B. AKHLAK FALSAFI
a. Pengertian Tasawuf Falsafi
Tasawuf falsafi tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi intutitif dan visi rasonal.
Terminology falsafi yang digunakan berasal dari macam-macan ajaran filsafat yang telah
memengaruhi para tokohnya, namun orisinalitasnya sebagai tasawuf tidak hilang. Walaupun
demikian, tasawuf falsafi tidak dapat dipandang sebgai filsafat, karena ajaran dan metodenya
didasarkan pada rasa (dzauq). Selain itu tasawuf ini dapat dikategorikan pada tasawuf (yang murni)
karena sering diungkapkan dengan bahasa filsafat.
Tasawuf falsafi ini mulai muncul dengan jelas dalam khazanah islam sejak abad VI hijriah,
meskipun para tokohnya baru dikenala seabad kemudian. Pada abad ini tasawuf falsafi terus hidup
dan berkembang, terutama dikalangan para sufi sampai menjelang akhir-akhir ini.
Para sufi sekaligus filsuf ini mengenal dengan baik tokoh-tokoh filsafat Yunani, seperti Socartes,
Plato, dan Aristoteles. Begitu pula dengan aliran Stoa dan Aliran Platonisme. Mereka cukup akrab
dengan filsafat hermenetisme, yang karya-karyanya banyak diterjemahkan ke dalam bahasa arab,
juga filsafat-filsafat kuno, baik dari Persia maupun india. Mereka pun menelaah karya-karya para
filsuf muslim, seperti Al-farabi dan Ibnu Sina. Pemikiran mereka dipengaruhi aliran batiniah sekte
Syi’ah Isma’illiyah dan risalah-risalah Ikhwan Ash-Shafa. Mereka memiliki pengetahuan yang
luas dibidang ilmu-ilmu agama, seperti fiqih, ilmu kalam, ilmu hadis, dan ilmu tafsir. Jelasnya
mereka bercorak ensiklopedis dan berlatar belakang budaya yang berbeda-beda.
Tasawuf falsafi juga memiliki karakteristik khusus yang membedakan dengan tasawuf lainnya,
diantaranya sebagai berikut.
• Pertama, tasawuf falsafi banyak mengkonsepsikan ajarannya dengan menggabungkan antara
pemikiran filosofis dan perasaan (dzauq).
• Kedua, tasawuf falsafi didasarkan pada latihan-latihan rohaniaah (riyadhah) yang dimaksudkan
sebagai peningkatan moral dan mencapai kebahagiaan.
• Ketiga, tasawuf falsafi memandang iluminasi sebagai metode untuk mengetahui berbagai hakikat
realitas, yang menurut penganutnya dapat dicapai dengan fana.
• Para penganut falasafi ini selalu menyamarkan ungkapan-ungkapan tentang hakikat realitas
dengan berbagai simbol atau terminology.
b. Tokoh-Tokoh Tasawuf Falsafi
1. Ibnu Arabi
a. Biodata singkat
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad bin Ali bin Ahmad bin Abdullah Ath-Tha’I Al-
Haitami Al-Andalusia. Ia lahir di Murcia, Andalusia, Spanyol, tahun 560 H dari keluarga
terpandang dan wafat pada tahun 638 H. orang tuanya sendiri adalah seorang suf yang memiliki
kebiasaan berkelana. Pada usia 8 tahun ibnu arabi sudah merantau ke Lisabon untuk belajar agama
dari seorang ulama yang bernama Syaikh Abu Bakar bin Khalaf.
b. Ajaran-ajaran Tasawuf Ibnu Arabi
1) Wahdah Al-Wujud
Ajaran sentral Ibnu Arabi adalah tentang wahdah al-wujud (kesatuan wujud). Istilah ini sebenarnya
tidak berasal darinya melainkan dari Ibnu Taimiyah, tokoh yang paling keras dalam mengecam
dan mengkritik ajaran tersebut. Setidaknya Ibnu Taimiyah lah yang yang telah berjasa dalam
mempopulerkan wahdah al-wujud ditengah masyarakat islam.
Menurut Ibnu Arabi , wujud semua yang ada ini hanyalah satu dan pada hakikatnya wujud makhluk
adalah wujud khalik juga. Tidak ada perbedaan antara keduanya (khalik dan makhluk) dari segi
hakikat. Jika ada yang mengira terdapatnya perbedaan wujud khalik dan makhluk, hal itu dilihat
adri sudut pandang panca indra dan akal. Sementara itu, panca indra dan akal terbatas
kemampuannya dalam menangkap hakikat Dzat Tuhan. Hal ini tersimpul dalam ucapan Ibnu Arabi
yan artinya “Mahasuci Tuhan yang telah menjadikan segala sesuatu dan Dia sendiri adalah
hakikat segala sesuatu itu”.
Menurut Ibnu Arabi, wujud alam pada hakikatnya adalah wujud Allah dan Allah adalah hakikat
alam. Tidak ada perbedaan antara wujud qadim yang disebut khalik dan wujud baru yang disebut
makhluk. Tidak ada perbedaan antara ‘Abid (penyembah) dari ma’bud (yang disembah). Antara
yang menyembah dan disembah adalah satu. Perbedaan itu hanya pada bentuk dan ragam dari
hakikat yang satu.
2) Insan kamil
Insan kamil adalah nama yang dipergunakan oleh kaum sufi unutk menamakan sorang muslim
yang telah sampai ke tingkat tertinggi. Tingkat tertinggi itu menurut sebagian sufi adalah ketika
seseorang telah sampai pada fana’ fillah.
Masalah insan kamil dalam pandangan Ibnu Arabi tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan Nur
Muhammad, seperti ditegaskan ketahuilah yang dimaksud insan kamil hanyalah Nur Muhammad,
yaitu roh ilahi yang Dia tiupkan kepada Nabi Adam. Ia adalah esensi kehidupan dan awal manusia.
Sementara nabi Muhammad adalah insan kamil yang paling sempurna. Selanjutnya yang dimaksud
insan kamil disini ialah al-haqiqah al-muhammadiyah. Dengan ini seseorang dapat mencapai
derajat insan kamil. Menurut Ibnu Arabi, untuk mencapai derajat itu harus melalui jalan sebagai
berikut.
• Fana, yaitu sirna didalam wujud Tuhan hingga kaum sufi menjadi satu dengan-Nya.
• Baqa, yaitu kelanjutan wujud bersam Tuhan sehingga dalam pandangannya, wujud Tuhan ada
pada kesegalaan ini.
Semua ini menurut Ibnu Arabi, merupakan upaya pencapaian ke tingkat insan kamil yang hanya
dapat diperoleh melalui pengembangan daya institusi atau dzauq.
2. Abdul Karim Al-Jilli
a. Biodata singkat
Nama lengkapnya adalah Abdul Karim bin Ibrahim Al-Jilli.ia lahir pada tahun 1365 M di Gilan,
sebuah provinsi disebelah selatan Kasfia dan wafat pada tahun 1417 M. ia adalah seorang sufi yang
terkenal dari Baghdad. Ia pernah melakukan perjalanan ke India tahun 1287 M. Ia kemudian
belajar tasawuf dibawah bimbigan Abdul Qadir AL-Jailani, pendiri dan pemimpi n tarekat
Qadariyyah. Ia juga berguru kepada Syaikh Syarifuddin Isma’il bin Ibrahim Al-Jabartidi Zabid
(Yaman) pada tahun 1393-1403 M.
b. Ajaran-ajaran Tasawuf Abdul Karim Al-Jilli
Ajaran yang terpentingnya adalah tentang insan kamil. Menurutnya insan kamil adalah nuskhah
atau copy Tuhan. Seperti dalam sebuah hadist yang artinya “Allah menciptakan Adam dalam
bentuk yang Maha Rahman” (HR. Bukhari) dan “Allah menciptakan Adam dalam bentuk diri-
Nya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Tuhan memilik sifat-sifat seperti hidup, pandai, mampu berkehendak dan mendengar. Manusia
(Adam) pun memiliki sifat-sifat seperti itu. Proses yang terjadi selanjutnya adalah setelah Tuhan
menciptakan substansi, huwiyah Tuhan dihadapkan dengan uwiyah adam, Aniyah-Nya
disandingkan dengan Aniyah Adam, Dza-Nya dihadapkan pada Dzat Adam, dan akhirnya Adam
dilihat dari sisi penciptaannya merupakan salah seorang insan kamil dengan segala
kesempurnaannya, sebab pada dirinyaterdapat sifat dan nama Ilahiah.
Al-Jilli merumuskan beberapa maqam yang harus dilalui oleh seorang sufi, diantaranya sebagai
berikut.
• Islam, yang didasrkan pada lima rukun dalam pemahaman laum sufi tidak hanya dilakukan secara
riual, tetapi harus dipahami dan dirasakan lebih dalam, misalnya puasa. Dengan bepuasa manusia
memiliki sifat-sifat ketuhanan, yaitu dengan cara mengosongkan jiwanya dari tuntutan-tuntutan
kemanusiaan dan mengisinya dengan sifat-sifat ketuhanan.
• Iman, membenarkan dengan sepenuh keyakinan akan rukun iman dalam melaksanakan dasar-
dasar islam.
• Shalah, pada maqam ini menunjukkan bahwa kaum sufi mencapai tingkatan ibadah yang terus-
menerus kepada Allah dengan perasaan khauf dan tujuan ibadah pada maqam ini adalah mencapai
nuqthah ilahiah pada lubuk hati sehingga menaati syariat dengan baik.
• Ihsan, pada maqam ini para sufi menunjukkan bahwa telah mencapai tingkat menyaksikan efek
atsar nama dan sifat Tuhan, sehingga dalam ibadahnya merasa seakan-akan dihadapan-Nya.
• Syahadah, para sufi telah mencapai iradat yang bercirikan mahabah kepada Tuhan tanpa pamrih,
mengingat-Nya terus-menerus dan meninggalkan hal-hal yang menjadi keinginan pribADI.
• Shiddiqiyyah, para sufi mampu menyaksikan hal-hal yang ghaib kemudian melihat rahasia-
rahasia Tuhan sehingga mengetahui hakikat dirin-Nya.
• Qurbah, merupakan maqam yang memungkinkan kaum sufi dapat menampakkan diri dalam sifat
dan nama Tuhan.
3. Ibnu Sab’in
a. Biodata singkat
Nama lengkapnya adalah Adul Haq bin Ibrahim Muhammad bin Nashr. Ia termasuk kelompok
sufi yang juga filsuf dari Andalusia. Ia terkenal di Eropa karena tanggapannya atas pernyataan
Raja Frederik II, penguasa Sicilia. Ia digelari “Quthb Ad-Din” dan terkenal pula dengan Abu
Muhammad. Ia lahir pada tahun 614 H (1217-1218 M) di kawasan Murcia, Spanyol.
Ia mempunyai asal-usul dari kalangan Arab, ia mempelajari bahasa dan sastra Arab pada kelompok
gurunya. Ia mempelajari agama dari Madzhab Maliki, ilmu logika, dan filsafat. Diantara gurunya
ialah Ibnu Dihaq, yang dikenal dengan Ibnu Al-Mir’ah (w. 611 H) pensyarah karya Al-Juwani. Ia
meninggalkan karya sebanyak 41 judul, yang menguraikan tasawufnya secara teoritis maupu
praktis, dengan cara yang ringkas maupun panjang lebar. Kebanyakan karyanya telah hilang,
sebagian risalahnya telah disunting Abdurrahman Badawi dengan judul Rasa’il Ibnu Sab’in (1965
M). karya-karyanya mengambarkan bahwa pengetahuan Ibnu Sab’in cukup luas dan beragam. Ia
mengenal berbagai aliran filsafat Yunani, Persia, India, dan Hermetisisme. Ia juga banyak
menelaah karya-karya filsuf islam bagian timur, seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina, juga filsuf islam
bagian Barat, seperti Ibnu Bajah, Ibnu Thufail, dan Ibnu Rusyd.
b. Ajaran-ajaran Tasawuf Ibnu Sab’in
Gagasan esensial pahamnay sederhana, yaitu wujud adalah wujud Allah semata. Wujud yang lain
sama hakikatnya tidak lebih dari satu. Dengan demikian, wujud dalam kenyataannya hanyalah satu
persoalan yang tetap. Pendapat Ibnu Sab’in tentang kesatuan mutlak merupakan dasar dari
pahamnya, khususnya tentang para pencapai kesatuan mutlak atau pengakraban dengan Allah.
Maksudnya ialah idividu yang paling sempurna baik dimiliki seorang faqih, teolog, filsuf, maupun
sufi. Inilah pribadi yang melebihi mereka semua dengan pengetahuannya yang khusus yaitu ilmu
pencapaian yang menjadi pintu gerbang bersatu bersama Nabi, yang mengendalikan semesta, dan
segala sesuatu pun didasarkan padanya.ia berpendapat bahwa pencapai kesatuan mutlak adalah
kebahagiaan, kebajikan, dan kedermawanan itu sendiri.
4. Ibnu Masarrah
a. Biodata singkat
Nama lengkapnya Muhammad bin Abdullah bin masarrah (269-319 H). ia merupakan salah
seorang sufi sekaligus filsuf dari Andalusia, Spanyol. Ia juga memberikan pengaruh yang besar
terhadap madzhab Al-Mariyyah. Pada mulanya, ia merupakan penganut sejati aliran Mu’tazilah ,
tetapi ia berpaling pada madzhab Neo-platonisme. Ia dianggap mencoba menghidupkan kembali
filsafat Yunani Kuno. Walaupun demikia, ia tergolong seorang sufi yang memadukan paham
sufistiknya dengan pendekatan filosofis.
b. Ajaran-ajaran tasawuf Ibnu Masarrah
1) Jalan menuju keselamatan adalah menyucikan jiwa, zuhud, dan mahabbah yang merupakan asal
dari semua kejadian.
2) Dengan perwakilan ala philun atau aliran isma’illiyyahterhadap ayat-ayat Al-Quran, ia menola
adanya kebangkita jasmani
3) Siksa neraka bukanlah dalam bentuk yang hakikat.