Anda di halaman 1dari 35

Etik dan Hukum

Keperawatan Gerontik
Latar Belakang Perlunya Kebijakan
1. Jumlah lansia yang
2. Pertambahan cepat
3. Kondisi kesehatan
 Kemunduran fisik mental  Hubungan &
4. Kondisi Sosial ekonomi komunikasi terbatas.Produktivitas kerja menurun
 Rawan terhadap penyakit;
5. Stigma Masyarakat
Usila identik dengan pikun, renta, loyo, tidak produkif,
masa lalu, ketinggalan jaman, cerewet, beban.

CARE & DIGNITY

KEKERASAN/PENELANTARAN
Legal Ilegal
Standar Profesional

 Pelayanan yang diberikan pada pasien


harus sesuai dengan standar
 Perawat bertanggungjawab
memberikan pelayanan kesehatan
sesuai dengan tingkat
perawatan,ketrampilan dan keahlian
 Standar perawatan digunakan untuk
mengukur adanya kelalaian
Standar Praktik Keperawatan
Gerontik
Standar I – Organisasi Pelayanan Keperawatan Gerontik

Semua perawatan gerontik harus melalui perencanaan,


pengorganisasian yang diberikan oleh perawat
eksekutif, yaitu sarjana/master yang berpengalaman di
pelayanan long term care or acut care

Standar II – Theory

Perawat menggunakan konsep theory sebagai


pedoman dalam memberikan perawatan
Standar III – Pengumpulan Data

Untuk mengetahui status kesehatan lansia


dengan cara di kaji secara komprehensif, akurat,
dan sistematis dan divalidasi dengan anggota
tim, klien dan keluarga.
Standar IV – Diagnosa Keperawatan

Menggunakan data hasil pengkajian untuk


menentukan diagnosa keperawatan
Standar V – Perencanaan dan perawatan berkelanjutan

• Perawat selalu mengembangkan perencanaan yang


sesuai, penetapan tujuan, prioritas, pendekatan,
perawatan melalui terapeutik, preventiv, restorativ,
dan rehabilitativ.
• Perencanaan perawatan dalam rangka mencapai
dan mempertahankan derajad kesehatan yang
tinggi, kesejahteraan, kualitas hidup dan damai
saat meninggal
• Perencanaan dilakukan terus menerus sesuai
dengan tempat pelayanan
Standar VI – Intervensi

Perawat dengan panduan renpra ditujukan untuk


mengembalikan kemampuan fungsional dan mencegah
komplikasi serta excess disability berdasarkan teori

Standar VII – Evaluasi

Perawat secara berkelanjutan mengevaluasi respon klien


dan keluarga terhadap tindakan untuk menentukan
kemajuan tujuan, revisi data, diagnosa dan perencanaan.
Standar VIII – Kolaborasi Interdisiplin

• Perawat melakukan kolaborasi anggota tim yang lain


diberbagai tempat pelayanan
• Melakukan pertemuan reguler untuk evaluasi efektifitas
perencanaan klien dan keluarga dan menyesuaikan
perencanaan sesuai perubahan kebutuhan

Standar IX – Penelitian

Perawat berpartisipasi dalam penelitian untuk


mengembangkan ilmu gerontik, desiminasi hasil
penelitian, dan menggunakan dalam praktik
Standar X – Etik

Perawat menggunakan kode etik profesi sebagai


pedoman dalam pengambilan keputusan praktik

Standar XI – Pengembangan Profesional

Perawat bertanggungjawab mengembangkan dan


berkontribusi meningkatkan profesional dalam
anggota tim dengan cara peer review untuk
meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan
UU No. 13 Tahun 1998

“Kesejahteraan lansia”
• Hak, kewajiban, tugas, serta tanggung jawab pemerintah,
masyarakat, dan kelembagaan
• Upaya pemberdayaan
• Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lansia potensial dan tidak
potensial
• Pelayanan terhadap lansia
• Perlindungan sosial
• Bantuan sosial
• Koordinasi
• Ketentuan pidana dan sanksi administrasi
• Ketentuan peralihan
Pasal 41 (Ayat 2) UU No.39
Tahun 1999
“Hak Asasi Manusia”
Setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil,
dan anak-anak berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus

Pasal 42 UU No.39 Tahun 1999

Setiap warganegara yang berusia lanjut, cacat fisik dan atau cacat
mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan dan
bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupan yang
layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa
percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pasal 8 UU No.39 Tahun 1999

“Hak Asasi Manusia”


Pihak yang paling bertanggung jawab untuk melindungi dan
memenuhinya adalah pemerintah

Pasal 27 UU No.39 Tahun 1999

“Hak Asasi Manusia”


Setiap orang/badan/lembaga yang dengan sengaja tidak menyediakan
aksesibilitas bagi lansia, sebagaimana diatur undang-undang ini dapat
dikenai sanksi administrasi, berupa teguran lisan, tertulis, atau
pencabutan izin.
International Plan Of Action of Ageing (Vienna Plan) yang ditetapkan
dengan Resolusi No.37/51 tahun 1982
menegaskan dalam Inti Plan Action

Pertama
Mengajak negara-negara : bersama-sama atau sendiri, untuk
mengembangkan dan menerapkan kebijakan peningkatan
kehidupan lansia sejahtera lahir batin, damai, sehat dan
aman.
Kedua
Mengkaji dampak menuanya penduduk terhdp pembangunan
untuk mengembangkan potensi lansia. Untuk mendorong
terciptanya pembanguna yg selaras, dibutuhkan lansia yg sehat dan
mandiri dengan dukungan dari segala pihak, yaitu pemerintah,
lembaga swadaya masyarakat, dan keluarga. Bentuknya berupa
penyediaan fasilitas dan pelayanan kesehatan bagi lansia utk
meningktkan derjat keshtn dan mutu kehdupannya dgn
menanamkan cara pola hidup sehat.
Etika

Ilmu yang membahas perbuatan baik


dan perbuatan buruk manusia sejauh
yang dapat dipahami oleh pikiran
manusia
Prinsip Etika

a. Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan
bahwa individu mampu berpikir logis dan
mampu membuat keputusan sendiri. Orang
dewasa dianggap kompeten dan memiliki
kekuatan membuat sendiri, memilih dan
memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang
harus dihargai oleh orang lain. Praktek
profesional merefleksikan otonomi saat
perawat menghargai hak-hak klien dalam
membuat keputusan tentang perawatan dirinya
b. Berbuat baik (Beneficience)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik.
Kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau
kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan
peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang,
dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara
prinsip ini dengan otonomi.
c. Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk
tercapai yang sama dan adil terhadap
orang lain yang menjunjung prinsip-
prinsip moral, legal dan kemanusiaan.

d. Tidak merugikan (Nonmaleficience)


Prinsip ini berarti tidak menimbulkan
bahaya/cedera fisik dan psikologis pada
klien.
e. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan
kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi
pelayanan kesehatan untuk menyampaikan
kebenaran pada setiap klien dan untuk
meyakinkan bahwa klien sangat mengerti.
Prinsip veracity berhubungan dengan
kemampuan seseorang untuk mengatakan
kebenaran.
f. Menepati janji (Fidelity)
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk
menghargai janji dan komitmennya terhadap
orang lain. Perawat setia pada komitmennya
dan menepati janji serta menyimpan rahasia
klien
g. Karahasiaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah
informasi tentang klien harus dijaga privasi
klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam
dokumen catatan kesehatan klien hanya
boleh dibaca dalam rangka pengobatan
klien.

h. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas merupakan standar yang
pasti bahwa tindakan seorang profesional
dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas
atau tanpa terkecuali.
Kode Etik
Pernyataan standar profesional yang digunakan
sebagai pedoman perilaku dan menjadi kerangka
kerja untuk membuat keputusan.
Fungsi Kode Etik Perawat
Kode etik perawat yang berlaku saat ini berfungsi
sebagai landasan bagi status profesional dengan cara
sebagai berikut:
1.Kode etik perawat menunjukkan kepada masyarakat
bahwa perawat diharuskan memahami dan menerima
kepercayaan dan tanggungjawab yang diberikan kepada
perawat oleh masyarakat.
2.Kode etik menjadi pedoman bagi perawat untuk
berperilaku dan menjalin hubungan keprofesian sebagai
landasan dalam penerapan praktek etikal.
3. Kode etik perawat menetapkan hubungan-hubungan
profesional yang harus dipatuhi yaitu hubungan
perawat dengan pasien/klien sebagai advokator,
perawat dengan tenaga profesional kesehatan lain
sebagai teman sejawat, dengan profesi
keperawatan sebagai seorang kontributor dan
dengan masyarakat sebagai perwakilan dari asuhan
kesehatan.
4. Kode etik perawat memberikan sarana pengaturan
diri sebagai profesi.
Kode etik keperawatan Indonesia
1. Tanggung jawab perawat terhadap individu, keluarga
dan masyarakat

2. Tanggungjawab terhadap tugas

3. Tanggungjawab terhadap sesama perawat dan profesi


kesehatan lainnya

4. Tanggungjawab terhadap profesi keperawatan

5. Tanggungjawab terhadap pemerintah, bangsa dan


negara
Inform concent
Tiga elemen Informed consent
1.Threshold elements
2.Information elements
3.Consent elements
Threshold elements
Syarat, yaitu pemberi consent haruslah
seseorang yang kompeten (cakap).

Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas


untuk membuat keputusan medis.

(keputusan yang reasonable berdasarkan


alasan yang reasonable)
Information elements
disclosure (pengungkapan) dan
understanding (pemahaman).

”berdasarkan pemahaman yang adekuat


membawa konsekuensi kepada tenaga medis
untuk memberikan informasi (disclosure)
sedemikian rupa sehingga pasien dapat
mencapai pemahaman yang adekuat.
Consent elements
voluntariness (kesukarelaan, kebebasan)

authorization (persetujuan)
Lisan

a. Dinyatakan (expressed)
Tertulis

b. Tidak dinyatakan (implied)


Tingkah laku
(gerakan)
Proxy Consent
Consent yang diberikan oleh orang yang bukan si
pasien itu sendiri, dengan syarat bahwa pasien
tidak mampu memberikan consent secara pribadi,
dan consent tersebut harus mendekati apa yang
sekiranya akan diberikan oleh pasien, bukan baik
buat orang banyak

suami/istri, anak, orang tua, saudara kandung, dst


Doktrin Informed Consent tidak
berlaku
1. Keadaan darurat medis
2. Ancaman terhadap kesehatan masyarakat
3. Pelepasan hak memberikan consent
(waiver)
4. Clinical privilege (penggunaan clinical
privilege hanya dapat dilakukan pada
pasien yang melepaskan haknya
memberikan consent.
5. Pasien yang tidak kompeten dalam
memberikan consent.
Keluhan pasien tentang proses informed consent

 Bahasa yang digunakan untuk


menjelaskan terlalu teknis
 Perilaku dokter yang terlihat terburu-buru
atau tidak perhatian, atau tidak ada waktu
untuk tanya – jawab.
 Pasien sedang dalam keadaan stress
emosional sehingga tidak mampu
mencerna informasi
 Pasien dalam keadaan tidak sadar atau
mengantuk.
Keluhan tentang informed consent

1. Pasien tidak mau diberitahu.


2. Pasien tak mampu memahami.
3. Resiko terlalu umum atau terlalu jarang
terjadi.
4. Situasi gawat darurat atau waktu yang
sempit

Anda mungkin juga menyukai