Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MAKALAH

BLOK 1.6 NEUROSENSORY SYSTEM 1

Dosen Pembinbing: drh. KH. M. Zainul Fadi, M.Kes Disusun oleh:

MUHAMMAD RIAN ALFIANTO


22001101029

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM


MALANG 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“MENINGITIS TB” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dr. H. Arif
Yahya, M.Kes pada blok “Neurosensory System 1”. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Meningitis TB bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. H. Arif Yahya, M.Kes yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari, makalah
yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, jika ada kritik dan saran
yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Probolinggo, 19 Maret 2021

MUHAMMAD RIAN ALFIANTO

22001101029

i
DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR…………………………………………………….………i

DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. ii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………... 1

A. Latar Belakang …………………………………………………………… 1


B. Rumusan Masalah ………………………………………………………... 2
C. Tujuan ……………………………………………………………………. 2

BAB II LITERATURE REVIEW ………………………………………………... 3

A. Pengertian ………………………………………………………………... 3

BAB III PEMBAHASAN ………………………………………………………... 4

A. Anatomi ………………………………………………………………….. 4
B. Gejala …………………………………………………………………….. 4
C. Patomekanisme …………………………………………………………... 5
D. Pengobatan ……………………………………………………………….. 5
E. Pencegahan ………………………………………………………………. 6

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………… 7

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………... 8

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Otak merupakan suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat computer
dari semua alat tubuh, bagian dari saraf sentral yang terletak di dalam rongga tengkorak (cranium)
yang dibungkus oleh selaput otak. Cairan serebrospinal adalah cairan yang menggenangi otak dan
sumsum tulang belakang.
Otak manusia mempunyai berat 2 persen dari berat badan orang dewasa. Otak merupakan
jaringan yang paling banyak memakai energy dalam seluruh tubuh manusia dan terutama berasal
dari proses metabolisme oksidasi glukosa. Jaringan otak sangat rentan terhadap perubahan
oksigen dan glukosa 10 detik saja dapat membuat orang tidak sadar, dan bila beberapa menit akan
menyebabkan kerusakan otak permanen.
Meningitis merupakan reaksi peradangan yang terjadi pada lapisan yang membungkus
jaringan otak (araknoid dan piameter)dan sumsum tulang belakang yang disebabkan organisme
seperti bakteri, virus, dan jamur. Meningitis merupakan masalah kesehatan yang serius dan perlu
diketahui dan diobati untuk meminimalkan gejala sisa neurologis yang serius dan memastikan
keselamatan pasien. Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak yang
disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium Tuberculosa. Penyakit ini merupakan salah satu
bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit paru. Infeksi primer yang muncul di paru
dapat menyebar secara hematogen maupun limfogen ke berbagai bagian tubuh diluar paru, seperti
perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak. Kuman TB yang menyerang susunan
saraf pusat ditemukan dalam tiga bentuk yaitu meningitis, tuberkuloma, dan araknoiditis.
Ketiganya sering ditemukan di negara endemis TB dengan kasus terbanyak berupa Meningitis TB
Laporan World Health Organization (WHO) tahun 2013 menyatakan bahwa terdapat 9
juta penduduk Dunia terinfeksi kuman TB, terjadi peningkatan pada tahun 2014, terdapat 9,6 juta
penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB dimana angka kematian mencapai 1,5 juta jiwa,
wilayah Afrika menduduki jumlah kasus terbanyak (37%), dan wilayah Asia tenggara (28%) dan
wilayah Mediterania Timur (17%) dari jumlah kasus TB pada tahun 2014(6) .Angka insidensi
tuberkulosis di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 395 kasus per 100.000 jiwa, dengan tingkat
kematian akibat penyakit ini sekitar 40 dari 100.000 jiwa.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1) Apa pengertian meningitis TB?
2) Apa saja anatomi dari meningen?
3) Apa saja gejala yang ditimbulkan oleh meningitis TB?
4) Bagaimana patomekanisme meningitis TB?
5) Bagaimana pengobatan meningitis TB?
6) Bagaimana Pencegahan dari meningitis TB?
C. TUJUAN
1) Untuk mengetahui pengertian meningitis TB.
2) Untuk mengetahui anatomi dari meningen.
3) Untuk mengetahui gejala meningitis TB.
4) Untuk mengetahui patomekanisme meningitis TB.
5) Untuk mengetahui pengobatan meningitis TB.
6) Untuk mengetahui pencegahan meningitis TB.

2
BAB II
LITERATURE REVIEW
A. PENGERTIAN
Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak yang disebabkan
oleh infeksi bakteri Mycobacterium Tuberculosa. Penyakit ini merupakan salah satu
bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit paru. Infeksi primer yang muncul di
paru dapat menyebar secara hematogen maupun limfogen ke berbagai bagian tubuh diluar
paru, seperti perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak. Kuman TB yang
menyerang susunan saraf pusat ditemukan dalam tiga bentuk yaitu meningitis,
tuberkuloma, dan araknoiditis. Ketiganya sering ditemukan di negara endemis TB dengan
kasus terbanyak berupa Meningitis TB.
Indonesia sebagai salah satu negara dengan prevalensi TB yang cukup tinggi juga
sering ditemukan adanya kasus Meningitis Tuberkulosis. Meningitis merupakan masalah
kesehatan terutama dalam bidang kesehatan anak dan sebagian besar terjadi pada negara-
negara yang sedang berkembang karena tingginya angka kematian dan kecacatan.
Meningitis TB merupakan salah satu komplikasi TB primer. Menurut WHO Tahun 2009,
persentase Meningitis TB terjadi sebesar 3,2% dari kasus komplikasi infeksi primer TB
dan 83% disebabkan karena komplikasi infeksi primer paru setelah HIV. Peyakit
meningitis TB pada penderita tanpa HIV adalah 2% dan 14% pada penderita yang
terinfeksi HIV yang meningkatkan risiko terjadinya meningitis TB sebanyak 50%.

3
BAB III
PEMBAHASAN
A. ANATOMI
Otak pada dasarnya salah satu organ vital yang paling penting dilindungi pada manusia.
Salah satu pelindungnya yaitu meningen. Meningen merupakan suatu lapisan yang terletak di
bawah tulang tengkorak manusia. Lapisan-lapisan tersebut terdiri dari dura mater sebagai
lapisan pertama, lalu ada arachnoid sebagai lapisan kedua, dan yang terakhir yaitu pia mater
sebagai lapisan terakhir.

Gambar 1. Anatomi Meningen


B. GEJALA
Gejala klinis meningitis TB berbeda untuk masing-masing penderita. Faktor-faktor yang
bertanggung jawab terhadap gejala klinis erat kaitannya dengan perubahan patologi yang
ditemukan. Tanda dan gejala klinis meningitis TB muncul perlahan-lahan dalam waktu
beberapa minggu (Nofareni, 2003).

Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk dan
punggung. Tengkuk menjadi kaku dan Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot
ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala
tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun, tanda Kernig’s dan
Brudzinsky positif. Gejala pada bayi yang terkena meningitis, biasanya menjadi sangat rewel
muncul bercak pada kulit tangisan lebih keras dan nadanya tinggi, demam ringan, badan terasa
kaku, dan terjadi gangguan kesadaran seperti tangannya membuat gerakan tidak beraturan
(Cavendish, 2011).

4
C. PATOMEKANISME
Meningitis tuberkulosis terjadi akibat penyebaran infeksi secara hematogen ke meningen.
Dalam perjalanannya meningitis tuberkulosis melalui 2 tahap yaitu mula-mula terbentuk lesi di
otak atau meningen akibat penyebaran basil secara hematogen selama infeksi primer.
Penyebaran secara hematogen dapat juga terjadi pada TB kronik, tetapi keadaan ini jarang
ditemukan. Selanjutnya meningitis terjadi akibat terlepasnya basil dan antigen TB dari fokus
kaseosa (lesi permukaan di otak) akibat trauma atau proses imunologi, langsung masuk ke
subaraknoid. Meningitis tuberkulosis biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer
(Schlossberg, 2011) .

Kebanyakan bakteri masuk ke cairan serebrospinal dalam bentuk kolonisasi dari


nasofaring atau secara hematogen menyebar ke pleksus koroid parenkim otak, atau selaput
meningen. Vena-vena yang mengalami penyumbatan dapat menyebabkan aliran retrograde
transmisi dari infeksi. Kerusakan lapisan dura dapat disebabkan oleh fraktur, paska bedah saraf,
infeksi steroid secara epidural, tindakan anestesi, adanya benda asing seperti implan koklear, VP
shunt, dan lain-lain. Sering juga kolonisasi organisme pada kulit dapat menyebabkan meningitis.
Meskipun meningitis dikatakan sebagai peradangan selaput meningen, kerusakan meningen
dapat berasal dari infeksi yang dapat berakibat edema otak, peyumbatan vena dan menghalang
aliran cairan serebospinal yang dapat berakhir dengan hidrosefalus, peningkatan tekanan
intrakranial dan herniasi (Schlossberg, 2011).

Terjadi peningkatan inflamasi granulomatus di leptomeningen (pia mater dan araknoid)


dan korteks serebri di sekitarnya menyebabkan eksudat cenderung terkumpul di daerah basal
otak (Menkes, 2006)

D. PENGOBATAN
Terapi diberikan sesuai dengan konsep baku tuberkulosis yaitu :

1. Fase intensif selama 2 bulan dengan 4 sampai 5 obat anti tuberkulosis, yaitu isoniazid,
rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol.

2. Terapi dilanjutkan dengan 2 obat anti tuberkulosis, yaitu isoniazid dan rifampisin hingga 12
bulan.

Di samping tuberkulostatik dapat diberikan rangkaian pengobatan dengan deksametason untuk


menghambat edema serebri dan timbulnya perlekatan antara araknoid dan otak (Levin, 2009).

5
E. PENCEGAHAN
Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak langsung dengan
penderita dan mengurangi tingkat kepadatan dilingkungan perumahan dan di lingkungan seperti
barak, sekolah, tenda dan kapal. Meningitis juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan
personal hygiene seperti mencuci tangan dengan bersih sebelum makan dan setelah dari toilet.
Meningitis TB dapat dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara
memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi Bacillus Calmet-Guerin (BCG). Aktifitas
klinik yang mencegah kerusakan lanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti.
Pada tingkat pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan ke lemahan dan kecacatan akibat
meningitis, dan membantu penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi-kondisi
yang tidak diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak neurologis
jangka panjang misalnya tuli atau ketidak mampuan untuk belajar. Fisioterapi dan rehabilitasi
juga diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat (Thomas, 2011).

6
BAB IV

KESIMPULAN
Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak yang disebabkan oleh
infeksi bakteri Mycobacterium Tuberculosa. Penyakit ini merupakan salah satu bentuk
komplikasi yang sering muncul pada penyakit paru. Infeksi primer yang muncul di paru dapat
menyebar secara hematogen maupun limfogen ke berbagai bagian tubuh diluar paru, seperti
perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak. Kuman TB yang menyerang susunan
saraf pusat ditemukan dalam tiga bentuk yaitu meningitis, tuberkuloma, dan araknoiditis.
Ketiganya sering ditemukan di negara endemis TB dengan kasus terbanyak berupa Meningitis
TB.

Serta pencegahan yang dapat dilakukan adalah mengurangi kontak langsung dengan
penderita dan mengurangi tingkat kepadatan dilingkungan perumahan dan di lingkungan seperti
barak, sekolah, tenda dan kapal. Meningitis juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan
personal hygiene seperti mencuci tangan dengan bersih sebelum makan dan setelah dari toilet.
Meningitis TB dapat dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara
memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi Bacillus Calmet-Guerin (BCG).

7
DAFTAR PUSTAKA
World Health Organization. Global tuberculosis report. Geneva, Switzerland: WHO Press;
2012.

Rich AR, McCordock HA. The pathogenesis of tuberculous meningitis. Bull. Johns
Hopkins Hosp. 1933

Kementerian Kesehatan RI. Pedoman nasional pengendalian tuberculosis. Jakarta:


Kemenkes RI; 2014

Anda mungkin juga menyukai