi nirlaba.

PERBEDAAN PSAK 45 DAN SAP

PSAK 45 SAP
Badan penerbitnya IAI Badan Penerbit KSAP
Laporan keuangan: Laporan keuangan:

• Laporan aktivitas • Laporan realisasi anggaran

• Laporan posisi keuangan • Neraca

• Laporan arus kas • Laporan arus kas

• Catatan atas Laporan keuang • Catatan atas Laporan keuangan


Organisasi bisnis Organisasi kepemerintahan

Organisasi non kepemerintahan


Pengguna: Pengguna:

• Masyarakat • Masyarakat

• Lembaga donor • Wakil rakyat/Pengawas/Pemeriksa

• Pemerintah • Pemerintah

Laporan keuangan rumah sakit merupakan laporan yang disusun oleh manajemen sebagai media
penyampaian laporan keuangan suatu entitas. Laporan keuangan rumah sakit merupakan
penyamapaian informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap entitas tersebut.
Nilai lebih dari rumah sakit pemerintah menjadi badan layanan uumun ditinjau dari isi pelaporan
keuangan adalah rumah sakit harus mengikuti ketentuan untuk pelaporan keuangan organisasi
nirlaba dan menyanggupi untuk laporan keuangan tersebut diaudit oleh auditor
independence. Dengan kesanggupan tersebut tentu saja diharapkan rumah sakit dapat mencapai
tata kelola yang baik dan pelaporan yang transparans.

K.     RUMAH SAKIT SEBAGAI BLU: TINJAUAN DARI ASPEK TEKNIS KEUANGAN

Adanya isu desentralisasi dan perundangan yang berlaku yaitu: UU no: 22 dan UU no: 25 tahun
1999 (UU no: 33 dan 36 tahun 2004) tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, serta
Kepmendagri no: 29 tahun 2002 tentang pedoman Umum Penyusunan APBD, UU no: 32 tahun
2004 tentang Otonomi Daerah, UU no :25 tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan
Nasional, PP no: 23 tahun 2005 tentang Badan Layanan Umum, PP no: 24 tahun 2005 tentang
Standar Akuntansi Pemerintah, membuat rumah sakit harus melakukan banyak penyesuaian
khusunya dalam hal pengelolaan teknis keuangan maupun penganggaraannya, termasuk
penentuan biaya.

Rumah sakit pemerintah dituntut untuk menjadi rumah sakit yang murah dan bermutu. Dalam
pengelolaannya rumah sakit pemerintah memiliki peraturan pendukung yang terkait dnegan
pengelolaan keuangan yang fleksibel. Berdasar PP no: 23 tahun 2005 tersebut rumah sakit
pemerintah telah mengalami perubahan sebagai badan layanan umum. Perubahan kelembagaan
ini berimbas pada pertanggungjawaban keuangan bukan lagi kepada departemen kesehatan tetapi
kepada departemen keuangan. Sebagaimana telah diuraikan di atas dari aspek pelaporan
keuangan yang harus mengikuti standar akuntansi keuangan, maka dalam pengelolaan teknis
keuangan pun harus diselenggarakan dengan mengacu pada prinsip-prinsip akuntanbilitas,
transparansi dan efisiensi. Anggaran yang disusun rumah sakit pemeritah juga harus disusun
dengan berbasis kinerja (sesuai dengan Kepmendagri no 29 tahun 2002).

Berdasar prinsip-prinsip tersebut, aspek teknis keuangan perlu didukung adanya hubungan yang
baik dan berkelanjutan antara rumah sakit,dengan pemerintah dan dengan para stakeholder,
khususnya dalam penentuan biaya pelayana kesehatan yang mencakupunit cost, efisiensi dan
kualitas pelayanan. Yang perlu dipertimbangankan lagi adalah adalah adanya audit atau
pemeriksaan bukan saja dari pihak independen terhadap pelaporan keuangan tetapi juga perlu
audit klinik. Dengan berubahnya kelembagaan sebagai BLU tentu saja aspek teknis sangat
berhubungan erat dengan basis kinerja.

Sesuai syarat-syarat BLU bahwa yang dimaksud dengan persyaratan substantif, persyaratan
teknis dan persyaratan admnistratif adalah berkaitan dengan standar layanan, penentuan tarif
layanan, pengelolaan keuangan,tata kelola semuanya harus berbasis kinerja.

Implementasi aspek teknis keuangan bagi rumah sakit ini akan menjadi nilai plus dalam
upayanya untuk peningkatan kualitas jasa layanan dan praktik tata kelola yang transparan.
Perhitungan dan penelusuran terhadap unit cost memerlukan persyaratan sbb:

1.      Menuntut adanya dukungan dari para stakeholder,

2.      Memiliki keinginan yang kuat dari rumah sakit untuk berbenah, tanpa meninggalkan misi
layanan sosial tetapi harus tetap mengunggulkan rumah sakit sebagai alatbargaining position,

3.      Kesanggupan untuk mewujudkan desakan akuntabilitas dari publik kepada rumah sakit,
khususnya mengenai pola penentuan tariff,

4.      Dukungan dari seluruh tim ahli, baik ahli medis, komite medis, sistem informasi rumah
sakit, akuntansi dan costing.

Dengan implementasi perubahan kelembagaan menjadi badan layanan umum, dalam aspek
teknis keuangan diharapkan rumah sakit akan memberi kepastian mutu dan kepastian biaya
menuju pada pelayanan kesehatan yang lebih baik.

L.      RUMAH SAKIT SEBAGAI BLU: TINJAUAN DARI ASPEK PERPAJAKAN

Rumah sakit yang dimiliki oleh Pemerintah (RSU ataupun RSUD) didanai dari APBN dan
APBD, maka rumah sakit tidak memiliki kewajiban PPh terhadap diri sendiri. Dengan kata lain,
rumah sakit pemerintah tidak perlu melaporkan PPh 25 (SPT Masa) maupu PPh 29 (SPT
Tahunan) karena bukan subyek pajak. Namun untuk 12 kategori sebagai unit pemerintah dan
bukan subyek pajak, dalam Undang-undang pajak penghasilan terdapat empat kriteria yang harus
dipenuhi rumah sakit yaitu:

1.      Dibentuk berdasar peraturan perundang-undangan yang berlaku,

2.      Dibiayai dengan dana yang bersumber APBN dan APBD,

3.      Penerimaan lembaga tersebut dmasukkan dalam anggaran,

4.      Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara


Dengan demikian karena RSU/RSUD mendapatkan pembiayaan dari luar APBN/APBD atau
tidak seluruh penerimaan dan pembiayaan tercatat dalam APBN/APBD, maka kewajiban
menghitung pajak sendiri (PPh 25/29) disamakan dengan badan swasta lain.

Berkaitan dengan PP no 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU, apabila RSU atau
RSUD (rumah sakit pemerintah) sudah mendapat penetapan sebagai BLU, karena seluruh
penerimaan dan pembelanjaan masuk APBN/APD, maka rumah sakit pemerintah tersebut bukan
merupakan subyek pajak sehingga tidak memiliki kewajiban membayar PPh Badan (pasal 25 dan
PPh 29). Namun demikian rumah sakit pemerintah memiiliki kewajiban sebagai pemungut pajak
PPh pasal 21, 23, 26, dan pasal 4 ayat (2) berkaitan dengan aktivitas pembayaran gaji, honor,
jasa, sewa, dll kepada karyawan dan pihak ketiga. Berkaitan dengan transaksi penyerahan obat
kepada pasien, rumah sakit juga berpotensi memiliki kewajiban memungut PPN (pajak
pertambahan nilai) dan dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.

Ketentuan khusus bagi organisasi sejenis Yayasan yang bergerak di bidang rumah sakit berdasar
SE-34/PJ.4/1995) adalah:

1.    Obyek Pajak, yang mmenjadi obyek pajak adalah semua penghasilan yang diterima atau
diperoleh sesuai dengan ketentuan dalam UU no 17 tahun 2000, antara lain:

a.       Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha, pekerjaan, kegiatan atau jasa,

b.      Bunga deposito, bunga obligasi, diskontto SBI dan bunga lainnya,

c.       Sewa dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta,

d.      Keuntungan pengalihan harta,

e.       Pembagian keuntungan dari kerjasama usaha,

2.    Jenis-jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan usaha/kegiatan


yang dilakukan yayasan atau organisasi sejenis yang bergerak di bidang pelayanan rumah sakit
meliputi:

a.       Uang pendaftaran untuk pelayanan kesehatan,

b.      Sewa kamar/ruangan di rumah sakit, poliklinik, pusat pelayanan kesehatan,

c.       Penghasilan dari perawatan kesehatan seperti uang pemeriksaan dokter, operasi, rontgen,
scanning, pemeriksaan laboratorium, dll

d.      Uang pemeriksaan kesehatan termasuk general check up,

e.       Penghasilan dari penyewaan alat kesehatan,

f.       Penghasilan dari penjualan obat,


g.      Penghasilan lainnya sehubungan dengan pelayanan kesehatan,

Berkaitan dengan transaksi yang berhubungan dengan Pph 21 di rumah sakit, terdapat ketentuan
khusus bagi rumah sakit, yaitu:

1.      Tenaga dokter berdasar status hubungan kerja digolongkan menjadi:

a.       Dokter yang menjabat sebagai pimpinan rumah sakit,

b.      Doker sebagai pegawai tetap atau honorer rumah sakit,

c.       Dokter tetap yaitu dokter yang mempunyai jadwal praktek tetap tetap bukan sebagai
pegawai tetap rumah sakit,

d.      Dokter tamu yaitu dokter yang merawat atau menitipkan pasiennya untuk dirawat di rumah
sakit,

e.       Dokter yang menyewa ruangan di rumah sakit untuk praktek,

Sedangkan untuk penghasilan dokter dapat dibedakan menjadi:

a.       Penghasilan yang bersumber dari keuangan rumah sakit atau dari imbalan lain yang
diterima oleh para dokter,

b.      Penghasilan yang berasal dari pasien yang diterima oleh para dokter,

PENGURANGAN PENGHASILAN

Dalam ketentuan perhitungan pajak penghasilan, yang dapat dikurangkan dari penghasilan kena
pajak adalah: (a). Biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan usaha, pekerjaan, kegiatan
atau pemberian jasa untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau biaya yang
berhubungan langsung dnegan operasional penyelenggaraan rumah sakit, (b). Penyusutan atau
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta yang mempunyai manfaat lebih dari 1
tahun, dan (c). Subsidi yang diberikan kepada pasien yang tidak mampu ataupun biaya pelayanan
kesehatan yang kurang mampu yang dipikul oleh yayasan atau organisasi yang sejenis yang tidak
bergerak di bidang pelayanan kesehatan.

Perlakukan pembukuan atas subsidi atau pembebanan biaya bagi pasien yang tidak mampu
adalah (a). Sejumlah bagian yang benar-benar dibayar oleh pasien merupakan penghasilan dan
biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya-biaya yang dikeluarkan
sehubungan dengan tagihan kepada pasien, atau (b). Sejumlah yang seharusnya diterima atau
diperoleh rumah sakit merupakan penghasilan dan sejumlah subsidi (selisih antara yang
seharusnya diterima rumah sakit dengan yang benar-benar dibayar oleh pasien) merupakan
tambahan biaya. Apabila yayasan atau organisasi yang sejenis memberikan subsidi sebagian atau
seluruh biaya pelayanan kesehatan kepada pasien yang kurang mampu yang dirawat di rumah
sakit di bawah yayasan lain, maka pengeluaran subsidi dimaksud dapat ditambahkan sebagai
biaya oleh yasayan atau rumah sakit yang memberikan subsidi tersebut.

OBYEK PPN DALAM RUMAH SAKIT

Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No: SE-06/PJ.52/ 2000 tanggal 2 maret 2000 telah
ditegaskan bahwa instalasi farmasi (kamar obat) merupakan suatu tempat untuk mengadakan dan
menyimpan obat-obatan, gas medik alat kesehatan serta bahan kimia yang bukan berdiri sendiri
tetapi merupakan satuan organic yang tidak terpisah dari keseluruhan rumah sakit. Selanjutnya
ditegaskan bahwa penyerahan obat-obatan yang dilakukan instalasi farmasi (kamar obat) tidak
terutang PPN. Dalam kenyataannya instalasi farmasi melayani rumah sakit yang terdiri dari
pasien rawat inap, pasien rawat jalan dan pasien gawat darurat. Mengingat instalasi farmasi
rumah sait melakukan pelayanan kepada pasien rawat jalan sebagaimana lazimnya sebuah
apotik, maka atas penyerahan obat-obatan oleh instalasi farmasi kepada pasien rawat jalan tetap
terutang PPN. Menurut PP no 50 tahun 1994, pedagang eceran adalah pengusaha yang dalam
lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha perdagangan dengan cara:

a.       Tidak bertindak sebagai penyalur kepada pedagang lain,

b.      Meyerahkan barang kena pajak melalui suatu tempat penjualan eceran seperti tok, kios atau
dengan cara penjualan langsung kepada konsumen akhir dari rumah ke rumah,

c.       Menyediakan barnang kena pajak yang diserahkan di tempat penjualan secara eceran,

d.      Melakukan transaksi jual beli secara spontan tanpa didahului penawaran tertulis, penwaran,
kontrak atau lelang dan umumnya bersifat tunai dan pembeli pada umumnya datang ke tempat
penjualan langsung membawa sendiri barang kena pajak yang dibelinya.

Dengan demkian apabila apotik atau instalasi farmasi di rumah sakit bertindak sebagaimana
lazimnya apotik melakukan penyerahan obat-obatan kepada pasien rawat jalan, maka rumah
sakit yang mempunyai instalasi farmasi/apotik tersebut merupakan pengusaha kena pajak
pedagang eceran. Selanjutnya PPN harus dibayar atas penyerahan obat obatan kepada pasien
rawat jalan oleh instalasi farmasi/apotik adalah sebesar 2% dari jumlah seluruh penyerahan
barang dagangan.

Rumah sakit pemerintah sebagai badan hukum dalam pemberlakuan pajak pertambahan nilai
tetap mengacu pada ketentuan obyek PPN pada barang kenapajak pada umumnya tanpa melihat
klasifikasi organisasi sebagai BLU. Hal ini dapat ditegaskan bahwa penyerahan obat-obatan oleh
instalasi farmasi kepada pasien rawat inap tidak dikenakan PPN, nanum kepada pasien selain
rawat inap yang dilakuakn pleh apotik maupun instalasi farmasi terutang PPN. Sedangkan PPN
atas jasa pada rumah sakit, menurut pasar 4 ayat 3 UU PPN jo Pasal 5 PP 144 tahun 2000, jasa
pelayanan kesehatan medis merupakan jasa yang tidak dikenakan PPN 17.

 BAB 3

PENUTUP
 

Tidak ada PSAK khusus yang mengatur standar akuntansi untuk rumah sakit. PSAK yang paling
“cocok” untuk sementara waktu digunakan adalah PSAK 45 tentang organisasi nirlaba.
Berdasarkan PSAK 45, akuntansi RS tidak berdasarkan sistem dana, hanya dana tunggal. Namun
aktiva bersih RS dikategori berdasarkan tiga jenis:

 Dana tidak terikat


 Dana terikat sementara
 Dana terikat permanen

Terikat tidaknya aktiva tergantung pada ketentuan pihak lain (donor) yang memberikan sumber
keuangan.

Laporan keuangan berdasarkan PSAK 45 terdiri atas:

}   Neraca

}   Laporan Aktivitas

}   Laporan Arus Kas

}   Catatan Atas Laporan Keuangan

Ditjen Pelayanan Medit Depkes membuat ketentuan akuntansi, khususnya bagi RS yang sudah
menjadi BLU (Badan Layanan Umum). Pedoman akuntansi RS ini berisi 10 bab:

1.   Pendahuluan
2.   Laporan Keuangan
3.   Akuntansi Aktiva
4.   Akuntansi Kewajiban
5.   Akuntansi Aktiva Bersih (Ekuitas)
6.   Akuntansi Perubahan Aktiva Bersih
7.   Laporan Arus Kas
8.   Catatan Atas Laporan Keuangan
9.   Ilustrasi Laporan Keuangan
10.  Rasio Keuangan

Pedoman akuntansi RS BLU ini tidak spesifik berdasarkan satu PSAK,misalnya hanya PSAK 45,
melainkan berbagai PSAK yang terkait.

PSAK yang terkait aktiva, utang, ekuitas, pendapata, dan biaya yang diterbitkan oleh IAI yang
relevan juga menjadi dasar akuntans

    Akuntansi Rumah Sakit


Secara operasional manajemen keuangan di Rumah Sakit harus dapat menghasilkan data,
informasi dan petunjuk untuk membantu pimpinan Rumah Sakit dalam meerncanakan,
mengendalikan dan mengawasi seluruh kegiatan agar mutu pelayanan dapat
dipertahankan/ditingkatkan pada tingkat pembiayaan yang wajar.

          Akuntansi ialah suatu sistem yang merupakan salah satu pokok kegiatan dalam
manajemen keuangan yang terdiri dari kegiatan mencatat, mengklasifikasikan dan
menyimpulkan semua transaksi dan kejadian kejadian  dalam suatu organisasi yang menyangkut
keuangan, sehingga didapatkan suatu data atau informasi yang berguna untuk pengambilan
keputusan.

Hasil akhir dari akuntansi adalah laporan keuangan yang berbentuk :

 Neraca (Balance sheet)


 Laporan keuangan (Income statement)
  Laporan perubahan keuangan.

Ditinjau dari segi pembukuan, akuntansi dibagi menjadi 2 sistem yang sangat penting yaitu :

ü  Sistem Cash Basis atau Kas Stelsel

Yang telah dipakai oleh pemerintah kita termasuk RS Pemerintah. Dalam sistem ini hanya
dicatat “penerimaan” dari pengeluaran uang, sehingga sebetulnya sistem ini sangat sederhana,
mudah dikerjakan dan tidak memerlukan keahlian tinggi. Di samping itu pengawasan menjadi
lebih mudah. Penerimaan akan dicatat jika telah diterima uang dan pengeluaran dalam satu tahun
anggaran yang ditentukan.

ü  Accrual Basis

Pada sistem ini transaksi dan peristiwa diakui pada saat kejadian, bukan pada saat hak diterima
atau dibayar, dan dicatat serta dilaporkan pada periode yang bersangkutan. Dengan kata lain
penghasilan diakui pada saat penyerahan barang/jasa, bukan pada saat kas diterima; dan biaya
diakui pada saat terjadinya, buka pada saat kas dibayarkan. Dengan metode aktual, harta daki ui
pada saat diperoleh kepemilikannya.

Karakteristik Kualitas Informasi

ü  Kualitas informasi akuntansi

Laporan keuangan ditujukan agar dapat bermanfaat bagi pengambilan keputusan. Hal ini
menunjukkan adanya tuntutan kualitas informasi tertentu yang bersifat :

 Dapat dipahami
 Relevan yaitu bermanfaat bagi peramalan dan penegasan keputusan serta evaluasi masa
lalu
 Handal (reliable) yaitu penyajian jujur, substansi mengungguli bentuk, netralitas,
pertimbangan sehat dan lengkap.
 Berdaya banding (comparability)

Oleh karena itu kebijakan akuntansi yang dianut harus konsisten, namun bila ada alternatif lain
yang lebih relevan dan andal konsistensi ini tidak perlu dipertahankan. Hanya perubahan tersebut
perlu diberitahukan kepada pembaca laporan keuangan.

Kendala terhadap terpenuhinya kualitas umum dari informasi di atas antara lain :

 Ketepatan waktu;

Laporan yang tertunda dapat menghasilkan informasi yang kurang relevan. Sebaliknya untuk
menghasilkan informasi yang tepat waktu seringkali mengurangi keandalan informasi. Untuk
mengimbangkan antara relevansi dan keandalan, kebutuhan pengambil keputusan merupakan
pertimbangan yang menentukan.

 Keseimbangan biaya dan manfaat;

Biaya membuat informasi jelas harus lebih rendah dari manfaatnya. Pertimbangan ini jelas
berdampak pada cara pencatatan dan penyajian laporan akuntansi yang dipilih.

Asumsi Akuntansi

 Dasar akrual
 Kesinambungan (going concern)
 Kesatuan ekonomi.

Dalam akuntansi, organisasi usaha dipandang sebagai kesatuan ekonomi yang terpisah dari
pemilih/pendiri dan unit organisasi lainnya.

  Transaksi bebas

Transaksi akuntansi lebih diasumsikan selalu terjadi di antara pihakpihak yang bebas yang
sanggup melindungi kepentingan. Dengan demikian, harga yang terjadi dari transaksi tersebut
adalah harga yang objektif.

 Pengukuran dalam nilai uang

Akuntansi menggunakan uang sebagai denominator umum. Akibatnya hanya faktor/transaksi


yang dapat dianjurkan dalam nilai  uang yang dicatat dan dilaporkan dalam akutansi. Selain itu,
dalam akuntansi uang diasumsikan merupakan ukuran yang stabil, sehingga perubahan nilai beli
dari uang diabaikan.

Standar Akuntansi Keuangan


Merupakan pedoman/acuan dalam penyusunan laporan keuangan yang disusun oleh Ikatan
Akuntansi Indonesia (IAI) 1994.

Kebijakan Akuntansi

Kebijakan akuntansi meliputi pilihan prinsip-prinsip dasar-dasar, konvensi, peraturan dan


prosedur yang digunakan manajemen dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.
Dalam Rumah Sakit Swadana telah berlaku kebijakan akuntansi Rumah Sakit dengan
menggunakan cash basis dan accrual basis yang sementara berjalan paralel.

Dalam mengatur rumah sakit dibedakan menjadi dua, yaitu:

 Rumah Sakit yang Dikelola Pihak Swasta (Private Hospital)

Dalam hal ini, pelaksanaan akuntansi yang dikembangkan oleh Financial Accounting Standards
Board – FASB (Dewan Standar Akuntansi Keuangan).

 Rumah Sakit yang Dikelola Pihak Pemerintah (Public Hospital)

Dalam hal ini, pelaksanaan akuntansi dilaksanakan berdasarkan standar akuntansi yang
dikembangkan oleh Govermenttal Accounting Standards Board – GASB (Dewan Standar
Akuntansi Pemerintah).

E.     Akuntansi Dana di Rumah Sakit

Dalam akuntansi dana untuk rumah sakit, penyajian laporan informasi keuangan mengharuskan
pembentukan dana (fund) yang dibagi menjadi dua, yaitu:

 Dana Tidak Terikat (Unrestricted Fund)

Yaitu dana yang tidak dibatasi penggunaannya pada suatu tujuan tertentu.

 Dana Terikat (Restricted Fund)

Yaitu dana yang dibatasi penggunaannya pada suatu tujuan tertentu yang biasanya muncuul
karena permintaan dari pihak eksternal yang memberikan sumbangan. Terikat tidaknya aktiva
tergantung pada ketentuan pihak lain (donor) yang memberikan sumber keuangan

Tidak ada PSAK khusus yang mengatur standar akuntansi untuk rumah sakit. PSAK yang paling
“cocok” untuk sementara waktu digunakan adalah PSAK 45 tentang organisasi nirlaba.

Berdasarkan PSAK 45, akuntansi RS tidak berdasarkan sistem dana, hanya dana tunggal. Namun
aktiva bersih RS dikategori berdasarkan tiga jenis:

 Dana tidak terikat


 Dana terikat sementara
 Dana terikat permanen

F.     Ruang Lingkup Akuntansi Rumah Sakit

Laporan hasil usaha

Walaupun Rumah Sakit Pemerintah berorientasi sosial atau nir laba, namun dengan perubahan
menjadi Unit Swadana, maka mencari laba usaha adalah penting walaupun bukan menjadi tujuan
utama pendirian Rumah Sakit tersebut. Sisa hasil usaha Rumah Sakit Swadana berbeda dengan
SHU badan usaha lainnya atau Rumah Sakit yang berbentuk PT, pada Rumah Sakit Swadana
tidak ada bagian yang diserahkan kepada pemilik sebagai dividen.

 Pengertian SHU adalah kelebihan dari penghasilan atas beban pada satu periode
tertentu.
 Manfaat SHU antara lain :
o Memungkinkan analisis laporan keuangan
o  Memungkinkan laporan pertanggungjawaban manajemen Setiap unit di Rumah
Sakit mempunyai kontribusi tersendiri terhadap SHU. Ada unit yang
berkontribusi sebagai penghasil keuntungan (profit center) dan ada yang sebagai
pusat pengeluaran beban (cost center). Laporan dapat bersifat kualitatif sebagai
basil peninjauan lapangan dan dapat bersifat kuantitatif/keuangan yang diperoleh
dan laporan-laporan unit center.
o Penyajian didapat dari:
 Penyajian penghasilan yang berasal dari pendapatan kegiatan usaha
(operating revenues) yaitu semua penghasilan (bruto) yang timbul dari
aktivitas utama Rumah Sakit seperti pelayanan jasa medis dan kesehatan
di Unit Rawat Inap, Rawat Jalan, penunjang medik dan lain-lain
 Penyajian penghasilan yang berasal dari penghasilan lain-lain yang
merupakan semua basil yang diperoleh bukan dari aktivitas utama Rumah
Sakit seperti parkir, WC, bunga bank dan lain-lain.
 Beban (expenses) yaitu biaya yang secara lang sung telah dimanfaatkan di
dalam kegiatan memperoleh penghasilan dalam suatu periode tertentu.
 Terdiri dari :

–          beban dari kegiatan usaha yaitu beban yang timbul sebagai akibat dari kegiatan utama
Rumah Sakit seperti gaji seluruh karyawan, harga pokok obat/bahan habis pakai, snack
karyawan, sparepart peralatan medik dan lain-lain.

–          beban umum dan administrasi yaitu beban yang timbul bukan diakibatkan langsung dari
kegiatan memperoleh pendapat usaha Rumah Sakit seperti beban gaji direksi dan karyawan
adiministrasi umum, ATK dan lain-lain

–          beban lain-lain adalah semua beban yang itmbul bukan dikarenakan dari pelaksanaan
aktivitas utama Rumah Sakit, seperti beban bunga dan lain-lain.

 Bentuk laporan :
o Tunggal (Single step)
 Semua penghasilan dikelompokkan
 Semua beban dikelompokkan
 Selisih penghasilan atas beban adalah SHU
 PPH 25 maka didapat SHU bersih.
 Bertahap

Setiap penghasilan ataupun beban diuraikan secara rinci.

 Perkiraan luar biasa

Yaitu perkiraan yang sifatnya abnormal/luar biasa (extra ordinary), bisa berupa keuntungan atau
kerugian luar biasa, seperti pelunasan hutang, gempa bumi, kebakaran dan lain-lain.

G.    Dana-Dana dalam Akuntansi Dana Rumah Sakit

Dana dalam akuntansi dana rumah sakit dibedakan menjadi dua, yaitu:

1.       Dana Umum (General Fund)

Dana umum digunakan untuk mencatat sumber daya dana/dana yang diterima dan dibelanjakan
dalam menjalankan dalam menjalankan kegiatan operasional utama dari rumah sakit.

2.       Dana Terikat

Kelompok dana (Fund Groups) yang digolongkan sebagai dana terikat digunakan untuk
mencatat dana yang penggunaannya dibatasi oleh donor atau pihak yang mensponsori dana
tersebut.

H.    Laporan Keuangan Rumah Sakit

Dalam laporan keuangan rumah sakit terdapat empat laporan keuangan utama yang dihasilkan
oleh proses akuntansi, yaitu:

1.       Neraca

Terdiri dari

 Aktiva dan utang diklasifikasi menjadi:

–        Aktiva lancar – aktiva tetap

–        Utang lancar – utang jangka panjang

 Aktiva bersih (ekuitas) diklasifikasi berdasarkan:


–        Aktiva bersih tidak terikat

–        Aktiva bersih terikat temporer

–        Aktiva bersih terikat permanen

Neraca dalam rumah sakit tidak mempunyai perbedaan mendasar baik isi maupun proses
penyusunan dari sudut pandang ilmu akuntansi dibandingkan dengan neraca perusahaan yang
sering kita kenal disektor komersial namun demikian ada beberapa hal yang secara khusus perlu
diperhatikan antara lain:

a.       Kas

Jumlah kas yang tercatat dalam neraca tidak termasuk kas pada Dana Terikat yang tidak dapat
digunakan untuk kegiatan operasi.

b.      Piutang

Piutang harus dilaporkan pada jumlah yang diperkirakan dapat direalisasi.

c.       Investasi

Investasi awal dicatat pada harga perolehan pada saat pembelian, atau pada nilai wajar pada saat
penerimaan jika investasi diterima sebagai pemberian.

d.      Aktiva Tetap

Aktiva tetap dilaporkan bersama dengan akumulasi depresiasinya dalam Dana Umum.

e.        Aktiva yang Disisihkan

Klasifikasi aktiva terikat (restricted assets) hanya diberikan pada dana yang penggunaannya
dibatasi oleh pihak eksternal rumah sakit yang mensponsori dana tersebut.

f.        Utang Jangka Panjang

Utang jangka panjang dilaporkan pada neraca.

g.       Saldo Dana

Sesuai dengan kaidah pembagian dana yang dijelaskan, saldo dana yang dimiliki oleh rumah
sakit dipisahkan menjadi tiga macam yaitu: terikat, terikat sementara waktu, dan terikat
permanen.

2.       Laporan Operasi


Untuk rumah sakit, hasil dari kegiatan operasinya dilaporkan dalam Laporan Operasi (Statement
of Operations). Laporan ini mencakup tentang pendapatan, beban, untung dan rugi, serta
transaksi lainnya yang mempengaruhi saldo dana selama periode berjalan. Dalam laporan operasi
harus dinyatakan suatu indikator kinerja seperti halnya laba bersih dalam perusahaan, yang
melaporkan hal kegiatan operasi rumah sakit selama periode berjalan. Indikator kinerja ini harus
mencakup baik laba ataupun rugi operasi selama periode berjalan maupun laba langsung yang
diperoleh selama operasi berjalan. Perubahan lain dari saldo dana selama periode berjalan harus
dilaporkan setelah indikator kinerja.

Berikut adalah pos-pos lain yng jga perlu menjadi perhatian:

a.       Pendapatan Jasa Pasien

Pendapatan jasa pasien dihitung dari jumlah bruto dengan menggunakan tarif standar. Jumlah
tersebut kemudian di kurangi dengan penyesuaian kontraktual (contractual adjusments) menjadi
Pendapatan Bersih Jasa Pasien.

b.      Penyesuaian Kontraktual

Penyesuaian kontraktual berasal dari keterlibatan pihak ketiga dalam proses penggantian
pembayaran medis. Perusahaan asuransi biasanya mengganti kurang dari jumlah tarif standar
penuh untuk jasa medis yang disediakan bagi pasien yang menjadi tanggunan asuransi.
Meskipun rumah sakit memiliki tarif standar untuk jasa yang diberikan, namun rumah sakit
menjalin kontrak dengan pembayar pihak ketiga di mana rumah sakit menerima jumlah
pembayaran yang lebih rendah untuk jasa tersebut.

c.       Pendapatan dari Kegiatan Lainnya

Pendapatan dari kegiatan lain mencerminkan pendapatan dari sumber-sumber bukan pasien,
seperti kantin dan sewa parkir. Pendapaatan ini biaaanya mencerminkan jumlah bersih dari
operasinya, jadi bukan jumlah brutonya.

d.      Transfer Antardana

Tidaklah tepat untuk tetap mengelola aktiva dalam Dana Terikat ketika persyaratan yang
ditetapkan oleh pihak sponsor atau donor sudah terpenihi. Dalam hal ini aktiva tersebut harus
ditransfer dari Dana Terikat ke Dana Tidak Terikat. Untuk tujuan pelaporan keuangan, transfer
antar dana ini dilaporkan dalam Laporan Operasi sebagai “Pelepasan Saldo Dana” dan
ditunjukkan sebagai penambahan atas Dana Tidak Terikat.

Contoh Pendapatan:

1.      Pendapatan operasioal wajat jalan: karcis umum dan karcis spesialis.

2.      Pendapatan operasional rawat inap: akomodasi dan visite.


3.      Pendapatan tindakan medis: tindakan medik, dan tindakan keperawatan

4.      Pendapatan operasional unit penunjang: rasiologi, laboratorium, fisioterapi, farmasi, dan


rehab medik.

e.       Beban Dana Umum

Beban-beban dalam Dana Umum diakui secara akrual, seperti halnya pada entitas komersial.

Contoh beban :

 Biaya pelayanan: bahan, jasa pelayanan, pegawai, penyusutan, pemeliharaan, asuransi,


langganan dan daya, pelatihan, dan penelitian.
 Biaya umum dan administrasi: pegawai, administrasi kantor, penyusutan, pemelihataan,
langganan dan daya, pelatihan, dan penelitian

f.        Sumbangan

Sumbangan (donasi) dibagi menjadi donasi yang terbentuk jasa dan berbentuk aktiva. Karena
sering kali sulit untuk menetapkan nilai dari donasi yang berbentuk jasa, maka nilai dari donasi
ini biasanya tidak dicatat. Namun, jika terdapat kebutuhan untuk melakukan pencatatan, maka
perkiraan nilai dari donasi jasa dicatat sebagai sumbangan yang langsung diikuti dengan beban
dalam jumlah yang sama. Sedangkan donasi yang berbentuk aktiva dilaporkan pada nilai wajar
pada tanggal diterimanya sebagai sumbangan jika donasi aktiva ini penggunaannya dibatasi oleh
pihak sponsor atau donor maka dilaporkan dalam Dana Terikat Sementara atau Dana Terikat
Permanen. Ketika pembatasannya sudah tidak berlaku lagi, maka dilakukan transfer dari Dana
Terikat ke Dana Umum.

3.       Laporan Perubahan Aktiva Bersih

Laporan ini menyajikan perubahan dalam ketiga kategori aktiva bersih yang Tidak Terikat,
Terikat Sementara, dan terikat Permanen.

4.       Laporan Arus Kas

Format dari laporan ini serupa dengan yang digunakan untuk entitas komersial.

Laporan arus kas terdiri dari:

 Aktivitas operasi
 Aktivitas investasi
 Aktivitas pendanaan

5.       Catatan Atas Laporan Keuangan

Terdiri dari :
 Gambaran umum RS
  Iktisar kebijakan akuntansi
 Penjelasan pos-pos laporan keuangan

Ditjen Pelayanan Medit Depkes membuat ketentuan akuntansi, khususnya bagi RS yang sudah
menjadi BLU (Badan Layanan Umum). Pedoman akuntansi RS ini berisi 10 bab:

1.       Pendahuluan

2.       Laporan Keuangan

3.       Akuntansi Aktiva

4.       Akuntansi Kewajiban

5.       Akuntansi Aktiva Bersih (Ekuitas)

6.       Akuntansi Perubahan Aktiva Bersih

7.       Laporan Arus Kas

8.       Catatan Atas Laporan Keuangan

9.       Ilustrasi Laporan Keuangan

10.   Rasio Keuangan

I.       Rumah Sakit Pemerintah Daerah sebagai Badan Layanan Umum (BLU)

Pengertian Badan Layanan Umum (BLU)

Pengertian atau definisi BLU diatur dalam Pasal 1 angka 23 UU No. 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, yaitu : Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan Pemerintah
yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang
dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi danproduktivitas”.

Pengertian ini kemudian diadopsi kembali dalam peraturan pelaksanaannya yaitu dalam Pasal 1
angka 1 PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Tujuan
dibentuknya BLU adalah sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 68 ayat (1) yang
menyebutkan bahwa “Badan Layanan Umum dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa”. Kemudian ditegaskan kembali dalam PP No. 23 Tahun 2005 sebagai peraturan
pelaksanaan dari asal 69 ayat (7) UU No. 1 Tahun 2004, Pasal 2 yang menyebutkan bahwa
“BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas
dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan
praktek bisnis yang sehat”.

Sedangkan Asas BLU diatur menurut Pasal 3 PP No. 23 Tahun 2005, yaitu:

1.         Menyelenggarakan pelayanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan


yang didelegasikan, tidak terpisah secara hukum dari instansi induknya;

2.         Pejabat BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan layanan umum kepada
pimpinan instansi induk;

3.         BLU tidak mencari laba;

4.         Rencana kerja, anggaran dan laporan BLU dan instansi induk tidak terpisah;

5.         Pengelolaan sejalan dengan praktik bisnis yang sehat.

Dari uraian definisi, tujuan dan asas BLU, maka dapat terlihat bahwa BLU memiliki suatu
karakteristik tertentu, yaitu :

1.         Berkedudukan sebagai lembaga pemerintah yang tidak dipisahkan dari kekayaan Negara;

2.         Menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan masyarakat;

3.         Tidak bertujuan untuk mencarai laba;

4.         Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala korporasi;

5.         Rencana kerja, anggaran dan pertanggungjawabannya dikonsolidasikan pada instansi


induk;

6.         Penerimaan baik pendapatan maupun sumbangan dapat digunakan secara langsung;

7.         Pegawai dapat terdiri dari pegawai negeri sipil dan bukan pegawai negeri sipil;

8.         BLU bukan subyek pajak.

Selain itu, sekalipun BLU dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala
korporasi, namun terdapat beberapa karakteristik lainnya yang membedakan pengelolaan
keuangan BLU dengan BUMN/BUMD, yaitu:

1.         BLU dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka


memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
2.         Kekayaan BLU merupakan bagian dari kekayaan negara/daerah yang tidak dipisahkan
serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan BLU yang
bersangkutan;

3.         Pembinaan BLU instansi pemerintah pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan dan
pembinaan teknis dilakukan oleh menteri yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan
yang bersangkutan;

4.         Pembinaan keuangan BLU instansi pemerintah daerah dilakukan oleh pejabat pengelola
keuangan daerah dan pembinaan teknis dilakukan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah
yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang bersangkutan;

5.         Setiap BLU wajib menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan;

6.         Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) serta laporan keuangan dan laporan kinerja BLU
disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari RKA serta laporan keuangan
dan laporan kinerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah;

7.         Pendapatan yang diperoleh BLU sehubungan dengan jasa layanan yang diberikan
merupakan pendapatan negara/daerah;

8.         Pendapatan tersebut dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja yang


bersangkutan;

9.         BLU dapat menerima hibah atau sumbangan dari masyarakat atau badan lain;

10.     Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan keuangan BLU diatur dalam peraturan
pemerintah (dhi. PP No. 23 Tahun 2005).\

Dasar Pengaturan BLU

BLU diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengaturnya,
yaitu:

1.         Pasal 1 angka 23, Pasal 68 dan Pasal 69 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara;

2.         PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;

3.         PP No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan
Minimal;

4.         Peraturan Menteri Keuangan No. 07/PMK.02/2006 tentang Persyaratan Administratif


Dalam Rangka Pengusulan Dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah Untuk Menerapkan
Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;
5.         Peraturan Menteri Keuangan No. 08/PMK.02/2006 tentang Kewenangan Pengadaan
Barang/Jasa Pada Badan Layanan Umum;

6.         Peraturan Menteri Keuangan No. 09/PMK.02/2006 tentang Pembentukan Dewan


Pengawas Pada Badan Layanan Umum;

7.         Peraturan Menteri Keuangan No. 10/PMK.02/2006 jo. PMK No. 73/PMK.05/2007


tentang Pedoman Penetapan Remunerasi Bagi Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas dan Pegawai
Badan Layanan Umum;

8.         Peraturan Menteri Keuangan No. 66/PMK.02/2006 tentang Tata Cara Penyusunan,


Pengajuan, Penetapan, Dan Perubahan Rencana Bisnis Dan Anggaran serta Dokumen
Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum;

9.         Peraturan Menteri Keuangan No. 109/PMK.05/2007 tentang Dewan Pengawas Badan


Layanan Umum;

10.     Peraturan Menteri Keuangan No. 119/PMK.05/2007 tentang Persyaratan Administratif


Dalam Rangka Pengusulan Dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah Untuk Menerapkan
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;

11.     Peraturan Menteri Keuangan No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan


Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum;

12.     Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah;

13.     Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. Per-50/PB/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan


Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Oleh Satuan Kerja Instansi Pemerintah
Yang Menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK-BLU);

14.     Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. Per-62/PB/2007 tentang Pedoman Penilaian Usulan


Penerapan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;

15.     Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. Per-67/PB/2007 tentang Tata Cara Pengintegrasian


Laporan Keuangan Badan Layanan Umum Ke Dalam Laporan Keuangan Kementerian
Negara/Lembaga.

Jenis dan Persyaratan BLU

Apabila dikelompokkan menurut jenisnya BLU terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu:

1.         BLU yang kegiatannya menyediakan barang atau jasa meliputi rumah sakit, lembaga
pendidikan, pelayanan lisensi, penyiaran, dan lain-lain;
2.         BLU yang kegiatannya mengelola wilayah atau kawasan meliputi otorita pengembangan
wilayah dan kawasan ekonomi terpadu (Kapet); dan

3.         BLU yang kegiatannya mengelola dana khusus meliputi pengelola dana bergulir, dana
UKM, penerusan pinjaman dan tabungan pegawai.

Untuk menjadi sebuah BLU, maka harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur menurut
Pasal 4 PP No. 23 Tahun 2005, sebagai berikut:

Rumah Sakit Pemerintah Daerah yang telah menjadi BLU/BLUD dapat memungut biaya kepada
masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan. Imbalan atas barang/jasa
layanan yang diberikan tersebut ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar
perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana. Tarif layanan diusulkan oleh
rumah sakit kepada menteri keuangan/menteri kesehatan/kepala SKPD sesuai dengan
kewenangannya, dan kemudian ditetapkan oleh menteri keuangan/kepala daerah dengan
peraturan menteri keuangan/peraturan kepala daerah. Tarif layanan yang diusulkan dan
ditetapkan tersebut harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1.         kontinuitas dan pengembangan layanan;

2.         daya beli masyarakat;

3.         asas keadilan dan kepatutan; dan

4.         kompetisi yang sehat.

Penentuan tarif harus berdasar unit cost dan mutu layanan. Dengan demikian rumah sakit
pemerintah harus mampu melakukan penelusuran (cost tracing) terhadap penentuan segala
macam tarif yang ditetapkan dalam layanan. Selama ini  aspek penentuan tarif masih berbasis
aggaran ataupu subsidi pemerintah sehingga masih terdapat suatu cost culture yang tidak
mendukung untuk peningkatan kinerja atau mutu layanan. Penyusunan tarif rumah sakit
seharusnya berbasis pada unit cost, pasar (kesanggupan konsumen untuk membayar dan strategi
yang diipilih. Tarif tersebut diharapkan dapat menutup semua biaya, diluar subsidi yang
diharapkan. Yang perlu diperhatikan adalah usulan tarif jangan berbasis pada prosentase tertentu
namun berdasar pada kajian yang dapat dipertanggungjawabkan. Secara umum tahapan
penentuan tarif harus melalui mekanisme usulan dari setiap divisi dalam rumah sakit dan aspek
pasar dan dilanjutkan kepada pemilik. Pemilik rumah sakit pemerintah adalah pemerintah daerah
dan DPRD

 Pengelolaan Keuangan

Adanya desentralisasi dan otonomi daerah dengan berlakunya UU tentang Pemerintahan Daerah
(UU No. 32 Tahun 2004, terakhir diubah dengan UU No. 12 Tahun 2008), UU No. 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, serta Kepmendagri No. 29 Tahun 2002
tentang Pedoman Umum Penyusunan APBD, kemudian PP No. 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan, dan Permendagri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah, membuat rumah sakit pemerintah daerah
harus melakukan banyak penyesuaian khususnya dalam pengelolaan keuangan maupun
penganggarannya, termasuk penentuan biaya.

Dengan terbitnya PP No. 23 Tahun 2005, rumah sakit pemerintah daerah mengalami perubahan
menjadi BLU. Perubahan ini berimbas pada pertanggungjawaban keuangan tidak lagi kepada
Departemen Kesehatan tetapi kepada Departemen Keuangan, sehingga harus mengikuti standar
akuntansi keuangan yang pengelolaannya mengacu pada prinsip-prinsip akuntabilitas,
transparansi dan efisiensi. Anggaran yang akan disusun pun harus berbasis kinerja (sesuai
dengan Kepmendagri No. 29 Tahun 2002).

Penyusunan anggaran rumah sakit harus berbasis akuntansi biaya yang didasari dari indikator
input, indikator proses dan indikator output, sebagaimana diatur berdasarkan PP No. 23 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, PMK No. 76/PMK.05/2008 tentang
Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum, dan khusus untuk RSUD,
pengelolaan keuangannya harus mengacu dan berdasarkan Permendagri Permendagri No. 61
Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah.

 Pelaporan dan Pertanggungjawaban

BLU sebagai instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan
mencari keuntungan merupakan organisasi pemerintahan yang bersifat nirlaba. Sesuai dengan
Pasal 26 ayat (2) PP No. 23 Tahun 2005 yang menyebutkan bahwa “Akuntansi dan laporan
keuangan BLU diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang diterbitkan
oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia”. Ketentuan ini menimbulkan inkonsistensi, karena
BLU merupakan badan/unit atau organisasi pemerintahan yang seharusnya menggunakan PSAP
atau Standar Akuntansi Pemerintahan sebagaimana diatur menurut PP No. 24 Tahun 2005
tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, namun dalam PP No. 23 Tahun 2005 menggunakan
PSAK (Standar Akuntansi Keuangan) yang berasal dari IAI. Sebagai organisasi kepemerintahan
yang bersifat nirlaba, maka rumah sakit pemerintah daerah semestinya juga menggunakan SAP
bukan SAK.

Laporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah merupakan laporan yang disusun oleh pihak
manajemen sebagai bentuk penyampaian laporan keuangan suatu entitas. Laporan keuangan
tersebut merupakan penyampaian informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
entitas tersebut, sehingga isi pelaporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah harus mengikuti
ketentuan untuk pelaporan keuangan sebagaimana diatur menurut SAK, yaitu sebagai organisasi
nirlaba (PSAK No. 45) dan menyanggupi untuk laporan keuangannya tersebut diaudit oleh
auditor independen. Laporan keuangan rumah sakit yang harus diaudit oleh auditor independen.

Adapun Laporan Keuangan rumah sakit pemerintah daerah sebagai BLU yang disusun harus
menyediakan informasi untuk:

1.         Mengukur jasa atau manfaat bagi entitas yang bersangkutan;


2.         Pertanggungjawaban manajemen rumah sakit (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas
dan laporan arus kas);

3.         Mengetahui kontinuitas pemberian jasa (disajikan dalam bentuk laporan

posisi keuangan);

4.         mengetahui perubahan aktiva bersih (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas).

Sehingga, laporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah mencakup sebagai berikut:

1.      Laporan posisi keuangan (aktiva, utang dan aktiva bersih, tidak disebut neraca). Klasifikasi
aktiva dan kewajiban sesuai dengan perusahaan pada umumnya. Sedangkan aktiva bersih
diklasifikasikan aktiva bersih tidak terikat, terikat kontemporer dan terikat permanen. Yang
dimaksud pembatasan permanen adalah pembatasan penggunaan sumber daya yang ditetapkan
oleh penyumbang. Sedangkan pembatasan temporer adalah pembatasan penggunaan sumber
daya oleh penyumbang yang menetapkan agar sumber daya tersebut dipertahankan sampai pada
periode tertentu atau sampai dengan terpenuhinya keadaan tertentu;

2.      Laporan aktivitas (yaitu penghasilan, beban dan kerugian dan perubahan dalan aktiva
bersih);

3.      Laporan arus kas yang mencakup arus kas dari aktivitas operasi, aktivitas investasi dan
aktivitas pendanaan;

4.      Catatan atas laporan keuangan, antara lain sifat dan jumlah pembatasan permanen atau
temporer, dan perubahan klasifikasi aktiva bersih.

Dalam hal konsolidasi laporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah dengan laporan
keuangan kementerian negara/lembaga, maupun laporan keuangan pemerintah daerah, maka
rumah sakit pemerintah daerah sebagai BLU/BLUD mengembangkan sub sistem akuntansi
keuangan yang menghasilkan Laporan Keuangan sesuai dengan SAP (Pasal 6 ayat (4) PMK No.
76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan
Umum).

Berdasarkan PMK No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan
Badan Layanan Umum dan sesuai pula dengan Pasal 27 PP No. 23 tahun 2005, maka rumah
sakit pemerintah daerah dalam rangka pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan dan
kegiatan pelayanannya, menyusun dan menyajikan:

1.      Laporan Keuangan; dan

2.      Laporan Kinerja.

Laporan Keuangan tersebut paling sedikit terdiri dari:


1.         Laporan Realisasi Anggaran dan/atau Laporan Operasional;

2.         Neraca;

3.         Laporan Arus Kas; dan

4.         Catatan atas Laporan Keuangan

Laporan Keuangan rumah sakit pemerintah daerah tersebut sebelum disampaikan kepada entitas
pelaporan direviu oleh satuan pemeriksaan intern, namun dalam hal tidak terdapat satuan
pemeriksaan intern, reviu dilakukan oleh aparat pengawasan intern kementerian negara/lembaga.
Reviu ini dilaksanakan secara bersamaan dengan pelaksanaan anggaran dan penyusunan Laporan
Keuangan BLU. Sedangkan Laporan Keuangan tahunan BLU diaudit oleh auditor eksternal.

J.       RUMAH SAKIT SEBAGAI BLU: TINJAUAN ASPEK PELAPORAN KEUANGAN

Organisasi BLU cenderung sebagai organisasi nirlaba kepemerintahan Sesuai dengan PP No:23
tahun 2005 pasal 26 menyebutkan bahwa akuntansi dan laporan keuangan diselenggarakan
sesuai dengan Standar Akuntansi keuangan (SAK) yang diterbitkan oleh asosiasi profesi
akuntansi Indonesia. Ketentuan ini mengakibatkan ketidakkonsistensian yaitu bahwa organisasi
BLU yang cenderung sebagai organisasi kepemerintahan tetapi pelaporan akuntansi
menggunakan PSAK (standar akuntansi keuangan ) dari IAI, bukan  menggunakan PSAP
Standar akuntansi pemerintahan). Standar akuntansi pemerintah disusun oleh komite standar
akuntansi pemerintah (KSAP). Standar ini digunakan untuk organisasi kepemerintahan dan
merupakan pedoman dalam penyususnan dan penyajian laporan keuangan. SAP dinyatakan
dalam PSAP.

Organisasi pemerintahan sebagai organisasi yang nirlaba semestinya menggunakan SAP bukan
SAK. Oleh karena itu jika rumah sakit pemerintah sebagai badan layanan umum semestinya juga
menggunakan SAP bukan SAK, namun dalam PP disebutkan badan layanan umum sebagai
institusi yang nirlaba menggunakan SAK. Dalam hal ini SAK yang tepat adalah PSAK no 45
yaitu standar akuntansi keuangan utuk organisasi nirlaba.

Oleh: Yos Hendra, SE., MM., Ak 

Rumah sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
gawat darurat. Menurut undang-undang, pengelolaan rumah sakit dibedakan menjadi dua yaitu
rumah sakit publik dan rumah sakit privat. Sebagai sebuah institusi, rumah sakit menyusun
laporan keuangan untuk mempertanggungjawabkan aktivitasnya. 

Laporan keuangan rumah sakit bertujuan untuk memberikan gambaran informasi mengenai
posisi keuangan dan kinerja keuangan rumah sakit yang dapat dijadikan pedoman dalam
mengambil keputusan bisnis. Laporan keuangan juga merupakan laporan aktivitas keuangan dan
investasi dari waktu ke waktu, serta ringkasan dari aktivitas operasional. Pada umumnya, laporan
keuangan rumah sakit terdiri dari 5 laporan, yaitu neraca (balance sheet), laporan laba rugi,
laporan perubahan modal, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Untuk rumah
sakit pemerintah, laporan keuangan disusun berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah. 

Laporan keuangan, selain untuk mempertanggungjawabkan keuangan, juga sebagai dasar


pengambilan keputusan. Untuk itu, diperlukan analisa laporan keuangan sebagai pendukung
manajemen untuk mengambil keputusan. Banyak rumah sakit, hanya menggunakan laporan
keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada pemilik. Analisa laporan
keuangan dibuat untuk memenuhi permintaan dari pemilik. Namun informasi dari analisa
laporan keuangan tersebut jarang digunakan untuk pengambilan keputusan. 

Pengguna laporan keuangan perlu melakukan analisa terhadap laporan keuangan untuk
mengetahui aktivitas keuangan, investasi, serta aktivitas operasional dari suatu perusahaan.
Berbagai alat dirancang untuk membantu pengguna menganalisis laporan keuangan. Terdapat
lima alat yang dapat digunakan untuk menganalisis laporan keuangan, yaitu analisis laporan
keuangan komparatif, analisis common-size laporan keuangan, analisis rasio, analisis arus kas,
dan valuasi (valuation).

Dalam melakukan analisa laporan keuangan, salah satunya adalah menggunakan metode rasio
keuangan. Berikut jenis-jenis rasio laporan keuangan:

1. Rasio Likuiditas

Rasio untuk mengukur kemampuan rumah sakit untuk memenuhi kemampuan


finansialnya dalam jangka pendek.

2. Rasio Profitabilitas

Rasio untuk mengukur seberapa besar kemampuan rumah sakit memperoleh laba dalam
hubungannya dengan nilai penjualan, aktiva, dan modal sendiri.

3. Rasio Solvabilitas

Rasio untuk mengukur seberapa besar kemampuan rumah sakit  memenuhi semua
kewajiban finansial jangka panjang.

4. Rasio Aktivitas

Rasio untuk mengukur seberapa efektif rumah sakit dalam memanfaatkan sumber daya
yang dimilikinya. 

 Sebagai contoh, rasio aktivitas sebagai bagian dari analisa laporan keuangan. Hasil perputaran
piutang menunjukkan 90 hari. Berarti sebuah RS akan mendapatkan pendapatan berupa kas
setelah 90 hari memberikan pelayanan. Apakah angka tersebut singkat? Atau cukup lama?
Sebagai pimpinan, direktur RS sebaiknya mengetahui secara pasti bahwa angka 90 hari tersebut
tidak mengganggu aliran kas untuk operasional.  Atau contoh lainnya adalah perputaran
persediaan menunjukkan angka 210 hari. Angka tersebut sangat bermakna apabila dikaitkan
dengan uang yang tertanam di persediaan selama 210 hari dan diperlukannya gudang yang cukup
besar agar dapat menampung sedemikian banyak dan lamanya persediaan tersebut. 

RS dalam pengelolaannya dibedakan menjadi RS Publik dan RS Privat, sebaiknya dalam


menggunakan rasio keuangan juga berbeda, apalagi RS pemerintah. Rasio profitabilitas dan rasio
solvabilitas, dirasa kurang cocok digunakan untuk RS pemerintah. Tapi rasio aktivitas mungkin
dirasa sangat cocok.  

Sumber: K.R. Subramanyam-Financial Statement Analysis-McGraw Hill (2014

Anda mungkin juga menyukai