D. Refleksi
URAIAN
1. Kriteria Kesahihan Hadis
Kata sahih dalam bahasa diartikan orang sehat antonim
dari kata al-saqim yakni orang yang sakit, seolah-olah
dimaksudkan hadis sahih adalah hadis yang sehat dan
benar-benar tidak terdapat penyakit dan cacat. Dari
definisi di atas dapat disimpulkan, sebuah hadis dinilai
sahih jika memenuhi lima kriteria berikut, yaitu:
a. Sanadnya bersambung (ittishal al-sanad)
b. Moralitas para perawinya baik (’adalah al-
ruwwat)
c. Intelektualitas para perawinya mumpuni (dhabt
al-ruwwat)
d. Tidak janggal (’adam al-syudzudz)
e. Tidak cacat (’adam al-’illah)
Pertama, yang dimaksud sanadnya bersambun
adalah seluruh mata rantai periwayatnya dari setiap
generasi ke generasi yakni nabi, sahabat, tabi’in dan
tabi’ altabi’in tersambung tanpa ada satupun yang
terputus.
Peta Konsep (Beberapa
Kedua, kualitas perawi harus ‘adil. Ini bukanlah
1 istilah dan definisi) di modul
maksud adil dalam definisi bahasa Indonesia. ‘Adil
bidang studi
dalam istilah ulum al-hadits adalah kondisi perawi
yang beragama Islam, mukallaf, melaksanakan
ketentuan agama dan menjaga muru’ah (Ismail,
1992: 129-134).
Ketiga, dhabt yang merupakan kualitas intelektual
personal perawi. Secara harfiah, dhabt berarti
kokoh, kuat dan tepat. Sedang secara istilah adalah
kekuatan hafalan perawi terhadap hadis yang
diterimanya secara sempurna, mampu
menyampaikannya kepada orang lain dengan tepat
dan mampu memahaminya dengan baik.
Keempat, tidak boleh ada syadz (kejanggalan).
Kelima, tidak boleh ada ‘illat (kecacatan). Cacat
dalam periwayatan hadis, bisa berupa sanad yang
tampak tersambung dan sampai kepada Nabi,
namun pada kenyataannya hanya sampai kepada
sahabat atau tabi’in. Kecacatan juga bisa juga
terjadi berupa kerancuan karena percampuran
dengan hadis lain atau kekeliruan dalam
menyebutkan nama periwayat yang memiliki
kemiripan atau kesamaan dengan periwayat lain
yang kualitasnya berbeda.
2. Fungsi Hadis terhadap Alquran
Secara umum fungsi hadis adalah sebagai penjelas
(bayân) terhadap makna Alquran yang umum, global
dan mutlak. Secara lebih rinci fungsi penjelasan (bayân)
hadis terhadap Alquran, dikelompokkan sebagai berikut:
1. Bayan Taqrir Posisi hadis sebagai penguat
(taqrir/ta’kid) keterangan Alquran. Artinya Hadis
menjelaskan apa yang sudah dijelaskan
Alquran.
2. Bayan Tafsir yaitu hadis berfungsi sebagai
penjelas terhadap Alquran. Fungsi inilah yang
terbanyak pada umumnya dilakukan hadis
terhadap Alquran. Bayan tafsir ini terdiri dari tiga
macam, yaitu sebagai berikut:
a. Tafsil al-Mujmal
Hadis memberi penjelasan secara
terperinci pada ayat-ayat Alquran yang
masih global, baik menyangkut masalah
ibadah maupun hukum.
b. Takhshish al-`Amm fungsi ini, hadis
mengkhususkan (mengecualikan) ayat-
ayat Alquran yang bersifat umum.
Sebagian ulama menyebut fungsi ini
dengan bayan takhshish.
c. Taqyid al-Muthlaq
Maksud dari taqyid al-Muthlaq adalah
hadis berfungsi membatasi kemutlakan
ayat-ayat Alquran. Alquran pada
sebagian ayatnya menunjukkan
ketentuan yang bersifat mutlak.
3. Bayan Tasyri’
Yang dimaksud bayan tasyri‘ yaitu hadis
berfungsi menciptakan hukum syariat yang
belum dijelaskan oleh Alquran atau dalam
Alquran hanya terdapat pokok-pokoknya saja
(Suparta, 2016: 64). ‘Abbas Mutawalli Hamadah
menyebut fungsi ini dengan “za’id ‘ala kitab al-
karim” (Hamadah, 1965: 161).
4. Bayan Nasakh
Hadis pada fungsi adalah membatalkan atau
menghapus ketentuan yang terdapat dalam
Alquran. Para ulama berbeda pendapat. Di
antara mereka ada yang mengakui fungsi ini dan
ada juga yang menolaknya. Berada pada
barisan pertama adalah golongan Mu’tazilah,
Hanafiyah dan mazhab Ibn Hazm al-Zahiri.
Sementara yang tergolong pada barisan kedua
adalah Imam al-Syafi’i dan sebagian besar
pengikutnya, kelompok Khawarij dan mayoritas
mazhab Zahiriyyah.