Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN

KRITIS DENGAN DIAGNOSA MEDIS PANKREATITIS AKUT

Disusun ntuk memenuhi tugas stase keperawatan gawat darurat dan kritis

Oleh
AFENTIANI RIZKY SUHENDRI
204291517030

UNIVERSITAS NASIONAL
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI
2021
DAFTAR ISI
A. KONSEP DASAR
1. Anatomi dan Fisiologi
1. Mulut

Mulut merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air. Mulut merupakan
jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir.
Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan
relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Makanan dipotongpotong oleh gigi
depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian
kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian
dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga
mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang
bakteri secara langsung. Kelenjar air liur mengandung enzim amilase (ptialin) yang berfungsi
untuk mencerna polisakarida (amilum) menjadi disakarida. Proses menelan dimulai secara
sadar dan berlanjut secara otomatis (Anderson, 1999; Syaifuddin, 2012, Pearce, 2007).

Lidah merupakan suatu massa otot lurik yang diliputi oleh membran mukosa. Serabutserabut
otot satu sama lain saling bersilangan dalam 3 bidang, berkelompok dalam berkasberkas,
biasanya dipisahkan oleh jaringan penyambung. Pada permukaan bawah lidah, membran
mukosanya halus, sedangkan permukaan dorsalnya ireguler, diliputi oleh banyak tonjolan-
tonjolan kecil yang dinamakan papilae. Papilae lidah merupakan tonjolan-tonjolan epitel
mulut dan lamina propria yang diduga bentuk dan fungsinya berbeda.

2. Tenggorokan (Faring)

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Didalam lengkung faring
terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan
merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak persimpangan antara jalan nafas dan
jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, di depan ruas tulang
belakang. Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan
lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan
lubang yang disebut ismus fausium.

3. Kerongkongan (Esofagus)

Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan
mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Sering juga disebut dengan esofagus(dari
bahasa Yunani). Panjang kerongkongan ± 20 cm dan lebar ± 2 cm. Organ ini berfungsi untuk
menghubungkan mulut dengan lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan
menggunakan proses peristaltik. Gerak peristaltik kerongkongan meliputi gerakan melebar,
menyempit, bergelombang, dan meremas-remas agar makanan terdorong ke lambung. Di
kerongkongan, zat makanan tidak mengalami pencernaan. Esofagus bertemu dengan faring
pada ruas ke-6 tulang belakang.

4. Lambung

Lambung merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai .
Lambung dibagi menjadi tiga daerah, yaitu sebagai berikut. a. Kardiak,yaitu bagian lambung
yang paling pertama untuk tempat masuknya makanan dari kerongkongan (esofagus). b.
Fundus, yaitu bagian lambung tengah yang berfungsi sebagai penampung makanan serta
proese pencernaan secara kimiawi dengan bantuan enzim. c. Pilorus, yaitu bagian lambung
terakhir yang berfungsi sebagai jalan keluar makanan menuju usus halus. Makanan masuk ke
dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfingter), yang bisa
membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfingter menghalangi masuknya kembali isi
lambung ke dalam kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang
berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim.
5. Usus Halus (Usus Kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara
lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat
yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi
usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding
usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak
(Anderson, 1999; Syaifuddin, 2012; Pearce, 2007; Sherwood, 2001). Lapisan usus halus
terdiri atas lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (muskulus sirkuler),
lapisan otot memanjang (muskuluslongitudinal), dan lapisan serosa (sebelah luar). Usus halus
terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus
penyerapan (ileum).

a. Usus dua belas jari (duodenum)


Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah
lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Nama duodenum berasal
dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.Bagian usus dua
belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale
dan berakhir di ligamentum Treitz. Usus dua belas jari merupakan organ
retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum.Usus dua
belas jari memiliki pH yang normal berkisar sembilan. Pada usus dua belas jari
terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Lambung
melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan
bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter
pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan
megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
b. Usus Kosong (jejunum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua
dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan
(ileum). Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti “lapar” dalam bahasa
Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Latin, jejunus, yang berarti “kosong”.
Pada orang dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, di mana 1-2 meter
adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam
tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus
dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara
histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar
Brunner. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya
sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus
penyerapan secara makroskopis.
c. Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia) illeum memiliki panjang sekitar 2-4 meter dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7
dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-
garam empedu (Anderson, 1999; Syaifuddin, 2012, Pearce, 2007).

6. Usus Besar (Colon)


Usus besar merupakan kelanjutan dari usus halus yang memiliki tambahan usus yang
berupa umbai cacing (appedix). Usus besar terdiri dari tiga bagian yaitu bagian naik
(ascending), mendatar (tranverse), dan menurun (descending). Pada usus besar tidak
terjadi pencernaan. Semua sisa makanan akan dibusukkan dengan bantuan bakteri E.
coli dan diperoleh vitamin K. Di bagian akhir usus besar terdapat rektum yang
bermuara ke anus untuk membuang sisa makanan. Fungsi utama organ ini adalah
menyerap air dari feses. Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar
berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di
dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri
ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi
iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah
suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak
dari usus besar. Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.
Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang
parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga
abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen). Dalam anatomi manusia, umbai
cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah
ujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk dari
caecum pada tahap embrio. Pada orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10
cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap,
lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda, bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis)
yang jelas tetap terletak di peritoneum. Banyak orang percaya umbai cacing tidak
berguna dan organ vestigial (sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks
mempunyai fungsi dalam sistem limfatik. Operasi membuang umbai cacing dikenal
sebagai appendektomi (Anderson, 1999; Syaifuddin, 2012; Pearce, 2007; Sherwood,
2001).

7. Rektum dan Anus


Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan yang
berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini
berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong
karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika
kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan
untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan
material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan
untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan
dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika
defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan
terjadi.Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi
dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang
penting untuk menunda BAB (Anderson, 1999; Syaifuddin, 2012; Pearce, 2007;
Sherwood, 2001). Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana
bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit)
dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot
sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar – BAB),
yang merupakan fungsi utama anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ
yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
8. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama yaitu
menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin.
Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum
(usus dua belas jari).Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu Asini yang
menghasilkan enzim-enzim pencernaan, dan pulau pankreas yangmenghasilkan
hormon. Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan
melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan
mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke
dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif.
Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga
melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum
dengan cara menetralkan asam lambung (Anderson, 1999; Syaifuddin, 2012; Pearce,
2007; Sherwood, 2001).
9. Hati
Hati merupakan sebuah organ terbesar di dalam badan manusia dan memiliki berbagai
fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan. Istilah medis yang
bersangkutan dengan hati biasanya dimulai dalam hepat atau hepatik dari kata Yunani
untuk hati, hepar. Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan
memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis
protein plasma, dan penetralan obat. Hati juga memproduksi bile, yang penting dalam
pencernaan. Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan
pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam
vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke
dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil
di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah. Hati melakukan proses tersebut
dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zatzat gizi, darah dialirkan
ke dalam sirkulasi umum (Anderson, 1999; Syaifuddin, 2012; Pearce, 2007;
Sherwood, 2001). 10. Kandung Empedu
Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk buah pir yang
dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses
pencernaan.Pada manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan
berwarna hijau gelap – bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna
cairan empedu yang dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua
belas jari melalui saluran empedu.Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitumembantu
pencernaan dan penyerapan lemak, serta berperan dalam pembuangan limbah tertentu
dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah
merah dan kelebihan koleste.

2. Definisi
Pankreatitis adalah inflamasi pankreas yang berlangsung akut (onset tiba-tiba, durasi kurang
dari 6 bulan) atau akut berulang (>1 episode pankreatitis akut sampai kronik - durasi lebih
dari 6 bulan). Rentang gejala dan penyakit berbeda-beda.(Pratma,2016)
Pankreatitis akut adalah kondisi inflamasi yang menimbulkan nyeri dimana enzim pankreas
diaktivasi secara prematur dan mengakibatkan autodigestif pankreas. Pankreatitis mungkin
bersifat akut atau kronis, dengan gejala ringan sampai berat. Pankreatitis merupakan penyakit
yang serius pada pankreas dengan intensitas yang dapat berkisar mulai dari kelainan yang
relatif ringan dan sembuh sendiri hingga penyakit yang berjalan dengan cepat dan fatal yang
tidak bereaksi terhadap berbagai pengobatan.
3. Etiologi
Etiologi yang paling sering adalah batu empedu (40-70%) dan alkohol (25-35%). Karena
prevalensi yang tinggi dan pentingnya pencegahan, USG abdomen untuk menilai kolelitiasis
harus dilakukan pada semua pasien pankreatitis akut. Pankreatitis karena batu empedu
biasanya merupakan kejadian akut, dan sembuh apabila batu telah disingkirkan atau
lewat/lepas secara spontan.
Apabila tidak ada riwayat batu empedu dan minum alkohol, medikasi, agen infeksius, dan
penyebab metabolik seperti hiperkalsemia dan hiperparatiroid dianggap sebagai penyebab .
Beberapa obat termasuk 6-mercaptopurine, azathioprine, dan DDI (2’-,3’-dideoxyinosine)
dapat menyebabkan pankreatitis akut. Trigliserida serum harus di atas 1000 mg/dL untuk
dipertimbangkan sebagai penyebab pankreatitis akut jika tidak ditemukan etiologi lain.
Pankreatitis akut idiopatik didefinisikan sebagai pankreatitis dengan/tanpa etiologi yang
dapat ditemukan setelah pemeriksaan awal (termasuk kadar kalsium dan lemak) dan
pemeriksaan radiologi (USG abdomen dan CT scan).

4. Patofisiologi
Patofisiologi pankreatitis akut masih belum jelas; dapat terjadi apabila faktor pemeliharaan
hemostasis seluler tidak seimbang. Faktor ekstraseluler (misalnya: respons saraf dan
vaskuler) dan intraseluler (misalnya: aktivasi enzim pencernaan intrasel, peningkatan sinyal
kalsium, dll) dapat berpengaruh. Diduga, kejadian yang dapat memicu pankreatitis akut
adalah kejadian yang mengganggu sel acinar dan mengganggu sekresi granul zymogen,
contohnya pada penggunaan alkohol berlebih, batu empedu, dan beberapa jenis obat.
Gangguan sel acinar dimulai dari kekacauan di membran sel, dapat mengakibatkan:
- Bagian granul lisosom dan zymogen bergabung, dan dapat mengaktivasi trypsinogen menjadi
tripsin.
- Tripsin intraseluler dapat memicu aktivasi seluruh jalur zymogen.
- Vesikel sekretorik dikeluarkan dari membran basolateral ke interstitial, fragmen molekulnya
bekerja sebagai chemoattractants untuk sel inflamasi.

Aktivasi neutrofil dapat mengeksaserbasi masalah dengan dilepaskannya superoxide atau


enzim proteolitik (misalnya: cathepsins B, D, dan G; kolagenase, dan elastase). Akhirnya
makrofag melepaskan sitokin yang memediasi respons inflamasi lokal (pada kasus berat
dapat sistemik).
Mediator awal yang diketahui adalah TNF-α, interleukin (IL)-6, dan IL-8.2 Mediator
inflamasi tersebut meningkatkan permeabilitas vaskuler pankreas, dapat berlanjut menjadi
perdarahan, edema, dan terkadang nekrosis pankreas. Karena disekresi ke sistem sirkulasi,
dapat muncul komplikasi sistemik seperti bakteremia, acute respiratory distress syndrome
(ARDS), efusi pleura, perdarahan saluran cerna, dan gagal ginjal. Systemic inflammatory
response syndrome (SIRS) juga dapat terjadi, dapat berlanjut menjadi syok sistemik.Pada
beberapa kasus pankreatitis akut, awalnya terjadi edema parenkim dan nekrosis lemak
peripankreas, dikenal sebagai pankreatitis edema akut. Saat nekrosis parenkim terjadi,
disertai perdarahan dan disfungsi kelenjar, inflamasi berkembang menjadi pankreatitis
hemoragik atau necrotizing pancreatitis.

5. Gejala Klinis
Menurut pratama, 2016 gejala klinis pankreatitis akut, Pasien biasanya mengalami nyeri
epigastrium atau di kuadran kiri atas. Nyeri konstan dengan penyebaran ke punggung, dada,
atau pinggang, namun tidak spesifik. Intensitas nyeri kebanyakan berat, namun dapat
bervariasi. Intensitas dan lokasi nyeri tidak berhubungan dengan berat ringannya penyakit.
Pemeriksaan imaging dapat membantu diagnosis pankreatitis akut dengan gejala tidak
spesifik.

6. Komplikasi
Berdasarkan klasifikasi Atlanta 2012, komplikasi pankreatitis akut dibagi menjadi komplikasi
gagal organ dan sistemik serta komplikasi lokal. Sistem organ yang dinilai sehubungan
dengan gagal organ adalah respirasi, jantung dan ginjal. Frekuensi terjadinya gagal organ
pada pasien dengan pankreatitis akut berat yaitu gagal organ multipel (27%), gagal respirasi
(46%), gagal ginjal (16,2%), gagal jantung (17,6%), gagal hati (18,9%), dan perdarahan
saluran cerna (10,8%). Angka mortalitas akibat gagal organ multipel sebesar 45%. Gagal
organ diartikan sebagai nilai skor ≥ 2 untuk satu dari tiga sistem organ menggunakan sistem
skor dari Marshall. Komplikasi sistemik dinilai berdasarkan adanya eksaserbasi dari penyakit
penyerta yang sudah ada, seperti: penyakit jantung koroner atau penyakit paru obstruktif
kronis, yang dipicu oleh pankreatitis akut. Komplikasi lokal secara morfologi pankreatitis
akut dibedakan menjadi dua, yaitu pankreatitis edematosa interstisial dan pankreatitis
nekrosis. Bentuk dari komplikasi lokal pankreatitis edematosa interstisial adalah timbunan
akut cairan peripankreatik (acute collection of peripancreatic fluid) dan pesudokista pankreas
(pancreatic pseudocyst). Pada pasien yang menderita pankreatitis akut, organ pankreas
mengalami pembesaran difus oleh karena proses edema inflamasi. Pada pemeriksaan CECT
parenkim pankreas memperlihatkan gambaran homogen, terkadang ditemukan cairan di
bagian tepi atau yang dikenal sebagai acute collection of peripancreatic fluid.. Sementara itu,
gejala klinis pankreatitits edematosa interstisial biasanya akan berkurang dalam minggu
pertama. Namun apabila akumulasi cairan tersebut tidak diserap, cairan akan dilapisi oleh
dinding inflamasi yang dikenal sebagai pseudokista pancreas. Pseudokista terjadi sekitar 10%
dari pankreatitis akut dan menyebabkan sekitar 80% lesi kistik pankreas. Jumlah pseudokista
bisa tunggal atau multipel, dan berada di dalam atau di luar pankreas dengan ukuran
bervariasi. Pankreatitis nekrosis merupakan komplikasi lokal yang terjadi pada sekitar 10%–
20% pasien dengan pankreatitis akut. Pankreatitis nekrosis ditandai dengan adanya jaringan
nekrotik di parenkim dan atau di peripankreatik. Diagnosis pankreatitis nekrosis ditegakkan
melalui pencitraan dan didefinisikan sebagai adanya > 30% kurang atau tidak adanya
penyangatan (non-enhancement) pada pemeriksaan menggunakan CECT.
Jaringan yang mengalami nekrosis dapat berasal dari parenkim pankreas atau jaringan
peripankreas dan secara morfologis berupa debris atau cairan yang terlokalisir, dikenal
sebagai acute necrotic collection. Pankreatitis nekrosis dapat bersifat steril (sterile necrosis)
atau terinfeksi (infected necrosis). Pankreatitis nekrosis steril terbentuk sekitar 10-14 hari dari
onset sakit. Setelah kurang lebih 4 minggu acute necrotic collection mengecil (namun jarang
sekali menghilang) dan dilapisi oleh dinding inflamasi yang tebal dan kokoh yang berisi
debris dan cairan, dikenal sebagai walled-off necrosis.Pada kondisi tertentu pankreatitis
nekrosis yang semula bersifat steril dapat terkontaminasi mikroorganisme yang berubah
menjadi pankreatitis nekrosis terinfeksi, yang mempunyai risiko mortalitas mencapai 20%–
30%. Diagnosis pankreatitis nekrosis terinfeksi ditegakkan melalui aspirasi jarum halus
dipandu dengan CT scan. Selain itu, adanya infeksi dapat diduga apabila pada pemeriksaan
CECT didapatkan gambaran gas di parenkim pankreas atau peripankreas.

7. Tatalaksana Medis
a. Hidrasi agresif
yang didefinisikan sebagai 250-500 mL larutan kristaloid per jam sebaiknya diberikan untuk
semua pasien, kecuali apabila terdapat komorbiditas kardiovaskuler atau ginjal. Hidrasi
agresif intravena awal, paling bermanfaat pada 12-24 jam pertama, setelah itu mungkin hanya
mempunyai sedikit manfaat (rekomendasi kuat, moderate quality of evidence).
b. Pada pasien dengan kekurangan cairan berat dan bermanifestasi hipotensi dan takikardia,
penggantian cairan yang lebih cepat (bolus) lebih dipilih (rekomendasi kondisional, moderate
quality of evidence).
c. Larutan ringer laktat lebih dipilih dibandingkan kristaloid isotonik untuk penggantian
cairan (rekomendasi kondisional, moderate quality of evidence).
d. Kebutuhan cairan sebaiknya dinilai ulang dalam 6 jam pertama dan untuk 24-48 jam
berikutnya. Tujuan hidrasi agresif adalah untuk menurunkan blood urea nitrogen
(rekomendasi kuat, moderate quality of evidence).
e. ERCP pada Pankreatitis Akut
Pada pankreatitis akut bersamaan dengan kolangitis akut sebaiknya menjalani ERCP dalam
24 jam pertama (rekomendasi kuat,
moderate quality of evidence). ERCP tidak dibutuhkan sebagian besar pasien pankreatitis
batu empedu yang tidak terbukti obstruksi bilier secara klinik ataupun laboratorium
(rekomendasi kuat, low quality of evidence). Pada kasus tanpa kolangitis dan/ atau jaundice,
MRCP atau endoscopic ultrasound (EUS) lebih baik dibandingkan ERCP diagnostik untuk
screening choledocholithiasis pada pasien sangat diduga choledocholithiasis (rekomendasi
kondisional, low quality of evidence).
f. Pancreatic duct stents dan/ atau NSAID supositoria per rektal pasca-prosedur digunakan
untuk mencegah pankreatitis berat post-ERCP pada pasien risiko tinggi (rekomendasi
kondisional, moderate quality of evidence).
g. Penggunaan Antibiotik pada Pankreati- tis Akut
Antibiotik sebaiknya diberikan hanya untuk infeksi di luar pankreas, seperti kolangitis,
infeksi karena penggunaan kateter, bakteremia, infeksi saluran kemih, pneumonia
(rekomendasi kuat, high quality of evidence). Penggunaan antibiotik profilaksis secara rutin
pada pankreatitis akut berat tidak direkomendasikan (rekomendasi kuat, moderate quality of
evidence). Penggunaan antibiotik pada nekrosis steril untuk mencegah timbulnya nekrosis
terinfeksi tidak direkomendasikan (rekomendasi kuat, moderate quality of evidence).
Nekrosis terinfeksi harus dipertimbangkan terjadi pada pasien dengan nekrosis pankreas atau
ekstra pankreas yang memburuk atau gagal membaik setelah 7-10 hari perawatan di RS. Pada
pasien ini sebaiknya dilakukan: (i) CT-guided fine needle aspiration (FNA) awal untuk
pewarnaan Gram dan kultur untuk panduan penggunaan antibiotik, atau (ii) Penggunaan
empirik antibiotik tanpa CT FNA (rekomendasi kuat, low quality of evidence). Pada pasien
dengan nekrosis terinfeksi, antibiotik yang diketahui dapat melewati nekrosis pankreas,
misalnya carbapenems, quinolones, dan metronidazole, dapat bermanfaat menunda atau
kadang menghindari secara total tindakan intervensi, yang berhubungan dengan menurunnya
morbiditas dan mortalitas (rekomendasi kondisional, low quality of evidence). Pemberian
rutin agen anti-fungal bersama dengan antibiotik profilaksis atau terapi antibiotik tidak
direkomendasikan (rekomendasi kondisional, low quality of evidence).
h. Tindakan Bedah pada Pankreatitis Akut
- Pada pankreatitis akut ringan dengan batu empedu di kandung empedu, kolesistektomi
sebaiknya dilakukan sebelum pasien keluar RS untuk mencegah kekambuhan pankreatitis
akut (rekomendasi kuat, moderate quality of evidence).
- Pada necrotizing biliary pankreatitis akut, untuk mencegah infeksi, kolesistektomi ditunda
hingga inflamasi aktif hilang dan penumpukan cairan membaik atau stabil (rekomendasi kuat,
moderate quality of evidence).
- Adanya pseudokista tanpa gejala dan nekrosis pankreas dan/atau ektra pankreas tidak
memerlukan intervensi, terlepas dari ukuran, lokasi, dan/ekstensi (rekomendasi kuat,
moderate quality of evidence).
- Pada nekrosis terinfeksi yang stabil, tindakan bedah, radiologik, dan/ atau drainase
endoskopi sebaiknya
ditunda lebih dari 4 minggu, untuk memberi kesempatan liquefication isi dan perkembangan
dinding fibrosis di sekeliling nekrosis (walled-off necrosis) (rekomendasi kuat, low quality of
evidence).
- Pada nekrosis terinfeksi yang bergejala, lebih dipilih melakukan metode nekrosektomi
minimal invasif daripada nekrosektomi terbuka (rekomendasi kuat, low quality of evidence).

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian Primer
a. Airways
1) Sumbatan atau penumpukan secret.
2) Wheezing atau krekles.
3) Kepatenan jalan nafas.
Umumnya tidak terjadi penyumbatan jalan napas pada pasien pankreatitis akut, tetapi penting
untuk diperiksa.
b. Breathing
1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat.
2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
3) Ekspansi dada tidak penuh.
4) Penggunaan otot bantu nafas.
Pelepasan enzim-enzim lain (contoh fosfolipase) diduga banyak menyebabkan komplikasi
pulmonal yang berhubungan dengan pankretitis akut. Ini termasuk hipoksemia arterial,
atelektasis, efusi pleural, pneumonia, gagal nafas akut dan sindroma distress pernafasan akut

c. Circulation
1) Nadi lemah, tidak teratur.
2) Capillary refill Time >2detik.
3) Takikardi.
4) TD menurun.
5) Akral dingin.
Efek sistemik lainnya dari pelepasan kedalam sirkulasi adalah vasodilatasi perifer yang pada
gilirannya dapat menyebabkan hipotensi dan syok.

d. Disability
Status mental : Tingkat kesadaran secara kualitatif dengan Glascow Coma Scale (GCS) dan
secara kwantitatif yaitu biasanya terjadi penurunan yaitu apatis bahkan sampai koma.
Apatis : keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan kehidupan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh.
Somnolen : keadaan kesadaran yang mau tidur saja. Dapat dibangunkan dengan rangsang
nyeri, tetapi jatuh tidur lagi.
Delirium : keadaan kacau motorik yang sangat, memberontak, berteriak-teriak, dan tidak
sadar terhadap orang lain, tempat, dan waktu.
Sopor/semi koma : keadaan kesadaran yang menyerupai koma,reaksi hanya dapat
ditimbulkan dengan rangsang nyeri.
Koma : keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak dapat dibangunkan dengan
rangsang apapun.

e. Exposure
Perlu diperiksa adanya trauma khususnya pada daerah abdomen. Adanya trauma pada
abdomen dapat menjadi penyebab terganggunya pankreas.

Pengkajian Sekunder
a. AMPLE
1) Alergi : Riwayat pasien tentang alergi yang dimungkinkan pemicu terjadinya
penyakitnya.
2) Medikasi : Berisi tentang pengobatan terakhir yang diminum sebelum sakit terjadi
(Pengobatan rutin maupun accidental). Pankreatitis Akut dapat terjadi pada pasien yang
mengonsumsi obat-obatan diuretik.
3) Past Illness : Penyakit terakhir yang diderita klien, yang dimungkinkan menjadi
penyebab atau pemicu terjadinya sakit sekarang. Tanyakan apakah pasien pernah menderita :
- Batu empedu
- Hypoparathyroidism
- hyperlipidemia
4) Last Meal : Makanan terakhir yang dimakan klien. Tanyakan apakah klien
mengonsumsi alkohol dalam 24-48 jam terakhir?, apakah klien baru saja mengonsumsi
makanan dalam porsi besar?
5) Environment/ Event : Pengkajian environment digunakan jika pasien dengan kasus
Non Trauma dan Event untuk pasien Trauma.

b. Pemeriksaan Fisik
1) Aktifitas
Data Subyektif :
a) Kelemahan.
b) Kelelahan.
c) Tidak dapat tidur.
Data Obyektif :
a) Nyeri pada saat beraktifitas.
b) Dispnea pada istirahat atau aktifitas.
2) Sirkulasi
Data Subyektif : riwayat Batu empedu sebelumnya.
Data Obyektif :
a) Tekanan darah : hipotensi
b) Nadi : Dapat normal, penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia).
c) Bunyi jantung : Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal
jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel.

3) Integritas ego
Data Subyektif : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal
sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan, kerja,
keluarga.
Data Obyektif : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku
menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri.
4) Eliminasi
Data Obyektif : Peristaltik usus menurun atau negatif.
5) Makanan atau cairan
Data Subyektif : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar sampai ke
belakang.
Data Obyektif : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat
badan dari 56 kg menjadi 44 kg.
6) Hygiene
Data Subyektif atau Data Obyektif : Kesulitan melakukan tugas perawatan.
7) Neurosensori
Data Subyektif : pusing, lemas.
Data Obyektif : perubahan mental, kelemahan.
8) Nyeri atau ketidaknyamanan
Data Subyektif :
a) Nyeri abdomen yang terkadang timbul, dan bertambah parah saat beraktifitas.
b) Lokasi : Tipikal pada epigastrium dan menjalar sampai ke belakang atau terpusat di
lumbalis.
c) Kualitas : seperti ditusuk-tusuk.
d) Intensitas : Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk
yang pernah dialami.
9) Pernafasan:
Data Subyektif :
a) Dispnea tanpa atau dengan aktifitas.
b) Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Data Obyektif :
a) Peningkatan frekuensi pernafasan.
b) Nafas sesak / kuat.
c) Pucat, sianosis.
10) Interaksi social
Data Subyektif :
a) Stress.
b) Kesulitan koping dengan stressor yang ada misal : penyakit, perawatan di RS.
Data Obyektif :
a) Kesulitan istirahat dengan tenang.
b) Respon terlalu emosi (marah terus-menerus)

2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif b/d Depresi pusat pernapasan (D.0005)
b. Hipovolemia b/d kehilangan cairan aktif (D.0023)
c. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis (D.0077)
d. Hipertermia b/d Infeksi (D.0130)

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi
Keperawatan Keperawatam Indonesia Keperawatan Indonesia
( SLKI ) ( SIKI )
1 Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan Observasi
efektif b/d Depresi keperawatan selama 3x24 - Identifikasi adanya
pusat pernapasan jam diharapkan pola napas kelelahan otot bantu napas
(D.0005) membaik dengan kriteria - Monitor status respirasi dan
hasil: oksigenasi (frekuensi,
Kriteria Hasil : kedalaman napas,
 Dispnea cukup penggunaan otot bantu napas)
menurun (4) Terapeutik
 Penggunaan otot - Berikan posisi semi fowler
bantu pernapasan atau fowler
cukup menurun (4) - Fasilitasi mengubah posisi
 Frekuensi napas senyaman mungkin
cukup membaik (4) - Berikan oksigenasi sesuai
kebutuhan
- Gunakan bag-valve maske,
jika perlu
Edukasi
- Ajarkan melakukan teknik
napas dalam
- Ajarkan mengubah posisi
secara mandiri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator, jika perlu
2 Hipovolemia b/d Setelah dilakukan tindakan Observasi
kehilangan cairan aktif keperawatan selama 3x24 - Observasi tanda dan gejala
(D.0023) jam diharapkan status cairan hipovolemia (frekuensi nadi
membaik dengan kriteria meningkat, nadi teraba
hasil: lemah, tekanan darah
Kriteria Hasil : menurun)
 Kekuatan nadi cukup - Monitor intake dan output
meningkat (4) cairan
 Turgor kulit cukup
meningkat (4) Terapeutik
 Dispnea cukup - Hitung kebutuhan cairan
menurun (4) - Berikan asupan cairan oral
 Intake cairan cukup
membaik (4) Edukasi
 Frekuensi nadi, - Anjurkan memperbanyak
tekanan darah, asupan cairan oral
tekanan nadi cukup - Anjurkan menghindari
membaik (4) perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (NaCl, RL)
3 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan tindakan Observasi
pencedera fisiologis keperawatan selama 3x24 - Identifikasi lokasi,
(D.0077) jam diharapkan kontrol karakteristik, durasi,
nyeri meningkat dengan freakuensi, kualitas,
kriteria hasil: intensitas nyeri
Kriteria Hasil : - Identifikasi skala nyeri
1. Melaporkan nyeri - Identifikasi respon nyeri
terkontrol: cukup non verbal
meningkat (4) - Monitor efek samping
2. Keluhan nyeri cukup penggunaan analgesik
menurun (4)
3. Penggunaan Terapeutik
analgesik cukup - Berikan teknik non
menurun (4) farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(hipnosis, akupressure, terapi
musik)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
- Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik
4 Hipertermia b/d Setelah dilakukan tindakan Observasi
Infeksi (D.0130) keperawatan selama 3x24 - Identifikasi penyebab
jam diharapkan hipertermia
termoregulasi membaik - Monitor suhu tubuh
dengan kriteria hasil:
Kriteria Hasil : Terapeutik
 Suhu tubuh cukup - Longgarkan atau lepaskan
membaik (4) pakaian
 Suhu kulit cukup - Basahi atau kipasi
membaik (4) permukaan tubuh
 Tekanan darah - Berikan cairan oral
cukup membaik (4) - Lakukan pendinginan
eksternal

Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit intavena,
jika perlu

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan suatu pelaksanaan tindakan keperawatan terhadap
klien yang didasarkan pada rencana keperawatan yang telah disusun dengan baik untuk
mencapai tujuan yang diinginkan meliputi peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan, dan memfasilitas koping. Implementasi keperawatan akan dapat
dilaksanakan dengan baik apabila klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan. Selama tahap implementasi keperawatan, perawat terus
melakukan pengumpulan data yang lengkap dan memilih asuhan keperawatan yang paling
sesuai dengan kebutuhan klien.

5.Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah tahap yang menentukan apakah tujuan yang telah disusun dan
direncanakan tercapai atau tidak. Menurut Friedman (dalam Harmoko, 2012) evaluasi
didasarkan pada bagaimana efektifnya intervensi - intervensi yang dilakukan oleh keluarga,
perawat dan yang lainnya. Ada beberapa metode evaluasi yang dipakai dalam perawatan.
Faktor yang paling utama dan penting adalah bahwa metode tersebut harus disesuaikan
dengan tujuan dan intervensi yang sedang dilaksanakan.
Daftar Pustaka

Pratama, H. (2016). Tatalaksana Pankreatitis Akut. Cermin Dunia Kedokteran, 43(3), 190-


194.
Kementrian Kesehatan RI. 2017. Bahan ajar Kebidanan Anatomi dan Fisiologi. Jakarta:
Kemenkes RI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2016.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi Dan
Indikator Dianostik. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia (DPP PPNI)
Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2016.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi Dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia (DPP PPNI)
Tim Pokja SLKI DPP PPNI.2016.Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi Dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI)

Anda mungkin juga menyukai