Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kondisi kegawat daruratan dapat terjadi dimana saja dan kapan saja.

Penyakit jantung merupakan pembunuh nomor satu di negara maju dan

berkembang yang menyumbang sebesar 60% dari seluruh kematian di dunia,

(WHO, 2012). Kondisi kegawat daruratan yang harus segera di tangani salah

satunya adalah Henti jantung maupun hilang napas. Kejadian henti jantung

banyak terjadi di luar rumahsakit atau di rumah.

Di Amerika dan Kanada kejadian henti jantung dapat terjadi sekitar

350.000 orang per tahun, (American Heart Association, 2010). Penyakit

kardiovaskular merupakan penyebab kematian utama di dunia. Angka

kematian akibat penyakit kardiovaskular sebanyak 17,3 juta orang tiap

tahunnya, (World Heart Federation, 2015). Angka kejadian henti jantung atau

cardiac arrest berkisar 10 dari 100.000 orang normal yang berusia dibawah 35

tahun dan per tahunnya mencapai sekitar 300.000-350.000 kejadian,

(Indonesia Heart Association, 2015). Di Indonesia sendiri belum didapatkan

data yang jelas mengenai jumlah prevalensi kejadian henti jantung di

kehidupan sehari-hari atau di luar rumah sakit, namun diperkirakan sekitar

10.000 warga per tahun yang berarti 30 orang per hari mengalami henti

jantung. Kejadian terbanyak dialami oleh penderita jantung koroner. Kematian

yang disebabkan oleh penyakit jantung pembuluh darah, terutama penyakit

jantung koroner dan stroke diperkirakan akan terus meningkat mencapai 23,3

juta kematian pada tahun 2030, (Depkes, 2014). Dari hasil studi pendahuluan

yang telah di lakukan di SMA Negeri 1 Wates Kabupaten Kediri pada tanggal
10 Juli 2018 terhadap 10 siswa, 5 siswa mengatakan mereka tidak mampu

memberi tindakan pertolongan pertama apabila ada siswa yang tiba-tiba tidak

sadar, 3 siswa mengatakan segera memanggil petugas kesehatan, dan 2 orang

akan melakukan pijat jantung. Dan belum pernah dilakukan penelitian di

tempat ini.

Henti jantung atau cardiac arrest merupakan keadaan dimana terjadinya

penghentian mendadak sirkulasi normal darah ditandai dengan menghilangnya

tekanan darah arteri. Henti jantung dapat terjadi pada seesorang yang memang

didiagnosa penyakit jantung ataupun tidak. Henti jantung dapat

mengakibatkan asistol, fibrilasi ventrikel dan takikardia ventrikel tanpa nadi,

(Hardisman 2014). Kematian pada korban henti jantung dapat terjadi karena

ketidakmampuan penolong (warga & petugas kesehatan) untuk menangani

penderita penderita pada fase gawat darurat (golden period). Ketidakmampuan

tersebut bisa di sebabkan oleh tingkat keparahan penderita, peralatan yang

kurang memadai dan kurangnya pengetahuan serta kemampuan masyarakat

dalam menolong kondisi gawat darurat.

Pertolongan yang tepat pada kondisi gawat darurat adalah pemberian

Basic Life Support (BLS). BLS adalah suatu tindakan pertolongan pada

korban henti jantung maupun henti nafas dan merupakan langkah yang sering

disebut chain of survival, lima langkah yang menentukan keberhasilan dalam

pertolongan korban henti jantung, (Tim Pusat Bantuan Kesehatan 118 –

PERSI DIY, 2012). Bantuan hidup dasar (BHD) dapat di ajarkan kepada siapa

saja. Setiap orang dewasa seharusnya memiliki ketrampilan BHD, bahkan

remaja pun bisa di ajarkan sesuai kapasitasnya. Semua lapisan masyarakat

seharusnya diajarkan teknik bantuan hidup dasar terlebih pada pekerja yang
berkaitan dengan pemberian pertolongan keselamatan, (Resusitacion Council,

2010). Pertolongan pertama atau bantuan hidup dasar seharusnya juga di

ketahui oleh masyarakat, tidak hanya oleh paramedis saja. Hal ini sangat

penting karena banyaknya kejadian penderita henti jantung meninggal pada

saat tiba di rumahsakit atau sudah meninggal ketika dalam perjalanan menuju

rumahskait, yang di karenakan penanganan yang terlambat. Berkaca pada

negara di wilayah Amerika yang sebagian besar masyarakatnya sudah

diberikan pelatihan bantuan hidup dasar secara gratis oleh pemerintah,

sehingga bisa mengurangi angka kematian yang terjadi pada penderita henti

jantung. Pada kasus henti jantung adalah masalah yang paling krusial untuk

menentukan mati atau tidaknya seesorang karena diperlukan tindakan yang

cepat dan tepat, tidak ada waktu tunggu meskipun hanya 1 detik saja,

(Wahyudi,2011).

Salah satu faktor yang memengaruhi ketepatan pertolongan pertama

pada henti jantung adalah kemampuan skill atau ketrampilan yang di miliki.

Kemampuan skill atau ketrampilan adalah kemampuan untuk menerjemahkan

pengetahuan kedalam praktik sehingga tercapai hasil kerja yang diinginkan,

(Susi Hendriani,2008). Dalam penelitian yang akan di lakukan, responden di

kumpulkan dan di lakukan observasi sebelum di berikan penyuluhan dan

pelatihan. Kemudian setelah melakukan observasi di awal peneliti

memberikan penyuluhan dan pelatihan RJP. Untuk mengevaluasi setelah di

berikan penyuluhan dan pelatihan responden kembali di observasi untuk

mengetahui tingkat ketrampilan yang dimiliki.

Pelayanan kesehatan kegawatdaruratan sehari-hari merupakan

kewajiban yang harus dimiliki oleh semua orang termasuk petugas kesehatan,
(Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu-SPGDT,2009). Salah satu

tugas petugas kesehatan adalah menangani kejadian henti jantung. Walaupun

begitu tidak menutup kemungkinan bahwa henyi jantung dapat terjadi di luar

rumahsakit atau di daerah yang sulit dijangkau oleh petugas kesehatan. Oleh

karena itu peran serta masyarakat ataupun siswa sangat penting dalam hal

tersebut untuk membatu korban sebelum ditemukan oleh petugas kesehatan.

Kebanyakan orang indonesia belum mengetahui bagaimana cara pennanganan

yang benar dalam kondisi kegawat daruratan henti jantung. Henti jantung

dapat ditangani dengan melakukan tindakan bantuan hidup dasar. Bantuan

Hidup Dasar dalam hal ini yaitu tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP) yang

merupakan penentu penting dalam kelangsungan hidup korban henti jantung.

Hal ini berarti membutuhkan peningkatan jumlah bystander BHD di dalam

lingkungan masyarakat, (AHA, 2010).

Remaja merupakan salah satu bagian dari masyarakat awam yang

berjumlah sekitar 1,1 miliar dari penduduk dunia, (WHO, 2010). Seharusnya

para remaja yang tergolong siswa setingkat sekolah menengah atas (SMA)

sudah dapat melakukan tindakan RJP dengan baik dan benar. Pemberian

pelatihan Resusitasi Jantung Paru pada para siswa SMA merupakan hal yang

sangat penting dan bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan skill atau

kerampilan dalam pertolongan pertama pada korban henti jantung. Selain itu

juga bermanfaat bagi peningkatan jumlah orang yang terlatih dalam BHD

sehingga dapat menjadi bystander di lingkungannya masing-masing.

Pemberian pelatihan ini juga dapat menambah wawasan dan pengetahuan para

siswa sehingga dapat memotivasi mereka untuk melakukan tindakan RJP


dalam kondisi kegawatdaruratan tak terduga yang membutuhkan pertolongan

sesegera mungkin, (AHA, 2011).

Dalam Meissner (2012) dikutip dari Dewi (2015) menyebutkan bahwa

anak berusia 13 sampai 14 tahun di Jerman telah mampu melakukan tindakan

RJP dengan baik, sama baiknya dengan yang dilakukan orang dewasa.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti Pengaruh

Pemberian Pelatihan Bantuan Hidup Dasar Terhadap Pengetahuan dan

Ketrampilan Siswa Dalam Pertolongan Pertama Pada Henti Jantung Di

SMA Negeri 1 Wates Kabupaten Kediri.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah ada

pengaruh pemberian pelatihan Bantuan Hidup Dasar Terhadap Pengetahuan

dan Keterampilan Siswa Dalam Pertolongan Pertama Pada Henti Jantung di

SMA Negeri 1 Wates Kabupaten Kediri”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh pemberian pelatihan bantuan hidup dasar

terhadap pengetahuan dan keterampilan siswa dalam pertolongan pertama

pada henti jantung di SMA Negeri 1 Wates Kabupaten Kediri.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi pengetahuan dan keterampilan siswa dalam

pertolongan pertama pada henti jantung di SMA Negeri 1 Wates

Kabupaten Kediri sebelum di berikan pelatihan bantuan hidup dasar.


b. Mengidentifikasi pengetahuan dan keterampilan siswa dalam

pertolongan pertama pada henti jantung di SMA Negeri 1 Wates

Kabupaten Kediri setelah di berikan pelatihan bantuan hidup dasar..

c. Membuktikan apakah ada pengaruh pemberian pelatihan bantuan hidup

dasar terhadap pengetahuan dan keterampilan siswa dalam pertolongan

pertama pada henti jantung di SMA Negeri 1 Wates Kabupaten Kediri.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Mendapatkan dan mengembangkan ilmu keperawatan Gawat

Darurat tentang pengaruh pemberian pelatihan Bantuan Hidup Dasar

Terhadap Pengetahuan dan Keterampilan siswa dalam Pertolongan

Pertama Pada Henti Jantung di SMA Negeri 1 KabupatenWates Kediri

sehingga hasil dari penelitian ini dapat memberikan pengembangan dalam

ilmu keperawatan Gawat Darurat khususnya dalam pertolongan pertama

pada henti jantung.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi responden

Sebagai pengetahuan bagi para pelajar dalam keterampilan dalam

pertolongan pertama pada henti jantung baik di area sekolah ataupun di

masyarakat.

b. Bagi Tempat Penelitian

Sebagai ilmu baru yang dapat di gunakan untuk meningkatkan

pengetahuan terhadap keterampilan dalam pertolongan pertama pada henti

jantung
c. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai pengembangan ilmu

pengetahuan dalam bidang pendidikan khususnya kesehatan dan dapat di

gunakan sebagai data untuk penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan

keterampilan dalam pertolongan pertama pada henti jantung.

d. Bagi Masyarakat

Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan masyarakat

khususnya Pelajar dalam keterampilan dalam pertolongan pertama pada

henti jantung,

e. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana dan sebagai

pengalaman yang sangat berharga dalam menerapkan teori yang di peroleh

selama mengikuti pendidikan.

E. Keaslian Penelitian

Pengaruh pemberian pelatihan bantuan hidup dasar terhadap

keterampilan siswa dalam pertolongan pertama pada henti jantung di SMA

Negeri 1 Wates Kabupaten Kediri belum pernah di teliti sebelumnya, namun

terdapat beberapa penelitian yang serupa. Perbedaan antara penelitian

sebelumnya dengan penelitian sekarang adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1.Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang

sekarang tentang “pengaruh pemberian pelatihan bantuan hidup dasar

terhadap keterampilan siswa dalam pertolongan pertama pada henti jantung”

Peneliti Judul Perbedaan


Djon Wongkar Pengaruh pelatihan teori Pada penelitian sebelumnya
(2013) bantuan hidup dasar variabel bebasnya adalah
terhadap pengetahuan pelatihan teori bantuan hidup
resusitasi jantung paru dasar, dan variabel terikatnya
siswa siswi SMA adalah pengetahuan resusitasi
Negeri 1 Toili jantung paru. Sedangkan pada
penelitian ini variabel
bebasnya adalah pelatihan
bantuan hidup dasar, dan
variabel terikatnya adalah
keterampilan
dalampertolongan pertama
pada henti jantung.
Shinta A. A. Pengaruh simulasi Pada penelitian sebelumnya
Ngirarung (2017) tindakan resusitasi teknik pengambilan sampel
jantung paru (RJP) yang di gunakan adalah total
terhadap tingkat sampling, sedangkan, pada
motivasi siswa penelitian ini menggunakan
menolong korban henti teknik random sampling.
jantung di SMA Negeri
Binsus Manado
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Konsep Basic Life Support

A. Pengertian

Basic Life Support adalah dasar untuk menyelamatkan nyawa ketika

terjadi hentijantung. Aspek dasar BLS meliputi penanganan langsung

terhadap sudden cardiac arrest(SCA) dan sistem tanggap darurat,

cardiopulmonary resuscitation (CPR) atau resusitasijantung paru (RJP) dini,

dan defibrilasi cepat dengan (AED) automated externaldefibrillator, (Berg,

et al 2010).

Bantuan hidup dasar atau Basic Life Support merupakan

sekumpulan intervensiyang bertujuan untuk mengembalikan dan


mempertahankan fungsi vital organ padakorban henti jantung dan henti

nafas. Intervensi ini terdiri dari pemberian kompresi dadadan bantuan nafas,

(Hardisman, 2014). Bantuan hidup dasaradalah memberikan bantuan

eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi pada pasien hentijantung atau

henti nafas melalui RJP/ CPR, (Kristanty, 2009).

Menurut AHA Guidelines tahun 2015, tindakan BHD ini dapat

disingkat teknikABC pada prosedur CPR (Cardio Pulmonary

Resuscitation) yaitu:

a. A (Airway): Menjaga jalan nafas tetap terbuka

b. B(Breathing): Ventilasi paru dan oksigenasi yang

adekuat

c. C (Circulation): Mengadakan sirkulasi buatan dengan

kompresi jantung paru.

B. Tujuan Basic Life Support menurut (AHA, 2015) antara lain:

a. Mengurangi tingkat morbiditas dan kematian dengan

mengurangipenderitaan.

b. Mencegah penyakit lebih lanjut atau cedera

c. Mendorong pemulihan

d. Mencegah komplikasi yang timbul akibat kecelakaan

e. Melindungi orang yang tidak sadar

f. Mencegah berhentinya sirkulasi atau respirasi

g. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari

korban yang mengalami henti jantung atau henti napas melalui

Resusitasi Jantung Paru (RJP).

C. Perbedaan BLS Menurut AHA Tahun 2005 dan AHA 2010


Tanggal 18 Oktober 2010 lalu AHA (American Hearth Association)

mengumumkan prosedur perubahan CPR (Cardio Pulmonary

Resuscitation) atau dalam bahasa Indonesia di sebut RJP (Resusitasi

Jantung Paru) yang berbeda dari prosedur sebelumnya yang sudah dipakai

40 tahun terakhir. Perubahan tersebut ada sistematikanya, yaitu

menggunakan A-B-C (Airway-Breathing-Circulation) sekarang menjadi C-

A-B (Circulation-Airway-Breathing). Namun perubahan yang ditetapkan

AHA tersebut hanya berlaku pada orang dewasa,anak,dan bayi. Perubahan

tersebut tidak berlaku pada neonatus.

Perubahan menurut AHA tersebut adalah mendahulukan pemberian

kompresi dada daripada membuka jalan napas dan memberikan napas

buatan pada penderita henti jantung. Hal ini dikarenakan pada

pertimbangan pemberian kompresi dada lebih di perlukan untuk

mensirkulasikan sesegera mungkin oksigen ke seluruh tubuh terutama

organ vital seperti otak, paru, jantung.

Menurut penelitian AHA beberapa menit setelah penderita

mengalami henti jantung maish terdapat oksigen pada paru-paru dan

sirkulasi darah. Oleh karena itu memulai kompresi dada lebih dahulu

diharapkan akan memompa darah yang mengandung oksigen ke otak dan

jantung sesegera mungkin. Kompresi dada dilakukan pada tahap awal

selama 30 detik sebelum melakukan pembukaan jalan napas (Airway) dan

pemberian napas buatan (Breathing) seperti prosedur yang sama.

Alasan untuk perubahan sistem ABC Menjadi CAB adalah:

1. Henti jantung sebagian besar terjadi pada orang dewasa. Angka

keberhasilan kelangsungan hidup tertinggi dari pasien segala umur yang


dilaporkan adalah henti jantung dan ritme Venticular Fibrilation (VF)

atau pulseles Ventricular Tachycardia (VT). Pada pasien tersebut

elemen RJP yang paling penting adalah kompresi dada (chest

compression) dan defibrilasi otomatis segera (early defibrillation).

2. Pada langkah A-B-C yang terdahulu kompresi dada seringkali tertunda

karena proses pembukaan jalan nafas (airway) untuk memberikan

ventilasi ke mulut atau mengambil alat pemisah atau alat pernafasn

lainnya. Dengan mengganti langkah menjadi C-A-B maka kompresi

dada akan dilakukan lebih awal dan ventilasi hanya sedikit tertunda satu

siklus kompresi dada (30 kali kompresi dada secara ideal dilakukan

sekitar 18 detik).

3. Kurang dari 50% orang yang mengalami henti jantung mendapatkan

RJP dari orang sekitarnya. Ada banyak kemungkinan penyebab hal ini

namun salah satu yang menjadi alasan adalah dalam algoritma A-B-C

pembebasan jalan nafas dan ventilasi mulut ke mulut dalam airway

adalah prosedur yang kebanyakan ditemukan palig sulit oleh orang

awam. Memulai dengan kompresi dada diharapkan dapat

menyederhanakan prosedur sehingga semakin banyak korban yang bisa

mendapatkan RJP. Untuk orang yang enggan melakukan ventilasi mulut

ke mulut setidaknya dapat melakukan kompresi dada. Penggunaan

sistem ABC saat ini adalah:

a. Pada korban tenggelam atau henti nafas maka peugas sebaiknya

melakukan RJP konvensional (A-B-C) sebanyak 5 siklus (sekitar 2

menit) sebelum mengaktivasi sistem respon darurat..


b. Pada bayi baru lahir penyebab arrest kebanyakan adalah pada

sistem pernafasan maka RJP sebaiknya dilakukan dengan siklus

A-B-C kecuali terdapat penyebab jantung yang diketahui.

D. Indikasi Basic Life Support

Tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP) yang terkandung didalam

bantuan hidupdasar sangat penting terutama pada pasien dengan cardiac

arrest karena fibrilasiventrikel yang banyak terjadi di luar rumah sakit,

pasien di rumah sakit dengan fibrilasi ventrikelprimer dan penyakit jantung

iskemi, pasien dengan hipotermi, overdosis, obstruksi jalannapas atau

primary respiratory arrest (Alkatri, 2009).

a. HentiJantung (cardiac arrest)

Henti jantung adalah berhentinya sirkulasi peredaran darah karena

kegagalan jantung untuk melakukan kontraksi secara efektif, keadaan

tersebut bisa di sebabkanoleh penyakit primer dari jantung. Henti jantung

terjadi bila oksigen tidak beredar Dan oksigen yang tersisadalam organ

vital akan habis dalam Beberapa detik, (mansjoer&sudoyo, 2010).

b. Henti Napas (Respiratory Arrest)

Henti napas adalah berhentinya pernafasan spontan yang di

sebabkan oleh adanya gangguan jalan nafas persial maupun total

karena adanya gangguan di pusat pernafasan. Tanda dan Gejalanya

Berupa Hipercarbiaya Itu Penurunan kesadaran, hipoksemia yaitu

takikardia, gelisah berkeringat atau sianosis, (Mansjoer&Sudoyo 2010).


Pada awal henti nafas oksigen masih dapat masuk kedalam darah

untuk beberapa menit dan janttung masih dapat mensirkulasikan darah

ke otak dan organ vital lainnya, jika pada keadaan ini diberikan bantuan

nafas akan sangat bermanfaat agar korban dapat tetap hidup dan

mencegah henti jantung.

E. Langkah-langkah Bantuan Hidup Dasar

Langkah-langkah bantuan hidup dasar menurut AHA 2015 sebagai

berikut:

a. Proteksi diri

Pastikan keselamatan anda dan korban apabila anda menemukan

korban. Hal yang paling utama sebelum melakukan bantuan adalah

proteksi diri krena mengingat saat ini begitu banyak penyakit menular

yang telah beredar dimasyarakat.

b. Periksa kesadaran korban

Periksa dan tentukan dengan cepat bagaimana respon korban.

Memeriksa keadaan pasien tanpa teknik look, like, dan feel. Karena

penolong harus menepuk pundak korban dengan hati-hati dan

berteriak memanggil nama korban.

Gambar 2.1 Periksa Kesadaran (Charles, 2015)


c. Panggil bantuan

Bila anda berada diluar rumah sakit segera cari bantuan deengan

cara mengaktifkan sistem gawat darurat/Emergency Medical System

(EMS).

Gambar 2.2 Panggil Bantuan (Charles, 2015)

d. Memperbaiki posisi korban dan penolong

1. Posisi korban:

a) Supin, permukaan datar dan lurus

b) Memperbaiki posisi korban dengan cara in line bila di

curigai korban mengalami cedera spinal

c) Jika pasien tidak bisa terlentang maka segera lakukan RJP

(Resusitasi Jantung Paru) dengan posisi tengkurap.

Posisi penolong harus di atur senyaman mungkin dan

memudahkan untuk melakukan pertolongan yakni disamping atau

di atas kepala korban.


e. Circulation

a. Kaji nadi

Lakukan pemeriksaan nadi karotis dalam waktu 10 detik.

Jika nadi ada tapi pernafasan tidak ada maka segera lakukan

ventilasi dengan memberi 12 kali ventilasi dalam waktu 1 menit

dan setiap 1 ventilasi dalam waktu 1,5-2 detik. Bila denyut nadi

tidak teraba maka segera lakukan RJP.

Gambar 2.3 Pemeriksaan Nadi Karotis (Charles, 2015)

b. Kompresi dada

Kompresi dada akan menyebabkan sirkulasi ke paru-paru

dan diikuti ventilasi.

Teknik kompresi yang tepat:

1) Siku dipertahankan pada posisi lengan di luruskan dan bahu

penolong berada pada posisi langsung di atas tangan sehingga

setiap penekanan kompresi dada luar dilakukan lurus ke bawah

sternum (tulang dada).

2) Tekanan kompresi dilepaskan agar darah dapat mengalir

kedalam jantung, tekanan dilepaskan dan biarkan dada kembali


ke posisi normal, waktu yang digunakan untuk pelepasan harus

sama dengan waktu yang digunakan untuk kompresi.

3) Tangan tidak boleh di angkat dari dada atau diubah posisinya.

Gambar 2.4 Posisi Tangan Kompresi Dada (Charles, 2015)

Gambar 2.5 Melakukan Penekanan Dada (Charles, 2015)

Untuk dewasa minimal 100 kali kompresi per menit dengan

kedalaman kompresi 2 inci / 5-6 cm. Rasio kompresi dan ventilasi adalah

sebanyak 30 kali kompresi dan 2 ventilasi untuk 1 penolong. Dan jika

dilakukan dengan 2 penolong maka rasio kompresi sebanyak 15:2.

Indikasi dihentikannya RJP (Resusitasi Jantung Paru) apabila:

a) Ada penolong yang lebih berkompeten telah datang.


b) Sudah ada respon dari korban (muncul napas dan denyut

nadi).

c) Korban telah menunjukkan tanda-tanda kematian.

f. Airway control

Pada orang yang tidak sadar tindakan membuka jalan napas harus

dilakukan. Pada pengkajian airway harus melihat tanda-tanda adanya

sumbatan benda asing pada mulut yakni dengan menggunakan teknik

cross fingers, jika terdapat benda asing maka harus dikeluarkan

dengan usapan jari atau biasa disebut finger swab.

Teknik yang digunakan dalam membuka jalan napas dengan head-

tilt chin-lift jika tidak ditemukan trauma cervical. Namun jika terdapat

trauma cervical maka lakukan teknik jaw thrust.

a) Teknik head-tilt chin-lift

1. Posisikan pasien dalam keadaan terlentang, letakkan satu

tangan di dahi dan letakkan ujung jari tangan yang lain

dibawah daerah tulang tulang pada bagian tengah rahang

bawah (dagu).

2. tengadahkan kepala dengan menekan perlahan dahi korban.

3. gunakan ujung jari untung mengangkat dagu dan

menyokong rahang bagian bawah. Jangan menekan

jaringan lunak dibawah rahang karena dapat menyebabkan

obstruksi jalan napas.

4. usahakan mulut untuk tidak menutup. Untuk membuka

mulut yang adekuat gunakan ibu jari untuk menahan dagu

supaya bibir bawah korban tidak tertarik kebelakang.


Gambar 2.6 Head Tilt and Chin Lift (Charles, 2015)
b) Teknik jaw thrust

1. pertahankan dengan hati-hati agar posisi kepala, leher, dan

spinal korban tetap pada satu garis lurus.

2. Ambil posisi di atas kepala korban dan letakkan lengan

sejajar dengan permukaan pasien berbaring.

3. Perlahan letakkan tangan pada masing-masing sisi rahang

bawah korban, pada sudut rahang dibawah telinga.

4. Stabilkan kepala korban dengan lengan anda.

5. Dengan menggunakan jari telunjuk dorong sudut rahang

bawah pasien kearah atas dan depan.

6. Jangan memutar atau mendingakkan kepala pasien.

Gambar 2.7 Jaw Thrust (Charles, 2015)

g. Breathing support
Pertukaran gas yang terjadi pada saat bernapas adalah hal mutlak

untuk pertukarann oksigen dan karbondioksida. Ventilasi yang baik

dalam tubuh meliputi fungsi yang baik dari paru-paru, dinding dada,

dan diafragma. Setiap komponen itu harus di evaluasi dengan cepat

selama 5 detik dan paling alam adalah 10 detik.

1. Bantuan dilakukan dengan cara:

a. Mulut ke mulut

Penolong langsung melakukan bantuan napas ke mulut

korban dengan menutup hidung korban dan meniupkan udara

ke mulut korban. Tetapi hal ini hanya boleh dilakukan apabila

penolong mengetahui bahwa korban benar-benar tidak

memiliki penyakit menular apapun.

Gambar 2.8 Menutup

Hidung Korban Sedangkan Posisi Kepala Tetap

Ekstensi (Charles, 2015)

a. Mulut ke hidung
Gambar 2.9 Pemberian Napas dari Mulut ke
Mulut (Charles, 2015)

b. Ventilasi mulut ke mask

Gambar 2.10 Mouth-to-Mask Ventilation (Charles, 2015)

c. Ventilasi mulut ke bag valve mask

h. Defibrilasi dengan AED (Automatic External Defibrilation)

AED adalah suatu terapi kejut jantung dengan memberikan energi

listrik. Hal ini dilakukan jika penyebab henti jantung adalah kelainan

irama jantung yang disebut dengan Fibrilasi Ventrikel (VF). Untuk

penderita VF kelangsungan hidup tinggi karena RJP segera dilakukan

dan defibrilasi dilakukan dalam waktu 3-5 menit setelah tidak sadar.

Kompresi dada dapat mengembalikan aliran darah ke mikrovaskular

dalam 1 menit.

i. Evaluasi dan posisi pemulihan (recorvery position)

Setelah pemberian 5 siklus kompresi dada dan ventilasi (2 menit)

penolong kemudian melakukan evaluasi dengan ketentuan; jika tidak ada

nadi karotis, penolong kembali melanjutkan RJP. Jika ada nadi dan napas
belum ada, korban/ pasien diberikan bantuan napas sebanyak 10-12 x/

menit. Jika ada napas dan ada nadi tetapi pasien masih belum sadar,

letakkan pasien atau korban pada posisi pemulihan. Posisi ini dirancang

untuk menjaga jalan napas paten dan mengurangi resiko obstruksi jala

napas dan aspirasi.

Langkah-langkah pemberian posisi pemulihan, sebagai berikut

1. Lengan yang dekat penolong diluruskan kearah kepala


2. Lengan yang satunya menyilang dada, kemudian
Tekan tangan tersebut ke pipi korban.
3. Tangan penolong yang lain raih tungkai di atas lutut dan angkat.
4. Tarik tungkai hingga tubuh pasien terguling kearah penolong.
5. Baringkan miring dengan tungkai atas membentuk
Sudut dan menahan tubuh dengan stabil agar
tidak menelungkup.
6. Periksa pernafasan terus-menerus.

Gambar 2.12 Posisi Pemulihan (Recorvery Position) (Charles,


2010)
a. Resusitasi Jantung Paru dengan 2 Penolong

RJP dewasa dengan 2 penolong digunakan bila ada penolong kedua.

Pada RJP 2 penolong, satu penolong untuk melakukan kompresi dada,

yang lain melakukan bantuan napas dari mulut bisa menggunakan

Ambu Bag atau Pocket Mask. Tujuan RJP dewasa dengan 2 penolong

adalah untuk mengurangi keletihan penolong dan kompresi dada yang

tidak adekuat. Kelelahan dan kompresi dada yang tidak adekuat dapat

terjadi setelah RJP 2 menit sehingga dpergantian RJP selama 2 dapat


dilakukan RJP selama 2 menit atau 5 siklus dengan 30 kali kompresi

dan 2 ventilasi setiap siklusnya.

Langkah-langkah RJP dewasa dengan 2 penolong:

Lakukan RJP 1 penolong dengan 30 kali kompresi dada dan

di ikuti 2 tiupan napas. Bila terdapat AED,evaluasi irama jantung,

ikuti perintah AED, penolong 2 (harus bisa RJP 2 penolong) datang

dan mengatakan “saya bisa melakukan RJP 2 Penolong, bisakah

saya membantu?” penolong 1 mengiyakan, menyelesaikan siklus 30

kompresi di ikuti 2 tiupan napas. Penolong 1 mengevaluasi nadi dan

tanda sirkulasi, penolong 2 menentukan posisi kompresi dada (saat

penolong 1 mengevaluasi nadi dan tanda sirkulasi). Jika nadi tidak

teraba maka katakan “nadi tidak teraba” lanjutkan RJP. Penolong 2

melakukan kompresi dada dengan 30 kali kompresi, penolong 1

memberikan 2 kali tiupan napas (setelah penolong 2 menyelesaikan

tiap 30 kali kompresi dada) tanpa menghentikan kompresi dada.

Ulangi siklus RJP, penolong 1 memberikan 2 kali tiupan napas dan

penolong 2 memberikan 30 kali kompresi.

a. Posisi Recovery Dewasa

Posisi recovery dilakukan pada korban tidak sadar dengan

adanya nadi, napas, dan tanda-tanda sirkulasi. Jalan napas dapat

tertutup oleh lidah, lendir, dan muntahan pada korban tidak sadar

yang berbaring terlentang. Masalah-masalah ini dapat dicegah bila

dilakukan posisi recovery pada korban tersebut. Karena cairan

dapat mengalir keluar dari mulut dengan mudah.


Bila tidak di dapatkan tanda-tanda trauma maka tempatkan

korban pada posisi recovery. Posisi ini menjaga jalan napas tetap

terbuka. Langkah-langkah menempatkan korban pada posisi

recovery:

a. Langkah 1: Posisikan Korban

1. Lipat lengan kiri korban. Luruskan lengan kanan

dengan telapak tangan menghadap ke atas, di bawah

paha kanan.

2. Lengan kanan harus di lipat di silangkan di depan dada

dan di tempelkan punggung tangan pada pipi kiri korban.

3. Dengan menggunakan tangan anda yang lain, tekuk

lutut kanan korban dengan sudut 90 derajat

b. Langkah 2: Gulingkan Korban Ke Arah Penolong

1. Tempelkan tangan pada tangan korban yang ada di

pipi. Gunakan tangan yang lain memegang pinggul korban

dan gulingkan korban menuju anda sampai dia berbaring

miring.

2. Gunakan lutut untuk menyangga tubuh

korban

pada saat menggulingkan korban agar tidak

terguling.

b. Langkah 3: Posisi Akhir Recovery

1. Pastikan kepala (pipi) korban di alasi punggung

tangan korban
2. Periksa posisi tangan korban yang lain menggeletak bebas

dengan telapak tangan menghadap ke atas

3. Tungkai kanan tetap di pertahankan dalam posisi tersebut

90 derajat pada sendi lutut

4. Monitor nadi, tanda-tanda sirkulasi dan pernapasan setiap

beberapa menit.

2. Konsep Dasar Pengetahuan

a. Pengertian Pengetahuan

pengetahuan (knowledge) merupakan hasil tau dari manusia, yang

sekedar menjawab pertanyaan “what”, misalnya apa air, apa manusia,

apa alam, dan sebagainya. Pengetahuan hanya dapat menjawab

pertanyaan apa tentang sesuatu itu. Pengetahuan merupakan respons

mental seseorang yang dalam hubungannya objek tertentu yang

disadari sebagai “ada” atau terjadi. Pengetahuan dapat salah atau keliru,

karena bila suatu pengetahuan ternyata salah atau keliru, tidak dapat

dianggap sebagai pengetahuan. Sehingga apayang dianggap

pengetahuan tersebut berubah statusnya menjadi keyakinan saja,

(Notoatmodjo, 2013).

Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlaha fakta dan teori

yang memungkinkan seseorang dapat memecahkan masalah yang

dihadapinya. Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari pengalaman

langsung maupun melalui pengalaman orang lain, (Notoatmodjo,2013).

b. Klasifikasi pengetahuan

Pengetahuan dalam struktur kognitif mencakup enam klasifikasi

yaitu:
1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang

telah dipelajari sebelumnya termasuk dalam pengetahuan

tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap

sesuatu yang dipelajari atau rangsangan yang diterima,

(Notoatmodjo,2012).

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan

untuk menjelaskan secara benar-benar tentang objek yang

diketahui dan dapat menginterpretasikam materi tersebut

secara benar, (Notoatmodjo,2012).

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang dipelajari pada situasi yang

sebenarnya, (Notoatmodjo, 2012).

5. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan yang digunakan

untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen.

Tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut

danmasih ada kaitannya satu sama lain, (Notoatmodjo,

2012).

6. Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjuk pada kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkanbagian didalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru, (Notoatmodjo, 2012).

7. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

meletakkan justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi

atau objek, (Notoatmodjo, 2012).

c. Proses Adopsi Pengetahuan

Dari suatu pengalaman dan penelitian terbukti bahhwa perilaku yang

disadari pengetahuan mengungkapkan sebelum orang mengadopsi perilaku baru di

dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu:

1) Awarness (Kesadaran)

Dimana orang menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus

(obyek).

2) Interest (Tertarik)

Subyek mulai tertarik pada stimulus atau

obyek tersebut, maka disini sikap obyek sudah

timbul.

3) Evaluation (Evaluasi)

Menimbang-nimbang terhadap baik dan

tidaknya stimulus-stimulus bagi dirinya, hal ini

berarti sikap respon sudah lebih baik lagi.

4) Trial (Mencoba)
Dimana subyek mulai mencoba

melaksanakan sesuatu hal sesuai dengan apa yang

dikehendaki oleh stimulus atau obyek.

5) Adaptation (Adaptasi)

Subyek mencoba melaksanakan sesuatu

sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya

terhadap stimulus. Penerimaan perilaku baru atau

adopsi yang didasari oleh pengetahuan,kesadaran dan

sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan

berlangsung lama, (Notoatmodjo, 2012).

Disebutkan bahwa pengetahuan merupakan suatu

wahana untuk mendasari seseorang berperilaku

secara alamiah, sedangkan tingkatannya maupun

lingkungan pergaulan melalui pengetahuan yang

didapatnyaakan mendasari seseorang dalam

mengambil keputusan rasional dan efektif untuk

kesehatannya. Semakin tinggi tingkat pengetahuan

seseorang untuk mengadaptasikan dirinya dalam

lingkungan inovasi yang baru maka semakin baik

pula penerimaannya, (Notoatmodjo, 2012).

d. Cara Memperoleh Pengetahuan

Cara memperoleh pengetahuan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1) Cara tradisional atau non ilmiah

Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang

untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum


ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan

secara sistematik dan logi adalah dengan cara non

ilmiah, tanpa melalui penelitian. Cara-cara

penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain:

a) Cara Coba Salah (Trial and Error)

Cara memperoleh kebenaran non

ilmiah, yang pernah di gunakan oleh

manusia dalam memperoleh pengetahuan

adalah melalui cara coba-coba atau dengan

kata yang lebih dikenal “Trial and Error”

cara ini telah dipakai orang sebelum adanya

kebudayaan, bahkan mungkin sebelum

adanya peradaban. Pada waktu itu

seseorang apabila meghadapi persoalann

atau masalah upaya pemecahannya

dilakukan dengan coba-coba saja. Cara

coba-coba ini dilakukan dengan

menggunakan beberapa kemungkinan

dalam memecahkan masalah dan apabila

kemungkinan tersebut tidak berhasil, di

coba kemungkinan yang lain. Apabila

kemungkinan ke dua ini gagal pula, maka

di coba lagi dengan kemungkinan ke tiga,

dan apabila kemungkinan ke tiga gagal di

coba kemungkinan ke empat dan


setserusnya, sampai maslah tersebut dapat

terpecahan. Itulah sebabnya maka cara ini

disebut metode trial (coba) and error

(gagal atau salah) atau metode coba salah

(coba-coba), (Notoatmodjo, 2012).

b) Secara kebetulan

Penemuan kebenaran secara

kebetulan terjadi karena tidak disengaja

oleh orang yang bersangkutan. Salah satu

contoh adalah penemuan enzin urease oleh

Sammers pada tahun 1926. Pada suatu hari

Sammer bekerja dengan ekstrak

acetone,dan karena terburu-buru ingin

bermain tennis, maka ekstrak acetone

tersebut disimpan didalam kulkas.

Keesokan harinya ketika ingin meneruskan

percobaannya, ternyata ekstrak acetone

yang disimpan didalam kulkas tersebut

timbul kristal-kristal yang kemudian

disebut enzim urease, (Notoatmodjo, 2012).

c) Cara Kekuasaan atau Otoritas

Dalam kehidupan manusia sehari-hari,

banyak sekali kebiasaan dan tradisi yang

dilakukan oleh orang, tanpa melalui

penalaran apakah yang dilakukan tersebut


baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan ini

biasanya diwariskan turun-temurun dari

generasi-kegenerasi berikutnya,

(Notoatmodjo, 2012).

d) Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Pengalaman adalah guru yang baik,

demikian bunyi pepatah. Pepatah ini

mengandung maksud bahwa pengalaman

itu merupakan sumber pengetahuan, atau

pengalaman itu merupakan suatu cara untuk

memperolehkebenaran pengetahuan. Oleh

sebab itu pengalaman pribadi pun dapat

digunakan sebagai upaya memperoleh

pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara

mengulang kembali penglaman yang

diperoleh dalam memecahkan permasalahan

yang dihadapi pada masa yang lalu. Apabila

dengan cara yang digunakan tersebut orang

dapat memecahkan masalah yang dihadapi,

maka untuk memecahkan masalah lain yang

sama, orang dapat pula menggunakan atau

merujuk cara tersebut tetapi bila ia gagal

menggunakan cara tersebut, dia tidak akan

mengulangi cara itu, dan berusaha untuk


mencari cara yang lain, sehingga berhasil

memcahkannya. (Notoatmodjo, 2012).

e) Cara Akal Sehat (Common sense)

Akal sehat kadang-kadang dapat

menemukan teori kebenaran. Sebelum ilmu

pendidikan ini berkembang, para orang tua

zaman dahulu agar anaknya mau menuruti

nasehat orang tuanya, atau agar anak

disiplin menggunakan cara hukuman fisik

bila anaknya berbuat salah, misalnya

dijewer telinganya atau dicubit,

(Notoatmodjo, 2012).

f) Kebenaran Melalui Wahyu

Ajaran dan dogma agama adalah suatu

kebenaran yang di wahyukan dari Tuhan

melalui para Nabi kebenaran ini harus

diterima dan kebenaran ini harus diterima

dan diyakini oleh pengikut-pengikut agama

yang bersangkutan, terlepas dari apakah

kebenaran tersebut rasional atau tidak.

Sebab kebenaran ini diterima oleh para nabi

adalah sebagai wahyu dan bukan karena

hasil usaha penalaran atau penyelidikan

manusia (Notoatmodjo, 2012).

g) Kebenaran secara intuitif


Kebenaran secara intuitif diperoleh

secara manusia secara cepat sekali melalui

proses diluar kesadaran dan tanpa melalui

proses penalaran atau berfikir. Kebenaran

yang diperoleh melalui intuitif sukar

dipercaya karena kebenaran ini tidak

menggunakan cara cara yang rasional dan

yang sistematis. Kebenaran ini diperoleh

seseorang hanya berdasarkan intuisi atau

suara hati atau bisikan hati saja

(Notoatmodjo, 2012)

h) Melalui jalan pikiran

Sejalan dengan perkembangan

kebudayan manusia, cara berpikir

manusiapun ikut berkembang.daari sisi

manusia telah mampu menggunakan

penalarannya dalam memperoleh

pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam

memperoleh kebenaran pengetahuan

manusia telah menggunakan jalan

pikiranya, baik melalui induksi maupun

deduksi. Induksi dan deduksi pada dasarnya

merupakan cara melahirkan pemikiran

secara tidak langsung melalui pernyataan-

pernyataan yang dikemukakan, kemudian


dicari hubungannya sehingga dapat dibuat

suatu kesimpulan (Notoatmodjo, 2012)

i) Induksi

Sebagaimana telah disebutkan

sebelumnya, bahwa induksi adalah proses

penarikan kesimpulan yang dimulai dari

pertanyaan-pertanyaan khusus ke

pertanyaan yang bersifat umum. Hal ini

berarti dalam berfikir induksi pembuatan

kesimpulan tersebut berdasarkan

pengalaman-pengalaman empiris yang

ditangkap oleh indra. Kemudian

disimpulkan kedalam suatu konsep yang

memungkinkan seseorang untuk memahami

suatu gejala (Notoatmodjo, 2012).

j) Deduksi

Deduksi adalah pembuatan

kesimpulan dari pernyataan umum ke

khusus. Aristoteles (384-322 SM)

Mengembangkan cara berfikir deduksi ini

kedalam suatu cara yang disebut

“silogisme”. Silogisme ini merupakan suatu

bentuk deduksi yang memungkinkan

seseorang untuk dapat mencapai

kesimpulan yang lebih baik. Didalam


proses berfikir deduksi berlaku bahwa

sesuatu yang dianggap benar secara umum

pada kelas tertentu. Berlaku juga

kebenarannya pada semua peristiwa yang

terjadi pada setiap yang termasuk dalam

kelas itu (Notoatmodjo, 2012)

2. Cara ilmiah dalam memperoleh pengetahuan

Cara baru atau modern dalam memperoleh

pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis

dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian

ilmiah, atau lebih populer disebut metodelogi

penelitian (research metodelogy). Cara ini mula-mula

dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626). Ia

adalah seorang tokoh yang mengembangkan metode

berpikir induktif. Mula-mula ia mengadakan

pengamatan langsung terhadap gejala-gejala alam

atau kemasyarakatan. Kemudian hasil dari

pengamatannya tersebut dikumpulkan dan

diklasifikasikan, dan akhirnya diambil kesimpulan

umum. Kemudian metode berfikir induktif yang

dikembangkan oleh Bacon ini dilanjutkan oleh

Deobold van Dallen. Ia mengatakan dalam

memperoleh kesimpulan dilakukan dengan

mengadakan observasi langsung dan membuat

pencatatan terhadap semua fakta yang berhubungan


dengan objek yang diamatinya. Pencatatan ini

mencakup 3 hal pokok yaitu :

a) Segala sesuatu yang positif yaitu gejala

tertentu yang muncul pada saat dilakukan

pengamatan.

b) Segala sesuatu yang negatif yaitu gejala

tertentu yang tidak muncul saat dilakukan

pengamatan.

c) Gejala yang muncul bervariasi yaitu gejala

yang berubah-ubah pada kondisi tertentu .

(Notoatmodjo, 2012)

e. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

1. Umur

Umur adalah usia individu mulai dari dilahirkan

sampai berulang tahun (Nursalam, 2013). Semakin cukup

umur, tingkat kematangan seseorang bertambah dalam

berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat,

seseorang yang dewasa akan lebih dipercaya daripada

orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini

sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwa

(Nursalam, 2013).

2. Minat

Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau

keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Dengan adanya

pengetahuan tinggi didukung oleh minat yang cukup


sangatlah mungkin seseorang tersebut akan sesuai dengan

apa yang diharapkan (Notoatmodjo,2012).

3. Tempat tinggal

Tempat tinggal adalah tempat menetap responden

sehari-hari. Pengetahuan seseorang akan lebih baik jika

berada diperkotaan daripada dipedesaan karena

diperkotaan akan meluasnya kesempatan untuk melibatkan

diri dalam kegiatan sosial sehingga wawasan sosial akan

semakin kuat serta tinggal diperkotaan mudah

mendapatkan informasi

4. Sumber informasi

Sumber informasi yang diperoleh dari berbagai

sumber akan mempengaruhi tingkat pengetahuan

seseorang. Bila seseorang banyak memperoleh informasi

maka ia cenderung mempunyai pengalaman yang lebih

luas (Notoatmodjo,2012).

5. Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu usaha untuk

mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam

dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup.

Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi

pendidikan seseorang maka makin mudah seseorang

tersebut untuk menerima informasi baik dari oranglain

maupun media masa. Semakin banyak informasi yang

masuk, semakin banyak pula pengetahuan yang didapat.


Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan

dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi,

maka orang tersebut makin luas pengetahuannya.

6. Sosial budaya dan ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang

tanpa melalui penalaran apakah dilakukan baik atau buruk.

Dengan demikian seseorang akan bertambah

pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status

ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya

fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga

status sosial ekonomi akan mempengaruhi pengetahuan

seseorang.

7. Pengalaman

Pengalaman adalah peristiwa yang pernah dialami

seseorang. Azwar mengatakan bahwa sikap lebih mudah

terbentuk apabila pengalaman pribadi terjadi dalam situasi

yang melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang

melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman akan

lebih mendalam dan lebih berbekas.

f. Pengukuran pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan seperangkat

alat tes atau kuesioner tentang objek pengetahuan yang akan diukur. Selanjutnya

dilakukan penilaian dimana setiap jawaban benar dari masing-masing pertanyaan

diberi nilai 5 dan jika salah diberi nilai 0. Penilaian dilakukan dengan cara

membandingkan jumlah skor jawaban dengan skor yang diharapkan atau tertinggi
kemudian dikalikan 100% dan hasilnya prosentase dengan rumus yang digunakan

sebagai berikut :

N = SP 100%
SM x
Keterangan :

N= Nilai pengetahuan

SP = Skor yang didapat

SM = Skor tertinggi maksimum

Selanjutnya prosentase jawaban yang diinterpretasikan dalam kalimat kualitatif

dengan cara sebagai berikut :

Baik = 76-100%

Cukup = 56-75%

kurang =  55%

(Arikunto, 2013)

3.Konsep Ketrampilan

a. Pengertian

Ketrampilan adalah aplikasi dari pengetahuan, sehingga

tingkat yang ketrampilan seseorang berkaitan dengan tingkat

pengetahuan (Notoadmodjo, 2009). Ketrampilan membutuhkan

pelatihan dan kemampuan dasar yang dimiliki setiap orang dapat

lebih membantu menghasilkan sesuatu lebih bernilai dengan lebih

cepat (Iverson, 2010).


Selain pelatihan yang diperlukan untuk mengembangkan

kemampuan, ketrampilan juga membutuhkan kemampuan dasar

(basic ability) untuk melakukan pekerjaan secara mudah dan tepat.

Berdasarkan pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

ketrampilan (skill) berarti kemampuan untuk mengoperasikan suatu

pekerjaan secara mudah dan cermat yang membutuhkan dasar

(basic ability) (Nadler, 2011).

a. Kemampuan fisik adalah kemampuan tugas-tugas yang

menuntut stamina, ketrampilan, kekuatan, dan karakteristik

serupa. Penelitian terhadap berbagai persyaratan yang

dibutuhkan dalam ratusan pekerjaan telah mengidentifikasi

sembilan kemampuan dasar yang tercakup dalam kinerja dari

tugas-tugas fisik.

b. Kesesuaian kemampuan-pekerjaan

Kemampuan inttelektual atau fisik yang dibutuhkan untuk

melakukan pekerjaan dengan memadai bergantung pada

persyaratan kemampuan dan pekerjaan tersebut. Sebagai contoh

pilot pesawat terbang membutuhkan kemampuan visualisasi

spesial yang kuat dan koordinasi tubuh yang baik, eksekutif

senior membutuhkan kemampuan verbal dan pekerja konstruksi

yang tinggi membutuhkan keseimbangan (Timothy A, 2012).

Robbins (2009) mengatakan ketrampilan dibagi menjadi 4 yaitu:

1. Basic Literacy Skill: keahlian dasar yang sudah pasti harus

dimiliki oleh setiap orang seperti membaca,menulis, berhitung

serta mendengarkan.
2. Technical Skill: Keahlian secara teknis yang didapat melalui

bidang pembelajaran dalam bidang teknik seperti

mengoperasikan komputer dan alat digital lainnya.

3. Interpersonal Skill: Keahlian setiap orang dalam melakukan

komunikasi satu sama lain seperti mendengarkan seseorang

memberi pendapat dan bekerja secara tim.

4. Problem Solving: Keahlian seseorang dalam memecahkan

masalah dengan menggunakan logika atau perasaannya.

c. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Keterampilan

Notoadmodjo (2009) mengatakan keterampilan merupakan

aplikasi dari pengetahuan sehingga tingkat keterampilan

seseorang berkaitan dengan tingkat pengetahuan, dan

pengetahuan dipengaruhi oleh:

a. Tingkat pendidikan

Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin

baik pengetahuan yang dimiliki. Sehingga seseorang

tersebut akan lebih mudah dalam menerma dan

menyerap hal-hal baru. Selain itu dapat membantu

mereka dalam menyelesaikan hal-hal baru tersebut.

Menurut penelitian islami, mengatakan terdapat

pengaruh yang kuat antara tingkat pendidikan dan

pengetahuan dengan keterampilan ibu tentang

pertolongan pertama pada kecelakaan anak di rumah di

desa Sumber Girang (Aisyah dan Wardoyo 2012).

b. Umur
Ketika umur seseorang bertambah maka akan terjadi

perubahan pada fisik dan psikologis seseorang. Semakin

cukup umur seseorang maka akan semakin matang dan

dewasa dalam berfikir dan bekerja.

c. Pengalaman

Pengalaman dapat dijadikan sebagai dasar untuk

menjadi lebih baik dari sebelumnya dan sebagai sumber

pengetahuan untuk memperoleh suatu kebenaran.

Pengalaman yang pernah didapat seseorang akan

mempengaruhi kematangan seseorang dalam berfikir

ketika melakukan suatu hal (Ranupantoyo dan Saud

2009).

d. Keterkaitan antara hal-hal yang mempengaruhi keterampilan

Beberapa hal yang saling terkait dalam keterampilan yaitu:

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil mengingat suatu hal, termasuk

mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara

sengaja maupun tidak sengaja. Hal ini terjadi setelah orang

melakukan konttak dan pengamatan terhadap suatu objek

(Mubarok, 2009).

2. Sikap
Sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan ynag

diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaru dinamik atau

terarah terhadap respon individu pada semua objek dan situasi

yang berkaitan dengannya (Widayatun,T.R, 2009).

3. Perilaku

Perilaku secara etimologis artinya adalah setiap tindakan dari

manusia maupun hewan yang dapat dilihat. Melihat uraian

tersebut sudah jelas bahwa perilaku adalah kegiatan atau aktiifitas

yang melingkup seluruh aspek jasmaniah dan rohaniah yang bias

di lihat (Sobur 2008).

4. Motivasi

Merupakan sesuatu yang membangkitkan keinginan dalam

diri seseorang untuk melakukan berbagai tindakan. Motivasi

inilah yang mendorong seseorang untuk bias melakukan tindakan

sesuai dengan prosedur yang sudah diajarkan.

d. Konsep Cardiac Arrest

a. Pengertian.

Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung

secara tiba-tiba danmendadak, bisa terjadi pada seseorang

yang memang didiagnosa dengan penyakitjantung ataupun

tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi

dengansangat cepat begitu gejala dan tanda tampak

(American Heart Association,2010).Jameson, dkk (2005),

menyatakan bahwa cardiac arrest adalah

penghentiansirkulasi normal darah akibat kegagalan jantung


untuk berkontraksi secara efektif.Berdasarkan pengertian di

atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwahenti

jantung atau cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung

secara mendadakuntuk mempertahankan sirkulasi normal

darah untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak dan organ

vital lainnya akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi

secaraefektif.

b. Faktor predisposisi

Iskandar (2008), mengatakan bahwa faktor risiko cardiac

arrest adalah:Laki-laki usia 40 tahun atau lebih, memiliki

kemungkinan untuk terkena cardiacarrest satu berbanding

delapan orang, sedangkan pada wanita adalah

satuberbanding 24 orang. Semakin tua seseorang, semakin

rendah risiko henti jantung mendadak. Orang dengan

faktor risiko untuk penyakit jantung, seperti

hipertensi,hiperkholesterolemia dan merokok memiliki

peningkatan risiko terjadinya cardiac arrest

(Iskandar,2008).

Menurut American Heart Association (2010), seseorang dikatakan

mempunyai risiko tinggi untuk terkena cardiac arrest dengan kondisi:

a. Ada jejas di jantung akibat dari serangan jantung terdahulu atau oleh sebab

jantung lain. Jantung yang mengalami pembesaran karena sebab tertentu

cenderung untuk mengalami aritmia ventrikel yang mengancam jiwa. Enam

bulan pertama setelah seseorang mengalami serangan jantung adalah


periode resiko tinggi untuk terjadinya ardiac arrest ada pasien dengan

penyakit jantung atherosclerotic.

b. Penebalan otot jantung (Cardiomyopathy) ini dikarenakan adanya tekanan

darah tinggi,kelainan katub jantung yang membuat seseorang cenderung

untuk terkena cardiac arrest.

c. Seseorang yang sedang menggunakan obat-obatan untuk jantung. Karena

beberapa obat-obatan anti aritmia justru merangsang timbulnya aritmia

ventrikel dan berakibat cardiac arrest. Kondisi seperti ini disebut

proarrythmic effect.

d. Kelistrikan jantung yang tidak normal. Beberapa kelistrikan jantung yang

tidak normal seperti wolf-parkinson-white-syndrome dan sindroma

gelombang QT yang memanjang bias menyebabkan cardiac arrest pada

anak dan dewasa muda.

e. Pembuluh darah yang tidak normal. Hal ini memang jarang dijumpai

khususnya di arteri koronari dan aorta, sering menyebabkan kematian

mendadak pada dewasa muda. Pelepasan adrenalin ketika berolahraga atau

aktifitas fisik yang berat, bias menjadi pemicu terjadinya cardiac arrest

apabila dijumpai kelainan tadi.

f. Penyalahgunaan obat. Penyalahgunaan obat adalah faktor utama penyebab

terjadinya cardiac arrest pada penderita yang sebenarnya tidak memiliki

kelainan pada organ jantung.

c. Tanda-tanda cardiac arrest.

Tanda- tanda cardiac arrest menurut Diklat Ambulans Gawat Darurat

118(2010) yaitu:

a. Ketiadaan respon; pasien tidak berespon terhadap


rangsangan suara,tepukan di pundak ataupun cubitan.

b. Ketiadaan pernafasan normal; tidak terdapat pernafasan

Normal ketika jalan pernafasan dibukan.

c. Tidak teraba denyut nadi di arteri besar (karotis,

femoralis, radialis).

d. Proses terjadinya cardiac arrest

Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulnya

aritmia : fibrilasi ventrikel (VF), takhikardi ventrikel (VT), aktifitas listrik

tanpa nadi (PEA),dan asistol (Diklat Ambulans Gawat Darurat 118, 2010).

a. Fibrilasi ventrikel

Merupakan kasus terbanyak yang sering menimbulkan kematian

mendadak,pada keadaan ini jantung tidak dapat melakukan fungsi

kontraksinya,jantung hanya mampu bergetar saja. Pada kasus ini

tindakan yang harus

segera dilakukan adalah CPR dan DC shock atau defibrilasi

b. Takhikardi ventrikel

Mekanisme penyebab terjadinyan takhikardi ventrikel biasanya

karenaadanya gangguan otomatisasi (pembentukan impuls)

ataupaun akibat adanya gangguan konduksi. Frekuensi nadi yang

cepat akan menyebabkan fasepengisian ventrikel kiri akan

memendek, akibatnya pengisian darah ke ventrikel juga berkurang

sehingga curah jantung akan menurun. VT dengankeadaan

hemodinamik stabil, pemilihan terapi dengan medika mentosa lebih

diutamakan. Pada kasus VTdengan gangguan hemodinamik sampai


terjadihenti jantung (VT tanpa nadi), pemberian terapi defibrilasi

dengan menggunakan DC shock dan CPR adalah pilihan utama

c. Pulseless Electrical Activity (PEA)

Merupakan keadaan dimana aktifitas listrik jantung tidak

menghasilkankontraktilitas atau menghasilkan kontraktilitas tetapi

tidak adekuat sehinggatekanan darah tidak dapat diukur dan nadi

tidak teraba. Pada kasus ini CPR adalah tindakan yang harus segera

dilakukan.

d. Asistoles

Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada

jantung,dan pada monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis

lurus. Pada

kondisi ini tindakan yang harus segera diambil adalah CPR.

F. Prognosis

Kematian otak Dan Kematian Permanen Dapat terjadi hanya dalam

jangkawaktu 8 sampai 10 menit Dari Seseorang Tersebut Mengalami

Henti jantung. (Diklat Ambulans gawatdarurat 118,2010). Kondisi

tersebut dapat di Cegah Dengan pemberian resusitasi jantung paru dan

defibrilasi segera. Resusitasi jantung paru dan defibrilasi yang di berikan

antara 5-7 Menit Dari korban henti jantung, Akan Memberikan

Kesempatan Korban untuk hidup sebesar 30% - 45%. Sebuah penelitian

membuktikan bahwa penyediaan alat defribilator yang mudah di akses di

tempat umum seperti bandara, stasiun, terminal dalam Arti meningkatkan

kemampuan untuk biasa Memberikan Pertolongan sesegera mungkin, dan


Akan Meningkatkan Kesempatan Hidup Penderita cardiac arrest rata-rata

64%. (American Heart Assosiaion.2010).


G. HIPOTESIS

Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalahan penelitiann sampai terbukti melalui data yang terkumpul

(Arikunto Suharsini, 2009).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada Pengaruh Pemberian

Pelatihan Bantuan Hidup Dasar Terhadap Keterampilan Siswa Dalam

Pertolongan Pertama Pada Henti Jantung di SMA Negeri 1 Wates Kabupaten

Kediri.

Anda mungkin juga menyukai