Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KIMIA INDUSTRI

PEMBUATAN GULA

Kelompok: 8

Oleh:
Mutiara Alfiyah 161810301053
Rizky Shofia Muzayyana 191810301061

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2020
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Gula
Gula merupakan komoditas utama perdagangan di Indonesia. Gula
merupakan salah satu pemanis yang umum dikonsumsi masyarakat. Gula adalah
suatu karbohidrat sederhana karena dapat larut dalam air dan langsung diserap
tubuh untuk diubah menjadi energi. Gula dibedakan menjadi dua secara umum
yaitu:
a. Monosakarida
Monosakarida adalah gula yang hanya terbentuk dari satu molekul gula.
Contoh dari monosakarida adalah glukosa, fruktosa, dan galaktosa.
b. Disakarida
Disakarida adalah gula terbentuk dari dua molekul gula. Contoh dari
disakarida adalah sukrosa (gabungan glukosa dan fruktosa), laktosa
(gabungan dari glukosa dan galaktosa), dan maltosa (gabungan dari dua
glukosa)
(Darwin, 2013)
Sumber utama dari pembuatan gula adalah dari berbagai macam tanaman.
Tanaman yang dapat digunakan sebagai penghasil gula yaitu tebu, beet, dan
kelapa aren (enau). Tebu merupakan tanaman utama yang paling banyak
digunakan sebagai penghasil gula. Tebu mengandung hidrokarbon yang terjadi
dalam tanaman karena proses fotosintesa. Fotosintesa dalam tebu terjadi reaksi
antara CO2 dan H2O yang dibantu tenaga sinar matahari dan zat hijau daun
(klorofil) yang menghasilkan karbohidrat monosakarida. Reaksi dalam fotosintesa
tebu yang terjadi dapat dituliskan sebagai berikut:
6CO2 + 6H2O + kalori → C6H12O6 + 6O2 …(1.1)
Batang tebu mengandung beberapa senyawa yakni monosakarida, disakarida,
zat organik (abu), asam-asam organik, bahan lain (blenok, lilin, zat warna, ikatan
N), dan air. Disakarida merupakan senyawa yang akan dibuat menjadi gula,
sehingga senyawa inilah yang akan diambil sebanyak-banyaknya dari tebu untuk
dipisahkan dari bagian lain dan dikristalkan menjadi gula (Santoso, 2017).
1.2 Kegunaan Gula
Gula dimanfaatkan dalam proses industri makanan dan minuman yaitu dalam
proses pelumatan buah, pengalengan buah, susu, es krim, kecap, sirup, roti, dan
sejenisnya. Gula juga dapat dimanfaatkan sebagai vetsin atau penyedap rasa
dengan mencampurnya bersama garam. Gula juga berfungsi sebagai stabilizer dan
pengawet karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Fajrin et al., 2015).
1.3 Produksi Gula
Pembuatan gula dari tebu adalah proses pemisahan disakarida yang terdapat
dalam batang tebu dari zat-zat lain. Pemisahan dilakukan secara bertingkat dengan
cara tebu digiling dalam beberapa mesin penggiling sehingga diperoleh cairan
yang disebut nira. Nira yang diperoleh dari mesin penggiling dibersihkan dari zat-
zat bukan gula dengan pemanasan dan penambahan zat kimia. Sedangkan ampas
digunakan bahan bakar ketel uap (Santoso, 2017).
Proses pembuatan gula menggunakan proses sulfitasi alkalis continue.
Produknya adalah gula jenis SHS (Superior Hooft Suiker) 1-A dengan hasil
samping berupa tetes dan ampas. Tahapan produksi dan tujuan dari tiap tahap
meliputi:
1. Pemurnian Nira
Pelaksanaan pemurnian dalam pembuatan gula dibedakan menjadi 3 macam
yaitu:
a. Proses Defekasi
Defekasi adalah cara pemurnian yang paling sederhana dengan
menggunakan bahan pembantu hanya berupa kapur tohor. Kapur tohor hanya
digunakan untuk menetralkan asam-asam yang terdapat dalam nira. Nira yang
telah diperoleh dari mesin penggiling diberi kapur sampai diperoleh harga pH
sedikit alkalis (pH 7,2). Nira yang telah diberi kapur kemudian dipanaskan
sampai mendidih dan endapan yang terbentuk dipisahkan (Hugot, 1960).
b. Proses Sulfitasi
Pemurnian dengan cara sulfitasi adalah dengan pemberian kapur
berlebihan. Kelebihan kapur ini dinetralkan kembali dengan gas sulfit (SO 2).
Penambahan gas SO2 ini dapat menyebabkan SO2 bergabung dengan CaO
membentuk CaSO3 yang mengendap. SO2 memperlambat reaksi antara asam
amino dan gula reduksi yang dapat mengakibatkan terbentuknya zat warna
gelap. SO2 dalam larutan asam dapat mereduksi ion besi (Fe) sehingga dapat
menurunkan efek oksidasi. Pelaksanaan proses sulfitasi adalah sebagai
berikut:
- Sulfitasi dingin
Nira mentah disulfitasi sampai pH 3,8 kemudian diberi kapur sampai pH
7. Nira kemudian dipanaskan sampai mendidih dan kotorannya diendapkan.
- Sulfitasi panas
Saat proses sulfitasi terbentuk garam CaSO3 yang lebih mudah larut dalam
keadaan dingin, sehingga ketika dipanaskan akan terjadi endapan pada pipa
pemanas. Untuk mencegah hal ini pelaksanaan proses sulfitasi dimodifikasi
dengan memanaskan nira mentah sampai 70-80oC, kemudian disulfitasi,
deberi kapur, dipanaskan kembali sampai mendidih, dan akhirnya
diendapkan. CaSO3 mengalami kelarutan paling kecil pada suhu kira-kira
75oC.
- Pengapuran sebagian dan sulfitasi
Apabila pada sulfitasi panas tidak dapat memberikan hasil yang baik,
maka digunakan cara modifikasi yakni dengan pengapuran pertama sampai
pH 8,0 pemanasan pada suhu 50-70oC, sulfitasi sampai terbentuk pH 5,1 –
5,3, pengapuran kedua sampai terbentuk pH 7 – 7,2 dilanjutkan dengan
pemanasan hingga mendidih, dan pengendapan
(Hugot, 1960).
Pelaksanaan sulfitasi dari sudut pandang kimia dibagi menjadi 3 yaitu:
- Sulfitasi Asam
Nira mentah disulfitasi dengan SO2 sehingga dicapai pH nira 3,2. Nira
kemudian diberi larutan kapur sehingga dicapai pH 7,0 – 7,3.
- Sulfitasi Alkalis
Pemberian larutan kapur hingga dicapai pH nira 10,5 dan pemberian SO2
sehingga dicapai pH nira 7,0 – 7,3.
- Sulfitasi netral
Pemberian larutan kapur hingga dicapai pH nira 8,5 dan ditambah dengan
gas SO2 hingga dicapai pH nira 7,0 – 7,3
(Halim K, 1973).
c. Proses Karbonat
Cara ini merupakan cara yang paling baik dibandingkan dengan defekasi
dan sulfitrasi. Sebagai bahan pembantu untuk pemurnian nira adalah susu
kapur dan gas CO2. Pemberian susu kapur berlebihan kemudian ditambah gas
CO2 yang berguna utnuk menetralkan kelebihan susu sehingga kotoran-
kotoran yang terdapat dalam nira akan diikat. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut:
Ca (OH)2 → CaCO3 + H2O …(2.2)
Endapan CaCO3 yang terbentuk lumayan banyak, sehingga endapan lebih
mudah dipisahkan (Hugot, 1960).
2. Penguapan
Nira yang telah mengalami proses pemurnian masih mengandung air. Air ini
harus dipisahkan dengan menggunakan alat penguap. Penguapan adalah suatu
proses menghilangkan zat pelarut dari dalam larutan dengan menggunakan panas.
Zat pelarut dalam proses penguapan nira adalah air. Bila nira dipanaskan terjadi
penguapan molekul air dan nira akan menjadi kental. Sumber panas yang
digunakan adalah uap panas. Pada pemakaian uap panas terjadi peristiwa
pengembunan. Sistem penguapan yang dipakai perusahaan gula adalah penguapan
efek banyak (Soejardi, 1980)
3. Pengkristalan
Proses pengkristalan adalah pengkristalan gula dari larutan yang mengandung
gula. Jarak antara molekul satu dengan yang lain masih cukup besar dalam larutan
encer. Jarak antara masing-masing molekul dalam larutan tersebut saling
mendekat pada saat dilakukan proses penguapan. Apabila jaraknya sudah cukup
dekat masing-masing molekul dapat saling tarik menarik. Disakarida yang melarut
dan molekul disakarida akan menempel. Keadaan ini disebut sebagai larutan
jenuh. Bila kepekatan naik maka molekul-molekul dalam larutan akan dapat
saling bergabung dan membentuk rantai-rantai molekul disakarida. Pemekatan
lebih tinggi, maka rantai-rantai disakarida tersebut akan dapat saling bergabung
pula dan membentuk suatu kerangka atau pola kristal disakarida (Soejardi, 1980).
4. Pengeringan
Gula yang keluar dari alat pemutar ditampung dalam alat getar (talang
goyang). Talang goyang ini selain berfungsi sebagai alat pengangkut dan sebagai
alat pengering gula. Pengeringan ini menggunakan udara yang dihembuskan dari
bawah, hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kadar air dalam gula. Setelah
pengeringan gula dimasukkan dalam karung dan disimpan di Gudang (Soejardi,
1980).
BAB 2. METODOLOGI PEMBUATAN AMMONIA

2.1 Alat dan Bahan


2.1.1 Alat
Alat yang digunakan untuk memproduksi gula yaitu mesin produksi.
2.1.2 Bahan
Bahan baku produksi gula ini yaitu:
- Tebu
- Gas SO2
- Susu kapur (Ca(OH)2

2.2 Metode Produksi


Proses industri pembuatan gula ini secara garis besar terbagi menjadi 6
stasiun atau tahap yaitu sebagai berikut:
1. Stasiun Penggilingan
Proses pada stasiun penggilingan ini adalah mengambil nira dari batang tebu
sebanyak mungkin. Tebu yang telah ditimbang beratnya kemudian diangkut
dengan lori untuk dimasukan ke stasiun gilingan. Tebu selanjutnya diletakan
diatas meja tebu untuk dimasukkan kegilingan melalui krepyak tebu. Tahap
pertama yaitu tebu yang akan diperah dimasukan ke crusher yang terdiri dari 2
buah rol crusher. Fungsi dari crusher adalah untuk menghancurkan tebu
menjadi potongan-potongan yang panjangnya kira-kira 107,3 mm.
Mesin penggiling mempunyai 4 unit yang setiap unitnya terdiri dari 3 buah
rol. Rol bagian atas digerakkan dan diberi tekanan kira-kira 300 kg/cm 2,
sedangkan rol yang dibawah akan berputar dengan sendirinya karena adanya
alur-alur dari setiap rol belakang. Tebu yang masuk ke gilingan I diperah
hingga mendapatkan hasil nira yang sebanyak-banyaknya. Hasil dari gilingan I
adalah ampas I dan nira I. Nira I ditampung lewat saluran nira. Nira ini disebut
nira hasil perah pertama. Ampas I dibawa ke gilingan II dengan alat
pengangkutan (drag conveyer) untuk diperah lagi niranya. Hasil dari gilingan
II ini adalah ampas II dan nira II. Nira gilingan I dan nira gilingan II disebut
nira mentah. Nira mentah dipompa ke bak penampung dan ampas II diperah
lagi pada gilingan III untuk diambil niranya.
Ampas II diangkut ke gilingan III, untuk diperah lagi krena masih terdapat
nira yang tertinggal. Pada gilingan III ini ditambah air imbibisi sebanyak kira-
kira 22% berat tebu yang akan digiling. Fungsi penambahan air imbibisi adalah
untuk mendapatkan prosentase pemerahan yang tinggi dan menekan kadar
disakarida yang ikut oleh ampas gilingan III. Hasil dari gilingan III adalah
ampas III dan nira III, dimana nira III dialirkan lewat saluran yang digunakan
untuk nira imbibisi pada ampas I yang menuju ke gilingan II.
Ampas III diangkut kegilingan IV. Hasil dari gilingan IV adalah ampas IV
dan nira IV, dimana nira IV dialirkan lewat saluran sebagai nira imbibisi pada
ampas II yang menuju gilingan III. Sedangkan ampas IV diangkut dengan drag
conveyer menuju ke tempat penyimpanan yang nantinya ampas akan
digunakan sebagai bahan bakar ketel uap.
2. Stasiun Pemurnian
Pada stasiun ini nira mentah dibersihkan dengan cara menambah susu kapur
Ca(OH)2 dan kemudian dialiri gas SO2. Setelah itu dilakukan pengendapan
secara terus menerus. Proses ini dikenal dengan nama sulfitasi alkalis. Stasiun
pemurnian nira dari beberapa bagian yaitu:
a. Pemanas I (untuk Nira Mentah)
Nira mentah dari stasiun gilingan yang telah disaring dan ditimbang
terlebih dahulu, kemudian dipompa menuju alat pemanas I. Nira yang
keluar dari pemanas I pada temperatur kira-kira 72oC, tujuan pemanasan ini
adalah untuk mempercepat reaksi pada reaktor dan juga untuk mematikan
jasad renik (mikrobia). Bahan pemanas yang digunakan adalah uap bekas
atau uap nira dari stasiun penguapan dan uap yang dihasilkan dari ketel uap.
b. Pembuatan Susu Kapur
Batu kapur dibakar dalam tobong pada temperature 900 oC dan tekanan 1
atmosfer. Reaksi yang terjadi yaitu:
CaCO3 → CaO + CO2 …(2.1)
Gas CO2 dibuang sedang CaO yang diperoleh ditambah air ditangki
pencampur, kemudian disaring untuk memisahkan kotorannya. Reaksi kapur
dengan air yaitu:
CaO + H2O → Ca(OH)2
Ca(OH)2 dimasukkan kedalam tangki yang berpengaduk supaya
campurannya menjadi homogen. Kekentalan susu kapur kira-kira 80Be.
c. Pembuatan gas SO2
Belerang padat dimasukkan dalam tobong belerang, kemudian dibakar.
Belerang akan mencair dan menjadi belerang uap karena panasnya.
Steusnya dialiri udara sehingga terbentuk gas SO2. Reaksi pembakaran
belerang yaitu:
S + O2 → SO2 + panas …(2.3)
Gas SO2 yang terjadi segera dialirkan melalui pipa yang dibagian luarnya
diberi air sebagai pendingin. Gas SO2 dialirkan ke sublimator dan terakhir
dialirkan ke peti sulfitasi.
d. Reaktor (Sulfitator)
Nira yang telah melalui panas dimasukkan ke defecator untuk
direaksikan dengan susu kapur Ca(OH)2. Proses ini berlangsung secara terus
menerus dan tujuannya untuk menjadikan pH larutan kira-kira 9,5. Larutan
kemudian dimasukkan ke reactor. Pada reactor ini dialirkan gas SO 2 secara
terus menerus dan akan terjadi reaksi sulfitasi. Tujuan penambahan gas SO 2
ini adalah untuk pembentukan endapan CaSO3 serta untuk pembersihan
kotoran. Reaksi yang terjadi yaitu:
H2O + SO2 → H2SO3 …(2.4)
H2SO3 + Ca(OH)2 → CaSO3 + 2H2O …(2.5)
e. Pemanas II (untuk Nira Kasar)
Nira kasar yang keluar dari reactor kemudian dipanaskan dalam
pemanas II dengan menggunakan uap sampai nira mempunyai suhu
kira-kira 100oC. Pemanasan ini dimaksudkan untuk menyempurnakan
reaksi sulfitasi, memperbanyak dan mempercepat terbentuknya endapan
CaSO3, dan mempercepat proses pengeluaran gas-gas terembunkan yang
ada dalam nira.
Nira kasar dari pemanasan II kemudian dialirkan ke prefloc tower
(menara flokulasi). Menara flokulasi adalah suatu alat yang berfungsi
membebaskan gelembung udara yang terdapat dalam nira. Pada menara
ini ditambahkan zat flokulant yang bertujuan agar reaksi pengendapan
dapat berlangsung dengan baik.
f. Pengendapan
Peti pengendapan berfungsi untuk mengendapkan kotoran-kotoran yang
terjadi selama proses sulfitasi, sehingga dihasilkan nira jernih dan nira
kotor. Nira jernih akan dialirkan ke tangki penampung, sedangkan nira kotor
disaring dengan alat filter press. Hasil penyaringan dialirkan ke alat
penimbangan untuk diproses lagi, sedangkan endapannya dibuang sebagai
limbah.
g. Pemanas III
Nira jernih dari tangki penampung dialirkan ke pemanas III sampai
mencapai suhu 110oC. Tujuan pemanasan ini untuk mendekati titik didih
nira, sehingga pada evaporator nira sudah siap mendidih dan proses
penguapan segera terlaksana.
3. Stasiun Penguapan
Nira mentah yang telah mengalami proses pemurnian, selanjutnya dialirkan
ke stasiun penguapan. Tujuan dari stasiun penguapan ini adalah untuk
membuat nira encer (12,50Brik) menjadi kental (600Brik) dengan menggunakan
beberapa badan penguapan yang bekerja secara seri. Untuk menghindari
terjadinya karamelisasi karena suhu tinggi serta menghemat kalori, maka
proses penguapan dilaksanakan pada suhu dibawah titik didihnya (tekanan
vakum).
Sistem penguapan menggunakan quadrule effect yang terdiri dari 5 badan
penguapan. Badan penguapan yang beroprasi hanya 4 badan. 1 badan
penguapan diistirahatkan untuk dibersihkan secara bergantian. Ketika badan I
diistirahatkan, badan II dapat berfungsi sebagai badan I dan badan IV dapat
berfungsi sebagai badan terakhir, begitu pula seterusnya.
Badan pemanas yang dipakai pada stasiun ini berasal dari uap air bekas
yang ditambah uap baru dari ketel. Uap dari badan penguap I dipakai untuk
memanaskan nira pada penguapan II dan sebagian disadap untuk bahan
pemanas pada pemanas I. Uap nira dari badan penguap II dipakai untuk
memanaskan nira pada badan penguapan III. Uap nira dari badan penguap III
dipakai untuk memanaskan nira pada badan penguapan IV. Uap nira yang
keluar dari badan penguap IV diembunkan dalam barometric kondensor.
Air embun yang berasal darii badan penguap I dan II digunakan untuk air
isian ketel. Air embun dari badan penguapan III dan IV digunakan untuk air
imbibisi, air cucian filter press, dan air cucian puteran. Aliran nira dari setiap
badan penguapan akan mengalir dengan sendirinya dikarenakan adanya
perbedaan tekanan pada setiap badan penguapan.
Nira kental dari badan penguap IV ditampung dalam tangki kemudian
dipompa ke sulfitator. Pada sulfitator ini ditambahkan gas SO 2 yang tujuannya
untuk memucatkan zat-zat warna dalam nira yang semula berwarna coklat tua
menjadi lebih jernih dan disini pH yang terbentuk kira-kira 5,5. Nira kental
yang keluar dari sulfitator ini masih mengandung belerang, maka harus
dialirkan terlebih dahulu ke tangki JSP (Juice Syrup Purification) untuk diberi
flokulant sehingga timbul kotoran-kotoran. Nira bersih dipompa ke tangki
penampung nira kental dan siap untuk dimasak. Kotoran-kotoran yang
mengapung (buih) dialirkan ke stasiun pemurnian.
4. Stasiun Kristalisasi (Pemasakan)
Proses kristalisasi ini dipabrik gula lebih dieknal dengan nama proses
pemasakan. Nira kental yang keluar dari stasiun penguapan mempunyai
kekentalan kira-kira 600Brik akan diuapkan lagi didalam stasiun kristalisasi
sampai mencapai kondisi lewat jenuh sehingga timbul kristal gula.
Pengambilan gula dari nira kental harus dilakukan dalam beberapa tingkat.
Proses pengkristalan menggunakan sistem 3 tingkat. Hal ini diharapkan agar
didapat produk SHS IA. Untuk mencegah karamelisasi disakarida, maka pada
waktu memasak dilaksanakan pada tekanan vakum kira-kira 65 cmHg,
sehingga pada pemanasan kira-kira 60oC diharapkan nira kental dalam pan
pemasak sudah mendidih. Pan pemasak terdiri atas 6 buah pan masakan A
yang dipakai untuk memasak nira yang HK-nya (harga kemurnian) tinggi,
masing-masing VO-nya 104 m2 dan volumenya 240 HL. Sebuah pan masakan
B yang VO-nya 190 m2 dan volumenya 250 HL. Dua buah pan masakan D
yang VO-nya berturut-turut 125 m2 dan 200 m2, serta volumenya 300 HL dan
350 HL.
Pada pan masakan A ini diharapkan dapat mengkristalkan disakarida yang
terkandung dalam nira kental sebanyak-banyaknya. Nira kental dari peti
penampung dipompa ke pan masakan A. Nira kental dipanaskan sampai
mencapai kekentalan tertentu. Einwurf (bibit) ditambahkan secukupnya kira-
kira 30 HL apabila telah mencapai kondisi kekentalan. Penambahan bibit ini
menimbulkan butir-butir kristal. Apabila jarak antara butir kristal yang satu
dengan yang lain cukup dekat atau rapat maka ditambahkan klare SHS
sehingga masakan menjadi encer kembali dengan harapan memberikan
kesempatan pada kristal untuk tumbuh lebih besar. Apabila pembentukan
kristal sudah sesuai dengan volume masakan yang dibutuhkan, maka hasil
masakan diturunkan melalui palung-palung pendingin dan selanjutnya dipompa
ke putaran A.
Pada pan masakan B yang dimasukkan adalah stroop A dan bibit kristal.
Proses pemasakan pada pan masakan B ini sama dengan proses pemasakan
pada pan masakan A. Setelah melalui pengontrolan dan kristal yang dihasilkan
sudah banyak, maka hasil masakan tersebut diturunkan ke palung pendingin,
kemudian dipompa ke centrifuge. Proses ini menghasilkan gula C2 (digunakan
sebagai bibit) dan stroop B.
Pada pan masakan D dimasukkan stroop B dan klare D (stroop hasil putaran
D2 yang kandungan gulanya rendah). Hasil masakan diturunkan ke palung
pendingin. Untuk pan masakan D karena merupakan pan masakan terakhir
yang menghasilkan gula D2 dan tetes, maka pada palung pendingin dialirkan
air pendingin yang tujuannya agar terjadi peristiwa pengkristalan kembali dan
diharapkan kandungan gula dalam tetes kecil.
5. Stasiun Pemisahan
Hasil dari stasiun kristalisasi merupakan suatu campuran yang terdiri dari
larutan dan kristal disakarida, sehingga perlu dipisahkan. Pemisahan dilakukan
dalam centrifuge yang bekerja menggunakan gaya sentrifugal sebagai kekuatan
pendorong. Pemisahan dilakukan dengan menggunakan sistem putaran
berganda yaitu putaran depan dan belakang. Putaran depan terdiri dari putaran
A, B, dan D1. Putaran belakang terdiri dari putaran SHS dan D2.
Masquite (kristal disakarida dan larutannya) dari masakan setelah lewat
palung pendingin dipompa ke putaran A. Pada putaran A ini akan dipisahkan
gula A dan stroop A. Stroop A digunakan sebagai bahan dasar pada pan
masakan B, sedangkan gula A dipompa ke putaran SHS. Di putaran SHS ini
ditambahkan uap yang tujuannya membantu proses pengeringan. Pada putaran
SHS ini akan dipisahkan gula SHS sebagai produk dan klare SHS dialirkan ke
pan masakan A.
Pada putaran B dihasilkan stroop B yang digunakan sebagai bahan dasar
pada pan masakan B dan D dan gula B yang akan dipompa ke putaran SHS.
Pada putaran SHS ini dihasilkan klare SHS yang pada masakan A sebagai
bahan campuran masakan dan gula B digunakan sebagai bibit (einwurf).
Pada putaran D1 dihasilkan gula D dan stroop yang disebut tetes. Gula D
dipompa ke putaran belakang D2, sedangkan tetesnya merupakan hasil samping
karena kadar gulanya sudah cukup rendah. Pada putaran D2 ini dipisahkan gula
D2 selanjutnya dilebur kembali dan dialirkan ke pan masakan D sebagai bahan
campuran pada masakan D.
6. Stasiun Penyelesaian
Stasiun penyelesaian berfungsi untuk menyelesaikan hasil gula yang telah
mengkristal. Pada bagian ini kristal-kristal gula hasil dari putaran SHS
dilewatkan pada talang goyang. Pada talang goyang ini gula-gula yang
menggumpal akan pecah menjadi butiran-butiran gula. Pada saat butiran-
butiran gula ini berjalan sepanjang talang dihembuskan udara agar menjadi
kering dan dingin. Udara dihembuskan dengan menggunakan blower. Untuk
mengangkut kristal-kristal gula ke talang saringan digunakan bucket elevator.
Pada talang saringan ini kristal-kristal gula dipisahkan. Kristal gula yang tidak
memenuhi ukuran standart dilebur dan diproses kembali sedangkan butiran
gula yang standar diambil sebagai produk. Gula yang dihasilkan pada proses
produksi ini adalah gula jenis SHS (Superior Hooft Suiker) 1-A.
BAB 3. PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari produksi gula ini yaitu pembuatan gula
pada pabrik menggunakan tebu yang akan diambil nira disakaridanya. Nira tebu
diproses dengan 6 tahapan proses yaitu penggilingan, pemurnian, penguapan,
kristalisasi, pemisahan, dan penyelesaian. Gula yang dihasilkan pada proses
produksi ini adalah gula jenis SHS (Superior Hooft Suiker) 1-A.
DAFTAR PUSTAKA

Darwin, P. 2013. Menikmati Gula Tanpa Rasa Takut. Yogyakarta: Sinar Ilmu.
Fajrin, El A., Slamet H., Lestari R. W. 2015. Permintaan Gula Rafinasi pada
Industri Makanan dan Minuman Farmasi di Indonesia. Jurnal Agro
Ekonomi. Vol 26 (2).
Halim, K. 1973. Rapidoor Clarifier dalam Industri Gula. Yogyakarta: LPP
Yogyakarta.
Hugot, E. 1960. Hand Book of Cane Sugar Engineering. Amsterdam: Elsevier
Publising Company.
Santoso, B. 2017. Proses Pembuatan Gula dari Tebu pada PG X. Makalah
Fakultas Teknik Industri: Universitas Gunadarma.
Soerjadi. 1980. Peralatan Pembuat Hampa. Yogyakarta: LPP Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai