Anda di halaman 1dari 7

Ringkasan Materi

Hadits Maudhu’ Dan Kriteria Kepalsuannya


Mata Kuliah Ululum Hadist
Dosen pengampu :
Isna Nurul Inayati, M. Pd. I

Disusun oleh :
Fitria (20862321027)

Mita Dewi Ningsih (20862321051)

Felmita Desling Lestari (20862321062)

M. Ahyari F (20862321066)

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS ILMU KEISLAMAN
UNIVERSITAS ISLAM RADEN RAHMAT MALANG

21 Maret 2021
Hadits Maudhu’ dan Kriteria Kepalsuannya

A. DEFINISI HADIS MAUDHU’

Secara etimologis, kata maudhu’ adalah isim maf’ul dari kata wadha’a

yang berarti al-isqath (menggugurkan), al-tark (meninggalkan), al-iftira’wa al-

ikhtilaq (mengada-ada atau membuat-buat).

Sedangkan secara terminologis, banyak sekalai para ulama yang

mendefinisikan hadis maudhu’, diantaranya Muhammad ‘Ajjaj al-Khatibi

mendefinisikan hadis maudhu’ dengan: “hadis yang dinisbahkan (disndarkan)

kepada Rasulullah saw, yang sifatnya dibuat-buat atau diada-adakan, karena

Rasulullah saw, sendiri tidak mengatakannya, memperbuat, maupun

menetapkannya.

Definisi yang hampir sama dikemukakan oleh Shubhi al-Shalih yang

menyatakan bahwa hadis maudhu’ adalah “suatu berita yang diciptakan oleh

para pembohong dan kemudian mereka sandarkan kepada Rasulullah saaw.,

yang sifatnya mengada-ada atas nama beliau.”

Beberapa unsur penting dalam pembatasan definisi hadis maudhu’ adalah

sebagai berikut1:

1. Unsur al-wadha’ (pembuatan/ dibuat-buat). Atrinya apa yang disebut

sebagai hadis oleh rawi penyampainya riwayat itu adalah hadis buatan

dia sendiri, bukan ucapan, perbuatan atau ketetapan Nabi saw.

2. Unsur al-kidzb (dusta/ menipu). Artinya apa yang dikatakan rawi

sebagai hadis Nabi saw, adalah dusta dan tipuan belaka dari dirinya

1
Mohammad Najib, Pergolakan Politik Umat Islam dalam Keminculan Hadis Maudhu’.. hlm.41
sendiri karena bukan dari Nabi saw,. Hanya dia sendiri yang

menyatakan bahwa itu berasal dari Nabi saw,.

3. Unsur ‘amdun (sengaja) dan khatha (tidak sengaja). Artinya

pembuatan hadis dusta yang disebut sebagai hadis Nabi saw, itu

dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hadis

maudhu’ adalah hadis yang sengaja dibuat-buat yang disandarkan kepada

Rasulullah saw. Atas dasar ini maka hadis maudhu’ merupakan seburyk-

buruknya hadis dari hadis dha’if sehingga tidak dapat dijadikan sebagai hujjah.

Bahkan menurut Mahmud at- Thahhan mengkategorikan hadis maudhu’ kepada

hadis yang mardud (ditolak). 2

B. KRITERIA HADIS MAUDHU’

Ukuran yang digunakan untuk menentukan status suatu riwayat sebagai

riwayat yang maudhu’didasarkan pada qarinahnya (indikasi/kriteria) meskipun

kriteria itu berdasarkan penilaian para muhaddisin bersifat zhanni. Untuk

mencapai keputusan yang bersifat qhat’i, diperlukan syarat tertentu yang

menjamin dan mendukung kebenaran qarinah tersebut sehingga sifat keputusan

penetapannya mencapai kualitas terbukti benar dan meyakinkan.3

Tanda-tanda atau kriteria ke-maudhu’an suatu hadis terbagi dua, yaitu

yang diperoleh dari sanadnya dan yang diperoleh dari matannya.

1. Tanda-tanda pada sanad

Sedikitnya ada tiga tanda kemaudhu’an hadis pada sanadnya, yaitu:

2
Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadis.. hlm.152
3
Mohammad Najib, Pergolakan Politik Umat Islam dalam Keminculan Hadis Maudhu’.. hlm.62
a. Bila disebuah hadis terdapat periwayat yang dikenal sebagai seorang

pembohongtanpa ada orang tsiqoh mau mengambil hadis darinya.4 Hal

ini telah disebutkan dalam pembahasan jarh wa ta’dil.

b. Pengakuan perawi sendiri.

Abu Ishmah Nuh ibn Abi Maryam mengaku sendiri bahwa ia telah

memalsukan hadis-hadis mengenai keutamaan surat-suran dalam Al-

Quran. Demikian pula Abd al-Karim ibn Abi al-Auja yang mengaku

telah membuat 4000 hadis, yang mengenai hukum halal dan haram

c. Menurut sejarah mereka tidak mungkin bertemu. Periwayat yang

meriwayatkan hadis dari syeikh yang tidak pernah berjumpa atau bahkan

ia Ibnu Hibban bahwa ia mendengar hadis dari Hisyam Ibn Ammer.

Maka Ibnu Hibban bertanya,” kapankah engkau ke kota Syam? Ma’mun

menjawab,”pada tahun 250 H.” Mendengar itu Ibnu Hibban berkata,”

Hisyam meninggal dilahirakan setelah syeikh itu meninggal atau hanya

mendengar tanpa ia datang langsung ke tempat syeikh terebut.

Hal ini seperti yang pernah dilakukan oleh Ma’mun ibn Ahmad as-Sarawy

mengaku keapada pada tahun 245 H.”

Pokok pegangan kita dalam menghadapi persoalan ini adalah kitab-kitab

tentang Tarikh Rijal, seperti kitab Mizan al-I’tidal karya Adz-Dzahaby.5

Dalam buku karangan hasybi asy-syiddieq disebutkan ada empat tanda,

yaitu yang tiga diatas dan tambahan tanda yang lain yaitu keadaan perawi

itu sendiriserta adanya dorongan untuk membuat hadis.

2. Tanda-tanda pada matan

4
Muh. Zuhri, Hadis Nabi Telaah Histori dan Metodologis.. hlm.74
5
Teungku Muhammad Hasbi asy-Shiddieqy, sejarah dan pengantar Ilmu Hadis.. hlm.185
Tanda-tanda pada matan juga banyak sekali, namun yang perlu diingan

adalah:

a. Buruk susunan dan lafadznya. Hal ini bisa diketahui oleh orang yang betul-

betul mengetahui makna ungkapan bahasa Arab. Dia akan mengatakan

bahwa lafadz-lafadz tertentu yang ia jumpai mustahil keluar dari perkataan

orang yang fasih, terlebih Nabi saw,. Sehingga ia bisa mengatakan bahwa

susunan yang disandarakan pada Nabi itu menunjukan kepalsuan suatu

hadis.

b. Rusak maknanya

Yaitu karena makna hadis berlawanan dengan soal-soal yang mudah dicerna

oleh akal dan tidak dapat pula kita takwilkan, berlawanan dengan norma-

norma akhlak atau menyalahi kebenaran, berlawanan dengan ilmu

kedokteran, menyalahi ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan

Allah, menyakahi undang-undang Allah dalam menjadikan alam, serta

kareana mengandung dongeng-dongeng yang tidak masuk akal.

c. Menyalahi keterangan Al-Quran, sunnah dan kaidah-kaidah kulliyyah.

d. Menyalahi hakikat sejarah yang telah terkenal di masa Nabi saw,.

e. Sesuai hadis denganmazhab yang dianut oleh perawi sedangkan perawi itu

pula orang yang sangat fanatik terhadap mazhabnya.

f. Menerangkan suatu pahala yang sangat besar terhadap suatu perbuatan yang

kecil dan siksa yang sangat besar terhadap perbuatan yang kecil. Hal ini

biasa dilakukan oleh para qushshas (ahli kisah).


Adapun tanda-tanda bahwa hadits itu maudlu’ atau palsu menurut ustadz Abdul

Hakim bin Amir Abdat ialah:

 Pengakuan dari pemalsu itu sendiri

 Terdapat keganjilan dan rusak maknanya.

 Bertentangan dengan ketetapan Al-Kitab dan As-Sunnah.

C.KESIMPULAN

Dari uraian materi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Hadis maudhu’ adalah hadis yang sengaja dibuat-buat yang disandarkan

kepada Rasulullah saw,.

2. Tanda-tanda pada sanad, sedikitnya ada tiga tanda kemaudhu’an hadis pada

sanadnya, yaitu:

a. Bila disebuah hadis terdapat periwayat yang dikenal sebagai seorang

pembohong tanpa ada orang tsiqoh mau mengambil hadis darinya.

b. Pengakuan perawi sendiri.

c. Menurut sejarah mereka tidak mungkin bertemu. Periwayat yang

meriwayatkan hadis dari syeikh yang tidak pernah berjumpa atau bahkan

ia dilahirakan setelah syeikh itu meninggal atau hanya mendengar tanpa

ia datang langsung ke tempat syeikh terebut.

3. Tanda-tanda pada matan, diantaranya yaitu:

a. Buruk susunan dan lafadznya.

b. Rusak maknanya
c. Menyalahi keterangan Al-Quran, sunnah dan kaidah-kaidah kulliyyah.

d. Menyalahi hakikat sejarah yang telah terkenal di masa Nabi saw,.

e. Sesuai hadis dengan mazhab yang dianut oleh perawi sedangkan perawi

itu pula orang yang sangat fanatik terhadap mazhabnya.

d. Menerangkan suatu pahala yang sangat besar terhadap suatu perbuatan

yang kecil dan siksa yang sangat besar terhadap perbuatan yang kecil.

4. hadits itu maudlu’ atau palsu menurut ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat

ialah:

 Pengakuan dari pemalsu itu sendiri

 Terdapat keganjilan dan rusak maknanya.

 Bertentangan dengan ketetapan Al-Kitab dan As-Sunnah.

Anda mungkin juga menyukai