TAPANULI SELATAN 1
River Water Quality In and Outside The Sibual – Buali Nature Preserve Area, South Tapanuli
Wildan Tri Agus Badawi2, Agus Priyono3, Siti Badriyah 4
ABSTRACT
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu sistem kompleks yang disusun dari tiga sistem, yaitu
sistem fisik (physical system), sistem biologis (biological system) dan sistem manusia (human system), yang satu
sama lain saling terkait dan saling berinteraksi. Kawasan CA. Dolok Sibual – buali memiliki potensi
keanekaragaman hayati yang tinggi, dan memiliki potensi gangguan yang cukup tinggi dikarenakan memiliki
kelerengan yang bervariasi dari sedang hingga curam, maka dari itu perlu adanya kajian mengenai perubahan
kualitas air sungai dalam kawasan yang mengalir di sepanjang lahan desa. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis status kualitas air Sungai Aek Nabara, dan Sungai Aek Sitandiang di dalam kawasan dan
perubahannya di luar kawasan Cagar Alam Sibual – buali. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Maret
2020, berada dalam area Kawasan Hutan Batang Toru di Desa Bulumario, Kecamatan Sipirok dan Desa Aek Nabara,
Kecamatan Marancar, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Lokasi kajian penelitian ini di dua sungai, yaitu Sungai Aek
Nabara dan Sungai Aek Sitandiang, yang dilakukan di dalam dan luar kawasan Cagar Alam Sibual – buali. Metode
pengumpulan data berupa data fisik perairan,data kualitas air, pengambilan spesimen makrozoobenthos, dan data
beban pencemaran. Kawasan cagar alam tercemar lebih rendah dibandingkan dengan diluar kawasan cagar alam dan
pengaruh potensi beban pencemaran Sungai Aek Nabara dan Aek Sitandiang masih relatif kecil pada masing-masing
pencemar. Jumlah tersebut belum menimbulkan perubahan kualitas air kelas II untuk Sungai Aek Nabara dan Sungai Aek
Sitandiang. Beban pencemaran total masing – masing sungai tergolong rendah sehingga mendukung status pencemaran
kedua sungai pada kategori rendah.
Keywords: Aek Nabara, Aek Sitandjang, daerah aliran sungai, kualitas air
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam menetapkan
bahwa cagar alam adalah kawasan suaka alam mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem
tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Kawasan Cagar Alam (CA) Dolok Sibual
– buali ditunjuk oleh pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor
923/Kpts/Um/12/1982 tanggal 27 Desember 1982 dengan fungsi sebagai perlindungan keanekaragaman hayati. Kawasan
ini teridentifikasi sebagai perlindungan sistem hidrologi salah satunya dikarenakan memiliki kelerengan yang bervariasi
dari sedang hingga curam (BKSDA Sumut 2004). Fungsi kawasan cagar alam dalam menjaga tata air karena adanya peran
vegetasi yang tumbuh secara alami di zona riparian dan sangat penting dalam menentukan kualitas air. Peran penting
keberadaan vegetasi riparian salah satunya yaitu memperbaiki kualitas tanah dan air sungai (Rachmawati 2014).
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu sistem kompleks yang disusun dari tiga sistem, yaitu sistem fisik
(physical system), sistem biologis (biological system) dan sistem manusia (human system), yang satu sama lain saling terkait
dan saling berinteraksi (Susetyaningsih 2012). Alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian pada daerah hulu akan
mempengaruhi kuantitas dan kualitas tata air pada DAS yang dirasakan oleh masyarakat di daerah hilir. Kawasan CA.
Dolok Sibual – buali memiliki potensi keanekaragaman hayati yang tinggi, dan memiliki potensi gangguan yang cukup
tinggi dikarenakan memiliki kelerengan yang bervariasi dari sedang hingga curam, maka dari itu perlu adanya kajian
mengenai perubahan kualitas air sungai dalam kawasan yang mengalir di sepanjang lahan desa. Penggunaan lahan di sekitar
desa berupa lahan-lahan budidaya pertanian, kebun campuran masyarakat dan hutan sekunder. Berdasarkan potensi Cagar
Alam dan penggunan lahan sekitar desa, perlunya dilakukan penelitian mengenai kualitas air sungai yang terdapat di dalam
kawasan cagar alam dan di luar kawasan cagar alam, untuk mengetahui berapa besar perbedaan pengaruh kawasan cagar
alam terhadap kualitas air. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kondisi kualitas air Sungai Aek Nabara, dan Sungai Aek
Sitandiang di dalam kawasan dan perubahannya diluar kawasan Cagar Alam Sibual-buali.
Tujuan Penelitian
Mengkaji kondisi kualitas air Sungai Aek Nabara, dan Sungai Aek Sitandiang di dalam kawasan dan perubahannya
diluar kawasan Cagar Alam Sibual-buali.
1 Makalah merupakan bagian dari skripsi Program Sarjana Departemen KSHE Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
yang disampaikan dalam forum seminar hasil penelitian.
2
Mahasiswa Departemen KSHE Fakultas Kehutanan IPB
3
Pembimbing I, dosen pada Departemen KSHE Fakultas Kehutanan IPB
4
Pembimbing II, dosen pada Departemen KSHE Fakultas Kehutanan IPB
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Maret 2020, berada dalam area Kawasan Hutan Batang
Toru di Desa Bulumario, Kecamatan Sipirok dan Desa Aek Nabara, Kecamatan Marancar, Tapanuli Selatan, Sumatera
Utara. Lokasi kajian penelitian ini di dua sungai, yaitu Sungai Aek Nabara dan Sungai Aek Sitandiang, yang dilakukan di
dalam dan luar kawasan Cagar Alam Sibual – buali. Sungai dibagi menjadi tiga segmen, yang masing-masing segmen
berjarak minimal 1 kilometer dan dibuat 4 titik contoh. Pada masing-masing titik dilakukan sekali pengambilan sampel
yaitu pada pagi hari, dikarenakan dalam penelitian ini hanya mengkaji kualitas air sesaat.
Analisis Data
Debit Air Sungai
Debit air sungai dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Norhadi et al. 2015):
Q=AxV
Keterangan :
Q = Debit air (m3/detik)
A = Luas penampang (lebar x kedalaman) (m2)
V = Kecepatan arus (m/detik)
Keterangan:
IPj = Indeks pencemaran bagi peruntukan (j)
Ci = Konsentrasi parameter kualitas air (i)
Lij = Konsentrasi parameter kualitas air sesuai Baku Mutu Air (Kelas II – pasal 55
Peraturan Pemerintah No. 82 Thn 2001)
(Ci/Lij) M = Nilai maksimum
(Ci/Lij) R = Nilai rata-rata
Setelah didapatkan hasilnya maka dapat dikategorikan sesuai kelasnya, yaitu berdasarkan Tabel 1.
𝑛𝑖 × 𝑡𝑖
𝐻𝐵𝐼 = ∑
𝑁
Keterangan:
HBI = Nilai indeks HBI
ni = Jumlah makrozoobenthos jenis-i
ti = Nilai toleransi jenis-i
N = Jumlah total semua individu makrozoobenthos yang didapatkan
Hubungan indeks HBI dengan kualitas air dapat dilihat pada Tabel 2.
Kepadatan Makrozoobenthos
Kepadatan jenis individu makrozoobenthos dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Odum 1996):
𝑁𝑖
𝐾=
𝐴
Keterangan:
K = Kepadatan makrozoobentos (ind/m2)
Ni = Jumlah seluruh individu spesies ke-i
A = Luas seluruh daerah pengambilan contoh (m2)
Indeks Keanekaragaman (H’)
Nilai keanekaragaman makrozoobenthos dihitung dengan rumus Shannon dan Weaner (Krebs 1978).
𝑛
H′ = ∑ 𝑃𝑖 ln 𝑃𝑖
𝑖=0
Keterangan:
Pi = ni/N (rasio jumlah individu satu marga terhadap keseluruhan marga)
H’ = Penduga keragaman populasi
Keterangan:
BPd = Beban pencemaran domestik (gram/hari)
JPd = Jumlah penduduk (jiwa)
FE = Faktor emisi (gram/orang/hari: BOD = 40; COD = 55; TSS = 38)
RE = Rasio ekivalen (pedalaman = 0.625)
Alfa = % limbah ke sungai (pakai septic tank = 0.3; langsung sungai =1).
Perhitungan beban pencemaran dari lahan pertanian dihitung sebagai berikut:
Keterangan:
BPP = Beban pencemaran (BOD) pertanian per musim tanam (kg/tahun)
Lh = Luas lahan (ha)
FE = Faktor emisi (kg/ha/musim tanam) (Tabel 3)
Status Pencemaran
Status pencemaran air sungai pada lokasi penelitian diketahui berdasarkan perhitungan Indeks Pencemaran,
Keanekaragaman Makrozoobenthos, maupun Indeks Biotik Hilsenhoff (HBI).
Indeks Pencemaran
Indeks Pencemaran digunakan untuk mengetahui kualitas perairan dengan menghitung besarnya penyimpangan
kualitas air hasil pengukuran dengan baku mutu air yang telah ditetapkan. Hasil perhitungan IP tersaji pada Tabel 5 berikut.
Hasil analisis kondisi kualitas air Sungai Aek Nabara dan Sungai Aek Sitandiang di dalam kawasan maupun di luar
kawasan cagar alam menunjukkan kualitas air yang tergolong “bagus”, berdasarkan analisis sebagai berikut:
1. Semua titik sampling baik di dalam maupun diluar cagar alam menunjukkan parameter-parameter fisik-kimia yang
memenuhi baku mutu air kelas II, kecuali pada titik-2 Aek Nabara (pH 3,9) karena ada aliran air belerang dari sumber
air panas di cagar alam.
2. Berdasarkan Indeks Pencemaran (IP), Sungai Aek Nabara dan Aek Sitandiang termasuk ke dalam kategori “memenuhi
baku mutu”.
3. Berdasarkan Indeks Biotik Hilsenhoff (HBI), Sungai Aek Nabara tergolong ke dalam kategori kualitas air “sangat baik”
hingga “sangat buruk” pada titik-2 Aek Nabara. dengan besar indeks 3.28 – 8.0, sedangkan Sungai Aek Sitandiang
tergolong kualitas air “sangat baik” hingga “cukup” dengan indeks 2.85 – 5.62.
4. Beban pencemaran yang dihasilkan dari sumber pencemar pada seluruh segmen kedua sungai relatif lebih rendah, yaitu
pada Sungai Aek Nabara sebesar 1.77 kg/th (BOD), 2.63 kg/th (COD), 0.21 kg/th (TSS), dan 0.15 kg/th (TN), kemudian
Sungai Aek Sitandiang tidak ada pencemaran dari BOD, COD, TSS, maupun TN.
5. Pencemaran di dalam kawasan cagar alam lebih rendah bahkan tidak tercemar jika dibandingkan diluar
kawasan cagar alam. Namun secara keseluruhan pengaruh potensi beban pencemaran Sungai Aek Nabara dan
Aek Sitandiang masih relatif kecil, sehingga status pencemaran kedua sungai masih tergolong kategori rendah.
SARAN
Perlu adanya penelitian lebih lanjut dan lebih detail terhadap parameter – parameter kualitas air pada
kedua sungai tersebut serta pengulangan pengambilan sampel per minggu/ per bulan/ per tahun untuk mengetahui
secara langsung perubahan kualitas air sungainya, karena memang di lokasi penelitian sungai ini masih sangat
kekurangan informasi data untuk dijadikan referensi penelitian selanjutnya maupun untuk pengelolaan dan
pengambilan kebijakan yang baik bagi instansi terkait. Selain itu, perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat
untuk selalu menjaga keberadaan sungai tersebut agar tidak tercemar lebih akibat aktivitas didaerah sempadan
sungai.
DAFTAR PUSTAKA
Alhejoj I, Elias S, Klaus B. 2014. Mayflies (Order Ephemeroptera): an effective indicator of water bodies conditions in
Jordan. International Journal of Scientific Research in Environmental Sciences. 2(10): 346-3xx.
Asdak C. 2010. Hidrologi dan Pengelolan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
Bachti FR. 2019. Beban Pencemaran sempadan Sungai Cihideung pada segmen Kampus IPB Dramaga, Bogor [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Bakti MY. 1991. Karakteristik komunitas makrozoobentos di muara Sungai Citarum dalam hubungannya dengan
pendugaan pencemaran perairan di Teluk Jakarta [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[BKSDA Sumut] Balai Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara. 2004. Buku Panduan Kawasan Cagar Alam Dolok
Sibual – buali. Medan (ID): Departemen Kehutanan.
EcoSpark. 2013. Water Quality Monitoring with Benthic Macroinvertebrates Field Guide 2013. Toronto (US): EcoSpark.
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Effendi H, Kristianiarso AA, Adiwilaga EM. 2013. Karakteristik kualitas air Sungai Cihideung, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat. Jurnal Ecolab. 7(2): 4910
Effendi H. 2015. Simulasi Penentuan Indeks Pencemaran dan Indeks Kualitas Air (NSW – WQI). Jakarta (ID): Puslitbang
Kualitas dan Laboratorium Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Gretchen AH. 2007. Methods for the collection and analysis of benthic macroinvertebrate assemblages in wadeable streams
of the Pacific Northwest. Washington (US): Pacific Northwest Aquatic Monitoring Partnership.
Kurniawan B. 2013. Inventarisasi dan Identifikasi Sumber Pencemar. Jakarta (ID): Deputi Pengendalian Pencemaran
Lingkungan Hidup Kementerian Lingkungan Hidup.
Noortiningsih, Ikna S, Sri H. 2008. Keanekaragaman makrozoobenthos, meiofauna, dan foraminifera di Pantai Pasir Putih
Barat dan muara Sungai Cikamal Pangandaran, Jawa Barat.Jurnal Vis Vitalis. 1(1): 34 – 42.
Norhadi A, Marzuki A, Wicaksono L, Yacob RA. 2015. Studi debit pada Sungai Antasan Kelurahan, Sungai Andai
Banjarmasin Utara. Jurnal Poros Teknik. 7(1): 1-53.
Odum EP. 1996. Dasar – Dasar Ekologi. Terjemahan Samingan T. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
Pemerintah Republik Indonesia. 2011. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Sungai.
Jakarta(ID): Sekretariat Negara.
Rachmawati, E. & Catur, R. 2014. Karakteristik Vegetasi Riparian dan Interaksinya dengan Kualitas Air Mata Air Sumber
Awan Serta Salurannya di Kecamatan Singosari, Malang. Jurnal Biotropika. Vol. 2(3).
Radwan M, Willems P, El-Sadek A, Berlamont J. 2003. Modelling of dissolved oxygen and biochemical oxygen demand
in river water using a detailed and a simplified model. Journal of River Basin Management. 1(2): 97-103.
Ramdhan M, Tarigan SD, Suharnoto Y, Arifin HS. 2019. Pemetaan status kualitas sumberdaya air permukaan di Kota
Bogor dan upaya pengelolaannya menuju kota sensitif air. Di dalam: Rachma TRN, Oktaviani N, Sabita HN,
Suryanegara E, Pujawati I, Safi’I AN, Gaol YAL, Syetiawan A, Hidayat F, Hariyono MI, Narieswari L, Rudiastuti
AW, Susetyo DB, Munawaroh, Purwono N, Hartanto P, editor. Penggunaan dan Pengembangan Produk Informasi
Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional. Seminar Nasional Geomatika; 2018 Sep 5; Bogor, Indonesia.
Cibinong: Badan Informasi Geospasial. 627 – 639.
Santosa AM. 2018. Hubungan Tipe Penggunaan Lahan Dengan Kualitas Air Sungai Di Taman Kehati Babakan Pari,
Sukabumi, Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Setiawan D. 2008.Struktur komunitas makrozoobenthos sebagai indikator kualitas lingkungan perairan hilir Sungai Musi.
[tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana IPB.
Simanjutak, M. 2007. Oksigen Terlarut dan Apparent Oxygen Utilization di Perairan Teluk Klabat Pulau Bangka. Jurnal
Ilmu Kelautan. 12 (2): 59-66.
Sugianti, Y. & L.P. Astuti. 2018. Respon oksigen terlarut terhadap pencemaran dan pengaruhnya terhadap keberadaan
sumberdaya ikan di Sungai Citarum. Jurnal Teknologi Lingku-ngan, 19(2): 203-211.
Susetyaningsih A. 2012. Pengaturan penggunaan lahan di daerah hulu DASCimanuk sebagai upaya optimalisasi
pemanfaatan sumberdaya air. Jurnal Konstruksi Sekolah Tinggi Teknologi Garu. Vol. 10 No. 1.
Yuliastuti, E. 2011. Kajian kualitas air Sungai Ngringo Karangannyar dalam upaya pengendalian pencemaran air. [tesis].
Semarang (ID): Universitas Dipenogoro.
.