Anda di halaman 1dari 79

EVALUASI PROGRAM PEMBINAAN PRESTASI CABANG

OLAHRAGA HOCKEY DI JAWA TIMUR

Heryanto Nur Muhammad (NIM 147946021)

Promotor
Prof. Dr. H. Hari Setijono, M.Pd.

Co-Promotor
Prof. Dr. H. Nurhasan, M.Kes.

PROGRAM STUDI ILMU KEOLAHRAGAAN


PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2018

1
ABSTRAK

Muhammad, Heryanto Nur. 2018. Evaluasi Program Pembinaan Prestasi Cabang


Olahraga Hockey Di Jawa Timur. Disertasi, Program Studi Ilmu Keolahragaan,
Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya. Pembimbing: (I) Prof. Dr.
Hari Setijono, M.Pd., dan (II) Prof. Nurhasan, M.Kes.

Kata-kata kunci : evaluasi, program pembinaan prestasi ,hockey.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis program pembinaan prestasi


cabang olahraga hockey di Jawa Timur yang meliputi analisis context, input,
process, dan product.
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif
dengan tujuan melakukan evaluasi. Model evaluasi yang digunakan adalah
evaluasi Context, Input, Process, Product (CIPP). Subjek penelitian diperoleh
secara purposif meliputi pengurus cabang (Pengcab) olahraga hockey Kota
Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, Kabupaten Tulungagung, dan
Kabupaten Banyuwangi. Data penelitian didapat dari hasil pengisian angket dan
wawancara yang ditujukan kepada anggota pengurus dan pelatih. Data berupa
tingkat kondisi fisik dan keterampilan dasar bermain hockey untuk atlet diperoleh
dari tes lapangan di masing-masing pengcab selaku subjek penelitian.
Berkaitan dengan tujuan (1), hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
aspek context, pengcab membutuhkan dukungan lembaga lain terkait kebijakan,
perlunya pemahaman visi misi diantara pengurus, dan kebutuhan akan kerjasama
dengan lembaga lain terkait peningkatan prestasi. Pada tujuan (2), hasil penelitian
menunjukkan pada aspek input masih terdapat kekurangan pada sarana prasarana,
peningkatan kualitas pelatih dan tenaga ahli dari luar organisasi. Pada tujuan (3),
hasil penelitian menunjukkan bahwa pada aspek process perlu adanya penerapan
sport science, penetapan tolok ukur keberhasilan program, perbaikan rekrutmen
pelatih, dan peningkatan kemampuan pelatih. Pada tujuan (4), hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada aspek product perlu peningkatan kondisi fisik dan
keterampilan dasar bermain hockey pada atlet, fokus pembinaan hanya pada usia
atlet dibawah 21 tahun, dan muara pembinaan prestasi terfokus pada pekan
olahraga provinsi (Porprov).
Simpulan penelitian ini adalah bahwa konsep model pembinaan prestasi
cabang olahraga hockey di Jawa Timur dari pembinaan berjenjang menuju ke
pencapaian prestasi performa tinggi meliputi peningkatan optimalisasi dukungan
dan kerjasama, pemahaman visi dan misi organisasi, standarisasi kemampuan
pelatih, keterlibatan tenaga ahli dari multidisiplin ilmu, pengaplikasian sport
science, peningkatan kondisi fisik dan keterampilan dasar atlet.
Rekomendasi terkait temuan penelitian diharapkan dapat memberikan
implikasi praktis pada program pembinaan prestasi yang telah dilakukan.
Diperlukan usaha nyata dari pengprov hockey Jawa Timur, KONI kota/kabupaten,
dan pengcab hockey di Jawa Timur untuk memperbaiki konsep pembinaan
prestasi atlet secara berjenjang (Long Term Athlete Development) menuju program
pembinaan atlet performa tinggi (High Performance Program).

2
EVALUASI PROGRAM PEMBINAAN PRESTASI CABANG
OLAHRAGA HOCKEY DI JAWA TIMUR

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Prestasi olahraga tidak serta merta bisa diperoleh, melainkan melalui

proses yang secara sengaja dibentuk, direncanakan, dijalankan, dan dievaluasi

secara terus menerus. Idealnya, “sistem pembinaan prestasi dilaksanakan

secara terencana, terstruktur, sistematis dan berjenjang” seperti yang ditulis

oleh Balyi, Way, dan Higgs (2013, p. 1). Program pembinaan prestasi yang

baik memiliki tahapan-tahapan yang sesuai dengan tujuan pembinaan itu

sendiri.

Hockey adalah salah satu cabang olahraga permainan yang termasuk

dalam cabang olahraga yang senantiasa dipertandingkan pada ajang multi-

event tertinggi di dunia dari mulai olimpiade, Asian Games, SEA Games, dan

kejuaraan-kejuaraan lainnya termasuk juga pada Pekan Olahraga Nasional

(PON).

Antusiasme pembinaan cabang olahraga hockey di Jawa Timur sangat

menggembirakan. Hal ini dibuktikan dengan perkembangan yang sangat pesat

dengan penambahan jumlah pengurus cabang (pengcab) dan perkumpulan

(klub) anggota Federasi Hockey Indonesia (FHI) Provinsi Jawa Timur.

3
Perkembangan cabang olahraga hockey di Jawa Timur juga dapat

dilihat dari banyaknya kejuaraan yang dilaksanakan baik secara single event

maupun multi event di kota dan kabupaten.

Pada kenyataannya, prestasi hockey Provinsi Jawa Timur di tingkat

nasional kurang menggembirakan. Dalam event terakhir seperti Pra-

kualifikasi PON XIX kontingen hockey field Jawa Timur dapat dikatakan

gagal total karena pada kejuaraan tersebut tim Jawa Timur dinyatakan tidak

lolos Pra kualifikasi PON XIX tahun 2016 di Jawa Barat.

Tabel 1.1 Peringkat PON Cabang Olahraga Hockey Dari


Tahun1996 – 2016

Tahun PON Peringkat Putera Peringkat Puteri


1996 Papua DI. Yogyakarta
Jawa Timur Jawa Timur
Sumatera Utara Jawa Barat
2000 Hockey tidak dipertandingkan
2004 Jawa Barat Sumatera Utara
Papua Papua
Sumatera Utara Jawa Barat
2008 Kalimantan Timur Jawa Barat
Papua DKI Jakarta
Jawa Barat Kalimantan
Timur/Papua Barat
2012 Hockey tidak dipertandingkan
2016 1. Kalimantan Timur 1. Jawa Barat
/Papua 2. DKI Jakarta
2. - 3. Kalimantan
3. Jawa Barat/ Timur/Papua
DKI Jakarta
(Diolah dari berbagai sumber)

Perjalanan pencapaian prestasi tim hockey Jawa Timur mulai PON

XIV tahun 1996 di Jakarta hingga PON XIX tahun 2016 di Jawa Barat

selama lebih dari dua dasawarsa nampak bahwa prestasi hockey Jawa Timur

terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun.

4
Berdasarkan kondisi yang memprihatinkan terkait pencapaian prestasi,

maka dipandang perlu untuk diketahui dan dianalisis sebagai dasar untuk

memperbaiki prestasi cabang olahraga hockey Jawa Timur. Dipandang sangat

urgen untuk melakukan evaluasi terhadap program pembinaan prestasi.

Evaluasi yang menyeluruh terhadap manajemen organisasi, kinerja

pelatih, profil atlet, dan hasil pembinaan prestasi yang dilakukan akan

memberikan gambaran utuh tentang kondisi nyata di lapangan pada saat ini.

Dari analisis hasil evaluasi tersebut akan memunculkan model program

pembinaan prestasi cabang olahraga hockey yang dapat digunakan sebagai

acuan program pembinaan prestasi di tingkat kota/kabupaten serta

rekomendasi kepada pihak terkait.

Evaluasi sangat penting dilakukan selaras dengan pendapat Royce,

Bruce, dan Thyer (2010) yang menyatakan:

Program evaluation is needed whenever new interventions are being


tried and it is not known whether they will be as succesfull as former
methods, or when there is a perception that program shoud be
improved-that it could become more productive or better in some way
(p. 13).

Kutipan tersebut tersirat bahwa untuk memperbaiki program, dalam

hal ini, pembinaan prestasi cabang olahraga hockey di Jawa Timur,

diperlukan suatu evaluasi yang menyeluruh agar mendapatkan solusi program

pembinaan prestasi untuk memperbaiki kondisi yang ada.

Model evaluasi yang dapat digunakan untuk menganalisis secara

mendalam terhadap program pembinaan prestasi cabang olahraga hockey di

5
Jawa Timur adalah dengan menggunakan model Context, Input, Process,

Product (CIPP) yang dikembangkan oleh Stufflebeam dan Coryn (2014).

Penelitian pada cabang olahraga hockey sendiri selama ini lebih

banyak dilakukan untuk menganalisa aspek fisiologis, strenght and

conditioning, tes dan pengukuran serta biomekanika yang berhubungan

dengan teknik dan strategi bermain. Seperti penelitian yang dilakukan oleh

Lemmink, Gemser, dan Visscher (2004) tentang evaluasi untuk mendapatkan

reliabilitas tes menggiring bola pada atlet usia muda. Lalu penelitian dari

Sharma, Tripathi, dan Koley (2012) mengenai korelasi karakteristik

antropometri dan tes kebugaran jasmani pada atlet profesional di India.

Begitu pula penelitian yang dilakukan oleh Amjad, Hussain, dan Asadullah

(2013) yang melihat perbandingan antara long corner dan short corner pada

field hockey. Demikian juga penelitian oleh Ibrahim, Faber, Kingma, dan

Dieen (2016) tentang analisis kinematika pada teknik drag flick pada field

hockey. Serta penelitian yang dilakukan oleh Theilen, Wiebke, Bettink, dan

Rolle (2016) yang menginvestigasi mengenai cedera yang terjadi pada

kejuaraan hockey tingkat tinggi dibawah agenda FIH. Berikutnya adalah

penelitian yang dilakukan oleh Anupal, Neha, Snehangsu, Medabala, dan

Adhikari (2017) yang meneliti tentang kapasitas aerobik dan anaerobik

pemain hockey.

Penelitian evaluasi juga dilakukan oleh Wiriawan (2008) yang

menganalisis kinerja sumber daya pelatih dan kaitannya dengan pencapaian

prestasi atlet bulutangkis. Siantoro (2013) melakukan penelitian mengenai

6
evaluasi pelatih bola basket lisensi C anggota pengurus Persatuan Bola

Basket Seluruh Indnesia (Perbasi) Kota Surabaya. Penelitian lain tentang

evaluasi terkait institusi olahraga dilakukan oleh Cholid (2014) tentang

evaluasi pelaksanaan sekolah sepakbola di Persatuan Sepakbola Seluruh

Indonesia (PSSI) Provinsi Jawa Timur. Sedangkan Nurdiansyah (2014)

melakukan evaluasi pembinaan olahraga renang di Provinsi Kalimantan

Selatan.

Penelitian terdahulu tersebut menunjukkan bahwa belum terdapat

penelitian yang komprehensif pada cabang olahraga hockey yang

menyangkut evaluasi pada institusi atau manajemen organisasi dalam

cakupan yang lebih luas (tingkat provinsi). Dengan demikian maka penelitian

ini memiliki kebaharuan menyangkut substansi yang meliputi analisis

program pembinaan prestasi yang dilakukan dengan melibatkan multidisipin

ilmu yaitu bidang ilmu evaluasi, bidang ilmu manajemen, dan cabang

olahraga hockey itu sendiri. Sedangkan kebaharuan dari sisi metodologis

adalah dengan digunakannya metode CIPP akan dapat menganalisis secara

lebih efektif dan menyeluruh dari mulai konteks, input, proses, hingga produk

hasil pembinaan prestasi cabang olahraga hockey di Jawa Timur.

Fokus Penelitian

Merujuk pada latar belakang yang telah disampaikan tentang

perlunya kajian yang mendalam terhadap program pembinaan prestasi untuk

mendapatkan rekomendasi guna perbaikan kondisi hockey di Jawa Timur,

maka fokus penelitian adalah sebagai berikut.

7
Bagaimanakah context program pembinaan prestasi cabang olahraga

hockey di Jawa Timur?

Bagaimanakah input program pembinaan prestasi cabang olahraga

hockey di Jawa Timur?

Bagaimanakah process program pembinaan prestasi cabang olahraga

hockey di Jawa Timur?

Bagaimanakah product program pembinaan prestasi cabang olahraga

hockey di Jawa Timur?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk melakukan evaluasi

dan analisis mendalam terhadap program pembinaan prestasi pada pengcab-

pengcab guna mendapatkan rekomendasi untuk program pembinaan prestasi

cabang olahraga hockey di Jawa Timur. Adapun tujuan penelitian secara

khusus adalah sebagai berikut.

Untuk menganalisis context program pembinaan prestasi cabang olahraga

hockey di Jawa Timur.

Untuk menganalisis input program pembinaan prestasi cabang olahraga

hockey di Jawa Timur.

Untuk menganalisis process program pembinaan prestasi cabang

olahraga hockey di Jawa Timur.

Untuk menganalisis product program pembinaan prestasi cabang

olahraga hockey di Jawa Timur.

8
Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini memiliki manfaat teoritis dan praktis, manfaat

teoritisnya adalah sebagai berikut.

Menjadi suatu pijakan untuk mengambil keputusan terkait hasil

penelitian yang akan didapatkan serta sebagai data awal bagi penelitian

sejenis selanjutnya.

Sebagai salah satu tolok ukur untuk mengungkap kondisi riil terkini

terkait manajemen, kinerja pelatih, dan profil atlet hockey di kota dan

kabupaten di Jawa Timur.

Data dan hasil penelitian ini akan membantu pengurus provinsi FHI Jawa

Timur untuk melakukan perbaikan pada program pembinaan prestasi di

tingkat provinsi untuk menghadapi event berikutnya di tingkat nasional.

Sedangkan manfaat praktisnya adalah bahwa hasil penelitian ini:

Dapat menjadi acuan bagi perbaikan manajemen pengurus kota dan

kabupaten anggota FHI Jawa Timur.

Dapat mengungkap kemampuan dan kinerja pelatih hockey yang ada di

Jawa Timur.

Dapat mengungkap profil kondisi atlet hockey di Jawa Timur baik dari

tingkat kondisi fisik dan keterampilan dasar bermain hockey.

Sebagai dasar pembuatan rekomendasi terkait model program pembinaan

prestasi cabang olahraga hockey di Jawa Timur.

9
KAJIAN PUSTAKA

Program Pembinaan Prestasi

Pembinaan prestasi olahraga juga disebut dengan Long Term Athlete

Development (LTAD) yang artinya adalah pembinaan atlet jangka panjang. Istilah

ini tidak saja berkaitan dengan partisipasi dalam olahraga namun hingga

pencapaian prestasi tertinggi atlet. Olahraga prestasi dalam UU SKN (2005)

dikatakan “adalah olahraga yang membina dan mengembangkan olahragawan

secara terencana, berjenjang, dan berkelanjutan melalui kompetisi untuk mencapai

prestasi dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan” Untuk

memajukan olahraga prestasi, pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat

dapat mengembangkan :

Perkumpulan olahraga.
Pusat penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
keolahragaan.
Sentra pembinaan olahraga prestasi.
Pendidikan dan pelatihan tenaga keolahragaan.
Prasarana dan sarana olahraga prestasi.
Sistem pemanduan dan pengembangan bakat olahraga.
Sistem informasi keolahragaan, dan
Melakukan uji coba kemampuan prestasi olahragawan pada tingkat daerah,
nasional, dan internasional sesuai dengan kebutuhan.
(UU SKN, 2005, p. 12)

Salah satu dasar dari pembinaan prestasi di daerah adalah dari

perkumpulan-perkumpulan olahraga (klub) yang berada dibawah induk organisasi

olahraga tersebut (pengcab). Dan apabila pengcab tersebut menjadi anggota KONI

kota ataupun kabupaten, maka pembinaan prestasi suatu cabang olahraga akan

berada dibawah naungan pemusatan latihan dari KONI masing-masing. Hal ini

10
senada dengan sistem pembinaan olahraga prestasi nasional menurut KONI (2014,

p. 8) terdiri dari empat kelompok, yaitu :

Berbasiskan pembinaan induk organisasi cabang olahraga tanpa atau


dengan bantuan Pusdiklat.
Memanfaatkan Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) dan
sekolah khusus SMP/SMA Ragunan.
Memanfaatkan Pelatnas jangka panjang yang dilaksanakan oleh KONI
Pusat mengingat bahwa setiap tahun akan selalu ada multi event.
Memanfaatkan atlet/pelajar/mahasiswa yang berlatih di luar negeri
sambil sekolah.

LTAD menurut Balyi, Way, dan Higgs (2013) menjawab pertanyaan

penting tentang apa saja yang dibutuhkan pada tiap tahap perkembangan gerak

manusia seperti memberikan setiap anak kesempatan untuk sehat, meningkatkan

aktivitas jasmani, dan untuk mereka yang memiliki bakat, kesempatan untuk

menjadi juara.

Model LTAD memuat 7 tahapan yang meliputi partisipasi, latihan,

kompetisi, dan recovery. Ketujuh tahapan tersebut adalah:

Active Start.

Fundamental.

Learn to Train.

Train to Train.

Train to Compete.

Train to Win.

Active for Life.

Dari tiap tahapan tersebut yang perlu diperhatikan pada individu adalah

tentang kemampuan fisik, spesialisasi, usia, kemampuan untuk dilatih,

perkembangan moral, emosi, dan kognisi, kemampuan memanfaatkan

11
kesempatan, periodisasi, kompetisi, sistem yang mendukung dan terintegrasi, serta

pengembangan lebih lanjut.

Konsep LTAD menjadi penting dalam suatu organisasi keolahragaan

karena akan menentukan arah pembinaan prestasi dari awal mulai hingga prestasi

puncak bahkan sampai pada aktifitas lebih lanjut setelah tidak lagi berpestasi.

Pembinaan prestasi yang baik tentunya melibatkan tidak hanya pelatih dan atlet,

namun juga pada para pengemban kebijakan yang berarti adalah adanya support

system yang harus disusun dengan baik yang meliputi penguatan dari sisi

organisasi, keuangan, konsep pelatihan, rekrutmen, proses latihan, hingga pada

target prestasi yang ingin dicapai. Dengan model LTAD maka organisasi, pelatih,

atlet, dan orang tua atlet dapat mengembangkan literasi gerak pada anak,

pencapaian prestasi kelas dunia, kebiasaan hidup sehat dan bugar serta kehidupan

aktif setiap individu sepanjang hayat.

Evaluasi Program

Kata evaluasi dapat diartikan sebagai suatu proses untuk menentukan hasil

yang dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk tercapainya tujuan

(Arikunto dan Safrudin, 2010). Mengadakan evaluasi berarti mengukur dan

menilai. Hal ini senada dengan pendapat Nurhasan (2006) bahwa evaluasi

merupakan proses pemberian atau penghargaan terhadap data yang diperoleh dari

hasil pengukuran berdasarkan periodik. Dari kedua pendapat tersebut dapat

disimpulkan bahwa melakukan evaluasi berarti lebih luas daripada mengukur

ataupun menilai, dan proses ini dilakukan untuk menentukan hasil dari kegiatan

yang direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

12
Stufflebeam dan Shinkfield dalam Widoyoko (2014, p. 3) menyatakan :

Evaluation is the process of delineating, obtaining, and providing


descriptive and judgmental information about the worth and merit of some
object’s goal, design, impelementation, and impact in order to guide
decision making, serve needs for accountability, and promote
understanding of the involved phenomena.

Evaluasi merupakan suatu proses menyediakan informasi yang dapat

dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Hal

tersebut seperti dikatakan oleh Gay dalam Sukardi (2014) bahwa “evaluasi adalah

sebuah proses sistematis pengumpulan dan penganalisisan data untuk

pengambilan keputusan”

Pada evaluasi terdapat dua jenis evaluasi, yaitu evaluasi formatif dan

evaluasi sumatif yang dinyatakan oleh Sugiyono (2015) bahwa “evaluasi formatif

lebih menekankan dan untuk memperbaiki objek yang diteliti, dengan cara

menilai kualitas pelaksanaan program dan konteks organisasi, seperti personil,

prosedur kerja, input, dan sebagainya. Sedangkan evaluasi sumatif digunakan

untuk mengetahui hasil atau outcome dari suatu program” (p, 745).

Berbicara tentang evaluasi tidak bisa dilepaskan dengan pengukuran dan

penilaian karena ketiga hal tersebut merupakan suatu rangkaian dan memiliki

pengertian yang berbeda, namun dalam praktiknya ketiga konsep tersebut sering

digunakan dalam satu rangkaian kegiatan (Putra, 2013). Evaluasi diawali dengan

proses penilaian (assesment), sedangkan penilaian didahului dengan proses

pengukuran.

Model-model evaluasi program, dikatakan oleh Widoyoko (2014, p. 172)

adalah sebagai berikut :

13
Evaluasi Model Kirkpatrick.
Evaluasi Model CIPP
Evaluasi Model Wheel dari Beebe
Evaluasi Model Provus (Discrepancy Model)
Evaluasi Model Stake (Countenance Model)
Evaluasi Model Brinkerhoff

Dari beberapa model evaluasi tersebut dipilih model evaluasi CIPP karena

model ini dianggap tepat digunakan karena model evaluasi ini tidak hanya untuk

melakukan evaluasi dalam bidang pendidikan dan pembelajaran didalam kelas

namun juga program yang lebih luas karena karakteristik evaluasinya lebih

kompleks.

Dalam penelitian ini, hasil akhir penelitian adalah rekomendasi bahwa

hasil evaluasi yang telah dilakukan nantinya akan berupa konsep model program

pembinaan prestasi berupa skema yang dapat digunakan oleh pemegang kebijakan

untuk menyusun blueprint konsep pembinaan prestasi cabang olahraga hockey di

Jawa Timur.

Hakikat Cabang Olahraga Hockey

Hockey sebagai cabang olahraga dengan induk organisasi bernama

Federation Internationale de Hockey (FIH) yang beralamat di Lausanne,

Switzerland telah mengalami pertumbuhan dan kemajuan pesat dan masuk

sebagai salah satu cabang yang dipertandingkan di Olimpiade.

Saat ini induk organisasi cabang olahraga hockey di Indonesia berada

dibawah naungan organisasi yang bernama Pengurus Pusat Federasi Hockey

Indonesia (PP FHI) yang memiliki 13 pengurus provinsi (pengprov) yang tersebar

di seluruh wilayah di Indonesia yang meliputi Pengprov Sumatera Utara,

14
Sumatera Barat, Riau, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah

Istimewa (D. I) Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan,

Papua, dan Papua Barat (PP FHI, 2015). Di Kota Jakarta, Bandung, dan Surabaya

telah terdapat lapangan sintetis bertaraf internasional, sedangkan di daerah-daerah

lain, hockey masih dimainkan di lapangan rumput atau dengan menggunakan

konsep indoor hockey baik didalam maupun luar ruangan.

Teknik-teknik yang digunakan dalam hockey antara lain adalah :

Menggiring bola (dribbling)


Memukul bola (hit)
Mendorong bola (push)
Mengangkat bola (flick)
Menghentikan bola (stopping)
Melakukan umpan (passing)
Merebut (tackle)
Penjuru pendek (penalty corner)
(Haridas, Ten, dan Raj, 2014, p. 43)

Dari berbagai teknik dasar tersebut diatas yang paling sering digunakan

adalah push, dribbling, shooting accuracy (Keogh, Weber, dan Dalton, 2003).

Oleh karena itu dalam penelitian ini, untuk memperoleh data profil atlet hockey

dari sisi keterampilan teknik dasar bermain hockey adalah speed dribble, agility

dribble, dan shoot accuracy.

Selain keterampilan bermain hockey, yang harus dimiliki oleh seorang

pemain adalah kemampuan fisik yang prima mengingat permainan hockey

merupakan cabang olahraga intermittent yang memerlukan kinerja fisik saat

membawa bola maupun tidak (Lemos, Pazi, Maia, Silva, Lima, Castro, dan

Miranda, 2017).

15
Dengan durasi waktu permainan hockey sangat dibutuhkan kondisi fisik

yang prima mengingat hockey termasuk permainan invasif dimana kedua tim

bergantian menyerang untuk saling mengalahkan dengan cara mencetak gol

sebanyak-banyaknya. Lari cepat (sprint) secara berkesinambungan serta

kemampuan merubah arah dengan cepat sangat dominan dalam permainan hockey

(Bishop, Jon, Cree, dan Turner, 2015).

Adapun faktor kondisi fisik yang dibutuhkan dalam permainan hockey

antara lain adalah daya tahan, kecepatan, dan daya tahan kecepatan disamping

faktor lainnya. Hal ini selaras dengan hasil penelitian Stagno, Thatcher, dan

Someren (2005) mengenai profil fisiologi atlet hockey dan Anders and Myer

(2008) tentang permainan hockey dan kebutuhan fisik atletnya.

Untuk melihat profil atlet hockey dari sisi kemampuan fisik akan dilakukan

tes yang meliputi kapasitas vital paru (VO2Max) sebagaimana hasil penelitian

Stagno, Thacker, dan Someren (2005) dimana kapasitas vital paru yang optimal

sangat dibutuhkan mengingat seorang pemain dapat menempuh jarak kurang lebih

sekitar 10.000 meter dalam satu pertandingan (Konarski, Matuszynski, Strzelczyk,

2006) sehingga sangat wajar apabila dalam permainan hockey membutuhkan

kinerja fisik yang mumpuni baik sistem energi aerobik dan anaerobik (Anders and

Myer, 2008, p. 209). Sedangkan aspek kondisi fisik yang lain adalah speed

(Neuwenhuis, Spamer, dan Rossum, 2002) dan speed endurance (Strzelczyk,

Konarsky, Karpowitcz, Janowski, 2001). Kebutuhan akan kondisi fisik yang

prima ini tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara indoor hockey

dengan outdoor hockey (Konarsky dan Strzelczyk, 2009) sehingga pada aspek

16
tingkat kondisi fisik dalam penelitian ini dapat pula diberlakukan pada subjek

penelitian yang lebih menitikberatkan pada pembinaan cabang olahraga hockey

nomor indoor hockey.

Di provinsi Jawa Timur cabang olahraga hockey sebagai anggota KONI

Provinsi menggunakan nama Federasi Hockey Indonesia (FHI) Provinsi Jawa

Timur yang memiliki 11 pengurus cabang (pengcab) di kota dan kabupaten yang

terdiri atas Pengcab Kota Surabaya, Kota Malang, Kota Pasuruan, Kabupaten

Gresik, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Malang,

Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Tulungagung, dan

Kabupaten Banyuwangi. Pembinaan cabang olahraga hockey di daerah-daerah

utamanya masih bertumpu pada keberadaan sekolah dimana para pelatih maupun

pembinanya rata-rata adalah guru di sekolah tersebut.

Titik puncak pembinaan prestasi bagi daerah-daerah anggota FHI Jawa

timur adalah Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) yang juga sebagai muara

pembinaan tertinggi. Porprov yang diawali tahun 2007 di Surabaya telah menjadi

ajang pembuktian daerah-daerah dalam melakukan pembinaan prestasi dalam

bidang olahraga.

Cabang olahraga hockey dipertandingkan secara resmi dengan 4 nomor

pertandingan, yaitu nomor putera dan puteri untuk kategori indoor hockey dan

nomor putera dan puteri outdoor hockey dengan memperebutkan total 4 medali

emas. Menjadi juara porprov adalah salah satu indikator keberhasilan program

pembinaan prestasi yang dilakukan oleh suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.

17
Dalam penelitian ini indikator program pembinaan prestasi suatu daerah

dilihat dari profil atlet yang meliputi kondisi fisik dan keterampilan dasar bermain

hockey serta hasil kejuaraan yang diikuti dari tahun 2015 (selepas porprov)

sampai tahun 2017 pada saat penelitian ini dilakukan.

18
METODE PENELITIAN

Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan model evaluasi untuk

menganalisis program pembinaan prestasi cabang olahraga hockey di Jawa

Timur. Titik fokus penelitian adalah program yang telah direncanakan dan

dijalankan oleh subjek penelitian. Sebagaimana dinyatakan oleh Sugiyono

(2015) bahwa evaluasi program adalah merupakan metode yang sistematis

untuk mengumpulkan data, menganalisis data, dan menggunakan informasi

untuk menjawab pertanyaan tentang proyek, kebijakan, dan program,

khususnya yang terkait dengan efektivitas dan efisiensi. Penelitian evaluasi

pada dasarnya adalah menguji efektifitas suatu program.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode

deskriptif. Sedangkan untuk melakukan evaluasi pembinaan prestasi secara

keseluruhan digunakan model evaluasi Contextual, Input, Process, dan

Product (CIPP) yang dikembangkan oleh Stuffelbeam dan Coryn (2014).

Tahapan penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada tabel 3.1 sebagai

berikut.

Tabel. 3.1
Tahapan Penelitian.
No Tahap Kegiatan
1. Kajian Context Mengumpulkan data dan menganalisis kondisi
pembinaan prestasi cabang olahraga hockey di Jawa
Timur terkait kebijakan dan dukungan lembaga.
2. Kajian Input Mengumpulkan dan menganalisis data terkait pengurus
dan pelatih.
3. Kajian Process Mengumpulkan dan menganalisis keterlaksanaan
program pembinaan prestasi cabang olahraga hockey di
Jawa Timur.
4. Kajian Product Mengumpulkan data dan menganalisis hasil kejuaraan
yang diikuti pengcab dan profiling kondisi fisik dan
keterampilan dasar atlet.

19
Penelitian tentang evaluasi program pembinaan prestasi cabang

olahraga hockey di Jawa Timur ini diawali dengan membuat kajian teoritis

yang berupa telaah buku, jurnal penelitian, dan studi awal di lapangan untuk

mengetahui secara riil kancah penelitian yang diterjuni oleh peneliti. Dari

kegiatan tersebut peneliti menetapkan bahwa instrumen penelitian yang

dikembangkan oleh Wiriawan (2008) tentang evaluasi kinerja pelatih dan

pelatihan atlet pada Pusdiklat bulutangkis dapat digunakan dalam penelitian

ini dengan penyesuaian tata tulis dan kalimat sehingga sesuai untuk

digunakan dalam penelitian dalam cabang olahraga hockey.

Hasil penyusunan instrumen penelitian digunakan untuk

mengumpulkan data dengan menggunakan angket dan lembar wawancara.

Sesuai dengan pendekatan penelitian, maka data yang dikumpulkan meliputi

aspek context, input, process, dan product. Analisis data selama di lapangan

dilakukan dengan teknik flow yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman

yang terdiri atas aktivitas pengumpulan data (data collection), reduksi data

(data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan

(conclusion drawing/verification) sampai data tersebut jenuh. Dalam

penelitian ini data yang terkumpul langsung dianalisis di lapangan dengan

mengikuti tahapan tersebut.

Dalam hal keabsahan data, peneliti melakukan uji kredibilitas data

yang terdiri atas perpanjangan pengamatan, trianggulasi, dan pengecekan

informan yang digunakan untuk menguji kredibilitas data. Sedangkan

20
pengujian dependability dan confirmability dilakukan oleh kedua orang dosen

pembimbing karena peneliti tidak melibatkan audit eksternal.

Data yang telah terkumpul dan dianalisis kemudian digunakan peneliti

untuk menarik kesimpulan hasil penelitian yang digunakan oleh peneliti

untuk menyusun rekomendasi pada pihak-pihak terkait sehubungan dengan

pembinaan prestasi cabang olahraga hockey di daerah-daerah selaku subjek

penelitian.

Subjek Penelitian

Penelitian evaluasi yang dilakukan ini tidak bertujuan untuk

menggeneralisasikan hasil penelitian pada populasi namun hasil penelitian

untuk ditransfer pada situasi sosial yang menjadi objek penelitian (Djamal,

2015). Dari keseluruhan subyek dalam penelitian ini diambil secara purposif

berdasarkan hasil 3 besar Pekan Olahraga Provinsi Jawa Timur V tahun 2015

yaitu Kota Surabaya, Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten

Banyuwangi, dan Kabupaten Tulungagung. Cara purposif ini digunakan

dengan pertimbangan dapat memberikan data secara maksimal (Arikunto,

2006). Bungin (2015) menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif yang

terpenting adalah bagaimana menentukan informan kunci (key informan) atau

situasi sosial tertentu yang sarat informasi sesuai dengan fokus penelitian.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 hingga Oktober

tahun 2017. Tempat penelitian adalah di kota maupun kabupaten yang telah

terpilih sebagai subjek penelitian yaitu 5 daerah anggota FHI Jawa Timur.

21
Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini akan dikumpulkan dengan cara

melakukan tes, memberikan angket dan wawancara.

Instrumen Penelitian

Instrumen angket CIPP dikembangkan melalui adopsi dari

penelitian yang dilakukan oleh Wiriawan (2008) dengan judul Evaluasi

Kinerja Pelatih Dan Pelatihan Atlet Di Pusat Pendidikan Dan Pelatihan

Bulutangkis Di Jawa Timur dengan terlebih dahulu dilakukan validasi

ulang.

Untuk menggali lebih dalam terhadap data yang terkumpul melalui

angket, maka peneliti juga membuat daftar pertanyaan (wawancara)

penunjang yang diberikan kepada subjek penelitian. Butir-butir pertanyaan

dalam wawancara tersebut dihasilkan dari kegiatan Focus Group

Discussion (FGD) yang melibatkan tiga orang rekan sejawat untuk

melengkapi daftar pertanyaan wawancara merujuk dari instrumen

penelitian yang digunakan oleh peneliti.

Pada penelitian ini, data profil kondisi fisik dan keterampilan

bermain hockey diambil menggunakan instrumen tes yang telah baku. Data

profil fisik yang diambil adalah kapasitas vital paru (Stagno, Thacker, dan

Someren, 2005) menggunakan instrumen Multistage Fitness Test (MFT),

data speed menggunakan tes 40 meter sprint (Neuwenhuis, Spamer, dan

22
Rossum, 2002) dan untuk data speed endurance menggunakan instumen

tes 6 x 30m repeated sprint (Tanner and Gore, 2012).

Sedangkan data keterampilan bermain hockey yang diambil adalah

dribbling agility, speed dribbling (Kumar, 2010) dan shooting accuracy

(Keogh, Weber, dan Dalton, 2003).

Teknik Analisis Data

Berdasarkan jenis pendekatan dalam penelitian ini yang

menggunakan CIPP, maka digunakan teknik analisis data Model Miles

dan Hubberman. Dalam teknik analisis data ini aktifitasnya meliputi

pengumpulan data, reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan

(verifikasi).

23
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Hasil Penelitian

Dari proses pengumpulan data dan analisis data yang telah dilakukan,

maka pada bab IV ini disajikan hasil penelitian dan pembahasan tentang evaluasi

program pembinaan prestasi cabang olahraga hockey di Jawa Timur.

Secara kronologis perjalanan prestasi cabang olahraga hockey Jawa Timur

periode tahun 1996 hingga tahun 2016 selama dua dasawarsa dideskripsikan

dalam tabel 4.1 sebagai berikut.

Tabel 4.1
Prestasi Tim Hockey Jawa Timur pada PON Tahun 1996-2016

Prestasi
No Tahun Keterangan
Putera Puteri
1. 1996 Juara II Juara II Mendapat medali perak bersama
2. 2000 - - Hockey tidak dipertandingkan
3. 2004 - - Tidak mendapatkan medali
4. 2008 - - Tidak berpartisipasi karena tidak memenuhi target
KONI Jawa Timur
5. 2012 - - Hockey tidak dipertandingkan
6. 2016 - - Tidak berpartisipasi karena tidak memenuhi target
KONI Jawa Timur
(diolah dari berbagai sumber)

Hasil pembinaan prestasi pada PON yang ditunjukkan dalam Tabel 4.1

tersebut menggambarkan bahwa setelah sempat mencapai prestasi dua besar

mendapatkan medali perak bersama antara tim putera dan tim puteri pada PON

XIV tahun 1996, maka setelah itu prestasi hockey di Jawa Timur terus mengalami

penurunan hingga pada periode PON XIX tahun 2016 dan berlanjut pada hasil

kejurnas tahun 2017 dimana pada event tersebut tim putera dan tim puteri bahkan

tidak mampu lolos dari babak penyisihan grup. Pada kejurnas tersebut tiap

24
kategori dibagi menjadi 2 grup yang masing-masing grupnya terdiri atas 4 dan 5

daerah.

Pada PON tahun 2000 di Jawa Timur cabang olahraga hockey tidak

dipertandingkan sehingga tidak ada catatan prestasi pada event ini.

Pada PON XVI tahun 2004 di Palembang tim hockey putera dan puteri

berpartisipasi dan tim putera masih mampu meraih peringkat 4 dari 8 daerah hasil

pra kualifikasi PON pada awal tahun 2004 di Medan sebelumnya. Sedangkan tim

puteri tidak lolos pada babak penyisihan pool.

Pada PON XVII di Kalimantan Timur pada tahun 2008 tim hockey Jawa

Timur tidak berpartisipasi karena meskipun lolos pra kualifikasi PON namun oleh

pemegang kebijakan (KONI Jawa Timur) tidak diberangkatkan karena tidak

memenuhi target KONI yaitu harus memiliki peringkat 3 besar pada babak pra

kualifikasi PON.

Demikian pula pada PON XIX pada tahun 2016 di Jawa Barat. Sekali lagi

tim hockey Jawa Timur tidak berpartisipasi akibat pada babak pra kualifikasi PON

dianggap gagal karena tidak memenuhi target peringkat 3 besar dari KONI

Provinsi Jawa Timur.

Terlepas dari PON tahun 2000 dan PON tahun 2012 cabang olahraga

hockey tidak dipertandingkan namun hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat

permasalahan dalam proses pembinaan prestasi sehingga prestasi hockey Jawa

Timur dari tahun ke tahun selama lebih dari dua puluh tahun tidak pernah mampu

meraih podium juara yang membutuhkan solusi agar prestasi cabang olahraga

hockey di Jawa Timur dapat meningkat kembali. Dari fakta tersebut analisis

25
mendalam terhadap pembinaan prestasi cabang olahraga hockey di Jawa Timur

melalui pengcab anggotanya sangat mendesak untuk dilakukan. Hal ini karena

sumber daya bagi pengprov berasal seluruhnya dari pengcab baik kualitas anggota

pengurus, pelatih, dan atlet. Pengcab sebagai pemilik sumber daya memiliki

perkumpulan (club) sebagai dasar tempat pembinaan atlet dan pelatih yang pada

akhirnya menjadi pemasok pada tim tingkat provinsi.

26
B. Deskripsi Data Hasil Penelitian

1. Deskripsi data FHI Kota Surabaya

Deskripsi data program pembinaan prestasi hockey yang dihimpun

melalui angket ke ketua dan pelatih ditinjau dari beberapa aspek yang

meliputi (1) Context, (2) Input, (3) Process, dan (4) Product.

a. Context Ketua

Ditinjau dari aspek context data kinerja ketua FHI di Jawa Timur

disajikan dalam gambar berikut.

Context Ketua Tentang Dukungan Kebijakan Terkait Pembinaan Cabang Olahraga Hockey

90%
80%
80%
70%
60% 60%
60%
Persentase

50%
40% 40%
40%
30%
20%
20%
10%
0%
Ada Tidak ada

Gambar 1
Context ketua tentang dukungan kebijakan terkait pembinaan
cabang olahraga hockey

27
b. Context Pelatih

Ditinjau dari aspek context data kinerja pelatih terkait dengan

pembinaan prestasi cabang olahraga hockey di Jawa Timur disajikan dalam

gambar berikut.

Context Pelatih Tentang Dukungan Kebijakan Terkait Pembinaan Cabang


Olahraga Hockey Di Jawa Timur
120%100% 100%
100% 80% 80%
80% 60% 60% 60%66%
60% 40% 40% 40% 34%
40% 20% 20%
20%
0%
Persentase

Gambar 2
Context pelatih tentang dukungan kebijakan terkait pembinaan
cabang olahraga hockey di Jawa Timur

28
c. Input Ketua

Dari aspek Input untuk Ketua pengurus cabang disajikan dalam gambar

berikut.

Input Ketua Tentang Visi, Misi Dan Tujuan Organisasi Dalam Pembinaan
Cabang Olahraga Hockey Di Jawa Timur
120% 100% 100% 100% 100% 100%
100% 80% 80% 80% 86%
80% 60% 60%
60% 40% 40%
40% 20% 20% 20%
20% 14%
0%
Persentase

Gambar 3
Input ketua tentang visi, misi dan tujuan organisasi dalam
pembinaan cabang olahraga hockey di jawa timur

29
Input Ketua Tentang Kerjasama Terkait Lembaga/Instansi Terhadap
Pembinaan Cabang Olahraga Hockey Di Jawa Timur
120%
100% 100%
100%
80% 80% 80%
80% 66%
60%
60%
40% 34%
40%
20% 20% 20%
20%
0%
Persentase

Gambar 4
Input ketua tentang kerjasama terkait lembaga/instansi terhadap
pembinaan cabang olahraga hockey di Jawa Timur
Input Ketua Tentang Sarana Prasarana Penujang Dalam Pembinaan Cabang
Olahraga Hockey Di Jawa Timur
120%

100%
100%

80% 80% 80%


80% 76%

60%
60%
Persentase

40%
40%
24%
20% 20% 20%
20%

0%
Fasilitas Perpustakaan Perpustakaan Laboratorium Fasilitas Rerata
Lapangan buku hockey elektronik kebugaran akomodasi
hockey (asrama)

Gambar 5
Input ketua tentang sarana prasarana penujang dalam pembinaan
cabang olahraga hockey di Jawa Timur

d. Input Pelatih

Ditinjau dari aspek input data pelatih yang meliputi kecukupan

sumber daya manusia (SDM) dalam bidang pelatih dan lisensi kepelatihan

30
khusus cabang olahraga hockey di Jawa Timur disajikan dalam gambar

berikut.

Input Pelatih Tentang SDM Pelatih Dalam Pembinaan Prestasi Cabang Olahraga
Hockey Di Jawa Timur
120%

100%
100%

80%
80%
Persentase

60%
60%

40%
40%

20%
20%

0%
SDM Pelatih Lisensi Kepelatihan Rerata

Gambar 6
Input pelatih tentang SDM pelatih dalam pembinaan prestasi cabang
olahraga hockey di Jawa Timur

Input Pelatih Tentang Kualifikasi Dan Pemahaman Pelatih Dalam Melakukan


Pembinaan Prestasi Cabang Olahraga Hockey Di Jawa Timur
120%
100%
100%
80% 80% 80%
80%
60%
60%
Persentase

40%
40%
20% 20% 20%
20%

0%
Kualifikasi latar Pemahaman Pemahaman Pemahaman Rerata
belakang keahlian pelatih terhadap pelatih terhadap pelatih terhadap
pelatih visi puslatcab misi puslatcab tujuan puslatcab

Gambar 7
Input pelatih tentang kualifikasi dan pemahaman pelatih dalam
melakukan pembinaan prestasi cabang olahraga hockey di Jawa
Timur

31
Input Pelatih Tentang Program Latihan Dalam Pembinaan Prestasi Cabang
Olahraga Hockey Di Jawa Timur
120% 100% 100%
100% 80% 80% 80% 80% 80% 80%
80% 60%
60% 40%
40% 20% 20% 20% 20% 20% 20%
20%
0%
Persentase

Gambar 8
Input pelatih tentang program latihan dalam pembinaan prestasi
cabang olahraga hockey di Jawa Timur

32
Input Pelatih Tentang Seleksi Atlet Dalam Pembinaan Prestasi Cabang Olahraga
Hockey Di Jawa Timur
120%

100%
100%
90%
80%
80%

60%
Persentase

40%

20%
20%
10%

0%
Program seleksi calon atlet Seleksi atlet dilakukan oleh Rerata
pelatih beserta tim ahli

Gambar 9
Input pelatih tentang seleksi atlet dalam pembinaan prestasi cabang
olahraga hockey di Jawa Timur

33
e. Process untuk Ketua Pengcab

Ditinjau dari data proses untuk ketua Pengurus kota/kabupaten FHI

di Jawa Timur disajikan pada gambar berikut.

Proses Untuk Ketua Dalam Penyusunan Program Pembinaan Prestasi Cabang


Olahraga Hockey Di Jawa Timur
120% 100% 100%
100% 80% 80%
80% 60%
60% 40%
40% 20% 20%
20%
0%
Persentase

Gambar 10
Proses untuk ketua dalam penyusunan program pembinaan prestasi
cabang olahraga hockey di Jawa Timur

34
Proses Untuk Ketua Dalam Hal Sarana-Prasarana Penunjang Pelaksanaan
Pembinaan Prestasi Cabang Olahraga Hockey Di Jawa Timur
90%
80%
80%

70%

60%
Persentase

50% Ya
Tidak ada
40%

30%
20%
20%

10%

0%
Sarana/fasilitas indoor dan out door yang mendukung pelaksanaan program pembinaan prestasi
Sarana-prasarana

Gambar 11

Proses untuk ketua dalam hal sarana-prasarana penunjang


pelaksanaan pembinaan prestasi cabang olahraga hockey di Jawa
Timur
Tolak ukur kerberhasilan program disampaikan pada gambar

sebagai berikut.

Proses Untuk Ketua Tentang Tolok Ukur Keberhasilan Program


70%

60%
60%

50%

40%
40% Ditetapkan
Persentase

Tidak

30%

20%

10%

0%
Tolok Ukur keberhasilan program

Gambar 12
Proses untuk ketua tentang tolok ukur keberhasilan program

35
Sustainabilitas program pembinaan prestasi dijabarkan pada

gambar sebagai berikut.

Proses Untuk Ketua Tentang Sustainabilitas Program Pembinaan Prestasi


Cabang Olahraga Hockey Di Jawa Timur
90%
80% 80% 80%
80%

70%

60%

50%
Persentase

40%

30%
20% 20% 20%
20%

10%

0%
Sustainabilitas program Sustainabilitas program Rerata
pembinaan prestasi berjenjang

Gambar 13
Proses untuk ketua tentang sustainabilitas program pembinaan
prestasi cabang olahraga hockey di Jawa Timur

36
Ditinjau dari aspek ketua dalam melakukan seleksi pemilihan

pelatih dan atlet dalam pembinaan prestasi cabang olahraga hockey

disajikan pada gambar 15 seperti berikut.

Proses Untuk Ketua Tentang Seleksi Pelatih Dan Atlet Hockey Di Jawa Timur
90%
80% 80%
80%
70% 65%
60% 60%
60%
50%
40% 40%
40% 35%
30%
20% 20%
20%
Persentase

10%
0%

Gambar 14
Proses untuk ketua tentang seleksi pelatih dan atlet hockey di Jawa
Timur

37
f. Process untuk Pelatih

Ditinjau dari komponen proses untuk pelatih dalam pembinaan

prestasi cabang olahraga hockey di Jawa Timur. Gambar 16 tentang proses

pelatih dalam aspek program latihan disajikan sebagai berikut.

Proses Pelatih Dalam Aspek Program Latihan


120%
100% 100%100%
100%
80% 80% 78%
80%
60% 60% 60% 60%
60%
40% 40% 40% 40%
40%
20% 20% 22%
20%
0%
Persentase

Gambar 15
Proses pelatih dalam aspek program latihan

38
g. Product untuk Ketua Pengcab

Ditinjau berdasarkan produk untuk ketua dalam pembinaan prestasi

cabang olahraga hockey di Jawa Timur disajikan dalam gambar sebagai

berikut.

Produk Untuk Ketua Tentang Program Dan Hasil Pembinaan Prestasi Cabang
Olahraga Hockey Di Jawa Timur
120%

100% 100% 100%


100%

80%
Persentase

60%

40%

20%

0%
Program pembinaan prestasi Hasil pembinaan prestasi Rerata

Gambar 16
Produk untuk ketua tentang program dan hasil pembinaan prestasi
cabang olahraga hockey di Jawa Timur

39
Sedangkan untuk produk pelatih disajikan dalam gambar berikut.

Produk Untuk Pelatih Tentang Tindak Lanjut Dari Program Latihan Dalam
Pembinaan Prestasi Cabang Olahraga Hockey Di Jawa Timur
120%

100%
100%

80%
Ada
PerSENTASE

Tidak ada
60%

40%

20%

0%
Tindak lanjut dari program latihan

Gambar 17
Produk untuk pelatih tentang tindak lanjut dari program latihan
dalam pembinaan prestasi cabang olahraga hockey di Jawa Timur

Tolok ukur keberhasilan dari program latihan dijabarkan dalam

gambar sebagai berikut.

Produk pelatih tentang tolok ukur keberhasilan dari program latihan dalam
pembinaan cabang olahraga hockey di Jawa Timur
120%

100% 100%
100%

80%
80% 73%
Persentase

60%

40%
27%
20%
20%

0%
PORPROV Kejurda/Kejurprov Lainnya Rerata

Gambar 18
Produk pelatih tentang tolok ukur keberhasilan dari program
latihan dalam pembinaan cabang olahraga hockey di Jawa Timur

40
Data produk atau hasil pembinaan prestasi untuk tiap-tiap pengcab

dalam kurun waktu tahun 2015 sampai 2017 disajikan pada tabel berikut.

Tabel 4.2
Hasil Pembinaan Prestasi FHI Kabupaten Tulungagung

NO KEJUARAAN KATEGORI PA/PI PERINGKAT


1. POPROV V Banyuwangi Outdoor Pi I
2015
2. Piala Walikota IV Malang Indoor Pi III
2016
3. Dhamisyoga Cup Malang Indoor Pi I
2016
4. PIALA KONI GRESIK Indoor Pa III
2016
5. PIALA KONI GRESIK Indoor Pi II
2016
6. SMANIM Cup Gresik 2016 Indoor Pa II
7. SMANIM Cup Gresik 2016 Indoor Pi II
Tabel 4.3

Hasil Pembinaan Prestasi FHI Kabupaten Gresik

NO KEJUARAAN KATEGORI PA/PI PERINGKAT


1. PORPROV V Banyuwangi Indoor Pa I
2015
2. PORPROV V Banyuwangi Indoor Pi II
2015
3. PORPROV V Banyuwangi Outdoor Pa I
2015
4. PORPROV V Banyuwangi Outdoor Pi II
2015
5. IHPR ISTN Jakarta 2015 Indoor Pa I
6. Piala Walikota Malang Indoor Pa I
2016
7. Piala Walikota Malang Indoor Pi II
2016
8. Dhamysoga Cup II Malang Indoor Pa I
2016
9. Piala KONI Gresik 2016 Indoor Pa I
10. Piala KONI Gresik 2016 Indoor Pi III
11. SMANIM Cup Gresik 2016 Indoor Pa I
12. KHPR UPI Bandung 2017 Indoor Pa I
13. Piala Walikota Surabaya Outdoor Pa III
2017
14. Piala Walikota Surabaya Outdoor Pi III
2017
15. Piala Walikota Malang Indoor Pi II
2017
16. KEJURDA 2017 Outdoor Pi III

41
Tabel 4.4
Hasil Pembinaan Prestasi FHI Kota Surabaya

NO KEJUARAAN KATEGORI PA/PI PERINGKAT


1. POPROV V Banyuwangi Indoor Pi I
2015
2. POPROV V Banyuwangi Indor Pa III
2015
3. ISCI CUP Jakarta 2016 Outdoor Pi III
4. ISCI CUP Jakarta 2016 Outdoor Pa II
5. Piala Walikota Surabaya Outdoor Pa I
2017
6. Piala Walikota Surabaya Outdoor Pi I
2017
7. KEJURDA 2017 Outdoor Pa I
8. KEJURDA 2017 Outdoor Pi I

Tabel 4.5
Hasil Pembinaan Prestasi FHI Kabupaten Banyuwangi

NO KEJUARAAN KATEGORI PA/PI PERINGKAT


1. POPROV V Banyuwangi Outdoor Pa I
2015
2. Piala Walikota Malang Indoor Pi II
2017
3. KEJURDA 2017 Outdoor Pa III

Tabel 4.6
Hasil Pembinaan Prestasi FHI Kabupaten Sidoarjo

NO KEJUARAAN KATEGORI PA/PI PERINGKAT


1. POPROV V Banyuwangi Indoor Pa II
2015
2. POPROV V Banyuwangi Indor Pi III
2015
3. POPROV V Banyuwangi Outdoor Pa III
2015
4. POPROV V Banyuwangi Outdoor Pi III
2015
5. Piala Walikota Surabaya Outdoor Pa II
2016
6. Piala Walikota Surabaya Outdoor Pi II
2017
7. UNUSA Cup 2017 Indoor Pi II
8. KEJURDA 2017 Outdoor Pa II

42
Hasil tes kapasitas vital paru atlet putera dan puteri ditunjukkan

dalam diagram berikut.

Hasil tes kapasitas vital paru (VO2max) atlet putera

Baik
Kurang

100%

Gambar 19

Hasil tes kapasitas vital paru (VO2max) atlet putera

Hasil tes kapasitas paru (VO2max) atlet puteri

Baik
Kurang

100%

Gambar 20

Hasil tes kapasitas paru (VO2max) atlet puteri

43
Komponen kondisi fisik berikutnya adalah kecepatan (speed) yang

disajikan pada gambar berikut.

Hasil tes kecepatan (speed) atlet putera


10%

Baik
Kurang

90%

Gambar 21

Hasil tes kecepatan (speed) atlet putera

Hasil tes kecepatan (speed) atlet puteri

Baik
Kurang

100%

Gambar 22

Hasil tes kecepatan (speed) atlet puteri

44
Komponen daya tahan kecepatan (speed endurance) atlet

disajikan pada gambar berikut.

Hasil tes daya tahan kecepatan (speed endurance) putera

41%

Baik
Kurang

59%

Gambar 23

Hasil tes daya tahan kecepatan (speed endurance) putera

Hasil tes daya tahan kecepatan (speed endurance) puteri

Baik
Kurang

100%

Gambar 24

Hasil tes daya tahan kecepatan (speed endurance) puteri

45
Komponen keterampilan dasar kecepatan menggiring bola (speed

dribble) disajikan dalam gambar berikut.

Hasil tes kecepatan menggiring bola pada atlet putera


17%
31%

Baik
Cukup
Kurang

52%

Gambar 25

Hasil tes kecepatan menggiring bola pada atlet putera

Hasil tes kecepatan menggiring bola (speed dribble) pada atlet puteri
31%

Baik
Cukup
55% Kurang

14%

Gambar 26

Hasil tes kecepatan menggiring bola (speed dribble) pada atlet puteri

46
Hasil untuk komponen kelincahan menggiring bola dtunjukkan

pada diagram berikut.

Hasil tes kelincahan menggiring bola (Dribble Agility) putera


24% 17%

Baik
Cukup
Kurang

59%

Gambar 27

Hasil tes kelincahan menggiring bola (Dribble Agility) putera

Hasil tes kelincahan menggiring bola (Dribble Agility) puteri

33%

Baik
Cukup
Kurang
57%

10%

Gambar 28

Hasil tes kelincahan menggiring bola (Dribble Agility) puteri

47
Pada komponen ketepatan sasaran (shoot accuracy) disajikan

dalam gambar berikut.

Hasil tes ketepatan sasaran pukulan bola (shoot accuracy) putera


8%

Baik
Cukup
Kurang

92%

Gambar 29

Hasil tes ketepatan sasaran pukulan bola (shoot accuracy) putera

Hasil tes ketepatan sasaran pukulan bola (shoot accuracy) puteri


4%

Baik
Cukup
Kurang

96%

Gambar 30

Hasil tes ketepatan sasaran pukulan bola (shoot accuracy) puteri

48
DISKUSI HASIL PENELITIAN

A. Context

Pada aspek context, hasil penelitian menunjukkan bahwa lembaga

pemberi dukungan utama adalah KONI, Dispora, dan federasi cabang

olahraga itu sendiri. Dukungan yang diberikan berupa dukungan kebijakan

dan finansial. Peranan lembaga pada aspek context ini sesuai dengan pendapat

Badau, Camarda, Serbaniou, Virgil, Ionescu, & Badau (2010) bahwa pada

aspek manajemen olahraga dibutuhkan sumber daya finansial, sumber daya

materi, sumber daya manusia, dan sikap serta mentalitas pelaku. Tanpa

adanya faktor dukungan baik kebijakan maupun pendanaan serta material dan

sumber daya manusia sesuai yang diinginkan, maka suatu organisasi olahraga

tidak akan dapat berjalan dengan baik, khususnya dalam pencapaian program

pembinaan prestasi.

Hal ini sejalan dengan program pembinaan prestasi yang telah

dilaksanakan di Irlandia, bahwa dalam visi yang mereka kembangkan tertulis

“mengembangkan lembaga yang baik” yang didalamnya terdapat poin

melakukan review dan update terhadap kebijakan tentang sumber daya

manusia (pelatih) dan sistem manajemen prestasi, serta memastikan bahwa

hockey di Irlandia memiiki kontrol pendanaan yang sehat untuk

melaksanakan hasil perencanaan yang efektif (Irish hockey, n.d). Dapat

dikatakan bahwa program pembinaan prestasi yang bagus membutuhkan

49
aspek dukungan yang memadai utamanya dari dukungan kebijakan maupun

keuangan.

Pada aspek context dukungan Pengprov FHI Jawa sangat dibutuhkan

mengingat pengprov selaku lembaga yang menaungi pengcab. Dukungan

yang dibutuhkan dari pengprov bisa berupa kebijakan seperti acuan tata

kelola organisasi, narasumber sebagai tenaga ahli dalam memberikan

pelatihan, dukungan peralatan, dan bahkan tidak menutup kemungkinan

bantuan pendanaan. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Fletcher & Rachel

(2011) bahwa terdapat 4 dimensi kepemimpinan dan manajemen prestasi di

olahraga, yaitu visi, operasional, personel, dan budaya.

Pada dimensi visi, pengprov bisa memberikan dukungan pada

pengcab anggota berupa pengembangan visi pengcab yang disesuaikan

dengan visi pengprov atau berbagi visi mengingat pengcab adalah pemasok

pelatih dan atlet bagi pengprov yang disiapkan untuk menghadapi kejuaraan

pada level yang lebih tinggi (nasional).

Pada dimensi operasional pengprov bisa memberikan dukungan

berupa manajemen finansial baik bantuan pendanaan maupun pengadaan

perlengkapan, struktur kepelatihan, dan menyelenggarakan kejuaraan secara

rutin karena agenda kejuaraan pada tingkat provinsi merupakan muara

pembinaan tertinggi dari pembinaan prestasi ditingkat pengcab anggota

pengprov. Termasuk juga mengadakan seleksi pada saat akan mengikuti

kejuaraan tingkat nasional, dan dukungan tentang penegakan regulasi karena

ke depan akan banyak masalah terkait perpindahan atlet (mutasi) antar daerah

50
dan kontrak kerja baik pelatih maupun atlet. Pada dimensi budaya, pengprov

dapat memberikan dukungan pada pengcab berupa manajemen peningkatan

sumber daya manusia, membuat garis kerja organisasi yang berupa

bimbingan untuk membuat prosedur operasional standar (SOP), dan

mekanisme umpan balik atau evaluasi. Dalam arti, peranan pengprov selaku

induk organisasi di daerah diharapkan lebih optimal dalam mendukung

jalannya organisasi pengcab anggota.

B. Input

Pasa aspek input terlihat bahwa menurut ketua pengcab belum semua

anggota pengurus memahami visi dan misi organisasinya. Hal ini perlu untuk

diperbaiki mengingat pemahaman akan visi dan misi organisasi akan

mengarahkan pengurus untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Fletcher &

Rachel (2011) menyatakan bahwa:

The basic aims of performance management are to share understanding


about what is to be achieved, to develop the capacity of people and the
organization to achieve it, and to provide the suppport and guidance
individuals and teams need to improve their performance (p. 224).

Jelas bahwa pemahaman akan tujuan organisasi yang disebut juga

dengan visi dan misi akan memberikan kontribusi terhadap pencapaian

prestasi karena dengan memahami dan menjalankan visi dan misi organisasi,

maka seluruh pengurus akan memiliki fokus pada pencapaian tujuan

organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya sesuai dengan bidang kerja

masing-masing.

Bagaimanapun juga, peranan ketua pengcab sangat besar untuk

membawa organisasi menjadi lebih baik dan memfasilitasi adanya

51
komunikasi diantara pengurus sebagaimana yang dikatakan oleh Javier,

Alfonso, & Luis (2015) bahwa pimpinan dari suatu institusi olahraga

hendaknya mengetahui bagaimana menggunakan seluruh sumber daya

organisasi yang dimiliki, tidak hanya untuk menjalankan atau mengendalikan,

tapi juga untuk mengembangkan organisasi dan menciptakan inovasi.

Beberapa kekurangan terdapat pada sisi sarana dan prasarana, namun

hal ini dapat dimaklumi mengingat cabang olahraga hockey di daerah-daerah

belum menjadi cabang olahraga prioritas sehingga kelengkapan sarana dan

prasarana yang disediakan oleh KONI maupun Dispora masih belum

memadai. Adanya lapangan untuk dapat digunakan berlatih sehari-hari saja

dirasa sudah mencukupi. Belum semua daerah memiliki fasilitas seperti

perpustakaan khusus untuk hockey, laboratorium kebugaran, asrama, dan lain

sebagainya. Pemenuhan sarana dan prasarana ini tentunya tidak hanya

dibebankan pada KONI atau Dispora melainkan pengcab dapat membuat

terobosan lain seperti menawarkan program bapak asuh, mencari bantuan

sponsor, aktif dalam kewirausahaan, dan lain sebagainya yang bertujuan

untuk membantu melengkapi sarana dan prasarana yang dibutuhkan.

Dari aspek kerjasama nampak bahwa KONI kota dan KONI

kabupaten telah memperhatikan pembinaan cabang olahraga hockey dengan

cara melibatkan FHI kota dan kabupaten dalam kegiatan-kegiatan yang

dilakukan oleh KONI dan Dispora setempat. KONI di beberapa daerah juga

telah memiliki program jalur prestasi dimana pada program ini siswa yang

memiliki prestasi dengan kualifikasi tertentu dalam bidang olahraga

52
mendapatkan rekomendasi berupa kemudahan untuk dapat diterima di

sekolah negeri sesuai dengan jenjang pendidikan yang dimiliki.

Apabila dalam tataran manajerial pengcab terdapat kerjasama yang

bersifat saling menguntungkan dengan banyak pihak, maka baik secara

langsung maupun tidak akan berpengaruh terhadap jalannya organisasi.

Selain kerjasama dengan KONI dan Dispora, nampaknya pengcab tidak

memiliki kerjasama dengan pihak lain seperti penyedia sponsor maupun

lembaga pemberi bantuan lain. Hal ini mestinya mulai dipikirkan mengingat

bantuan pendanaan dari KONI dan Dispora tidak selamanya sesuai atau

mencukupi dengan program kerja pengcab yang kemungkinan kebutuhannya

lebih tinggi bila dibandingkan dengan dana yang diperoleh. Bagi perusahaan

kerjasama ini sebenarnya memberikan keuntungan apabila menjadi sponsor

bagi suatu organisasi olahraga. Dengan menjadi sponsor cabang olahraga,

maka nama perusahaan atau produknya dapat lebih dikenal di masyarakat

(Mousavi, Allahyari, & Tarasi, 2011).

Pada pelatih, aspek input menunjukkan bahwa pelatih di masing-

masing pengcab jumlahnya mencukupi. Hal ini penting mengingat program

pembinaan prestasi tidak dapat berjalan dengan baik apabila jumlah maupun

kualitas pelatih tidak memadai. Melihat dari data yang disajikan maka pelatih

termasuk berusia muda (rata-rata dibawah 30 tahun). Kondisi ini perlu

mendapatkan perhatian karena beberapa pelatih belum memiliki lisensi

kepelatihan hockey sebagaimana seharusnya meskipun sudah relatif lama

menjadi pelatih. Kaitannya dengan konsep program pembinaan prestasi

53
adalah bahwa pelatih akan mendampingi atlet tidak hanya satu atau dua

tahun, namun bisa terjadi selama bertahun-tahun dari awal pertama atlet

berlatih hingga tidak mampu lagi berprestasi. Hasil penelitian menunjukkan

rata-rata pelatih telah menangani atlet di pengcab masing-masing selama 2

tahun dan terus berlanjut sampai saat ini. Konsekuensinya adalah pelatih

harus selalu meningkatkan kemampuannya dalam bidang kepelatihan apabila

menginginkan atletnya dapat lebih berprestasi mengingat saat ini penggunaan

sport science dan kemajuan teknologi dalam dunia olahraga mulai diterapkan.

Kemampuan yang harus dikuasai oleh pelatih dapat digambarkan

dari fungsi-fungsi pelatih menurut ICCE berikut :

1. Set the vision and strategy.


2. Shape the environment.
3. Build relationship.
4. Conduct practices and structure competitions.
5. Read and react to the field.
6. Learn and reflect.
(2013, p. 32-33)

Melakukan setting visi dan strategi berarti pelatih harus mampu

memahami tujuan, menganalisa kebutuhan, dan mengembangkan strategi apa

yang akan diambil sehubungan dengan program pembinaan prestasi.

Membentuk lingkungan berkaitan dengan kemampuan pelatih untuk

membuat perencanaan terkait tindakan di lapangan, mengorganisir personel,

mengidentifikasi rekrutmen atlet, dan menyiapkan peralatan, serta

menentukan tolok ukur kemajuan latihan.

Membangun relasi berhubungan dengan komunikasi baik dengan

atlet, sesama staff pelatih, pengurus, dan orang tua atlet.

54
Menyusun program latihan dan struktur kompetisi merupakan

kompetensi berikutnya dari seorang pelatih. Melakukan observasi, membuat

keputusan, mencatat, dan melaksanakan evaluasi merupakan bagian dari

kemampuan pelatih dalam bereaksi terhadap kondisi di lapangan.

Demikian pula kemampuan untuk melaksanakan evaluasi pada

program latihan, refleksi diri, berupaya untuk meningkatkan profesionalisme,

dan melakukan inovasi merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh

seorang pelatih.

Beberapa kompetensi lain yang juga harus dikuasai oleh sorang

pelatih adalah kompetensi untuk membentuk relasi, keterampilan layanan

komunikasi, kemampuan komunikasi untuk memengaruhi, memfasilitasi

untuk pelatihan dan hasilnya, serta kompetensi untuk membentuk

tanggungjawab yang jelas (Moen & Frederisi, 2013). Kompetensi tersebut

erat kaitannya dengan hubungan antara pelatih dengan atlet karena dari hasil

penelitian yang dilakukan oleh Moen, Federici, & Klemetsen (2014)

menunjukkan bahwa kepuasan atlet terhadap aspek kompetensi pelatih yang

dimiliki oleh pelatihnya mengindikasikan adanya korelasi dengan pencapaian

prestasi atlet.

Salah satu aspek yang perlu mendapatkan perhatian adalah belum

adanya narasumber atau tenaga ahli yang memahami sport science untuk

dilibatkan dalam menyempurnakan program latihan yang disusun pelatih di

pengcab, khususnya dalam komponen latihan fisik, tes dan pengukuran, serta

dalam memasukkan unsur-unsur sport science pada kegiatan pelatihan agar

55
pelatih lebih mudah dalam memantau serta mengamati kemajuan atlet.

Peranan sport science sendiri dalam upaya untuk meningkatkan prestasi atlet

sangatlah penting sebagaimana dinyatakan Bishop, Burnett, Farrow, Gabbett,

& Newton (2006) bahwa keterlibatan sport science menyediakan informasi

yang secara langsung maupun tidak langsung meningkatkan prestasi olahraga.

Oleh karena itu adanya pihak ketiga diluar pengcab yang menguasai sport

science sangat diperlukan untuk membantu meningkatkan prestasi atlet.

Dengan adanya kolaborasi antara pelatih dengan pakar dalam bidang sport

science, maka permasalahan dalam upaya untuk peningkatan prestasi akan

dapat lebih mudah dilihat dan dicarikan solusinya dengan menggunakan

metode riset maupun deduktif. Dari hasil solusi tersebut pelatih dapat

menerapkan secara langsung dalam proses pelatihannya (Half, 2010).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seleksi atlet masih belum

seluruhnya terungkap bentuk seleksinya, namun beberapa pelatih

melaksanakan seleksi dengan cara melakukan tes fisik dan teknik. Namun

dalam pelaksanaannya, proses seleksi ini pun masih belum seluruhnya

melibatkan tenaga ahli dalam bidang sport science terutama pada tes dan

pengukuran olahraga.

C. Process

Pada aspek proses, pengcab menyusun program pembinaan prestasi

secara intern tanpa melibatkan pihak lain (stakeholder) dari luar. Melibatkan

pihak luar untuk membantu penyusunan program penting dilakukan untuk

melengkapi program yang akan dibuat terutama secara multi disiplin. Sebagai

56
contoh, melibatkan ahli gizi dalam penyusunan menu pada tahap persiapan

akhir periode latihan sebelum kompetisi sangat penting agar atlet tercukupi

kebutuhan gizinya serta agar atlet tidak over atau under weight. Demikian

pula melibatkan ahli tes dan pengukuran untuk melakukan evaluasi terkait

hasil tes akan memudahkan pelatih merevisi programnya apabila dirasa perlu.

Hasil penyajian data untuk pelatih dalam aspek proses menunjukkan

bahwa pelatih masih perlu menyeimbangkan antara materi teori dengan

praktik. Hal ini menunjukkan bahwa seorang pelatih butuh untuk selalu

memperbarui pengetahuan dan meningkatkan kompetensinya. Penggunaan

media dalam kegiatan latihan hendaknya senantiasa dilakukan oleh pelatih

agar atlet lebih mudah dalam menerima pesan yang disampaikan.

Hasil penelitian berikutnya menunjukkan bahwa belum semua

pelatih melakukan evaluasi terhadap program latihan yang diberikan kepada

atlet. Hal ini bukan berarti pelatih tidak mau, namun bisa jadi karena pelatih

belum tau bagaimana cara melakukan evaluasi dengan benar. Pelatih juga

belum mengetahui pentingnya hasil evaluasi yang dilakukan. Oleh karena itu

pemberian pelatihan khusus tentang teknik evaluasi program sangat

diperlukan agar pelatih menjadikan evaluasi sebagai bagian dari proses

menjalankan latihan.

Peningkatan kualitas pelatih tersebut selain merupakan

tanggungjawab pengcab yang bersangkutan juga dapat dilakukan oleh

Pengprov FHI Jawa Timur dengan cara melaksanakan pelatihan tentang

evaluasi program latihan dan pemanfaatan sport science. Adanya pelatihan

57
yang diselenggarakan secara periodik dan berkesinambungan akan

memperkuat pemahaman pelatih terkait pengetahuan dan kompetensi sebagai

bekal untuk melatih atlet. Apabila kegiatan pelatihan ini dilaksanakan oleh

pengprov maka seluruh pelatih pengcab akan memiliki standarisasi

kemampuan yang relatif sama dan pada akhirnya hasil pembinaan prestasi

pada pengcab-pengcab akan bermuara pada tingkat provinsi dimana pelatih

dan atlet binaan pengcab pada akhirnya akan menjadi pelatih dan atlet yang

mewakili tingkat provinsi pada kejuaraan yang bersifat nasional.

D. Product

Pada aspek produk untuk ketua nampak bahwa pengcab memiliki

program pembinaan prestasi beserta hasilnya. Temuan yang menarik adalah

bahwa baik ketua maupun pelatih menempatkan porprov sebagai tolok ukur

tertinggi pencapaian prestasi atau keberhasilan program pembinaan prestasi di

daerah masing-masing. Berikutnya baru diikuti oleh Kejuaraan Daerah

(Kejurda) dan kejuaraan-kejuaraan lainnya yang setara.

Dari hasil penelitian juga terlihat bahwa seluruh daerah berfokus

pada pembinaan atlet untuk usia dibawah 21 tahun. Hal ini wajar mengingat

target tertinggi mereka adalah porprov dimana terdapat batasan usia atlet

dibawah 21 tahun. Dari hasil data kondisi fisik menunjukkan bahwa rata-rata

atlet masih berada pada level kurang jika dibandingkan dengan norma yang

ada. Hasil tersebut menunjukkan bahwa masih perlu adanya perbaikan

program pembinaan prestasi dari sisi peningkatan kondisi fisik. Hasil ini juga

patut disayangkan karena selain porprov sebenarnya pengcab pun dapat

58
menyiapkan atlet-atletnya untuk dapat terpilih pada kejuaraan yang memiliki

tingkat nasional seperti kejurnas, PON, SEA Games dan event lain diatasnya.

Atlet yang telah melewati usia 21 tahun pun idealnya juga masih harus

mendapatkan perhatian. Pembinaan yang terputus pada usia 21 tahun akan

menyebabkan Pengprov FHI Jawa Timur kesulitan untuk mendapatkan

sumber daya atlet yang akan diturunkan dalam kejuaraan bersifat nasional.

Hal ini terbukti dari beberapa kali event nasional dimana atlet-atlet Provinsi

Jawa Timur kesulitan untuk meraih podium.

Data hasil temuan menunjukkan bahwa Pengprov FHI Jatim

kesulitan mendapatkan atlet karena pengcab anggota hanya berfokus pada

pembinaan prestasi atlet yang berusia dibawah 21 tahun untuk kepentingan

porprov saja. Dengan pelaksanaan porprov yang saat ini dilakukan 4 tahun

sekali sebenarnya cukup banyak waktu untuk melakukan pembinaan dengan

baik sehingga hasil dari sisik kondisi fisik pun dapat meningkat. Hal ini

selaras dengan hasil penelitian Granacher & Ron (2017) yang menyatakan

bahwa pembinaan jangka panjang (lebih dari 2 tahun) dibutuhkan untuk

mencapai tahap perkembangan atlet muda baik dari sisi phyisical fitness

mauupun performa akademis atau kognitif.

Kekhawatiran akan beban latihan kondisi fisik yang berlebihan pada

atlet usia muda akan berpengaruh buruk bagi diri atlet dapat diatasi dengan

menggunakan metode resistance training pada pelaksanaan latihannya dan

dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kematangan dan spesialisasi serta

intensitas latihan yang dibutuhkan oleh atlet (Granacher, Lesinski, Busch,

59
Muhlbauer, Prieske, Puta, Gollhofer, & Behm, 2016). Pentingnya faktor

kondisi fisik ini karena mau tidak mau dalam permainan hockey sangat

dibutuhkan kondisi fisik yang prima mengingat hockey sebagai olahraga

intermitten dengan sprint dengan ataupun tanpa bola sebagaimana

diungkapkan oleh Sharma, Tripathi, & Koley (2012) yaitu :

Field hockey is a high intensity activity sport with multidirectional


nature. The ability to change direction rapidly while maintaining balance
without loss of speed-that is, agility-is therefore an important physical
fitness componen necessary for succesful performance in field hockey (p.
703).

Sedangkan untuk keterampilan dasar bermain hockey pada teknik

menggiring bola rata-rata atlet memiliki kemampuan yang cukup, namun

pada akurasi pukulan masih lebih banyak yang kurang. Hasil ini perlu

mendapat perhatian karena dalam cabang olahraga hockey suatu kemenangan

ditentukan oleh banyaknya gol yang dapat dicetak ke gawang lawan. Oleh

karena itu kebutuhan akan tingkat akurasi pukulan yang tinggi dalam

hubungannya dengan mencetak gol ke gawang lawan mutlak untuk dikuasai.

Diperlukan adanya drilling yang lebih banyak lagi untuk seluruh aspek teknik

pada permainan hockey, khususnya pada akurasi pukulan meskipun tidak

menutup kemungkinan agar dilakukan perbaikan pada seluruh teknik dasar.

Dari hasil yang ditunjukkan dari sisi kondisi fisik dan teknik pada

aspek produk dalam penelitian ini sangat wajar apabila prestasi cabang

olahraga hockey Provinsi Jawa Timur sulit untuk bersaing dengan daerah lain

pada event nasional karena pengcab-pengcab di Jawa Timur hanya berfokus

pada pencapaian prestasi setingkat porprov. Namun apabila dilihat lebih rinci

60
lagi, pada aspek produk terutama pada beberapa pengcab juga terdapat tim

dari perkumpulan hockey (club) yang memiliki prestasi di tingkat nasional.

Hal ini mengindikasikan bahwa sebenarnya terdapat potensi yang bisa

dioptimalkan oleh pengcab ataupun Pengprov FHI Jawa Timur. Peningkatan

kondisi fisik dan keterampilan teknik ini sangat urgen mengingat beberapa

agenda kejuaraan tingkat nasional sudah menunggu baik itu kejurnas maupun

pra kualifikasi PON yang merupakan batu loncatan agar tim Jawa Timur

dapat berlaga pada PON XX tahun 2020 di Papua dan pada event-event yang

akan datang.

E. Ikhtisar Hasil Penelitian

Untuk menjawab fokus penelitian mengenai evaluasi pembinaan

prestasi cabang olahraga hockey di Jawa Timur tidak dapat menggunakan

bidang ilmu keolahragaan saja. Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan lintas

disiplin (transdisiplin) dengan menggunakan disiplin ilmu manajemen dan

disiplin ilmu evaluasi karena dalam memecahkan masalah dengan

menggunakan tinjauan ilmu yang relatif dikuasai dan relevan dengan masalah

yang akan dipecahkan tetapi berada diluar keahlian sebagai hasil pendidikan

formal (Sudikan, 2015).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan disimpulkan tiga aspek

penting untuk meningkatkan prestasi cabang olahraga hockey di Jawa Timur

yaitu aspek organisasi, yang dalam hal ini adalah penguatan tata kelola

organisasi pada tataran pengcab, peningkatan kualitas pelatih, dan

peningkatan kemampuan atlet.

61
Dari temuan yang didapatkan, maka peneliti mengembangkan bagan

solusi alternatif model peningkatan prestasi cabang olahraga hockey di Jawa

Timur sebagai berikut.

LTAD Pembinaan berjenjang

Optimalisasi Pengcab Perbaikan kinerja


dukungan dan organisasi
kerjasama

Pemahaman visi
misi organisasi

Standarisasi
kemampuan

Keterlibatan tenaga Pelatih Peningkatan kualitas


ahli dari multi pelatih
disiplin ilmu

Aplikasi sport science

Peningkatan kondisi
fisik

Peningkatan Atlet Peningkatan performa


keterampilan atlet
teknik

HPP Prestasi puncak

Gambar 32

Model program pembinaan prestasi hockey di Jawa Timur

62
Gambar 32 menunjukkan bahwa konsep LTAD dilaksanakan dengan cara

pembinaan berjenjang pada program pembinaan prestasi di Jawa Timur. Proses

pembinaan dimulai dari usia dini. Konsep active start dimulai pada usia sekitar 6-

9 tahun pada tahapan fundamental sampai dengan usia diatas 19 tahun pada tahap

train to win sebenarnya selaras dengan target pengcab yang muara pembinaan

prestasinya adalah porprov. Pengcab perlu membuat pengelompokan pembinaan

prestasi pada atlet berdasarkan kategori usia sesuai secara berjenjang dari mulai

talent identification pada anak usia sekolah dasar hingga melanjutkan program

pelatihannya sampai usia awal perkuliahan yaitu sekitar usia 19 tahun pada tahap

train to win (FHC, 2011). Mengingat hockey adalah cabang olahraga yang

termasuk late stage achievement yaitu pencapaian prestasi puncak dicapai pada

usia dewasa maka untuk pembinaan prestasi atlet usia diatas 19 tahun ditujukan

untuk menghadapi event yang lebih tinggi dari porprov seperti kejurnas dan

sebagainya sehingga program pembinaan prestasi yang dibuat hendaknya

mengacu pada program elit atlet atau high performance program.

Pengcab perlu mengoptimalkan dukungan yang telah diberikan dari KONI

dan Dispora serta berusaha untuk mendapatkan dukungan dari Pengprov FHI

Jawa Timur maupun pihak lain seperti dukungan perguruan tinggi guna

memperkuat sport science, maupun dukungan perusahaan agar dapat memberikan

sebagian dari program corporate social responsibility (CSR) perusahaan atau

industri guna membantu program-program pengcab dengan kerjasama yang saling

menguntungkan. Pemanfaatan program CSR perusahaan ini karena perusahaan

sendiri dituntut agar memberikan sebagian keuntungannya untuk kegiatan sosial

63
dimana organisasi olahraga merupakan bagian dari organisasi sosial yang layak

untuk mendapatkan bantuan dari perusahaan melalui program CSR (Filizoz &

Fisne, 2011). Hal ini sebagaimana yang telah dilakukan pada cabang olahraga lain

seperti sepakbola atau bolabasket (Athanasopoulou, Douvis, Kyriakis, 2011).

Perlunya kesamaan persepsi pada seluruh anggota pengurus terhadap visi

dan misi organisasi pengcab agar program-program organisasi berjalan sesuai

dengan yang diharapkan berdasarkan tolok ukur yang telah ditetapkan

sebelumnya.

Pelatih sebagai ujung tombak pembinaan prestasi di lapangan perlu

ditingkatkan kemampuannya sesuai dengan kualifikasi tertentu. Pelatih pengcab

idealnya memiliki sertifikasi minimal setingkat provinsi. Dalam penyusunan

program latihan seyogyanya pelatih melibatkan ahli dari berbagai disiplin ilmu

untuk melengkapi program latihan. Ahli fisiologi, psikologi, nutrisi, dan

sebagainya memberikan masukan demi sempurnanya program latihan yang

dibuat. Penerapan sport science dalam program latihan mutlak diberikan dari

masa persiapan umum, persiapan khusus, kompetisi, maupun masa peralihan. Tes

dan pengukuran sebagai dasar melakukan evaluasi harus dilakukan oleh pelatih

untuk melakukan talent identification, promosi dan degradasi, maupun untuk

mempertimbangkan program tertentu. Muara dari kegiatan-kegiatan tersebut

adalah adanya peningkatan kualitas pelatih. Untuk meraih tujuan tersebut, maka

pelatih perlu mengaplikasikan berbagai jenis pengetahuan untuk membuat

keputusan terkait atlet dan memecahkan permasalahan yang muncul pada proses

latihan. Oleh karena itu pelatih butuh untuk mengembangkan diri secara

64
berkelanjutan dalam cabang olahraganya untuk merealisasikan pencapaian

prestasi seperti yang diharapkan (Kilic & Ince, 2105).

Peningkatan kondisi fisik pada atlet wajib dilakukan mengingat hasil tes

yang masih berada pada kategori kurang dan cukup. Pada atlet usia muda

pemberian materi latihan berupa sprint, strenght, dan agility terbukti dapat

meningkatkan fungsi kardiovaskuler pada atlet yang mengindikasikan bahwa atlet

mampu beradaptasi terhadap program latihan yang diberikan (Hanjabam &

Kailashiya, 2014). Yang perlu digarisbawahi adalah bagaimana kemampuan

pelatih untuk memberikan dosis latihan fisik yang tepat sesuai dengan usia atlet

berdasarkan prinsip individu atlet yang bersangkutan (Croix, Till, Oliver, &

Williams, 2011).

Keterampilan teknik dasar bermain hockey pada atlet masih perlu untuk

diperbaiki terutama pada akurasi tembakan ke gawang. Hal ini penting karena bila

atlet tidak mampu melakukan tembakan secara akurat, maka tim akan kesulitan

dalam mencetak gol. Dibutuhkan drilling yang tepat dan berkesinambungan dari

berbagai posisi oleh atlet agar dapat menguasai teknik tembakan yang akurat.

Keseluruhan rangkaian proses pelatihan dari mulai penerapan LTAD,

perbaikan kinerja organisasi, peningkatan kualitas pelatih, dan peningkatan

performa atlet muaranya adalah high performance program yang merupakan

program pembinaan prestasi atlet elit. Apabila dalam LTAD digunakan untuk

meletakkan dasar-dasar pelatihan dan program latihan serta kerangka kerja

pendidikan untuk meningkatkan kualitas pelatih (Silva, Viera, Delgado, Cachada,

& Rosa, 2016) dari atlet usia dini (fundamental) sampai pada kebiasaan

65
berolahraga sepanjang hayat (active for life), maka pada konsep high performance

program pencapaian prestasi yang diinginkan tidak lagi bersifat lokal dan regional

melainkan sampai pada prestasi internasional atau world class performance (AFF,

2012).

66
BAB VI

PENUTUP

A. Simpulan

Dari temuan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan

sebagai berikut.

1. Dari aspek context yang berupa dukungan kebijakan dan kerjasama terkait

pembinaan cabang olahraga hockey di Jawa Timur pada pengcab dan

pelatih idealnya harus dapat ditingkatkan.

2. Pada aspek input pengcab membutuhkan pemahaman visi, misi dan tujuan

organisasi bagi segenap pengurus serta kerjasama terkait instansi diluar

pengcab. Ketersediaan sarana dan prasarana memang berkaitan dengan

pendanaan yang diperoleh namun pengcab idealnya tidak hanya

bergantung kucuran dana hanya dari organisasi yang menaunginya dan

mampu menjalin kerjasama yang saling menguntungkan dengan berbagai

pihak. Pada komponen kerjasama terkait lembaga/instansi serta

ketersediaan sarana dan prasarana penunjang perlu mendapatkan perhatian.

Pada input pelatih tentang SDM pelatih dalam pembinaan prestasi cabang

olahraga hockey di Jawa Timur masih perlu ditingkatkan kemampuannya

dengan melibatkan tenaga ahli atau narasumber dari luar organisasi.

3. Pada aspek process untuk pengurus cabang dalam penyusunan program

pembinaan prestasi dan sarana prasarana penunjang pelaksanaan program

serta sustainabilias program dapat dipertahankan. Tolok ukur keberhasilan

67
program masih perlu untuk ditetapkan dan seleksi pelatih beserta atlet

perlu mendapatkan perhatian mengingat pelatih dan atlet merupakan ujung

tombak pada pencapaian prestasi yang diinginkan. Pada aspek process

pelatih dalam hal yang berkaitan dengan pelaksanaan program latihan

dapat dipertahankan dan ditingkatkan.

4. Pada aspek product pada pengcab tentang program dan hasil pembinaan

prestasi serta pada pelatih terkait tindak lanjut dari program latihan

memiliki kategori baik. Hasil pengukuran kondisi fisik pada atlet putera

dan puteri menunjukkan bahwa seluruh atlet memiliki VO2max dalam

kategori kurang. Pada faktor kondisi fisik kecepatan (speed) untuk atlet

putera dan puteri masih sangat kurang. Pada fakor kondisi fisik daya tahan

kecepatan (speed endurance) putera dan puteri berada dalam kategori

kurang. Pada atlet putera teknik dasar kecepatan menggiring bola (speed

dribble) menunjukkan bahwa 16.90% atlet berada pada kategori baik,

52.11% kategori cukup, dan 30.98% berada pada kategori kurang. Atlet

puteri 54.90% berada pada kategori baik, 13.73% kategori cukup, dan

sebanyak 31.37% berada pada kategori kurang. Pada teknik kelincahan

menggiring bola (dribble agility) sebanyak 16.90% atlet putera berada

pada kategori baik, 59.15% pada kategori cukup, dan 23.94% berada pada

kategori kurang. Atlet puteri sebanyak 56.86% berada pada kategori baik,

9.80% dengan kategori cukup, dan 33.33% berada dalam kategori kurang.

Dari hasil tersebut dapat dikatakan faktor kondisi fisik dan keterampilan

dasar bermain hockey pada atlet masih memerlukan banyak perhatian

68
mengingat masih berada jauh dari yang diharapkan. Proses rekrutmen dan

proses latihan atlet harus mendapatkan porsi yang lebih besar untuk

diperhatikan.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka peneliti sampai pada

suatu kesimpulan bahwa untuk mencapai prestasi yang diharapkan pada level

nasional, maka konsep model pembinaan cabang olahraga hockey di Jawa

timur dari pembinaan berjenjang (Long Term Athlete Development) hingga

menuju prestasi puncak (High Performance Program) meliputi peningkatan

optimalisasi dukungan dan kerjasama, pemahaman visi dan misi

organisasi, standarisasi kemampuan pelatih, keterlibatan tenaga ahli

dari multi disiplin ilmu, pengaplikasian sport science, peningkatan

kondisi fisik dan keterampilan teknik pada atlet.

B. Saran

Berdasarkan dari kesimpulan serta hasil penelitian, maka dapat

diberikan saran sebagai berikut.

1. Bagi peneliti lain

a. Terdapat banyak hal memungkinkan untuk dilakukan penelitian

selanjutnya seperti analisa pada aspek product yang dalam penelitian

ini sebatas pada tingkat kondisi fisik pada komponen kapasitas vital

paru, speed, dan speed endurance.

b. Dapat pula dilakukan penelitian pada pengcab yang tidak masuk pada

ranking 3 besar pada proprov 2015 sebagaimana subjek penelitian

dalam penelitian ini.

69
2. Bagi pengguna hasil penelitian

a. Pengcab selaku subjek penelitian dapat menggunakan konsep program

pembinaan prestasi hasil dari penelitian ini sebagai dasar untuk lebih

meningkatkan program yang telah dilaksanakan.

b. Pengcab yang bukan merupakan subjek penelitian dapat mengadopsi

rekomendasi hasil penelitian yang disusun oleh peneliti dengan

menyesuaikan dengan kondisi riil di pengcab tersebut.

c. Pengprov FHI Jawa Timur dapat menjadikan konsep program

pembinaan cabang olahraga hockey di Jawa Timur hasil temuan dalam

penelitian ini sebagai purwarupa untuk membina pengcab anggota.

Hasil penelitian aspek produk dapat digunakan sebagai dasar

peningkatan kondisi fisik dan keterampilan dasar bermain hockey agar

atlet-atlet dapat bersaing pada tingkat yang lebih tinggi.

C. Implikasi Hasil Penelitian

Konsep program pembinaan prestasi cabang olahraga hockey yang

dihasilkan dari penelitian ini bisa digunakan sebagai pijakan untuk

mengembangkan program pembinaan prestasi di tingkat pengcab di Jawa

Timur. Adapun implikasi konsep program pembinaan prestasi tersebut adalah

bahwa pengcab hendaknya senantiasa berkolaborasi dengan pihak KONI dan

Dispora berkaitan dengan kebijakan terkait organisasi baik berupa aturan,

dukungan finansial, penghargaan untuk pelatih dan atlet, serta narasumber

pelatihan. Pengcab juga hendaknya menggandeng institusi lain seperti

perguruan tinggi guna bekerjasama dari sisi sport science seperti pemeriksaan

70
berkala tentang kesehatan dan gizi atlet, tes pengukuran, dan tenaga ahli baik

sebagai pemateri pada pelatihan-pelatihan maupun untuk membantu

menyusun dan mengevaluasi program pembinaan prestasi yang dibuat.

Diperlukan pula kerjasama dengan pihak lain seperti program bapak asuh

maupun sponsorship.

Pelatih yang dimiliki oleh pengcab perlu diberi kesempatan

mengikuti workshop dan penataran baik pada jenjang yang lebih tinggi

maupun dikirim ke luar negeri untuk mengikuti studi banding atau pelatihan

dan kursus-kursus yang dapat meningkatkan kemampuan mereka terutama

pada materi hockey. Pelatih diberi kesempatan untuk melatih sesuai dengan

tingkatan atau kualifikasi pelatih tersebut. Pengcab sudah saatnya memiliki

tim pelatih yang memiliki spesialisasi seperti pelatih khusus fisik, pelatih

teknik, pelatih penjaga gawang, dan staff pelatih yang lain.

Aspek proses program pembinaan prestasi yang telah berjalan

dengan baik perlu selalu dievaluasi agar dapat diketahui kelebihan dan

kekurangannya guna didapatkan saran untuk melakukan revisi dan perbaikan-

perbaikan seperti perlunya mengadakan kegiatan try in maupun try out yang

belum nampak dalam program pembinaan prestasi yang dibuat oleh pengcab

untuk menambah jam terbang atlet maupun untuk mengetahui kelebihan dan

kelemahan dalam periode waktu latihan tertentu. Dengan adanya tolok ukur

pencapaian prestasi yang jelas dan terukur akan memudahkan pengcab untuk

menyusun program pembinaan prestasi disesuaikan dengan waktu yang

dimiliki serta sumber daya yang tersedia.

71
D. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, maka disusun

rekomendasi dari peneliti bagi pihak-pihak yang terkait dalam penelitian

sebagai berikut.

1. KONI kota dan KONI kabupaten di lingkungan subyek penelitian.

a. Menyelenggarakan pelatihan terkait tata kelola organisasi kepada

pengcab anggota.

b. Mengadakan pelatihan kondisi fisik umum yang dapat diikuti oleh

pelatih pengcab secara berjenjang.

c. Menentukan standar kemampuan atlet yang akan berlaga pada event

setingkat provinsi/daerah.

2. Pengprov FHI Jawa Timur.

a. Menentukan standar kemampuan pelatih pada tingkat provinsi.

b. Bekerjasama dengan perguruan tinggi terkait penerapan sport science

dalam cabang olahraga hockey di Jawa Timur.

c. Menentukan standar kemampuan atlet baik fisik maupun teknik pada

tingkat provinsi

d. Mengadakan kejuaraan tingkat provinsi dengan berbagai kategori usia.

e. Melaksanakan program pembinaan prestasi performa tinggi (HPP)

jangka panjang secara sentralisasi.

3. Pengcab FHI selaku subjek penelitian

a. Bekerjasama dengan KONI setempat dalam penguatan tata kelola

organisasi.

72
b. Mengirim pelatih untuk mengikuti pelatihan dan penataran secara

berjenjang.

c. Bekerjasama dengan perguruan tinggi terkait penerapan sport science

dalam merencanakan program pembinan prestasi atlet.

d. Melakukan rekrutmen atlet dengan acuan prestasi tingkat nasional

atau internasional.

e. Fokus pengembangan atlet usia dini.

f. Melakukan pembinaan pada atlet dengan orientasi prestasi di tingkat

nasional dan internasional.

73
DAFTAR PUSTAKA

AFF. (2012). Australian fencing high performance plan. Australian Fencing


Federation.

Amjad, I., Hussain, I., Asadullah, M. (2013). Comparison between long corners
and short corners in field hockey. Rawal Medical Journal. 38 (4). 428-
431.
Anders, E., Myers, S. (2008). Field hockey. Steps to success. Second edition.
Illinois : Human Kinetics.

Anupal, D., Neha, S., Snehangshu, B., Medabala, T., Adhikari, S. (2017). Aerobic
and anaerobic capacity of field hockey players. Sports Research. 7 (3).
12-16.

Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian. Yogyakarta : Rineka Cipta.

Arikunto, S. dan Safrudin (2010). Evaluasi program pendidikan pedoman teoritis


praktis bagi mahasiswa dan praktisi. Jakarta : Bumi Aksara.

Athanasopoulou, P., Douvis, J., Kyriakis, V. (2011). Corporates social


responsibility in sports : antecedents and concequences. African Journal
of Hospitality, Tourism, and Leisure. 1(14), 1-11.

Badau, D., Serbanoiu, S., Virgil, T., Bondoc I. D., , Badau, A. (2010).
Performance management in sports for all. International Journal of
Education and Information Technologies, 2 (4), 83-90.

Balyi, I., Way, R., Higgs, C. (2013). Long-term athlete development. United State
of America : Human Kinetics.

Bishop, D., Angus, B., Damien, F., Tim, G., Robert, N. (2006). Sport science
roundtable : does sport science research influence practice? International
Journal of Sport Physiology and Performance. 1(2). doi:
10.1123/ijspp.1.2.161.

Bishop, C., Jon, B., Cree, J., Turner, A. (2015). A need analysis and testing
battery for field hockey. Professional Strenght & Conditioning. Issue 36,
15-26.

Bungin, B. (2015). Analisis data penelitian kualitatif. Pemahaman filosofis dan


metodologis ke arah penguasaan model aplikasi. Jakarta : Rajawali.

74
Cholid, A. (2014). Evaluasi pelaksanaan sekolah sepakbola di pengprov PSSI
Jawa Timur. (disertasi yang tidak dipublikasikan). Universitas Negeri
Surabaya.

Croix, M., D., Till, K., Oliver, J., Williams, C., A. (2011). The long-term atlhete
development model: physiological evidence and application. Journal of
Sports Sciences. 29(4). doi: 10.1080/02640404.2010.536849.

Djamal, M. (2015). Paradigma penelitian kualitatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Edward, A., James, S. (2009). Qualitative research in sport management.


Hungary : Elsevier Ltd.

FHC. (2011). Long term hockey development. Impelemntation resource paper.


Diperoleh dari website
http://lthd.fieldhockey.ca/files/LTHD/LTHD_Booklet_en.pdf.

FIH. (2014). Rules of hockey. Lausanne : The International Hockey Federation.

Filizoz, B., Fisne, M. (2011). Corporate social responsibility : a study of striking


corporate social responsibility practices in sport management. Procedia
Social and Behavioral Sciences. 24. doi : 10.1016/j.sbspro.2011.09.062.

Fletcher, D., Rachel, A. (2011). A qualitative study of performance leadership and


management in elite sport. Journal of Applied Sport Psychology. 23 (2).
doi: 10.1080/10413200.2011.559184.

Granacher, U., Lesinski, M., Busch, D., Muehlbauer, T., Prieskie, O., Puta, C,
Golhoffer, A., Behm, D. G. (2016). Effects of resistance training in youth
athletes on muscular fitness and athletic performance : a conceptual
model for long-term athlete development. Frontier in Phsycology, 7
(164). doi: 10.3389/fphys.2016.00164.

Granacher, U., Borde, R. (2017). Effect of sport-specific training during the early
stages of long-term athletes development on physical fitness, body
composition, and academic performance. Frontiers in Psychology, 08
(810). doi: 10.3389/fphys.2017.00810.

Hadi, F. K. (2014). Evaluasi keterlaksanaan program kerja cabang olahraga


angkat besi tahun 2013. Jurnal Iptek Olahraga. Volume 16, Nomor 2,
Mei – Agustus 2014. Hal. 182 – 201.

Half, G.G. (2010). Sport science. Strenght and Conditioning Journal. 32(2), 33-
45.

75
Hanjabam, B., Jyotna, K. (2014). Effect of addition of sprint, strenght, and agility
training on cardiovascular system in young male field hockey players: an
echocardiography based study. IORS Journal of Sport and Physical
Education. 1(4), 25-29.

Haridas, M. P., Ten, H., Raj, L. (2014). Hoki. Kuala Lumpur : Oxford Fajar Sdn.
Bhd.

Ibrahim, R., Faber, G. S., Kingma, I., Dieen, J. H. (2016). Kinematic analysis of
the drag flick in field hockey. Sport Biomechanics. 1-13. doi:
10.1080/14763141.2016.1182207.

Imran, A., Imran, H., Muhammad, A. (2013). Comparison between long corners
and short corners in field hockey. Rawal Medical Journal. 38 (4), 428-
431.

International Council for Coaching Excellence. (2013). International sport


coacing framework. Version 1.2. Illinois, USA : Human Kinetics.

Irish Hockey (n.d). Four year strategic plan. 2014-2018. (brosur).

Javier, I. O., Alfonso, Rodrigues, A. C., Luis, J., Miguet, C. (2015). Sport
management, leadership in the organisation. Journal of Physical
Education and Sport Management. 2 (2). doi: 10.15640/jpesm.v2n2a5.

Keogh, J. W. L., Weber, C. L., Dalton, C. T. (2003). Evaluation of


anthrophometric, physiologycal, and skill-related tests for talent
identification in female field hockey. Canada Journal of Applied
Physiology. 28 (3) : 397 – 409.

Kilic, K., Ince, M. L. (2015). Use of sport science knowledge by turkish coaches.
International Journal of Exercise Science. 8(1), 21-37.

Konarski, J., Matuszynki, M., Strzelczyk, R. (2006). Different team defense


tactics and heart rate during a field hockey match. Studies in Physical
Culture and Tourism. 13, suplement, 145 – 147.

Konarski, J., Strzelczyk, R. (2009). Characteristics of differences in energy


expenditure and heart rate during indoor and outdoor field hockey
matches. Studies in Physical Culture and Tourism. 16 (2), 185 – 189.

KONI. (2014). Rencana strategis (RENSTRA) tahun 2014 – 2018. Grand strategi
komite olahraga nasional indonesia. Jakarta : KONI Pusat.

KONI PUSAT. (2015). Jejak langkah KONI 1938 – 2015. Jakarta : KONI Pusat.

76
Kumar, S. M. (2010). Construction of skills tests and computation of norms in
field hockey. (disertasi yang tidak dipublikasikan), Bharathidasan
University.

Lemmink, K. A. P. M., Gemser, M. T. E., Visscher, C. (2004). Evaluation of the


reliability of two field hockey specific sprint and dribble tests in young
field hockey players. British Journal of Sports Medicine. 38: 138-142.
doi: 10.1136/bjsm.2002.001446.

Lemos, R. S., Pazi, G. A., Maia, M. F., Silva, J. B., Lima, V. P., Castro, J. B. P.,
Miranda, H. (2017). Anthropometric and physical fitness parameters
versus specific performance tests in Brazilian field hockey athletes: a
pilot study. Biomedical Human Kinetics, 9, 57–63. doi: 10.1515/bhk-
2017-0009.

Moen, F., Frederici, R. A. (2013). Coaches’ coaching competence in relation to


athletes’ perceived progress in elite sport. Journal of Education and
Learning. 2(1). doi : 10.5539/jel.v2n1p240.

Moen, F., Frederici, R. A., Klemetsen, H. K. (2014). Coaches competencies –


nordic skiing. Journal of Excellence. 16, 62-73.

Mousavi, S. H., Allahyari, H., Tarasi, Z. (2011). The importance of investment


and sponsorship in sport and its impact on organizational succes.
International Journal of Academic Research in Business and Social
Sciences. 1(3), 488-492.

Nieuwenhuis, C. F., Spamer, E. J., Rossum, J. H. A. (2002). Prediction function


for identifying talent in 14-to-15 year old female field hockey players.
High Ability Studies. 13(1).doi:10.1080/1/13598130220132280.

Nurdiansyah. (2014). Evaluasi pembinaan olahraga renang di propinsi


Kalimantan Selatan Banjarmasin. (disertasi yang tidak dipublikasikan).
Universitas Negeri Surabaya.

Nurhasan. (2006). Penilaian pembelajaran penjaskes. Jakarta : Pusat Penerbitan


Universitas Terbuka.

PP FHI. (2015). Laporan hasil pra kualifikasi PON XIX tahun 2015. Tidak
dipublikasikan.

Putra, R. S. (2013). Desain evaluasi belajar berbasis kinerja. Jogjayakarta : Diva


Press.

77
Rahayu, S., Subroto, T., Dimyati, R. H, Subekti, F. N. (2014). Evaluasi program
pembinaan prestasi cabang olahraga angkat besi. Jurnal Iptek Olahraga.
Volume 16, Nomor 1, Januari-April 2014. Hal 17-37.

Royce, D., Bruce, A., Thyer, D. K. P. (2010). Program evaluation. an


introduction. Belmont, CA : Wadsworth Cengage Learning.

Satlak Prima. (2015). Materi rapat koordinasi teknis. Jakarta : Satlak Prima.

Sharma, A., Tripathi, V., Koley, S. (2012). Correlation of antropometric


characteristics with physical fitness tests in indian professionhal hockey
players. Journal of Human Sport & Exercise. 7(3). doi :
10.4100/jhse.2012.73.09.

Siantoro, G. (2013). Evaluasi pelatih bola basket lisensi C anggota pengkot


Perbasi Surabaya. (disertasi yang tidak dipublikasikan). Universitas
Negeri Surabaya.

Silva, F., Viera, R., Delgado, N., Cachada, J. M., Rosa, B. A. (2016). “Succes
judokas”- the construction process of the portuguese long term judo
development model. Revista de Artes Marciales Asiaticas. 11(2s), doi:
10.18002/rama.v11i2s.4170.

Stagno, K.M., Thacker, R., Someren, V. K. A. (2005). Seasonal variation in the


physiological profile of high level male field hockey players. Journal of
Biology of Sport, vol. 22 No. 2.

Strzelczyk, R., Konarsky, J. Karpowicz, K., Janowski, J. (2001). Changes in the


main abilities of field hockey players during the preparatory period
leading up to the main competition. Gymnica. 31 (2) 17 – 20.

Stufflebeam, D. L., Coryn. (2014). Evaluation theory, models, and aplications.


San Fransisco : Josssey-Bass.

Sudikan, S. Y. (2015). Pendekatan interdisipliner, multidisipliner, dan


transdisipliner dalam studi sastra. Retrieved from
http://ejournal.fbs.unesa.ac.id/index.php/Paramasastra/article/download/2
1/26.

Sugiyono. (2015). Metode penelitian manajemen. Bandung : Alfabeta.

Sukardi. (2014). Evaluasi program pendidikan dan kepelatihan. Jakarta : Bumi


Aksara.

Susanto, E., Setiawan, T. T., Hartono, F. V., Rahayu, T. (2014). Evaluasi


pembinaan atlet renang pada pemusatan latihan nasional SEA GAMES

78
XXVII 2013 Myanmar. Jurnal Iptek Olahraga. Volume 16, Nomor 1,
Januari-April 2014. Hal. 1 – 16.

Tanner, R. K., Gore, C. J. (2012). Physiological tests for elite athlete. Second
edition. Australian Institute of Sport : Human Kinetics.

Theilen, T. M., Wiebke, M. E, Bettink, P. W., Rolle, U. (2016). Injury data of


major international field hockey tournaments. British Journal of Sports
Medicine. 50. 657-660. doi: 10.1136.bjsports2015094847.

UU (2005). Undang- Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 2005 tentang


sistem keolahragaan nasional. Jakarta.

Widoyoko S, Putro, E. (2014). Evaluasi program pembelajaran. Yogyakarta :


Pustaka Pelajar.

Wiriawan, O. (2008). Evaluasi kinerja pelatih dan pelatihan atlet di pusat


pendidikan dan pelatihan bulutangkis di Jawa Timur. (disertasi yang
tidak dipublikasikan), Universitas Negeri Surabaya.

79

Anda mungkin juga menyukai