Anda di halaman 1dari 63

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jawa Barat adalah provinsi yang memiliki potensi sektor perikanan yang cukup

besar. Jawa Barat juga masuk ke dalam tiga provinsi di Indonesia yang

memberikan kontribusi cukup baik terhadap sektor perikanan. Potensi ini bisa

dilihat dari jumlah produksi perikanan laut yang di jual di TPI (Tempat Pelelangan

Ikan) pada tahun 2015 sebesar 52.361.50 ton (BPS 2016) dan produksi perikanan

tangkap pada tahun 2014 sebesar 198.179,00 ton (KKPI 2016). Selain pada jumlah

produksi, pengolahan produksi perikanan menjadi makanan olahan juga merupakan

potensi lainnya. Contohnya, Kabupaten Indramayu Jawa Barat yang menjadikan

hasil olahan ikan menjadi kerupuk ikan dengan produksi lebih dari 10.000 ton

dalam setahun (Humas Pemerintah Kabupaten Indramayu, 2014).

Selain pada jumlah produksi dan pengolahan ikan, nelayan pun menjadi salah

satu faktor peningkatan produksi perikanan. Jawa Barat termasuk ke dalam tiga

provinsi dengan jumlah nelayan paling banyak setelah Jawa Timur dan Jawa

Tengah, jumlah nelayan yang ada di Jawa Barat saat ini sebanyak 183.000 nelayan

(Kemenristek, 2016). Jawa Barat memiliki wilayah laut yang cukup luas dan

tersebar ke berbagai daerah misalnya, Pantai Pangandaran yang terletak di daerah

Kabupaten Ciamis Jawa Barat, Pantai Cipatujah Kabupaten Garut, Pantai Pondok

Bali Kabupaten Subang, dan Pantai Pelabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi Jawa

Barat.

1
Pelabuhan Ratu Sukabumi adalah salah satu pesisir pantai yang ada di wilayah

Jawa Barat dan Ibu Kota Kabupaten Sukabumi. Mata pencaharian utama penduduk

adalah sebagai nelayan. Gado Bangkok merupakan pusat Kota sekaligus tempat

untuk jual beli hasil laut, olahan ikan dan Tempat Pelelangan ikan (Disparbud,

2016). Jumlah nelayan di Pelabuhan Ratu Sukabumi saat ini mencapai lebih dari

5.000 nelayan, masih jauh sedikit bila dibandingkan dengan jumlah nelayan yang

ada di Kabupaten Lamongan Jawa Timur yang mencapai lebih dari 28.000 nelayan

(Wardono, 2015:4). Meskipun jumlah nelayannya masih sedikit akan tetapi status

para nelayan di kawasan Pelabuhan Ratu Sukabumi sudah menjadi armada

perikanan. Armada perikanan adalah organisasi kelompok kapal yang melakukan

kegiatan mencari ikan bersama-sama di suatu perairan. Armada perikanan biasanya

dibentuk secara kelompok besar yang terdiri dari beberapa anggota kelompok,

mereka menangkap ikan dengan menggunakan kapal mesin atau kapal motor

dengan begitu status nelayan pelabuhan ratu masih lebih baik dibandingkan dengan

nelayan pantai Lamongan Jawa Timur yang hanya berstatus sebagai nelayan kecil.

Selain status nelayan yang sudah menjadi armada ada beberapa hal lainnya yang

melatar belakangi mengapa penelitian ini dilakukan di pelabuhan ratu Sukabumi

diantaranya yaitu, kebutuhan nelayan di pelabuhan ratu sudah dipenuhi yaitu seperti

sarana dan prasarananya, penyediaan barang logistik maupun kebutuhan

operasionalnya khususnya untuk nelayan kapal besar, sistem pelayanan terhadap

kapal kecil juga sudah terdaftar dinas perikanan dan kelautan disertai dengan

kelengkapan surat-suratnya dan yang terakhir adanya bantuan-bantuan yang

diberikan berupa kapal kecil dan alat tangkap.

2
Kontribusi yang cukup besar dari sektor perikanan bagi Indonesia berbanding

terbalik dengan kehidupan nelayannya sendiri. Kehidupan para nelayan tersebut

masih jauh dari kata sejahtera, hal ini disebabkan oleh lima faktor, pertama, adalah

adanya kesenjangan antara nelayan dengan juragannya. Nelayan hanya berlaku

sebagai ABK (Anak Buah Kapal) yang memberikan hasil tangkapannya kepada

juragan untuk nantinya dibagi dua (guritno, 2014 :312). Kebiasaan para nelayan

yang bergantung kepada juragan malah semakin membuat kondisi para nelayan

tersebut semakin parah dan pendapatan yang mereka dapatkan semakin tidak

menentu malah cenderung rendah, karena terkadang harga jual hasil tangkapan ikan

mereka berbeda dari harga pasar. Kedua, keterbatasan dalam menangkap ikan juga

menjadikan kondisi para nelayan ini masih kurang baik, biasanya para nelayan

masih menggunakan cara manual dibandingkan memanfaatkan teknologi yang ada.

Di Kabupaten Minahasa selatan Kecamatan Tumpaan misalnya, dimana nelayan

memilih menggunakan alat pancing manual. Hal ini karena nelayan tidak ingin

menggunakan pedoman atau teknologi untuk mengetahui lokasi-lokasi

penangkapan ikan (Lamia,2014:1758) dan berdampak langsung kepada tingkat

pendapatan nelayan yang tidak menentu, karena sebenarnya semakin besar

pengalaman dan pengetahuan nelayan maka peluang untuk mendapatkan hasil

tangkapan menjadi lebih besar dan pendapatan nelayan menjadi meningkat.

Pemanfaatan teknologi penangkapan ikan yang berbeda juga bisa meningkatkan

pendapatan, kemampuan nelayan, produksi, dan pengelolaan sumberdaya perikanan

(Agung Nanto, 2011:57).

3
Ketiga, terbatasnya wilayah para nelayan untuk memancing atau menangkap

ikan juga menjadi penyebab lainnya, karena keterbatasan tersebut maka hasil

tangkapan juga jadi semakin berkurang dan menyebabkan pendapatan semakin

tidak menentu. Faktor yang keempat, adalah cuaca dan musim. Cuaca dan musim

juga menjadi penyebab kondisi nelayan di Indonesia kurang baik, karena pekerjaan

sebagai nelayan sangat bergantung pada kedua hal tersebut. Contohnya, biasanya

pada musim tangkap ikan, hasil tangkapan mereka jadi lebih banyak daripada

biasanya, dan jika musim sudah berganti dengan musim paceklik hasil tangkapan

menjadi berkurang. Faktor cuaca, jika cuaca sedang buruk dan gelombang arus laut

sedang naik maka mereka akan berhenti untuk melaut sampai cuaca kembali

normal, keadaan seperti ini tidak akan berlangsung selama satu atau dua hari tapi

bisa sampai berminggu-minggu. Kelima, adalah perilaku konsumtif nelayan.

Seperti yang terjadi di pesisir tambak lorok, selain faktor musim dan kerusakan

pesisir, perilaku konsumtif masyarakarat tambak lorok juga menyebabkan

kemiskinan di daerah tersebut semakin parah (nurpratiwi, 2016:1).

Gaya hidup nelayan yang konsumtif tidak hanya dialami oleh masyarakat

tambak lorok, fenomena seperti ini juga terjadi pada masyarakat Desa Grajagan

Kecamatan Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi. Mereka memanfaatkan

pendapatan yang mereka punya untuk membeli barang-barang ketika musim

tangkap ikan tiba lalu menjualnya kembali ketika musim paceklik datang,

kebiasaan ini sudah dianggap sebagai suatu hal yang wajar dan dilakukan baik oleh

nelayan kecil maupun juragannya (Purwati, 2013:1-5).

4
Masyarakat nelayan di Gudang Lelang juga mengalami hal yang sama. Jika

sedang musim paceklik hasil tangkapan ikan menjadi berkurang, maka dari itu

nelayan akan menjual semua perhiasan dan barang untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari. Setelah barang terjual, nelayan meminjam uang kepada juragannya

dengan syarat dan ketentuan nelayan harus menjual hasil tangkapan kepada juragan

dengan harga yang ditentukan juragan. Jika mereka tidak bisa melunasi hutangnya,

maka mereka tidak diperbolehkan keluar dalam lingkup nelayan dan mereka akan

tetap berada di Gudang Lelang (Imran, 2015:12).

Permasalahan lain yang terkait dengan kehidupan nelayan adalah permasalahan

lingkungan, seperti yang terjadi di Madura. Kurangnya pengolahan air bersih di

kawasan nelayan Kecamatan Sepulu Madura, dimana pengolahan sampah belum

bisa di kelola secara baik, karena masih banyak yang memilih membuang

sampahnya ke laut (Farid, 2015:88). jika masyarakat sekitar masih sering memilih

membuang sampahnya ke laut, maka yang akan terjadi adalah laut menjadi kotor

dan tidak bersih dan akan menyebabkan pencemaran lingkungan serta rusaknya

ekosistem laut, sehingga ikan-ikan tersebut akan mati dan hasil tangkapan nelayan

akan semakin berkurang dampak utamanya, pendapatan nelayan semakin menurun

bahkan tidak menentu.

Dari berbagai macam uraian permasalahan kehidupan nelayan tadi, inti dari

permasalahan adalah terkait dengan pola kebutuhan hidup nelayan sehari-hari.

Kebutuhan nelayan dibagi menjadi dua bagian, kebutuhan primer dan sekunder.

Kebutuhan primer adalah kebutuhan yang harus dipenuhi demi bisa

5
mempertahankan hidupnya. Sedangkan kebutuhan sekunder adalah kebutuhan yang

bisa dipenuhi ketika kebutuhan primernya sudah terpenuhi (Dewi Rosalia, 2016:1).

Kebutuhan primer nelayan mencakup ke dalam kebutuhan pokok seperti

sandang (pakaian), pangan (makanan) dan papan (rumah). Kebutuhan sekunder

nelayan terbagi kedalam tiga bagian, pertama, kebutuhan akan alat transportasi

untuk melaut, seperti kapal penangkap ikan untuk nelayan yang sudah menjadi

armada perikanan dan sampan untuk nelayan tradisional. Untuk kapal penangkap

ikan membutuhkan bahan bakar solar untuk menggerakkan kapal sedangkan

sampan hanya membutuhkan kayu sebagai bahan dasar untuk membuatnya dan

tidak menggunakan mesin atau solar untuk menggerakannya meskipun sekarang

sudah ada sampan yang terbuat dari fiber. Kebutuhan kedua, kebutuhan akan alat

tangkap seperti alat pancing, jaring insang dan masih banyak lagi kebutuhan alat

tangkap lainnnya.

Kebutuhan yang ketiga, adalah kebutuhan untuk pemeliharaan alat-alat tersebut.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut nelayan membutuhkan modal, sedangkan

akses untuk permodalan bagi nelayan masih sangat kurang karena lokasi yang

terpencil dan jauh dari perkotaan. Pada saat nelayan membutuhkan modal, nelayan

tidak memiliki cara lain selain meminjam kepada rentenir demi meringankan beban

hidup mereka. Sampai saat ini Sebagian besar nelayan Indonesia masih terjebak

dalam pusaran rentenir dan seakan belum terlepas dari kemiskinan dan hutang.

Padahal bunga yang diberikan oleh rentenir bisa mencapai 20-40% melebihi

pendapatan mereka sehari-hari. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat data nelayan

miskin pada tahun 2013 mencapai 7,87 juta orang (Syafrini, 2014:67). Mereka

6
membutuhkan alternatif lain selain meminjam kepada rentenir, alternatif yang

justru tidak menambah beban hidup mereka menjadi lebih berat tetapi

meringankan.

Bank syariah hadir sebagai alternatif dan solusi kepada para nelayan untuk

meringankan beban kebutuhan hidup para nelayan. Mengajukan pembiayaan pada

bank syariah berupa pengajuan untuk modal usaha merupakan salah satu cara yang

bisa diambil oleh para nelayan demi meringankan biaya hidup dan memenuhi

kebutuhan mereka. Bank syariah bisa menjadi tempat bagi nelayan untuk

mengajukan pembiayaan untuk modal usaha. Bank syariah menggunakan prinsip

bagi hasil dan berbagi risiko dalam kegiatan pembiayaanya dan menggunakan

model pembiayaan muamalah maaliyah (Sari, 2016:1). Pembiayaan juga

hendaknya diarahkan kepada golongan ekonomi lemah, sehingga mereka dapat

meningkatkan usaha dan pendapatannya (Umam, 2013:211).

Berbagai macam Produk pembiayaan ditawarkan oleh Bank Syariah. Bank

Mandiri Syariah adalah salah satu bank yang terlibat ke dalam program Kredit

Usaha Rakyat (KUR) yang memberikan pembiayaan kebutuhan melaut, dengan

nilai dibawah Rp 500.000.000 dengan pola penjaminan oleh Pemerintah dengan

besarnya coverage penjaminan maksimal 80 persen dari plafon kredit untuk sektor

pertanian, kelautan dan perikanan, kehutanan, dan industri kecil, dan 70% dari

plafon kredit  untuk sektor lainnya (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan

Kemiskinan, 2014). Akan tetapi yang menjadi kendala adalah pada pembiayaannya.

Dari Produk pembiayaan yang ditawarkan bank syariah, salah satunya mungkin

bisa memenuhi kebutuhan para nelayan atau mungkin sebaliknya bisa saja

7
pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah ternyata tidak sesuai dengan

kebutuhan nelayan. Untuk itu penulis tertarik menjadikan permasalahan tersebut ke

dalam penelitian berjudul “ANALISIS KEBUTUHAN NELAYAN TERHADAP

PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH.” Dengan objek penelitian di

kawasan Pelabuhan Ratu Sukabumi Jawa Barat.

B. Rumusan Masalah

Jawa Barat adalah salah satu provinsi yang memiliki potensi sektor perikanan

cukup besar. Akan tetapi kontribusi yang diberikan sektor perikanan terhadap Jawa

Barat berbanding terbalik dengan kehidupan nelayan yang tidak bisa terlepas dari

kemiskinan dan pendapatan mereka yang cenderung tidak menentu. Disisi lain

kebutuhan nelayan untuk melaut tidaklah sedikit, mereka membutuhkan modal

yang besar, bank syariah hadir memberikan bantuan berupa modal pinjaman

dengan berbagai macam produk pembiayaan yang ditawarkan, demi membantu

meringankan biaya hidup para nelayan dan meningkatkan taraf hidupnya. Kondisi

perekonomian nelayan juga menjadi penyebab pasti mengapa nelayan

membutuhkan pembiayaan dari bank syariah.

Produk pembiayaan yang ditawarkan oleh bank syariah dapat memenuhi

kebutuhan nelayan atau mungkin bisa sebaliknya, pembiayaan yang diberikan tidak

sesuai dengan nelayan dan tidak dapat membantu mereka untuk meningkatkan taraf

hidupnya. Hal ini menimbulkan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana kondisi perekonomian nelayan di Pelabuhan Ratu Sukabumi Jawa

Barat?

8
2. Produk Pembiayaan seperti apa yang sesuai untuk para nelayan di pesisir pantai

Pelabuhan Ratu Sukabumi Jawa Barat?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai adalah

untuk:

1. Mengetahui kondisi perekonomian para nelayan di wilayah pesisir pantai

Pelabuhan Ratu Sukabumi Jawa Barat sehingga dapat mengakategorikan kondisi

perekonomian nelayan termasuk kategori baik atau kurang sejahtera.

2. Mengetahui produk pembiayaan yang sesuai dengan para nelayan sehingga

dapat memberikan solusi kepada para nelayan bahwa masih ada alternatif lain

yang bisa mereka ambil untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, tanpa

harus terbebani dengan tambahan bunga yang tinggi melebihi pendapatan

mereka sehari-hari.

9
D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi penulis

Mengetahui tingkat kesejahteraan nelayan di Indonesia masih kurang sejahtera

berbanding terbalik dengan kontribusi yang diberikannya terhadap sektor

perikanan dan kelautan.

2. Bagi peneliti lain

Memberikan referensi kepada para peneliti lain untuk dijadikan bahan penelitian

sebelumnya dan memberikan informasi mengenai kondisi perekonomian dan

tingkat kebutuhan nelayan yang membutuhkan modal yang tidak sedikit.

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan ini berisi bab yang merupakan garis besar dan akan

dijelaskan selanjutnya. Berikut gambarannya.

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan bagian pendahuluan, meliputi: Latar belakang,

Perumusan Masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan

sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Memaparkan teori dan kajian pustaka yang berhubungan dengan bahasan

pokok penelitian yang meliputi definisi nelayan, karakter nelayan, tingkat

kesejahteraan nelayan, kebutuhan nelayan dan pembiaayan yang

diberikan untuk nelayan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


10
Mendeskripsikan tentang metode yang akan digunakan, jenis penelitian,

populasi dan sampel, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data

dan teknik analisis data

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Nelayan

1. Definisi Nelayan

Nelayan adalah kelompok masyarakat yang kebutuhan hidupnya bergantung

kepada hasil laut. Melalui budidaya ikan ataupun dengan cara menangkap ikan.

Umumnya mereka tinggal di pesisir pantai dengan membentuk komunitas

nelayan. Bagi para nelayan laut merupakan peluang untuk mencari nafkah

dengan menggunakan teknologi memancing yang sederhana (Manggala, 2016:

56-59). Menurut peraturan perundang-undangan Nomor. 7 pasal 1 tahun 2016.

Nelayan terbagi ke dalam beberapa definisi, yaitu:

a. Nelayan adalah setiap orang yang mata pencahariannya melakukan

penangkapan ikan.

b. Nelayan kecil adalah nelayan yang melakukan penangkapan ikan untuk

memenuhi kebutuhan hidup baik yang menggunakan kapal tangkap

maupun kapal tangkap paling besar.

c. Nelayan tradisional adalah nelayan yang melakukan penangkapan ikan di

perairan yang merupakan hak perikanan tradisional yang telah

dimanfaatkan secara turun-temurun sesuai dengan budaya.

d. Nelayan buruh adalah nelayan yang menyediakan tenaganya yang turut

serta dalam usaha penangkapan ikan.

12
e. Nelayan pemilik adalah nelayan yang memiliki kapal penangkap ikan yang

digunakan dalam usaha penangkapan ikan dan secara aktif melakukan

penangkapan ikan.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor.31 tahun 2004

nelayan adalah orang yang mata pencahariannya menangkap ikan. nelayan

diartikan sebagai orang yang secara aktif melakukan operasi penangkapan ikan.

(prasetyo, 2016 41-42). Nelayan juga terbagi kedalam beberapa definisi

diantaranya:

a. Nelayan secara aktif melakukan operasi penangkapan ikan di perairan

tertentu. Nelayan juga bekerja membuat jaring, mengangkut alat

penangkapan ikan kedalam perahu atau atau kapal motor (Rohman,

2015:75).

b. Nelayan merupakan roda penggerak bagi perekonomian, terutama sektor

kelautan (Ariani, 2014:1)

c. Masyarakat nelayan adalah, Masyarakat yang hidup, tinggal, dan

berkembang di kawasan pesisir (Sukma, 2014 42-47).

d. Masyarakat nelayan hidup dengan mengelola potensi sumberdaya

perikanan (Fargomela, 2014 :1).

Selain beberapa definisi dan peraturan perundang-undangan nelayan juga

terbagi kedalam dua kelompok, nelayan kecil dan nelayan tradisional. Nelayan

kecil adalah orang yang bekerja melakukan penangkapan ikan untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari (Sugiyarto, 2016:13). Nelayan kecil biasanya

menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar lima gross ton untuk

13
melaut. Batasan penggunaan kapal ini sudah tercantum dalam peraturan

kementerian kelautan dan perikanan Nomor 36/permen-kp/2015 tentang

kriteria dan pengelompokkan skala kecil, menengah dan besar dalam pungutan

hasil perikanan (Sidik, 2016:9). Nelayan kecil memanfaatkan sumberdaya di

daerah pesisir (Makruf, 2015:12). Jumlah awak kapal nelayan kecil sekitar 2-5

orang (Moelyaningrum, 2016:3). Hasil tangkapan nelayan kecil biasanya lebih

sedikit dibandingkan dengan nelayan besar karena kapasitas kapalnya dibawah

dibawah kapal nelayan besar dan jangkauan kapal yang tidak terlalu luas

(Iflakhah, 2016:10).

Nelayan Tradisional adalah orang yang menjalankan profesi sebagai

nelayan secara turun temurun menggunakan perahu kecil dan peralatan yang

terbatas (Azwar, 2016:14). Nelayan tradisional melaut dengan cara tradisional

dengan mengandalkan peralatan seadanya dengan hasil tangkapan tidak

menentu (Dariwu, 2016:3). Nelayan tradisional masih mempertahankan cara

penangkapan ikan tanpa menggunakan teknologi, dukungan modal dan

lembaga usaha yang mendukung (Handajani, 2015:1). Nelayan tradisional

menggantungkan hidup sehari-harinya pada hasil penangkapan ikan dengan

alat tangkap yang sederhana (Sulaiman,2014:33).

Nelayan Tradisional diartikan secara umum adalah nelayan yang

memanfaatkan sumber daya perikanan dengan peralatan tangkap yang masih

tradisional, modal usaha kecil, dan organisasi penangkapan yang lingkupnya

kecil. Nelayan Tradisional bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya

14
khususnya untuk pemenuhan pangan bukan untuk dijadikan potensi usaha

(Rangkuti, 2013:186).

2. Karakteristik Nelayan

Setiap nelayan memiliki karakteristik yang berbeda-beda di setiap

daerahnya. Nelayan kecil di Desa Puger Wetan Kecamatan Puger Kabupaten

Jember misalnya, memiliki karakter yang tidak sama dengan nelayan pada

umumnya, karakter tersebut terbagi menjadi tiga aspek yaitu kondisi sosial,

budaya dan ekonomi. Kondisi sosial adalah seperti ikut berpartispasi dalam

kegiatan organisasi, karakter pada budaya adalah terkait dengan penggunaan

alat tangkap pada kegiatan melaut. Dan yang terakhir adalah kondisi ekonomi

yang meliputi pendapatan, kondisi tempat tinggal, pengeluaran, kesehatan dan

pendidikan (Widodo, 2014:11).

Karakteristik nelayan di Desa Bandar Rahmat Kecamatan Tanjung Tiram

Kabupaten Batu Bara membagi karakter nelayan kedalam tiga bagian, pertama,

karakteristik pada demografi yang didasarkan usia, suku dan agama, kedua,

karakteristik pada alat tangkap yang dilihat dari jenis perahu, kapal dan alat tangkap

apa yang sering digunakan oleh kelompok nelayan, ketiga, adalah kondisi ekonomi

yang dilihat dari segi pendapatan nelayan setiap harinya (E. Wulandari, 2014:59-

60). Selain karakteristik yang dibagi kedalam beberapa bagian, salah satu

karakteristik yang dimiliki nelayan adalah sifat konsumtif,

Dalam penelitian ini penulis mengklasifisikan karakteristik nelayan

menjadi lima bagian, yaitu pada usia, tingkat pendapatan rumah tangga

15
nelayan, pengeluaran rumah tangga nelayan, tingkat pendidikan dan jumlah

tanggungan keluarga.

a. Usia Nelayan

Usia nelayan sangat berpengaruh terhadap kemampuan bekerja. Usia

produktif nelayan adalah usia yang mampu melakukan usaha penangkapan

ikan secara produktif dan menghasilkan pendapatan yang cukup untuk

memenuhi kebutuhan hidup (Yampu, 2015:52). Pada nelayan pembatasan

masa lanjut usia ditentukan berdasarkan masa usia produktif dan dibedakan

berdasarkan pekerjaan nelayannya. Batas usia untuk nelayan yang bekerja di

laut lepas dan sepanjang pantai adalah usia diatas usia 50 tahun.

Permasalahan yang sering dialami oleh nelayan lanjut usia adalah

menurunnya kondisi kesehatan, berkurangnya kemampuan untuk

menghasilkan pendapatan dan sulitnya mendapatkan modal untuk memulai

usaha lain (Ermayanti, 2014: 5-6). Nelayan lanjut usia masih termasuk ke

dalam jumlah yang cukup besar dan memiliki peranan yang penting dalam

peningkatan sektor ekonomi masyarakat nelayan.

Provinsi Sumatra Barat misalnya, membagi kategori masyarakat nelayan

Kepulauan Riau membagi batas usia nelayan dari usia 25 tahun yang paling

terendah dan tertinggi berusia 54 tahun (Wibowo, 2015:114). Usia

produktif sebagai ketenagakerjaan sudah dimulai usia 15 tahun sampai 64

tahun termasuk kategori untuk nelayan sudah dimulai sejak usia tersebut

(Wahyuni, 2015:14-15).

16
b. Pendapatan Rumah Tangga Nelayan

Pendapatan rumah tangga nelayan adalah faktor penentu bagi

peningkatan kesejahteraan nelayan sehingga nelayan dapat menentukan

jumlah pengeluaran konsumsi setiap harinya. Pendapatan rumah tangga

nelayan bisa diperoleh dari kegiatan penangkapan ikan dan aktivitas diluar

kegiatan penangkapan ikan (Kalsum, 2014:71). Pendapatan rumah tangga

nelayan terbagi dapat diklasifikasikan kedalam dua bagian, yaitu:

1) Pendapatan nelayan adalah seluruh pendapatan bersih dari selisih antara

seluruh pendapatan usaha melaut dari hasil produksi dengan biaya

produksi selama melaut dan menangkap ikan selama satu bulan dan

dinyatakan dalam rupiah.

2) Pendapatan total nelayan adalah seluruh penghasilan nelayan dari semua

sumber pendapatan, baik bekerja sebagai nelayan, atau bukan sebagai

nelayan akan tetapi sebagai petani, pedagang dan buruh yang dinyatakan

dalam jumlah rupiah (Kurniasari, 2016:36)

Pendapatan yang didapatkan oleh nelayan terkadang tidak menentu,

Sedangkan di sisi lain kebutuhan rumahtangga nelayan harus terpenuhi.

Dibutuhkan strategi yang baik untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga

nelayan tersebut. misalnya seperti nelayan yang ada di dua kecamatan

Mandolang Kabupaten Minahasa, penghasilan terendah nelayan yang

dihasilkan oleh nelayan karena hasil tangkapan yang berbeda-beda, ada

nelayan yang memilih tidak menggunakan kapal motor dan hanya

17
bergantung kepada alat pancing sederhana saja, wilayah pancing mereka

pun hanya pada satu tempat saja dan itu berdampak pada pendapatan yang

tidak menentu. Oleh karena itu banyak nelayan di desa ini yang menjadi

nelayan sambilan untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya

dengan menjadi tukang, dan buruh tani.

Selain itu mereka juga menggunakan kontribusi pemberdayaan istri

nelayan dan melakukan penghematan pada anggaran belanja Rumah Tangga

nelayan (Wulandari, 2016:229-230). Nelayan di Kelurahan Mangunharjo

Semarang juga banyak yang mengambil pekerjaan sampingan selain

menjadi nelayan yaitu bertani dan buruh tani.

Pendapatan yang didapatkan nelayan tidak hanya diperoleh dari

menangkap ikan saja. Pekerjaan sampingan saat musim paceklik datang atau

musim tangkap ikan sedang menurun membuat pekerjaan sampingan ini

menjadi lebih membantu para nelayan dalam memenuhi kebutuhan rumah

tangganya (Oktofriyadi, 2014 77-78). Pendapatan utama sebagai nelayan

lebih kecil dibandingkan pekerjaan sampingan (Ardhan, 2015:57).

Sedangkan di Kabupaten di Desa Asinan, Kecamatan Bawen Semarang nilai

pendapatan sampingan jauh lebih besar daripada pendapatan utama sebagai

nelayan dan pendapatan rata-rata dengan menggunakan pancingan gillnet

(Oktaveasman, 2013:78-79).

Pendapatan rumah tangga nelayan di kepulauan meranti riau diperoleh

dari anak istri dan usaha sampingan nelayan. Pendapatan utama nelayan

adalah diperoleh dari kegiatan perikanan dan hasil tangkapan ikan (Noprita,

18
2015:9-10). Total pendapatan nelayan yang paling terbesar adalah di

Pelagis Kabupaten Malang. Total pendapatan nelayan yang didapatkan

melebihi ketentuan minimal pendapatan yang diatur bank dunia (Firdaus,

2014:163-164). Program pemberdayaan perempuan nelayan masih sangat

minim, padahal perempuan nelayan bisa membantu suaminya yang bekerja

sebagai nelayan menangkap ikan untuk menambah pendapatan dan

memenuhi kebutuhan hidupnya. Nelayan perempuan memiliki peran besar

dari pra produksi perikanan sampai pemasaran (Fitrianti, 2016:16-17)

c. Pengeluaran Rumah Tangga Nelayan

Pengeluaran rumah tangga nelayan dibagi kedalam dua kategori yaitu

pengeluaran pangan dan non-pangan dengan begitu pendapatan rumah

tangga nelayan dapat dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan dan

pengeluarannya. pengeluaran pangan mencakup kebutuhan sehari-hari,

seperti pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan akan sayuran, buah-buahan,

makanan dan minuman, sedangkan untuk pengeluaran non-pangan adalah

pengeluaran untuk rumah tinggal, pakaian, alas kaki dan tutup kepala

(Maulana Firdaus 2013).

Pola pengeluaran rumah tangga nelayan memiliki perbedaan di setiap

wilayahnya, Pola pengeluaran rumah tangga nelayan buruh di pesisir

Kampak Kabupaten Bangka misalnya, terbagi atas pengeluaran pangan dan

non pangan. Dan pengeluaran rumah tangga habis oleh kebutuhan pangan

yang persentasenya jauh lebih besar dari pengeluaran non pangan dan secara

19
tidak langsung memperlihatkan tingkat kesejahteraan yang rendah (M.Agam

Alpharesy, 2012:15).

Pengeluaran rumah tangga nelayan di Labuan Banten bergantung

berbeda dengan pengeluaran rumahtangga diatas,pengeluaran rumahtangga

bergantung kepada tiga musim, yang pertama musim tangkap ikan, kedua,

musim peralihan dan yang ketiga musim paceklik. Pendapatan mereka akan

meningkat ketika musim tangkap dan menurun seketika saat musim

paceklik datang (Zakiyah, 2016:6-7). Faktor yang mempengaruhi

pengeluaran rumah tangga nelayan yang lain adalah pada pendapatan

melaut, jumlah keluarga dan pendidikan nelayan, jika pendidikan nelayan

lebih ditingkatkan lagi maka nelayan akan lebih pintar terutama dalam hal

menghitung pengeluaran dan pendapatan ( Primyastanto, 2013:21-22).

d. Tingkat Pendidikan Nelayan

Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan sengaja

untuk mengubah tingkah laku manusia baik secara individu maupun

kelompok untuk mendewasakan melalui upaya pelatihan dan pengajaran

(Kurniasari, 2016:41). Tingkat pendidikan nelayan secara umum tergolong

rendah, hal ini disebabkan karena nelayan hanya mengikuti pendidikan

formal yang hanya mencapai kelas 5 Sekolah Dasar. Minimnya tingakt

pendidikan formal juga tidak beda jauh dengan minimnya pendidikan non-

formal, contohnya, seperti kursus dan pelatihan untuk nelayan

(Tjitradjaja,2012:161-162).

20
Pendidikan merupakan salah satu faktor terpenting dalam penunjang

pengetahuan, tingkat pendidikan juga mempengaruhi pola pikir dan cara

bertindak seseorang. Tingkat pendidikan nelayan memiliki perbedaan di

setiap wilayahnya, untuk Kota Padang misalnya, sebagian besar tingkat

pendidikannya hanya tamatan Sekolah Dasar ( Junaidi, 2016:320).

Pendidikan yang hanya sampai sekolah dasar juga dialami oleh nelayan di

Kelurahan Cilacap Jawa Tengah. Rendahnya tingkat pendidikan di wilayah

tersebut karena mereka sudah terbiasa melaut sejak masih sekolah demi

membantu mencari nafkah sehingga tidak dapat meneruskan sekolah (Satria,

2011:319).

Tingkat pendidikan nelayan bisa juga dipengaruhi oleh kondisi geografis

karena wilayah yang terisolir dipisahkan oleh lautan sehingga sulit

mendapatkan pendidikan yang memadai. Pendidikan sangat berpengaruh

terhadap pemahaman masyarakat nelayan tentang arti penting ekosistem laut

dan berpengaruh langsung terhadap mata pencaharian nelayan (kamal,

2011:75-76).

e. Jumlah Tanggungan Keluarga Nelayan

Besarnya jumlah anggota keluarga merupakan faktor yang sangat penting

karena dapat mempengaruhi pola konsumsi dan biaya hidup rumah tangga.

Jika jumlah anggota keluarga lebih banyak maka konsumsi akan semakin

besar (Syahfitri, 2016:6). Jumlah tanggungan keluarga adalah salah satu

faktor besar atau kecilnya kebutuhan keluarga nelayan dengan jumlah

21
tanggungan yang bervariasi dan berkisar 3-7 orang (Tamanampo, 2016:76).

Jumlah tanggungan keluarga nelayan biasanya berjumlah 5 orang yang

terdiri dari ayah, ibu dan 3 orang anak, lebih besar ketimbang rata-rata

ukuran jumlah keluarga pada umumnya yang hanya berjumlah 4 orang

(Yusuf, 2016:4). Anggota keluarga yang bekerja sebagai nelayan dapat

membantu meningkatkan pendapatan (Kustanti, 2016:92).

3. Tingkat Kesejahteraan Nelayan

Kehidupan nelayan di Indonesia masih jauh dari kata sejahtera.

Kesejahteraan terbagi menjadi dua bagian, pertama kesejahteraan subjektif,

adalah kesejahteraan yang langsung dirasakan oleh nelayan mencakup tiga

dimensi, ekonomi, sosial dan psikologis. Kesejahteraan keluarga meliputi

kesehatan, makanan pakaian dan tempat tinggal dan kesejahteraan objektif

adalah kesejahteraan yang terbagi berdasarkan kriteria rumah tangga nelayan

yang miskin (Widyaningsih, 2015:186-187). Jika kesejahteraan hanya dilihat

dari segi pendapatan, maka keluarga nelayan kesejahteraannya lebih baik

daripada keluarga yang bukan nelayan, akan tetapi jika dilihat dari segi

pendidikan dan kesehatan, kesejahteraan keluarga nelayan sangat rendah, karena

pendapatannya digunakan untuk hal-hal yang kurang penting. Nelayan tidak

terlalu menganggap pendidikan, kesehatan dan lingkungan sebagai hal yang

penting (Muflikhati, 2010:1-10).

Pada tahun 2011, jumlah masyarakat nelayan miskin mencapai 7,87 juta

orang atau sebesar 26,2% dari total penduduk miskin di Indonesia (Bank

22
Indonesia, 2016 :1). Kondisi kemiskinan nelayan ini disebabkan oleh enam

faktor berikut gambarannya :

a. Terbatasnya sarana dan prasarana ekonomi yang terkait dengan perikanan.

b. Rendahnya kualitas sumber daya manusia.

c. Terbatasnya teknologi penangkapan yang kapasitasnya masih kurang,

d. Belum terciptanya komitmen untuk pembangunan kawasan pesisir

e. Belum ada lembaga sosial ekonomi yang dapat menjadi instrumen

pembangunan masyarakat.

f. Akses modal yang terbatas (Ihsanudin, 2013: 357-358).

Beberapa nelayan yang tersebar ke berbagai daerah di wilayah Indonesia

mengalami kemiskinan yang berbeda dan penyebab yang berbeda-beda. Jawa

Timur misalnya, penyebab kemiskinan nelayan di Jawa Timur adalah seringnya

nelayan melakukan penangkapan ikan di wilayah perairan tangkap lebih (Tain,

2011:9).

Kemiskinan nelayan disebabkan oleh faktor eksternal dan internal. Faktor

eksternal karena tidak dilaksanakannya Undang-Undang Bagi Hasil No.16

Tahun 1964 oleh Pemerintah Pusat dan Daerah, sehingga muncul kesenjangan

pembagian hasi tangkapan. Pemerintah tidak memberikan perhatian khusus

terhadap pembangunan infrastruktur, pendidikan, serta keselamatan kerja. Faktor

internal disebabkan oleh rendahnya pendidikan, kesehatan, dan keahlian lain

selain melaut atau pekerjaan sampingan selain sebagai nelayan (Arifin, 2014:1).

. 4. Kebutuhan Nelayan

23
Kebutuhan nelayan untuk melaut adalah kebutuhan untuk pemeliharaan dan

perbaikan kapal, dan kebutuhan akan alat-alat untuk melaut lainnya seperti

minyak, es, dan kebutuhan akan alat tangkap jika alat-alat tersebut sudah

mengalami penyusutan atau sudah mulai rusak (Yusuf, 2015:3).

Kebutuhan nelayan tidak sedikit dalam menunjang kegiatan mereka untuk

melaut setiap harinya kebutuhan akan solar, alat tangkap, kebutuhan untuk

pemeliharaan alat untuk melaut dan kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan

hidup sehari-sehari seperti sandang, pangan dan papan. Kebutuhan nelayan yang

paling utama adalah kebutuhan untuk melaut. Solar merupakan kebutuhan

paling penting bagi nelayan. Terutama nelayan yang kapal tangkap yang besar.

Subsidi BBM terutama solar bagi nelayan harus tetap dipertahankan karena

sangat berpengaruh langsung terhadap pendapatan para nelayan (Muhlisin,

2012:112).

Kebutuhan nelayan bukan hanya pada untuk melaut dan pemeliharaannya

saja, akan tetapi kebutuhan modal pun menjadi sangat penting akan tetapi

profesi sebagai nelayan tidaklah mudah karena banyak ketidakpastian yang

terjadi. Nelayan sangat membutuhkan modal yang tanpa agunan dan tidak

menambah beban hidup mereka, Modal usaha nelayan adalah aset dan peluang

pengembangannya, metode pelatihan dan pengembangan manajemen

kewirausahan dapat meningkatkan pendapatan bagi nelayan (Nugroho,

2015:25).

Akan tetapi, biasanya para nelayan memilih meminjam uang kepada rentenir

atau tengkulak. Pelabuhan Perikanan Pelabuhan Ratu Misalnya, pendapatan para

24
nelayan di kawasan pesisir ini jauh lebih berkurang karena meminjam modal

kepada tengkulak (Lubis, 2012: 166-167).

B. Pembiayaan Bank Syariah

Berbagai macam produk pembiayaan ditawarkan kepada masyarakat untuk

berbagai macam kalangan termasuk untuk nelayan. Berikut gambaran produk-

produk pembiayaan di Bank Syariah.

1. Al-Wadiah (simpanan atau titipan)

Al-Wadiah adalah akad penitipan barang antara pihak yang mempunyai barang

atau uang antara pihak yang mempunyai barang atau uang dengan pihak yang

dititipkan. Dalam bentuk tabungan atas dasar akad wadiah berlaku persyaratan

yang sudah diatur dalam PBI No. 10/16PBI/2008 yaitu:

a. Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan nasabah bertindak sebagai

penitip dana.

b. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk, hak

dan kewajiban nasabah tentang transparansi informasi produk bank dan

penggunaan data pribadi nasabah.

c. Bank tidak diperkenankan menjanjikan penggunaan data pribadi nasabah.

d. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan atas pembukaan dan

penggunaan produk giro atau tabungan atas dasar akad wadiah dalam bentuk

perjanjian tertulis.

e. Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah.

f. Dana titipan dapat diambil setiap saat oleh nasabah (Anggraini, 2015:30-31).

2. Al-Mudharabah
25
Akad perjanjian antara pemilik modal dengan pihak yang memberikan modal.

dan pembagian hasil dibagi sesuai dengan perjanjian. Salah satu bank syariah

yang menerapkan produk mudharabah adalah PT. Bank Muamalat Indonesia

Tbk. Cabang Pekanbaru yang memberikan syarat dan ketentuan bagi nasabah

yang ingin mengajukan pembiayaan minimal Rp. 50.000.000,00 dengan

ketentuan :

a. Nasabah harus berusia 21-54 tahun (tidak melebihi usia pensiun.

b. Masa kerja minimal dua tahun.

c. Foto kopi KTP suami istri sebanyak dua rangkap

d. Foto kopi kartu keluarga.

e. Foto kopi surat nikah.

f. Surat pengajuan suami atau istri.

g. Foto kopi NPWP bagi yang mengajukan diatas Rp. 100 juta.

h. Surat keterangan rekomendasi perusahaan.

i. Slip gaji selama 3 bulan terakhir

j. Foto kopi jaminan (tanah, bangunan atau kendaraan) (Basri, 2015:188-199).

3. Musyarakah

Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak yang sama-sama

memberikan kontribusi dana terhadap suatu usaha dan keuntungan dibagi sesuai

dengan kesepakatan antara dua pihak tersebut. syarat sah dari pembiayaan

musyarakah adalah:

a. Surat permohonan tertulis dengan dilampiri proposal yang memuat gambaran

umum usaha, rencana dan propek usaha.

26
b. Legalitas usaha, seperti identitas diri, akta pendirian usaha, surat izin umum

perusahaan dan tanda daftar perusahaan.

c. Laporan keuangan, seperti neraca, laporan laba rugi, data persediaan terakhir,

data penjualan, dan fotokopi rekening bank (Setiawan, 2015:25).

4. Ijarah

Ijarah adalah akad sewa menyewa barang. Muajir adalah orang yang

menyewakan barang yang diberikan kepada mustaji, penerima sewa. Dalam

perjanjian ini pemilik barang yang disewakan memperbolehkan orang yang di

titip barangnya memanfaatkan barang tersebut dan membayar sewa sesuai

kesepakatan. Setelah masa sewa barang selesai barang dikembalikan lagi kepada

pemiliknya. Syarat dan ketentuan pembiayaan Ijarah yaitu:

a. Obyek ijarah harus barang yang bermanfaat.

b. Barang yang disewakan harus memiliki nilai sesuai kontrak.

c. Barang yang disewakan halal dan bukan barang yang dilarang atau tidak

memiliki manfaat .

d. Barang yang disewakan harus jelas agar tidak ada unsur gharar.

e. Jangka waktu sewa barang harus jelas.

f. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar oleh nasabah kepada

Lembaga keuangan syariah

g. Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa yang sesuai dengan obyek kontrak.

h. Ketentuan jangka waktu sewa dapat diwujudkan dalam kurun waktu, tempat

dan jarak (Rahardjo, 2016:177).

5. Qardh

27
Qardh adalah akad pinjam meminjam dari satu pihak ke pihak yang lain dan

wajib dikembalikan sesuai dengan yang dipinjam dikembalikan secara diangsur

atau sekaligus. BMT Maslahah Kantor Cabang Pembantu Gerbo melaksanakan

proses pembiayaan Qardul Hasan dengan ketentuan dan persyaratan sebagai

berikut:

a. Anggota mengajukan permohonan pembiayaan kepada BMT dengan

menyertakan foto Copy indentitas diri KTP suami istri, kartu keluarga, surat

nikah yang sudah di foto copy.

b. Setelah ada keputusan untuk menyetujui pembiayaan anggota, BMT

maslahah meminta anggota untuk melengkapi dokumen perjanjian

pembiayaan, surat pengikatan jaminan, persetujuan suami dan istri.

c. Administrasi pembiayaan melakukan pemeriksaan atas kelengkapan dokumen

yang diperlukan.

d. Terjadinya akad perjanjian pembiayaan antara anggota BMT maslahah.

e. Pencairan dana pembiayaan teller yang diambil oleh anggota.

f. Mulai aktifnya akad pembiayaan dengan akad qardhul hasan (Habib,

2015:73-74).

6. Rahn (Gadai)

Rahn adalah penyerahan barang atau harta sebagai jaminan atas seluruh hutang

(Amin, 2016:503-504). Aplikasi rahn atau gadai di bank syariah sendiri biasanya

di terapkan dalam produk gadai emas. BNI syariah cabang Surabaya dengan

syarat:

a. Gadai emas dibolehkan berdasarkan prinsip rahn.

28
b. Ongkos dan biaya penyimpanan barang (marhun) ditanggung oleh penggadai.

c. Ongkos penyimpanan besarnya didasarkan pada pengeluaran yang nyata-

nyata diperlukan.

d. Biaya penyimpanan barang (marhun) dilakukan berdasarkan akad ijarah

yaitu nasabah membayar sewa atau upah sesuai ketentuan bank.

7. Al- Muzara’ah

Al-Muzara’ah adalah kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan

dengan penggarap. Pemilik lahan menyediakan lahan kepada penggarap untuk

ditanami produk pertanian dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen.

Syarat muzara’ah menurut pendapat ulama adalah:

a. Syarat bagi yang berakad harus baligh dan berakal.

b. Benih yang ditanam harus jelas dan menghasilkan

c. Waktu harus jelas.

d. Objek akad harus jelas pemanfaatan benihnya, pupuknya, dan obatnya seperti

yang berlaku dengan adat dan kebiasaan daerah setempat (Damayanti,

2016:35-36).

8. Al- Musaqah

Al-Musaqah merupakan bagian dari Al-Muzaraah, dimana penggarap hanya

bertanggungjawab atas penyiraman dan pemeliharaan dengan menggunakan dan

peralatan mereka. Imbalan diperoleh dari presentase hasil panen pertanian

(Umam, 2013:33).

29
C. Pembiayaan pada sektor Pertanian dan Perikanan

1. Pembiayaan Muzaraah pada sektor pertanian

Muzaraah menurut bahasa adalah bentuk kata yang mengikuti wazan (pola)

mufa’alah dari kata dasar al-zar’u yang berarti al-imbat (menumbuhkan).

Menurut istilah muzara’ah adalah kerjasama pengolahan pertanian antara

pemilik tanah dan penggarap tanah dengan kesepakatan bagi hasil yang

jumlahnya sudah ditentukan sebelumnya.

Akad muzara’ah berakhir ketika salah satu dari pihak yang melakukan

perjanjian meninggal dunia akan tetapi lahan pertaniannya belum memasuki

masa panen, maka dari itu penggarap wajib menyelesaikan tugasnya sampai

masa panen tiba. Ahli waris yang ditinggalkan tidak boleh ikut campur atau

melarang penggarap untuk bekerja. Jika penggarap yang meninggal, maka ahli

warisnya yang boleh meneruskan dan menggantikannya. Jangka waktu

perjanjian telah berakhir. Terjadi bencana alam seperti banjir atau tanaman

rusak. Ketika perjanjian selesai pemilik dilarang mencabut tanaman sampai

pembayaran selesai dan hasil panen sudah dihitung. Pada kenyataanya masih ada

petani yang lebih memilih akad sewa menyewa (ijarah). Akad muzara’ah lebih

sulit diterapkan karena petani tersebut sudah terbiasa menggunakan akad ijarah

karena lebih menguntungkan dari muzara’ah (Noerdianti, 2016:13,20).

2. Pembiayaan pada sektor perikanan

Sektor perikanan dan kelautan merupakan subsektor dari pertanian.

Pembiayaan pada sektor perikanan saat ini diberikan untuk pembelian kapal

untuk kelompok nelayan dengan menggunakan akad istishna pararel. Akad


30
istishna pararel berlaku ketika bank tidak mampu memenuhi barang pesanan

nasabah dan melanjutkan akadnya kepada pihak pembuat barang. Akad ini harus

terpisah dengan akad istishna sebelumnya, akad istishna biasanya digunakan

untuk pembiaayan rumah. Akad isthisna pararel bisa digunakan untuk usaha

kelautan lewat pembiayaan kapal besar untuk kelompok nelayan.

Pelaksanaan akad ini tidak memberatkan nasabah maupun pihak bank

karena pembayaran bisa dilakukan dengan pembayaran terlebih dahulu atau

biasa disebut dengan istilah down payment, sementara sisa pembayaran bisa

diangsur setelah barang selesai. Akad Istishna Pararel bisa diterapkan sebagai

salah satu solusi dari permasalahan nelayan yang terkait dengan terbatasnya

sarana dan kecilnya kapasitas kapal yang membuat hasil tangkapan ikan menjadi

lebih sedikit (Afandi, 2016).

Selain akad istishna pararel, akad musyarakah juga bisa dijadikan sebagai

pembiayaan bagi nelayan melalui kerjasama antara pemilik kapal dan nelayan.

Desa Sumberanyar misalnya, pada umumunya masyarakat di desa ini masih

banyak yang belum terlalu paham tentang pembiaayan yang berbasis syariah

sedangkan disatu sisi masyarakat Desa Sumberanyar yang sebagian besar

berprofesi sebagai nelayan membutuhkan peralatan dan modal untuk melaut.

Nelayan yang sudah memiliki kehidupan yang lebih baik biasanya menjadi

juragan kapal dan nelayan biasa menjadi anak buah kapal mereka bekerjasama

satu sama lain. Menurut ilmu Fiqih klasik kerjasama ini disebut Musyarakah.

Akad Musyarakah ini hanya untuk penyediaan kapal dan alat tangkap, meskipun

pemilik kapal ada yang bekerja sebagai nelayan,menyediakan modal dan pasar,

31
yang terakhir menentukan harga jual ikan sesuai harga yang diinginkan.

Perjanjian dilakukan secara lisan dan sesuai dengan adat yang berlaku.Jika

dilihat dari tinjauan hukum Islam pelaksanaan bagi hasil usaha yang dilakukan

oleh pemilik kapal dan buruh nelayan ini masih belum adil karena pembagian

hasil masih banyak diperoleh pemilik kapal dan cenderung mengeksploitasi para

nelayan, khususnya nelayan buruh (Ahadian,2014:69-70).

Sistem kerjasama antara pemilik kapal dan nelayan bisa juga dilakukan

melalui sistem bagi hasil dengan akad mudharabah karena 100% modal

disediakan oleh pemilik kapal dan nelayan sebagai pengelola. Pelaksanaan

perjanjian antara nelayan dan pemilik kapal tidak bertentangan dengan hukum

Islam selama rukun dan syaratnya sudah terpenuhi, meskipun pada praktiknya

masih ada saja nelayan yang tidak menepati perjanjian sesuai dengan

kesepakatan karena perjanjian tidak mempunyai kekuatan hukum dan dibuat

hanya secara lisan dan tidak tertulis (Isma,2014:68).

D. Penelitian Terdahulu

1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Lathifa Octarina (2013) yang berjudul

analisis kesejahteraan nelayan di kelurahan nelayan Karang Maritim Kecamatan

Panjang Kota Bandar Lampung dengan menggunakan analisis deskriptif

kuantitatif dan dua variabel yatitu x dan y untuk menemukan korelasi dari

masing-masing pertanyaan yang diajukan penulis kepada responden. Hasil dari

penelitian tersebut adalah, bahwa kesejahteraan nelayan dibagi berdasarkan

strata satu sampai tiga. Strata satu yang memiliki perahu dengan mesin besar,

strata dua yang memiliki perahu dengan mesin kecil dan strata tiga yang tidak
32
memiliki perahu mesin. Dari tiga tingkatan strata tersebut maka dari itu diambil

kesimpulan bahwa seluruh nelayan di kelurahan karang maritim memiliki

tingkat kesejahteraan sedang.

2. Berdasarkan penelitian Fitriyana (2015) yang berjudul mekanisme pembiayaan

akad murabahah pada produk usaha kapal nelayan di kospin jasa syariah Tegal

(analisis menurut Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000) dan perhitungan

marginnya dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan jenis

penelitian adalah penelitian lapangan (field research) dan hanya menentukan

satu variabel yaitu perhitungan margin. Hasil dari penelitian tersebut adalah,

mekanisme pembiayaan di Kospin jasa syariah untuk usaha kapal yaitu nasabah

membeli barang yang diperlukan atas permintaan kospin jasa syariah, namun

sebelum membeli barang yang dibutuhkan nasabah harus menyerahkan surat

kuasa berisi barang-barang yang akan dibeli untuk membuat kapal sesuai dengan

akad jual beli yang dilakukan nasabah dengan pihak kospin. Pihak kospin lebih

menekankan kepada jaminan pembiayaan oleh nelayan, jika pembiayaanya

dalam jumlah besar maka jaminannya pun akan semakin besar.

3. Berdasarkan penelitian Dewi (2014) dengan judul penelitian Analisis

kelayakan Pembiayaan Murabahah BPRS Saka Dana Mulia Kudus dengan

menggunakan metode penelitian kualitatif dengan variabel prinsip 5C

(Character, Capacity,Condition,Collateral, Capital) sebagai variabel

penelitiannya. Hasil penelitian mengatakan bahwa pembiayaan yang diberikan

kepada sektor perikanan adalah pembiayaan jangka pendek.

33
4. Berdasarkan penelitian Indra (2013) dengan judul penelitian penerapan jual beli

istishna pada jual beli sampan di desa pangkalan kecamatan teluk meranti

kabupaten pelalawan dengan jenis penelitian bersifat lapangan (Field Research)

di Desa Pangkalan dengan variabel yang ditentukan melalui populasi dan

sampel. Penentuan sampel dalam penelitian ini yaitu sebanyak 15 orang sebagai

penjual dan menggunakan metode sampling sebagai metodenya, dimana

menjadikan seluruh penjual sebagai populasi sebagai sampel. Hasil dari

penelitian ini adalah, usaha jual beli sampan ini sudah dilakukan secara turun

temurun dan dilakukan dengan cara pemesanan dimana pembeli mendatangi

tempat pembuatan sampan untuk memesan sampan yang dibutuhkan. Jual beli

sampan dilakukan dengan konsep istishna, dimana pembayaran dilakukan

diakhir atau diangsur.

5. Berdasarkan penelitian Khairasun (2014) dengan judul penelitian karakteristik

dan peran istri nelayan dalam pendapatan keluarga nelayan di kota Pekalongan

dengan menggunakan analisis tabulasi silang dengan variabel penelitian

pendapatan istri (I) sebagai variabel dependen dan umur (U) sebagai variabel

independen. Hasil penelitian mengatakan bahwa karakteristik istri nelayan

bekerja sebagai pedagang, buruh, dan wiraswasta. Istri nelayan bisa membantu

memenuhi kebutuhan keluarga nelayan.

34
E. Kerangka pemikiran

Nelayan merupakan faktor penting bagi sektor perikanan di wilayah Jawa Barat

khususnya untuk wilayah Pelabuhan Ratu Sukabumi Jawa barat. Kebutuhan

nelayan sangat banyak diantaranya kebutuhan untuk memenuhi tanggungjawab

terhadap keluarga dan kebutuhan akan modal pinjaman untuk meningkatkan

pendapatan dan pengeluaran rumahtangganya. Bank syariah memberikan bantuan

35
pembiayaan dengan beberapa produk pembiayaan yang sesuai untuk nelayan,

akan tetapi pembiayaan yang diberikan oleh Bank Syariah belum tentu sesuai

dengan nelayan. Untuk itu penulis membuat kerangka pemikiran sebagai berikut:

Kebutuhan
Nelayan

Jumlah Modal Pendapatan dan Pengeluaran


tanggungan jumlah untuk pangan
keluarga tangkapan ikan dan non-pangan

Produk pembiayaan
yang sesuai untuk
kebutuhan nelayan

Gambar 2.1 kerangka pemikiran,


sumber:penulis 2017

36
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan

tujuan dan kegunaan tertentu. Empat kata kunci yang perlu diperhatikan adalah,

cara ilmiah, data, tujuan dan kegunaan. Cara ilmiah adalah kegiatan yang

didasarkan pada ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris dan sistematis. Rasional

dalam arti kegiatan penelitian tersebut dilakukan dengan cara yang masuk akal,

empiris dalam arti kegiatan penelitian dapat diamati oleh indera manusia, sistematis

artinya, proses yang digunakan dalam penelitian menggunakan langkah yang

bersifat logis (Dr.Sugiyono, 2016:3). Jenis penelitian ini menggunakan metode

deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang kondisi

perekonomian nelayan yang tinggal di wilayah pesisir serta kebutuhan nelayan

terhadap pembiayaan untuk meningkatkan taraf hidupnya.

B. Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sampel adalah bagian dari populasi

tersebut (Sugiyono,2015:80). Responden ditentukan dengan menggunakan metode

purposive sampling, metode pengambilan sampel ini dilakukan berdasarkan kriteria

tertentu yaitu:

37
a. Nelayan yang tidak memiliki pekerjaan sampingan selain sebagai nelayan,

baik sebagai buruh tani maupun pedagang.

b. Nelayan yang bisa membaca dan berkomunikasi dengan baik agar

memudahkan penulis dalam wawancara.

c. Nelayan yang memilki pengalaman bekerja sebagai nelayan sudah cukup

lama minimal 10 tahun.

Banyaknya sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 30

orang nelayan.

C. Waktu dan tempat penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 27 april 2017 sampai dengan

tanggal 27 mei 207. Yang bertempat di wilayah pesisir pantai Pelabuhan Ratu

Sukabumi Jawa Barat.

D. Jenis dan Sumber Data

1. Data Primer

Data primer adalah sumber data utama yang dilakukan melalui proses

wawancara terstrukur kepada responden, pengumpul data biasanya menyiapkan

terlebih dahulu instrumen penelitian berupa pertanyaan tertulis yang alternatif

jawabanya sudah disediakan. Penulis juga bisa membawa alat bantu seperti alat

perekam sebagai material yang dapat membantu kelancaran wawancara.

2. Data Sekunder
38
Data sekunder adalah sumber kedua yang diambil dari buku, ataupun jurnal

sebagai pelengkap dalam pembahasan proposal penelitian ini.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah langkah yang paling utama dalam penelitian,

karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui

teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang

memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono,2016:308). Teknik yang

digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik wawancara

yang pertanyaannya sudah dipersiapkan terlebih dahulu oleh peneliti. Selain dengan

metode wawancara teknik pengumpulan data yang digunakan adalah menggunakan

metode participant observation yaitu penulis terlibat langsung kedalam kegiatan

sehari-hari dengan orang yang menjadi objek penelitian.

F. Uji Validitas, Reabilitas dan Objektivitas

1. Uji Validitas

Uji validitas adalah derajad ketepatan antara data yang terjadi pada objek

penelitian dengan data yang diperoleh peneliti. Uji validitas terbagi menjadi dua

bagian yaitu validitas internal dan eksternal. Validitas internal adalah derajad

akurasi desain penelitian dengan hasil yang dicapai. Validitas eksternal

merupakan derajad akurasi hasil penelitian dapat diterapkan atau tidak pada

sampel yang diteliti.

2. Uji Reabilitas

39
Uji reabilitas merupakan konsintensi dan kestabilan data. Data yang diperoleh

dikatakan reliabel jika ada peneliti lain yang mengulangi penelitian yang sama.

Hasil penelitian tersebut akan sama karena datanya bersifat reliabel dan

konsisten.

3. Uji Objektivitas

Uji objektivitas merupakan derajad kesepakatan antar banyak orang terhadap

satu data. Data dapat dinyatakan objektiv jika banyak mengatakan hal yang sama

pada data tersebut.

G. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

analisis kebutuhan atau yang biasa disebut dengan analisis need assestment,

Analisis kebutuhan bisa juga disebut sebagai teknik dasar yang digunakan untuk

mengetahui perbedaan yang terjadi antara harapan dan keinginan akan suatu

kondisi yang terjadi di lapangan (TNA, Fredson Kotamena, Hal 1:2012).

Analisis ini bisa dilihat berdasarkan kebutuhannya dengan menggunakan metode

yang berbeda, ada yang menggunakan metode survey, wawancara dan observasi

sebagai bahan dasar untuk penelitian untuk penelitian kebutuhan masyarakat

ataupun lembaga. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode yang

berdasarkan observasi yang akan dibuat dalam suatu bentuk laporan keuangan.

Dalam penelitian ini analisis kebutuhan dibagi berdasarkan kebutuhan utama

nelayan, yaitu:

1. Analisa pendapatan nelayan

40
Pendapatan nelayan biasanya diperoleh dari hasil menangkap ikan dan

bekerja sampingan selain sebagai nelayan. Pekerjaan sampingan ini biasanya

dilakukan pada saat musim paceklik datang atau cuaca yang buruk. Pekerjaan

sampingan nelayan ini bisa jadi buruh tani atau pedagang. Pendekatan yang

dilakukan dalam menganalisis pendapatan nelayan di kawasan pelabuhan ratu

adalah sebagai berikut:

a. Menghitung jumlah hasil tangkapan ikan untuk kemudian dibagi selama

satu bulan, perhitungan ini dibuat dengan menggunakan rumus:

n= Jumlah hasil tangkapan ikan


jumlah melaut dalam sebulan

b. Pendapatan yang dihasilkan dari pekerjaan lain sebagai nelayan, jika sedang

musim paceklik biasanya nelayan akan memilih pekerjaan lain sampai

musim paceklik berakhir. Pekerjaan sampingan ini bisa sebagai buruh tani

atau berdagang. Pendekatan yang dilakukan dalam analisis ini adalah

dengan cara membandingkan besar mana pendapatan yang diperoleh dari

nelayan atau pekerjaan sampingan, berikut gambarannya:

Total pendapatan perbulan = ( pendapatan 1 bulan + pekerjaan sampingan)

2. Analisa pengeluaran rumah tangga nelayan

Pengeluaran rumah tangga dibagi berdasarkan alokasi pengeluarannya

sendiri. Untuk pengeluaran pangan pokok misalnya, meliputi sayur, buah dan

jajanan. Sedangkan pengeluaran untuk non-pangan terdiri atas pengeluaran

untuk kesehatan, bahan bakar untuk memasak, transportasi, pendidikan, pakaian,

pajak, bangunan, komunikasi dan kegiatan sosial.

Pengeluaran pangan pokok = ∑ ( bahan pangan)

41
Jumlah tanggungan keluarga

Pengeluaran non-pangan= ∑ (bahan non-pangan)

jumlah tanggungan keluarga

3. Analisa kebutuhan modal

Modal merupakan unsur penting yang dibutuhkan nelayan untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya dan kebutuhan pada saat pergi melaut pemeliharaan untuk

alat tangkap dan transportasi melaut seperti solar, solar sangat dibutuhkan,

terutama untuk kapal motor yang menggunakan mesin. Pendekatan yang

dilakukan dalam menganalisa kebutuhan modal adalah:

a. Menganalisa kebutuhan yang paling membutuhkan modal yang paling besar

itu apakah kebutuhan untuk melaut atau kebutuhan sehari-hari.

b. Memberikan pertanyaan wawancara yang terkait dengan sumber modal

yang mereka dapatkan selama ini apakah didapatkan dari pinjaman rentenir

atau memang modal yang sendiri.

c. Memperkirakan besarnya modal yang dibutuhkan untuk setiap nelayan demi

memenuhi kebutuhan hidupnya dan kebutuhan melaut.

d. Menghitung setiap modal yang habis dikeluarkan untuk membeli solar dan

pemeliharaan alat tangkap untuk sekali melaut.

4. Pendekatan dalam analisis produk pembiayaan

Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan

berupa transaksi bagi hasil dalam bentuk beberapa akad pembiayaan.

42
Pendekatan yang dilakukan dalam menganalisis produk pembiayaan dilakukan

dengan beberapa tahap, diantaranya:

a. Menganalisis persyaratan yang ada di setiap produk pembiayaan yang

ditawarkan, persyaratan ini harus dipenuhi oleh nasabah untuk mempermudah

pengajuan pembiayaan, pada akad musyarakah misalnya, dalam akad ini bank

menetapkan persyaratan harus adanya jaminan yang diberikan oleh nasabah

kepada bank, meskipun pada hakikatnya DSN (Dewan Syariah Nasional)

mengeluarkan fatwa yang mengatakan bahwa pembiayaan Al-Musyarakah

tidak mengharuskan adanya jaminan.

b. Menganalisis kebutuhan mendasar bagi nelayan, kebutuhan nelayan

mencakup kebutuhan primer dan sekunder yang dibagi kedalam tiga bagian,

diantaranya kebutuhan akan alat transportasi untuk melaut, kebutuhan akan

alat tangkap dan kebutuhan untuk pemeliharaan alat-alat tersebut. diantara

semua kebutuhan tersebut modal merupakan hal yang paling dibutuhkan

untuk memenuhi semuanya, untuk menghitung besaran modal yang

dibutuhkan oleh nelayan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai

berikut:

n= Modal yang dibutuhkan

∑ Kebutuhan

c. Analisa Pendapatan

Menganalisis pendapatan yang dihasilkan selama ini lebih banyak dari hasil

melaut atau dari pekerjaan sampingan selain sebagai nelayan. Pekerjaan

sampingan sebagai nelayan biasanya dilakukan pada saat musim paceklik

43
datang. Analisis pendapatan ini dilakukan dengan cara menghitung pendapatan

bulanan yang ditambah dengan pendapatan dari pekerjaan sampingan akan

menghasilkan pendapatan yang besar, kecil atau sedang.

d. Analisa kesesuaian antara produk dan kemampuan nelayan

Menganalisis semua produk yang ditawarkan oleh bank syariah bisa memenuhi

kebutuhan nelayan atau tidak dengan memilih salah satu dari produk

pembiayaan tersebut sudah sesuai atau belum bagi sektor perikanan. Analisis

ini dilakukan dengan desain penelitian yang sudah ditentukan sebelumnya.

Setelah menganalisis produk pembiayaan yang sesuai maka akan dilanjutkan

analisis berikutnya, yaitu terkait dengan kemampuan nelayannya sendiri,

karena dari setiap produk pembiayaan tersebut memiliki syarat dan

ketentuannya masing-masing. Jika produk pembiayaan tersebut mengharuskan

adanya jaminan bagi nelayan yang akan mengajukan pinjaman maka akan

menimbulkan permasalahan baru karena mereka tidak mempunyai jaminan

yang bisa mereka berikan selain rumah tinggal. Maka dari itu analisis

kesesuian antara produk dan kemampuan nelayan sangatlah penting agar tidak

ada yang merasa dirugikan satu sama lain.

e. Analisa Lanjut Untuk Desain Produk Yang Sesuai Dengan Kebutuhan Nelayan

Tujuan utama dari adanya analisis lanjut mengenai desain produk ini adalah

untuk menganalisis kesesuaian pembiayaan yang diberikan oleh perbankan

syariah sudah sesuai atau belum sesuai, jika belum sesuai maka akan dibuat

desain produk yang baru untuk menganalisis kesesuaian pembiayaan yang

diberikan unuk nelayan dengan menggunakan metode ABC (Activity Based

44
Costing), metode ini adalah metode yang dilakukan dengan cara menghitung

setiap biaya-biaya yang dikeluarkan berdasarkan alokasi yang berbeda untuk

setiap aktivitas yang dkerjakan.

Metode ABC biasanya diterapkan pada perusahaan manufaktur, akan tetapi

metode ini juga bisa diterapkan dalam perusahaan jasa dan pelayanan.

Perbedaan mendasar dari kedua perusahaan tersebut adalah jika pada

perusahaan manufaktur produk dapat mudah terlihat dan dapat didefinisikan

sebagai bentuk barang, sedangkan pada perusahaan jasa, hasilnya tidak dapat

didefinisikan. Metode ini bisa diterapkan dalam desain produk yang baru

melalui beberapa tahap, diantaranya:

1) Menghitung biaya yang dibutuhkan untuk menjaga risiko kecelakaan selama

pergi melaut, dalam sudut perbankan syariah hal ini terkait dengan

manajemen risiko yang harus dikelola dengan baik melalui metode

perhitungan.

2) Menghitung biaya operasional yang akan dikeluarkan untuk pergi melaut,

seperti biaya membeli solar, membeli minyak dan es untuk menjaga ikan

selama dalam perjalanan agar tidak membusuk.

3) Mengetismasikan biaya yang akan didapatkan dari hasil melaut pada bulan-

bulan yang akan datang. Pendekatan yang dilakukan untuk mengestimasikan

biaya ini adalah dengan membuat laporan Laba Rugi seperti pada sistem

pencatatan laporan keuangan yang akan dibuat pada akhir penelitian.

4) Menghitung biaya untuk modal yang dibutuhkan untuk setiap kali pergi

melaut dan kebutuhan modal untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dalam

45
sudut perbankan modal atau capital merupakan salah satu syarat yang

harus dipenuhi oleh calon nasabah sebagai bahan pertimbangan bagi bank

dalam memberikan bantuan pinjaman.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Produksi perikanan tangkap Pelabuhan Ratu

Pelabuhan Ratu merupakan Ibukota dari Kabupaten Sukabumi yang

letaknya ada di pesisir selatan Kabupaten Sukabumi. Pelabuhan Ratu dikenal

46
sebagai salah satu lokasi yang paling sering dikunjungi oleh wisatawan

terutama pada saat musim liburan tiba. Kabupaten Sukabumi sendiri adalah

salah satu daerah di jawa barat yang memiliki potensi sektor perikanan cukup

besar karena letaknya yang cukup strategis dan berbatasan langsung dengan

Samudra Hindia. Kabupaten Sukabumi memiliki pantai sepanjang 117km yang

melintasi 9 kecamatan dan 51 desa dengan kewenangan daerah sejauh 4mil

(dinas kelautan dan perikanan jawa barat, 2010).

Pelabuhan Ratu merupakan pusat dari kegiatan perikanan tangkap yang ada

di wilayah Sukabumi Jawa Barat memiliki nilai produksi perikanan yang cukup

fluktuatif. Terhitung sejak mulai berdirinya Pelabuhan Perikanan Nusantara

(PPN) pada tahun 1993, produksi perikanan terus mengalami naik turun,

seperti penurunan pada produksi perikanan yang dibagi kedalam beberapa jenis

alat tangkap penurunan ini terjadi pada tahun 2015. Berikut gambarannya:

Tabel 4.1
Produksi Perikanan Berdasarkan Alat Tangkap

Produksi Ikan melalui jalan darat Tahun 2015

- Alat tangkap rawai tuna 17,90%


- Alat tangkap payang 84,81%
- Jaring rampus 22,43%

Penurunan ini memiliki dampak yang besar terhadap nilai produksi

perikanan, terutama produksi perikanan yang masuk melalui jalan darat,

menurunnya nilai produksi ini disebabkan oleh dua hal, yaitu karena faktor

musim dan peraturan baru pemerintah yang menghentikan sementara perijinan

usaha perikanan tangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan

indonesia,dampak ini bisa dirasakan langsung oleh para pengusaha ikan dengan

47
skala yang cukup besar, sedangkan untuk pengusaha ikan berskala kecil tidak

merasakan dampaknya langsung atau tidak memiliki pengaruh apapun. Jika ada

penurunan maka akan ada peningkatan, peningkatan ini terjadi pada alat

tangkap lain seperti produksi perikanan yang dihasilkan dari nelayan pancing

tonda dan pancing ulur karena kapal mereka yang memiliki ukuran lebih kecil

dibandingkan dengan kapal berukuran besar yang lebih banyak membutuhkan

solar sebagai bahan bakar, karena mengandalkan mesin motor sebagai

penggerak kapal.

Selain pada produksi perikanan yang cukup fluktuatif, Pelabuhan Ratu juga

merupakan pantai yang memiliki jumlah nelayan cukup banyak dan

menempati posisi ketiga setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah, akan tetapi

berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang penulis lakukan, jumlah

nelayan yang berasal dari luar Jawa Barat masih jauh lebih banyak

dibandingkan dengan jumlah nelayan yang memang berasal dari Pelabuhan

Ratu itu sendiri, terutama nelayan kapal besar (longlen) hampir semua dari

nakhkoda sampai ke anak buah kapal (ABK) berasal dari luar Jawa Barat, ada

yang berasal dari Jawa Tengah, bahkan Sulawesi pun ada, itu semua karena

mereka memiliki keinginan yang kuat untuk pergi merantau. Sedangkan untuk

penduduk asli yang memang berasal dari Jawa Barat, mereka rata-rata memilih

bekerja di kapal tonda atau kapal yang berukuran lebih kecil, selain karena

waktu untuk melautnya hanya berkisar 6-10 hari mereka merasa bahwa

pendapatan mereka sebagai nelayan kapal kecil lebih jelas, dibandingkan

dengan pendapatan nelayan kapal besar yang hasil pendapatannya digaji.

48
Meskipun nelayannya banyak berasal dari luar daerah, itu tidak merubah

karakteristik mereka sebagai seorang nelayan, karena berdasarkan pada hasil

wawancara dengan Bapak Drs.Rukmana selaku Direktorat Jendral Perikanan

yang ada di kantor pusat perikanan nusantara Pelabuhan Ratu (PPN),

karakteristik nelayan Pelabuhan ratu pada dasarnya sama saja dengan

karakteristik nelayan di wilayah lain, mereka akan membeli semua kebutuhan

yang mereka butuhkan jika sedang memasuki musim tangkap, dan akan dijual

kembali ketika musim tangkap berakhir

Selain pada karakteristik sifat yang konsumtif dan asal mereka yang

berbeda, penulis juga mengklasifikasikan karakteristik lainnya menjadi lima

bagian, yaitu, pada usia, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, pendapatan

rumah tangga dan pengeluaran rumah tangga.

1. Karakteristik Nelayan Pelabuhan Ratu

a. Usia Nelayan

Usia nelayan sangat berpengaruh terhadap kemampuan bekerja, seperti

yang sudah dibahas di bab sebelumnya, usia produktif nelayan adalah usia

yang mampu melakukan usaha penangkapan ikan secara produktif dan

menghasilkan pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya

49
(Yampu, 2015:52). Untuk itu penulis menjadikan usia sebagai salah satu

karakteristik utama bagi seorang nelayan. Penulis membagi usia nelayan

dari nelayan yang paling usianya paling muda sampai dengan nelayan yang

sudah berusia lanjut.

Tabel 4.2

Daftar usia nelayan berdasarkan jenis kapal


No. Nama Nelayan Usia Nelayan Kapal ..
1 Mendi 16 tahun longlen (kapal besar)
2 Sukron 20 tahun longlen (kapal besar)
3 Andri 22 tahun longlen (kapal besar)
4 Ugi 24 tahun longlen (kapal besar)
5 Haris 27 tahun longlen (kapal besar)
6 Sarif 22 tahun longlen (kapal besar)
7 Hasan 28 tahun longlen (kapal besar)
8 Pardi 26 tahun longlen (kapal besar)
9 Saipul 20 tahun longlen (kapal besar)
10 Selamet 30 tahun longlen (kapal besar)
11 Selamet 30 tahun longlen (kapal besar)
12 Ahmad Fajar Sidiq 31 tahun longlen (kapal besar)
13 Tono 31 tahun longlen (kapal besar)
14 Ucok 34 tahun longlen (kapal besar)
15 Renggo 40 tahun longlen (kapal besar)
16 Dani 27 tahun tonda (kapal kecil)
17 Rival 28 tahun tonda (kapal kecil)
18 Ismet 32 tahun tonda (kapal kecil)
19 Zaenal Abidin 34 tahun tonda (kapal kecil)
20 Uci 35 tahun tonda (kapal kecil)
21 Endin 35 tahun tonda (kapal kecil)
22 Aming 38 tahun tonda (kapal kecil)
23 Suhaeman 38 tahun tonda (kapal kecil)
24 Eman 39 tahun tonda (kapal kecil)
25 Deden 40 tahun tonda (kapal kecil)
26 Suhendra 42 tahun tonda (kapal kecil)
27 Ece 45 tahun tonda (kapal kecil)
28 Apung 45 tahun tonda (kapal kecil)
29 Heri 45 tahun tonda (kapal kecil)
30 Miskat 54 tahun tonda (kapal kecil)

diagram 4.1

50
Kisaran Usia Nelayan

kisaran usia nelayan


14
12
10 usia 16 tahun
8 usia 20 tahun
6
usia 30 tahun
4
usia 40 tahun
2
usia 54 tahun
0
usia 16 usia 20 usia 30 usia 40 usia 54
tahun tahun tahun tahun tahun

Berdasarkan tabel dan diagram batang diatas, maka dapat disimpulkan

bahwa rata-rata nelayan di kawasan pesisir Pantai Pelabuhan Ratu berusia 30

tahun, dengan usia paling muda yaitu 16 tahun dan usia lanjut 54 tahun,

meskipun sudah berusia lanjut akan tetapi usia ini masih bisa dikatakan usia

yang cukup produktif untuk seseorang yang memilih bekerja sebagai nelayan,

karena batasan usia bagi nelayan untuk melaut sampai dengan usia 64 tahun.

b. Tingkat Pendidikan Nelayan

Pendidikan merupakan hal yang paling penting, terutama untuk seorang

nelayan, karena dengan ilmu yang mereka peroleh selama di sekolah bisa

menjadi bekal untuk mereka kelak, terutama ilmu yang berkaitan dengan

pengelolaan ekosistem laut yang benar. Pendidikan yang ditempuh para

nelayan yang ada diwilayah Pelabuhan Ratu paling rendah adalah hanya

sampai sekolah dasar dari 30 responden yang diambil, 15 orang diantaranya

51
hanya tamat sekolah dasar, sedangkan yang sekolah dasarnya tidak selesai

mencapai 12 orang, Jika pendidikan terendah yang para nelayan tempuh adalah

sekolah dasar, maka pendidikan tertinggi yang mereka tempuh adalah hanya

sampai tamat sekolah menengah atas, dari 30 responden yang diwawancarai

hanya ada tiga orang yang meneruskan sekolahnya sampai sekolah menengah

atas. Berikut gambarannya :

Diagram Lingkaran 4.1


Tingkat pendidikan Nelayan Pelabuhan Ratu

tingkat pendidikan nelayan

3 orang
12 orang
tidak tamat SD

15 orang tamat SD
tamat SMA

Rendahnya tingkat pendidikan yang ada di wilayah Pelabuhan Ratu bisa

disebabkan oleh dua kemungkinan, Pertama, mereka sudah terbiasa dari kecil

ikut dengan orang tuanya melaut, dan yang Kedua, karena kurangnya biaya

untuk melanjutkan sekolah membuat mereka memilih untuk mengikuti jejak

orangtuanya melaut dan membantu meningkatkan perekonomian keluarganya,

meskipun terkadang pendapatan yang mereka hasilkan belum mencukupi

kebutuhan keluarganya apalagi jika statusnya hanya seorang anak buah kapal

yang penghasilannya dibagi dengan juragan atau pemilik kapal.

52
c. Jumlah tanggungan keluarga nelayan

Jumlah tanggungan dalam suatu keluarga biasanya menjadi salah satu

faktor penting yang dapat mempengaruhi pola konsumsi, pendapatan dan

pengeluaran suatu keluarga, jika dalam satu keluarga hanya terdiri dari satu

istri, dan dua orang anak dan dengan pendapatan atau gaji seorang ayah

yang tetap setiap bulannya, maka pola konsumsi dan pendapatan yang

didapatkan akan cukup untuk memenuhi kebutuhan satu keluarga, namun

jika yang ditanggung lebih dari dua orang, misalnya dalam satu keluarga

terdiri dari 5 orang, maka pendapatan dan pola konsumsinya harus jauh

lebih besar,karena yang ditanggung cukup banyak dengan kebutuhan yang

berbeda-beda. Begitupun dengan seorang nelayan, rata-rata jumlah

tanggungan keluarga yang harus mereka tanggung melebihi batas normal,

jumlah tanggungan keluarga nelayan pelabuhan ratu berkisar antara 2-6

tanggungan,5 orang nelayan menangung 6 orang, 5 orang nelayan

berikutnya dengan jumlah tanggungan 4 orang tanggungan, sedangkan 5

nelayan lainnya belum mempunyai tanggungan,atau belum menikah,

sedangkan nelayan yang lain menanggung 2 dan 3 tanggungan, Berikut

gambarannya

Diagram batang 4.2


jumlah tanggungan keluarga nelayan

53
Jumlah Tanggungan keluarga nelayan

2 orang tanggungan 4 orang tanggungan 3 orang tanggungan


5 orang tanggungan 6 orang tanggungan belum menikah
9
5 5 5
3 3

2 orang 4 orang 3 orang 5 orang 6 orang belum


tanggungan tanggungan tanggungan tanggungan tanggungan menikah

d. Pendapatan Rumah Tangga Nelayan

Pendapatan merupakan salah satu faktor penentu yang dapat

membantu nelayan untuk meningkatkan taraf hidupnya, akan tetapi

pendapatan yang bisa mereka dapatkan tidak menentu.

Maka dari itu penulis mengklasifikasikan nelayan kedalam dua

kategori, ada nelayan kapal besar (longlen) dan ada nelayan kapal kecil

(tonda), untuk itu pendapatan untuk masing-masing nelayan pun

berbeda, nelayan kapal longlen (kapal besar) misalnya, mereka

memperoleh pendapatan dari melaut selama 3-6 bulan dengan sistem

digaji sebesar Rp.75-100.000/hari sedangkan untuk ABK digaji sebesar

25-40.000/hari itupun tergantung keuntungan pemilik kapal, jika

tangkapan melewati target yang harus dicapai maka akan diberi bonus

tambahan sedangkan untuk nelayan kapal kecil (tonda) pendapatan

mereka tidak diberikan dengan sistem gaji, akan tetapi dengan upah

harian atau bagi hasil dengan juragan, karena untuk kapal kecil waktu

berlayar hanya berkisar 1-10 hari saja dengan pendapatan Rp.25.000-

54
40.000/hari dan untuk hitungan perbulannya bisa mencapai 1-3 juta.

Berikut gambarannya:

1. Nelayan Kapal Besar (Longlen):


Pendapatan=Rp.100.000 x 30 hari = Rp.3.000.000,-
=Rp.3.000.000 x 3 bulan = Rp.9.000.000,-
(Pendapatan Nelayan keseluruhan)
Pendapatan ABK (Anak Buah Kapal)
Pendapatan= Rp.40.000 x 30 hari = Rp.1.200.000,-
= Rp.1.200.000 x 3 bulan = Rp. 3.600.000,-

2. Nelayan Kapal Kecil (Tonda):

Pendapatan (hitungan hari) = Rp.40.000 x 10 hari= 400.000,-

Pendapatan (hitungan bulan)= 40.000 x 30 hari = 1.200.000,-

Berdasarkan perhitungan pendapatan diatas, pendapatan nelayan kapal

besar (longlen) jauh lebih besar bila dibandingkan dengan nelayan kapal

kecil (tonda) yang jika melalui hitungan perhari hanya mendapatkan

Rp.400.000 dalam jangka waktu 10 hari, belum lagi mereka harus

membagi keuntungan yang mereka dapatkan dengan juragan kapal, bisa

jadi pendapatan yang mereka dapatkan kurang dari Rp.400.000,

meskipun jika dihitung dengan total selama satu bulan, cukup lebih besar

dari sekedar hitungan per-hari, tetap saja pendapatan sebesar itu belum

bisa mencukupi kebutuhan mereka sebagai nelayan, baik untuk

kebutuhan operasional melaut maupun kebutuhan rumah tangganya,

terutama untuk jumlah tanggungan keluarganya melebihi batas normal.

Berbeda dengan nelayan kapal besar (longlen) yang kebutuhan

55
operasionalnya sudah dipenuhi oleh pemilik kapal, dari beras sampai

makanan kecil.

Pada dasarnya baik untuk nelayan kapal kecil maupun nelayan kapal

besar, pendapatan mereka sama, meskipun jika dilihat dari segi besar

atau kecilnya pendapatan lebih besar nelayan kapal besar, tetapi itu

semua tetap bergantung kepada keuntungan pemilik kapal, jika pemilik

kapal sedang mengalami keuntungan yang cukup besar, maka pendapatan

para nelayan beserta ABK nya juga akan sama besar, bahkan bisa

diberikan bonus tambahan, akan tetapi sebaliknya, jika pemilik kapal

sedang mengalami kerugian, maka mungkin bisa saja pendapatan mereka

juga berkurang.

e. Pengeluaran Rumah Tangga Nelayan

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa nelayan, mereka rata-

rata tidak bisa memperhitungkan sebesar apa pengeluaran mereka,

mereka mengatakan pengeluaran yang mereka keluarkan biasanya jauh

lebih besar dibandingkan pendapatan mereka sehari-hari untuk itu

beberapa dari mereka ada yang belum bisa menggambarkan seberapa

besar pengeluaran mereka, akan tetapi ada salah seorang nelayan yang

bisa menggambarkan berapa besar pengeluaran yang dikeluarkan untuk

kebutuhan rumah tangganya, Bapak Suhaeman(38) nelayan kapal kecil

(tonda), mengatakan bahwa biaya yang biasa dikeluarkan untuk

pengeluaran sebesar Rp.30.000-40.000 itupun sudah diirit-irit agar

56
mencukupi untuk semua kebutuhan rumah tangganya termasuk untuk

jajan anak.

b. Tingkat Kesejahteraan Nelayan Pelabuhan Ratu

Kehidupan nelayan pesisir Pantai Pelabuhan Ratu tergolong kedalam

kategori sedang, meskipun secara kesejahteraan dari segi pendidikan mereka

masih tergolong rendah, tetapi kesejahteraan mereka dalam hal pendapatan

masih bisa mencukupi keluarganya, terutama untuk nelayan kapal besar

(Longlen), Bapak Selamet (30) mengatakan selama ini pendapatan mereka

sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya di kampung.

Berbeda dengan nelayan kapal kecil (tonda) mereka merasa jika mereka harus

bekerja di nelayan kapal besar, atau menjadi armada kapal, dengan gaji

bulanan seperti itu rasanya masih terlalu kecil bagi mereka. mereka lebih

senang dengan upah harian yang jelas dan tidak suka berlama-lama dilaut.

Kualitas sumber daya manusianya pun sudah cukup banyak, sarana dan

prasarananya pun sudah tersedia, lembaga pengawas nelayan atau pusat

pelabuhan perikanannya pun ada, hanya saja untuk lembaga sosial ekonomi

dan akses modal masih terbatas, karena koperasi yang ada di sekitar pelabuhan

kurang berjalan dengan baik, selain itu teknologi penangkapan masih terbatas,

karena masih ada beberapa yang menggunakan alat pancing tradisional dan

kapal atau perahu yang terbuat dari kayu bukan dari fiber.

c. Kebutuhan Nelayan Pelabuhan Ratu

Pada bab sebelumnya sudah dibahas mengenai kebutuhan nelayan yang

jumlahnya tidak sedikit, kebutuhan itu sangatlah menunjang untuk kegiatan

57
mereka selama melaut, kebutuhan itu diantaranya adalah, kebutuhaan akan

solar, alat tangkap, dan kebutuhan untuk pemeliharaan alat untuk melaut.

Berikut gambaran mengenai kebutuhan nelayan tersebut:

Tabel 4.2
Kebutuhan logistik operasional Nelayan

No. Kebutuhan Jumlah


operasional
1. Es/Balok
2. BBM 40 ton
3. Oli 3 drum
4. Air 2-5 ton/bulan
5. Konsumsi Rp.100.000.000,-
Total biaya operasional Rp.350-
400.000.000,-

Tabel kebutuhan operasional diatas menunjukkan besarnya kebutuhan

yang dibutuhkan oleh nelayan, terutama pemilik kapal untuk setiap kali

melaut, khususnya untuk kapal besar (longlen)yang membutuhkan

solar,bbm,es dan solar yang dibutuhkan tidaklah sedikit jumlahnya, maka dari

itu modal yang dibutuhkan pun tidak sedikit, bisa sampai ratusan juta rupiah.

Hal ini terkait dengan beberapa analisis yang dilakukan melalui beberapa

pendekatan, diantaranya, analisis pendapatan, analisis pengeluaran rumah

58
tangga, analisis kebutuhan modal,dan pendekatan dalam analisis produk

pembiayaan.

a. Analisa pendapatan nelayan

1. Analisis ini dilakukan dengan menghitung besarnya jumlah hasil

tangkapan ikan dibagi dengan jumlah pergi melaut dalam sebulan.

Berikut gambarannya:

n= jumlah hasil tangkapan ikan


jumlah melaut dalam sebulan
= 4.005 ton
10 kali
= 0,4005 ton, hasil tangkapan ikan yang didapatkan oleh

nelayan setiap kali pergi melaut dalam waktu 1 bulan dan

jangka waktu 10 hari.

2. Analisis yang kedua dilakukan dengan cara membandingkan lebih

besar mana pendapatan dari melaut dengan pendapatan yang

dihasilkan dari pekerjaan sampingan. Perhitungan ini dilakukan

dengan rumus sebagai berikut:

Total pendapatan perbulan= (pendapatan 1 bulan+ pekerjaan

sampingan)

59
Rp.1.200.000=(Rp.400.000+Rp.50.000)
=Rp.450.000
= Rp.450.000
Rp.1.200.000
= Rp.3750.000
Berdasarkan dari hasil perhitungan diatas, pendapatan dari pekerjaan

sampingan jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan pendapatan sebagai

nelayan dan belum bisa mencukupi kebutuhan mereka sepenuhnya,

pekerjaan sampingan ini biasanya menjadi pilihan terbaik pada saat musim

paceklik. Ada yang memilih bertani, berdagang, atau menjadi buruh

bangunan, analisis perhitungan diatas merupakan pendapatan seorang

nelayan kapal besar, bernama bapak Renggo (45) yang menjadi pedagang

asongan dengan penghasilan Rp.50.000 setiap harinya.

b. Analisis pengeluaran rumah tangga nelayan

Analisa perhitungan pengeluaran rumah tangga nelayan dihitung

berdasarkan keseluruhan jumlah pengeluaran pangan baik yang pokok

maupun tidak, untuk diambil kesimpulan apakah lebih besar pengeluaran

bahan pangan pokok atau pengeluaran non-pangan. Analisis ini dihitung

berdasarkan rumus berikut:

Pengeluaran pangan pokok= ∑ (bahan pangan)

Jumlah tanggungan

= ∑ 1.500.000
60
6 orang

= 250.000

Pengeluaran non-pangan = ∑ (bahan non-pangan)

Jumlah tanggungan

= 200.000

5 orang
=
40.000

Hasil perhitungan diatas menunjukkan bahwa pengeluaran pangan

untuk kebutuhan pokok jauh lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan

non-pangan jika jumlah tanggungannya masing masing berbeda. Jika

jumlah tanggungannya sedikit maka pengeluaran untuk kebutuhan

pangan yang pokok maupun tidak, sebaliknya, jika jumlah tanggungan

keluarganya melebihi batas normal, maka pengeluaran pun akan semakin

besar.

c. Analisis kebutuhan modal

1) Kebutuhan yang paling membutuhkan modal yang cukup banyak adalah

kebutuhan untuk melaut, mereka harus mempunyai modal ±Rp.2.000.000

61
untuk biaya operasionalnya saja dan untuk setiap satu kali pergi melaut,

seperti kebutuhan solar,es, oli, minyak tanah, dan perbekalan lainnya

belum termasuk kedalam biaya perawatan kapal. Walaupun kebutuhan

sehari-hari sama saa membutuhkan modal yang besar, akan tetapi

kebutuhan ini masih bisa terpenuhi dari hasil melaut selama beberapa

hari dan berbulan-bulan meskipun belum bisa mencukupi sepenuhnya

2) Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa nelayan terkait dengan

modal yang mereka dapatkan apakah hasil dari meminjam atau modal

sendiri, rata- rata mereka mengatakan bahwa itu modal sendiri, mereka

tidak mau meminjam ke bank karena prosesnya yang lama dan

persyaratannya cukup merepotkan bagi mereka. Jika ada bank yang

ingin meminjamkan mereka modal untuk memenuhi kebutuhannya,

mereka ingin agar persyaratannya tidak sulit dan prosesnya cepat.

3) Besarnya modal yang harus mereka punya adalah sekitar Rp.10,000.000,

Rp.8.500.000 untuk biaya operasional setiap 1 kali pergi melaut dan

biaya perawatan kapal, sisanya untuk memenuhi kebutuhan hidup

sehari-hari.berikut rinciannya:

a. Biaya perawatan kapal

1) Kapal Rp.2.000.000-,

2) Mesin Rp. 3.000.000,-

62
3) Alat Rp.1.500.000,- +

Rp.6.500.000

b. Biaya perbekalan Rp.2.000.000,-+

Rp.8.500.000

c. Biaya kebutuhan Rp.1.500.000 +

Sehari hari Rp. 10.000.000,-

4) Modal yang habis untuk membeli solar, sekitar Rp.450-500.000 untuk

90-100 liter solar, sedangkan untuk biaya pemeliharaan alat tangkap

bisa mencapai Rp.2.000.000,-

d. Pendekatan dalam analisis produk pembiayaan

Pendekatan dilakukan dengan beberapa tahap diantaranya:

1) Aspek keuangan merupakan salah satu syarat atau hal yang dilihat

oleh seorang analis pembiayaan pada bank syariah, karena aspek ini

merupakan hal yang akan menentukan jumlah modal dan penilaian

untuk kemampuan nasabah terutama dalam membayar pembiayaan.

Al-Mudharabah adalah salah satu akad yang bisa digunakan untuk

pembiyaan pada sektor perikanan.

63

Anda mungkin juga menyukai