Anda di halaman 1dari 6

31

SURVEI PERMASALAHAN INSEMINASI BUATAN (IB)


TERNAK SAPI DI KABUPATEN BUNGO PROVINSI JAMBI

Bustami1), Zubir1)dan E.Susilawati1)


1)
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi
e-mail: Bustami130@gmail.com

Abstrak
Program Inseminasi buatan (IB) di Kabupaten Bungo berkembang di daerah-daerah eks transmigrasi
yaitu Kecamatan Kuamang Kuning dan kecamatan Jujuhan Ilir. Telah dilakukan pengkajian tentang profil
dan permasalahan IB ternak sapi pada bulan Juli 2012. Metode pengkajian dilakukan secara survey dan
pengamatan/pemeriksaan secara palpasi. Hasil pengkajian menunjukan .Pelaksanaan IB yang
dilaksanakan adalah pada peternak dengan sistem pemeliharaan yang intensif yaitu ternak dikandangkan
sepanjang waktu, pemberian pakan cut and carry, pakan tambahan adalah ampas tahun. Adapun semen
beku/strawyang digunakan adalah subsidi Pemerintah yang didistribusikan langsung kepada masing-
masing pos IB, kondisi straw masih layakuntuk digunakan.((PTM > 40%). Permasalahan reproduksi
muncul setelah beranak pertama yaitu anestrus atau birahi tersembunyi,hingga mencapai 6-8
bulan.service perconseption 4 – 5 kali, prolapsus dan distokia terjadi pada induk sapi Bali,.Persepsi
peternak terhadap masalah lamanya birahi kembali 90 % menyadarinya.Maka dari itupeternak yang
mempunyai Induk sapi Bali memilih pejantan Simental60 %,Bali 30 % Angus/brangusdan 5 %. Limosin
5 %. Ketersediaan semen Sapi Bali di semua pos IB yang dikunjungi sangat terbatas sebulan maksimal
hanyal10 dosis, sehingga peternak hanya memilih jenis sapi eksotik. Peternak yang mempunyai Induk
sapi simental, 40 % memilih pejantan Limosin dan 60 % memilih Simental. Dengan demikian peternak
menyadari dengan pilihan pejantan yang akan diinseminasidisesuaikan dengan kondisi induk.
Kata kunci: Sapi, Permasalahan, Inseminasi Buatan

PENDAHULUAN potong dalam rangka mendukung kecukupan


Program Inseminasi Buatan (IB) daging sapi secara nasional tahun 2014.
bertujuan untuk memperbaiki mutu genetik. Di Toelihere(1981) menyatakan daya reproduksi
Provinsi Jambi, program IB sudah lama ternak sangat dipengaruhi oleh jarak beranak,
berlangsung dan telah menghasilkan inseminator dimana jarak beranak ideal adalah 365 hari dan
berpengalaman. Dengan berjalannya program IB umumnya sulit dicapai oleh suatu kelompok
muncul sapi induk hasil persilangan dan semakin ternak, namun hal ini banyak dijumpai pada
bervariasi jenis sapi induk. Di Provinsi Jambi individu sapi yang dipelihara dengan tatalaksana
ternak sapi yang berkembang adalah sapi yang baik. Selanjutnya pelayanan IB sebaik
Peranakan Ongole (PO), sapi Bali dan sapi lokal, mungkin kepada peternak melalui peningkatan
tetapi peternak begitu fanatik pada salah satu keterampian petugas IB, penyediaan fasilitas
jenis sapi sehingga penyediaan semen beku kerja dan penyediaan semen sapi unggul yang
sangat ditentukan oleh minat dari peternak tanpa diminati peternak, penyuluhan tentang tanda-
mempertimbangkan keberhasilan (kebuntingan). tanda birahi sapi induk, pemberian pakan dan
Keberhasilan IB akan meningkatkan perawatan (Hadi dan Ilham, 2002).
populasi sapi potong, tapi kondisinya baru usaha Terpilihnya teknologi IB, karena dari
peternakan rakyat dan ketersediaan induk yang seekor pejantan IB dapat menghasilkan sekitar
semakin beragam sehingga sering dijumpai kasus 20.000 keturunan dibandingkan jika secara alami
gangguan reproduksi yang ditandai dengan yang hanya 40 ekor dalam setahunnya. Teknologi
rendahnya fertilitas induk, akibatnya terjadi ini menuntut suatu jaminan bahwa pejantan yang
penurunan angka kebuntingan. Sehubungan digunakan harus bermutu unggul dan tidak
dengan itu untuk mendukung program pemerintah menurunkan karakter yang jelek, oleh karena itu
tentang swasembda daging sapi dan optimalisasi setiap calon pejantan IB harus menjalani uji zuriat
fasilitas-fasiitas yang dapat meningkatkan (progeny test). Feradis (2010) mengatakan
produktivitas ternak maka perlu dilakukan bahwa Program IB juga dapat menimbulkan
penelusuran masalah tingkat kebehasilan terhadap kerugian diantaranya dapat menyebabkan
hasil IB dari induk yang beragam tersebut dan menurunnya sifat-sipat genetik yang jelek apabila
solusinya untuk meningkatkan populasi sapi pejantan donor tidak dipantau sifat genetiknya.
32 MADURANCH Vol. 6 No. 1 Februari 2021

Maryono dkk. (2010) menyatakan pemendekan MATERI DAN METODE


calving inerval dapat dilakukan dengan: (i) Dilakukan pengkajian profil dan
memperpendek masa post partum anestrus dari permasalahan inseminasi buatan (IB ternak sapi
induk setelah beranak, (ii) meningkatkan di Kecamatan Jujuhan Ilir dan Kecamatan
keberhasilan perkawinan, dan (iii) memperpendek Kuamaang Kuning Kabupaten Bungo Propinsi
masa menyusui pedet tanpa mengurangi tampilan Jambi pada tanggal Juli 2012. Pengkajian
anak pra-sapih. Selanjutnya Bestari dkk. (2000), menggunakan metode Survey terhadap peternak-
melaporkan jarak beranak sapi peranakan adalah peternak yang mempunyai sapi yang bermasalah
16-17 bulan angka ini adalah temasuk lama, dalam melaksanakan program Inseminasi buatan.
meurut Toelihere,1981 jarak beranak ideal ternak Penelitian dilakukan di dua Kecamatan
sapi 365 har (12-13 bulan).Rianto dan Endang masing-masing kecamatan yaitu dua desa,yaitu di
2010 mengatakan 21 hari setelah di IB perlu . Kecamatan Jujuhan Ilir desa Bukit Sari 5
pengamatan birahi lagi pada induk sapi, apabila responden dan desa Sri Mulyasebanyak 5
tidak ada birahi hingga 2 siklus kemungkinan responden dan di Kecamatan Kuamang kuning
induk sapi bunting, untuk meyakinkan Desa Kuning Gading sebanyak 5 responden dan
kebuntingan dilakukan pemeriksaan kebuntingan desa Gapura Suci sebanyak 5 responden.
dengan palpasi rektal. Samsudewa (2008) Untuk melakukan penelusuran masalah
melaporkan bahwa DEEA Gestd Dect adalah uji penurunan keberhasilan IB di dilakukan survey
konsistensi dan sensitivitas deteksi kebuntingan dengan motode pemeriksaan dan wawancara
pada ternak sapi,mempunyai konsistensi 87,27 %, terhadap tiga komponen utama
akurasi 87;58 % dan sesitivitas 2(dua) minggu pelaksanaanInseminasi Buatan (IB), yaitu
sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi keterampilan inseminator, kualitas semen di
kebuntingan secara dini dan akurat. Uji DEEA lapangan dan kondisi induk sapi. Data sekunder
Gest Dect adalah penggunaan urine sapi diperoleh dari dinas terkait ditingkat provinsi dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi hingga 0,5 kabupaten, sedangkan data primer diperoleh dari
kemudian ditetes dengan larutan pendahuluan inseminator/kesehatan dan peternak. Kualitas
apabila terbentuk suspense coklat kekuningan semen dari lapangan diuji di laboratorium
maka ternak positif bunting, untuk memastikan terhadap konsistensi, konsentrasi, gerakan massa,
diteteskan lagi sebanyak 5 tetes larutan penegas gerakan individu, presentase normal dan hidup.
apabila terbentuk endapan berarti ternak postif Kondisi induk sapi diamati berdasarkan data
bunting. Feradis (2010) mengatakan bahwa ada riwayat yang diperoleh dari pemilik dan
sifat induk sapi sudah bunting tetapi tetap inseminator
memperlihatkan tanda-tanda birahi apabila Wawancara dilakukan terhadap responden
dilakukan IB maka akan menimbulkan abortus. yang telah ditentukan yaitu peternak yang
Pemerintah daerah Provinsi Jambi mempunyai ternaksapi hasil Inseminasi
melalui Dinas Peternakan pada tahun 2009, buatan.Data yang diambail meliputi jenis ternak,
menyebarkan ternak bibit yaitu sapi Bali dan PO. jarak kelahiran, jumlah perkawinan
Juga tetap melaksanakan program IB. Purwanti perkebuntingan dan aspek pendukung lainnya.
dan Hari (2006) melaporkan bahwa sapi Bali
HASIL DAN PEMBAHASAN
mempunyai daya reproduksi yang baik tetapi
Profil.
mempunyai kecepatan pertumbuhan dan bobot
Program Inseminasi buatan di kabupaten
tubuh dewasa yang rendah, pemuliaan dapat
Bungo di lakukan di daerah daerah
ditujukan pada peningkatan kecepatan
ekstransmigrasi, yaitu kecamatan Kuaman
pertumbuhan dan bobot dewasa. Bobot lahir
Kuning dan kecamatan Jujuhan Ilir. Hal ini sistem
merupakan faktor yang penting dalam
pemeliharaannya intensif, sedangkan di
pertumbuhan pedet sapi. Bobot lahir yang besar
kecamatan lainnya sistem pemeliharaan ekstensif
dan lahir secara normal akan lebih mampu
(lepas siang dikandangkan malam ).
mempertahankan kehidupannya (Prasojo dkk.
Ketersediaan straw semen beku
2010). Oleh karena itu pengkajian bertujuan
telahdisubsidi oleh pemerintah daerah yang
untuk mengetahui profil peternak dan
didistribusikan kepada masing-masing pos IB,
permasalahan IBdi Kabupaten Bungo Provinsi
Setelah di lakukan pemeriksaan post thawing
Jambi.
Bustami dkk.,Survei Permasalahan nseminasi Buatan (IB) …33

motility (PTM) menghasilkan nilai diatas 40 %. hingga mengarah pada majir (Gambar 1). Kondisi
Hal mengindikasi semen/pejantan yang ada di Pos diduga disebabkan kualitas pakan yang diberikan
IB masih layak untuk dinseminasikan.Penentuan adalah rumput alam dan ampas tahu, sapi-sapi
nilai harapan 40 juta spermatozoa motil/milliliter eksotik memerlukan kualitas dan kuantitas yang
ditetapkan berdasarkan ketentuan SNI semen lebih. Guna untuk menyusui pedetnya. Apabila
beku sapi, yaitu semen yang diinseminasikan kecukupan gizi kurang terpenuhi akan
memiliki konsentrasi spermatozoa 25 juta mengganggu proses reproduksi berikutnya atau
perdosis dengan motilitas individu 40% serta diduga terganggunya sistem hormonal.Secara
dengan gerakan individu dua (BSN, 2017). eksterior dilihat kondisi induk setelah kelahiran
adalah agak kurus.Rendahnya SKT bisa
Permasalahan IB
mempengaruhi perkembangan follikel dan ovulasi
Permasalah dari ternak sapi hasil
sapi induk pasca beranak (Centurion-Castro et al.,
inseminasi tertera pada tabel 1, yaitu meliputi
2013); akibatnya apabila sapi dikawinkan tidak
birahi tersebunyi, tidak birahi setelah kelahiran
terjadi fertlisasi dan sapinya tidak bunting atau
hingga delapan bulan, setelah dilakukan
kawin berulang.
pemeriksaan/palpasi, organ reproduksi normal
Tabel 1. Nama Petani, Bangsa Sapi dan Permasalahan IB

Bangsa
Nama Jumlah Jumlah
No Kecamatan/Desa sapi Keterangan
Petani sapi IB
(induk)
1 Untung Jujuhan Ilir/Bukit Sari Simental 2 1 - Anestrus 8 Bln -
0 Anestrus 5 Bln
2 Mulyadi Jujuhan Ilir/Bukit Sari Simental 2 3 dan 5 - BTG
- Keguguran
3 Kusmanto Jujuhan Ilir/Bukit Sari Simental 1 5 BTG
Brangus 1 5 TBT
4 Pardi Jujuhan Ilir/Sr.Mulya Simental 1 0 Anestrus 3 tahn
5 Sriyono Jujuhan Ilir/Sr.Mulya Brangus 2 1 Anestrus 7 bln
6 Suryadi Jujuhan Ilir/Sr.Mulya Simental 2 4 BTG
0 Anestrus 6 bln
7 Sunarto Jujuhan Ilir/Sr.Mulya Simental 3 0 Anestrus 6 bln
Bali 2 1 BTG
8 Slamet Jujuhan Ilir/Sr.Mulya Simental 1 1 Anestrus 3 bln
TBT
9 Rahmanudin K. Kuning/K Gading Bali 2 0 Anestrus 5 bln
1 BTG
10 Mansur K. Kuning/K Gading Simental 1 0 Anestrus 5 bln
Bali 1 2 BTG
11 Marjono K. Kuning/K Gading Brahman 1 0 7 bln anestrus
Cross 2 1 BTG
Bali 1 0 1 bln beranak
12 Suryana K.Kuning/gapura suci 2 Anestrus 16 bln
13 Lalan K.Kuning/gapura suci Brahman 2 1 dan 2 TBT
Cross 2 0 dan 1 TBT
14 Ruhyat K.Kuning/gapura suci Simental 1 0 Anestrus 5 bln
Bali 1 2 BTG
Anggus 3
Bali 2
31
Keterangan : BT : Bunting dan TBT : Tidak bunting
34 MADURANCH Vol. 6 No. 1 Februari 2021

Gambar 1. Model Pemeriksaan dengan Palpasi Rektal di Kondisi Peternakan di Prov. Jambi

Keberadaan inseminator di setiap lokasi berpengaruh terhadap keberhasilan efisensi dan


tidak bermasalah karena petani dan inseminator permasalahan reproduksi seperti pendapat Hastuti
mempunyai alat komunikasi dan kendaaran untuk et al. (2008), menyatakan bahwa faktor faktor
melaksanakan inseminasi. Disamping itu juga yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan
inseminator sudah berpengalaman( Tabel 2) dan adalah pengalaman peternak, biaya kawin dan
mempunyai sertefikat sebagai inseminator.Oleh penggunaan teknologi IB.
karena pengalaman seorang inseminator sangat

Tabel 2.Nama Inseminator yang Dikunjungi di Kabuapten Bungo.


No Nama Kecamatan/Wilaya Inseminasi Pengalaman
1 Sriyono Jujuhan Ilir/Sari Mulya 21 Tahun
2 Safrudin Jujuhan Ilir/Bukit Sari 10 Tahun
3 Sugiarto Kuamang Kuning/K Gading 18 tahun
4 Ahmad Sofi Kuamang Kuning/Gapura Suci 3 Tahun

Berdasarkan Tabel 3. Induk yang banyak besar, yang semula merupakan sapi tipe kecil.
mengalami masalah adalah simental dan sapi Sebagian peternak mengalami kesulitan dalam
peranakan lainya, sedangkan sapi bali dan PO penyediaan pakan bagi sapi betina produktif,
hanya satu kasus, dengan demikian sapi-sapi sehingga sapi crossbred ini kurus dengan kondisi
eksotik cendrung akan bermasalah setelah tubuh yang tidak ideal sebagai sapi induk.
kelahiran anak pertama, seperti halnya pada Dampak dari kekurangan pakan ini secara nyata
gambar 2, yaitu kejadian prolapsus dan distosia. terindikasi akan menyebabkan penurunan kinerja
Selain kejadian distosia sapi hasil silangan reproduksi, seperti: nilai S/C yang tinggi, jarak
simental dan atau limousin yang merupakan sapi beranak panjang, atau calf crop yang rendah.
crossbred hasil IB ini berubah menjadi sapi tipe Kondisi ini biasanya dibarengi dengan produksi
Bustami dkk.,Survei Permasalahan nseminasi Buatan (IB) …35

susu yang rendah dan kematian pedet yang tinggi menhasilkan jarak bernak 416,02 hari dan S/C
(Dwiyanto dan Inounu, 2009).Hal yang sama 1,19. Selanjutnya Bestari dkk. (2000),
dilaporkan oleh Iswoyo dan Widyaningrum melaporkan jarak beranak sapi peranakan adalah
(2008) menyatakan bahwa performans reproduksi 16-17 bulan angka ini adalah temasuk lama,
sapi Peranakan Simmental yang dipelihara meurut Toelihere,1981 jarak beranak ideal ternak
peternak pada non kelompok tani bisa sapi 365 har (12-13 bulan).

Tabel 3. Jumlah Bangsa Sapi Bermasalah dalam Pelaksanaan IB


No Bangsa induk Jumlah Persen (%)
1 Simental 15 60
2 Brahman Cross 2 8
3 Brangus 3 12
4 Angus 1 4
5 Limosin 3 12
6 Bali 1 4
7 PO 0 0
Jumlah 25 100

Gambar 2a. Sapi Prolapsus Gambar 2b Sapi Distokia

KESIMPULAN. inseminasi adalah mempunyai harga jual tinggi


Profil program Inseminasi buatan di yaitu pedet umur 5-6 bulan mencapai 7-8 juta
Kabupaten Bungo berkembang di daerah-daerah rupiah perekor, sedangkan sapi bali 3-4 juta
eks tranmigrasi etnis Jawa, hal ini disebabkan rupiah. Persepsi petani dengan kondisi, yaitu
sistem pemeliharaan yang intensif. Permasalahan petani berminat dengan sapi Bali dikawinkan
mendasar yang muncul adalah lamanya jarak dengan Bali dan petani yang mempunyai induk
kelahiran pada induk sapi hasil persilangan yaitu peranakan dikawinkan dengan jenis yang sama.
18 – 36 bulan, Sedangkan induk bangsa Sapi Bali Ketersedian semen cukup tersedia dan kualitas
atau PO 15 -18 bulan. Keuntungan dari hasil masih batas ambang layak untuk digunakan.
36 MADURANCH Vol. 6 No. 1 Februari 2021

SARAN Hastuti, D., S. Nurtini dan R. Widiati. 2008.


Usaha ternak sapi dengan memanfaatkan Kajian sosial ekonomi pelaksanaan
teknologi IB peternak sebaiknya menggunakan Inseminasi Buatan sapi potong di
Kabupaten Kebumen. Mediagro, 4 (2):1-
sapi Bali atau PO sebagai induk. Induk sapi
12.
peranakan setelah satu kelahiran diberikan pakan
maksimal baik gizi maupun jumlah agar service Iswoyo dan P. Widiyaningrum.2008. Performans
perconseption lebih baik dan tidak terganggu Reproduksi Sapi Peranakan Simmental
(Psm) Hasil Inseminasi Buatan di
sistem hormonal reprofuksi.
Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah. JIPP,
11 (3):125-133.
DAFTAR PUSTAKA
Maryono, Y. Anggraeni dan A.Rasyid. 2010.
Bestari J., A. R. Siregar, P. Situmorang, Y. Sani
Rekomendasi Teknologi Peternakan dan
dan R. H. Matondang. 2000. Penampilan
Veteriner mendukung Program
Reproduksi sapi Induk Peranakan
Swasembada Daging Sapi (PSDS) Tahun
Limousin,Charolais, Drougmaster dan
2014. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hereford Pada Program IB di Kabupaten
Peternakan.
Agam Propinsi Sumatera Barat. Prosiding
Seminar Nasional Peternakan dan Prasojo G., I. Arifiantini dan K. Mohamad. 2010.
Veteriner.Pusat Peneltian dan Korelasi Antara Lama Kebuntingan, Bobot
Pengembangan Peternakan. Lahir dan Jenis Kelamin Pedet Hasil
Inseminasi Buatan pada Sapi Bali. Jurnal
BSN. 2017. Semen Beku Sapi. Badan
Veteriner Maret 2010.
Standarisasi Nasional. SNI 01- 4869.1-
2017. BSN. Jakarta. Purwanti.M dan Harry.2006. Upaya Pemuliaan
dan pelestarian sapi Bali di Provinsi Bali.
Centurión-Castro, F., J. Orihuela-Porcayo. R. J.
Jurnal Penyuluhan Pertanian Vol. 1 No. 1,
Aké-López, J. G. Magaña-Monforte, R.C.
Mei 2006.
Montes-Pérez, and J. C. Segura-Correa.
2013. Effect of body condition score on Ratnawati. D, W. C. Pratiwi dan L. Affandhy.
estrus and ovarian function characteristics 2008. Petunjuk Teknis Penanganan
of synchronized beef-caster 193 cows. Gangguan Reproduksi Pada Sapi Potong.
TSA, 16: 193 – 199 PUsat Penelitian dan Pengembangan
Peernakan.
Dinas Peternakan. 2009. Pemerintah Daerah TK
I Jambi Dinas Peternakan Provinsi Jambi. Rianto.E dan E.Purbowati.2010. Panduan
Lengkap Sapi Potong. Penebar Swadaya
Diwyanto, K dan I. Inounu: Dampak
(PS)
crossbreeding dalam program inseminasi
buatan terhadap kinerja reproduksi dan Samsudewa.D,A.Lukman, E.Sugianto dan
budidaya sapi potong. Wartazoa, 19 (2): E.T.Setiatin.2008. Uji Konsistensi,Akurasi
93-102. dan Sensitivitas deteksi kebuntingan
ternak DEEA Gest Dect pada sapi sapi.
Feradis. 2010. Bioteknologi Reproduksi pada
Animal Production.Hal 12 – 15.
ternak. Alpabeta Bandung.
Toelihere,M.R.1981. Fisiologi Reproduksi pada
Hadi U. P dan N. Ilham. 2002. Problem dan
Ternak. Penerbit Angkasa Bandung.
Prospek Pengembangan usaha Pembibitan
Sapi Potong di Indonesia. Jurnal Litbang
Pertanian. 21(4)

Anda mungkin juga menyukai