Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS POLI

ABSES SUBMANDIBULA

Oleh :

dr. Dyah Ayu Pradnyaparamitha

Pembimbing Poli :

dr. Wiwiek Widyastuti, MM

RUMAH SAKIT UMUM HARJONO PONOROGO

2019
BAB I

KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. F
Umur : 33 tahun
Tanggal Lahir : 31 Mei 1986
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Dadapan Balong 02/01 Balong, Ponorogo
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa, Indonesia
Status pernikahan : Sudah menikah
Tanggal pemeriksaan : 26 Juni 2019 (Poli THT-KL pk.10.30)
Tanggal MRS : 26 Juni 2019 (Dahlia Kelas I pk. 11.30 WIB)
No. DMK : 43.39.54

II. DATA DASAR


Anamnesa
Keluhan utama : Pipi kanan hingga dagu bengkak

Riwayat penyakit sekarang:


Pasien datang ke poli THT-KL RSUD Harjono pukul 10.30 dengan keluhan
Pipi kanan hingga dagu bengkak sejak 4 hari sebelum ke RS. Awalnya bengkak
di pipi kanan bawah saja lalu menjalar ke dagu. Bengkak terasa lebih tegang di
pagi hari setelah bangun tidur hingga pasien susah membuka mulut, rasa tegang
juga muncul pada area bengkak ketika pasien mencoba makan.
Pasien juga mengeluhkan nyeri telan 4 hari sebelum ke RS, hingga pasien
susah menelan makanan walau dengan konsistensi cair, sehingga pasien tidak
makan selama 4 hari.
Pasien sebelumnya mengeluhkan sakit gigi geraham kanan bawah 3 minggu
yang lalu disertai bengkak pada pipi kanan. Lalu pasien ke dokter gigi, diberi
antibiotik dan obat anti bengkak selama 3 hari, nyeri gigi hilang, bengkak juga
hilang. Tidak dilakukan tidakan pencabutan gigi maupun penambalan pada gigi
saat itu. Pasien tidak mengeluhkan demam, batuk pilek, pusing, mual, dan
muntah. BAB dan BAK dalam batas normal.

Riwayat penyakit dahulu:


Pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya. Riwayat hipertensi
dan diabetes mellitus disangkal. Alergi disangkal.

Riwayat penyakit keluarga:


Riwayat alergi, diabetes mellitus, dan hipertensi dalam keluarga disangkal.
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Sedang


Kesadaran : Compos mentis, GCS 456
Vital Sign :
TD : 120/90 mmHg, HR : 89x/menit, RR : 20x, t : 36,8 C, SpO2 : 98%
Nyeri : VAS score 5

STATUS GENERALIS

Kepala
Mata : konjungtiva anemis -/-, ikterik -/-, Reflek cahaya +/+ normal
Leher : Pembesaran KGB +

Thorax
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis kuat angkat –
Perkusi : redup (+)
Batas jantung :
Pinggang jantung : ICS II parasternal sinistra
Batas kiri : ICS V linea midclavicula sinistra
Batas kanan : ICS IV parasternal dextra
Auskultasi : S1 S2 tunggal murmur – gallop -
Pulmo
Inspeksi : simetris (+), gerak dada tertinggal (-)
Palpasi : gerak nafas simetris (+/+) fremitus (+/+)
Perkusi : sonor seluruh lapang paru (+/+), redup (-/-), hipersonor (-/-)
Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi(-/-), wheezing (-/-)

Ekstremitas : Akral HKM CRT <2” edema (-)

PEMERIKSAAN KHUSUS THT-KL


Telinga
Deformitas -/-
Nyeri tekan tragus -/-
Nyeri tarik lobulus -/-
MAE edema -/- hiperemi -/- sekret -/-
MT intak dalam batas normal
Hidung
Cavum nasi D et S : Sekret (-), cavum nasi, konka inferior dan media dalam
batas normal.
Tenggorok
Tonsil T1/T1
Faring: hiperemi (+) post nasal drip (-)
Leher
Pembesaran KGB + dibawah rahang kanan diameter kurang lebih 2 cm
Swelling + buccal dextra hingga rahang bawah kanan, hiperemi +
fluktuasi +
Nyeri tekan submandibula +
IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

LABORATORIUM IGD : DL, GDA

Tgl. 26/6/2019 12:05

Parameter Hasil Unit Nilai Rujukan


WBC 11.8 10^3 4.0 -10.0
RBC 4.46 10^6 3.5-5.5

HGB 12.5 g/dl 11 -15

HCT 39.6 % 37 – 54

MCV 88.8 Fl 79 – 99

MCH 28.0 Pg 27 – 34

MCHC 31.6 g/dl 32 – 36

PLT 351 10^3 150 – 400

RDW 14.4 % 11 – 16

GDA 103 mg/dl <140

IMUNOLOGI
HBsAg POSITIF

VI. ASSESSMENT

Abses Submandibula Dextra

V. PLANNING

PLANNING TERAPI :

 Pro Rawat Inap


 Inf. RL 14 tpm
 Inj. Ceftriaxon 2 x 1 g
 Drip Metronidazole 3 x 500 mg
 Inj. Ranitidin 2 x 50 mg
 Inj. Santagesic 3 x 1 g

PLANNING MONITORING :
 Keadaan umum
 Bengkak dan nyeri telan
 Vital sign

VI. FOLLOW UP
MRS Hari ke-2 (27-6-19)
S : Nyeri telan dan susah menelan (+)
Bengkak (+) belum berkurang
O : KU : cukup
GCS 456
Vital Sign
TD : 120/80 mmHg, HR : 80x/menit
RR : 20x, t : 36,4 C
SpO2 : 98%
Nyeri : VAS score 5
Status Lokalis
Tenggorok :
Tonsil T1/T1, faring hiperemi (+)
Leher :
Pembesaran KGB + dibawah rahang kanan diameter kurang lebih 2 cm
Swelling + buccal dextra hingga rahang bawah kanan, hiperemi +, fluktuasi +
Nyeri tekan submandibula +
A : Abses Submandibula Dextra
P : Terapi :
Dilakukan punksi, hasil punksi : pus sedikit +. darah +
Inf. RL 14 tpm
Inj. Ceftriaxon 2 x 1g
Drip Metronidazol 3 x 500 mg
Inj. Ranitidin 2 x 50 mg
Inj. Santagesic 3 x 1 g
Monitoring :
Keadaan umum, bengkak dan nyeri telan dan vital sign
MRS Hari ke-3 (28-6-19)
S : Nyeri telan dan susah menelan (+) berkurang
Bengkak (+) belum berkurang
O : KU : cukup
GCS 456
Vital Sign
TD : 110/70 mmHg, HR : 80x/menit
RR : 20x, t : 36,5 C
SpO2 : 98%
Nyeri : VAS score 4
Status Lokalis
Tenggorok :
Tonsil T1/T1, faring hiperemi (+)
Leher :
Pembesaran KGB + dibawah rahang kanan diameter kurang lebih 2 cm
Swelling + buccal dextra hingga rahang bawah kanan, hiperemi +, fluktuasi +
Nyeri tekan submandibula +
A : Abses Submandibula Dextra
Terapi :
Dilakukan punksi, hasil punksi : pus + sedikit, darah +
Inf. RL 14 tpm
Inj. Ceftriaxon 2 x 1g
Inj. Ranitidin 2 x 50 mg
Inj. Santagesic 3 x 1 g
Monitoring :
Keadaan umum, bengkak dan nyeri telan, vital sign.

MRS Hari ke-4 (29-6-19)


S : Nyeri telan dan susah menelan (+) berkurang
Bengkak (+) berkurang
O : KU : cukup
GCS 456
Vital Sign
TD : 110/70 mmHg, HR : 80x/menit
RR : 20x, t : 36,2 C
SpO2 : 98%
Nyeri : VAS score 3
Status Lokalis
Tenggorok :
Tonsil T1/T1, faring hiperemi (-)
Leher :
Pembesaran KGB + dibawah rahang kanan diameter kurang lebih 2 cm
Swelling + buccal dextra hingga rahang bawah kanan berkurang, hiperemi –,
fluktuasi -
A : Abses Submandibula Dextra
Terapi :
Inf. RL 14 tpm
Inj. Ceftriaxon 2 x 1g
Inj. Ranitidin 2 x 50 mg
Inj. Santagesic 3 x 1 g
Monitoring :
Keadaan umum, bengkak dan nyeri telan, vital sign

MRS Hari ke – 5 (30/6/19)


S : Nyeri telan dan susah menelan (+) berkurang
Bengkak (+) berkurang
O : KU : baik
GCS 456
Vital Sign
TD : 110/70 mmHg, HR : 80x/menit
RR : 20x, t : 36,2 C
SpO2 : 98%
Nyeri : VAS score 1

Status Lokalis
Tenggorok :
Tonsil T1/T1, faring hiperemi (-)
Leher :
Pembesaran KGB -
Swelling + buccal dextra hingga rahang bawah kanan berkurang , hiperemi –,
fluktuasi -
A : Abses Submandibula Dextra
Terapi :
Inf. RL 14 tpm
Inj. Ceftriaxon 2 x 1g
Inj. Ranitidin 2 x 50 mg
Inj. Santagesic 3 x 1 g
Monitoring :
Keadaan umum, bengkak dan nyeri telan, vital sign.

MRS Hari ke – 6 (1/7/19)


S : Nyeri telan dan susah menelan (-)
Bengkak (-)
O : KU : baik
GCS 456
Vital Sign
TD : 110/70 mmHg, HR : 80x/menit
RR : 20x, t : 36 C
SpO2 : 98%
Nyeri : VAS score 0
Status Lokalis
Tenggorok :
Tonsil T1/T1, faring hiperemi (-)
Leher :
Pembesaran KGB -
Swelling -
A : Abses Submandibula Dextra
Terapi :
Pasien Pulang Rawat Jalan
Terapi rawat jalan :
Paracetamol 3 x 500 mg bila nyeri
Metronidazol 3 x 500 mg 7 hari
Rindobion 1 x 1 tab
Edukasi pasien untuk memeriksakan gigi yang sakit ke dokter gigi dan menjaga
kebersihan gigi dan mulut serta menghabiskan antibiotik yang diberikan.
Kontrol kembali ke poli THT-KL setelah antibiotik habis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Abses submandibula adalah abses yang terjadi di ruang submandibula atau di salah
satu komponennya sebagai kelanjutan infeksi dari daerah kepala leher. Abses submandibula
merupakan salah satu dari abses leher dalam, yang terdiri dari : abses peritonsil, abses
parafaring, abses retrofaring, asbes submandibula dan angina ludovici 1

Anatomi Ruang Submandibula

Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan ruang submaksila. Ruang
sublingual dipisahkan dari ruang submaksila oleh otot mylohyoid. Ruang submaksila
selanjutnya dibagi lagi atas ruang submental dan ruang submaksila (lateral) oleh otot
digastrikus anterior. Namun ada pembagian lain yang tidak menyertakan ruang sublingual ke
dalam ruang submandibula dan membagi ruang submandibula atas ruang submental dan
submaksila saja.1

Gambar 1. Anatomi ruang submandibula3


II ETIOLOGI

Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar liur atau kelenjar limfa
submandibula. Mungkin juga sebagian kelanjutan infeksi ruang leher dalam lain. Kuman
penyebab biasanya campuran kuman aerob dan aerob. 1

Abses submandibula merupakan salah satu bagian dari abses leher dalam. Sebagian
besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman, baik kuman aerob,
anaerob, maupun fakultatif anaerob. Kuman aerob yang sering ditemukan adalah
Stafilokokus, Streptococcus sp, Haemofilus influenza, Streptococcus Pneumonia, Moraxtella
catarrhalis, Klebsiell sp, Neisseria sp. Kuman anaerob yang sering ditemukan pada abses
leher dalam adalah kelompok batang gram negatif, seperti Bacteroides, Prevotella, maupun
Fusobacterium.2

III PATOFISIOLOGI

Pembentukan abses merupakan hasil perkembangan dari flora normal dalam tubuh.
Flora normal dapat tumbuh dan mencapai daerah steril dari tubuh baik secara perluasan
langsung, maupun melalui laserasi atau perforasi. Berdasarkan kekhasan flora normal yang
ada di bagian tubuh tertentu maka kuman dari abses yang terbentuk dapat diprediksi berdasar
lokasinya. Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman, baik
kuman aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob.2
Pada kebanyakan membran mukosa, kuman anaerob lebih banyak dibanding dengan
kuman aerob dan fakultatif anaerob, dengan perbandingan mulai 10:1 sampai 10000:1.
Bakteriologi dari daerah gigi, oro-fasial, dan abses leher, kuman yang paling dominan adalah
kuman anaerob yaitu, Prevotella, Porphyromonas, Fusobacterium spp, dan
Peptostreptococcus spp. Bakteri aerob dan fakultatif anaerob adalah Streptococcus pyogenic
dan Stapylococcus aureus.2
Sumber infeksi paling sering pada abses leher dalam berasal dari infeksi tonsil dan
gigi. Infeksi gigi dapat mengenai pulpa dan periodontal. Penyebaran infeksi dapat meluas
melalui foramen apikal gigi ke daerah sekitarnya. Apek gigi molar I yang berada di atas
mylohyoid menyebabkan penjalaran infeksi akan masuk terlebih dahulu ke daerah sublingual,
sedangkan molar II dan III apeknya berada di bawah mylohyoid sehingga infeksi akan lebih
cepat ke daerah submaksila.2
Parhischar dkk mendapatkan, dari 210 abses leher dalam, 175 (83,3%) kasus dapat
diidentifikasi penyebabnya. Penyebab terbanyak infeksi gigi 43%. Tujuh puluh enam persen
Ludwig’s angina disebabkan infeksi gigi, abses submandibula 61% disebabkan oleh infeksi
gigi. Yang dkk melaporkan dari 100 orang abses leher dalam, 77 (77%) pasien dapat
diidentifikasi sumber infeksi sebagai penyebab. Penyebab terbanyak berasal dari infeksi
orofaring 35%, odontogenik 23%. Penyebab lain adalah infeksi kulit, sialolitiasis, trauma,
tuberkulosis, dan kista yang terinfeksi.2

IV GEJALA DAN TANDA

Pada abses submandibula tampak pembengkakan di bawah dagu atau di bawah lidah
baik unilateral atau bilateral, disertai tanda radang berupa rasa demam, nyeri tenggorok dan
trismus. Mungkin didapatkan riwayat infeksi atau cabut gigi. Pembengkakan dapat
berfluktuasi atau tidak.1,3

V DIAGNOSIS

Diagnosis abses leher dalam ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis yang cermat,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada beberapa kasus kadang-kadang sulit
untuk menentukan lokasi abses terutama jika melibatkan beberapa daerah leher dalam dan
jika pasien sudah mendapatkan pengobatan sebelumnya.3
Pemeriksaan penunjang sangat berperan dalam menegakkan diagnosis. Pada foto
polos jaringan lunak leher anteroposterior dan lateral didapatkan gambaran pembengkakan
jaringan lunak, cairan di dalam jaringan lunak, udara di subkutis dan pendorongan trakea.
Pada foto polos toraks, jika sudah terdapat komplikasi dapat dijumpai gambaran
pneumotoraks dan juga dapat ditemukan gambaran pneumomediastinum.3
Jika hasil pemeriksaan foto polos jaringan lunak menunjukkan kecurigaan abses leher
dalam, maka pemeriksaan tomografi komputer idealnya dilakukan. Tomografi Komputer
(TK) dengan kontras merupakan standar untuk evaluasi infeksi leher dalam. Pemeriksaan ini
dapat membedakan antara selulitis dengan abses, menentukan lokasi dan perluasan abses.
Pada gambaran TK dengan kontras akan terlihat abses berupa daerah hipodens yang
berkapsul, dapat disertai udara di dalamnya, dan edema jaringan sekitar. TK dapat
menentukan waktu dan perlu tidaknya operasi.3
Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan pencitraan resonansi magnetik
(Magneticresonance Imaging / MRI) yang dapat mengetahui lokasi abses, perluasan dan
sumber infeksi. Sedangkan Ultrasonografi (USG) adalah pemeriksaan penunjang diagnostik
yang tidak invasif dan relatif lebih murah dibandingkan TK, cepat dan dapat menilai lokasi
dan perluasan abses.3
Foto panoramik digunakan untuk menilai posisi gigi dan adanya abses pada gigi.
Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada kasus abses leher dalam yang diduga sumber
infeksinya berasal dari gigi.3
Pemeriksaan darah rutin dapat melihat adanya peningkatan leukosit yang merupakan
tanda infeksi. Analisis gas darah dapat menilai adanya sumbatan jalan nafas. Pemeriksaan
kultur dan resistensi kuman harus dilakukan untuk mengetahui jenis kuman dan antibiotik
yang sesuai.3

VI TERAPI

Antibiotik dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus diberikan secara
parenteral. Hal yang paling penting adalah terjaganya saluran nafas yang adekuat dan
drainase abses yang baik.1,3
Seharusnya pemberian antibiotik berdasarkan hasil biakan kuman dan tes kepekaan
terhadap bakteri penyebab infeksi, tetapi hasil biakan membutuhkan waktu yang lama untuk
mendapatkan hasilnya, sedangkan pengobatan harus segera diberikan.16 Sebelum hasil
mikrobiologi ada, diberikan antibiotik kuman aerob dan anaerob.3
Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anastesi lokal untuk abses yang dangkal dan
terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas. 3 Insisi dibuat
pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hyoid, tergantung letak dan luas abses.
Eksplorasi dilakukan secara tumpul sampai mencapai ruang sublingual, kemudian dipasang
salir. Pasien dirawat inap sampai 1-2 hari gejala dan tanda infeksi reda.1
Adanya trismus menyulitkan untuk masuknya pipa endotrakea peroral. Pada kasus
demikian diperlukan tindakan trakeostomi dalam anastesi lokal. Jika terdapat fasilitas
bronkoskop fleksibel, intubasi pipa endotrakea dapat dilakukan secara intranasal.3
Gambar 11. Alur pengobatan abses submandibula9

VII KOMPLIKASI

Komplikasi terjadi karena keterlambatan diagnosis, terapi yang tidak tepat dan tidak
adekuat. Komplikasi diperberat jika disertai dengan penyakit diabetes mellitus, adanya
kelainan hati dan ginjal dan kehamilan. Komplikasi yang berat dapat menyebabkan
kematian.1,3
Infeksi dapat menjalar ke ruang leher dalam lainnya, dapat mengenai struktur
neurovaskular seperti arteri karotis, vena jugularis interna dan n. X. Penjalaran infeksi ke
daerah selubung karotis dapat menimbulkan erosi sarung karotis atau menyebabkan
trombosis vena jugularis interna. Infeksi yang meluas ke tulang dapat menimbulkan
osteomielitis mandibula dan vertebra servikal. Dapat juga terjadi obstruksi saluran nafas atas,
mediastinitis, dehidrasi dan sepsis.3
DAFTAR PUSTAKA

1. Fachruddin D. Abses leher dalam. Dalam: Iskandar M, Soepardi AE editor. Buku ajar
ilmu penyakit telinga hidung tenggorok. Edisi ke 6. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI.
2007:p. 226-30.
2. Pulungan, M. Rusli. Pola Kuman Abses Leher Dalam. Bagian Telinga Hidung Tenggorok
Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/RSUP Dr. M. Djamil
Padang.
3. Asyari, Ade. Penatalaksanaan abses submandibula dengan penyulit uremia dan infark
miokardium lama. Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas/RSUP Dr. M. Djamil Padang.

Anda mungkin juga menyukai