Anda di halaman 1dari 18

Nama : Annisa Dwi Savira

Nim : 1810611015
Kelas : Hukum Militer (H) Jam:16:30-18:10
Dosen: Dr. Irwan Triadi , SH, MH.

Tugas E-learning pertemuan ke-6

PERTANYAAN:
1. Menurut saudara, apakah terjadi tindak pidana dalam peristiwa tersebut. Berikan penjelasan
dan alasan saudara dengan menyebut dasar hukumnya.
2. Menurut saudara, atas jawaban saudara pada Nomor 1 tersebut di atas pengadilan mana yang
mempunyai kewenangan mengadili.
3. Seandainya oknum militer/TNI dimaksud berpangkat Mayor. Pengadilan Militer mana yang
memeriksa dan mengadili.
4. Berdasarkan jawaban saudara tersebut Nomor 3, apa saja kewenangan/kompetensi Pegadilan
Militer tersebut.
5. Berikan gambaran secara umum, bagaimana proses penyelesaian perkara tersebut menurut
Sistem Peradilan Militer.

Jawab:
1. Dalam kasus pemukulan yang dilakukan oleh anggota TNI terhadap warga sipil,anggota TNI
tersebut bisa dijatuhkan tindak pidana karena dalam ketentuan UU No. 34 Tahun 2004 tentang
Tentara Nasional Indonesia (“UU TNI”), tidak dibatasi apakah anggota TNI tersebut sedang
menjalankan tugas atau tidak, sedang menggunakan seragam atau tidak, sehingga dapat
diartikan bahwa sekalipun anggota TNI tersebut tidak dalam menjalankan tugas ataupun tidak
menggunakan seragam, tetap wajib untuk mematuhi ketentuan mengenai TNI. Terlebih
apabila sikap anggota TNI bertentangan dengan tugas pokok TNI sebagaimana diatur dalam
Pasal 7 ayat (1) UU TNI yang menyatakan bahwa : “Tugas pokok TNI adalah menegakkan
kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan
gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.”
Secara khusus, aturan tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI tertuang
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM). Namun demikian, pada
praktiknya ketentuan yang digunakan bagi anggota TNI yang melakukan tindak pidana selama
dikategorikan sebagai tindak pidana umum, tetap menggunakan aturan yang terdapat dalam
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (“KUHP”) akan tetapi tetap diadili di Pengadilan
Militer. Dalam hal ini, anggota TNI yang melakukan pemukulan terhadap warga dapat
dikenakan Pasal 351 ayat (1), ayat (2), atau ayat (3) KUHP yang menyatakan sebagai berikut:
(1) Penganiayaan dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan
atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan itu berakibat luka berat, yang bersalah dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya lima tahun.
(3) Jika perbuatan tersebut menyebabkan matinya orang, maka yang bersalah dipidana dengan
pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun.

2. Kemudian, mengenai tindakan pemukulan yang dilakukan terhadap warga yang dilakukan
oleh anggota TNI, terhadap hal ini masih menjadi perbincangan di kalangan umum apakah
akan diproses di peradilan umum atau peradilan militer, terkait dengan kemampuan dan
independensi kedua peradilan tersebut dalam menangani perkara ketika anggota TNI menjadi
tersangka atas suatu tindak pidana. Namun demikian, pada dasarnya hal ini telah ditentukan
sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer
sebagai berikut :
“Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer berwenang”:
(1) Mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu melakukan
tindak pidana adalah:
a. Prajurit;
b. Yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan Prajurit;
c. Anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap
sebagai Prajurit berdasarkan undang-undang;
d. seseorang yang tidak masuk golongan pada huruf a, huruf b, dan huruf c tetapi atas
keputusan Panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu
Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.”
Pasal 1 angka (13) UU TNI menyatakan bahwa prajurit adalah anggota
TNI.Dengan demikian, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di atas,
setiap anggota TNI yang sedang bertugas atau tidak, yang melakukan tindak pidana diadili
di pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
Jika unsur-unsur dalam tindak pidana mengenai penganiayaan ataupun tindak
pidana lainnya yang dilakukan oleh anggota TNI, diharapkan didapati putusan pengadilan
militer maupun peradilan umum yang memenuhi keadilan dan kepastian hukum bagi
pelaku, korban, ataupun bagi penegakan hukum itu sendiri.

3. Perlu kita ketahui Peradilan Militer meliputi:


a. Pengadilan Militer untuk tingkat Kapten ke bawah
b. Pengadilan Militer Tinggi untuk tingkat Mayor ke atas
c. Pengadilan Militer Utama untuk banding dari Pengadilan Militer Tinggi
d. Pengadilan Militer Pertempuran khusus di medan pertempuran
Jadi Seandainya oknum militer/TNI dimaksud berpangkat Mayor, Pengadilan militer
yang memeriksa dan mengadili itu di pengadilan militer tinggi untuk tingkat mayor keatas.
Pengadilan Militer Tinggi (disingkat Dilmilti) adalah pengadilan yang bertugas untuk
memeriksa dan memutus pada tingkat pertama perkara pidana dan sengketa Tata Usaha
Militer sebagaimana ditentukan dalam pasal 41 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1997
yakni prajurit yang berpangkat Mayor ke atas.

4. Kewenangan/ kopetensi militer


Pengadilan militer tinggi yang merupakan pengadilan tingkat banding untuk perkara pidana
yang diputus pada tingkat pertama oleh pengadilan militer.
Pengadilan militer tinggi juga merupakan pengadilan tingkat pertama untuk :
a. Perkara pidana yang terdakwanya atau salah satu terdakwanya berpangkat mayor keatas
dan
b. Gugatan sengeketa Tata Usaha angkatan bersenjata
Jadi Dengan Kewenangan/ kopetensi militer
memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengeketa Tata Usaha AB pada Tingkat
pertama berada pada militer tinggi, karna Tata usaha AB sebagai tergugat umumnya
golongan perwira keatas.
Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer yg merupakab badan pelaksanaan
kekuasaan kehakiman dilingkungan AB secara organisatoris dan administratif berda di
bawah pembinaan panglima.Pembinaan tidak boleg mengurangu kebebasan hakim dalam
memeriksa dan memutus perkara.

Susunan dan kewenangan pengadilan dalam lingkungan peradilan militer


Peradilan dalam lingkungan peradilan militer ada 4 pengadilan yg berkompetensi yang
berbeda dalam memeriksa dan memutus perkara yaitu :
1. Pengadilan militer (DILMIL)
2. Pegadilan militer tinggi (DILMILTIL)
Berwenang memeriksa dan memutus pada tingkat pertama yang terdakwanya
berpangkat mayor ke atas dan memeriksa serta memutus pada tingkat banding
perkara pidana yg telah di putus oleh pengadilan militer yg di minta banding.Selain
itu bertugas juga dalan memutus dan menyelesaikan AB.
3. Pengadilan militer Utama (DILMILTAMA)
4. Pengadilan militer pertempuran (DILMILPUR)

Susunan dan kewenangan oditurat dalam peradilan militer


Oditurat adalah pelaksanaan kekuasaan pemerintahan negara dibidang penuntutan
dan penyidikan di lingkungan AB Sebagaimana di atur dalam UU pengadilan yang bernaung
di bawah peradilan militer, yaitu:
a. Oditurat militer (OTMIL)
b. Oditurat militer tinggi(OTMILTI)
Melakukan penuntutan dalam perkara pidana yang terdakwanya berpangkat mayor
ke atas.Melaksanakan penetapan hakim/putusan pengadilan dalam lingkungan peradilan
Mil/ pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, melakukan pemeriksaan tambahan.
c. Oditurat Jenderal (OTJEN)
d. ODITURAT PERTEMPURAN (OTPUR)

5. proses penyelesaian perkara tersebut menurut Sistem Peradilan Militer.


a. Tahap Penyidikan
Melakukan penangkapan terhadap tersangka di tempat tersangka ditemukan
berdasarkan permintaan dari Penyidik yang menangani perkaranya dengan surat perintah.
Penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah, penggeledahan pakaian, atau
penggeledahan badan dan penyitaan yang dilakukan dengan surat perintah Penyidik
berhak membuka, memeriksa, dan menyita surat lain yang dikirim melalui kantor pos dan
komunikasi lain yang mempunyai hubungan dengan pelaku.
b. Penyerahan Perkara
Perwira yang menyerahkan perkara adalah Panglima, Kepala Staf Tentara Nasional
Indonesia Angkatan Darat, Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut, Kepala
Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara, dan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
c. Persiapan Persidangan
Dilakukan sesudah Pengadilan Militer/Pengadilan Militer Tinggi menerima pelimpahan
berkas perkara dari Oditurat Militer/Oditurat Militer Tinggi, Kepala Pengadilan
Militer/Kepala Pengadilan Militer Tinggi.
d. Penahanan
Hakim ketua berwenang di pemeriksaan sidang pertama Pengailan Militer atau
Pengadilan Militer tinggi:
• Jika terdakwa berada di tahanan sementara, harus menetepkan terdakwa ditahan
atau dikeluarkan di tahanan sementara,
• Dalam pemeriksaan, terdakwa ditahan paling lama 30 hari.

e. Pemanggilan
Oditur mengeluarkan surat panggilan kepada Terdakwa dan Saksi yang berisi hari,
tanggal, waktu, tempat sidang, dan perkara apa mereka dipanggil. Surat panggilan harus
sudah diterima oleh Terdakwa atau Saksi paling lambat 3 hari sebelum sidang dimulai.
Jika, yang Terdakwa dana tau Saksi di luar negeri, pemanggilan dilakukan melalui
perwakilan Indonesia di tempat Terdakwa dan atau Saksi berada.
f. Pemeriksaan dan Pembuktian
Terdakwa yang tidak ditahan dan tidak hadir pada hari sidang yang sudah ditetapkan,
Hakim ketua menganalisa apakah Terdakwa dipanggil secara sah atau tidak sah.Jika tidak
sah, maka ditunda persidangan dan menyuruh Terdakwa untuk hadir kembali pada sidang
berikutnya.Jika Terdakwa dipanggil secara sah tetapi tidak datang di hari persidangan
tanpa alasan yang sah, Terdakwa harus dihadirkan secara paksa pada sidang
berikutnya.Jika Terdakwa lebih dari 1 orang dan tidak ada yang hadir pada hari sidang,
pemeriksaan dapat dilakukan.Dalam pemeriksaan Terdakwa, dimulai setelah semua saksi
saksi selesai memberikan keterangan.Jika terdakwa lebih dari 1 orang, maka ada 2 hal yang
dilakukan yaitu dengan memeriksa satu persatu terdakwa atau memeriksa seorang
terdakwa tanpa terdakwa lainnya. Hakim ketua menanyakan kepada Terdakwa tentang
kebenaran perkara serta memberi kesempatan kepada Hakim-Hakim Anggota, Oditur
Penuntut Umum dan Penasihat Hukum dan hakim menjaga agar tidak diajukan pertanyaan
yang tidak benar kepada Terdakwa. Dalam pemeriksaan barang bukti, Hakim Ketua
memperlihatkan barang bukti dan menanyakan kepada Terdakwa apakah benda itu
berhubungan dengannya atau tidak dengan perkara tersebut. Jika benda itu berhubungan,
maka akan diberitahukan kepada saksi.
g. Penuntut dan Pembelaan
Oditur mengajukan tuntutan pidana.
h. Penggabungan Perkara Gugatan Ganti Rugi
Jika suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan di dalam suatu pemeriksaan perkara
pidana oleh Pengadilan Militer/Pengadilan Militer Tinggi menimbulkan kerugian bagi
orang lain, Hakim Ketua atas permintaan orang itu dapat menetapkan untuk
menggabungkan perkargugatan ganti rugi kepada perkara pidana itu.
i. Perkara dan Putusan
Hakim mengadakan musyawarah secara tertutup dan rahasia. Pelaksanaan
musayawarah berdasarkan surat dakwaan dan yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang.
Putusan dalam musyawarah Majelis Hakim merupakan hasil permufakatan secara
bulat.Jika tidak terjadi mufakat bulat, pendapat yang berbeda dari salah seorang Hakim
Majelis dicatat dalam Berita Acara Musyawarah Majelis Hakim.
j. Cara Tuntutan Pidana dan Pembelaan:
• Tuntutan, pledooi dan duplik dalam bentuk tertulis
• Jika Hakim Ketua berpendapat bahwa pemeriksaan telah selesai, Oditur bertugas
untuk membacakan tuntutannya
• Oditur Penuntut Umum membacakan tuntutannya dengan sikap berdiri kecuali
Hakim Ketua menentukan yang lain. Membacakan dengan sikap sempurna
menghadap Hakim Ketua, Setelah selesai membacakan, diberikan kepada Hakim
Ketua masing-masing 1 lembar.
• Terdakwa dan atau Penasihat Hukum diberi kesempatan untuk menanggapi
tuntutan odiur. Pembacaan pledooi dengan berdiri. Jika dibacakan terdakwa, ia
berdiri di sebelah kanan Penasihat Hukum.
• Oditur Penuntut Umum dapat memberikan replik dan Terdakwa atau Penasihat
hukum dapat memberikan duplik.
• Oditur Penuntut Umum mengadakan konsultasi dengan Kabaotmil atau Orjen TNI
sebelum sidang jika mengajukan pidana berdasarkan asas kesatuan penuntutan.

k. Putusan Pengadilan
• Jika Majelis Hakim berpendapat bahwa Terdakwa terbukti bersalah melakukan
tindak pidana, maka Pengadilan menjatuhkan pidana.
• Jika Terdakwa tidak terbukti bersalah, maka Pengadilan menjatuhkan putusan
bebas. Jika Terdakwa terbukti bersalah tetapi tidak dapat tanggung jawab kepada
Terdakwa, maka Pengadilan menjatuhkan Putusan bebas.
• Putusan Pengadilan harus di sidang yang terbuka untuk umum. Pada waktu putusan
pembebasan, wajib dengan ketukan palu satu kali.
• Biaya perkara kepada Terdakwa berdarkan Surat Edaran Mahkamah Agung RI
No.KMA/155/X/1981 tanggal 19 Oktober 1981.
• Jika Terdakwa bebas, biaya perkara kepada negara.
• Dalam hal Terdakwa dan atau Oditur Penuntut Umum mengajukan permohonan
banding, Panitera membuat Akte permohonan banding.
• Petikan putusan diberikan kepada Terdakwa atau Penasihat Hukumnya langusng
setelah putusan diputuskan. Salinan putusan diberikan kepada Oditur sedangkan
kepada Terdakwa atau Penasihat Hukumnya diberikan atas permintaan. Petikan
putusan dan salinan putusan dikirimkan kepada Babinkum TNI dan Kadilmiltama
pada kesempatan pertama.
• Panitera membuat Berita Acara Sidang yang memuat segala kejadian di sidang yang
berhubungan dengan pemeriksaan itu, juga memuat hal-hal yang penting dari
keterangan Terdakwa, saksi dan ahli, kecuali jika Hakim ketua menyatakan bahwa
ini cukup ditunjuk kepada keterangan dalam berita acara pemeriksaan permulaan
dengan menyebutkan perbedaan yang terdapat antara yang satu dengan yang
lainnya.
• Setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, Panitera membuat
Akte putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, diberikan kepada
Terdakwa dan Oditur serta yang bersangkutan. Akte dan petikan putusan merupakan
dasar pelaksanaan putusan Hakim.

l. Pelaksaan Putusan Pengadilan


• Pelaksanaan pidana mati dilakukan menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan tidak dimuka umum.
• Pidana penjara atau kurungan dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Militer
atau ditempat lain menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
• Pidana penjara atau kurungan sebelum menjalani pidana yang dijatuhkan terdahulu,
pidana tersebut mulai dijalan kan dengan pidana yang dijatuhkan terlebih dahulu.
• Apabila Terpidana dipecat dari dinas keprajuritan, pidana (sudah BHT)
sebagaimana di-maksud diatas dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Umum.
• Dalam hal pengadilan menjatuhkan pidana bersyarat, pelaksanaannya dilakukan
dengan pengawasan serta pengamatan yang sungguh-sungguh dan menurut
ketentuan Undang-undang Nomor 31 tahun 1997.
Nama : Annisa Dwi Savira
Nim : 1810611015
Matkul : Hukum Militer (H)

Tugas Pertemuan Ke 7

SOAL

1. Berikan penjelasan saudara tentang Cakupan Hukum Milter.


2. Berikan rumusan saudara tentang Pengertian Hukum Militer.
3. Jelaskan Prinsip-prinsip Umum Hukum Militer.
4. Jelaskan tentang Pengertian Hukum Pidana Militer.

Jawab

1. Hukum pidana militer pada dasarnya hanya dapat berlaku atau dikenakan pada anggota
militer.
Hukum Pidana Militer merupakan ketentuan hukum yang mengatur seorang militer
tentang tindakan-tindakan mana yang merupakan pelanggaran atau kejahatan atau merupakan
larangan atau keharusan, serta bagaimana sanksi pidananya sebagai ancaman terhadap para
pelanggar.
Hukum Pidana Militer hanya mengatur tentang pelanggaran atau kejahatan yang
dilakukan oleh Prajurit TNI atau yang menurut ketentuan undang-undang dipersamakan
dengan Prajurit TNI.
Hukum pidana dapat terbagi menjadi hukum pidana umum dan hukum pidana khusus.
Dikatakan sebagai hukum pidana umum adalah semua hukum pidana yang berlaku umum.
sedangkan hukum pidana khusus adalah semua perundang-undangan yang tidak termasuk
hukum pidana umum (KUHP) tetapi bersanksi pidana. Hal seperti ini dikemukakan Scolten
(Andi Hamzah, 1985:26) bahwa: "Semua hukum pidana berlaku umum dikatakan hukum
pidana umum dan hukum pidana khusus adalah yang perundang-undangan bukan pidana tetapi
bersanksi pidana."
Melihat uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa hukum pidana militer itu tergolong
ke dalam hukum pidana khusus.
Hubungan antara KUHPM dengan KUHP, suatu hubungan yang tidak dapat
terpisahkan karena KUHPM merupakan bagian dari KUHP; KUHP berlaku bagi setiap orang
dengan demikian bagi militer (TNI), berlaku KUHP, dan bagi Militer (TNI) yang melakukan
tindak pidana deersi akan diperlakukan/diterapkan aturan khusus yakni KUHPM, hal ini
merupakan penyimpangan dari KUHP.

Adapun Jenis-jenis pidana militer terdapat dalam Pasal 6 KUHPM , yang terdiri dari pidana-
pidana utama dan pidana-pidana tambahan,yaitu :

1. Pidana- pidana utama:


a. Pidana mati;
b. Pidana penjara;
c. Pidana kurungan; dan
d. Pidana tutupan (UU No.20 Tahun 1946)

2. pidana-pidana tambahan terdiri dari;


a. Pemecatan dari dinas militer dengan dan atau tanpa pencabutan haknya untuk
memasuki Angkatan Bersenjata;
b. Penurunan pangkat; dan
c. Pencabutan hak-hak yang telah disebutkan pada Pasal 35 ayat pertama pada nomor-
nomor ke-1, ke-2, dan ke-3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Pemidanaan bagi seorang militer, pada dasarnya merupakan suatu tindakan pendidikan
atau pembinaan dari pada tindakan penjeraan atau pembalasan, selama terpidana akan
diaktifkan kembali dalam dinas militer setelah selesai menjalani pidana. Seseorang militer ex
narapidana yang akan kembali aktif tersebut harus menjadi seorang militer yang baik dan
berguna baik karena kesadaran sendiri maupun sebagai hasil “tindakan pendidikan” yang ia
terima selama dalam rumah penjara militer (rumah rehabilitasi militer). Seaindainya tidak
demikian halnya, maka pemidanaan itu tiada mempunyai arti dalam rangka pengembaliannya
dalam masyarakat militer. Hal seperti ini perlu menjadi dasar pertimbangan hakim untuk
menentukan perlu tidaknya penjatuhan pidana tambahan pemecatan terhadap terpidana
disamping dasar-dasar lainnya yang sudah di tentukan. Jika terpidana adalah seorang non
militer, maka hakekatnya dan pelaksanaan pidananya sama dengan yang diatur dalam KUHP.

2.

Hukum pidana militer itu adalah Sebagaimana telah kita ketahui pemidanaan bagi
seorang prajurit militer hanya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer
(KUHPM). Dilihat dari perspektif hukum pidana KUHPM dapat dikategorikan sebagai hukum
pidana khusus, Hal tersebut disebabkan KUHPM dibentuk dan diberlakukan bagi orang-orang
tertentu misalnya anggota angkatan bersenjata yang pengaturannya dilakukan secara khusus.
Dengan demikian KUHPM merupakan kitab hukum pidana yang diberlakukan khusus bagi
anggota TNI mengandung arti bahwa hukum pidana tersebut mengatur suatu perbuatan yang
hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu (Prajurit). Kekhususan hukum pidana Militer
tidak dapat dilepaskan dari sifat dan hakekat anggota Militer itu sendiri yang bersifat khusus,
sehingga hukum pidana Militer bisa saja menyimpang dari azas-azas hukum pidana umum
(KUHP) penyimpangan tersebut antara lain menyangkut sanksi pidana yang berbeda dengan
stelsel pemidanaan yang lazim berlaku bagi masyarakat umum.

3. PRINSIP-PRINSIP UM UM HUKUM PIDANA MILITER:

1. PRINSIP KE-1: KESATUAN HUKUM BAGI MILITER


Menyangkut prinsip kesatuan hukum bagi militer, bahwa KUHPM berlaku untuk
seluruh anggota militer. Hal tersebut berarti baik mengenal norma-normanya maupun
mengenal sanksinya, diadakan penyatuan. Hal Ini tidak berarti bahwa pembuat undang-
undang tidak menginsyafi perbedaan kematraan dari masing-masing Angkatan, tetapi
justeru pertimbangan utama didasarkan pada suatu pendapat umum yang menegaskan
bahwa kesatuan hukum lebih memberi pemuasan terhadap kesadaran hukum dan lebih
dapat mencegah kesulitan- kesilitan dalam praktek. (S.R Slanturi., Hukum Pldana
Militer di Indonesia, Badan Pembinaan Hukum Tentara Nasional Indonesia, Jakarta:
2010)

2. PRINSIP KE-2: KODIFIKASI TERSENDIRI BAGI MILITER YANG TERSENDIRI


KUHPM
adalah terminologi resmi karena dinyatakan secara eksplisit di dalam Pasal 150
KUHPM (UU. No. 39 Tahun 1947 jo. S. 1934 No. 167). 21

3. PRINSIP KE-3: YURISDIKSI TERSENDIRI Badan2 Peradilan Mil tdk sama dgn
Yuridiksi Peradilan Umum, terutama adl sbg akibat dr p'baglan rah Komando Mil,
dimana para pemegang Komando tsb mrpk Papera kpd Mahmil/Dilmil, P'bedaan
Yuridiksi Badilmil jg sbg akibat/konssekuensi penitik beratan asas personalitas ttg
berlakunya ketentuan Pidana Militer. Hk Acara & Peradilan Militer Tersendiri yaitu
UU No 31 Th 1997 Peradilan ttg Militer.

4. PRINSIP KE-4: KEMUNGKINAN PENYELESAIAN SUATU TINDAK PIDANA


SCR HUKUM DISIPLIN
Perbedaan pokok TP & Garplin adl bhw TP pd umumnya dpt dirasakan sbg m'ganggu
kseimbangan masy, keterganguan tsb hanya dpt dipulihkan dgn penjatuhan pdn sbg alat
terakhirisenjata pamungkas. Garplin mrpk p'buatan yg tdk pantas yg dpt "diatasi dgn
pemberian tegoran / hukuman yg bersifat mendidik.

5. PRINSIP KE-5: PENERAPAN KETENTUAN2 UMUM


Asas & ajaran umum yg tdk ditentukan dalam KUHP ttp b'laku pd Pdn Umum, b’laku
jg bagi Hk Pdn Mil. Dgn demikian sbg berikut
a. Azas umum spt: Actus non facit reum nisi men sit rea atau an act does not constitute
Itself guilt unless the is gullty atau geen straf zonder schuld (tdk dipdn apabila tdk tdpt
kosalahan) 20In dublo pro re reo (jk ada kragu2an m'enal ssuatu hal hrslah dputuskn
hal2 yg m'untungka'n terdakwa) A. Ajaran spt: Kesalahan (shuld-leer), Melawan Hk
(woderrechtelljk), Sebab akibat (causaliteits-leer). B'laku pula bagi HPM, spanjang tdk
dtentukan lain scr umum/ scr khusus.
6. PRINSIP KE- 6: TIDAK MENGENAL PEMIDANAAN KOLEKTIF.
Hukum Pidana Militer tdk mengenal pemidanaan scr kolektif walaupun beberapa TP
Mil hanya mungkin terjadi apabila 2/ lebih petindaknya.

7. PRINSIP KE-7: Sistematika dari KUHP dengan KUHPM berbeda

8. PRINSIP KE-8: Penerapan KUHPM hanya kepada militer dan/atau yang disamakan
sesuai dengan lingkungan aturan.

9. PRINSIP KE-9: Ketentuan tentang pidana dalam kuhpm yang berbeda denagn aturan
dalam KUHP 23

4. Pengertian Hukum Pidana Militer

Hukum Pidana Militer adalah ketentuan hukum yang mengatur seorang militer tentang
tindakan-tindakan mana yang merupakan pelanggaran atau kejahatan atau merupakan larangan
atau keharusan dan diberikan ancaman berupa sanksi pidana terhadap pelanggarnya.Hukum
Pidana Militer bukanlah suatu hukum yang mengatur norma, melainkan hanya mengatur
tentang pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan oleh prajurit TNI atau yang menurut
ketentuan undang-undang dipersamakan dengan prajurit TNI.

Anda mungkin juga menyukai