BAHAN AJAR
S1 PENIDIKAN GEOGRAFI
FKIP UNIVERSITAS PGRI PALANGKA RAYA
23 Januari 2017
GEOLOGI PULAU SUMATERA
GAMBARAN UMUM PULAU SUMATERA
Cekungan belakang busur.
Stratigrafi
Cekungan - cekungan Tersier menempati bagi an sebel ah tim ur pulau Sum
atra . Seluruhn ya terdiri dari :
Cekungan Sumat ra Utara,
Cekungan Sumat ra Tengah,
Cekungan Sumat ra Selat an
Cekungan Sumatra Utara
Mempunyai bentuk segitiga yang membuka ke utara, dibatasi oleh tinggian
ASAHAN disebelah tenggara dari Cekungan Sumatra tengah. Pengendapan Eosen
sampai Oligosen dibagian barat cekungan dicirikan oleh sedimen klastis kasar
(Fm. Meucampli) yang tidak mengalami deformasi,dan berubah secara berangsur
ke timur menjadi endapan karbonat paparan (Fm. Tampur). Tidak dijumpainya
endapan volkanik yang tersebar luas didalam Fm. Meucampil, mungkin
merupakan indikasi bahwa busur luar yang berada disebelah barat Sumatra utara,
sebagian besar adalah tidak bergunung-api, yang juga berarti bahwa tidak ada atau
hanya sedikit saja terjadi proses subduksi pada kala itu.
Cekungan Sumatra Tengah
Dipisahkan oleh tinggian ASAHAN dari cekungan Sumatra Selatan
disebelah tenggara. Dasar dari cekungan ini diperkirakan terdiri dari kerak benua
yang tipis dan sangat terpatahkan (“fractured”)
Pengendapan dalam cekungan ini diawali dengan endapan darat pada jaman
Eosen. Oligosen awal dengan diwakili oleh pasir kasar, kerakal dan tufa.
Sedimen-sedimen tersebut diendapkan sebagai kipas-kipas aluvial, sungai bersirat
dan “pledmont” (endapan lereng-lereng), diatas batuan pra-Tersier.Satuan batuan
ini sekarang tersimpan dalam bentuk-bentuk “amblesan” atau “graben-graben”
sebagai Formasi Lahat
G a m b a r 2 . 5 Litologi Formasi Lapisan di Sumatra Sela tan
Fase tensional pada Kapur Akhir sampai Tersier Awal yang menghasilkan
sesar normal dan sesar tumbuh berarah N – S dan WNW – ESE.
Sedimentasi mengisi cekungan atau terban di atas batuan dasar
bersamaan dengan kegiatan gunung api. Terjadi pengisian awal dari
cekungan yaitu Formasi Lahat.
Gambar 2.7 Fase Tensional Kapur Akhir Sampai Tersier Awal dan Elipsoid
Model (Pulonggono dkk, 1992).
Fase ketiga yaitu adanya aktivitas tektonik Miosen atau Intra Miosen
menyebabkan pengangkatan tepi-tepi cekungan dan diikuti pengendapan
bahan-bahan klastika. Yaitu terendapkannya Formasi Talang Akar,
Formasi Baturaja, Formasi Gumai, Formasi Air Benakat, dan Formasi
Muara Enim.
Fase keempat berupa gerak kompresional pada Plio-Plistosen
menyebabkan sebagian Formasi Air Benakat dan Formasi Muara Enim
telah menjadi tinggian tererosi, sedangkan pada daerah yang relatif turun
diendapkan Formasi Kasai. Selanjutnya, terjadi pengangkatan dan
perlipatan berarah barat laut di seluruh daerah cekungan yang mengakhiri
pengendapan Tersier di Cekungan Sumatra Selatan. Selain itu terjadi
aktivitas volkanisme pada cekungan belakang busur.
Gambar 2.8 Fase Kompresi Miosen Tengah Sampai Sekarang dan Elipsoid Model
(Pulonggono dkk, 1992).
Pulau Sumatera tersusun atas dua bagian utama, sebelah barat didominasi
oleh keberadaan lempeng samudera, sedang sebelah timur didominasi oleh
keberadaan lempeng benua. Berdasarkan gaya gravitasi, magnetisme dan seismik
ketebalan sekitar 20 kilometer, dan ketebalan lempeng benua sekitar 40 kilometer
(Hamilton, 1979). Sejarah tektoik Pulau Sumatra berhubungan erat dengan
dimulainya peristiwa pertumbukan antara lempeng India-Australia dan Asia
Tenggara, sekitar 45,6 juta tahun yang lalu, yang mengakibatkan rangkaian
perubahan sistematis dari pergerakan relatif lempeng-lempeng disertai dengan
perubahan kecepatan relatif antar lempengnya berikut kegiatan ekstrusi yang
terjadi padanya. Gerak lempeng India-Australia yang semula mempunyai
kecepatan 86 milimeter/tahun menurun menjaedi 40 milimeter/tahun karena
terjadi proses tumbukan tersebut. (Char-shin Liu et al, 1983 dalam Natawidjaja,
1994). Setelah itu kecepatan mengalami kenaikan sampai sekitar 76 milimeter/
tahun (Sieh, 1993 dalam Natawidjaja, 1994). Proses tumbukan ini pada akhirnya
mengakibatkan terbentuknya banyak sistem sesar sebelah timur India.
Keadaan Pulau Sumatra menunjukkan bahwa kemiringan penunjaman,
punggungan busur muka dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat
proses yang terjadi. Kenyataan menunjukkan bahwa adanya transtensi (trans-
tension) Paleosoikum Tektonik Sumatra menjadikan tatanan Tektonik Sumatra
menunjukkan adanya tiga bagian pola (Sieh, 2000). Bagian selatan terdiri dari
lempeng mikro Sumatra, yang terbentuk sejak 2 juta tahun lalu dengan bentuk
geometri dan struktur sederhana, bagian tengah cenderung tidak beraturan dan
bagian utara yang tidak selaras dengan pola penunjaman.
a. Bagian Selatan Pulau Sumatra memberikan kenampakan pola tektonik:
1. Sesar Sumatra menunjukkan sebuah pola geser kanan en echelon dan
terletak pada 100-135 kilometer di atas penunjaman.
2. Lokasi gunung api umumnya sebelah timur-laut atau di dekat sesar.
3. Cekungan busur muka terbentuk sederhana, dengan ke dalaman 1-2
kilometer dan dihancurkan oleh sesar utama.
4. Punggungan busur muka relatif dekat, terdiri dari antiform tunggal
dan berbentuk sederhana.
5. Sesar Mentawai dan homoklin, yang dipisahkan oleh punggungan
busur muka dan cekungan busur muka relatif utuh.
6. Sudut kemiringan tunjaman relatif seragam.
b. Bagian Utara Pulau Sumatra memberikan kenampakan pola tektonik:
1. Sesar Sumatra berbentuk tidak beraturan, berada pada posisi 125-140
kilometer dari garis penunjaman.
2. Busur vulkanik berada di sebelah utara sesar Sumatra.
3. Kedalaman cekungan busur muka 1-2 kilometer.
4. Punggungan busur muka secara struktural dan kedalamannya sangat
beragam.
5. Homoklin di belahan selatan sepanjang beberapa kilometer sama
dengan struktur Mentawai yang berada di sebelah selatannya.
6. Sudut kemiringan penunjaman sangat tajam.
c. Bagian Tengah Pulau Sumatra memberikan kenampakan tektonik:
1. Sepanjang 350 kilometer potongan dari sesar Sumatra menunjukkan
posisi memotong arah penunjaman.
2. Busur vulkanik memotong dengan sesar Sumatra.
3. Topografi cekungan busur muka dangkal, sekitar 0.2-0.6 kilometer,
dan terbagi-bagi menjadi berapa blok oleh sesar turun miring
4. Busur luar terpecah-pecah.
5. Homoklin yang terletak antara punggungan busur muka dan
cekungan busur muka tercabik-cabik.
6. Sudut kemiringan penunjaman beragam.
1. Batuan Dasar, Batuan Pra-Tersier atau basement terdiri dari kompleks batuan
Paleozoikum dan batuan Mesozoikum, batuan metamorf, batuan beku dan
batuan karbonat. Batuan Paleozoikum akhir dan batuan Mesozoikum
tersingkap dengan baik di Bukit Barisan, Pegunungan Tigapuluh dan
Pegunungan Duabelas berupa batuan karbonat berumur permian, Granit dan
Filit. Batuan dasar yang tersingkap di Pegunungan Tigapuluh terdiri dari filit
yang terlipat kuat berwarna kecoklatan berumur Permian (Simanjuntak, dkk.,
1991). Lebih ke arah Utara tersingkap Granit yang telah mengalami pelapukan
kuat. Warna pelapukan adalah merah dengan butir-butir kuarsa terlepas akibat
pelapukan tersebut. Kontak antara Granit dan filit tidak teramati karena selain
kontak tersebut tertutupi pelapukan yang kuat, daerah ini juga tertutup hutan
yang lebat.Menurut Simanjuntak, et.al (1991) umur Granit adalah Jura. Hal ini
berarti Granit mengintrusi batuan filit.
2. Formasi Lahat, Formasi Lahat diendapkan secara tidak selaras di atas batuan
dasar, merupakan lapisan dengan tebal 200 m - 3350 m yang terdiri dari
konglemerat, tufa, breksi vulkanik andesitik, endapan lahar, aliran lava dan
batupasir kuarsa. Secara lebih rinci berikut adalah data mengenaipetroleum
system dari formasi lahat.
3. Formasi Talang Akar, Formasi Talang Akar pada Sub Cekungan Jambi
terdiri dari batulanau, batupasir dan sisipan batubara yang diendapkan pada
lingkungan laut dangkal hingga transisi. Menurut Pulunggono, 1976, Formasi
Talang Akar berumur Oligosen Akhir hingga Miosen Awal dan diendapkan
secara selaras di atas Formasi Lahat. Bagian bawah formasi ini terdiri dari
batupasir kasar, serpih dan sisipan batubara. Sedangkan di bagian atasnya
berupa perselingan antara batupasir dan serpih. Ketebalan Formasi Talang
Akar berkisar antara 400 m – 850 m. Secara lebih rinci berikut adalah data
mengenai petroleum system dari formasi Talang Akar.
4. Formasi Baturaja, Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Fm. Talang
Akar dengan ketebalan antara 200 sampai 250 m. Litologi terdiri dari
batugamping, batugamping terumbu, batugamping pasiran, batugamping
serpihan, serpih gampingan dan napal kaya foraminifera, moluska dan koral.
Formasi ini diendapkan pada lingkungan litoral-neritik dan berumur Miosen
Awal. Secara lebih rinci berikut adalah data mengenai petroleum system dari
formasi Batu Raja.
5. Formasi Gumai, Formasi Gumai diendapkan secara selaras di atas Formasi
Baturaja dimana formasi ini menandai terjadinya transgresi maksimum di
Cekungan Sumatera Selatan. Bagian bawah formasi ini terdiri dari serpih
gampingan dengan sisipan batugamping, napal dan batulanau. Sedangkan di
bagian atasnya berupa perselingan antara batupasir dan serpih.Ketebalan
formasi ini secara umum bervariasi antara 150 m - 2200 m dan diendapkan
pada lingkungan laut dalam. Formasi Gumai berumur Miosen Awal-Miosen
Tengah. Secara lebih rinci berikut adalah data mengenai petroleum system dari
formasi Gumai.
6. Formasi Air Benakat, Formasi Air Benakat diendapkan secara selaras di atas
Formasi Gumai dan merupakan awal terjadinya fase regresi. Formasi ini terdiri
dari batulempung putih kelabu dengan sisipan batupasir halus, batupasir abu-
abu hitam kebiruan, glaukonitan setempat mengan dung lignit dan di bagian
atas mengandung tufaan sedangkan bagian tengah kaya akan fosil foraminifera.
Ketebalan Formasi Air Benakat bervariasi antara 100-1300 m dan berumur
Miosen Tengah-Miosen Akhir. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut
dangkal. Secara lebih rinci berikut adalah data mengenai petroleum system dari
Air Benakat.
7. Formasi Muara Enim, Formasi Muara Enim mewakili tahap akhir dari fase
regresi tersier. Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Formasi Air
Benakat pada lingkungan laut dangkal, paludal, dataran delta dan non marin.
Ketebalan formasi ini 500 – 1000m, terdiri dari batupasir, batulempung ,
batulanau dan batubara. Batupasir pada formasi ini dapat mengandung
glaukonit dan debris volkanik. Pada formasi ini terdapat oksida besi berupa
konkresi-konkresi dan silisified wood. Sedangkan batubara yang terdapat pada
formasi ini umumnya berupa lignit. Formasi Muara Enim berumur Miaosen
Akhir – Pliosen Awal. Secara lebih rinci berikut adalah data mengenai
petroleum system dari Air Benakat.
8. Formasi Kasai, Formasi Kasai diendapkan secara selaras di atas Formasi
Muara Enim dengan ketebalan 850 – 1200 m. Formasi ini terdiri dari batupasir
tufan dan tefra riolitik di bagian bawah. Bagian atas terdiri dari tufpumice kaya
kuarsa, batupasir, konglomerat, tuf pasiran dengan lensa rudit mengandung
pumice dan tuf berwarna abu-abu kekuningan, banyak dijumpai sisa tumbuhan
dan lapisan tipis lignit serta kayu yang terkersikkan. Fasies pengendapannya
adalah fluvial dan alluvial fan. Formasi Kasai berumur Pliosen Akhir-Plistosen
Awal.
9. Sedimen Kuarter, Satuan ini merupakan Litologi termuda yang tidak
terpengaruh oleh orogenesa Plio-Plistosen. Golongan ini diendapkan secara
tidak selaras di atas formasi yang lebih tua yang teridi dari batupasir, fragmen-
fragmen konglemerat berukuran kerikil hingga bongkah, hadir batuan volkanik
andesitik-basaltik berwarna gelap. Satuan ini berumur resen.
5. PENGEMBANGAN POTENSI PULAU SUMATRA
5.1Pengembangan Potensi Daerah Pesisir (marine)
Potensi - potensi SDA di daerah pesisir yang dapat dimanfaatkan
antara lain:
1. Estuaria (daerah pantai pertemuan antara air laut dan air tawar)
berpotensi sebagai daerah penangkapan ikan (fishing grounds) yang
baik.
2. Hutan mangrove (ekosistem yang tingkat kesuburannya lebih tinggi
dari Estuaria ); untuk mendukung kelangsungan hidup biota laut.
3. Padang Lamun (tumbuhan berbunga yang beradaptasi pada
kehidupan di lingkungan bahari) ; sebagai habitat utama ikan duyung,
bulubabi, penyu hijau, ikan baronang, kakatua dan teripang.
4. Terumbu Karang (ekosistim yang tersusun dari beberapa jenis karang
batu tempat hidupnya beraneka ragam biota perairan).
5. Pantai Berpasir (tempat kehideupan moluska) ; memiliki nilai
pariwisata terutama pasir putih.
https://smiatmiundip.wordpress.com/2012/05/17/perkembangan-tektonik-
pulau-sumatra/ (Diakses pada Kamis, 7 Mei 2015 pukul 08.35)
https://alexanderparera.blogspot.com/2011/07/tektonik-pulau-
sumatera_19.html?m=1
GEOLOGI PULAU JAWA
TATANAN GEOLOGI PULAU JAWA
b. Satuan-satuan Tektonik
Batuan tertua tersingkap di Jawa Barat adalah batuan berumur
eosen awal di Ciletuh yang berupa olisostrom. Satuan ini berhubungan
secara tektonis dengan batuan ofiolit yang mengalami breksiasi dan
serpentinisasi pada jalur-jalur kontaknya. Batuan ofiolit tersebut
ditafsirkan merupakan bagian dari melange yang mendasari olisostrom
yang berumur eosen awal. Dengan demikian maka satuan tektonik
tertua di Jawa Barat adalah jalur subduksi Pra eosen.
Satuan tektonik lainnya adalah jalur magma tersier. Sepanjang
jalur pantai selatan pulau Jawa, terdapat kumpulan batuan vulkanik
yang dinamakan formasi Andesit tua “old andesite formation” yang
berumur oligosen-miosen awal. Di Jabar, bagian dari formasi ini
disebut formasi Jampang. Ciri-ciri batuannya merupakan endapan
aliran gravitasi seperti lava dan kadang-kadang memperlihatkan
struktur bantal.
Penelitia terhadap sebaran dan umur batuan vulkanik Tersier lainnya di
Jawa Barat, ternyata Jalur Magma Tersier jauh lebih luas lagi, yaitu
hamper meliputi seluruh bagian tenggara Jawa Barat. Dengan demikian
terdapat kemungkinan bahwa kegiatan vulkanik selama Tersier ini
bermula di Selatan Jawa (miosen awal) dan kemudian secara berangsur
bergeser ke utara.
Satuan tektonik lainnya adalah jalur magma atau vulkanik
kwarter , menempati bagian tengah Jawa Barat atau dapat juga
dikatakan berlawanan dengan Jalur Magmatik Tersier muda.
c. Mandala Sedimentasi
Didasarkan pada mayoritas cirri sedimen, Soedjono (1984)
membagi daerah Jabar menjadi 3 mandala sedimentasi, yaitu mandala
paparan kontinen yang terletak di utara, diikuti oleh Mandala
Cekungan Bogor di bagian tengah, dan ke arah barat terdapat mandala
Banten.
Mandala paparan kontinen bertepatan dengan zona stratigrafi
dataran pantai utaranya Van Bemmelem. Dicirikan oleh pola
pengendapan paparan, umumnya terdiri dari endapan gamping,
lempung dan pasir kwarsa serta lingkungan pengendapannya dangkal.
Kedalamannya mencapai lebih dari 5000m.Mandala Cekungan Bogor
meliputi beberapa zona fisiografi Van Bemmelem (1949), yakni Zona
Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan. Mandala
sedimentasi ini dicirikan oleh endapan “aliran gravitasi” yang sebagian
besar terdiri dari fragmen batuan beku dan sedimen, seperti andesit,tufa
dan gamping. Ketebalannya mencapai 7000m. Mandala sedimentasi
Banten mempunyai cirri-ciri yang serupa dengan Mandala Bogor dan
Paparan Kontinen.
Magmatisme Eosen
Data-data yang menunjukkan adanya aktifitas magmatisme pada Eosen ialah
adanya Formasi Jatibarang di bagian utara Jawa Barat, dike basaltik yang
memotong Formasi Karang Sambung di daerah Kebumen Utara, batuan
berumur Eosen di Bayat dan lava bantal basaltik di sungai Grindulu Pacitan.
Formasi Jatibarang merupakan batuan volkanik yang dapat dijumpai di setiap
sumur pemboran. Ketebalan Formasi Jatibarang kurang lebih 1200 meter.
Sementara di daerah Jawa Tengah dapat ditemui di Gunung Bujil yang berupa
dike basaltik yang memotong Formasi Karang Sambung, di Bayat dapat
ditemui di kompleks Perbukitan Jiwo berupa dike basaltik dan stok gabroik
yang memotong sekis kristalin dan Formasi Gamping-Wungkal.
Magmatisme Kuarter
Pada periode aktifitas kuarter ini magmatisme muncul sebagai kerucut-kerucut
gunungapi. Ada dua jalur rangkaian gunungapi yaitu : jalur utama terletak di
tengah pulau Jawa atau pada jalur utama dan jalur belakang busur. Gunungapi
pada jalur utama ersusun oleh batuan volkanik tipe toleitik, kalk alkali dan
kalk alkali kaya potasium. Sedangkan batuan volkanik yan terletak di belakan
busur utama berkomposisi shoshonitik dan ultra potasik dengan kandungan
leusit.
Magmatisme Belakang Busur
Gunung Ungaran merupakan magmatisme belakang busur yang
terletak di Kota Ungaran, Jawa Tengah dengan ketinggian sekitar 2050 meter
di atas permukaan laut. Secara geologis, Gunung Ungaran terletak di atas
batuan yan tergabung dalam Formasi batuan tersier dalam Cekungan Serayu
Utara di bagian barat dan Cekungan Kendeng di bagian utara-timur. Gunung
Ungaran merupakan rangkaian paling utara dari deretan gunungapi (volcanic
lineament) Gunung Merapi-Gunung Merbabu-Gunung Ungaran. Beberapa
peneliti menyatakan bahwa fenomena itu berkaitan dengan adanya patahan
besar yan berarah utara-selatan.
Komposisi batuan yang terdapat di Gunung Ungaran cukup bervariasi,
terdiri dari basal yang mengandung olivin, andesit piroksen, andesit
hornblende dan dijumpai juga gabro. Pada perkembangannya, Gunung
Ungaran mengalami dua kali pertumbuhan, mulanya menghasilkan batuan
volkanik tipe basalt andesit pada kala Pleistosen Bawah. Perkembangan
selanjutnya pada Kala Pleistosen Tengah berubah menjadi cenderung bersifat
andesit untuk kemudian roboh. Pertumbuhan kedua mulai lagi pada Kala
Pleistosen Atas dan Holosen yang menghasilkan Gunung Ungaran kedua dan
ketiga. Saat ini Gunung Ungaran dalam kondisi dormant.
DAFTAR PUSTAKA
Boleh ngopi asal cantumin dong, pembuat aslinya di Daftar Pustaka, OK!!
GEOLOGI PULAU
KALIMANTAN
Di bagian selatan di batasi oleh laut Cina selatan dan Selat karimata. Bagian timur
dipisahkan dengan pulau Sulawesi dan Selat makasar. Di bagian tengah pulau merupakan
wilayah bergunung-gunung dan berbukit. Pegunungan di Kalimantan tidak aktif dan
ketinggiannya di bawah 2000 m di atas permukaan laut. Sedangkan wilayah daratan rendah
adalah pantai, berpaya-paya dan tertutup lapisan tanah gambut yang tebal.
Pulau Kalimantan di lalui garis katulistiwa sehingga membagi pulau ini menjadi dua
bagian yaitu Kalimantan belahan bumi utara dan Kalimantan belahan bumi selatan.
Kesuburan tanah di pulau Kalimantan kurang bila dibandingakan dengan kesuburan tanah di
Pulau Jawa dan pulau Sumatera. Pulau Kalimantan diliputi oleh hutan tropic yang lebat
(primer dan sekunder). Secara geologis pulau Kalimantan stabil, relatife aman dari gempa
baik vulkanik maupun tektonik, karena tidak dilintasi oleh patahan kerak bumi dan tidak
mempunyai rangkaian gunung api aktif seperti halnya pulau Sumatra, jawa dan Sulawesi.
Pulau Kalimantan berada dibagian tenggara dari lempeng Eurasia. Pada bagian utara
dibatasi oleh cekungan marginal Laut China Selatan, di bagian timur oleh selat Makassar dan
di bagian selatan oleh Laut Jawa.
Pada pulau Kalimantan memiliki 4 fase perubahan tatan tektonik, yakni: Basement
pre-Eosen, Cekungan Eosen, Tektonisme Oligosen dan Tektonik Meosen.
1. Basement pre-Eosen
Bagian baratdaya Kalimantan tersusun atas kerak yang stabil (Kapur Awal) sebagai
bagian dari Lempeng Asia Tenggara meliputi baratdaya Kalimantan, Laut Jawa bagian barat,
Sumatra, dan semenanjung Malaysia. Wilayah ini dikenal sebagai Sundaland. Ofiolit dan
sediment dari busur kepulauan dan fasies laut dalam ditemukan di Pegunungan Meratus, yang
diperkirakan berasal dari subduksi Mesozoikum. Di wilayah antara Sarawak dan Kalimantan
terdapat sediment laut dalam berumur Kapur-Oligosen (Kelompok Rajang), ofiolit dan unit
lainnya yang menunjukkan adanya kompleks subduksi. Terdapat intrusive besar bersifat
granitik berumur Trias diantara Cekungan Mandai dan Cekungan Kutai atas, memiliki kontak
tektonik dengan formasi berumur Jura-Kapur.
Gambar 1.4: Rekonstruksi penampang Kalimantan Utara yang menunjukkan Lupar subduksi di Eosen.
(Hutchison, 1989, op cit., Bachtiar 2006))
Mulainya collision antara India dan Asia pada Eosen tengah (50 Ma) dan
mempengaruhi perkembangan dan penyesuaian lempeng Asia. Adanya subsidence pada
Eosen dan sedimentasi di Kalimantan dan wilayah sekitarnya merupakan fenomena regional
dan kemungkinan dihasilkan dari penyesuaian lempeng, sebagai akibat pembukaan bagian
back-arc Laut Celebes.
3. Tektonisme Oligosen
Ketidakselarasan pada pertengahan Oligosen hadir di Laut China selatan (SCS) dan
wilayah sekitarnya. Ketidakselarasan ini dihubungkan dengan pemekaran lantai samudera di
SCS. Subduksi pada baratlaut Kalimantan terhenti secara progresif dari baratdaya sampai
timurlaut. Di bagian baratdaya, berhenti pada pertengahan Oligosen; di bagian timurlaut,
berhenti pada akhir Miosen awal.
Gambar 1.6: NW – SE cross section schematic reconstruction (A) Oligocene – Middle Miocene, and
(B) Middle Miocene - Recent (Pertamina BPPKA, 1997, op cit., Bachtiar, 2006).
4. Tektonisme Miosen
Di wilayah sekitar SCS pada Miosen awal-tengah terjadi perubahan yang Sangat
penting. Pemekaran lantai samudera di SCS berhenti, sebagai subduksi di Sabah dan
Palawan; mulai terjadinya pembukaan Laut Sulu. Membukanya cekungan marginal Laut
Andaman terjadi pada sebagian awal Miosen tengah.
Gambar 1.8: Elemen Tektonik Pulau Kalimantan pada Miosen tengah. Nuay, 1985, op cit., Oh, 1987.)
1. Cekungan Barito
Secara tektonik Cekungan Barito terletak pada batas bagian tenggara dari Schwanner
Shield, Kalimantan Selatan. Cekungan ini dibatasi oleh Tinggian Meratus pada bagian Timur
dan pada bagian Utara terpisah dengan Cekungan Kutai oleh pelenturan berupa Sesar Adang,
ke Selatan masih membuka ke Laut Jawa, dan ke Barat dibatasi oleh Paparan Sunda.
Pada Tersier Awal terjadi deformasi ekstensional sebagai dampak dari tektonik
konvergen, dan menghasilkan pola rifting Baratlaut – Tenggara. Rifting ini kemudian
menjadi tempat pengendapan sedimen lacustrine dan kipas aluvial (alluvial fan) dari Formasi
Tanjung bagian bawah yang berasal dari wilayah horst dan mengisi bagian graben, kemudian
diikuti oleh pengendapan Formasi Tanjung bagian atas dalam hubungan transgresi.
Pada Awal Oligosen terjadi proses pengangkatan yang diikuti oleh pengendapan
Formasi Berai bagian Bawah yang menutupi Formasi Tanjung bagian atas secara selaras
dalam hubungan regresi. Pada Miosen Awal dikuti oleh pengendapan satuan batugamping
masif Formasi Berai.
Selama Miosen tengah terjadi proses pengangkatan kompleks Meratus yang
mengakibatkan terjadinya siklus regresi bersamaan dengan diendapkannya Formasi Warukin
bagian bawah, dan pada beberapa tempat menunjukkan adanya gejala ketidakselarasan lokal
(hiatus) antara Formasi Warukin bagian atas dan Formasi Warukin bagian bawah.
Pengangkatan ini berlanjut hingga Akhir Miosen Tengah yang pada akhirnya
mengakibatkan terjadinya ketidakselarasan regional antara Formasi Warukin atas dengan
Formasi Dahor yang berumur Miosen Atas – pliosen.
Tektonik terakhir terjadi pada kala Plio-Pliestosen, seluruh wilayah terangkat, terlipat,
dan terpatahkan. Sumbu struktur sejajar dengan Tinggian Meratus. Sesar-sesar naik terbentuk
dengan kemiringan ke arah Timur, mematahkan batuan-batuan tersier, terutama daerah-
daerah Tinggian Meratus.
a. Formasi Tanjung (Eosen – Oligosen Awal) Formasi ini disusun oleh batupasir,
konglomerat, batulempung, batubara, dan basalt. Formasi ini diendapkan pada lingkungan
litoral neritik.
b. Formasi Berai (Oligosen Akhir – Miosen Awal) Formasi Berai disusun oleh batugamping
berselingan dengan batulempung / serpih di bagian bawah, di bagian tengah terdiri dari
batugamping masif dan pada bagian atas kembali berulang menjadi perselingan
batugamping, serpih, dan batupasir. Formasi ini diendapkan dalam lingkungan lagoon-
neritik tengah dan menutupi secara selaras Formasi Tanjung yang terletak di bagian
bawahnya. Kedua Formasi Berai, dan Tanjung memiliki ketebalan 1100 m pada dekat
Tanjung.
c. Formasi Warukin (Miosen Bawah – Miosen Tengah) Formasi Warukin diendapkan di atas
Formasi Berai dan ditutupi secara tidak selaras oleh Formasi Dahor. Sebagian besar sudah
tersingkap, terutama sepanjang bagian barat Tinggian Meratus, malahan di daerah Tanjung
dan Kambitin telah tererosi. Hanya di sebelah selatan Tanjung yang masih dibawah
permukaan. Formasi ini terbagi atas 2 anggota, yaitu Warukin bagian bawah (anggota
klastik), dan Warukin bagian atas (anggota batubara). Kedua anggota tersebut dibedakan
berdasarkan susunan litologinya.
1. Warukin bagian bawah (anggota klastik) berupa perselingan antara napal atau
lempung gampingan dengan sisipan tipis batupasir, dan batugamping tipis di
bagian bawah, sedangkan dibagian atas merupakan selang-seling batupasir,
lempung, dan batubara. Batubaranya mempunyai ketebalan tidak lebih dari 5 m.,
sedangkan batupasir bias mencapai ketebalan lebih dari 30 m.
2. Warukin bagian atas (anggota batubara) dengan ketebalan maksimum ± 500 meter,
berupa perselingan batupasir, dan batulempung dengan sisipan batubara. Tebal
lapisan batubara mencapai lebih dari 40 m., sedangkan batupasir tidak begitu tebal,
biasanya mengandung air tawar. Formasi Warukin diendapkan pada lingkungan
neritik dalam (innerneritik) – deltaik dan menunjukkan fasa regresi.
d. Formasi Dahor (Miosen Atas – Pliosen) Formasi ini terdiri atas perselingan antara
batupasir, batubara, konglomerat, dan serpih yang diendapkan dalam lingkungan litoral –
supra litoral.
2. Cekungan Kutai
Secara teknik cekungan Kutai di sebelah utara berbatasan dengan Bengalon dan Zona
Sesar Sangkulirang, di selatan berbatasan dengan Zona Sesar Adang, di barat dengan
sedimen-sedimen Paleogen dan metasedimen Kapur yang terdeformasi kuat dan terangkat
dan membentuk daerah Kalimantan Tengah, sedangkan di bagian timur terbuka dan
terhubung denganlaut dalam dari Cekungan Makassar bagian Utara.
Gambar 1.9: Elemen Struktur bagian timur Cekungan Kutai. (Beicip, 1992, op.cit. Allen dan Chambers, 1998. )
Cekungan Kutai dapat dibagi menjadi fase pengendapan transgresif Paleogen dan
pengendapan regresif Neogen. Fase Paleogen dimulai dengan ekstensi pada tektonik dan
pengisian cekungan selama Eosen dan memuncak pada fase longsoran tarikan post-rift
dengan diendapkannya serpih laut dangkal dan karbonat selama Oligosen akhir. Fase Neogen
dimulai sejak Miosen Bawah sampai sekarang, menghasilkan progradasi delta dari Cekungan
Kutai sampai lapisan Paleogen. Pada Miosen Tengah dan lapisan yang lebih muda di bagian
pantai dan sekitarnya berupa sedimen klastik regresif yang mengalami progradasi ke bagian
timur dari Delta Mahakam secara progresif lebih muda menjauhi timur.
Pada Kala Oligosen (Tersier awal) Cekungan Kutai mulai turun dan terakumulasi
sediment-sediment laut dangkal khususnya mudstone, batupasir sedang dari Formasi serpih
Bogan dan Formasi Pamaluan. Pada awal Miosen, pengangkatan benua ( Dataran Tinggi
Kucing) ke arah barat dari tunjaman menghasilkan banyak sedimen yang mengisi Cekungan
Kutai pada formasi delta-delta sungai, salah satunya di kawasan Sangatta. Ciri khas sedimen-
sedimen delta terakumulasi pada Formasi Pulau Balang, khususnya sedimen dataran delta
bagian bawah dan sedimen batas laut, diikuti lapisan-lapisan dari Formasi Balikpapan yang
terdiri atas mudstone, bataulanau, dan batupasir dari lingkungan pengendapan sungai yang
banyak didominasi substansi gambut delta plain bagian atas yang kemudian membentuk
lapisan-lapisan batubara pada endapan di bagian barat kawasan Pinang. Subsidence yang
berlangsung terus pada waktu itu kemungkinan tidak seragam dan meyebabkan terbentuknya
sesar-sesar pada sedimen-sedimen.
A. Kesimpulan
Pulau Kalimantan berada dibagian tenggara dari lempeng Eurasia. Pada bagian utara
dibatasi oleh cekungan marginal Laut China Selatan, di bagian timur oleh selat Makassar dan
di bagian selatan oleh Laut Jawa.
Kondisi tektonik di Pulau Kalimantan berada dibagian tenggara dari lempeng Eurasia.
Pada bagian utara dibatasi oleh cekungan marginal Laut China Selatan, di bagian timur oleh
selat Makassar dan di bagian selatan oleh Laut Jawa. Bagian utara Kalimantan didominasi
oleh komplek akresi Crocker-Rajang-Embaluh berumur Kapur dan Eosen-Miosen. Di bagian
selatan komplek ini terbentuk Cekungan Melawi-Ketungai dan Cekungan Kutai selama
Eosen Akhir, dan dipisahkan oleh zona ofiolit-melange Lupar-Lubok Antu dan Boyan.
Ahmed, Qadafi El. 2014. Kajian Geologi Jawa, Sumatra dan Kalimantan. From
http://mylibraryxx.blogspot.co.id/2014/02/kajian-geologi-jawasumatra-dan.html. 7
Oktober 2015.
Putra, Mochammad Hilmi Zaenal. 2015. Geologi Indonesia Kalimantan Sejarah. From
http://mochhim23.blogspot.co.id/2015/04/geologi-indonesia-kalimantan-
sejarah.html. 7 Oktober 2015.
Oleh:
Armstrong F. Sompotan
Daftar Isi
1. Pendahuluan 1
2. Geologi Sulawesi 4
2.1. Mandala Barat (West & North Sulawesi Volcano-Plutonic Arc) 5
2.1.1. Mandala Barat Bagian Utara 6
2.1.2. Mandala Barat Bagian Barat 11
2.2. Mandala Tengah (Central Sulawesi Metamorphic Belt) 16
2.3. Mandala Timur (East Sulawesi Ophiolite Belt) 19
2.4. Fragmen Benua Banggai-Sula dan Tukang Besi 27
3. Stratigrafi Sulawesi 31
3.1. Stratigrafi Sulawesi Utara 31
3.2. Stratigrafi Sulawesi Selatan 33
3.3. Stratigrafi Sulawesi Barat 36
3.4. Stratigrafi Sulawesi Tengah 39
3.5. Stratigrafi Banggai Sula 39
6. Epilogue 52
Bibliografi 53
Biodata penulis 55
1
1. Pendahuluan
Sulawesi atau celebes terletak di bagian tengah wilayah kepulauan
Indonesia dengan luas wilayah 174.600 km². Bentuknya yang unik
menyerupai huruf K dengan empat semenanjung, yang mengarah ke
timur, timur laut, tenggara dan selatan. Sulawesi berbatasan dengan
Borneo di sebelah barat, Filipina di sebelah utara, Flores di sebelah
selatan, Timor di sebelah tenggara dan Maluku di sebelah timur.
Sulawesi dan sekitarnya merupakan daerah yang kompleks karena
merupakan tempat pertemuan tiga lempeng besar yaitu; lempeng
Indo-Australia yang bergerak ke arah utara, lempeng Pasifik yang
bergerak ke arah barat dan lempeng Eurasia yang bergerak ke arah
selatan-tenggara serta lempeng yang lebih kecil yaitu lempeng
Filipina.
2
2. Geologi Sulawesi
Berdasarkan struktur litotektonik, Sulawesi dan pulau-pulau
sekitarnya dibagi menjadi empat, yaitu; Mandala barat (West & North
Sulawesi Volcano-Plutonic Arc) sebagai jalur magmatik yang
merupakan bagian ujung timur Paparan Sunda, Mandala tengah
(Central Sulawesi Metamorphic Belt) berupa batuan malihan yang
ditumpangi batuan bancuh sebagai bagian dari blok Australia,
Mandala timur (East Sulawesi Ophiolite Belt) berupa ofiolit yang
merupakan segmen dari kerak samudera berimbrikasi dan batuan
sedimen berumur Trias-Miosen dan yang keempat adalah Fragmen
Benua Banggai-Sula-Tukang Besi, kepulauan paling timur dan
tenggara Sulawesi yang merupakan pecahan benua yang berpindah ke
arah barat karena strike-slip faults dari New Guinea.
5
endapan danau dan sungai serta endapan aluvium. Adapun sirtu atau
batu kali banyak terdapat di daerah sungai Buyat yang diusahakan
oleh penduduk setempat sebagai bahan pondasi bangunan.
Evolusi dari Busur Sulawesi Utara dibagi menjadi dua tahap, yaitu
subduksi di bagian barat Sulawesi di awal masa Miosen (22 – 16 Ma)
dan pasca tumbukan dan pengangkatan busur Sulawesi serta
permulaan subduksi sepanjang palung Sulawesi Utara selama akhir
Miosen sampai dengan Kuarter (9 Ma). Batuan vulkanik busur
Sangihe yang berusia Pliosen-Kuarter, menyimpan banyak geologi
daerah sekitar Manado di masa awal Miosen. Singkapan-singkapan
kecil berupa andesit dan diorite di bawah batuan vulkanik Kuarter
yang menutupi kepulauan Sangihe dan bagian utara Manado,
menunjukkan bahwa busur volkanik yang lebih tua berada di
sepanjang pantai bahkan mungkin sampai ke Mindanao yang
membentuk basement busur Sangihe saat ini. Adapun busur Neogen
yang merupakan busur batuan gunung api tidak berada di antara
Tolitoli dan Palu di sekitar leher pulau Sulawesi, hal ini disebabkan
karena pengangkatan tingkat tinggi dan erosi dalam, dimana batuan
granit lower Miosen tidak diketahui, dan bukti bahwa busur Sulawesi
di masa awal Miosen meluas ke arah leher pulau Sulawesi sangat
sedikit. Meskipun demikian, masih bisa disimpulkan bahwa zona
Benioff di awal Miosen berada sepanjang leher pulau Sulawesi ke arah
selatan menuju sesar Paleo Palu-Matano.
9
dan shale (van Leeuwen, 1981). Sifat calc-alkali dan unsur tanah
tertentu menunjukkan bahwa batuan vulkanik merupakan hasil
subduksi dari arah barat (van Leeuwen, 1981).
Fasies batuan lain pada usia yang sama yang diendapkan di laut
dangkal dibentuk oleh formasi Bunta yang terdiri dari butiran halus
sedimen klastik seperti batu tulis, metasandstone, silt, phyllite dan
schist. Pada lengan Timur Sulawesi juga ditemukan batuan kompleks
ofiolit yang berumur akhir Jurassic sampai dengan Eosen yang berasal
kerak samudera (Simandjuntak, 1986). Batuan kompleks ofiolit ini
ditemukan dalam kontak tektonik dengan sedimen berumur
Mesozoikum dan terdiri dari batuan mafik dan ultramafik seperti
harzburgite, lherzolite, pyroxenite, serpentinite, dunite, gabro,
diabase, basalt dan microdiorite. Batuan ini dipindahkan beberapa kali
akhibat deformasi dan displacement sampai dengan pertengahan
masa Miosen. Formasi Tokala dan Bunta yang tidak selaras ditindih
oleh formasi Nanaka yang terdiri dari butiran kasar sedimen klastik
seperti batuan konglomerat, batupasir dengan sisipan silts dan
batubara. Di antara fragmen dalam batuan konglomerat ditemukan
granit merah, batu metamorfik dan chert (rijang) yang diperkirakan
berasal dari mikrokontinen Banggai-sula (Simandjuntak, 1986). Umur
formasi ini dianggap kurang dari pertengahan masa Jurassic dan
terbentuk di lingkungan paralik. Selaras dengan hal itu formasi
Nanaka bertemu formasi Nambo di pertengahan massa Jurassic. Unit
laut dalam ini terdiri dari sedimen klastik napal berpasir dan napal
yang mengandung belemnite dan Inoceramus.
dan silt. Tidak selaras dengan hal itu, formasi Nambo ketemu formasi
Salodik dan Poh pada masa Eocene sampai dengan Upper Miocene.
Formasi Salodik terdiri dari batuan limestone dengan sisipan napal
dan sandstone yang mengandung fragmen kuarsa. Kelimpahan
karang, alga dan foraminifera besar yang ditemukan dalam formasi ini
mengindikasikan bahwa formasi ini terbentuk di lingkungan laut
dangkal.
3. Stratigrafi Sulawesi
Formasi Toraja tertindih tak selaras oleh Formasi Sekala dan Batuan
Gunungapi Talaya. Aktivitas vulkanik ini kemudian diikuti oleh
kehadiran Formasi Sekala (Tmps) pada Miosen Tengah - Pliosen,
yang dibentuk oleh batupasir hijau, grewake, napal, batulempung dan
tuf, sisipan lava bersusunan andesit-basalt.
4. Perkembangan
Tektonik Sulawesi
Banyak model tektonik yang sudah diajukan untuk menjelaskan
evolusi tektonik dari Pulau Sulawesi. Ada dua peristiwa penting yang
terjadi di Sulawesi bagian barat pada masa kenozoikum. Yang
pertama adalah rifting dan pemekaran lantai samudera di Selat
Makassar pada Paleogen yang menciptakan ruang untuk pengendapan
material klastik yang berasal dari Kalirnantan . Yang kedua adalah
peristiwa kompresional yang dimulai sejak miosen. Kompresi ini
dipengaruhi oleh tumbukan kontinen di arah barat dan ofiolit serta
fragmen-fragmen busur kepulauan di arah timur. Fragmen-fragmen
ini termasuk mikro-kontinen Buton, Tukang Besi dan Baggai Sula.
Kompresi ini menghasilkan Jalur Lipatan Sulawesi Barat (West
Sulawesi Fold Belt) yang berkembang pada Pliosen Awal. Meskipun
42
4.2 Paleogen
Perkembangan sedimen bertipe flysch di Sulawesi bagian barat
berhenti di bagian selatan, sementara di bagian utara masih berlanjut
hingga Eosen. Gunungapi aktif setempat selama Paleo sen di bagian
selatan dan selama Eosen di bagian tengah dan utara, pengendapan
batuan karbonat (Formasi Tonasa) terjadi di daerah yang luas di
selatan selama Eosen hingga Miosen yang mengindikasikan bahwa
bagian daerah tersebut adalah paparan yang stabil. Sejak: Paleosen,
sulawesi bagian timur mengalami shoaling dan diendapkan batuan
44
4.3 Neogen
Distribusi produk vulkanik yang luas menunjukkan terjadinya
vulkanisme yang kuat selama Miosen Tengah di Daerah Sulawesi
Bagian Barat. Batuan vulkanik yang awalnya diendapkan lingkungan
dasar laut dan kemudian setempat menjadi terestrial pada Pliosen.
Vulkanisme berhenti pada Kuarter Awal di selatan tetapi menerus
sampai sekarang di bagian utara. Magmatisme yang kuat di Daerah
Sulawesi Bagian Barat selama Miosen Tengah berkaitan dengan
dengan proses tekanan batuan dalam Daerah Sulawesi Bagian Timur
akibat gerakan benua-mikro Banggai-Sula ke arah barat. Peristiwa
tektonik ini mengangkat dan menganjak hampir keseluruhan material
di dalam Daerah Sulawesi Timur, batuan ofiolit teranjak dan
terimbrikasi dengan batuan yang berasosiasi termasuk melange. Pada
bagian lain, ofioit di bagian timur menyusup ke arah timur ke dalam
sedimen Mesozoikum dan Paleogen dari Daerah BanggaiSula. Selama
pengangkatan seluruh daerah Sulawesi yang terjadi sejak Miosen
Tengah, sesar turun (block-faulting) terbentuk di berbagai tempat
membentuk cekungancekungan berbentuk graben. Saat Pliosen,
seluruh area didominasi oleh block faulting dan sesar utama seperti
sesar Palu-Koro tetap aktif. Pergerakan epirogenic setelahnya
membentuk morfologi Pulau Sulawesi yang sekarang. Peristiwa
46
Gambar 19.
50
Gambar 20.
51
6. Epilogue
Struktur geologi yang berkembang di Daerah Sulawesi adalah sesar-
sesar mendatar yang berasosiasi dengan sesar-sesar naik.
Bibliografi
Calvert, S. J. & Hall, R., 2003, The Cenozoic Geology Of The Lariang And
Karama Regions, Western Sulawesi: New Insight Into The Evolution Of The
Makassar Straits Region, Proceeding 29th, Indonesian Petroleum
Association.
Fraser, T.H., Jackson, B. A., Barber, P. M., Baillie, P., Keith, M.,
2003, The West Sulawesi Fold Belt and Other New Plays Within the North
Makassar Straits a Prospectivity Review, Proceeding 29th, Indonesian
Petroleum Association.
Irsyam M., Sengara W., Aldiamar F., Widiyantoro S., Triyoso W.,
Hilman D., Kertapati E., Meilano I., Suhardjono, Asrurifak M,
Ridwan M., 2010, Ringkasan Hasil Studi Tim Revisi Peta Gempa
Indonesia 2010, Bandung.
Pada dasarnya Kepulauan Maluku ini memiliki topografi yang bergunung dan
berbukit, kecuali di pantai sebelah timur di lengan tenggara umumnya adalah
daerah banjir. Pegunungan yang ada di Kepulauan Halmahera ini menjulang dari
timur laut – barat daya dengan relief yang beraneka, yakni berada pada kisaran
500 meter hingga 1.000 meter. Bukit Solat merupakan pegunungan tertinggi yang
menjulang dengan ketinggian 1.508 meter di bagian tengah pulau. Pulau maluku
dibagi menjadi dua bagian yaitu Maluku Utara dan Maluku Selatan. Maluku Utara
sebagian dihubungkan dengan rangkaian pulau-pulau Asia Timur, dan sebagian
dengan sistem Melanesia, Maluku Selatan (Busur Banda) merupakan suatu bagian
dari Sistem Pegunungan Sunda.
a) Maluku Utara
Provinsi Maluku Utara terletak di kepulauan Maluku sebelah utara dengan
posisi 3º 90' LU-2º 10' LS-123º 15' BT. Luas provinsi Maluku Utara yang
beribukota diSofifi adalah sekitar 53.836 km2, dengan jumlah penduduk
1.282.439 jiwa. Provinsi ini memiliki perairan laut yang relatif luas dengan
sumberdaya perikanan yang relatif besar. Maluku Utara merupakan
wilayah kepulauan yang terdiri atas pulau-pulau volkanik dan pulau-pulau
non volkanik. Pulau vulkanik menempati bagian barat
termasuk diantaranya adalah Pulau Ternate, Pulau Tidore, Pulau Moti,
Pulau Mare, Pulau Makian, dan Pulau Sangihe. Sedangkan pulau non
volkanik antara lain Pulau Bacan, Pulau Kasiruta, Pulau Talaud, dan Pulau
Obi. (Amarullah dan Tobing ; 2005)
b) Maluku Selatan
Maluku Selatan secara geologi merupakan Busur Banda, yaitu sistem
kepulauan yang membentuk busur mengelilingi tapal kuda basin Laut
Banda yang membuka ke arah barat. Sistem Kepulauan Maluku Selatan
dibedakan menjadi busur dalam yang vulkanis dan busur luar yang non
vulkanis. Busur dalam vulkanisTerdiri dari pulau-pulau kecil
(kemungkinan puncak gunungapi bawah laut/seamount) seperti Pulau
Damar, Pulau Teun, Pulau Nila, Pulau Serua, Pulau Manuk dan Kepulauan
Banda. Busur luar non vulkanisTerdiri dari beberapa pulau yang agak luas
dan membentuk kompleks-kompleks kepulauan antara lain Kepulauan
Leti, Kepulauan Babar, Kepulauan Tanimbar, Kepulauan Aru, Kepulauan
Kai, Kepulauan Watu Bela, Pulau Seram, dan Pulau Buru.
A. GEOMORFOLOGI
1. Geomorfologi Maluku Utara
Maluku Utara merupakan wilayah kepulauan yang terdiri atas pulau-pulau
volkanik dan pulau-pulau non volkanik. Pulau vulkanik menempati bagian
barat termasuk diantaranya adalah Pulau Ternate, Pulau Tidore, Pulau
Moti, Pulau Mare, Pulau Makian, dan Pulau Sangihe. Sedangkan pulau
non volkanik antara lain Pulau Bacan, Pulau Kasiruta, Pulau Talaud, dan
Pulau Obi. Pulau Halmahera sendiri termasuk pulau vulkanik meskipun
aktivitas vulkanik yang aktif tidak terdapat seluruh wilayahnya. Bagian
utara Pulau Halmahera merupakan lokasi aktivitas vulkanik yang aktif.
Pulau-pulau non vulkanik Maluku Utara saat ini berkembang dibawah
pengaruh proses marin terutama deposisi marin. Bentuklahan volkanik
tererosi kuat terbentang dari timur ke barat pada zona vulkanik holosen
yang aktif.. Blok barat laut berada di bagian tepi Pulau Halmahera,
dibatasi dari graben tengah oleh escapment yang membentang dari pesisir
timur hingga pesisir barat. Graben Tengah sendiri berbatasan langsung
dengan zona gunungapi dan banyak mendapat pengaruh aktivitas vulkanik
terutama dari Gunungapi Dukono dan Gunungapi Ibu. Di dalam Graben
Tengah terdapat dataran rendah. Blok bagian timur memanjang arah utara
selatan dan menempati sebagian besar sisi barat Pulau Halmahera. Dataran
rendah kobe yang sempit memisahkan blok bagian timur halmahera di
sebelah barat dengan dataran relief berombak di sebelah timurnya.
(Amarullah dan Tobing ; 2005)Dataran relief berombak menempati bagian
yang luas ditimur Pulau Halmahera. Sepanjang pesisir utara dan selatan
dataran ini terbentuk dari pesisir pengangkatan. Sedangkan bagian tengah
merupakan pesisir pengenggelaman yang dipengaruhi oleh aktivitas marin
dari Teluk Buli. Pada bagian ini dataran aluval tidak ditemukan, tetapi
memasuki daerah Kao, ditemukan dataran aluvial yang luas pada daerah
pedalaman, juga dataran vulkanik yang berombak dan dataran aluvial
berawa secara lokal. Pada kedua semenanjung (baik utara maupun timur
laut) daerah pegunungan itu masih dikelilingi oleh kawasan pegunungan
dan perbukitan yang berkembang dari bahan yang sama. Pulau Morotai
banyak memiliki kesamaan dengan Pulau Halmahera bagian utara, yang
dicirikan oleh gunung-gunung yang berkembang dari batuan sediment dan
batuan beku basa. Pada semenanjung bagian selatan Halmahera lebih di
dominasi oleh daerah gunung yang terutama berkembang dari bahan-
bahan sedimentasi batu napal dan batu gamping (marl dan limestone).
Pegunungan yang mendominasi bagian utara dan timur laut Semenanjung
Halmahera juga berbeda secara geologis. Semenanjung utara disusun oleh
formasi gunung api (andesit dan batuan beku basaltic). (Syahya Sudarya;
2007)
2. Maluku Selatan
Maluku Selatan secara geomorlogi merupakan Busur Banda, yaitu sistem
kepulauan yang membentuk busur mengelilingi tapalkuda basin Laut
Banda yang membuka ke arah barat. Sistem Kepulauan Maluku Selatan
dibedakan menjadi busur dalam yang vulkanis dan busur luar yang non
vulkanis. Busur dalam terdiri dari pulau-pulau kecil (kemungkinan puncak
gunungapi bawah laut/seamount) seperti Pulau Damar, Pulau Teun, Pulau
Nila, Pulau Serua, Pulau Manuk dan Kepulauan Banda. Sedangkan busur
luar terdiri dari beberapa pulau yang agak luas dan membentuk kompleks-
kompleks kepulauan antara lain Kepulauan Leti, Kepulauan Babar,
Kepulauan Tanimbar, Kepulauan Aru, Kepulauan Kai, Kepulauan Watu
Bela, Pulau Seram, dan Pulau Buru. (Sumardi, dkk. 2011)
B. GEOLOGI STRUKTUR
C. LITOLOGI
Litologi di daerah Anggai, maluku disusun oleh batuan yang terdiri dari
batuan vulkanik, sedimen dan endapan muda. Batuan akibat adanya kegiatan
tektonik mengakibatkan adanya perlipatan, dan pensesaran dan kegiatan
magmatik (hidrotermal) yang mana hal tersebut merupakan media yang potensial
bagi pembentukan mineralisasi. Daerah uji petik memiliki sebaran alterasi yang
didominasi oleh ubahan silisifikasi, serisit sampai dengan argilik. Dibeberapa
lokasi dijumpai adanya ubahan jenis filik (pada pungungan Anggai), argilik dan
propilit. Hal ini menunjukkan alterasi kearah dalam memiliki variasi alterasi
bertemperatur lebih tinggi. Jadi dimungkinkan tipe porpiri akan muncul (bisa saja
terjadi) jika melihat pola alterasi yang demikian. (Roswita, dkk.2012)
Pemaparan hasil kegiatan lapangan subdit batubara : Obi Andayany, Helda. 2012.
Penerapan Persamaan Geotermometer (SiO2)P Di Lapangan Panas Bumi Suli,
Ambon.
Dalam Jurnal Barekang Vol. 6 No. 2 Hal. (33 – 36)Karyanto, Wahyudi, Ari
Setiawan, dan Sismanto. 2011. Identifikasi zona konduktif di daerah prospek
panasbumi larike Ambon maluku.
Jurnal Sains MIPA, Vol. 17, No. 2, Hal.: (67 – 74)Kusnama. 2008. Fasies Dan
Lingkungan Pengendapan Formasi Bobong Berumur Jura Sebagai Pembawa
Lapisan Batubara Di Taliabu, Kepulauan Sanana-Sula, Maluku Utara.
Dalam makara, sains, vol. 14, no. 1 Hal : 32-38 : BandungRobertus S.L.S, Herry
S, dan Andri Eko A. W. 2011. Survei Pendahuluan Panas Bumi Geologi Dan
Geokimia Pulau Wetar, Provinsi Maluku.
Pusat sumber daya geologi: BandungSumardi, Eddy, Bakrun, Syuhada, dan Liliek
Rihardiana. 2011. Survei geofisika terpadu banda baru, maluku tengah, provinsi
Maluku.
Pulau Bali dan Pulau Nusa Tenggara merupakan dua buah pulau yang
terletak masing-masing di tengah dan di kawasan timur Indonesia. Kedua pulau
tersebut memiliki karakteristik yang kompleks, baik dari segi geologis maupun
geomorfologisnya. Hal ini dikarenakan kedua pulau tersebut terdiri atas beberapa
pulau kecil dan terletak pada beberapa sistem geologis Indonesia. Kedua factor
diatas merupakan factor yang saling berkaitan satu sama lain. Bentukan lahan atau
fisiografi sangat berkaitan erat dengan kondisi serta aktivitas geologinya, begitu
pula pada kedua pulau tersebut.
Struktur geologi regional Bali dimulai dengan adanya kegiatan di lautan selama
kala Miosen Bawah yang menghasilkan batuan lava bantal dan breksi yang disisipi oleh
batu gamping. Di bagian selatan terjadi pengendapan oleh batu gamping yang kemudian
membentuk Formasi Selatan. Di jalur yang berbatasan dengan tepi utaranya terjadi
pengendapan sedimen yang lebih halus. Pada akhir kala Pliosen, seluruh daerah
pengendapan itu muncul di atas permukaan laut. Bersamaan dengan pengangkatan,
terjadi pergeseran yang menyebabkan berbagai bagian tersesarkan satu terhadap yang
lainnya. Umumnya sesar ini terbenam oleh bahan batuan organik atau endapan yang
lebih muda. Selama kala Pliosen, di lautan sebelah utara terjadi endapan berupa bahan
yang berasal dari endapan yang kemudian menghasilkan Formasi Asah. Di barat laut
sebagian dari batuan muncul ke atas permukaan laut. Sementara ini semakin ke barat
pengendapan batuan karbonat lebih dominan. Seluruh jalur itu pada akhir Pliosen
terangkat dan tersesarkan.
Kegiatan gunung api lebih banyak terjadi di daratan, yang menghasilkan
gunung api dari barat ke timur. Seiring dengan terjadinya dua kaldera, yaitu mula-
mula kaldera Buyan-Bratan dan kemudian kaldera Batur, Pulau Bali masih
mengalami gerakan yang menyebabkan pengangkatan di bagian utara. Akibatnya,
Formasi Palasari terangkat ke permukaan laut dan Pulau Bali pada umumnya
mempunyai penampang Utara-Selatan yang tidak simetris. Bagian selatan lebih landai
dari bagian Utara. Stratigrafi regional berdasarkan Peta Geologi Bali geologi Bali
tergolong masih muda. Batuan tertua kemungkinan berumur Miosen Tengah.
Menurut Purbohadiwidjoyo, (1974). dan Sandberg, (1909) dalam Dena
(2012), secara geologi pulau bali masih muda, batuan tertua berumur miosen. Secara
garis besar batuan di Bali dapat dibedakan menjadi beberapa satuan yaitu:
Formasi Ulakan
Formasi ini merupakan formasi tertua berumur Miosen Atas, terdiri dari stumpuk
batuan yang berkisar dari lava bantal dan breksi basal dengan sisipan gampingan.
Nama formasi Ulakan diambil dari nama kampung Ulakan yang terdapat di tengah
sebaran formasi itu.
Bagian atas formas ulakan adalah formasi Surga terdiri dari tufa, nafal dan batu
pasir. Singkapan yang cukup luas terdapat dibagaian tengah daerah aliran sungai
Surga. Disini batuan umumnya miring kearah selatan atau sedikit menenggara (170-
o o
190 ) dengan kemiringan lereng hingga cukup curam (20-50 ). singkapan lain berupa
jendela terdapat di baratdaya Pupuan, dengan litologi yang mirip.
Formasi Selatan
Formasi ini menempati semenanjung Selatan. Batuannya sebagian besar
berupa batugamping keras. menurut Kadar, (1972) dalam K.M Ejasta, (1995)
o
tebalnya berkisar 600 meter, dan kemiringa menuju keselatan antara 7-10 .
kandungan fosil yang terdiri dari Lepidocyclina emphalus, Cycloclypeus Sp,
Operculina Sp, menunjukan berumur Miosen. Selain di semananjung selatan, formasi
ini juga menempati Pulau Nusa Penida.
Formasi Batuan Gunung api Pulaki
Klompok batuan ini berumur pliosen, merupakan klompok batuan beku yang
umumnya bersifat basal, terdiri dari lava dan breksi. Sebenarnya terbatas di dekat
Pulaki. Meskipu dipastikan berasal dari gunung api, tetapi pusat erupsinya tidak lagi
dapat dikenali. Di daerah ini terdapat sejumlah kelurusan yang berarah barat-timur,
setidaknya sebagian dapat dihubungkan dengan persesaran. Mata air panas yang
terdapat di kaki pegunungan, pada perbatasan denga jalur datar di utara, dapat
0
dianggap sebagai salah satu indikasi sisa vulkanisme, dengan panas mencapai 47 C
dan bau belerang agak keras.
Formasi Prapatagung
Kelompok batuan ini berumur Pliosin, menempati daerah Prapatagung di ujung
barat Pulau Bali. Selai batugamping dalam formasi ini terdapat pula batu pasir
gampingan dan napal.
Formasi Asah
Klompok batuan ini brumur Pliosen menyebar dari baratdaya Seririt ke timur
hingga di baratdaya Tejakula. Pada lapisan bawah umumnya terdiri dari breksi yang
beromponen kepingan batuan bersifat basal, lava, obsidian. Batuan ini umumnya
keras karena perekatnya biasanya gampingan. Dibagian atas tedapat lava yang
kerapkali menunjjukan rongga, kadang-kadang memperlihatkan lempengan dan
umunya berbutir halus. Kerpakali Nampak struktur bantal yang menunjukan suasana
pengendapan laut. Formasi batuan gunungapi kuarter bawah
Kwarter di Bali di Dominasi oleh batuan bersal dari kegiatan gunung api.
berdasarkan morfologinya dapat diperkirakan bahwa bagian barat pulau Bali
ditempati oleh bentukan tertua terdiri dari lava, breksi dan tufa. Batuan yang ada
basal, tetapi sebagian terbesar bersifat andesit, semua batuan volkanik tersebut
dirangkum ke dalam Batuan Gunungapi Jemberana. Berdasarkan kedudukannya
terdapat sedimen yang mengalasinya, umur formasi ini adalah kuarter bawah,
seluruhnya merupakan kegiatan gunung api daratan.
Pada daerah Candikusuma sampai Melaya terdapat banyak bukit rendah yang
merupakan trumbu terbentuk pada alas konglomerat dan diatasnya menimbun
longgokan kedalam formasi Palasari, suatu bentukan muda karena pengungkitan
endapan disepanjang tepi laut.
Palung Belakang
Di sebelah timur Flores dibentuk oleh bagian barat basin Banda selatan. Di
sebelah utara Flores dan Sumbawa terbentang laut Flores, yang dibedakan menjadi
tiga bagian, yaitu: Laut Flores Barat laut, berupa dataran (platform) yang luas dan
dangkal, yang menghubungkan lengan selatan Sulawesi dengan dangkalan Sunda.
Kedua, Basin Flores Tengah, berbentuk segitiga dengan puncak terletak di sebelah
selatan volkan Lompobatang, yang berhubungan dengan depresi Walanae.
Sedangkan dasarnya terletak di sepanjang pantai utara Flores, yang merupakan
bagian terdalam (-5140). Ketiga, Laut Flores Timur terdiri dari punggungan dan
palung diantaranya, yang menghubungkan lengan selatan Sulawesi dengan
punggungan bawah laut Batu Tara.
Busur Dalam
Busur dalam Nusa Tenggara merupakan kelanjutan dari Jawa menuju Busur
Dalam Banda. Di Nusa Tenggara merupakan punggungan geantiklinal. Selat
diantara pulau di bagian barat dangkal dan menjadi lebih dalam ke arah timur.
Fisiografi Sumbawa yang khas adalah adanya depresi yang memisahkan
geantiklinal menjadi beberapa bagian, diantaranya berupa teluk di bagian timur.
Teluk tersebut dipisahkan dari laut oleh pulau Mojo yang memberikan sifat khas
dari depresi antar pegunungan pada puncak geantiklinal.
Busur Luar
Palung Depan
Palung depan Jawa dari sistem pegunungan Sunda itu membentang ke arah
timur. Sampai di Sumba kedalamannya berkurang dan di sebelah selatan Sawu
melengkung ke timur laut sejajar dengan Timor. Sampai di pulau Roti dipisahkan
oleh punggungan (1940 m) terhadap palung Timor.
DAFTAR RUJUKAN
Geologi Papua dipengaruhi dua elemen tektonik besar yang saling bertumbukan dan
serentak aktif (Gambar 1). Pada saat ini, Lempeng Samudera Pasifik - Caroline
bergerak ke barat-barat daya dengan kecepatan 7,5 cm/th, sedangkan Lempeng Benua
Tumbukan yang sudah aktif sejak Eosen ini membentuk suatu tatanan struktur
kompleks terhadap Papua Barat (Papua), yang sebagian besar dilandasi kerak Benua
Indo - Australia.
Periode tektonik utama daerah Papua dan bagian utara Benua Indo - Australia
dijelaskan dalam empat episode (Henage, 1993), yaitu (1) periode rifting awal Jura di
sepanjang batas utara Lempeng Benua Indo-Australia, (2) periode rifting awal Jura di
Paparan Barat laut Indo-Australia (sekitar Palung Aru), (3) periode tumbukan Tersier
berada di Palung New Guinea, dan (4) periode tumbukan Tersier antara Busur Banda
dan Lempeng Benua Indo - Australia. Periode tektonik Tersier ini menghasilkan
kompleks - kompleks struktur seperti Jalur Lipatan Anjakan Papua dan Lengguru,
Tektonik Papua, secara umum dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu Badan
Burung atau Papua bagian timur dan Kepala Burung atau Papua bagian barat.
Kedua bagian ini menunjukkan pola kelurusan barat - timur yang ditunjukan oleh
Tinggian Kemum di Kepala Burung dan Central Range di Badan Burung, kedua pola
ini dipisahkan oleh Jalur Lipatan Anjakan Lengguru berarah barat daya tenggara di
daerah Leher Burung dan juga oleh Teluk Cendrawasih (Gambar 2).
terletak di antara daratan Badan Burung ke selatan dan timur, Kepala Burung ke barat
triangular embayment pada pantai utara Papua yang memisahkan Kepala Burung dan
Teluk Cendrawasih memiliki kedalaman air sekitar 1.400 m pada bagian tengahnya.
Memiliki beberapa dasar yang rata, lereng pada bagian utara dan barat sangat terjal,
sedangkan bagian selatan dan timur sangat landai. Pergerakan relatif Lempeng
dengan pensesaran transform. Pergerakan strike-slip ini terlihat pada sistem Zona
Sesar Sorong - Yapen - Bewani dari timur ke barat sepanjang New Guinea. Sesar
bergerak mengiri dan beberapa peneliti menyatakan bahwa sesar ini membentuk
Pada bagian daratan Pulau Papua, zona sesar ini disebut dengan Zona Sesar
Mamberamo yang dicirikan oleh kelurusan pada daerah Sungai Mamberamo (Dow
dan Sukamto, 1984). Bagian barat teluk berbatasan dengan sesar berarah barat laut
(Zona Sesar Wandaman) sampai ke timur Jalur Sabuk Lipatan Lengguru dan secara
Overthrust (Gambar 3), suatu massa batuan metamorfik dan plutonik yang
teranjakkan ke selatan di atas Benua Australia dan Jalur Sabuk Lipatan Lengguru
yang dibentuk oleh suatu seri lipatan overthrust. Ke arah timur, pada bagian barat
sampai ke timur laut, terdapat pegunungan Van Rees, Gauttier, dan Karamoor.
Dataran pantai menutupi palung sedimenter yang sangat dalam dan sempit yang
terdalam berada di bagian utara dan bagian tengah. Lokasi Sesar Yapen di bawah
permukaan air laut dapat diidentifikasi dari data batimetri (Gambar 4). Ditemukan
juga sabuk lipatan yang sebelumnya tidak diketahui di bagian tenggara dengan
Stratigrafi Regional
Ciri stratigrafi regional diidentifikasikan dari perbandingan stratigrafi kerak Benua
ditunjukan oleh stratigrafi Kepala Burung (Papua Barat) dan Badan Burung bagian
7
Tiga periode utama sejarah geologi Indonesia Timur dan bagian barat laut paparan
Australia ditandai dengan pembetukan batas Benua Indo - Australia pada Perm dan
Kemudian diikuti oleh periode batas benua pasif yang berlangsung selama
Mesozoikum Akhir hingga Tersier, dan menerus sampai Miosen Akhir. Kemudian
tumbukan lempeng tektonik yang berlangsung sampai akhir Miosen antara batas
Benua Indo - Australia dan busur Asia Tenggara. Selama periode ini, pulau-pulau di
kompleks, yaitu zona tumbukan Lempeng Benua Indo - Australia dan Lempeng
Samudera Pasifik - Caroline. Sedimen yang mengisi cekungan dicirikan oleh sikuen-
Selama Pliosen sampai Plistosen, tumbukan menghasilkan pola struktur berjenis thin-
skin di utara New Guinea dan utara Papua, serta menyebabkan perkembangan wilayah
cekungan di sepanjang sisi suture. Napal Sumboi yang berumur Miosen Akhir -
Pliosen dan Konglomerat Ansus yang berumur Pliosen - Pleistosen (Pietres dkk.,
diendapkan di lingkungan laut dangkal dan onlap pada batuan dasar ke arah timur
Pulau Yapen. Selama akhir Miosen sampai Plistosen Tengah, endapan klastik regresi
Formasi Mamberamo terakumulasi di teluk, pada lingkungan laut dalam sampai dekat
pantai. Batu gamping terumbu berkembang selama periode Plio - Plistosen (ekuivalen
Formasi Hollandia).
yang dihasilkan oleh tekanan yang tinggi dari lapisan serpih dan timbulnya diapir
(Williams dan Amiruddin, 1983). Pengangkatan regional terjadi pada akhir Plistosen,
atau sesar mendatar. Sesar anjakan, sesar mendatar, mulai terbentuk bersamaan.
Lipatan yang terbentuk sejajar dengan sesar pada umumnya merupakan sinklin besar
Gambar 1. Elemen tektonik Indonesia dan pergerakan lempeng-lempeng tektonik (Hamilton, 1979)
10
Gambar 4. Zona Sesar Yapen yang melewati Pulau Yapendan Teluk Cenderawasih (Dow dan Hartono, 1982)
13
Gambar 5. Jalur sabuk lipatan anjakan bagian tenggara Teluk Cenderawasih (Dow dan Hartono, 1982)