Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
A. Pendahuluan
Profesi guru mempunyai kedudukan paling tinggi dan dihormati oleh masyarakat.
Penghargaan guru juga terjadi pada masa kolonial, dimana status profesi guru mempunyai
kedudukan yang terhormat. Mereka dianggap panutan masyarakat, pemimpin masyarakat.
Pada masa kolonial, memang status profesi guru relatif tinggi. Pada masa penjajahan
Jepang, sang guru mendapat kehormatan dengan julukan “Sensei”, sesuai dengan
kebudayaan Jepang dimana guru mempunyai kedudukan yang sangat dihormati. Sekitar
tahun 1950-an, profesi guru pernah menjadi dambaan orang. Profesi guru bukanlah
merupakan pilihan utama dan bergensi, bahkan status profesi guru lebih rendah
dibandingkan dengan profesi lain seperti dokter, hakim, teknisi, dan bahkan buruh
sekalipun. Profesi guru semakin terpuruk, khususnya guru Sekolah Dasar (SD) yang terkesan
“terbelakang” kesejahteraannya. Padahal keprofesian guru menuntut kecakapan dan usaha
intelektual yang tinggi, serta pendidikan formal yang cukup tinggi. Selain itu, Guru juga
mempunyai peranan penting di dalam memperjuangkan dan merebut kemerdekaan.
B. Penyajian
1. Keadaan pendidikan di Indonesia pada masa penjajahan Belanda sangat
memprihatinkan.
2. Pada jaman Portugis dan spanyol mulai didirikan sekolah-sekolah model baru, berlainan
dengan sekolah-sekolah pesantren. Di sekolah ini tidak hanya diajarkan tentang agama
namun juga diajarkan membaca, menulis, dan berhitung.
Pada tahun 1600-1800. VOC ini juga mengadakan sekolah-sekolah di daerah kekuasaan
mereka seperti kepulauan Maluku, di beberapa pulau di kepulauan Sunda Kecil (Nusa
Tenggara), di Batavia (Jakarta), dan di Semarang. Pada mulanya bahasa pengantar yang
dipergunakan adalah bahasa Belanda, akan tetapi karena hasilnya tidak memuaskan maka
diganti dengan bahasa Melayu. Pada tahun 1684 diumumkan Undang-Undang Sekolah
pertama, yang isinya antara lain :
a. Untuk mendirikan sekolah harus seijin pemerintah.
b. Jam pelajaran sekolah jam 08.00-11.00 dan jam 14.00-17.00.
c. Dilarang adanya pelajaran campuran antara anak laki-laki dan perempuan.
d. Hari libur dan uang sekolah diatur pemerintah.
e. Sekolah-sekolah dimonitoring 2 kali setahun.
Pada tahun 1778 dikeluarkan Undang-Undang yang baru, yang isinya antara lain :
a. Tiap-tiap sekolah dibagi dalam 3 kelas.
b. Di kelas satu diajarkan membaca, menulis, berhitung, menyanyi, dan agama.
Pada tahun 1800 VOC dibubarkan, Indonesia dijajah secara langsung oleh pemerintahan
Belanda. Gubernur Jendral Daendels (tahun 1808-1811) memerintahkan kepada para Bupati
di Jawa untuk mendirikan sekolah-sekolah pribumi. Tahun 1830 Pemerintah Belanda
memerintahkan kepada para Bupati dan Residen untuk mendirikan sekolah pribumi dengan
mata pelajaran budi pekerti, membaca, dan menulis. Tahun 1850 pemerintah mendirikan
Sekolah Dasar Missie (Zending) di Maluku, Manado, Timor, Jawa, dan Kalimantan. Tahun
1852 didirikan sekolah guru. Tahun 1867 didirikan Depertemen Pendidikan yang
bertanggung jawab terhadap permasalahan pendidikan. Hal ini memang disengaja oleh
pemerintah Belanda dalam rangka melaksanakan politik devide et empera dalam bidang
pendidikan di Indonesia.Sampai dengan tahun 1937 sekolahsekolah yang didirikan oleh
pemerintahan Belanda adalah :
1) Sekolah desa ini disesuaikan dengan kehidupan desa. Lama pelajaran 3 tahun, selama
dua setengah jam sehari. Di sini diajarkan bahasa daerah, berhitung, yang berguna
untuk kehidupan sehari-hari, membaca menulis dengan huruf daerah dahulu dan
kemudian huruf latin.
2) Sekolah Kelas Dua untuk umum. Waktu Sekolah Desa diadakan, beberapa Sekolah Kelas
Dua ini dijadikan “Standaard School” atau “Vervolgschool”, yaitu sekolah sambungan
bagi sekumpulan Sekolah Desa yang berdekatan, dengan maksud supaya pengajaran
sama dengan pengajaran di Sekolah Kelas Dua biasa. Lama pelajaran 2 tahun sesudah
Sekolah Desa. Sekolah Kelas Dua pada mulanya terdiri dari 3 kelas, kemudian ditambah
menjadi 4 kelas dan akhirnya menjadi 5 kelas. Tamatannya hanya dapat meneruskan ke
Sekolah Normal (untuk calon guru Sekolah Kelas Dua) dan Sekolah Pertukangan
(Ambachtschool).
3) Schakelschool atau Sekolah Penghubung Sekolah, selama 5 tahun mengajarkan murid-
murid Sekolah Kelas Dua yang pandai dari kelas 3, 4 atau. Tamatan Schakelschool ini
dapat meneruskan pelajaran ke MULO.
4) Hollands Inlandse School (HIS) Lama pelajaran 7 tahun. Pada sekolah ini diajarkan 3
bahasa, yaitu bahasa Daerah, Bahasa Melayu, dan Bahasa Belanda. Sekolah ini
merupakan dasar bagi anak Indonesia yang ingin melanjutkan pelajarannya ke MULO,
AMS dan Sekolah Tinggi. Yang dapat diterima di HIS adalah anak-anak bangsawan atau
pegawai negeri.
3. Nasib Guru pada Masa Hindia Belanda Kekuasaan Belanda yang berlangsung tiga
setengah abad jatuh dalam waktu yang sangat singkat. Politik kolonial Hindia Belanda
itu sangat dipuju oleh luar negeri. Susunan organisasi Pemerintah di Hindia Belanda
diadakan sedemikian rapi, sehingga tidak ada kejadian yang tidak segera diketahui oleh
pusat. Rakyat Indonesia sendiri pada waktu itu nampak tertib, sehingga melahirkan
ucapan bahwa bangsa Indonesia adalah “bangsa yang paling lemah lembut di dunia”-
“hetzachtste volk der aarde”. Politik memecah belah dilakukan sedemikian halusnya,
sehingga tidak dirasakan oleh yang berkepentingan.
Di bidang pendidikan diadakan bermacam-macam sekolah dasar, masing masing untuk
golongan tertentu. Oleh Pemerintahan Kolonial Belanda sengaja diciptakan golongan
tinggi dan golongan rendah yang sangat mempengaruhi pergaulan. Kalau jarak antara
golongan tinggi dan golongan rendah sudah begitu jauh, maka lebih besar lagi jarak
antara rakyat dengan pembesar-pembesar. Siasat pecah belah ini diadakan di semua
lapangan, di dalam gerakan-gerakan masyarakat. Hal ini lama-lama dapat dimengerti
oleh rakyat berkat keberanian para pemimpin perjuangan.
Lambat laun timbullah rasa kecewa pada rakyat terhadap pemerintah colonial yang
diskrimintif dan memecah belah itu, baik yang terang-terangan maupun yang
terselubung. Para pemimpin bangsa Indonesia yang bekerja sama dengan Belanda pun
merasa kecewa, karena beberapa usulnya dalam Volksraad diabaikan sama sekali.
4. Perjuangan Guru Pada masa Penjajahan Belanda selama tiga setengah abad
mengakibatkan penderitaan lahir maupun batin bagi bangsa Indonesia. Semenjak
penjajah menginjakkan kakinya dan mencekamkan kuku penjajahnya di tanah air ini,
timbullah gejolak perjuangan bangsa kita menentang panjajah. Mulai dari perjuangan
yang dilakukan oleh bangsa kita di bawah pimpinan : Teuku Oemar, Imam Bonjol,
Pangeran Diponegoro, Pattimura, dan lain-lain, sampai pada zaman perjuangan politik
pada awal abad ke-20. Nama-nama Kartini, Dr. Sutomo, Raden Ngabehi Husodo,
Ciptomangunkusumo, dan sederetan nama lainnya, merupakan pecetus perjuangan
melalui ideologi pendidikan untuk memperjuangkan nasib bangsa kita yang sangat
sengsara di tapak kaum penjajah. Lahirnya Budi Utomo pada tahun 1908 merupakan
obor perjuangan dikalangan kaum terpelajar dan kaum priyayi yang secara sadar merasa
terpanggil oleh jeritan nasib bangsanya yang menyedihkan. Pada tahun 1908 itu juga
berdiri organisasi buruh Vereniging van Spoor dan Tramweg Personeel in Nederlands
Indie (VSTP) yakni satu organisasi buruh Tram dan Kereta Api. Pada tahun 1912 berdiri
sebuah organisasi agama, Muhammadiyah, di Yogyakarta. Suatu bangsa tidak akan
merdeka tanpa adanya pendidikan. Belanda memang sudah mendirikan sekolah di
mana-mana, tetapi sekolah itu hanya sekedar mencukupi pegawai yang diperlukan di
segala instasi dan perusahaan kaum penjajah. Selama 350 tahun Belanda menjajah
Indonesia dengan sensus penduduk tahun 1930 bangsa Indonesia yang mengerti tulis
baca hanya 5% saja. Berkembangnya organisasi Muhammadiyah ini tumbuh pula di
serat tanah air kita sekolah-sekolah yang berpengantar bahasa Melayu dan sekolah-
sekolah yang berbahasa Belanda. Pada tahun 1912 para guru berhasil membentuk
organisasi guru yang bersifat Unitaris yaitu Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHD) yang
anggotanya terdiri dari guru-guru tanpa memandang perbedaan ijasah, status, tempat
bekerja, dan agama atau kepercayaan. Salah satu kegiatan PGHD yang paling menonjol
dalam bidang sosial adalah didirikannya Perseroan Asuransi Bumi Putera langsung
dibawah PGHD pimpinan Karto Hadi Subroto, yang bertujuan untuk membantu
meningkatkan kesejahteraan guru sebagai anggota. Dalam perkembangannya perseroan
ini akhirnya lepas dari PGHD. Melihat terbentuknya persatuan guru yang tergabung
dalam PGHD, pemerintah Belanda berusaha untuk menghancurkannya dengan
mendirikan berbagai jenis organisasi. Akibatnya PGHD pecah menjadi organisasi-
organisasi yang berdasarkan ijasah, tempat pekerjaan, agama dan lain-lain.
Sebagai usaha untuk memperjuangkan nasib anggotanya, PGHD pada tahun 1930-an
mencoba menggabungkan diri pada Persatuan Vakbonden Pegawai Negeri (PVPN).
Masuknya PGHD menjadi anggota PVNP diharapkan dapat memperjuangkan nasib guru.
Beberapa usaha PVNP itu antara lain pada bulan Desember 1931 mengadakan rapat
disertai oleh perkumpulan politik Budi Utomo, Pasundan, Sarekat Sumatra, Sarekat
Ambon, Kaum Betawi, dan Jong Celebes, untuk memprotes rancangan pemerintah yang
hendak mengadakan penghematan besar-besaran di lapangan pengajaran, yang
berakibat tidak saja guru-guru banyak kehilangan pekerjaan tetapi juga menghambat
kamajuan rakyat. Jumlah anggota PVPN pada 1 Desember 1939 ada 41.521 orang.
Persatuan Guru Indonesia (PGI) terjadi dari greopsdond :
a. Hogere Kweekschoolbond (HKSB).
b. Oud Kweekscholierenbond (OKSB).
c. Persatuan Normaalschool (PNS).
d. Persatuan guru Ambachtsschool (PGAS).
e. Volksoderwijzersbond (VOB).
Perkembangan berikutnya PGHD berganti nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI)
pada tahun 1933 akibat dari dikeluarkannya peraturan pemerintah mengenai sarekat
sekerja pegawai negeri. Bertukarnya nama Hindia Belanda dengan nama Indonesia
merupakan geledek di siang bolong bagi penjajah. Karena nama Indonesia termasuk
istilah yang paling tak disenagi oleh penjajah Belanda, tetapi paling dirindukan dan
diidam-idamkan setiap putera Indonesia, termasuk para guru. Baik juga dicatat di sini
bahwa di samping PGI adalagi berbagai bond yang bercorak agama, bangsa dan
sebagainya, seperti : Nederlands Indische Onderwijsgenootschap (NIOG) yang
beranggotakan semua guru tanpa membedakan golongan agama, Christelijke Onderwijs
Vereniging (COV), Khatolieke Onderwijsbond (KOB), Vereniging Van muloleerkrachten,
dll. Pada kongres ke-23 di Surabaya tanggal 2-6 Januari 1934, PGI yang telah
mempunyai 20.000 anggota membicarakan kedudukan para guru berhubungan dengan
krisis dan penghematan gaji pegawai negeri. Perjuangan PGI itu tidak seluruhnya
berjalan mulus, Persatuan Guru Bantu (PGB) pada bulan Juli 1934 mengundurkan diri
dari PGI karena dianggap kurang tegas didalam mempertahankan kepentingan golongan
Guru Bantu. PGB menyalahkan sikap PGI dengan diberlakukannya peraturan gaji baru
oleh pemerintahan yang sangat menjatuhkan kedudukan dan gajinya. Meskipun PGB
mengundurkan diri, perkumpulan guru-guru lainnya tetap bersatu dalam PGI.
Kongres PGI ke-25 tanggal 25-29 Novemper 1936 di Madiun, isinya menentang maksud
pemerintah untuk memindahkan urusan pengajaran dari tangan pemerintahan pusat ke
tangan pemerintahan daerah, berhubung kurang perlengkapan dan terbatasnya
keuangan pemerintah daerah, dan dikhawatirkan dapat berakibat pada kemunduran
pengajaran. Di dalam kongres PGI ke-26 yang diadakan pada bulan November 1937 di
Bandung bertepatan dengan peringatan dua puluh lima tahun berdirinya PGI,
dirumuskan supaya diadakan wajib belajar. Selanjutnya di dalam kongres PGI tahun
1938 yang diselenggarakan di Malang, diputuskan perlunya perbaikan gaji para guru dan
menuntuk agar pendidikan dan pengajaran yang diselenggarakan ke daerah harus
didahului dengan perbaikan keuangan daerah. Pada tahun 1941 semua guru laki-laki
(Belanda) ditugaskan masuk milisi. Untuk mengisi kekosongan guru, beberapa sekolah
sejenis digabung dan diisi oleh guru-guru Indonesia. Pada pemerintahan Jepang segala
organisasi dilarang, sekolah ditutup,. Secara otomatis segala pendidikan menjadi beku.
5. Keadaan Pendidikan pada Masa Penjajahan Jepang bulan Februari 1942 tentara Jepang
menduduki Indonesia. Pertahanan sekutu yang bernama ABCD front di Asia Timur,
berantakan tak berdaya menghadapi bala tentara Dai Nippon. Lagu Indonesia Raya
diperbolehkan disamping lagu Kimigayo. Akan tetapi semua perkumpulan atau
perserikatan dilarang. Jadi PGI pun tak berdaya. Sekolah Dasar diberi nama “Syo Gakko”,
sekolah Menengah “Cu Gakko”, dan Sekolah Tinggi “Dai Gakko”. Bulan September 1942
Pemerintahan Jepang mulai membuka Sekolah Menengah Pertama dan Atas, termasuk
sekolah-sekolah kejuruan termasuk seperti “Sihan Gakko” (Sekolah Guru), “Kasei Jo
Gakko” (Sekolah Kepandaian Putri) dan lain-lain. Di Ibu Kota Indonesia Jakarta, Amin
Singgih mendirikan perserikatan dengan nama “GURU” bersama kawan-kawannya untuk
memberikan teladan nyata bahwa guru-guru Indonesia itu tetap memupuk rasa
kesatuan Nasional. Peristiwa ini terjadi dalam tahun 1943. Dalam tahun 1943 juga Sdr.
Gustam Effendy, Adnam dan Hamid mendirikan perkumpulan kesenian yang bernama
“kesta” (Kesenian kita). Akan tetapi pada awal revolusi Indonesia dalam bulan Agustus
sampai dengan Desember 1945 banyaklah “kesta”ini mengumpulkan uang yang
disumbangkan kepada Fonds Kemerdekaan Inonesia di kota Palembang. Pemuda-
pemuda Indonesia pada waktu revolusi kemerdekaan 1945 itu membentuk “BKR” dan
pelbagi sejenis organisasi perjuangan untuk mempertahankan kemerdakaan RI. Adapun
BKR itu ialah singkatan dari Badan Keamanan Rakyat yang menjadi pokok pangkal
“Tentara Nasional Indonesia” (TNI). Pemerintah militer Jepang ingin agar rakyat
Indonesia bersatu padu untuk membantu mereka menghadapi tentara Sekutu. Oleh
sebab itu semua daya upaya dilakukannya untuk mengambil hati bangsa Indonesia.
Mereka mengatakan bahwa mereka datang tidak untuk menjajah sesama bangsa Asia,
tetapi melepaskan belenggu penjajah orang kulit putih. Mereka pemimpin Asia, cahaya
Asia dan kekuatan Asia (Gerakan 3 A). Tentara pembantu yang dinamai “Heiho”. Barisan
pemuda “Seinedan”, perkumpulan wanita “ Fujikai”. Organisasi rakyat dibentuk dan
dikerahkan dengan maksud untuk melatih rakyat membantu mereka. Orang-orang
Jepang mengajarkan pada kita untuk bekerja dengan cekatan dan terampil di segala
bidang. Rasa harga diri bangsa Timur dibangungkannya. Mereka memerlukan tenaga
pembantu untuk membangun cita-cita mereka yang sangat besar yaitu, untuk
memenangkan “Peperangan Asia Timur Raya”(Dai Toa Sensoo). Untuk memperkuat
pertahanan di garis belakang, bangsa kita dilatih di bidang pertanian dan perindustrian.
Pabrik barang-barang keperluan sehari-hari dibangun mereka. Untuk memperkuat garis
depan bangsa Indonesia dilatih di bidang kemiliteran dan membuat persenjataan
sendiri. Untuk menjabat opsir (perwira) diadakan sekolah atau pusat-pusat latihan
kemiliteran seperti “Gyugun” di Sumatra dan “Peta” ( Pertahanan Tanah Air) di Jawa.
Jepang membangkitkan semangat keberanian bangsa Asia (Timur) dengan tujuan menjunjung
falsafah turunan Amaterasu O’Mikami ialah “Hakkoo Iciu. Orang-orang Jepang itu tahu bahwa
sumber kemajuan dan kekuatan suatu bagsa adalah pendidikan. Pendidikan itu perlu
untuk membangun suatu bangsa. Pendidikan yang baik haruslah dilahirkan oleh guru-
guru yang baik pula. Pada tahun 1944 dibuka pula di ibu kota pulau Sumatra (Bukit
Tinggi) sebuah sekolah guru utama yang bernama “Joo Kyuu Sihan Gakko”. Untuk
angkatan pertama dari Lampung Syuu diterima diantaranya M. Nur Asyikin, Raja
Sangun, dari Palembang, Syuu Madian, Gustam Effendy.
6. Perjuangan Guru pada Masa Penjajahan Jepang mulai menguasai dan menjajah
Indonesia sejak belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang di Kalijati (Bandung)
tanggal 8 Maret 1942. Sejak saat itulah penjajahan bangsa Belanda terhadap bangsa
Indonesia berakhir untuk selama-lamanya. Lepas dari bangsa Belanda, Indonesia jatuh
ke tanggan Jepang selama tiga setengah tahun (Maret 1942 – Agustus 1945) Indonesia
dijajah Jepang. Bagi Jepang, guru dipandang sebagai orang yang sangat dihormati.
Organisasi guru secara khusus tidak dapat hidup seperti juga partai-partai atau
organisasi masa Indonesia selain yang bukan ciptaan Jepang. Hal itu diakibatkan
pemerintah Jepang telah mengeluarkan Undang-undang yang melarang adanya
pergerakan politik di Indonesia. Sikap para pejuang bangsa Indonesia termasuk para
guru, dalam bentuk luarnya tidak berbuat apa-apa kecuali mengikuti apa yang
dikehendaki oleh Jepang. Tetapi secara illegal secara cermat memanfaatkan setiap ada
kesempatan untuk malawan Jepang. Jadi para tokoh-tokoh perjuangan termasuk para
guru cara berjuangnya yaitu secara legal dan illegal. Secara legal menempuh bekerja
sama dengan Jepang yaitu menduduki lambaga-lembaga pemerintahan dan menjadi
guru di sekolahsekolah yang didirikan oleh Jepang, serta menduduki organisasiorganisasi
buatan Jepang. Sedangkan yang bergerak secara illegal berjuang menurut caranya
sendiri-sendiri mereka bergerak lebih berhatihati agar tidak diketahui oleh Jepang. Kalau
diikuti perjuangan pada saat itu maka perjuangan guru sangat berat karena harus
bermuka dua. Apabila ketahuan sangsinya sangat berat. Meskipun demikian para guru
tidak takut, pernah di Jakarta dibentuk perserikatan guru dengan nama “GURU” yang
dipimpin oleh Amir Singgih organisasi guru yang sudah ada (PGI) dibekukan oleh Jepang
sehingga tidak dapat bergerak. Para guru terpaksa mencari jalan lain untuk dapat
berjuang yaitu masuk dalam organisasi yang di buat Jepang. Misalnya menjadi anggota
dari Gerakan 3A, Putera, Peta, anggota Keibondan (Pembantu Keamanan Kampung),
Seinendan (organisasi pemuda yang mendapat latihan militer) serta anggota Fujikai
(organisasi guru wanita). Organisasi-organisasi tersebut dapat dimanfaatkan oleh rakyat
Indonesia termasuk para guru, para pendidik unuk mempercepat timbulnya kesadaran
nasional. Perjuangan para guru dan semua rakyat indonesisa semakin berhasil. Jepang
semakin terdesak oleh Sekutu, Jepang terpaksa lebih mendakati pada rakyat Indonesia
yaitu menyanyikan kemerdekaan, apabila rakyat Indonesia membantu Jepang dalam
melawan tentara Sekutu/Amerika, Britisch, China, dan Dutch. Kalau dicermati dengan
sungguh-sungguh perjuangan para guru pada masa penjajahan Jepang, maka para guru
berjuang sangat hati-hati menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi. Kadang-kadang
non koperasi, kadang-kadang koperasi, kadang-kadang legal, dan kadangkadang illegal.
C. Rangkuman
Pada masa penjajahan baik penjajahan Belanda maupun penjajahan Jepang,
guru mendapatkan penghargaan dan dihormati. Para guru merasakan bagaimana
sulitnya memperjuangkan kesejahteraan rakyat dan kemerdekaan Indonesia.
Perjuamgan guru yang sangat besar pada masa penjajahan sekarang sudah tidak ada
artinya lagi. Guru pada jaman sekarang sudah tidak mendapatkan penghormatan oleh
masyarakat. Jangankan guru, para pejuang kita yang masih hidup pun sekarang tidak
mendapatkan kesejahteraan di masa tuanya. Bahkan banyak sekali mantan pejuang kita
yang hidupnya memprihatinkan, termasuk para guru yang tidak lagi mendapat
kedudukan tertinggi di kalangan masyarakat. Padahal para guru juga ikut
memperjuangkan kemerdekaan yang kita rasakan saat ini.