Tata Cara Perkawinan
Tata Cara Perkawinan
Tata cara melangsungkan perkawinan berbeda antara agama yang satu dengan agama yang lain.
Namun secara garis besar tata cara melangsungkan perkawinan diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
(PP 9/1975). Yaitu pada pasal 10 dan 11:
Pasal 10
(1)Perkawinan dilangsungkan setelah hari kesepuluh sejak pengumuman kehendak perkawinan oleh
Pegawai Pencatat.
(2)Tatacara perkawinan dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
Pasal 11
(2)Akta perkawinan yang telah ditandatangani oleh mempelai itu, selanjutnya ditandatangani pula oleh
kedua saksi dan Pegawai Pencatat yang menghadiri perkawinan dan bagi yang melangsungkan
perkawinan menurut agama Islam, ditandatangani pula oleh wali nikah atau yang mewakilinya.
(3)Dengan penandatanganan akta perkawinan, maka perkawinan telah tercatat secara resmi.
1.Laporan
2.Pengumuman
3.Pencegahan
4.Pelangsungan
Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan terlebih dahulu memberitahukan kehendaknya
kepada Pegawai Pencatat di tempat perkawinan akan dilangsungkan paling lambat 10 hari kerja sebelum
perkawinan dilangsungkan. Pemberitahuan tersebut dilakukan secara lisan atau tertulis oleh calon
1
R. Soetojo Prawirohamidjojo, Pluralisme dalam Perundang-undangan Perkawinan di Indonesia, Airlangga University Press,
1988, Hlm. 39.
mempelai atau orang tua atau wakilnya. Pemberitahuan tersebut memuat nama, umur,
agama/kepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman calon mempelai dan apabila salah seorang atau
keduanya pernah kawin, disebutkan nama istri atau suami terdahulu.
Pegawai Pencatat akan melakukan penelitian terhadap pemberitahuan tersebut. Apabila tata cara dan
syarat-syarat pemberitahuan telah dipenuhi dan tidak terdapat halangan perkawinan, maka dilakukan
pengumuman. Pengumuman ditempelkan di tempat yang sudah ditentukan dan mudah dibaca oleh
umum. Tujuan dari adanya pemberitahuan dan pengumuman adalah: 2
1.Memberikan kesempatan kepada pihak yang mengetahui adanya halangan perkawinan untuk
mencegahnya; agar pejabat tidak begitu saja dengan mudahnya melangsungkan perkawinan;
2.Memberikan perlindungan kepada calon suami istri dari perbuatan yang tergesa-gesa;
Akta perkawinan dibuat dalam dua rangkap. Yang pertama disimpan oleh Pegawai Pencatat, sedangkan
yang lainnya disimpan di Panitera Pengadilan dalam wilayah Kantor Pencatatan Perkawinan itu berada.
Sedangkan kepada suami dan istri masing-masing diberikan kutipan dari akta perkawinan.
2
Ibid. Hlm. 40.